1. i
KUMPULAN MATERI TUGAS MEMBUAT MAKALAH
PENGANTAR FILSAFAT ILMU
Dibimbing oleh :
Dr. Sigit Sardjono, M. Ec.
Disusun Oleh :
Havira Laksanawati ( 1211700111 )
Suci Fiqiah Kirana ( 1211700154 )
( Kelas E Hari Rabu 09.30 I. 203 )
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
TAHUN 2019
2. i
DAFTAR ISI
A. Manfaat Mahasiswa Belajar Filsafat 1
B. Perkembangan Filsafat Ilmu 9
C. Filsafat, Ilmu, Dan Pengetahuan 15
D. Logika Dan Ilmu Berpikir 26
E. Teori Kebenaran 35
F. Filsafat Etika Dan Moral 50
G. Tataran Ilmu Dan Pengetahuan 57
H. Filsafat Pancasila 66
I. Filsafat Metodologi Ilmiah 75
J. Lembar Soal Dan Jawaban 89
3. ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, dengan ini kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pengantar Filsafat Ilmu ini bisa selesai sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
Kami berharap agar makalah ini bisa bermanfaat untuk menambah pengetahuan rekan-rekan
pada khususnya dan para pembaca umumnya. Mudah-mudahan makalah sederhana yang telah
berhasil kami susun ini bisa dengan mudah dipahami oleh siapapun yang membacanya.
Sebelumnya kami meminta maaf bilamana terdapat kesalahan kata atau kalimat yang kurang
berkenan. Serta tak lupa kami juga berharap adanya masukan serta kritikan yang membangun
dari Anda demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.
Surabaya, 1 Juli 2019
Penyusun
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai semakin menajamnya
spesialisasi ilmu maka filsafat ilmu sangat diperlukan. Sebab dengan mempelajari filsafat
ilmu, para ilmuwan akan menyadari keterbatasan dirinya dan tidak terperangkap kedalam
sikap arogansi intelektual. Hal yang lebih diperlukan adalah sikap keterbukaan diri di
kalangan ilmuwan, sehingga mereka dapat saling mengarahkan seluruh potensi keilmuwan
yang dimilikinya untuk kepentingan bersama umat manusia.
Mahasiswa sebagai bagian dari sivitas akademika diharapkan memiliki penguasaan yang baik
atas bidang ilmu yang ditekuni untuk selanjutnya memanfaatkan ilmu tersebut, baik untuk
pengembangan kehidupan dirinya maupun kehidupan masyarakat pada umumnya.
Penguasaan ilmu bukan hanya menyangkut penguasaan konsep-konsep serta teori-teori
keilmuan dalam bidangnya masing-masing, akan tetapi juga landasan pemahaman mengenai
hakikat ilmu, objek kajian dari ilmu yang dipelajari, metode untuk pengembangan ilmu
tersebut, serta kaidah-kaidah moral dan etika mengenai untuk apa ilmu itu harus
dimanfaatkan. Atas dasar itulah filsafat ilmu memiliki peranan penting dalam pembentukan
kepribadian calon-calon ilmuwan pada umumnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan filsafat ilmu?
2. Bagaimana kegunaan filsafat ilmu dalam kehidupan?
3. Mengapa seorang mahasiswa perlu mempelajari filsafat ilmu?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu
2. Mengetahui kegunaan filsafat ilmu dalam kehidupan
3. Mengetahui alasan mengapa seorang mahasiswa perlu mempelajari filsafat ilmu.
5. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Filsafat Ilmu
Cabang filsafat yang membahas masalah ilmu adalah filsafat ilmu. Tujuannya mengadakan
analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana pengetahuan ilmiah itu diperoleh.
Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk
memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri.
The Liang Gie mendefinisikan filsafat ilmu sebagai segenap pemikiran reflektif terhadap
persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu
dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Filsafat ilmu dalam arti luas: menampung permasalahan yang menyangkut hubungan
keluar dari kegiatan ilmiah, seperti: tata susila yang menjadi pegangan penyelenggara
ilmu.
2. Filsafat ilmu dalam arti sempit: menampung permasalahan yang bersangkutan dengan
hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyangkut sifat
pengetahuan ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah
(Beerling, 1988).
Pengertian Filsafat Ilmu menurut beberapa ahli, antara lain :
1. Cornelius Benjamin (dalam The Liang Gie, 19 : 58) memandang filsafat ilmu sebagai
cabang dari filsafat yang secara sistematis menelaah sifat dasar ilmu, khususnya mengenai
metoda, konsepkonsep, dan praanggapan-praanggapannya, serta letaknya dalam kerangka
umum dari cabang-cabang pengetahuan intelektual.
2. Conny Semiawan at al (1998 : 45) menyatakan bahwa filsafat ilmu pada dasarnya adalah
ilmu yang berbicara tentang ilmu pengetahuan yang kedudukannya di atas ilmu lainnya.
3. Jujun Suriasumantri (2005 : 33-34) memandang filsafat ilmu sebagai bagian dari
epistemologi (filsafat pengetahuan) yang ingin menjawab tiga kelompok pertanyaan
mengenai hakikat ilmu sebagai berikut. Kelompok pertanyaan pertama antara lain sebagai
berikut ini. Objek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud hakiki dari objek tersebut?
Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangap manusia? Kelompok
6. 3
pertanyaan kedua : Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan
yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan Filsafat
Imuagar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang dimaksud dengan
kebenaran? Dan seterusnya. Dan terakhir, kelompok pertanyaan ketiga : Untuk apa
pengetahuan yang berupa ilmu itu? Bagaimana kaitan antara cara menggunakan ilmu
dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral? Dan seterusnya.
4. Kelompok pertanyaan pertama merupakan tinjauan ilmu secara ontologis. Sedangkan
pertanyaan-pertanyaan kelompok kedua merupakan tinjauan ilmu secara
epistemologis. Dan pertanyaanpertanyaan kelompok ketiga sebagai tinjauan ilmu
secara aksiologis.
Untuk mendapatkan gambaran singkat tentang pengertian filsafat ilmu dapat dirangkum tiga
medan telaah yang tercakup di dalam filsafat ilmu, yaitu:
1. Filsafat ilmu adalah telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu,
terhadap lambang yang digunakan dan terhadap struktur penalaran tentang sistem
lambang yang digunakan. Telaah kritis ini dapat diarahkan untuk mengkaji ilmu empiris
dan ilmu rasional, juga untuk membahas studi bidang etika dan estetika, studi kesejarahan,
antropologi, dll.
2. Filsafat ilmu adalah upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, sangka
wacana dan postulat mengenai ilmu dan upaya untuk membuka tabir dasar-dasar
keempirisan, kerasionalan dan kepragmatisan.
3. Filsafat ilmu adalah studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang beraneka macam
yang ditujukan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu.
B. Manfaat Filsafat dalam Kehidupan
Secara umum manfaat filsafat ilmu yaitu :
1. Filsafat membantu kita memahami bahwa sesuatu tidak selalu tampak seperti apa adanya.
2. Filsafat membantu kita mengerti tentang diri kita sendiri dan dunia kita, karena filsafat
mengajarkan bagaimana kita bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar.
7. 4
3. Filsafat membuat kita lebih kritis. Filsafat mengajarkan pada kita bahwa apa yang
mungkin kita terima begitu saja ternyata salah atau menyesatkan atau hanya merupakan
sebagian dari kebenaran.
4. Filsafat mengembangkan kemampuan kita dalam:
a. Menalar secara jelas
b. Membedakan argumen yang baik dan yang buruk
c. Menyampaikan pendapat (lesan dan tertulis) secara jelas
d. Melihat sesuatu melalui kacamata yang lebih luas
e. Melihat dan mempertimbangkan pendapat dan pandangan yang berbeda.
5. Filsafat memberi bekal dan kemampulan pada kita untuk memperhatikan pandangan kita
sendiri dan pandangan orang lain dengan kritis. Kadang ini memang bisa mendorong kita
menolak pendapat-pendapat yang telah ditanamkan pada kita, tetapi filsafat juga
memberikan kita cara-cara berfikir baru dan yang lebih kreatif dalam mengahadapi
masalah yang mungkin tidak dapat dipecahkan dengan cara lain.Kemampuan berfikir
secara jernih, menalar secara logis, dan mengajukan dan menilai argumen, menolak
asumsi yang diterima begitu saja, dan pencarian akan prinsip-prinsip pemikiran dan
tindakan yang koheren—semuanya ini merupakan ciri dari hasil latihan dalam ilmu
filsafat.
Secara khusus manfaat filsafat ilmu :
1. Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
2. Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan
filsafat lainnya.
3. Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
4. Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
5. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek
kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.
6. Filsafat ilmu bermanfaat untuk menjelaskan keberadaan manusia di
dalammengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan alat
untuk membuat hidup menjadi lebih baik
8. 5
7. Filsafat ilmu bermanfaat untuk membangun diri kita sendiri dengan berpikir secara
radikal (berpikir sampai ke akar-akarnya), kita mengalami dan menyadari keberadaan
kita.
8. Filsafat ilmu memberikan kebiasaan dan kebijaksanaan untuk memandang dan
memecahkan persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang hidup secara
dangkal saja, tidak mudah melihat persoalan-persoalan, apalagi melihat pemecahannya.
9. Filsafat ilmu memberikan pandangan yang luas, sehingga dapat membendung egoisme
dan ego-sentrisme (dalam segala hal hanya melihat dan mementingkan kepentingan dan
kesenangan diri sendiri).
10. Filsafat ilmu mengajak untuk berpikir secara radikal, holistik dan sistematis, hingga kita
tidak hanya ikut-ikutan saja, mengikuti pada pandangan umum, percaya akan setiap
semboyan dalam surat-surat kabar, tetapi secara kritis menyelidiki apa yang dikemukakan
orang, mempunyai pendapat sendiri, dengan cita-cita mencari kebenaran.
11. Filsafat ilmu memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri (terutama dalam
etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi, ilmu jiwa,
ilmu mendidik, dan sebagainya.
12. Filsafat ilmu membantu agar seseorang mampu membedakan persoalan yang ilmiah
dengan yang tidak ilmiah.
13. Filsafat ilmu memberikan landasan historis-filosofis bagi setiap kajian disiplin ilmu yang
ditekuni.
14. Filsafat ilmu memberikan nilai dan orientasi yang jelas bagi setiap disiplin ilmu.
15. Filsafat ilmu memberikan petunjuk dengan metode pemikiran reflektif dan penelitian
penalaran supaya manusia dapat menyerasikan antara logika, rasio, pengalaman, dan
agama dalam usaha mereka dalam pemenuhan kebutuhannya untuk mencapai hidup yang
sejahtera.
16. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode
ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis-rasional,
agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum.
9. 6
C. Pentingnya Belajar Filsafat Ilmu Bagi Mahasiswa
1. Mengembangkan semangat toleransi dalam perbedaan pandangan (pluralitas). Karena para
ahli filsafat tidak pernah memiliki satu pendapat, baik dalam isi, perumusan permasalahan
maupun penyusunan jawabannya.
2. Mengajarkan cara berpikir yang cermat dan tidak kenal lelah.
3. Untuk memecahkan masalah.
4. Untuk mendalami metode ilmiah dan untuk melakukan penelitian ilmiah karena memiliki
pemahaman yang utuh mengenai ilmu dan mampu menggunakan pengetahuan tersebut
sebagai landasan dalam proses pemeblakjaran dan penelitian ilmiah.
10. 7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat ilmu adalah studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang beraneka macam
yang ditujukan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu.
Filsafat ilmu sangat penting bagi seorang mahasiswa karena untuk membiasakan diri bersikap
kritis, logis dan filsafat ilmu bermanfaat untuk menjelaskan keberadaan manusia di
dalam mengembangkanilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan alat untuk membuat
hidup menjadi lebih baik serta menumbuhka rasa toleransi dalam perbedaan pandangan.
11. 8
DAFTAR PUSTAKA
Elfa. 2011. Makalah Filsafat Ilmu. http://elfathinrahmi.blogspot.com/2011/02/makalah-filsafat-
ilmu.html. (1 Juli 2019)
Jasmineazraq. 2011. Peran Filsafat Ilmu. http://jasmineazraq.blogspot.com/2011/01/peran-
filsafat-manusia-dan-filsafat.html. (1 Juli 2019)
Khofif. 2009. Kegunaan Pelajaran Filsafat. http://khofif.wordpress.com/2009/01/15/kegunaan-
pelajaran-filsafat.html. (1 Juli 2019)
Rachman, Maman. 2009. Filsafat Ilmu. Semarang : UPT UNNES PRESS
Sunny. 2009. Fungsi Filsafat Ilmu. http://lingkaranilmu.blogspot.com/2009/08/fungsi-filsafat-
ilmu.html. (1 Juli 2019)
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di indonesia. Jakarta : Bumi Aksara.
Villa. 2011. Hakikat Filsafat Ilmu. http://villa-muhammadilham.blogspot.com/2011/04/hakikat-
filsafat-ilmu.html. ( 1 Juli 2019)
12. 9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari sejarah perkembangan
filsafat ilmu, sehingga muncullah ilmuwan yang digolongkan sebagai filosof dimana
mereka meyakini adanya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat ilmu.
Filsafat ilmu yang dimaksud adalah sistem kebenaran ilmu sebagai hasil dari berpikir
radikal, sistematis, dan universal. Oleh sebab itu, filsafat ilmu hadir sebagai upaya
memfokuskan hubungan antara berbagai macam ilmu
Epistemologi adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung
jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Oleh sebab itu,
epistimologi banyak mengalami perkembangan seiring dengan pesat atau majunya
tingkat peradaban manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu?
2. Bagaimana perbedaan filfata ilmu dalam setiap fase tersebut?
C. Tujuan
Untuk menjelaskan perkembangan filsafat ilmu.
13. 10
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu sebagai bagian integral dari filsafat secara keseluruhan perkembangannya tidak
bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan filsafat itu sendiri secara keseluruhan. Menurut
Lincoln Cuba, sebagai yang dikutip oleh Ali Abdul Azim, bahwa kita mengenal tiga
babakan perkembangan paradigma dalam filsafat ilmu di Barat yaitu era prapositivisme, era
positivisme dan era pasca modernisme. Era prapositivisme adalah era paling panjang dalam
sejarah filsafat ilmu yang mencapai rentang waktu lebih dari dua ribu tahun.
Dalam uraian ini, penulis cenderung mengklasifikasi perkembangan filsafat ilmu
berdasarkan ciri khas yang mewarnai pada tiap fase perkembangan. Dari sejarah panjang
filsafat, khususnya filsafat ilmu, penulis membagi tahapan perkembangannya ke dalam
empat fase sebagai berikut:
1. Filsafat Ilmu zaman kuno, yang dimulai sejak munculnya filsafat sampai dengan
munculnya Renaisance
2. Filsafat Ilmu sejak munculnya Rennaisance sampai memasuki era positivism
3. Filsafat Ilmu zaman Modern, sejak era Positivisme sampai akhir abad ke-19
4. Filsafat Ilmu era kontemporer yang merupakan perkembangan mutakhir Filsafat Ilmu
sejak awal abad keduapuluh sampai sekarang.
Perkembangan Filsafat ilmu pada keempat fase tersebut akan penulis uraikan dengan
mengedepankan aspek-aspek yang mewarnai perkembangan filsafat ilmu di masanya
sekaligus yang menjadi babak baru dan ciri khas fase tersebut yang membedakannya dari
fase-fase sebelum dan atau sesudahnya. Di samping itu penulis juga akan mengungkap
tentang peran filosof muslim dalam perkembangan filsafat ilmu ini, walaupun bukan dalam
suatu fase tersendiri.
1. Filsafat Ilmu Zaman Kuno
Filsafat yang dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan telah dikenal manusia pada
masa Yunani Kuno. Di Miletos suatu tempat perantauan Yunani yang menjadi tempat
asal mula munculnya filsafat, ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir (baca:
filosof) besar seperti Thales, Anaximandros dan Anaximenes. Pemikiran filsafat yang
14. 11
memiliki ciri-ciri dan metode tersendiri ini berkembang terus pada masa selanjutnya.
Pada zaman Yunani Kuno filsafat dan ilmu merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan.
Keduanya termasuk dalam pengertian episteme yang sepadan dengan kata philosophia.
Pemikiran tentang episteme ini oleh Aristoteles diartikan sebagaian organized body of
rational konwledge with its proper object. Jadi filsafat dan ilmu tergolong sebagai
pengetahuan yang rasional. Dalam pemikiran Aritoteles selanjutnya pengetahuan
rasional itu dapat dibedakan menjadi tiga bagian yang disebutnya dengan praktike
(pengetahuan praktis), poietike (pengetahuan produktif), dan theoretike (pengetahuan
teoritis). .
Pemikirannya hal tersebut oleh generasi-generasi selanjutnya memandang bahwa
Aristoteleslah sebagai peletak dasar filsafat ilmu.
Selama ribuan tahun sampai dengan akhir abad pertengahan filsafat logika Aristoteles
diterima di Eropa sebagai otoritas yang besar. Para pemikir waktu itu mengaggap bahwa
pemikiran deduktif (logika formal atau sillogistik) dan wahyu sebagai sumber
pengetahuan.
2. Filsafat Ilmu Era Renaisance
Memasuki masa Rennaisance, otoritas Aritoteles tersisihkan oleh metode dan pandangan
baru terhadap alam yang biasa disebut Copernican Revolution yang dipelopori oleh
sekelompok sanitis antara lain Copernicus (1473-1543), Galileo Galilei (1564-1542) dan
Issac Newton (1642-1727) yang mengadakan pengamatan ilmiah serta metode-metode
eksperimen atas dasar yang kukuh.
Selanjutnya pada Abad XVII, pembicaraan tentang filsafat ilmu, yang ditandi dengan
munculnya Roger Bacon (1561-1626). Bacon lahir di ambang masuknya zaman modern
yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
Bacon menanggapi Aristoteles bahwa ilmu sempurna tidak boleh mencari untung namun
harus bersifat kontemplatif. Menurutnya Ilmu harus mencari untung artinya dipakai
untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi, dan bahwa dalam rangka itulah ilmu-
ilmu berkembang dan menjadi nyata dalam kehidupan manusia. Pengetahuan manusia
hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan mansia; human knowledge adalah human
power.
15. 12
Perkembangan ilmu pengetahuan modern yang berdasar pada metode eksperimental
dana matematis memasuki abad XVI mengakibatkan pandangan Aritotelian yang
menguasai seluruh abad pertengahan akhirnya ditinggalkan secara defenitif.
3. Filsafat Ilmu Era Positivisme
Memasuki abad XIX perkembangan Filsafat Ilmu memasuki Era Positivisme.
Positivisme adalah aliran filsafat yang ditandai dengan evaluasi yang sangat terhadap
ilmu dan metode ilmiah. Aliran filsafat ini berawal pada abad XIX. Pada abad XX
tokoh-tokoh positivisme membentuk kelompok yang terkenal dengan Lingkaran Wina,
di antaranya Gustav Bergman, Rudolf Carnap, Philip Frank Hans Hahn, Otto Neurath
dan Moritz Schlick.
Pada penghujung abad XIX (sejak tahun 1895), pada Universitas Wina Austria telah
diajarkan mata kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan Induktif. Hal ini memberikan indikasi
bahwa perkembangan filsafat ilmu telah memasuki babak yang cukup menentukan dan
sangat berpengaruh terhadap perkembangan dalam abad selanjutnya.
Memasuki abad XX perkembangan filsafat ilmu memasuki era baru. Sejak tahun 1920
panggung filsafat ilmu pengetahuan didominasi oleh aliran positivisme Logis atau yang
disebut Neopositivisme dan Empirisme Logis. Aliran ini muncul dan dikembangkan oleh
Lingkaran Wina (Winna Circle, Inggris, Wiener Kreis, Jerman). Aliran ini merupakan
bentuk ekstrim dari Empirisme. Aliran ini dalam sejarah pemikiran dikenal dengan
Positivisme Logic yang memiliki pengaruh mendasar bagi perkem-bangan ilmu.
Munculnya aliran ini akibat pengaruh dari tiga arah. Pertama, Emperisme dan
Positivisme. Kedua, metodologi ilmu empiris yang dikembangkan oleh ilmuwan sejak
abad XIX, dan Ketiga, perkembangan logika simbolik dan analisa logis.
Secara umum aliran ini berpendapat bahwa hanya ada satu sumber pengetahuan yaitu
pengalaman indrawi. Selain itu mereka juga mengakui adanya dalil-dalil logika dan
matematika yang dihasilkan lewat pengalaman yang memuat serentetan tutologi -subjek
dan predikat yang berguna untuk mengolah data pengalaman indrawi menjadi
keseluruhan yang meliputi segala data itu.
Lingkaran Wina sangat memperhatikan dua masalah, yaitu analisa pengetahuan dan
pendasaran teoritis matematika, ilmu pengetahuan alam, sosiologi dan psikologi.
Menurut mereka wilayah filsafat sama dengan wilayah ilmu pengetahuan lainnya. Tugas
16. 13
filsafat ialah menjalankan analisa logis terhadap pengetahuan ilmiah. Filsafat tidak
diharapkan untuk memecahkan masalah, tetapi untuk menganalisa masalah dan
menjelaskannya. Jadi mereka menekankan analisa logis terhadap bahasa. Trend analisa
terhadap bahasa oleh Harry Hamersma dianggap mewarnai perkembangan filsafat pada
abad XX, di mana filsafat cenderung bersifat Logosentrisme.
4. Filsafat Ilmu Kontemporer
Perkembangan Filsafat Ilmu di zaman ditandai dengan munculnya filosof-filosof yang
memberikan warna baru terhadap perkembangan Filsafat Ilmu sampai sekarang.
Muncul Karl Raymund Popper (1902-1959) yang kehadirannya menadai babak baru
sekaligus merupakan masa transisi menuju suatu zaman yang kemudian di sebut zaman
Filsafat Ilmu Pengetahuan Baru. Hal ini disebabkan Pertama, melalui teori falsifikasi-
nya, Popper menjadi orang pertama yang mendobrak dan meruntuhkan dominasi aliran
positivisme logis dari Lingkaran Wina. Kedua, melalui pendapatnya tentang berguru
pada sejarah ilmu-ilmu, Popper mengintroduksikan suatu zaman filsafat ilmu yang baru
yang dirintis oleh Thomas Samuel Kuhn.
Para tokoh filsafat ilmu baru, antara lain Thomas S. Kuhn, Paul Feyerabend, N.R.
Hanson, Robert Palter dan Stephen Toulmin dan Imre Lakatos memiliki perhatian yang
sama untuk mendobrak perhatian besar terhadap sejarah ilmu serta peranan sejarah ilmu
dalam upaya mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan
kegiatan ilmiah yang sesungguhnya terjadi. Gejala ini disebut juga sebagai
pemberontakan terhadap Positivisme.
Thomas S. Kuhn populer dengan relatifisme-nya yang nampak dari gagasan-gagasannya
yang banyak direkam dalam paradigma filsafatnya yang terkenal dengan The Structure
of Scientific Revolutions (Struktur Revolusi Ilmu Pengetahuan).
Kuhn melihat bahwa relativitas tidak hanya terjadi pada Benda yang benda seperti yang
ditemukan Einstein, tetapi juga terhadap historitas filsafat Ilmu sehingga ia sampai pada
suatu kesimpulan bahwa teori ilmu pengetahuan itu terus secara tak terhingga
mengalami revolusi. Ilmu tidak berkembang secara komulatif dan evolusioner melainkan
secara revolusioner.
17. 14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah perkembangan tidak dapat dilepaskan dengan sejarah filsafat itu sendiri.
Perkembangan filsafat ilmu berdasarkan ciri khas yang mewarnai pada tiap fase yang
mengedepankan aspek-aspek yang mewarnai perkembangan filsafat ilmu di masanya
sekaligus yang menjadi babak baru dan ciri khas fase tersebut yang membedakannya dari
fase-fase sebelum dan atau sesudahnya. Antara lain yaitu Filsafat Ilmu Zaman Kuno, Filsafat
Ilmu Era Renaisance, Filsafat Ilmu Era Positivisme, dan Filsafat Ilmu Kontemporer
18. 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia”
meliputi 15ocial seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan
dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno
yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah. Dengan munculnya
Ilmu Pengetahuan Alam pada abad ke 17, mulai terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu
pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu
pengetahuan adalah 15ocial15 dengan filsafat.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah
mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu
pengetahuan” telah tumbuh mekar- bercabang secara subur.
Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan
masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Dengan demikian perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan
munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan
baru bahkan social15 ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi.
Oleh karena itu sangat tepat bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu 15ocial yang
jalin menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat
ditentukan.
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak
F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat
mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual
maupun 15ocial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento
Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu
yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu
terapan atau praktis. Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya,
dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul.
19. 16
Oleh karenanya, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada
dengan pendapat Immanuel Kant (dalam Kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa
filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup
pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis Bacon (dalam The Liang Gie, 1999)
menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences). Lebih
lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu
merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan
hubungan pengembangan filsafat pengetahuan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan?
2. Bagaimana mendefinisikan filsafat dan ilmu pengetahuan?
3. Bagaimana asal usul ilmu pengetahuan?
4. Bagaimana kedudukan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia?
5. Apa tujuan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan antara filsafat dan ilmu pengetahuan.
20. 17
BAB II
PEMBAHASAN
Kata ‘Ilmu’ dan ‘Pengetahuan’ merupakan satu rangkaian sebutan, tanpa mengerti lebih detail
dari masing-masing definisinya, seperti yang dipakai dalam istilah nama lembaga ‘Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia’ (LIPI) dan sebutan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atau Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) , merupakan pleonasme yaitu pemakaian lebih dari satu perkataan yang
sama artinya dan sudah menjadi salah kaprah. Untuk pengertian yang dicakup kata Inggris
‘science’ cukuplah disebut ‘ilmu’ saja tanpa menyebut perkataan ‘pengetahuan’.
A. Definisi Ilmu Pengetahuan Dan Filsafat
1. Pengertian Filsafat
Dalam perkembangan sejarah ilmu filsafat, antara satu ahli filsafat dengan ahli filsafat
lainnya selalu berbeda seiring banyaknya ahli filsafat itu sendiri. Pengertian filsafat
dapat ditinjau secara etimologi dan terminologi.
Arti Secara Etimologi
Kata Filsafat yang dalam bahasa Arab falsafah dan bahasa inggrisnya dikenal dengan
istilah Philosophy adalah berasal dari bahasa Yunani yaitu Philosopic. Kata Philosophic
terdiri dari kata Philein yang berarti cinta (Love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan
(wisdom), sehingga secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of
wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Seorang filsuf adalah pecinta atau pencari
kebijaksanaan.
Menurut Cicero, penulis Romawi (106-43 SM) kata filsafat pertama kali digunakan oleh
Pythagoras (497 SM), sebagai reaksi terhadap orang-orang cendekiawan pada masanya
yang menamakan dirinya “ahli pengetahuan”.
Arti filsafat saat itu belum begitu jelas, kemudian pengertian filsafat itu diperjelas seperti
halnya yang banyak dipakai sekarang ini oleh para kaum sophist.
Arti secara terminologi
a) Secara terminologi, para filsuf berbeda-beda pendapat dalam memberikan definisi,
Menurut Plato Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran
21. 18
yang asli dan murni. Plato juga mengatakan bahwa filsafat adalah penyelidikan
tentang sebab-sebab dan asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada.
b) Menurut Al farabi, filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya
dari segala yang ada.
c) Menurut Sidi Gazalba, filsafat adalah sistem kebenaran tentang segala sesuatu yang
dipersoalkan sebagai hasil dari berpikir secara radikal, sistematis dan universal.
Karena memperhatikan berbagai batasan, tentunya masih banyak yang belum
dicantumkan.
Namun dari yang terurai di atas dapatlah ditarik benang merah sebagai kesimpulan bahwa
fisafat adalah ilmu pngetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara
mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukannya
mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakekat dari
fenomena.
22. 19
2. Pengertian Ilmu
Ilmu adalah pengetahuan suatu bidang yang disusun secara konsisten menurut metode-
metode tertentu, juga dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di
bidang (pengetahuan) itu.
Ilmu merupakan terjemahan kata science (sain) yaitu pengetahuan yang rasional dan
didukung dengan bukti empiris. Dalam bentuk yang baku, pengetahuan ilmu itu
mempunyai paradigma dan metode tertentu. Paradigmanya disebut paradigma ilmu dan
metodenya disebut metode ilmiah. Formula utama dalam pengetahuan ilmu (science)
adalah buktikan bahwa itu rasional dan tunjukkan bukti empirisnya. Jadi pengetahuan
dapat berkembang menjadi ilmu apabila memenuhi kriteria antara lain; mempunyai obyek
kajian mempunyai metode pendekatan, dan bersifat universal.
Ilmu merupakan sistem dari dari berbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai
suatu pengalaman tertentu yang disusun melalui sistem tertentu, sehingga menjadi suatu
kesatuan, atau merupakan suatu sistem dari pengetahuan yang masing-masing diperoleh
sebagai hasil pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memahami metode-metode
tertentu yaitu induksi (kesimpulan yang dimulai dari kasus perkasus) dan deduksi
(kesimpulan yang dimulai dari pernyataan umum).
3. Pengertian Pengetahuan
Ditinjau dari segi etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris, yaitu
Knowledge. Dalam Encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan
adalah kepercayaan yang benar. Sedangkan dari segi terminology menurut Sidi Gazalba
dalam kitab Sistematika Filsafat Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui atau hasil
pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan
pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik pukiran. Dengan demikian pengetahuan
adalah merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Pengetahuan adalah suatu istilah yang digunakan untuk menuturkan apabila seseorang
mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah selalu terdiri
atas unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin
diketahuinya itu. Oleh Karena itu pengetahuan selalu menuntut adanya subyek yang
mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan obyek yang merupakan
sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang ingin diketahuinya. Jadi bisa dikatakan
23. 20
pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia
untuk memahami suatu obyek yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk
memahami suatu obyek tertentu.
Di sini yang menjadi sumbernya adalah hasil penyelidikan dengan pengalaman (empirik)
dan percobaan (eksperimen) yang kemudian diolah dengan pikiran. Nilai kebenarannya
adalah positif, sepanjang positifnya peralatan yang digunakan dalam penyelidikannya,
yaitu indera, pengalaman dan percobaannya, maka ilmu pengetahuan selalu siap untuk
diuji lagi kebenarannya, karenanya kebenaran ilmu pengetahuan tetap diakui sebagai
benar sampai ada pembuktian dengan bukti yang lebih kuat.
Jadi pengetahuan dapat berkembang menjadi ilmu , apabila memenuhi criteria antara lain;
mempunyai obyek kajian, mempunyai metode pendekatan dan bersifat universal.
B. Genealogi Ilmu Pengetahuan
Yang dimaksud genealogi ilmu pengetahuan disini adalah sejarah atau asal usul ilmu
pengetahuan. Seperti telah disinggung pada pembahasan pengertian ilmu dan pengetahuan di
atas, telah kita pahami bahwa pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau
segala perbuatan manusia untuk memahami suatu obyek yang dihadapinya, atau hasil usaha
manusia untuk memahami suatu obyek tertentu, dan yang menjadi sumbernya adalah hasil
penyelidikan dengan pengalaman (empirik) dan percobaan (eksperimen) yang kemudian
diolah dengan pikiran.
Pythagoras mengatakan bahwa pengetahuan dalam artinya yang lengkap tidak sesuai untuk
manusia. Tiap-tiap orang mengalami kesukaran-kesukaran dalam memperolehnya dan
meskipun menghabiskan seluruh umurnya, namun ia tidak mencapai tepinya, jadi
pengetahuan adalah perkara yang kita cari dan kita ambil sebagian darinyatanpa mencakup
keseluruhannya. Oleh karena itu kita ini bukan ahli pngetahuan, melainkan pencari dan
pecinta pengetahuan, yaitu filosuf.
Aristoteles mengawali metafisiknya dengan pernyataan” setiap manusia dari kodratnya ingin
tahu”. Tetapi jauh sebelum Aristoteles Socrates mengatakan hal yang nampaknya
bertentangan dengan ungkapan Aristoteles tersebut, yaitu bahwa tidak ada manusia yang
mempunyai pengetahuan. Kontradiktif ini tidak perlu diperdebatkan, karena menurut Plato
filsafat dimulai dari rasa kagum. Kekaguman filosofis ini bukanlah kekaguman akan hal-hal
24. 21
yang rumit, canggih atau kompleks, tetapi justru kekaguman akan sesuatu yang sederhana dan
tampaknya jelas dalam kehidupan sehari-hari. Menyatakan kekaguman dalam hal ini adalah
mempertanyakan hal-hal yang ada di hadapan kita yang dalam anggapan umum dianggap
telah diketahui. Karena itu seseorang harus tahu apa yang dicarinya dan berusaha untuk
menemukan apa yang dicari tersebut.
Walaupun demikian ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan tetap berasal dari filsafat sebagai
induk dari semua ilmu pengetahuan yang berdasarkan kekaguman atau keheranan yang
mendorong rasa ingin tahu untuk menyelidikinya, kesangsian, kesadaran dan keterbatasan.
Untuk mencapai pengetahuan, seseorang harus sadar bahwa ia ‘belum tahu’ dan karena itu ia
“ingin tahu”. Dengan uraian di atas, kita dapat melihat adanya dua macam bentuk
pengetahuan yaitu pengetahuan harian atau pengetahuan biasa (common sesnse) yang sering
dianggap sebagai pengetahuan inderawi dan pengetahuan ilmiah yaitu pengetahuan yang
berdasarkan akal budi (intelektif).
C. Kedudukan Ilmu Pengetahuan Dalam Kehidupan Manusia
1. Ilmu sebagai proses ( kegiatan penelitian)
a) Ilmu pengetahuan sebagai proses juga dinamakan suatu aktifitas penelitian. Ilmu
secara nyata dan khas adalah suatu aktifitas manusia yakni perbuatan melakukan
sesuatu yang dilakukan oleh manusia. Ilmu tidak hanya satu aktifitas saja, melainkan
suatu rangkaian aktifitas sehingga merupakan sebuah proses. Rangkaian aktifitas itu
bersifat rasional, kognitif dan teologis.
b) Ilmu pengetahuan sebagai proses artinya kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan
demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaaimana adanya, bukan
sebagaimana yang kita kehendaki. Metode ilmiah yang khas dipakai dalam proses ini
adalah anatis rasionalis, obyektif, sejauh mungkin “impersonal” dari masalah
yadidasarkan pada percobaan dan data yang dapat diamati.
Dari dua pendapat di atas, menyebabkan adanya seseorang yang melaksanakan rangkaian
aktifitas penelitian dalam bidang keilmuan, dan sekarang lazim dinamakan ilmuwan.
2. Ilmu sebagai prosedur (Metode ilmiah)
Untuk memperjelas pengertian ilmu sebagai aktifitas penelitian, maka harus diuraikan
lebih lanjut dan lengkap mengenai cara dan langkah menuju hasil ilmiah. Penelitian
sebagai serangkaian aktifitas mengandung prosedur tertentu, yakni serangkaian cara dan
25. 22
langkah tertib yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara dan langkah ini dalam dunia
keilmuan disebut metode.. Untuk lebih jelasnya dipakai istilah ‘metode ilmiah’ (scientific
method).
Secara lebih khusus archie J. Bahm dalam bukunya “What in Science?” menjelaskan
bahwa metode ilmiah meliputi 5 langkah yaitu :
a) Menyadari akan masalah.
b) Menguji masalah.
c) Mengusulkan solusi.
d) Menguji usulan atau proposal masalah/pengujian hipotesa.
e) Memecahkan masalah.
3. Ilmu sebagai Produk (pengetahuan sistematis)
Dari pengertian ilmu sebagai proses yang merupakan penelitian ilmiah dan prosedur yang
mewujudkan metode ilmiah di atas, pada akhirnya keluarlah produk berupa pengetahuan
ilmiah (scientific knowledge). Ini merupakan pengertian dan posisi ilmu yang ketiga.
Menurut Daoed Joesoef (1987) ilmu pengetahuan sebagai produk pengetahuan yang telah
diketahui dan diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan. Pengetahuan dalam hal ini
terbatas pada kenyataan yang mengandung kemungkinan untuk disepakati dan terbuka
untuk diteliti, diuji, dan dibantah oleh seseorang.
Pengetahuan ilmiah dapat dibaca dalam buku-buku pelajaran, majalah-majalah dan bahan-
bahan bacaan lainnya yang ada dalam halaman- halaman bacaan itu. Pengetahuan ilmiah
dapat juga diserap dari pernyataan-pernyataan yang diucapkan oleh seseorang dalam
mimbar kuliah atau pertemuan.
Dari uraian-uraian pendapat di atas, menjelaskan bahwa ilmu merupakan pengetahuan.
Pengetahuan secara sederhana pada dasarnya adalah keseluruhan keterangan dan ide yang
terkandung dalam pernyataan-pernyataan yang dibuat mengenai sesuatu gejala-peristiwa
baik yang bersifat alamiah, social maupun keorangan. Jadi pengetahuan menunjuk pada
sesuatu yang merupakan isi (fakta) substantive yang terkandung dalam ilmu.
D. Tujuan Ilmu Pengetahuan Dalam Kehidupan Manusia
Tujuan ilmu terdapat bermacam-macam versi sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
masing-masing ilmuwan. Di antara pendapat-pendapat ilmuwan tersebut adalah:
1. Pendapat Francis Bacon
26. 23
(Tujuan sah dan senyatanya dari ilmu-ilmu adalah sumbangan terhadap hidup manusia
dengan ciptaan-ciptaan baru dan kekayaan)
2. Pendapat Mario Bronowski
(Tujuan ilmu adalah menemukan apa yang benar mengenai dunia ini. Aktivitas ilmu
diarahkan untuk mencari kebenaran, dan ini dinilai dengan ukuran apakah benar terhadap
fakta-fakta)
3. Pendapat Mario Bunge
(Pertama-tama, meningkatkan pengetahuan kita (tujuan intrisik atau kognitif);
kelanjutannya meningkatkan kesejahteraan dan kekuasaan kita (tujuan ektrinsik atau
kemanfaatan.
Dari kutipan beberapa pendapat di atas ternyata ilmu mengarah pada berbagai tujuan yang
ingin dicapai atau dilaksanakan, dapat dirinci sebagai berikut:
1. Pengetahuan (knowledge)
2. Kebenaran (truth)
3. Pemahaman (understanding, comprehension, insight)
4. Penjelasan (explanation)
5. Peramalan (prediction)
6. Pengendalian (control)
7. Penerapan (application, invention, production)
Ilmu dikembangkan oleh para ilmuwan untuk mencapai kebenaran atau memperoleh
pengetahuan. Dari kedua hal itu ilmu diharapkan dapat pula mendatangkan pemahaman
kepada manusia mengenai alam semestanya, dunia sekelilingnya, atau sekarang bahkan juga
mengenai masyarakat lingkungannya dan dirinya sendiri. Berdasarkan pemahaman itu ilmu
dapat memberikan penjelasan tentang gejala alam, peristiwa masyarakat, atau perilaku
manusia yang perlu Dijelaskan. Penjelasan dapat menjadi landasan untuk peramalan yang
selanjutnya bias merupakan pangkal bagi pengendalian terhadap sesuatu hal. Akhirnya ilmu
juga diarahkan pada tujuan penerapan yaitu untuk membuat aneka sarana yang akan
membantu manusia mengendalikan alam atau mencapai tujuan praktis apapun. Dengan
demikian ilmu tidak mengarah pada tujuan tunggal yang terbatas melainkan pada macam-
macam tujuan yang tampaknya dapat berkembang terus sejalan dengan pemikiran para
ilmuwan
27. 24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang mengenai suatu kenyataan yang tersusun sistematis,
dari usaha manusia yang dilakukan dengan penyelidikan, pengalaman, dan percobaan-
percobaan.
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut
adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik
pukiran. Dengan demikian pengetahuan adalah merupakan hasil proses dari usaha manusia
untuk tahu.
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam
dengan mempergunakan akal sampai pada hakekatnya. Filsafat bukannya mempersoalkan
gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari suatu fenomena.
Posisi ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia adalah:
1. Ilmu sebagai proses (aktivitas penelitian)
2. Ilmu sebagai prosedur (metode ilmiah)
3. Ilmu sebagai produk (pengetahuan sistematis)
Menurut para ilmuwan dan filsuf bahwa ilmu itu bertujuan untuk mencapai kebenaran atau
memperoleh pengetahuan. Dari kedua hal itu ilmu diharapkan dapat pula mendatangkan
pemahaman kepada manusia mengenai alam semestanya, masyarakat lingkungan, dan diri
sendiri.
28. 25
DAFTAR PUSTAKA
Sariono. 2011. “Makalah Filsafat Ilmu dan Pengetahuan”,
http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/makalah-filsafat-ilmu-dan-pengetahuan.html,
diakses pada 6 April 2019 pukul 22.32 WIB.
29. 26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akal manusia pada hakikatnya memerlukan aturan dalam menganalisa berbagai masalah yang
ada karena ilmu logika merupakan ilmu yang mengatur cara berpikir (analisa) manusia.
Logika merupakan bagian dari kajian epitemologi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan
mengenai pengetahuan. Ia bisa dikatakan ruh dari filsafat. Karena mungkin tidak akan ada
filsafat kalau tidak ada logika.
Berpikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan cermat.
Harus disadari bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan
akalnya semaksimal mungkin. Seseorang yang tidak berpikir, berada sangat jauh dari
kebenaran dan menjalani sebuah kehidupan yang penuh kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya
ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam dan arti keberadaan dirinya di dunia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian logika ilmu?
2. Apa saja macam-macam logika ilmu?
3. Apa pengertian dari penalaran?
4. Apa saja macam-macam penalaran?
5. Apa pengertian dari berpikir ilmiah?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari logika ilmu.
2. Mengetahui macam-macam logika ilmu.
3. Mengetahui pengertian dari penalaran.
4. Mengetahui macam-macam penalaran.
5. Mengetahui pengertian dari berpikir ilmiah.
30. 27
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Logika Ilmu
Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran
yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Nama logika untuk pertama kali
muncul pada filsuf Cicero (abad ke -1 sebelum Masehi), tetapi dalam arti “seni berdebat”,
Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah Masehi adalah orang pertama
yang mempergunakan kata “logika” dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya
pemikiran kita.
Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme
(Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan
untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional
untuk mengetahui dan kecakapan yang mengacu pada kesanggupan akal budi untuk
mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga
diartikan dengan masuk akal. Logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk
berpikir secara valid.
Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan
sekaligus sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat
dan sarana ilmu logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang
secara terminologis logika didefinisikan teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan
pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu
kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut
sehingga dapat dilacak kembali sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk
sesuai dengan isi. Contohnya, pada kupu-kupu mengalami fase metamorfosa. Karena sebelum
menjadi kupu-kupu adanya tahap-tahapan yang dilalui yaitu yang pertama fase telur kemudian
menetas menjadi ulat lalu berubah menjadi kepompong dan selanjutnya menjadi kupu-kupu.
Penyimpulan di atas dikatakan penyimpulan yang sah karena sesuai dengan kenyataan yang
ada dan tidak dibuat-buat (masuk akal).
Menurut Louis O. Kattsoff (2004), Logika ialah ilmu pengetahuan mengenai penyimpulan
yang lurus. Ilmu pengetahuan ini menguraikan tentang aturan-aturan serta cara untuk
31. 28
mencapai kesimpulan, setelah didahului oleh suatu perangkat premis. Contoh penerapan ilmu
logika dalam kehidupan misalnya pada manusia yang mengalami penyakit serak pada
tenggorokan maka pengobatannya dapat dilakukan dengan minum air putih. Logikanya air
putih adalah cairan yang diperlukan manusia untuk menjaga keseimbangan tubuh, memberi
kekuatan kepada leukosit untuk menjalankan tugasnya menghasilkan makrofag untuk
membunuh patogen yang masuk, menjadikan kekebalan tubuh meningkat sehingga luka yang
dihinggapi bakteri akan sembuh dan akhirnya tenggorokan menjadi lapang dan dikatakan
sembuh. Berikut Macam-macam Logika :
Macam-macam Logika menurut The Liang Gie (1980) dalam Adib (2010: 102-104) yaitu:
Logika dalam pengertian sempit dan luas. Dalam arti sempit logika dipakai searti dengan
logika deduktif atau logika formal. Sedangkan dalam arti luas, pemakaiannya mencakup
kesimpulan-kesimpulan dari berbagai bukti dan tentang bagaimana sistem penjelasan disusun
dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.
1. Logika Deduktif dan Induktif
Logika deduktif adalah cara berpikir dengan menggunakan premis-premis dari fakta yang
bersifat umum ke khusus yang menjadi kesimpulannya. Contoh argument pada logika
deduktif yaitu:
a. Semua Mahasiswa UNTAG semester 4 tinggal Surabaya
b. Fulan adalah mahasiswa UNTAG semester 4
c. Fulan tinggal di UNTAG
Logika induktif merupakan cara berpikir yang berdasarkan fakta-fakta yang bersifat
(khusus) terlebih dahulu dipakai untuk penarikan kesimpulan (umum). Contohnya
argument pada logika induktif yaitu:
a. Buku 1 besar dan tebal adalah mahal.
b. Buku 2 besar dan tebal adalah mahal.
c. Jadi, semua buku besar dan tebal adalah mahal.
2. Logika Formal (Minor) dan Material (Mayor)
Logika Formal atau disebut juga Logika Minor mempelajari asas, aturan atau hukum-
hukum berfikir yang harus ditaati, agar orang dapat berfikir dengan benar dan mencapai
kebenaran. Sedangkan Logika Material atau Mayor mempelajari langsung pekerjaan akal
32. 29
serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang
sesungguhnya, mempelajari sumber-sumber dan asalnya pengetahuan, alat-alat
pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan metode ilmu
pengetahuan itu.
3. Logika Murni dan Terapan
Logika Murni merupakan pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku
umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan-pernyataan dengan tanpa
mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah pernyataan yang
dimaksud. Logika Terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap
cabang ilmu, bidang-bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang menggunakan
bahasa sehari-hari.
4. Logika Filsafati dan Matematik
Logika Filsafati merupakan ragam logika yang mempunyai hubungan erat dengan
pembahasan dalam bidang filsafat, seperti logika kewajiban dengan etika atau logika arti
dengan metafisika. Sedangkan Logika Matematik menelaah penalaran yang benar dengan
menggunakan metode matematik serta bentuk lambang yang khusus dan cermat untuk
mengindarkan makna ganda.
B. Pengertian Penalaran
Penalaran adalah kemampuan manusia untuk melihat dan memberikan tanggapan tentang apa
yang dia lihat. Karena manusia adalah makhluk yang mengembangkan pengetahuan dengan
cara bersungguh-sungguh, dengan pengetahuan ini dia mampu membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk.
Penalaran dalam contoh yang nyata dapat kita temukan pada perbedaan manusia dengan
hewan yaitu apabila terjadi kabut, burung akan terbang untuk mengindari polusi udara yang
memungkinkan dia tidak bisa bertahan hidup. Sedangkan manusia akan mencari tahu
mengapa sampai terjadinya kabut? Bagaimana cara menghindari kabut? Apa saja komponen-
komponen yang terkadung di dalam kabut? Apa saja penyakit yang diakibatkan oleh kabut?
Penalaran manusia bisa terjadi karena dua hal yaitu manusia mempunyai bahasa dan manusia
mampu mengembangkan pengetahuan. Dua hal inilah yang membedakan manusia dengan
33. 30
hewan dan di harapkan manusia mampu memposisikan dirinya di tempat yang benar. Berikut
macam-macam penalaran :
1. Penalaran deduktif
Penalaran deduktif atau disebut logika deduktif, yaitu penalaran yang membicarakan cara-
cara untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan apabila lebih dahulu telah diajukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai semua atau sejumlah di antara suatu kelompok barang.
Secara deduktif biasanya mempergunakan pola pikir yang dinamakan silogisme. Silogisme
dibentuk oleh 2 pernyataan yang disebut premis (premis mayor dan premis minor), yang
diikuti dengan sebuah kesimpulan atau konklusi. Dengan fakta lain bahwa silogisme
adalah rangkaian 3 buah pendapat yang terdiri dari 2 pendapat dan 1 kesimpulan.
Contohnya penalaran/logika deduktif menggunakan silogisme:
a. Semua buku besar dan tebal adalah mahal (premis mayor)
b. Buku 3 adalah besar dan tebal (premis minor)
c. Jadi, buku 3 adalah mahal (konklusi/kesimpulan)
2. Penalaran induktif
Penalaran induktif disebut logika induktif, yaitu penalaran yang membicarakan tentang
penarikan kesimpulan bukan dari pernyataan-pernyataan yang umum, melainkan dari
pernyataan-pernyataan yang khusus. Kesimpulannya hanya bersifat probabilitas
berdasarkan atas pernyataan-pernyataan yang telah diajukan. Macam-macam penalaran
induktif yaitu:
a. Penyimpulan secara kausal
Penyimpulan ini berusaha untuk menemukan sebab-sebab dari hal-hal yang terjadi. Bila
telah diajukan suatu perangkat kejadian, maka haruslah diajukan pertanyaan: “Apakah
yang menyebabkan kejadian-kejadian itu?” Misalnya, terjadi suatu wabah penyakit
tipus: “Apakah yang menyebabkan timbulnya wabah tipus?
b. Analogi
Penalaran secara analogi adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang
mempunyai sifat yang sama. Contohnya kita ingin membuktikan adanya Tuhan
berdasarkan susunan dunia tempat kita hidup. Dalam hal ini, kita dapat mengatakan
sebagai berikut. Perhatikanlah sebuah jam. Seperti halnya dunia, jam tersebut juga
34. 31
merupakan mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian yang sangat erat hubungannya
yang satu dengan yang lain. Kiranya tidak seorang pun beranggapan bahwa sebuah jam
dapat membuat dirinya sendiri atau terjadi secara kebetulan. Susunannya yang sangat
rumit menunjukkan bahwa ada yang membuatnya.
Dengan demikian, secara analogi adanya dunia juga menunjukkan adanya
pembuatannya, karena dunia kita ini juga sangat rumit susunannya dan bagian-
bagiannya yang berhubungan sangat erat satu dengan yang lain secara baik. Bahwa
penalaran ini terdiri dari memperbandingkan jam dengan dunia, dan dari persamaan-
persamaan tertentu menyimpulkan persamaan-persaamaan yang lain.
Contoh analogi lain yakni:
1. Jibril mahasiswa UNTAG adalah anak sholeh dan rajin.
2. Farhan adalah mahasiswa UNTAG adalah anak sholeh dan rajin.
3. Zakki mahasiswa UNTAG.
4. Jadi, Zakki mahasiswa UNTAG adalah anak sholeh dan rajin.
C. Pengertian Berpikir Ilmiah
Berpikir ilmiah adalah berpikir yang logis dan empiris. Logis adalah masuk akal, dan empiris
adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.
(Hillway, 1956) selain itu menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan,
dan mengembangkan. Contohnya: Kepler, seorang ahli astronomi, telah mencatat
pengamatan-pengamatan yang banyak jumlahnya tentang posisi planet Mars. Catatan-catatan
ini memberitahukan kepadanya tentang posisi Mars di ruang angkasa pada berbagai waktu
selama bertahun-tahun, dalam hubungannya dengan matahari pada suatu waktu tertentu.
Masalah yang dihadapi Kepler ialah jalan edar mengitari matahari yang manakah yang harus
ditempuh Mars agar berada pada titik-titik yang telah diamati di angkasa pada waktu-waktu
yang setepatnya.
Menurut Soejono Soemargono (1983) metode ilmiah secara garis besar ada dua macam, yaitu
Metode analitiko sintesa dan metode non deduksi.
1. Metode analitioko sintesa merupakan gabungan dari metode analisis dan metode sintesis.
a. Metode analisis
Metode analisis yaitu cara penanganan terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu dengan
jalan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya.
35. 32
Misalnya, seorang filusuf memahami kata atau istilah “keberanian”. Dari segi ekstensi,
dia mengungkapkan makna kata ini berdasarkan bagaimana kata ini digunakan, dan
mengetahui sejauh mana kata “keberanian” menggambarkan realitas tertentu. Apabila
kita menggunakan metode analisis, dalam babak terakhir kita memperoleh pengetahuan
analitis.
b. Metode sintesis
Metode sintesis yaitu cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan cara
menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya sehingga
menghasilkan sesuatu pengetahuan yang baru. Contohnya, (1) Ilmu adalah aktifitas, (2)
Ilmu adalah metode, (3) Ilmu adalah produk. Jadi, hasil sintetisnya yaitu Ilmu adalah
aktifitas, metode, dan produk.
2. Metode non deduksi
Metode non deduksi merupakan gabungan dari metode induksi dan metode deduksi.
a. Metode induksi, yaitu suatu cara yang dipakai untuk mendapati ilmu pengetahuan
ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat
khusus, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum. Contohnya: Umpamanya
kita mempunyai fakta bahwa kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata,
demikian juga dengan singa, kucing, dan berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan-
kenyataan ini kita dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum yakni semua
binatang mempunyai mata.
b. Metode deduksi, yaitu suatu cara yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah
dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat umum,
kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Contohnya: setiap manusia yang
ada didunia pasti suatu ketika pasti akan mati, si Ahmad adalah manusia; atas dasar
ketentuan yang bersifat umum tadi karena Ahmad adalah manusia maka suatu ketika
ia akan mati juga.
36. 33
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahwa dalam mempelajari suatu nilai kebenaran, manusia dituntut untuk bisa memanfaatkan
wahana berpikir yang dimilikinya, manusia juga harus mampu memposisikan dirinya diposisi
kebenaran. Hal yang harus dilakukan manusia adalah menempatkan penalaran. Penalaran
sebagai salah satu langkah menemukan titik kebenaran. Pengetahuan inilah yang disebut
dengan ilmu dan ilmu inilah yang membuat manusia bisa berpikir.
Di dalam penalaran ditemukan logika. Logika melahirkan deduksi dan induksi, secara umum
induksi dan induksi suatu proses pemikiran untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang benar
didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki. Metode ilmiah berkaitan dengan gabungan dari
metode deduksi dan metode induksi. Jadi suatu proses pemikiran dapat dituangkan dalam
pembuatan metode ilmiah dan juga membuktikan tentang penalaran yang melahirkan logika
dibantu dengan metode deduksi dan induksi maka akan menghasilkan pengetahuan yang baru.
37. 34
DAFTAR PUSTAKA
Nurwidia. 2017. Logika Ilmu dan Berpikir Ilmiah.
https://nurwiddy.wordpress.com/2017/10/29/makalah-logika-ilmu-dan-berpikir-ilmiah/ diakses
pada 21 April 2019
38. 35
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk
memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan
melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia
membuahkan prinsip-prinsip yang melalui penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku
di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan dari fenomena alam.
Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada hukum-hukum yang menyebabkan
fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan adalah formulasi hasil aproksimasi atas fenomena
alam atau simplifikasi atas fenomena tersebut.
Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap
kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan tingkat
kebenaran yang berbeda. Pengetahuan indrawi merupakan struktur terendah dalam struktur
tersebut. Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif.
Tingkat yang lebih rendah menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan
pada umumnya kabur, khususnya pada pengetahuan indrawi dan naluri. Oleh sebab itulah
pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi. Pada tingkat
pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataan pengetahuannya agar terstruktur
dengan jelas.
Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala
alamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri. Penjelasan ini akan memungkinkan kita untuk
meramalkan apa yang akan terjadi. Dengan demikian, penjelasan ini memungkinkan kita
untuk mengetahui serta mengetahui perkembangan gejala tersebut. Untuk itu, ilmu membatasi
ruang jelajah kegiatan pada daerah pengalaman manusia. Artinya, obyek penjelajahan
keilmuan meliputi segenap gejala yang dapat ditangkap oleh pengalaman manusia lewat
panca ideranya.
Secara epistemologi, ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari
alam, yakni pikiran dan indra. Epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan
antara pikiran secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut
digabungkan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan kebenaran.
39. 36
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian kebenaran dan tingkatannya?
2. Apa saja teori-teori kebenaran filsafat?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan pengertian mengenai kebenaran dan tingkatannya.
2. Untuk mengetahui teori-teori kebenaran filsafat.
40. 37
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebenaran dan tingkatannya
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang
menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human
dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
Tentang kebenaran ini, Plato pernah berkata: “Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu
yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab; “Kebenaran itu adalah
kenyataan”, tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos
sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk ketidakbenaran (keburukan). Jadi ada
2 pengertian kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi di satu pihak, dan
kebenaran dalam arti lawan dari keburukan (ketidakbenaran).
Dalam bahasan, makna “kebenaran” dibatasi pada kekhususan makna “kebenaran
keilmuan (ilmiah)”. Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun langgeng, melainkan
bersifat relatif, sementara, dan hanya merupakan pendekatan.
Kebenaran dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) makna: kebenaran moral, kebenaran
logis, dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasan etika, ia menunjukkan
hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis menjadi
bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan hubungan antara pernyataan
dengan realitas obyektif. Kebenaran metafisik berkaitan dengan yang ada sejauh berhadapan
dengan akal budi, karena yang ada mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada
merupakan dasar dari kebenaran, dan akal budi yang menyatakannya.
Ada beberapa wujud kebenaran, dan wujud ini berbeda – beda tingkatannya.
1. Kebenaran indra (empiris), adalah tingkatan yang paling sederhana dan pertama dialami
manusia, Indra adalah gerbang kesadaran manusia.
2. Kebenaran ilmiah (rational), pengalaman-pengalaman yang tidak hanya didasarkan indra
namun diolah juga dengan rasio.
3. Kebenaran filosofis (reflective thinking), rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam
mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya.
4. Kebenaran religious (supernatural), kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang
Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.
41. 38
B. Sifat kebenaran
Beberapa pandangan tentang kebenaran tak terelakkan mengarah kepada relativisme.
Kebenaran mempunyai banyak aspek, dan bahkan bersama ilmu dapat didekati secara terpilah
dan hasil yang bervariasi atas objek yang sama.
a. Evolusionisme
Suatu teori adalah tidak pernah benar dalam pengertian sempurna, paling bagus hanya berusaha
menuju ke kebenaran. Thomas Kuhn berpandangan bahwa kemajuan ilmu tidaklah bergerak
menuju ke kebenaran, jadi hanya berkembang. Sejalan dengan itu Pranarka melihat ilmu selalu
dalam proses evolusi apakah berkembang ke arah kemajuan ataukah kemunduran, karena ilmu
merupakan hasil aktivitas manusia yang selalu berkembang dari jaman ke jaman.
Kebenaran ilmu walau diperoleh secara konsensus namun memiliki sifat universal sejauh
kebenaran ilmu itu dapat dipertahankan. Sifat keuniversalan ilmu masih dapat dibatasi oleh
penemuan-penemuan baru atau penemuan lain yang hasilnya menggugurkan penemuan
terdahulu atau bertentangan sama sekali, sehingga memerlukan penelitian lebih mendalam . Jika
hasilnya berbeda dari kebenaran lama maka maka harus diganti oleh penemuan baru atau kedua-
duanya berjalan bersama dengan kekuatannya atas kebenaran masing-masing.
b. Falsifikasionis
Teori-teori lama yang telah diganti adalah salah bila dilihat dari teori-teori yang berlaku sekarang
atau mungkin kedua-duanya salah, sedangkan kita tidak pernah mengetahui apakah teori
sekarang itu benar. Yang ada hanyalah teori sekarang lebih superior dibanding dengan teori yang
telah digantinya.
c. Relativisme
Relativisme berpandangan bahwa bobot suatu teori harus dinilai relatif dilihat dari penilaian
individual atau grup yang memandangnya. Feyerabend memandang ilmu sebagai sarana suatu
masyarakat mempertahankan diri, oleh karena itu kriteria kebenaran ilmu antar masyarakat juga
bervariasi karena setiap masyarakat punya kebebasan untuk menentukan kriteria kebenarannya.
Pragmatisme tergolong dalam pandangan relativis karena menganggap kebenaran merupakan
proses penyesuaian manusia terhadap lingkungan. Karena setiap kebenaran bersifat praktis maka
tiada kebenaran yang bersifat mutlak, berlaku umum, bersifat tetap, berdiri sendiri, sebab
42. 39
pengalaman berjalan terus dan segala sesuatu yang dianggap benar dapat dikoreksi oleh
pengalaman berikutnya.
d. Objektivisme
Objektivisme menyingkirkan individu-individu dan penilaian para individu yang memegang
peranan penting di dalam analisa-analisa tentang pengetahuan, objektivisme lebih bertumpu pada
objek daripada subjek dalam mengembangkan ilmu. Bila teori ilmiah benar dalam arti
sesungguhnya, yaitu bersesuaian secara pasti dengan keadaan, maka tidak ada tempat bagi
interpretasi ketidaksetujuan, beberapa ilmuwan percaya bahwa teori-teori mewakili gunung
kebenaran. Roger berpendapat bahwa teori-teori selalu merupakan imajinasi dari konstruksi
mental, dikuatkan oleh persetujuan antara fakta observasi dan peramalan atas implikasi.
Kelemahan kebenaran merupakan kesesuaian dengan keadaan adalah mereka merupakan
penyederhanaan dan pengabstraksian dari hubungan antara fakta-fakta dan kejadian-
kejadianyang digabungkan dengan unsur persetujuan.
C. Hubungan antara metode dengan kebenaran
Kebenaran ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah, artinya suatu kebenaran tidak
mungkin muncul tanpa adanya tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk memperoleh
pengetahuan ilmiah. Secara metafisis kebenaran ilmu bertumpu pada objek ilmu, melalui
penelitian dengan dukungan metode serta sarana penelitian maka diperoleh suatu
pengetahuan. Semua objek ilmu benar dalam dirinya sendiri, karena tidak ada kontradiksi di
dalamnya. Kebenaran dan kesalahan timbul tergantung pada kemampuan menteorikan fakta.
Setiap tradisi epistemologi beranggapan bahwa kebenaran suatu pengetahuan dapat
diperoleh berkat metode yang dipergunakannya, adapun metode-meode tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Empirisme
Empirisme sangat menghargai pengamatan empiris. Dan cara kerja Empirisme bertitik
tolak dari adanya dualitas antara pengenal dan apa yang dikenal. Teori Kebenaran
Korespondensi adalah sarana bagi mereka untuk menguji hasil pengetahuan, menurut teori
ini suatu pernyataan dikatakan benar bila sesuai dengan fakta empiri yang menjadi
objeknya. Kelemahan teori kebenaran korespondensi ialah munculnya kekhilafan karena
kurang cermatnya penginderaan, atau indera tidak normal lagi. Di samping itu teori
43. 40
kebenaran korespondensi tidak berlaku pada objek/bidang nonempiris atau objek yang
tidak dapat diinderai. Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif, ia
harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam pembentukan objektivanya.
Kebenaran yang benar-benar lepas dari kenyataan subjek.
2. Rasionalisme
Teori Kebenaran Koherensi berpandangan bahwa suatu pernyataan dikatakan benar bila
terdapat kesesuaian antara pernyatan satu dengan pernyataan terdahulu atau lainnya dalam
suatu sistem pengetahuan yang dianggap benar. Teori kebenaran koherensi tergolong
dalam teori kebenaran yang tradisional. Selain melalui hubungan gagasaan-gagasan secara
logis-sistemik, ada beberapa cara pembuktian dalam berpikir rasional, yaitu melalui
hukum-hukum logika dan perhitungan matematis. Kebenaran koherensi mempunyai
kelemahan mendasar, yaitu terjebak pada penekanan validitas, teorinya dijaga agar selalu
ada koherensi internal. Suatu pernyataan dapat benar dalam dirinya sendiri, namun ada
kemungkinan salah jika dihubungkan dengan pernyataan lain di luar sistemnya.
3. Induktivisme
Induktivisme berpendapat bahwa pengetahuan ilmiah bertolak dari observasi, dan
observasi memberikan dasar yang kokoh untuk membangun pengetahuan ilmiah di
atasnya, sedangkan pengetahuan ilmiah disimpulkan dari keterangan-keterangan observasi
yang diperoleh melalui induksi. Hal itu berarti bahwa pengetahuan ilmiah bukanlah
pengetahuan yang telah dibuktikan, melainkan pengetahuan yang probabel benar. Makin
besar jumlah observasi yang membentuk dasar suatu induksi, dan makin besar variasi
kondisi di mana observasi dilakukan, maka makin besarlah pula probabilitas hasil
generalisasi itu benar.
D. Teori-teori Kebenaran Menurut Filsafat
1. Teori Kebenaran Korespondensi (Teori persesuaian)
Kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif (fidelity to objective reality).
Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau
antara pertimbangan dan situasi yang pertimbangan itu berusaha untuk melukiskan, karena
kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita
lakukan tentang sesuatu.
44. 41
Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi
suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan “kota Yogyakarta terletak di pulau Jawa”
maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat faktual,
yakni kota Yogyakarta memang benar-benar berada di pulau Jawa. Sekiranya orang lain
yang mengatakan bahwa “kota Yogyakarta berada di pulau Sumatra” maka pernnyataan itu
adalah tidak benar sebab tidak terdapat obyek yang sesuai dengan pernyataan terebut.
Dalam hal ini maka secara faktual “kota Yogyakarta bukan berada di pulau Sumatra
melainkan di pulau Jawa”.
Menurut teori koresponden, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan
langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan, oleh karena atau kekeliruan itu tergantung
kepada kondisi yag sudah ditetapkan atau diingkari. Jika sesuatu pertimbangan sesuai
dengan fakta, maka pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan itu salah.
Dengan ini Aristoteles sudah meletakkan dasar bagi teori kebenaran sebagai
persesuaian bahwa kebenaran adalah persesuaian antara apa yang dikatakan dengan
kenyataan. Jadi suatau pernyataan dianggap benar jika apa yang dinyatakan memiliki
keterkaitan (correspondence) dengan kenyataan yang diungkapkan dalam pernyataan itu.
Suatu ide, konsep, atau teori yang benar, harus mengungkapkan realitas yang
sebenarnya. Kebenaran terjadi pada pengetahuan. Pengetahuan terbukti benar dan menjadi
benar oleh kenyataan yang sesuai dengan apa yang diungkapkan pengetahuan itu. Oleh
karena itu, bagi teori ini, mengungkapkan realitas adalah hal yang pokok bagi kegiatan
ilmiah. Dalam mengungkapkan realitas itu, kebenaran akan muncul dengan sendirinya
ketika apa yang dinyatakan sebagai benar memang sesuai dengan kenyataan.
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita obyek
(informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subyek (ide,
kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subyek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita,
obyek, maka sesuatu itu benar. Teori korespodensi (corespondence theory of truth),
menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu keadaan benar itu terbukti benar bila ada
kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan obyek yang
dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian
45. 42
pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan situasi aktual.
Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu:
a. Pernyataan (Statement)
b. Persesuaian (Agreemant)
c. Situasi (Situation)
d. Kenyataan (Reality)
e. Putusan (Judgements)
2. Teori Kebenaran Konsistensi/Koherensi (teori keteguhan)
Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat
koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap
benar. Artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan
pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika.
Misalnya, bila kita menganggap bahwa “semua manusia pasti akan mati” adalah suatu
pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si Hasan seorang manusia dan si Hasan
pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan
pernyataan yang pertama.
3. Teori Pragmatik
Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran
ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap
benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini
maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai
kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat
demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru,
maka pernyataan itu ditinggalkan, demikian seterusnya. Tetapi kriteria kebenaran
cenderung menekankan satu atau lebih dati tiga pendekatan , yaitu :
a. Yang benar adalah yang memuaskan keinginan kita.
b. Yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen.
c. Yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis.
46. 43
Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan pragmatisme) itu
lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka teori tersebut
dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran. Kebenaran adalah persesuaian
yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman atau kepada alam
seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi yang sebenarnya, maka dapat
diujilah pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya dengan pertimbangan-
pertimbangan lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faidahnya dan
akibat-akibatnya yang praktis.
4. Teori Performatif (Performative Theory of The Truth)
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh
pemegang otoritas tertentu. Contohnya mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di
Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang
lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu. Masyarakat menganggap hal
yang benar adalah apa-apa yang diputuskan oleh pemegang otoritas tertentu walaupun tak
jarang keputusan tersebut bertentangan dengan bukti-bukti empiris.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis dan
rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari
pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada
adat, kebenaran ini seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar
keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.
5. Teori proposisi
Proposisi tidak lain adalah suatu pernyataan yang berisi banyak kompleks.
Pernyataan itu merentang dari yang subjektif individual sampai yang obyektif. Persyaratan
kebenarannya suatu proposisi dapat kita dasarkan pada model logika Aristotiles yang
mendasarkan pada syarat formal, yang deduktif sedangkan model logika tradisional kuno
lainnya.
6. Teori Struktural Paradigmatik
47. 44
Konsep paradigmatik di kembangkan dari banyak ahli, antara lain Thomas Kuhn.
Kuhn menampilkan konsep rekonstruksirasional. Kuhn mensinyalir bahwa kebanyakan
ilmuan hanya menampilkan ilmu pada dataran mozaik saja, belum menjangkau dataran
rekonstuksi rasional menjadi suatu paradigma suatu paradigma.
Lichtenberg menemukan identitas structural kualitatif dari berbagai domein disiplin
ilmu. Ada pembiasan sinar karena gravitasi bumi. Setahun pada umumnya 365 hari,
kecuali pada tahun kabisat. Ini bukan sekedar perhitungan hari dalam setahunnya,
melainkan terkait rotasi bumi, dan lainnya. Dua contoh tersebut menunjukkan adanya
hubungan structural antar berbagai sesuatu dengan konstan, yang berada pada domein
disiplin ilmu yang mungkin beragam. Hubungan structural ini disebut oleh Lichtenberg
sebagai paradigma.
7. Teori Assertibilitas (Assertibillity Theory of Truth)
Teori ini merupakan teori kebenaran yang cukup baru. Menurut teori ini, suatu
pernyataan, X, adalah benar jika X itu menegaskan. Jadi, suatu pernyataan dianggap tegas
apabila ada jaminan atau justifikasi. sebagian besar orang tidak akan mengucapkan
pernyataan, “wah lagi hujan nih!” kecuali ketika memang benar-benar hujan. Secara
khusus, kita menegaskan bahwa hari itu hujan, hanya setelah kita mengecek apakah
pernyataan kita berhubungan dengan realitas. Mungkin dalam kasus ini, kita mengeceknya
dengan melihat keluar jendela apakah ada hujan atau tidak.
Keuntungan dari teori ini dibandingkan teori korespondensi adalah pernyataan yang
bersifat relatif, yang bergantung dari pengecekan yang dapat kita lakukan. Sedangkan
dalam teori korespondensi, kita harus memastikan bahwa pernyataan kita adalah benar.
Kesukaran utama dalam teori ini adalah pernyataan yang benar belum tentu pernyataan
yang menegaskan, dan sebaliknya. Misalnya manusia dalam era middle-age menegaskan
bahwa bumi itu berbentuk datar dengan melakukan pengecekan bahwa daratan atau jalanan
itu datar, namun faktanya, mereka salah, bahwa bumi itu sebenarnya bulat.
8. Linguistik
Secara umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan linguistik
terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, dan
48. 45
semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup pengajaran bahasa,
penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain. Beberapa bidang tersebut dijelaskan dalam sub-
bab berikut ini.
a. Fenoitik
Fonetik mengacu pada artikulasi bunyi bahasa. Para ahli fonetik telah berhasil
menentukan cara artikulasi dari berbagai bunyi bahasa dan membuat abjad fonetik
internasional sehingga memudahkan seseorang untuk mempelajari dan mengucapkan
bunyi yang tidak ada dalam bahasa ibunya. Misalnya dalam bahasa Inggris ada
perbedaan yang nyata antara bunyi tin dan thin, dan antara they dan day, sedangkan
dalam bahasa Indonesia tidak. Dengan mempelajari fonetik, orang Indonesia akan dapat
mengucapkan kedua bunyi tersebut dengan tepat.
b. Fonologi
Fonologi mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus
konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris karena
tidak sesuai dengan sistem fonologis bahasa Inggris, namun gugus konsonan tersebut
mungkin dapat dengan mudah diucapkan oleh penutur asli bahasa lain yang sistem
fonologisnya terdapat gugus konsonan tersebut. Contoh sederhana adalah pengucapan
gugus ‘ng’ pada awal kata, hanya berterima dalam sistem fonologis bahasa Indonesia,
namun tidak berterima dalam sistem fonologis bahasa Inggris. Kemaknawian utama dari
pengetahuan akan sistem fonologi ini adalah dalam pemberian nama untuk suatu
produk, khususnya yang akan dipasarkan di dunia internasional. Nama produk tersebut
tentunya akan lebih baik jika disesuaikan dengan sistem fonologis bahasa Inggris,
sebagai bahasa internasional.
c. Morfologi
Morfologi lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Sebagai
perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (atau kimia?) perlu memahami zat apa
yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu yang
efektif; sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Inggris perlu memahami imbuhan
apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan kata yang
benar. Misalnya akhiran -¬en dapat direkatkan dengan kata sifat dark untuk membentuk
49. 46
kata kerja darken, namun akhiran -¬en tidak dapat direkatkan dengan kata sifat green
untuk membentuk kata kerja.
d. Sintaksis
Analisis sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat. Salah satu kemaknawiannya
adalah perannya dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Beberapa teori
analisis sintaksis dapat menunjukkan apakah suatu kalimat atau frasa dalam suatu
peraturan perundang-undangan bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak. Jika
bermakna ganda, tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan
perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja maupun tidak
sengaja.
e. Semantik
Kajian semantik membahas mengenai makna bahasa. Analisis makna dalam hal ini
mulai dari suku kata sampai kalimat. Analisis semantik mampu menunjukkan bahwa
dalam bahasa Inggris, setiap kata yang memiliki suku kata ‘pl’ memiliki arti sesuatu
yang datar sehingga tidak cocok untuk nama produk/benda yang cekung. Ahli semantik
juga dapat membuktikan suku kata apa yang cenderung memiliki makna yang negatif,
sehingga suku kata tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai nama produk asuransi.
Sama halnya dengan seorang dokter yang mengetahui antibiotik apa saja yang sesuai
untuk seorang pasien dan mana yang tidak sesuai.
f. Pengajaran Bahasa
Ahli bahasa adalah guru dan/atau pelatih bagi para guru bahasa. Ahli bahasa dapat
menentukan secara ilmiah kata-kata apa saja yang perlu diajarkan bagi pelajar bahasa
tingkat dasar. Para pelajar hanya langsung mempelajari kata-kata tersebut tanpa harus
mengetahui bagaimana kata-kata tersebut disusun. Misalnya kata-kata dalam buku-buku
Basic English. Para pelajar (dan guru bahasa Inggris dasar) tidak harus mengetahui
bahwa yang dimaksud Basic adalah B(ritish), A(merican), S(cientific), I(nternational),
C(ommercial), yang pada awalnya diolah pada tahun 1930an oleh ahli linguistik C. K.
Ogden. Pada masa awal tersebut, Basic English terdiri atas 850 kata utama.
50. 47
g. Leksikografi
Leksikografi adalah bidang ilmu bahasa yang mengkaji cara pembuatan kamus.
Sebagian besar (atau bahkan semua) sarjana memiliki kamus, namun mereka belum
tentu tahu bahwa penulisan kamus yang baik harus melalui berbagai proses.
Secara umum, definisi yang diberikan dalam kamus tersebut seharusnya dapat mudah
dipahami oleh pelajar karena semua entri dalam kamus tersebut hanya didefinisikan
oleh sekelompok kosa kata inti.
9. Keyakinan
Pelopor tentang teori keyakinan pertama kali dikemukakan oleh Augustinus
membicarakan tentang keraguan (syak). Ia membagi keragu-raguan kepada dua bagian
yaitu keragu-raguan negatif, suatu sikap yang berlebih-lebihan dan berlawanan, dan
keragu-raguan positif, dimana kita bisa mengetahui dengan yakin kebenaran-kebenaran
obyektif. Tentang keragu-raguan negatif, Augustinus mengatakan bahwa alasan-alasan
impian dan kegilaan hanya berguna untuk obyek indrawi. Meskipun demikian, kita bisa
mempersenjatai obyek indriawi apabila kita berlandasan pada hukum akal fikiran, sebab
dengan akal kita bisa menentukan syarat-syarat keyakinan dalam indra.
Dengan demikian, kita bisa mengeluarkan keputusan yang benar, apabila kita bisa
menjaga tidak masuknya unsur yang asing dari indera, dan kita mencukupkan dengan
lingkungan indra-indra itu sendiri.
51. 48
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebenaran itu sangat ditentukan oleh potensi subyek serta tingkatan validitasnya. Kebenaran
ditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam penghayatan atas sesuatu itu.
Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension) subyek tentang
sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu realita, peristiwa, nilai-
nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum.
52. 49
DAFTAR PUSTAKA
Noeng Muhadjir. 2001 Filsafat ilmu, Yogyakarta, Rake Sarasin.
Ulya M.Ag. 2009. Filsafat Ilmu Pengetahuan. STAIN Kudus
I.R. Poedjawijatna.1987. Tahu dan Pengetahuan, Pengantar ke IImu dan
Filsafat, Jakarta: Bina Aksara.
Suparlan Suhartono. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan.Yogyakarta: Ar-ruzz
Media.
Sumantri Surya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
http://aristta-myilmuan.blogspot.com/2008/04/teori-kebenaran-filsafat-ilmu. html
http://rafinajjah.blogspot.com/2012/02/filsafat-ilmu.html
http://kitaabati.blogspot.com/2012/05/teori-teori-kebenaran-filsafat.html
http://porppsunj.blogspot.co.id/2009/05/teori-kebenaran-filsafat-ilmu-1.html
http://makalahmeza.blogspot.co.id/2012/04/makalah-filsafat-ilmu-tentang-teori.html
53. 50
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika berarti ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak (moral). Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki
mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya,etika membahasa tentang tingkah laku
manusia.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh
manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia.
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang
lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral
disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu filsafat etika dan moral?
2. Apa hubungan antara etika dan moral?
3. Bagaimana keterkaitan filsafat etika dan moral?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan mengenai filsafat etika dan moral.
2. Untuk mengetahui perbedaan antara filsafat etika dan moral.
54. 51
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti
watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika berarti ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut
sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan
amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya,etika
membahasa tentang tingkah laku manusia.
Etika adalah salah satu cabang dari Ilmu Filsafat yang bertitik tolak dari masalah nilai (value)
dan moral manusia yang berkenaan dengan tindakan manusia. Etika sering disebut sebagai
filsafat moral, sedangkan etik tidak berkaitan dengan moral.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh
manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu,
etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik
dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.
Secara metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika
memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah
etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku
manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia,
etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia dari sudut baik dan
buruk.
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi
penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).
Adapun Jenis-jenis etika adalah sebagai berikut:
1. Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan
berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya
adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.
2. Etika Teologis
55. 52
Terdapat dua hal-hal yang berkait dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan
hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya
masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena
itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat
dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari
presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika
filosofis dan etika teologis.
B. Pengertian Moral
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.
Sedangkan dalam bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai susila. Moral adalah hal-hal yang
sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan
mana yang wajar.
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang
lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral
disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara
ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral
manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam
kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan
masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber
interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang
berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.
Moral adalah produk dari budaya dan Agama.
C. Perbedaan Antara Etika dan Moral
Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan.
Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai
untuk pengkajian system nilai yang ada.
56. 53
Kesadaran moral serta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut
conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb, fu'a d.
Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal, yaitu:
1. Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral.
2. Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang
secara umumk dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat
diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap waktu dan
tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis.
3. Kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.
Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih
mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh
masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan
memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang
berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai
tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran
moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan
tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.
D. Hubungan Filsafat Etika dan Moral
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengkaji segala sesuatu yang ada dan yang
mungkin ada dengan menggunakan pikiran. Bagian-bagiannya meliputi:
1. Metafisika yaitu kajian dibalik alam yang nyata.
2. Kosmologia yaitu kajian tentang alam.
3. Logika yaitu pembahasan tentang cara berpikir cepat dan tepat.
4. Etika dan moral yaitu pembahasan tentang tingkah laku manusia.
5. Teologi yaitu pembahasan tentang ketuhanan.
6. Antropologi yaitu pembahasan tentang manusia.
Dengan demikian, jelaslah bahwa etika termasuk salah satu komponen dalam filsafat. Banyak
ilmu yang pada mulanya merupakan bagian dari filsafat, tetapi karena ilmu tersebut kian
meluas dan berkambang, akhirnya membentuk disiplin ilmu tersendiri dan terlepas dari
filsafat. Demikian juga etika dan moral, dalam proses perkembangannya sekalipun masih
57. 54
diakui sebagai bagian dalam pembahasan filsafat, ia merupakan ilmu yang mempunyai
identitas sendiri. (Alfan: 2011).
Hubungan etika dan moral dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina seperti indera bersama,
estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep-konsep dan
ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum ia
berpisah dengan badan, maka ia selamanya akan berada dalam kesenangan. Jika ia berpisah
dengan badan dalam keadaan tidak sempurna, ia selalu dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup
dalam keadaan menyesal dan terkutuk untuk selama-lamanya di akhirat. Pemikiran filsafat
tentang jiwa yang dikemukakan Ibnu Sina memberi petunjuk dalam pemikiran filsafat
terhadap bahan-bahan atau sumber yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep
ilmu etika dan moral.
Ibnu Khaldun dalam melihat manusia mendasarkan pada asumsi-asumsi kemanusiaan yang
sebelumnya lewat pengetahuan yang ia peroleh dalam ajaran Islam. Ia melihat sebagai
makhluk berpikir. Oleh karena itu, manusia mampu melahirkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lainnya. Lewat
kemampuan berfikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga
menaruh perhatian pada berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses
semacam ini melahirkan peradaban. Dalam pemikiran ilmu, Ibnu Khaldun tampak bahwa
manusia adalah makhluk budaya yang kesempurnaannya baru akan terwujud manakla ia
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Ini menunjukan tentang perlunya pembinaan
manusia, termasuk dalam membina etika dan moral. Gambaran tentang manusia yang terdapat
dalam pemikiran filosofis itu akan memberikan masukan yang amat berguna dalam
merancang dan merencanakan tentang cara-cara membina manusia, memperlakukannya, dan
berkomunikasi dengannya. Dengan cara demikian akan tercipta pola hubungan yang dapat
dilakukan dalam menciptakan kehidupan yang aman dan damai (M. Yatimin Abdullah: 2006).
Etika sebagai cabang filsafat dapat dipahami bahwa istilah yang digunakan untuk memberikan
batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai ketentuan baik atau buruk. Etika dan moral
memiliki objek yang sama dengan filsafat, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan
manusia. Filsafat sebagai pengetahuan berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya
berdasarkan pikiran. (Yatimin: 2006)
58. 55
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perbedaaan antara moral, dan etika adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan
untuk menentukan baik dan buruk. Pada etika, penilaian baik buruk berdasarkan pendapat
akal pikiran, dan pada moral berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka
pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk.
Manfaat etika atau mempelajari etika di situ yang paling mendasar adalah kita tahu bagaimana
dan seperti apa perbuatan baik dan buruk itu.
Sehingga dari hal tersebut, kita tahu dan dapat memilih mana yang harus kita lakukan dan
mana yang tidak harus kitalakukan. Kemudian yang terakhir yaitu hubungannya etika dengan
filsafat.
Filsafat adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang berfungsi sebagai interpretasi tentang
hidup manusia. Etika merupakan bagian dari filsafat, yaitu filsafat moral. Filsafat moral
adalah cabang dari filsafat tentang tindakan manusia
59. 56
DAFTAR PUSTAKA
Saputra. 2015.Etika dan Moral. http://saputra2503.blogspot.com/2015/08/makalah-etika-dan-
moral.html. (14 Mei 2019)
Perkasa, Adil. 2016. Etika dan Moral.
https://www.academia.edu/24104429/Makalah_Etika_dan_Moral. (14 Mei 2019)
60. 57
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang sering terkait, baik secara substansial karena kelahiran
ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat
keberadapan filsafat. Menurut Lewis White Beck, filsafat ilmu bertujuan membahas dan
mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan nilai dan
pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan. Pembahasan filsafat ilmu sangat penting
karena akan mendorong manusiauntuk lebih kreatif dan inovatif.
Filsafat ilmu memberikan spirit bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-
nilai moral yang terkandung pada setiap ilmu baik pada tataran ontologis, epistemologis
maupun aksiologi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana landasan Ontologis dalam filsafat ilmu ?
2. Bagaimana landasan Epistemologis dalam filsafat ilmu?
3. Bagaimana landasan Aksiologis dalam filsafat ilmu?
4. Bagaimana perkembangan ilmu dan pengetahuan?
5. Apa hubungan ontologis, epistemologis maupun aksiologi dalam perkembangan ilmu dan
pengetahuan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui landasan Ontologis dalam filsafat ilmu.
2. Untuk mengetahui landasan Epistemologis dalam filsafat ilmu.
3. Untuk mengetahui landasan Aksiologis dalam filsafat ilmu.
4. Untuk mengetahui perkembangan ilmu dan pengetahuan.
5. Untuk mengetahui hubungan ontologis, epistemologis, dan aksiologi dalam
perkembangan ilmu dan pengetahuan.
61. 58
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Ontologis
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu ta onta berarti
“yang berada”, dan logi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Maka ontologi adalah ilmu
pengetahuan atau ajaran tentang keberadaan. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada. Menurut Jujun S, Suriasumantri, ontologi diartikan
sebagai pengkajian mengenai hakikat realitas dari objek yang ditelaah dalam
membuahkan pengetahuan. Termiontology pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf' Goclenius
pada tahun 1636 M. Hal-hal yang menjadi obyek telaah atau kajian ilmu adalah seluruh aspek
kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Dalam batas-batas ilmu hanya
mempelajari obyek-obyek yang empiris saja sebab ia harusmenghasilkan bukti-bukti yang
empiris juga. Obyek-obyek yang empiris yangdapat diteliti oleh manusia banyak sekali seperti
alam, binatang, tumbuh-tumbuhan dan bahkan manusia itu sendiri. Kendati demikian berbeda
dengan kajian filsafat. Dalam kajian filsafat segala yang ada dapat diamati, dicermati dan
dianalisa, baik yang tampak oleh panca indera, maupun hal-hal yang berkenaan dengan dunia
mistik (abstrak). Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan
cara yang berbeda dimana entitas (wujud) dari kategori-kategori yang logis
yang berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam rangka
tradisional.
Ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan
dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang
ada. Ontologi sering diindetikan dengan metafisika yang juga disebut proto-filsafia atau
filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasanya adalah hakikat sesuatu, keesaan,
persekutuan, sebab akibat, realita, atau Tuhan dengan segala sifatnya. Dengan demikian,
metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling
dasar atau dalam dari segala sesuatuyang ada. Para ahli memberikan pendapatnya tentang
realita itu sendiri, diantaranya Bramel. Ia mengatakan bahwa ontologi ialah interpretasi
tentang suatu realita dapat bervariasi, misalnya apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap
orang berbedabeda pendapat mengenai bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahannya pastilah ej
a itu substansi dengan kualitas materi, inilah yang dimaksud darisetiap orang bahwa suatu
62. 59
meja itu suatu realita yang kongkrit. Plato mengatakan jika berada di dua dunia yang kita
lihat dan kita hayati dengan kelima panca indra kita nampaknya cukup nyata atau real.
Adapun mengenai objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada
terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan
ada sesudah kematian maupun sumber segala yang ada. Fungsi dan manfaat mempelajari
ontologi sebagai cabang filsafat ilmu antara lain:
Pertama berfungsi sebagai refleksi kritis atas objek atau bidang garapan, konsep konsep,
asumsi-asumsi dan postulat-postulat ilmu. Di antara asumsi dasar keilmuan antara lain:
1. Dunia ini ada, dan kita dapat mengetahui bahwa dunia ini benar-benar ada.
2. Dunia empiris itu dapat diketahui oleh manusia dengan pancaindera.
3. Fenomena yang terdapat di di dunia ini berhubungan satu dengan lainnyasecara kausal.
Kedua, ontologi membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yangintegral,
komphrehensif dan koheren. Ilmu dengan ciri khasnya mengkaji hal-hal yang khusus untuk
dikaji secara tuntas yang pada akhirnya diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang
objek telaahannya, namun pada kenyataannya kadang hasil temuan ilmiah berhenti pada
simpulan-simpulan yang parsial dan terpisah-pisah. Jika terjadi seperti itu, ilmuwan berarti
tidak mampu mengintegrasikan pengetahuan tersebut dengan pengetahuan lain.
Ketiga, Ontologi memberikan masukan informasi untuk mengatasi permasalahan yang tidak
mampu dipecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Pembagian objek kajianilmu yang satu dengan
lainnya kadang menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya ada kemungkinan
terjadinya konflik perebutan bidang kajian, misalnya ilmu bioetika itu masuk disiplin etika
atau disiplin biologi. Kemungkinan lain adalah justru terbukanya bidang kajian yang sama
sekali belum dikaji oleh ilmu apa pun.
Dalam hal ini ontologi berfungsi membantu memetakan batas-batas kajian ilmu. Dengan
demikian berkembanglah ilmu-ilmuyang dapat diketahui manusia itu dari tahun ke tahun atau
dari abad ke abad. Pengertian Ontologi Substansi merupakan titik sentral dalam upaya
memahami pengertian suatu konsep.
Dan untuk menangkap substansi persoalan yang terkandung dalam konsep tersebut, secara
teknis diperlukan pengertian (definisi). Hal ini berfungsi untuk mempermudah dan
menjelaskan pembahasan konsep selanjutnya.