1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dilihat dari tiga ranah yang biasa digunakan dalam dunia pendidikan, yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotor, maka emosi adalah termasuk ke ranah afektif. Emosi banyak
berpengaruh terhadap fungsi-fungsi psikis lainnya, seperti: pengamatan, tanggapan,
pemikiran, dan kehendak. Individu akan mampu melakukan pengamatan atau pemikiran
dengan baik jika disertai dengan emosi yang baik pula. Individu juga akan memberikan
tanggapan atau respon yang positif terhadap suatu objek, manakala disertai dengan emosi
yang positif pula. Sebaliknya, individu akan melakukan pengamatan atau tanggapan yang
negatif terhadap suatu objek, jika disertai degnan emosi yang negatif terhadap objek
tersebut.
Setiap individu yang lahir akan selalu mengalami perkembangan baik itu jasmani
maupun rohani, kognitif, afektif dan psikomotor, tidak henti-hentinya mengalami
perkembangan dari masa ke masa. Termasuk juga emosi yang mengalami perkembangan
karena emosi ini masih tergolong ke dalam ranah afektif (pemahaman). Sehingga setiap
individu harus memantau dan mengarahkan masa-masa perkembangan ini ke arah yang
lebih baik, sebab dalam masa ini termasuk masa yang sulit dikendalikan karena keadaan
jiwa individu tersebut belum matang. Maka dari hal di atas kami tertarik untuk menyusun
makalah ini, yang membahas seputar perkembangan emosi dan proses pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, kami akan merumuskan masalah-masalah yang akan
dibahas dalam bab pembahasan nanti, yaitu:
1. Bagaimana pengertian definisi itu sendiri?
2. Apa saja bentuk-bentuk dari emosi itu?
3. Bagaimana hubungan antara emosi dengan tingkah laku?
4. Bagaimana juga karakteristik perkembangan emosi subjek didik?
5. Fakto-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perkembangan emosi subjek didik?
2. 2
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, kami bertujuan untuk menjelaskan, hal-hal berikut:
1. Pengertian emosi menurut para ahli.
2. Menjelaskan bentuk-bentuk dari emosi itu sendiri.
3. Menjelaskan hubungan antara emosi dengan tingkah laku.
4. Menguraiakn tentang karakteristik perkembangan emosi subjek didik.
5. Menyebutkan dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
emosi subjek didik.
D. Batasan Masalah
kami membatasi masalah peran psikologi pendidikan hanya pada “ emisional “
E. metode penulisan
metode penyusunan makalah yang kami gunakan adalah sudi pustaka.
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Emosi
Banyak sekali definisi mengenai emosi yang dikemukakan oleh para ahli, karena memang
istilah emosi ini menurut Daniel Goleman (1995) yang merupakan pakar “kecerdasan
emosional” makna yang tepat masih sangat membingungkan, baik di kalangan para ahli
psikologi maupun ahli filsafat dalam kurun waktu selama lebih dari satu abad. Karena
sedemikian membingungkannya makna emosi itu, maka Daniel Goleman mendifinisikan
emosi dengan merujuk kepada makna secara harfiah, yang diambil dari “Oxford English
Dictionary” yang memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran,
perasaan dan nafsu; setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Lebih lanjut dia
mengatakan bahwa emosi itu merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang
khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk
bertindak.
Menurut Chaplin (1989) dalam “Dictionary of Psychology” mendefinisikan emosi sebagai
suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang
disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin membedakan antara
emosi dengan perasaan, dan dia mendefinisikan perasaan (feeling) adalah pengalaman
disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam
keadaan jasmaniah.
Jadi, dengan demikian, emosi adalah suatu respon terhadap suatu perangsang yang
menyebabkan perubahan fisiologi disertai dengan perasaan yang kuat dan biasanya
mengandung kemungkinan untuk meletus. Respon demikian terjadi terhadap perangsang-
perangsang eksternal maupun internal. Dengan definisi ini semakin jelas perbedaan antara
emosi denan perasaan, bahkan di sini tampak jelas bahwa perasaan itu termasuk ke dalam
emosi atau menjadi bagian dari emosi.
Menurut Daniel Goleman, sesungguhnya ada ratusan emosi dengan berbagai variasi,
campuran, mutasi, dan nuansanya sehingga makna yang dikandungnya lebih banyak, lebih
kompleks dan lebih halus daripada kata dan definisi yang digunakan untuk menjelaskan
emosi.
4. 4
B. Bentuk-bentuk Emosi
Meskipun emosi sedemikian kompleksnya, namun Daniel Goleman sempat
mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu:
1. Amarah; di dalamnya meliputi sifat beringas, mengamuk, benci, marah besar,
jengkel, kesal hati, berang, tersinggung dan kebencian patologis.
2. Kesedihan; di dalamnya meliputi pedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri,
kesepian, ditolak, putus asa dan depresi.
3. Rasa takut; di dalamnya meliputi cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan
takut sekali, sedih, wasapada, tidak tenang dan pobia.
4. Kenikmatan; meliputi bahagia, gembira, ringan puas, riang, senang, terhibur,
bangga, kenikmatan inderawi, terpesona dan mania.
5. Cinta; meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat,
hormat, kasmaran, dan kasih sayang.
6. Terkejut; meliputi terkesiap, takjub dan terpana.
7. Jengkel; meliputi hina, muak, jijik, benci dan mau muntah.
8. Malu; meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, dan hati hancur lebur.
Dari daftar emosi di atas, berdasarkan temuan penelitian Paul Ekman dari University of
California di San Fransisco, ternyata ada bahasa emosi yang dikenal oleh seluruh bangsa di
dunia, yakni emosi yang diwujudkan dalam bentuk ekspresi wajah yang di dalamnya
mengandung emosi takut, marah, sedih, dan senang. Dan ini benar-benar dikenali oleh
bangsa seluruh dunia meski berbeda budaya, bahkan bangsa-bangsa yang buta huruf, yang
belum tercemar oleh siaran televisi sekalipun mereka kenal. Dengan demikian, ekspresi
wajah sebagai representasi dari emosi itu memiliki universalitas tentang emosi tersebut.
C. Hubungan antara Emosi dengan Tingkah Laku
Melalui teori “kecerdasan emosional” yang dikembangkannya, Daniel Goleman
mengemukakan sejumlah ciri utama pikiran emosional sebagai bukti bahwa emosi
memainkan peranan penting dalam pola berpikir maupun tingkah laku individu. Adapun ciri
utama pikiran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Repons yang Cepat Tetapi Ceroboh
Pikiran yang emosional itu ternyata jauh lebih cepat dari pada pikiran yang rasional karena
pikiran emosional sesungguhnya langsung melompat bertindak tanpa mempertimbangkan
apapun yang akan dilakukannya. Karena kecepatannya itu sehingga sikap hati-hati dan
proses analistis dalam berpikir dikesampingkan begitu saja sehingga tidak jarang menjadi
ceroboh. Padahal, kehati-hatian dan analistis itu sesungguhnya merupakan ciri khas dari
proses kerja akal dalam berpikir. Namun, demikian, di sisi lain pikiran emosional ini juga
memiliki suatu kelebihan, yakni membawa rasa kepastian yang sangat kuat dan di luar
5. 5
jangkauan normal sebagaimana yang dilakukan oleh pikiran rasional. Misalnya, seorang
wanita yang karena sangat takut dan terkejutnya melihat binatang yang selama ini sangat
ditakutinya, maka dia mampu melompati parit yang menurut ukuran pikiran rasional tidak
akan mungkin dapat dilakukannya.
2. Mendahulukan Perasaan Baru Kemudian Pikiran
Pada dasarnya, pikiran rasional sesungguhnya membutuhkan waktu sedikit lama
dibandingkan dengan pikiran emosional sehingga dorongan yang lebih dahulu muncul
adalah dorongan hati atau emosi, baru kemudian dorongan pikiran. Dalam urutan respon
yang cepat, perasaan mendahului atau minimal berjalan serempak dengan pikiran. Reaksi
emosional gerak cepat ini lebih tampak dalam situasi-situasi yang mendesak dan
membutuhkan tindakan penyelamatan diri. Keputusan model ini menyiapkan individu dalam
sekejap untuk siap siaga menghadapi keadaan darurat. Di sinilah keuntungan keputusan-
keputusan cepat yang didahului oleh perasaan atau emosi. Namun demikian, di sisi lain, ada
juga reaksi emosional jenis lambat yang lebih dahulu melakukan penggodongan dalam
pikiran sebelum mengalirkannya ke dalam perasaan. Keputusan model kedua ini sifatnya
lebih disengaja dan biasanya individu lebih sadar terhadap gagasan-gagasan yang akan
dikemukakannya. Dalam reaksi emosional jenis ini, ada suatu pemahaman yang lebih luas
dan pikiran memainkan peranan kunci dalam menentukan emosi-emosi apa yang akan
dicetuskannya.
3. Memperlakukan Realitas Sebagai Realitas Simbolik
Logika pikiran emosional, yang disebut juga sebagai logika hati, itu bersifat asosiatif. Dalam
arti memandang unsur-unsur yang melambangkan suatu realitas itu sama dengan realitas
itu sendiri. Oleh sebab itu, seringkali berbagai perumpamaan, pantu, kiasan dan teater
secara langsung ditujukan kepada pikiran emosional. Para ulama pensyiar agama dan para
guru spiritual termasyhur pada umumnya dalam menyampaikan ajaran-ajarannya
senantiasa berusaha menyentuh hati para pengikutnya dengan cara berbicara dalam
bahasa emosi, dengan mengajar melalui perumpamaan, fabel, filsafat, ibarat dan kisah-
kisah yang sangat menyentuh perasaan. Oleh karena itulah, ajaran-ajaran orang-orang bijak
itu dengan cepat dan mudah dimengerti pikiran rasional, sesungguhnya simbol-simbol dan
berbagai ritual keagamaan itu tidak sedemikian bermakna jika dibandingkan dengan sudut
pandang pikiran emosional.
6. 6
4. Masa Lampau Diposisikan Sebagai Masa Sekarang
Dari sudut pandang ini, apabila sejumlah ciri suatu peristiwa tampak serupa dengan
kenangan masa lampau yang mengandung muatan emosi, maka pikiran emosional akan
menanggapinya dengan memicu perasaan-perasaan yang berkaitan dengan peristiwa yang
diingat itu. Pikiran bereaksi terhadap keadaan sekarang seolah-olah keadaan itu adalah
masa lampau. Kesulitannya adalah, terutama apabila penilaian terhadap masa lampau itu
cepat dan otomatis, barangkali kita tidak menyadari bahwa yang dahulu memang begitu,
ternyata sekarang sudah tidak lagi seperti itu.
D. Karakteristik Perkembangan Emosi Subjek Didik
Masa remaja adalah masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa, maka
status remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya. Conny Semiawan
mengibaratkan: “terlalu besar untuk serbet, tetapi terlalu kecil untuk taplak meja” karena
sudah bukan anak-anak lagi, tetapi juga belum dewasa. Masa remaja biasanya memiliki
energi yang besar, emosi berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna.
Remaja juga sering mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang dan khawatir kesepian.
Secara garis besar, masa remaja dapat dibagi ke dalam empat periode, yaitu: periode pra-
remaja, remaja awal, remaja tengah, dan remaja akhir. Adapun karakteristik untuk setiap
periode adalah sebagai berikut:
1. Periode Pra-remaja
Selama periode ini terjadi gejala-gejala yang hampir sama antara remaja pria maupun
wanita. Perubahan fisik belum begitu tampak jelas, tetapi pada remaja putri biasanya
memperlihatkan penambahan berat badan yang cepat sehingga mereka merasa
kegemukan. Gerakan-gerakan mereka mulai menjadi kaku. Perubahan ini disertai sifat
kepekaan terhadap rangsang-rangsang dari luar, responnya biasanya berlebihan sehingga
mereka mudah tersinggung dan cengeng, tetapi cepat merasa senang atau bahkan
meledak-ledak.
2. Periode Remaja Awal
Selama periode ini perkembangan gejala fisik yang semakin tampak jelas adalah perubahan
fungsi alat-alat kelamin. Karena perubahan alat-alat kelamin serta perubahan fisik yang
semakin nyata ini, remaja seringkali mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan itu. Akibatnya, tidak jarang mereka cenderung menyendiri sehingga
tidak jarang pula merasa terasing, kuran perhatian dari orang lain, atau bahkan merasa tidak
ada orang yang mau mempedulikannya. Kontrol terhadap dirinya bertambah sulit dan
mereka cepat marah dengan cara-cara yang kurang wajar untuk meyakinkan dunia
7. 7
sekitarnya. Perilaku seperti ini sesungguhnya terjadi karena adanya kecemasan terhadap
dirinya sendiri sehingga muncul dalam reaksi yang kadang-kadang tidak wajar.
3. Periode Remaja Tengah
Tanggung jawab hidup yang harus semakin ditingkatkan oleh remaja untuk dapat menuju ke
arah mampu memikul sendiri seringkali menimbulkan masalah tersendiri bagi remaja.
Karena tuntutan peningkatan tanggungjawab ini tidak hanya datang dari orang tua atau
anggota keluarganya melainkan juga dari masyarakat sekitarnya, maka tidak jarang
masyarakat juga terbawa-bawa menjadi masalah bagi remaja. Melihat fenomena yang
sering terjadi dalam masyarakat yang seringkali juga menunjukkan adanya kontradiksi
dengan nilai-nilai moral yang mereka ketahui, maka tidak jarang juga remaja mulai
meragukan tentang apa yang disebut baik atau buruk. Akibatnya, remaja seringkali ingin
membentuk nilai-nilai mereka sendiri yang mereka anggap benar, baik, dan pantas untuk
dikembangkan di kalangan mereka sendiri.
4. Periode Remaja Akhir
Selama periode ini remaja mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mulai
mampu menunjukkan pemikiran, sikap, dan perilaku yang semakin dewasa. Oleh sebab itu,
orang tua dan masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada
mereka. Interaksi dengan orang tua juga menjadi lebih bagus dan lancar karena mereka
sudah semakin memiliki kebebasan yang relatif terkendali serta emosinya pun mulai stabil.
Pilihan arah hidup sudah semakin jelas dan mulai mampu mengambil pilihan serta
keputusan tentang arah hidupnya secara lebih bijaksana meskipun belum bisa secara
penuh. Mereka juga mulai memilih cara-cara hidupnya yang dapat dipertanggungjawabkan
terhadap dirinya sendiri, orang tua, dan masyarakat.
E. Proses Pembelajaran untuk Membantu Perkembangan Emosi Subjek Didik
Intervensi pendidikan untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat berkembang ke arah
kecerdasan emosional, adalah dengan menggunakan intervensi yang dikemukakan oleh
W.T. Grant Consortium tentang “unsur-unsur aktif program pencegahan”, sebagai berikut:
1. Pengembangan Keterampilan Emosional
Cara yang dapat dilakukan antara lain:
1. Mengidentifikasi dan memberi nama-nama atau label-label perasaan
2. Mengungkapkan perasaan
3. Menilai intensitas perasaan
4. Mengelola perasaan
5. Menunda pemuasan
8. 8
6. Mengendalikan dorongan hati
7. Mengurangi stress
8. Memahami perbedaan antara perasaan dan tindakan
2. Pengembangan Keterampilan Kognitif
Cara yang dapat dilakukan antara lain:
1. Belajar melakukan dialog batin,untuk mengatasi dan menghadapi masalah atau
memperkuat perilaku diri sendiri.
2. Belajar membaca dan menafsirkan isyarat-isyarat sosial.
3. Belajar menggunakan langkah-langkah penyelesaian masalah dan pengambilan
keputusan, seperti mengendalikan dorongan hati, menentukan sasaran.
4. Belajar memahami sudut pandang orang lain (empati).
5. Belajar bersikap positif terhadap kehidupan.
6. Belajar mengembangkan kesadaran diri, misal mengembangkan harapan-harapan
yang realistis tentang diri sendiri.
3. Pengembangan Keterampilan Perilaku
Cara yang bisa dilakukan antara lain:
1. Belajar keterampilan komunikasi non-verbal; misal, komunikasi lewat pandangan
mata, ekspresi wajah, posisi tubuh dan lain-lain.
2. Belajar keterampilan komunikasi verbal; misal mengajukan permintaan-permintaan
dengan jelas, menolak pengaruh negatif dan sejenisnya.
9. 9
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari uraian-uraian di atas, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, bahwa emosi
adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setipa keadaan mental
yang hebat dan meluap-luap. Sedangkan perasaan (feeling) adalah pengalaman disadari
yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-bermacam
keadaan jasmaniah.
Karakteristik perkembangan emosi remaja sejalan dengan perkembangan masa remaja itu
sendiri, yaitu:
(a) perubahan fisik tahap awal pada periode pra remaja,
(b) periode remaja tengah,
(c) periode remaja akhir.
Kemudian lima faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah:
(a) perubahan jasmani,
(b) perubahan pola interaksi dengan orang tua,
(c) perubahan interaksi dengna teman sebaya,
(d) perubahan pandangan luar,
(e) perubahan interaksi dengan sekolah.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan emosi remaja agar berkembang ke
arah kecerdasan emosional antara lain dengan belajar mengembangkan:
(a) keterampilan emosional,
(b) keterampilan kognitif dan
(c) keterampilan perilaku.
B. SARAN
makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan apabila ada kesalahan mohon
kritikan dari pembaca yang sifatnya membangun.
10. 10
DAFTAR PUSTAKA
Fawzi Aswin Hadis (1991).Perilaku Menyimpang Remaja Ditinjau dari Psikologi
Perkembangan.Jakarta: Makalah Disampaikan pada Seminar tentang Problematik
Remaja Kita dan Tantangan Masa Depannya, 5 Nopember 1991
Conny Semiawan; A.S. Munandar; dan S.C.U. Munandar (1984).Memupuk Bakat
dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah: Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua.
Jakarta: Gramedia.
Utami Munandar (1992).Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.