Terdapat beberapa jenis tarif pajak, yaitu tarif progresif dimana tarif pajak meningkat seiring meningkatnya objek pajak, tarif degresif dimana tarif pajak menurun seiring meningkatnya objek pajak, tarif proporsional dengan persentase tetap terhadap semua objek pajak, tarif tetap dengan nominal pajak yang tetap, dan tarif ad valorem yang dihitung berdasarkan persentase nilai barang.
Judul: Memahami Jabrix4D: Situs Togel dan Slot Online Terpercaya di Indonesia
TARIF_PAJAK
1. Tarif pajak
Jenis-Jenis Tarif Pajak
1. Tarif progresif (meningkat)
Tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang jika semakin tinggi objek pajaknya
maka semakin tinggi pula persentase tarif pajaknya. Tarif progresif juga dapat
didefinisikan sebagai tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar. Tarif ini dipakai
dalam Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh).
Contoh:
Lapisan Penghasilan kena Pajak
Sampai dengan Rp 25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah)
Di atas Rp 25.000.000,00 (dua puluh
lima juta rupiah) s.d. Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah)
Di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) s.d Rp 100.000.000,00
Tarif Pajak
5%
(lima persen)
10 %
(sepuluh persen)
15%
(lima belas persen)
(seratus juta rupiah)
Di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) s.d. Rp 200.000.000,00 (dua
25%
(dua puluh lima persen)
ratus juta rupiah)
35%
Di atas Rp 200.000.000,00 (dua ratus
(tiga puluh lima persen)
juta rupiah)
Tarif pajak di atas adalah tarif pajak penghasilan yang terdapat pada Undangundang No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh) pasal 17 ayat [1] a. Di
dalam Undang-undang itu dapat kita ketahui bahwa semakin tinggi penghasilan
kena pajak, maka akan semakin besar pula persentase tarif pajak yang dibebankan.
2. 2. Tarif pajak degresif (menurun)
Tarif pajak degresif adalah tarif pajak yang apabila semakin tinggi objek pajaknya
maka semakin rendah tarif pajaknya. Tarif degresif juga dapat didefinisikan sebagai
tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Meskipun persentasenya semakin
kecil, tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi
lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin
besar. Tarif pajak ini tidak pernah dipergunakan dalam praktik perundang-undangan
perpajakan.
Contoh:
Lapisan Penghasilan kena Pajak
Sampai dengan Rp 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah)
Di atas Rp 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah) s.d. Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah)
Tarif Pajak
30 %
(tiga puluh persen)
25 %
(dua puluh lima persen)
15%
Di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh
(lima belas persen)
juta rupiah)
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa semakin besar lapisan penghasilan
kena pajak, maka persentase tarif pajak yang digunakan akan semakin menurun. Hal
ini akan mengakibatkan jumlah pajak yang terutang juga akan bertambah menjadi
semakin besar seiring dengan meningkatnya jumlah penghasilan yang dijadikan
dasar pengenaan pajak.
3. Tarif proporsional (seimbang)
Tarif proporsional adalah tarif pajak yang persentasenya tetap walaupun jumlah
objek pajaknya berubah-ubah. Tarif proporsional juga dapat didefinisikan sebagai
tarif pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian semakin besar jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah pajak terutang
(pajak yang harus dibayar).
Contoh:
3. a. Untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kena pajak dikenakan
tarif 10%
Jumlah Penjualan
Tarif
Rp. 500.000,-
10%
Rp. 1.000.000,-
10%
Rp. 5.000.000,-
10%
Rp. 10.000.000,-
10%
b. Untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mengunakan tarif pajak sebesar 0,5%.
c. Tarif pajak untuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditetapkan sebesar
minimal 10% dan maksimal 75%, seperti yang telah ditetapkan di dalam Pasal 8
ayat (1) Undang-undang No. 18 tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
4. Tarif tetap
Tarif tetap adalah tarif pajak yang jumlah pajaknya bersifat tetap walaupun objek
pajaknya jumlahnya berbeda-beda. Tarif tetap juga dapat didefinisikan sebagai tarif
pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap, tanpa memperhatikan jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak. Tarif ini diterapkan dalam Undang-undang No.13
tahun 1985 tentang Bea Materai.
Contoh:
Di dalam Undang-undang No.13 tahun 1985 tentang Bea Materai dijelaskan
mengenai jenis objek apa saja yang dikenakan materai Rp 6.000,- yaitu:
a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang, dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan
yang bersifat perdata.
b. Akta-akta notaris termasuk salinannya.
c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk
rangkap rangkapnya.
d. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep; atau
e. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan,
yaitu:
1. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan.
4. 2. Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya,
jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari
maksud semula.
f. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu:
1. Menyebutkan penerimaan uang.
2. Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di
bank.
3. Berisi pemberitahuan saldo rekening di bank.
4. Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah
dilunasi atau diperhitungkan; yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah).
g. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal
sampai dengan mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
h. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam
surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal lebih dari Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah).
5. Tarif Advalorem
Tarif ad valorem adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang ditetapkan/
dikenakan pada harga atau nilai suatu barang. Tarif ad valorem juga dapat didefinisikan sebagai Tarif yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari
harga barang yang diimpor. Besarnya tarif ad valorem ini harus dibayar oleh
importir dalam mata uang lokal, yang besarnya ditentukan oleh nilai tukar rupiah.
Cara menghitung tarif advalorem
Jumlah penerimaan Negara bukan pajak yang terutang = Tarif Pajak x Volume
Tarif Pajak = Persentase x Dasar Pengenaan Pajak
Contoh:
Besaran persentase = 10%
Besarnya Dasar pengenaan Pajak = Rp 1.000.000/m3
Tarif Pajak
= 10% x 1.000.000/m3
= Rp 10.000.000,-
Volume = 100 m3
Jumlah penerimaan negara bukan pajak yang terutang =
(10% x Rp.1.000.000/m3) x 100 m3 = Rp 1.000.000.000,-
5. 6. Tarif Spesifik
Tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan
jenis barang tertentu. Jumlah ini besarnya tetap dan tidak tergantung dari dasar
pengenaan pajak. Walaupun merupakan jumlah angka nominal tetap tanpa dipengaruhi besarnya dasar pengenaan pajak, tarif spesifik pada umumnya tidak hanya
terdiri dari satu tarif, melainkan lebih dari satu. Hal ini mengikuti suatu jumlah
lapisan dasar atas pengenaan pajak tertentu.
Cara menghitung tarif spesifik
Jumlah penerimaan negara bukan pajak yang terutang = Tarif x Volume
Contoh:
Tarif = Rp 5.000.000/ m3
Volume = 100m3
Maka jumlah penerimaan bukan pajak yang terutang adalah = 50 x 1.000
= Rp 500.000.000,7. Tarif Marginal
Tarif pajak marginal ini berlaku untuk suatu kenaikan dasar pengenaan pajak.
Contoh:
Untuk lapisan penghasilan kena pajak sampai dengan Rp 50.000.000,- maka akan
dikenakan tarif pajak sebesar 10%. Kemudian, untuk lapisan penghasilan kena pajak
di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 100.000.000,- akan dikenakan tarif pajak
15%. Perbedaan dalam tarif pajak yang dikenakan itu terjadi seiring dengan
meningkatnya lapisan penghasilan kena pajak, yaitu yang dari semula lapisan
penghasilan kena pajaknya hanya sampai dengan Rp 50.000.000,- kemudian
berubah menjadi sebesar di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 100.000.000,-