1. BAB 3
MODEL – MODEL VARIABEL KEADAAN
Dalam bab ini kita pikirkan sebuah tipe model yang ketiga: model variavel
keadaan [1,2]. Model ini adalah sebuah model persamaan diferensial, tetapi
persamaan-persamaannya selalu ditulis dalam suatu format yang spesifik. Model
variabel keadaan merupakan satu himpunan perasamaan diferensial orde satu
terhubung, biasanya ditulis dalam bentuk vektor-matriks. Kegunaan dari model
variabel keadaan, atau model ruang keadaan, adalah untuk membangun suatu
reprensasi yang mempertahankan hubungan keluaran-masukan (yaitu fungsi
alih).
3.1 Pemodelan variabel keadaan
Model yang dipakai untuk melukiskan variabel-variabel keadaan sistem
mekanik translasi linier. Bentuk baku persamaan keadaan dariu suatu sistem
analog linier time-invariant (LTI) diberikan oleh
x(t) = Ax(t) + Bu(t)
y(t) = Cx(t) + Du(t)
dengan vektor x(t) adalah turunan terhadap waktu dari vektor x(t). Dalam
persamaan tersebut,
x(t) = vektor keadaan = vektor (n x 1) dari keadaan-keadaan suatu sistem orde-n.
A = matriks sistem (n x n)
B = matriks masukan (n x r)
u(t)= vektor masukan = vektor (r x 1) yang tersusun dari fungsi-fungsi masukan
sistem.
y(t)= vektor keluaran = vektor (p x 1) tebentuk dari keluaran-keluaran yang
ditentukan.
C = matriks keluaran (p x n)
D = matriks (p x r) menunjukkan kaitan langsung antara masukan dan keluaran.
Contoh 3.1
Perhatikan sistem yang dideskripsikan oleh persamaan diferensial terkopling
sebagai berikut
ӱ1 + k1ẏ1 + k2y1 = u1 + k3u2
ẏ2 + k4y2 + k5ẏ = k6u1
dengan u1 dan u2 adalah masukan-masukan dan y1 dan y2 adalah keluaran-
keluaran. Ketergantungan notasional dari variabel-variabel tersebut terhadap
waktu telah dihilangkan agar mudah. Kita telah mendefinisikan keadaan sebagai
keluaran dan, bilamana perlu, turunan dari keluaran-keluaran tersebut.
x1 = y1 x2 = ẏ1 = ẋ1 x3 = y2
dari persamaan-persamaan diferensial sistem kita tuliskan
ẋ2 = -k2x1 – k1x2 + u1 + k3u2
ẋ3 = -k5x2 – k4x3 + k6u1
kita tuliskan kembali persamaan-persamaan diferensial tersebut dalam order
(urutan) berikut:
ẋ1 = x2
3-1
2. ẋ2 = -k2x1 – k1x2 + u1 + k3u2
ẋ3 = -k3x2 – k4x3 + k6u1
dengan persamaan-persamaan keluaran
y1 = x1
y2 = x3
persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai
ẋ = x + u
y = x
3.2 Diagram-diagram simulasi
Diagram simulasi adalah suatu tipe khusus apakah suatu diagram blok
atau suatu grafik aliran yang dibangun untuk mendapatkan suatu fungsi alih
tertentu atau memodelkan satu set persamaan diferensial tertentu. Elemen dasar
dari diagram simulasi adalah integrator.
Contoh 3.2
Sebuah keadaan telah ditetapkan pada tiap-tiap keluaran integrator. Dengan
pendapatan ini, masukan untuk integrator paling kanan adalah ẋ1 ; jadi
persamaanya adalah
ẋ1 = x2
untuk integrator lainnya masukannya adalah ẋ2 . jadi persamaannya adalah
ẋ2 = - x1 - x2 + f
dan persamaan keluaran sistem adalah
y = x1
0 1 0
-k2 -k1 0
0 -k5 -k4
0 0
1 k3
k6 0
1 0 0
0 0 1
K
M
B
M
1
M
Persamaan-persamaan tersebut
sama seperti yang telah
diturunkan pada subbab pertama
dari bab ini, dan model
keadaannya terlihat dalam bentuk
kononik kontrol.
Gambar 3.1 Diagram simulasi
3. 3.3 Solusi persamaan keadaan
3.3.1 Solusi dengan transformasi Laplace
Bentuk baku persamaan status diberikan adalah
x(t) = Ax(t) + Bu(t)
3.3.2 Solusi dengan deret tak hingga
Metode ini dipakai untuk mencari matriks transisi keadaan,
dengan seluruh masukan pada suatu sistem adalah nol, persamaannya
dituliskan sebagai
x(t) = Ax(t)
3.4 Fungsi-fungsi alih
Dalam subbab ini diperkenalkan sebuah prosedur matriks untuk
mendapatkan fungsi alih dari persamaan keadaan.
Bentuk standar persamaan keadaan diberikan oleh
x(t) = Ax(t) + Bu(t)
y(t) = Cx(t)
3.5 Transformasi-transformasi similaritas
Dalam bab ini diperkenalkan prosedur untuk mendapatkan sebuah model
variabel keadaan baik dari persamaan differensial sistem atau fungsi alih sistem.
3.6 Simulasi digital
Dalam subbab ini yang diperhatikan yaitu solusi numerik dari persamaan-
persamaan diferensial dengan algoritma integrasi dan mempertimbangkan
sebuah algoritma yang sangat sederhana – metode Euler [5]. Persamaannya
adalah
x(t) = )0()(
0
xdz
t
Maka algoritma integrasi numerik adalah
1. Misalkan k = 1.
2. Hitung x[(k – 1)H].
3. Hitunglah x(kH).
4. Misalkan k = k + 1.
5. Kembali ke langkah 2.
TABEL 3.1 HASIL INTEGRASI NUMERIK
Simulasi Eksak
t x1(t) x2(t) x1(t) x2(t)
0 0 0 0 0
0,01 0 0,01 0,00005 0,00999
0,02 0,0001 0,02 0,0002 0,01999
0,03 0,0003 0,03 0,0004 0,02999
3-2
3-3
3-4
3-5
4. 3.7 Perangkat lunak pengendali/kendali
Dalam bab ini diperkenalkan program komputer CTRL, yang tersedia
dengan buku ini, dan diperoleh gratis dari “the math Works”. CTRL adalah menu
driven, dengan tidak dibutuhkan pemrograman dari user.
Contoh 3.3
Sebagai sebuah contoh yang mengilustrasikan integrasi numerik, perhatikan
sistem pada Gambar 3.3. Untuk sistem ini, fungsi alih lingkar tertutupnya adalah
23
2
)(1
)(
)(
2
sssG
sG
sT
p
p
Akan kita bahas tanggapan untuk satuan, yang pertama-tama akan dihitung
secara analistis.
2
1
1
21
)2)(1(
2
)()()(
ssssss
sUsTsY
Jadi,
tt
eety 2
21)(
Tabel 3.2 memberikan tanggapan eksak, tanggapan untuk integrasi Runge-Kutta
orde empat, dan tanggapan integrasi Euler. Untuk integrasi Runge-Kutta,
increment integrasi numerik H=0,25 detik dan H=0,5 menghasilkan tanggapan
yang kira-kira sama, dengan H=1 detik menghasilkan tanggapan yang berbeda
cukup berarti, karena itu H=0,5 merupakan suatu pilihan yang baik. Perhatikan
juga bahwa karena tanggapan eksak diketahui, H=0,5 menghasilkan simulasi
yang akurat.
TABEL 3.2 Hasil – Hasil Simulasi
Waktu Eksak
Runge-Kutta Euler
H = 0,25 H = 0,5 H = 1,0 H = 0,125 H = 0,5
0,5 0,155 0,155 0,161 0,144 0
1,0 0,400 0,400 0,400 0,583 0,413 0,5
1,5 0,604 0,604 0,604 0,629 0,75
2,0 0,748 0,748 0,748 0,830 0,774 0,875
2,5 0,843 0,843 0,843 0,865 0,938
3,0 0,903 0,903 0,903 0,932 0,920 0,969
3,5 0,941 0,941 0,941 0,953 0,984
4,0 0,964 0,964 0,964 0,973 0,972 0,992
6,0 0,995 0,995 0,995 0,996 0,997 1,000
Gambar 3.2 Sistem Konfigurasi untuk CRLT
5. Untuk integrasi Euler, H=0,125 detik menghasilkan simulasi yang
kurang akurat dibandingkan yang dihasikan integrasi Runge-Kutta
dengan H=0,5 detik. Algoritma Runge-Kutta orde empat
membutuhkan sekitar empat kali perhitungan per iterasi
sebagaimana yang dilakukan algoritma Euler. Karena itu efisiensi
algoritma Runge-Kutta merupakan hal yang sudah semestinya
dalam contoh ini.
3.8 Simulasi analog
Sebagai sebuah contoh, pikirkan fungsi alih
)23(1
2
23
2
)(
)(
)(
21
2
2
ss
s
sssR
sC
sT
Diagram komputer analog untuk fungsi alih ini diberikan dalam Gambar 3.4(a),
dan diagram simulasi yang setara ditunjukkan dalam Gambar 3.4(b). Diagram
smulasi dibuat, dengan menggunakan formula penguat mason, untuk
mendapatkan fungsi alih (3-6).
Gambar 3.3 Sistem untuk contoh integrasi numerik
3-6
(a)
(b)
Gambar 3.4 Simulasi Komputer analog