Prinsip-prinsip hukum umum ekonomi internasional meliputi kebebasan berkomunikasi dan berdagang, perlakuan yang sama, perlakuan nasional, MFN, kewajiban menahan diri untuk tidak merugikan negara lain, klausul penyelamat, preferensi untuk negara berkembang, kedaulatan negara atas sumber daya alamnya, dan kerjasama internasional. Prinsip-prinsip ini telah berkembang dari praktik hubungan ekonomi internasional sel
2. PENDAHULUAN
• Di dalam praktek HEI diakui adanya eksistensi kaidah-
kaidah atau aturan dasar (standart), namun mengenai
apa saja yang menjadi standart tersebut, hingga saat
ini di antara para sarjana belum terdapat kesepakatan.
– Kaidah-kaidah dasar ini merupakan hasil dari perkembangan
hubungan ekonomi internasional yang telah berkembang dan
berlangsung sejak berabad-abad lama-lamanya sebagai
prinsip klasik HEI.
• Pada pokoknya terdapat 2 prinsip kebebasan, yaitu :
1)kebebasan berkomunikasi
2)kebebasan berdagang, dan disebut sebagai prinsip klasik HEI
3. Prinsip-Prinsip Fundamental HEI
• Kaidah Dasar Minimum (Minimum Standards)
• Kaidah Dasar Perlakukan Sama (Identical Treatment)
• Kaidah Dasar Perlakukan Nasional (National Treatment)
• Kaidah Dasar Most Favoured Nation (MFN)
• (Kaidah Dasar Mengenai Kewajiban Menahan Diri Untuk Tidak
Merugikan Negara Lain
• Kaidah Dasar Tindakan Pengaman : Klausul Penyelamat (Safeguards
and Escape Clause)
• Kaidah Dasar Mengenai Prefensi Negara Sedang Berkembang
• Kaidah Dasar Menyenai Penyelesaian Sengketa Secara Damai
• Kaidah Dasar Kedaulatan Negara Atas Kekayaan Alam, Kemakmuran
Dan Kehidupan Ekonominya
• Kaidah Dasar Kerja Sama Internasional
4. Minimum Standards
• Merupakah kaidah utama dalam HEI.
• Satu-satunya kaidah yang telah berkembang menjadi
suatu aturan hukum kebiasaan internasional umum
(general international customary law.
• Menurut kaidah ini, adalah kewajiban negara untuk
seidikitnya memberikan jaminan perlindungan kepada
pedagang atau pengusaha asing atau harta miliknya.
• Dalam perkembangannya, kaidah ini banyak
dicantumkan dalam perbagai perjanjian internasional
5. Identical Treatment
• Sejarahnya dulu raja bersepakat untuk secara timbal balik memberikan para
pedagang mereka perlakukan yang sama (identik). Apabila raja A, misalnya
mengenakan pajak sebanyak 5% kepada pengusaha dari kerajaan B, maka raja B
pun akan mengenakan pajak 5% kepada pengusaha yang sama dari kerajaan A.
• Saat ini, kaidah dasar ini lebih dikenal dengan istilah resiprositas (reciprocity).
• Perlakuan sama biasanya tertuang dalam suatu perjanjian, baik bersifat
multilateral maupun bilateral.
• Kaidah resiprositas tampak dalam pasal, Preambule GATT :
“Being desirous of controbuting to these objectives by enetering into reciprocal and
mutually advantageous arragements directed to the substantial reduction of tariffs
and other barriers to trade and to the elimination of discriminatory treatment in
international commerce”.
6. National Treatment
• Seringkali dianggap sebagai pengejawantahan
dari prinsip non-diskriminasi.
• Klausul ini ditemukan dalam berbagai perjanjian
termasuk dalam GATT dan perjanjian perbatasan,
perdagangan dan navigasi.
• Klausul ini mensyaratkan suatu negara untuk
memperlakukan hukum yang sama atas barang-
barang, jasa-jasa atau modal asing yang telah
memasuki pasar dalam negerinya dengan hukum
yang diterapkan atas produk-produk atau jasa
yang dibuat dalam negeri nya sendiri
7. Most Favoured Nation (MFN)
• klausul MFN ini adalah prinsip non-diskriminasi di antara negara-negara.
Dengan mensyaratkan, suatu negara harus memberikan hal kepada negara
lainnya sebagai halnya ia memberikan hak yang serupa kepada negara
ketiga.
• MFN mempunyai 2 bentuk :
1) MFN bersyarat (conditional)
2) MFN tidak bersyarat (unconditional)
• Pasal 1 GATT memuat konsep MFN yang tidak bersyarat dan kewajiban
untuk perdagangan barang.
• Pada perkembangannya, klausula MFN tidak hanya terbatas pada
perdagangan barang, namun juga diterapkan terhadap perdagangan jasa,
misalnya asuransi dan pelayaran dan dapat pula diterapkan terhadap
perlakukan negara dalam penananman modal dan aliran modal dalam
berbagai bentuk.
8. Kewajiban Menahan Diri Untuk Tidak
Merugikan Negara Lain
• Merupakan kaidah tambahan
• Salah satu contohnya tampak dalam pasal III (1) GATT, bahwa suatu tindakan
tertentu tidak boleh diterapkan sehingga memberikan proteksi kepada produksi
dalam negeri
• Salah satu contoh praktek perdagangan tidak jujur dan dianggap dapat merugikan
negara yang lain ialah dumping. Dumping ialah penjaualan suatu produk di luar
negeri dengan harga yang lebih rendah daripada harga di dalam negerinya atau
harga di pasar di negara yang mengimpor barang tsb.
• Larangan dumping diakomodir dalam GATT Putaran Tokyo 1979
mengeluarkan peraturan subsidi negara-negara yang merugikan secara
material (materially injury) produk industri domestik negara lainnya.
• Peraturan ini mensyaratkan kepada negara-negara anggota GATT, suatu kewajiban
untuk menahan diri dan tidak memberikan subsidi-subsidi tertentu pada tahap
awal produksi bagi produk-produknya
9. Safeguards and Escape Clause
• Masyarakat internasional umumnya mengakui, aturan-aturan dalam perjanjian-
perjanjian internasional mengenai hubungan-hubungan ekonomi kadangkala
dirasakan terlalu membebani negara-negara
jika negara ini harus menerapkannya, dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif
terhadap perekonomian negerinya
akhirnya akan berakibat peraturan-peraturan tersebut menjadi tidak berfungsi
• Untuk mengatasinya dibuatlah suatu kalusul penyelamat (escape clause atau
safeguard clause).
Biasanya klausul demikian memberikan kemungkinan-kemungkinan penanggalan bagi negara-
negara tertentu, biasanya bagi negara berkembang atau miskin
• Diakomodir dlm pasal XIX GATT
memberikan suatu hak sepihak kepada negara-negara untuk menangguhkan suatu kewajiban-
kewajiban internasional, untuk selama jangka waktu tertentu penangguhan untuk
pembebasan pemberlakukan tarif.
Penangguhan yang demikian itu diperbolehkan hanya dalam hal-hal tertentu manakala
keadaan-keadaan perdagangan internasional akan mengakibatkan kerugian terhadap industri
dalam negeri suatu negara
10. Prefensi Negara Sedang Berkembang
• Mensyaratkan perlunya suatu kelonggaran-kelonggaran atas
aturan-aturan hukum tertentu bagi negara berkembang
negara-negara berkembang ini perlu mendapatkan perlakukan khusus
manakala negara-negara maju berhubungan dengan mereka
misalnya pengurangan bea masuk untuk produk-produk negara
sedang berkembang ke dalam pasar negara maju.
• Dasar teori dari sistem prefensi ini :
negara-negara harus diperbolehkan untuk menyimpang dari
kewajiban-kewajiban MFN untuk memperbolehkan mereka guna
mengurangi tingkat tarifnya pada impor-impor barang, manakala
barang-barang tersebut berasal dari negara-negara sedang
berkembang.
Menurut mereka, hal tersebut akan memberikan negara-negara
sedang berkembang suatu keuntungan kompetitif tertentu dalam
masyarakat industri yang menjadi sasaran ekspor.
11. Kedaulatan Negara Atas Kekayaan Alam,
Kemakmuran Dan Kehidupan Ekonominya
• Menurut Castaneda, HEI harus memuat serangkaian
ketentuan, termasuk di dalamnya lembaga-lembaga,
praktek, metoda dan prinsip-prinsip yang mengatur dan
menjamin perlindungan efektif terhadap kekayaan alam,
khususnya kekayaan alam negara sedang berkembang.
• Bahwa masalah kekayaan alam terkait dengan kedaulatan
negara yang memiliki kekayaan alam tersebut. Untuk itu,
prinsip kedaulatan negara atas kekayaan alamnya,
kekayaan dan kehidupan ekonominya harus diakui,
diformulasikan secara hukum dan dipatuhi.
12. Prinsip Dasar Kerja Sama
Internasional
• Dasar dari kaidah ini ialah tanggung jawab kolektif (collective
responsibility) dan solidaritas untuk pembanguan dan kesejahteraan bagi
semua negara.
– Kewajiban hukum untuk bekerja sama ini mencakup semua bidang ekonomi
internasional.
• Kaidah ini tampak dalam pasal 1 ayat 1 Piagam PBB., yang mensyaratkan
“kerjasama internaisonal (international co-operation) dalam memecahkan
masalah-masalah ekonomi internasional”, dan pasal ini menjadi tujuan
berdirinya PBB :
The purpose of the United Nations are…
3. to achieve international cooperation in solving international problems
of an economic, social, culture or humanitarian character and ini
promoting and encouraging respect for human rights and for fundamental
freedom for all without distinction as to race, sex, languange or religion.
13. REFERENSI
• Hata, Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT dan
WTO, Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum, Refika
Aditama, Bandung, 2006
• Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu
Pengantar, Rajawali, 2011.
• Huala Adolf dan A. Chandrawulan, Masalah-Masalah
Hukum dalam Perdagangan Internasional, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1995.
• N. Rosyidah Rakhmawati, Hukum Ekonomi Internasional
dalam Era Global, Bayumedia, Publising, 2006.