1. GNA adalah reaksi imunologi yang menyerang glomerulus ginjal dan sering ditemukan pada anak usia 3-7 tahun yang didahului infeksi.
2. Gejalanya berupa protein dan darah dalam urin, bengkak, demam, dan gangguan fungsi ginjal.
3. Pengobatan berfokus pada menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan mencegah infeksi.
Askep anak glumerulonefritis akut AKPER PENKAB MUNA
1. ASKEP ANAK GLUMERULONEFRITIS AKUT
ASUAHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN GLUMERULONEFRITIS AKUT
a. Pengertian
Glumerulonefritis akut [ GNA ] adalah penyakit yang menyerang glomeruli dari kedua
ginjal, sebagai suatu reaksi imunologi terhadap bakteri atau virus tertentu.
GNA sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun, lebih sering pada pria.
Biasanya didahului oleh infeksi ekstrarenal, terutama di traktus respiratorius bagian atas
dan kulit.
b. Etiologi :
Faktor etiologinya banyak dan bervariasi :
- Reaksi imunologi : infeksi lupus erythematosus, streptococus.
- Cedera vaskuler : Hipertensi, DM.
- Koagulasi koagulan yang menyebar [ DIC ]
c. Patofisiologi
GNA adalah akibat reaksi antigen antibodi dengan jaringan glumerulus yang
menimbulkan bengkak dan kematian sel—sel kapiler [ epitel, membran lapisan bawah,
dan endotelium.] Reaksi antigen antibodi mengaktifkan jalur komplemen yang
berdampak chemotaksis kepada polymorfonuklear [ PMN ] lekosit dan mengeluarkan
ensim lisosomal yang menyerang membran dasar glomerolus yang menimbulkan
peningkatan respon pada ketiga jenis sel glomerulus.
Tanda dan gejala yang berefleksi kepada kerusakan glumerulus dan terjadi kebocoran
protein masuk kedalam urin [ proteinuri dan eritrosit / hematuri ]. Karena proses penyakit
berlanjut terjadilah parut yang berakibat menurunnya filtrasi glumerulus dan berdampak
oliguri dan retensi air, sodium dan produk sisa nitrogen. Kesemuanya ini berdampak
meningkatnya volume cairan, edem, dan asotemia yang yang ditampilkan melalui napas
pendek, edem yang dependen, sakit kepala, lemah dan anoreksia.
d. Gejala klinik
Gejala yang sering adalah hematuri ; kadang-kadang disertai edema ringan disekitar mata
/ seluruh tubuh umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila payah jantung dan
hipertensi.
Bila terjadi kerusakan ginjal maka tekanan darah akan tinggi . Suhu tubuh tidak seberapa
tinggi tapi dapat tinggi pada hari pertama . Muntah tidak nafsu makan, konstipasi dan
diare tidak jarang menyertai GNA.
2. Reaksi imunologi
Bengkak & Kematian
Sel-sel kapiler Glumerolus
Jalur komplemen aktif
[chemotaksis]
ensim lisosomal menyerang BGM
Kerusakan glumerulus
[proteinuri dan hematuri]
timbul parut
fungsi glumerulus berkurang
Pengkajian keperawatan :
1. Identitas Klien:
GNA adalah suatu reaksi imunologi yang sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun
lebih sering pada pria
2. Riwayat penyakit sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus eritematosus atau
penyakit autoimun lain.
3. Riwayat penyakit sekarang : Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging,
bengkak sekitar mata dan seluruh tubuh. Tidak nafsu makan, mual , muntah dan diare.
Badan panas hanya sutu hari pertama sakit.
4. Pertumbuhan dan perkembangan :
- Pertumbuhan :
BB = 9x7-5/2=29 kg [ Behrman ], menurut anak umur 9 tahun Bbnya adalah BB umur 6
tahun = 20 kg ditambah 5-7 lb pertahun = 26 - 29 kg, tinggi badan anak 138 cm. Nadi 80
—100x/menit, dan RR 18-20x/menit,, tekanan darah 65-108/60-68 mm Hg. Kebutuhan
kalori 70-80 kal/kgBB/hari. Gigi pemanen pertama /molar ,umur 6-7 tahun gigi susu
mulai lepas, pada umur 10—11 tahun jumlah gigi permanen 10-11 buah.
- Perkembangan :
Psikososial : Anak pada tugas perkembangan industri X inferioritas, dapat menyelesaikan
tugas menghasilkan sesuatu
Psikoseksual :
3. 5. Pengkajian Perpola
1]. Pola nutrisi dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban
sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh
tubuh. Klien mudah mengalami infeksi karena adanya depresi sistem imun. Adanya
mual , muntah dan anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat. BB
meningkat karena adanya edema. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
2]. Pola eliminasi :
eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi uri : gangguan pada glumerulus menyebakan
sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan
natrium pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria
sampai anuria ,proteinuri, hematuria.
3]. Pola Aktifitas dan latihan :
Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus karena
adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan
jantung dan dan tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai
bila tekanan ddarah sudah normaal selama 1 minggu. Adanya edema paru maka pada
inspeksi terlihat retraksi dada, pengggunaan otot bantu napas, teraba , auskultasi
terdengar rales dan krekels , pasien mengeluh sesak, frekuensi napas. Kelebihan beban
sirkulasi dapat menyebabkan pemmbesaran jantung [ Dispnea, ortopnea dan pasien
terlihat lemah] , anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh spasme pembuluh
darah. Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan gagal jantung. Hipertensi
ensefalopati merupakan gejala serebrum karena hipertensi dengan gejala penglihatan
kabur, pusing, muntah, dan kejang-kejang. GNA munculnya tiba-tiba orang tua tidak
mengetahui penyebab dan penanganan penyakit ini.
4]. Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia. keletihan,
kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
5]. Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi. Hipertemi
terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi karena inumnitas yang
menurun.
6]. Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan perawatan yang
lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti semula
7]. Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh dan lingkungan perawatann yang
baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
8]. Toleransi koping
9]. Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan sebelum tidur.
Pemeriksaan penunjang :
1. LED tinggi dan Hb rendah
2. Kimia darah:
4. Serum albumin turun sedikit, serum komplemen turun, ureum dan kreatinin naik. Titer
antistreptolisin umumnya naik [ kecuali infeksi streptokok yang mendahului mengenai
kulit saja ].
3. Jumlah urin mengurang, BJnya rendah , albumin +, erittrosit ++, leukosit + dan
terdapat silinder leukosit, Eri dan hialin.
4. Kultur darah dan tenggorokan : ditemukan kuman streptococus Beta Hemoliticus gol A
5. IVP : Test fungsi Ginjal normal pada 50 % penderita
6. Biopsi Ginjal : secara makroskopis ginjal tampak membesar, pucat dan terdapat titik-
titik perdarahan pada kortek. Mikroskopis ttampak hammpir semua glomerulus terkena.
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga lumen dan ruang simpai
Bowman , Infiltrasi sel epitelkapsul dan sel PMN dan monosit. Pada pemeriksaan
mikroskop elektron tampak BGM tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di sub epitel
mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemenn dan antigen streptokokus.
.
Diagnosa keperawatan :
1. Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan protein dan disfungsi ginjal
2. Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi ginjal.
3. Potensial terjadi infeksi [ ISK, lokal, sistemik ] b.d. depresi sistem imun
4. Potensial gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal b.d. resiko krisis
hipertensi.
5. Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan edema.
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit, perawatan dirumah dan instruksi evaluasi.
Rencana keperawatan
1. Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan protein dan ddisfungsi ginjal
Tujuan : Klien dapat toleransi dengan aktifitas yang dianjurkan.
Rencana Rasional
1. Pantau kekurangan protein yang berlebihan [ proteinuri, albuminuria ]
2. Gunakan diet protein untuk mengganti protein yang hilang.
3. Beri diet tinggi protein tinggi karbohidrat.
4. Tirah baring
5. Berikan latihan selama pembatasan aktifitas
6. Rencana aktifitas denga waktu istirahat.
7. Rencanakan cara progresif untuk kembali beraktifitas normal ; evaluasi tekanan darah
dan haluaran protein urin.
1. Kekurangan protein beerlebihan dapat menimbulkan kelelahan.
2. Diet yang adekuat dapat mengembalikan kehilangan
5. 3. TKTP berfungsi menggantikan
4. Tirah baring meningkatkan mengurangi penggunaan energi.
5. Latihan penting untu kmempertahankan tunos otot
6. Keseimbangan aktifitas dan istirahat mempertahankan kesegaran.
7. Aktifitas yang bertahap menjaga kesembangan dan tidak mmemperparah proses
penyakit
2. Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi ginjal.
Tujuan : Klien tidak menunjukan kelebihan volume cairan
Rencana Rasional
1. Pantau dan laporkan tanda dan gejala kelebihan cairan :
2. Ukur dan catat intak dan output setiap 4-8 jam
3. Catat jumlah dan karakteristik urine
4. Ukur berat jenis urine tiap jam dan timbang BB tiap hari
5. Kolaborasi dengan gi i dalam pembatasan diet natrium dan protein
6. Berikan es batu untuk mengontrol rasa haus dan maasukan dalam perhitungan intak
7. Pantau elektrolit tubuh dan observasi adanya tanda kekurangan elektrolit tubuh
- Hipokalemia : kram abd,letargi,aritmia
- Hiperkalemia : kram otot, kelemahan
- Hipokalsemia : peka rangsang pada neuromuskuler
- Hiperfosfatemia: hiperefleksi,parestesia, kram otot, gatal, kejang
- Uremia : kacau mental, letargi,gelisah
8. Kaji efektifitas pemberian elektrolit parenteral dan oral
1,2. Memonitor kelebihan cairan sehingga dapat dilakukan tindakan penanganan
3,4.Jumlah , karakteristik urin dan BB dapat menunjukan adanya ketidak seimbangan
cairan.
5.Natrium dan protein meningkatkan osmolaritas sehingga tidak terjadi retriksi cairan.
7. Rangsangan dingin ddapat merangsang pusat haus
8. Memoonitor adanya ketidak seimbangan elektrolit dan menentukan tindakan
penanganan yang tepat.
8.Pemberian elektrolit yang tepat mencegah ketidak seimbangan elektrolit.
3. Potensial terjadi infeksi [ ISK, lokal, sistemik ] b.d. depresi sistem imun
Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi setelah diberikan asuhan keperawatan.
Rencana Rasional
1. Kaji efektifitas pemberian imunosupresan
6. 2. Pantau leukosit
3. Pantau suhu tiap 4 jam
4. Perhatikan karakteristik urine, kolaborasi jikka keruh dan berbau
5. Hindari pemakaian alat/kateter pada saluran uriine
6. Pantau tanda dan gejala ISK dan lakukan tindakan pencegahan ISK.
7. Gunakan dan anjurkan tehnik cuci tangan yang baik.
8. Anjurkan pada klien untuk menghindari orang terinfeksi
9. Lakukan pencegahan kerusakan integritas kulit
10. Anjurlkan pasien ambulasi dini.
1.Imunosupresan berfunsi menekan sisteem imun bila pemberiannya tidak ekeftif maka
tubbuh akan sangat rentan terhadap infeksi
2.Indikator adanya infeksi
3.Memonitor suhu & mengantipasi infeksi
4. Urine keruh mmenunjukan adanya infeksi saluran kemiih
5. Kateter dapat menjadi media masuknya kuman ke saluran kemih
6. Memonitor adanya infeksi sehingga dapat dilakukan tindakan dengan cepat
7. Tehnik cuci tangan yang baik dapat memutus rantai penularan.
8. Sistim imun yang terganggu memudahkan untu terinfeksi.
9. Kerusakan integritas kulit merupakan hilangnya barrier pertama tubuh
4. Potensial gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal b.d. resiko krisis
hipertensi.
Tujuan : Klien tidak mengalami perubahan perfusi jaringan.
Rencana Rasional
1. Pantau tanda dan gejala krisis hipertensi [ Hipertensi, takikardi, bradikardi, kacau
mental, penurunan tingkat kesadaran, sakit kepala, tinitus, mual, muntuh, kejang dan
disritmia].
2. Pantau tekanan darah tiap jam dan kolaborasi bila ada peningkatan TD sistole >160
dan diastole > 90 mm Hg
3. Kaji keefektifan obat anti hipertensi
4. Pertahankan TT dalam posisi rendah 1. Krisis hipertensi menyebabkan suplay darah ke
organ tubuh berkurang.
2. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan suplay darah berkurang.
3. Efektifitas obat anti hipertensi penting untuk menjaga adekuatnya perfusi jarringan.
4. Posisi tidur yang rendah menjaga suplay darah yang cukup ke daerah cerebral
5. Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan edema.
Tujuan : Klien tidak menunjukan adanya perubahan integritas kulit selama menjalani
perawatan.
Rencana Rasional
1. Kaji kulit dari kemerahan, kerusakan, memar, turgor dan suhu.
2. Jaga kulit tetap kering dan bersih
3. Bersihkan & keringkan daerah perineal setelah defikasi
4. Rawat kulit dengan menggunakan lotion untuk mencegah kekeringan untuk daerah
pruritus.
7. 5. Hindari penggunaan sabun yang keras dan kasar pada kulit klien
6. Instruksikan klien untuk tidak menggaruk daerah pruritus.
7. Anjurkan ambulasi semampu klien.
8. Bantu klien untuk mengubah posisi setiap 2 jam jika klien tirah baring.
9. Pertahankan linen bebas lipatan
10. Beri pelindung pada tumit dan siku.
11. Lepaskan pakaian, perhiasan yang dapat menyebabkan sirkulasi terhambat.
12. Tangani area edema dengan hati -hati.
13. Berikan suntikan dengan hati-hati .
14. Perttahankan nutrisi adekuat. 1. Mengantisipasi adanya kerusakan kulit sehingga
dapat diberikan penangan dini.
2,3. Kulit yang kering dan bersih tidak mudah terjadi iritasi dan mengurangi media
pertumbuhan kuman.
4. Lotion dapat melenturkan kulit sehingga tidak mudah pecah/rusak.
5.Sabun yang keras dapat menimbulkan kekeringan kulit dan sabun yang kasar dapat
menggores kulit.
6. Menggaruk menimbulkan kerusakan kulit.
7,8.Ambulasi dan perubahan posisi meningkatkan sirkulasi dan mencegah penekanan
pada satu sisi.
10. Lipatan menimbulkan ttekanan pada kulit.
11. Sirkulasi yang terhambat memudahkan terjadinya kerusakan kulit..
12. Elastisitas kulit daerah edema sangat kurang sehingga mudah rusak
14. Nutrisi yang adekuat meningkatkan pertahanan kulit
DAFTAR PUSTAKA
Tucker Mrrtin, at al. [1998] , Standar Perawatan Pasien, “ Proses Keperawatan, Diagnosa,
dan evaluasi “, EGC, Jakarta.
Long Barbara C.,[1989], Essential of Medical-Surgikal Nursing a Nursing Process
Approach, The CV Mosby Company St Louis, USA.
Junadi Purnaman, at al , [1997] Kapita Selekta Kedokteran , Media Aeskulapius, Jakarta.
8. 1. Pengertian
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh
proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari),
hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria,
hiperkoagulabilitas
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia
dan hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan
fungsi ginjal.
2. Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap
sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
a. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah
edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua
pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa
9. neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam
bulan-bulan pertama kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
1. Malaria kuartana atau parasit lain.
2. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3. Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah,
air raksa.
5. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
c. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya ) 75 – 80 %.
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu:
kelainan minimal, nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan
glomerulosklerosis fokal segmental.
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang muncul pada Sindrom nefrotik adalah:
1. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka, genital, dan jaringan periorbital.
2. Oligouri
3. Hematuri.
4. Respirasi disstres.
5. Hipertensi.
6. Mual, anoreksia, diare.
7. Anemia, pasien mengalami edema paru.
8. Tromboemboli
4. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak
dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat
dengan mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
10. Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura
anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang
terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan
proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi
pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
5. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan
oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum
diketahui yang terkait dengan hilannya muatan negative gliko protein dalam dinding
kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan
protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari
kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin.
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari
albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila
kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui
secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/
osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial
menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun
dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan
volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini
mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh
darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan
merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal
dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air
dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi
karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat
edema.
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan
mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan
lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang
sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun
11. karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan
arteriosclerosis.
6. Dampak Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
Daftar Pustaka
1. Reeve, CJ. Roux, G. Lochart, R. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Salemba
Medika, Jakarta.
2. Stephen J. McPhee, MD dan William F. Ganong, MD. 2005. Pathophysiology.
California.
3. Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson. 1995. Konsep Klinis Proses Penyakit. EGC.
4. Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI.