2. DR. SHERLOCK HALMES LEKIPIOUW, S.H.,M,H
Dosen HTN/HAN Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon
lekipiouw.sherlock@gmail.com/082199299929
3. 1. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP
2. KEDUDUKAN ARGUMENTASI HUKUM
(LEGAL REASONING)
3. LEGAL OPINION DALAM PRAKTEK
PERADILAN
4. STUDI CASE (LATIHAN)
KURIKULUM DAN SILABUS PENGAJARAN
4. UJI KEPATUTAN
DARI SEGI
HUKUM
PENDAPAT
HUKUM
MELAKUKAN
TELAAH DAN
KAJIAN
ATAS KASUS
HUKUM
MELAKUKAN
TELAAH DAN
ANALISIS
TERHADAP
ASPEK LEGALITAS
LEGAL OPINION LEGAL AUDIT
ARGUMENTASI HUKUM; PENALARAN
HUKUM; SILOGISME HUKUM; TEORI
HUKUM;
KONSEP HUKUM; DAN DOGMATIK
HUKUM
5. LAPISAN LOGIKA; STRUKTUR
ARGUMENTASI
PENDAPAT
HUKUM PEMECAHAN
MASALAH
HUKUM
LAPISAN DIALETIK PERBANDINGAN
PRO KONTRA (PROKON)
ARGUMENTASI
STUKTUR
ARGUMENTASI
HUKUM
LAPISAN PROSEDUR (HUKUM ACARA)
PENERAPAN
HUKUMPENEMUAN
HUKUM
YANG
BERKAITAN
IDENTIFIKASI
DAN
PEMILIHAN
ISU HUKUM
YANG
RELEVAN)
DENGAN ISU
HUKUM
KLASIFIKASI
HAKEKAT
PERMASALAH
AN HUKUM
PENGUMPULAN
FAKTA
(PERBUATAN,
PERISTIWA,
KEADAAN)
1.
2.
3.
4.
5.
SUMMARY;
FAKTA HUKUM;
ISU HUKUM;
ANALISIS ISU HUKUM; dan
KESIMPULAN
6. legal reasoning as one branch of practical reasoning,
which is the application by humans of their reason to
deciding how it is right to conduct themselves in
situations of choice (penalaran hukum sebagai salah
satu cabang dari penalaran praktis, yang merupakan
penerapan oleh manusia dari alasan mereka untuk
memutuskan bagaimana hal itu benar untuk
berperilaku sendiri dalam situasi pilihan) ;
Neil MacCormick
Penalaran hukum adalah kegiatan berpikir problematis
tersistematisasi (gesystematiseerd probleemdenken)
dari subjek hukum (manusia) sebagai mahluk individu
dan sosial di dalam lingkaran kebudayaannya.
Shidarta (2004)
7. TEORI PENARALAN HUKUM (Legal Reasoning Theorie)
Kenneth J. Vandevelde
1. Mengidentifikasi sumber hukum yang mungkin,biasanya
berupa peraturan perundang-undangan dan putusan
pengadilan (identify the applicable sources of law);
2. Menganalisis sumber hukum tersebut untuk menetapkan
aturan hukum yang mungkin dan kebijakan dalam aturan
tersebut (analyze the sources of law);
3. Mensintesiskan aturan hukum tersebut ke dalamstruktur
yang koheren, yakni strukturm yang mengelompokkan
aturan-aturan khusus di bawah aturan umum (synthesize
the applicable rules of law into a coherent structure);
4. Menelaah fakta-fakta yang tersedia (research the available
facts);
5. Menerapkan struktur aturan tersebut kepada fakta-fakta
untuk memastikan hak atau kewajiban yang timbul dari fakta-
fakta itu, dengan menggunakan kebijakan yang terletak dalam
aturan-aturan hukum dalam hal memecahkan kasus-kasus
sulit (apply the structure of rules to the facts).
8. SYNTHESIZE THE APPLICABLE RULES OF LAW INTO A COHERENT STRUCTURE
PENALARAN HUKUM bertumpuh pada LOGIKA (aturan
berpikir), :
1. HAKEKAT HUKUM
2. SUMBER HUKUM
3. JENIS HUKUM
14. PENGSTRUKTURAN FAKTA
Hal- hal yang sudah diketahui umum (Notoire*Feiten); langsung diterima sebagai fakta ;
Bentuk Notoire*Feiten :
1. Suatu Pengetahuan Umum
2. Suatu Hukum Kausalitas yang dibenarkan dari pengalaman
15. TERAPKAN STUKTUR KASUS DENGAN
MENGKLASIFIKASIKAN FAKTA – FAKTA HUKUM
CATATAN ;
PERHATIKAN KONSTRUKSI PEMECAHAN
MASALAH HUKUM DAN STRUKTUR
ARGIMENTASI HUKUM
b PERHATIKAN PENDEKATAN
MODULASI (FAKTA - KONSEP) dan
PENDEKATAN TIPOLOGISASI
(KONSEP – FAKTA)
16. F
FACT
I
ISSUE
R
RULE
A
ANALYSIS
CCONCLUSION
Beda kan fakta biasa dengan fakta hukum.
Fakta Hukum :
Perbuatan: pencurian, pemerkosaan, kelalaian
Peristiwa Hukum: kelahiran, kematian, pengesahan
Keadaan: dibawah umur, dibawah pengampuan
PENDEKATA TIPOLOGISASI (Konsep – Fakta)
PENDEKATAN MUDOLISASI (Fakta – Konsep)
Suatu Konsep Hukum tidak dapat digunakan
secara bersamaan (Pidana – Perdata – HTN/HAN)
17. TEORI KEBENARAN
Pragmatis; Korespodensi; Koherensi
an American movement in philosophy founded by C. S. Peirce and William
James ..............................., and that truth is preeminently to be tested by
the practical consequences of belief (bahwa kebenaran lebih dulu harus
diuji oleh konsekuensi praktis dari kepercayaan)
Kebenaran (Korespodensi) yang di sebabkan pada sebab –akibat
(jika......., - maka.....)
Kebenaran (Koherensi) yang didasarkan adanya kesesuaian antara yang
ditelaah dengan aturan yang diterapkan. (Pasal 362 KUHP; Pencurian)
18. F
FACT
I
ISSUE
R
RULE
A
ANALYSIS
CCONCLUSION
Rumusan masalah berdasarkan fakta hukum haruslah
fokus namun mewakili fakta hukum yang ada dan
memenuhi kebutuhan pimpinan atau pemohon
Dalam Pasal 3 UU PTPK “apakah penyalahgunaan wewenang in
haeren (sama) dengan melawan hukum dalam tindak pidana
korupsi ?
“jika perbuatan itu bukan melawan hukum, maka tentu bukan
penyalahgunaan wewenang”, selanjutnya “jika perbuatan itu
bukan penyalahgunaan wewenang, bisa terjadi perbuatan
melawan hukum dalam bentuk yang lain”.
19. F
FACT
I
ISSUE
R
RULE
A
ANALYSIS
CCONCLUSION
SUBJEK NORMA
Pihak Yang Terkena Sasaran Untuk Melaksanakan
Norma tersebut
MODUS DARI PERILAKU OPERATOR NORMA
Sifat Norma Yang Ditetapkan (Perintah, Larangan,
Izin, Dispensasi)
OBJEK NORMA
Rumusan Perilaku Yang Diminta Untuk Dilaksanakan
KONDISI NORMA
Kondisi Yang Dipersyaratkan (termasuk kapan dan
dimana perilaku itu dilaksanakan)
20. Pasal 2 ayat (1) UU tipikor,
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
Subjek Norma :
Operator Norma :
Objek Norma :
Kondisi Norma :
21. Pasal 3 UU Tipikor menyatakan
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama
20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah
Subjek Norma :
Operator Norma :
Objek Norma :
Kondisi Norma :
22. F
FACT
I
ISSUE
R
RULE
A
ANALYSIS
CCONCLUSION
NO IDENTIFIKASI PENYALAGUNAAN
WEWENANG
MELAWAN HUKUM
1 RUANG LINGKUP SPESIES GENUS
2 SUBJEK DELIK PEJABAT ORANG
3 PARAMETER ASAS LEGALITAS; AAUPB ASAS MELAWAN
HUKUM (FORMAL DAN
MATERIIL)
4 BENTUK KESALAHAN OPZET/DOLUS OPZET/DOLUS ATAU
CULPA
Apakah rumusan “dengan tujuan menguntungkan ....” sebagai
kesengajaan (dolus/opzet) atau kealpaan (culpa) ?
Teori Kehendak dan Teori Pengetahuan
Kesengajaan sebagai (1) Maksud; (2) Kepastian; (3) Kemungkinan
Apakah “penyalahgunaan wewenang“ sebagai kesalahan dapat
terjadi karena kealpaan ?
23. DALAM BIDANG HUKUM PERDATA
Teori kausalitas dalam bidang Hukum Perdata mempunyai makna
penting dalam penentuan kerugian akibat wanprestasi (pasal 1243
BW) atau perbuatan melawan hukum (pasal 1365 BW).
Contoh : Wanprestasi/PMH------------------------------------Kerugian
Sebab Akibat
Dalam Hukum perdata dikenal beberapa teori hubungan kausalitas, sebagai
berikut :
(1) Teori Conditio Sine Qua Non;
(2) Teori Causa Proxima, menurut teori ini yang dipandang sebagai
causa /sebab dari atau akibat hanya kejadian terakhir dalam
rangkaian causa;
(3) Teori Individualisasi;
(4) Teori adequate
24. DALAM BIDANG HUKUM ADMINISTRASI
Teori Kausalitas dalam bidang Hukum Administrasi mempunyai makna
penting dalam menentukan kerugian akibat dikeluarkannya Keputusan
Tata Usaha negara. Teori yang digunakan adalah teori akibat langsung.
Contoh :
keputusan TUN --------------------------------- Kerugian
Sebab Akibat
Pasal 1 ayat (9) Undang Undang No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua
Atas undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
disebutkan : "Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis
yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi
tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata";
27. Menurut Bruggink, perumusan kata di dalam suatu norma hukum sebagai
berikut :
1. Perintah; dinyatakan dengan bantuan kata kerja “mengharuskan” (moeten)
atau dengan ungkapan seperti “terikat untuk” (gehouden zijti tot) atau
“berkewajiban untuk” (verplicht zijn tot)
2. Larangan; orang menggunakan kata-kata “tidak boleh’ (nietmogen) atau
“adalah dilarang” (het is verboden)
3. Izin; , orang menggunakan ungkapan “boleh” (mogen), “mempunyai hak
untuk” (het recht hebben om), “dapat” (kunnen), ataupun “berwenang
untuk” (bevoeged zijn tot)
4. Pembebasan (dispensasi); biasanya berkenaan dengan penolakan suatu
perintah (otkenning van een gebod). Biasanya digunakan istilah “tidak
berkewajiban untuk” (niet verplicht zijn om), dan “tidak terikat untuk” (niet
gehoudzen zijn om)
29. Argumentasi Hukum
Dalam penalaran hukum dengan pola
silogisme, argumentasi yang dibangun
bersifat closed logical system.
PREMIS MAYOR merupakan faktor
penentu dalam penarikan kesimpulan.
Perhatikan contoh berikut ini:
Permasalahan hukum konkret:
Seorang jaksa ingin mengajukan upaya hukum
peninjauan kembali. Apakah jaksa berhak?
30. Pengertian
Silogisme Kategoris: bentuk formal
deduksi
yang premis-premisnya dibangun melalui
proposisi-proposisi kategoris.
Perhatikan 3 proposisi kategoris berikut:
P. Mayor Semua perjanjian adalah hubungan hukum yang wajib
ditaati.
P. Minor Jual beli adalah suatu perjanjian.
Konklusi Jual beli adalah hubungan hukum yang wajib ditaati.
31. Silogisme Kategoris
Dari tiga proposisi tersebut muncul TIGAbuah term;
Jumlah tiga term ini tidak boleh kurang, tidak boleh lebih:
1.
2.
3.
Perjanjian
Hubungan Hukum
Jual Beli
Masing-masing term harus muncul sebanyak 2 kali.
Term PERJANJIAN disebut TERM TENGAH (perantara).
P. Mayor Semua PERJANJIN adalah HUBUNGAN HUKUM.
P. Minor JUAL BELI adalah suatu PERJANJIAN.
Konklusi JUAL BELI adalah HUBUNGAN HUKUM.
32. Silogisme Kategoris
Mengapa disebut term tengah?
Perhatikan lingkaran “Euler” berikut ini. Lingkaran merah (M) letaknya di tengah!
Hubungan Hukum
(P)
Hubungan Hukum
(P)
Perjanjian
(M)
Perjanjian
(M) jual beli
(S)
jual beli
(S)
P. Mayor Semua PERJANJIAN adalah HUBUNGAN HUKUM.
P. Minor JUAL BELI adalah suatu PERJANJIAN.
Konklusi JUAL BELI adalah HUBUNGAN HUKUM.
33. M =
=
Terminus Medius (M)
Predikat (P)term tengah/perantara
Subjek
Bentuk Standar 1
SILOGISME KATEGORIS
(standar yang paling direkomendasikan)
P S
M
--------
S = P
P. Mayor Semua PERJANJIAN adalah HUBUNGAN HUKUM.
P. Minor JUAL BELI adalah suatu PERJANJIAN.
Konklusi JUAL BELI adalah HUBUNGAN HUKUM.
34. DALIL ARGUMENTASI
Bentuk-bentuk logika dalam argumentasi dibedakan atas argumentasi deduksi dan non deduksi dan beberapa
karakteristik logis yang berkaitan dengan bentuk-bentuk tersebut. Tanpa argumentasi tidak ada rasionalitas
dan dengan pendekatan fungsional dapat dirumuskan syarat-syarat argumentasi yang rasional. Kriteria
argumentasi rasional dengan pendekatan ini berkaitan dengan :
1. Bentuk argumentasi (de vorm van de argumentatie), misalnya bentuk argumentasi deduksi.
2. Substansi atau isi argumentasi (de inhoud van de argumentatie) misalnya larangan argumentum ad
hominem (misal satu argumentasi menolak suatu argumentasi karena alasan bahwa yang
bersangkutan bukan orang Indonesia).
3. Prosedur atau hukum acara, misal beban pembuktian.
Dalam BW Pasal 1865 beban pembuktian pada penggugat, tapi dalam UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN,
Pasal 107 disebutkan hakim yang menentukan beban pembuktian. Dengan ketentuan tersebut dalam
perkara perdata, satu gugatan dapat ditolak, karena si penggugat tidak bisa membuktikan dalil-dalilnya,
tetapi alasan itu tidak bisa digunakan hakim dalam mengadili dan memutus sengketa TUN, karena hakim
bisa membebankan pembuktian pada tergugat. Dalam teori hukum, logika hukum bertitik tolak dari model
logika deduksi.
35. LOGIKA DEDUKTIF (Premis Mayor adalah Penentu)
Pasal 17 UU Administrasi Pemerintahan (30 Tahun 2014) menyatakan bahwa
1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan
Wewenang.
2. Larangan penyalahgunaan Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi :
a. larangan melampaui Wewenang;
b. larangan mencampuradukkan Wewenang; dan/atau
c. larangan bertindak sewenang-wenang
Larangan Penyalagunaan Wewenang meliputi :
a. melampaui Wewenang;
b. mencampuradukkan Wewenang; dan/atau
c. bertindak sewenang-wenang
36. LOGIKA DEDUKTIF (Premis Mayor adalah Penentu)
Pasal 17 UU Administrasi Pemerintahan (30 Tahun 2014) menyatakan bahwa
1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan
Wewenang.
2. Larangan penyalahgunaan Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi :
a. larangan melampaui Wewenang;
b. larangan mencampuradukkan Wewenang; dan/atau
c. larangan bertindak sewenang-wenang
Larangan Penyalagunaan Wewenang meliputi :
a. melampaui Wewenang;
b. mencampuradukkan Wewenang; dan/atau
c. bertindak sewenang-wenang