Uji coba menggunakan limbah cair tahu sebagai pupuk organik menunjukkan hasil yang berbeda pada tanaman tomat dan cabai. Pemberian pupuk organik dari limbah cair tahu 100% memberikan pertumbuhan terbaik pada tomat, namun kurang efektif pada cabai, diduga karena perbedaan kebutuhan pH tanah optimal masing-masing tanaman.
Peningkatan kualitas pupuk organik produksi pokta rukun sejahtera desa bualo ...NurdinUng
Β
Provision of organic fertilizers was done as an alternative to reduce dependence on inorganic fertilizers, even though they were substantive in nature. Apart from being one of the solutions to the scarcity of subsidized fertilizers, it was also an effort to increase agricultural production, as well as protect the plant environment from pollution and maintain soil fertility. The production of organic fertilizers from local agricultural waste has been proven and successfully carried out by farmer groups based on visual criteria that are fine-textured, black in color and smell of soil. Testing of the nutritional content of organic fertilizers has been carried out and the results prove that the minimum technical requirements for solid organic fertilizers have been met, so that larger scale production can be carried out by farmer groups. To follow up on this activity, suggestions that need to be made include: (a) the potential for agricultural waste from sugarcane and oil palm plantations that has not been used in the manufacture of organic fertilizers can be used as raw material, so that it will enrich the nutritional content and the novelty of this organic fertilizer; (b) the need for licensing for the production of organic fertilizer for farmer groups requires assistance from the instant dan associated with these authority dan regulation; and (c) the need for good and attractive packaging, so that it will market-oriented.
Peningkatan kualitas pupuk organik produksi pokta rukun sejahtera desa bualo ...NurdinUng
Β
Provision of organic fertilizers was done as an alternative to reduce dependence on inorganic fertilizers, even though they were substantive in nature. Apart from being one of the solutions to the scarcity of subsidized fertilizers, it was also an effort to increase agricultural production, as well as protect the plant environment from pollution and maintain soil fertility. The production of organic fertilizers from local agricultural waste has been proven and successfully carried out by farmer groups based on visual criteria that are fine-textured, black in color and smell of soil. Testing of the nutritional content of organic fertilizers has been carried out and the results prove that the minimum technical requirements for solid organic fertilizers have been met, so that larger scale production can be carried out by farmer groups. To follow up on this activity, suggestions that need to be made include: (a) the potential for agricultural waste from sugarcane and oil palm plantations that has not been used in the manufacture of organic fertilizers can be used as raw material, so that it will enrich the nutritional content and the novelty of this organic fertilizer; (b) the need for licensing for the production of organic fertilizer for farmer groups requires assistance from the instant dan associated with these authority dan regulation; and (c) the need for good and attractive packaging, so that it will market-oriented.
ANALISIS PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR (POC) DARI YAKULT DAN AIR BERASnursyifatiara
Β
Indonesia dikenal sebagai negara agraris terbesar di dunia, dikarenakan banyaknya masyarakat yang bekerja di bidang pertanian. Seiringnya perkembangan zaman, Indonesia mengalami kemunduran terkait kesuburan dan kerusakan tanah yang diakibatkan ketidakseimbangan unsur di dalam tanah seperti pencemaran tanah dan air yang dipengaruhi aktivitas alam dan manusia. Untuk dapat mendukung kembali sektor pertanian, perlu adanya nutrisi untuk tanah yaitu pupuk agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Metode yang digunakan dalam dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian, menunjukkan kandungan di dalam minuman Yakult (Lactobacillus casei shirota strain) yang dikombinasi dengan larutan air cucian beras menghasilkan pupuk cair organic yang baik dan bagus untuk menutrisi tanah maupun tanaman.
Prototipe Alat pengering Otomatis Berbasis Gerbang LogikaAffandi Arrizandy
Β
Telah dirancang prototipe alat pengering otomatis dengan mengaplikasikan rangkaian gerbang logika, untuk menentukerja alat pengering otomatis. Prototipe alat pengering memanfaatkan tiga buah push on yang
saumsikan sebagai sensor suhu, sensor cahaya dan sensor kelembaban. 50 persen kerja alat sangat ditukan oleh kelembaban lingkungan luar, sedangkan 25 persen sisanya ditentukan oleh suhu dan intensitas cahaya. Alasan mengapa parameter kelembaban dipilih sebagai faktor utama kerja alat adalah
karena kelembaban merupakan lawan dari kering, sehingga dalam hal ini, prototipe alat pengering yang di
buat diharapkan dapat menjadi alternatif saat musim hjan dan keadaan lembab. Berdasarkan pereancang dkondisi yang telah diinginkanan, maka digunakan jenis gerbang logika AND dan OR sebagai rangkaianyang cocok untuk prototipe alat pengering tersebut.
Solusi Persamaan Laplace Dua Dimensi Untuk Metode NumerikAffandi Arrizandy
Β
Persamaan laplace umumnya digunakan dalam menganalisis persebaran panas maupun potensial listrik dalam suatu bahan, dimana bentuk persamaan tersebut dapat diubah kedalam bentuk numeriknya melalui pendekatan numerik guna mempermudah perhitungan. Selain itu untuk mempercepat iterasi juga dapat digunakan metode SOR.
1. Komposisi Limbah Cair Tahu Sebagai Bahan Pupuk Organik di Dusun
Lingkung Daye, Desa Puyung, Kabupaten Lombok Tengah
Cooprativ Author : Prof.Ir.Sunarpi, Ph.D
*Rekomendasi pengutipan: KKN Internasional Universitas Mataram (2018). Artikel ini merupakan kontribusi dari Ilham
Bintang, Aldian W. Septiadi, Febria Safitra, Humaira I. Illina, I Md. Dwi Mahardika, Kartini Yuliana, Nurhidayanti, Nur L.
Qadariah, M. Irsyad A. Ghafari, Muhammad Iksanul, Rian Afandi, Romi Miβrajullayli, dan Zahra R. Mubarokah dari
Universitas Mataram
Abstrak
Pemanfaatan limbah cair tahu sebagai bahan baku pupuk organic merupakan suatu alternatif yang
perlu diuji komposisinya secara tepat. Uji coba dilakukan pada dua jenis tanaman perkebunan, yaitu
cabai (Capsicum annuum Lin.) dan tomat (Solanum lycopersicum Syn.) dengan melibatkan kelompok
kontrol (tanpa perlakuan) dan kelompok yang diberi perlakuan dengan dua perlakuan berbeda, yaitu
menggunakan pupuk organic uji yang berbahan dasar limbah cair tahu dan pupuk organic
pembanding yang berbahan dasar kompos. Persentase bahan dasar untuk setiap jenis pupuk organic
dibagi menjadi 3 tipe, yaitu sebesar 25%, 50% dan 100% secara berurutan. Uji coba dilakukan
sepanjang bulan Juli hingga September dengan membandingkan aspek vegetative dan generative
kelompok control, kelompok dengan perlakuan pupuk organic uji dan kelompok dengan perlakuan
pupuk organik pembanding pada waktu menjelang panen. Pupuk organic uji tampaknya berperan
positif dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan vegetative maupun generative tanaman
tomat untuk seluruh tipe kadar campuran, namun tidak demikian dengan tanaman cabai. Faktor pH
tanah yang menjadi cenderung asam diduga berperan dalam mempengaruhi perbedaan hasil
pertumbuhan dan perkembangan kedua jenis tanaman tersebut.
Kata kunci: Limbah cair tahu, pH, vegetative, generatif
Pendahuluan
Limbah tahu hasil industri
pembuatan tahu yang dijalankan secara
traditional di masyarakat memiliki potensi
sebagai bahan pencemar lingkungan,
terutama lingkungan perairan. Merujuk
pada Said, et al (2013), limbah tahu
memiliki kadar BOD yang tinggi, yaitu
sekitar 5.000-10.000 mg/l dan COD
sebesar 7.000-12.000 mg/l. Kadar BOD
dan COD yang tinggi menyebabkan bau
busuk di lingkungan. Selain itu, limbah
tahu mengandung protein sebesar 226,06
sampai 434,78 mg/l (Adack, 2013),
sehingga akan meningkatkan kadar
nitrogen apabila masuk ke perairan.
Peningkatan kadar nitrogen di perairan
dapat mengganggu keseimbangan
ekosistem perairan.
Desa Puyung merupakan salah satu
wilayah di Kabupaten Lombok Tengah
yang mengalami dampak stress lingkungan
akibat dari limbah tahu hasil industri
pembuatan tahu secara tradisional di
masyarakat. Berbagai permasalahan
lingkungan timbul dan menjadi keluhan
masyarakat, mulai dari permasalahan
sederhana seperti timbulnya bau tidak
sedap hingga permasalahan yang lebih
berat seperti penyakit diare (Supriadi,
2013). Merujuk data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Lombok Tengah (2014) bahwa
Desa Puyung menempati posisi kedua
tertinggi sebesar 97,2% dalam persentase
jumlah kasus diare di Kabupaten Lombok
Tengah pada tahun 2014. Penyakit diare
merupakan penyakit endemis dan menjadi
penyebab kematian utama di wilayah
Kabupaten Lombok Tengah, khususnya di
2. desa-desa dengan angka statistic penderita
diare yang tinggi. Munculnya penyakit
yang menyerang masyarakat merupakan
dampak lingkungan akibat pembuangan
limbah tahu secara tidak baik.
Dampak limbah tahu di Desa
Puyung telah menjadi sorotan dalam kurun
waktu 10 tahun terakhir ini. Pemerintah
bersama kelompok masyarakat telah
mencoba mengolah dan memanfaatkan
limbah tahu sehingga tidak mencemari
lingkungan. Limbah padat tahu telah
berhasil diolah menjadi perinsang, yaitu
pangan sejenis keripik (Yusnita & Abadi,
2012; Nuzula, 2017) hingga dijadikan
bahan campuran pembuatan batako oleh
masyarakat secara swadaya (data primer,
2018). Pemerintah mengupayakan pula
pengelolaan limbah cair tahu dengan
pembuatan teknologi filtrasi berbasis
proses biofilter anaerob-aerob serta
membangun perangkat biogas (Said, et al,
2013) dengan tujuan agar limbah tahu
dimanfaatkan masyarakat dan tidak
mencemari lingkungan.
Meski inovasi praktis yang dapat
diimplementasikan dalam memanfaatkan
limbah tahu telah diusahakan oleh
pemerintah bersama kelompok masyarakat
setempat, faktanya permasalahan
lingkungan akibat pencemaran limbah tahu
masih menjadi momok bagi masyarakat
Desa Puyung hingga saat ini. Kurangnya
daya tarik, terutama dari sisi keuntungan
ekonomi, menyebabkan implementasi
inovasi tersebut menjadi tidak efektif
dalam mengurangi pembuangan limbah
tahu secara sembarangan ke lingkungan.
Sebagai contoh, sangat sedikit warga desa
yang mengusahakan pembuatan perinsang
sebagai alternative mata pencaharian
ataupun terbengkalainya perangkat biogas
karena masyarakat lebih memilih
menggunakan gas LPG yang lebih praktis.
Kedua kasus tersebut sangat disayangkan,
mengingat tujuan implementasi inovasi
tersebut di masyarakat adalah untuk
mengurangi buangan limbah tahu ke
lingkungan, terutama buangan limbah cair
tahu.
Limbah cair tahu berpotensi
sebagai bahan pupuk organic. Kandungan
protein yang tinggi dalam limbah tahu
merupakan sumber nitrogen penting yang
dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan.
Merujuk pada sumber LIPI (2008), bahwa
limbah cair tahu berpotensi untuk
dikembangkan menjadi pupuk organic
karena kandungannya yang masih dapat
dimanfaatkan oleh organisme berklorofil.
Meski demikian, pengolahan limbah cair
tahu hingga saat ini masih memanfaatkan
proses yang panjang dan tambahan bahan
yang sulit dicari oleh masyarakat sehingga
tidak praktis.
Pemanfaatan limbah cair tahu di
Desa Puyung sebagai pupuk organic dapat
menjadi alternative pemecahan masalah
yang efektif. Hal ini karena, pupuk organic
memiliki keunggulan dari sisi ekonomi
dibandingkan inovasi sebelumnya yang
berusaha diterapkan dalam rangka
pengolahan limbah tahu di Desa Puyung
karena menarget masyarakat petani di
Desa Puyung sehingga memberi dampak
sistemik bagi peningkatan kualitas
lingkungan pertanian dan mengurangi
pencemaran lingkungan. Uji coba
komposisi limbah cair tahu sebagai bahan
pupuk organic yang praktis diperlukan
untuk keberhasilan implementasi inovasi
ini di masyarakat.
Material dan Metode
Pengujian pembuatan komposisi
limbah cair tahu sebagai bahan pupuk
organic dilakukan di ladang milik YGMC
(Yayasan Generasi Muslim Cendekia),
3. Dusun Lingkung Daye, Desa Puyung,
Kabupaten Lombok Tengah sepanjang
bulan Juli hingga September 2018.
Pengujian dilakukan di YGMC sebagai
lembaga edukasi yang bisa dijadikan basis
implementasi hasil uji coba pupuk organic
berbahan limbah cair tahu ke masyarakat.
Uji coba bertujuan untuk mencari
komposisi terbaik limbah cair tahu sebagai
bahan pupuk organic. Pupuk organik uji
merupakan campuran limbah cair tahu dan
abu sekam dengan konsentrasi limbah cair
tahu berbeda-beda, yaitu sebanyak 25%,
50%, dan 100%. Selain itu, dibuat pula
pupuk organic pembanding berbahan
kompos dan abu sekam dengan persentase
berbeda, yaitu 25%, 50%, dan 100%.
Pengujian pupuk organic dilakukan
pada tanaman tomat (Solanum
lycopersicum Syn.) dan cabai merah
(Capsicum annuum Lin.). Aplikasi pupuk
organic uji maupun pembanding dilakukan
pra penanaman pada media tanam dan
pada saat umur tanaman lebih dari 15 hari
(dilakukan rutin 1 kali seminggu).
Pemberian kode dilakukan pada setiap
kelompok tanaman uji, baik tanaman
tomat maupun cabai merah. Setiap
kelompok terdiri atas 18 individu tanaman.
Kelompok tanaman dengan perlakuan
pupuk organic pembanding 25% diberi
kode K1, 50% K2, dan 100% K3,
sedangkan kelompok dengan perlakuan
pupuk organic uji 25% diberi kode K4,
50% K5, dan 100% K6. Kelompok
tanaman control (tanpa perlakuan) diberi
kode K7. Penyiraman tanaman dilakukan
setiap sore hari. Seluruh kelompok
tanaman uji mendapat penyiraman yang
sama dengan 3 kali pengulangan untuk
kelompok penerapan pupuk organic uji,
pupuk organic pembanding, maupun
control.
Indikasi penggunaan komposisi
pupuk organic terbaik adalah kelompok
tanaman dengan pertumbuhan dan
perkembangan serta produksi buah yang
paling banyak. Oleh karena itu, pencatatan
hasil untuk mengetahui komposisi terbaik
dilakukan menjelang berbuah dan panen.
Analisis data pertumbuhan
memperhitungkan aspek vegetative (tinggi
tanaman, jumlah percabangan, dan jumlah
daun) dan aspek generative (jumlah bunga
dan buah) baik pada tanaman cabai
ataupun tomat, yang dirumuskan sebagai
berikut:
πΜ π =
ππ1 + ππ2 + ππ3
3
Ket: πΜ = Nilai rata-rata aspek vegetative
atau generative kelompok tanaman
uji ke-a
a = kode label (cabai atau tomat)
Hasil dan Pembahasan
Penggunaan pupuk organic uji secara
umum memberikan hasil yang berbeda
dengan pupuk organic pembanding dan
control, baik pada tanaman cabai maupun
tomat. Pupuk organic uji tampaknya
memberikan pengaruh dan dukungan
signifikan pada pertumbuhan dan
perkembangan tanaman tomat, namun
tidak demikian dengan tanaman cabai. Hal
tersebut diketahui berdasarkan analisis
terhadap data pertumbuhan dan
perkembangan tanaman tomat dan cabai,
meskipun pada kelompok uji tertentu,
pupuk organic uji tampaknya tidak
memberikan hasil yang baik.
Penggunaan pupuk organic uji
tampaknya mendukung pertumbuhan
maupun perkembangan tanaman tomat.
Kelompok tanaman tomat K6
menunjukkan hasil yang paling baik dari
kelompok tanaman cabai lainnya.
4. Pemberian 100% limbah cair tahu sebagai
bahan pupuk organic (K6) tampaknya
merupakan komposisi yang paling
mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tanaman cabai dan paling
signifikan apabila dibandingkan dengan
pemberian pupuk organic pembanding
maupun control (lihat Figur 1.). Meski
demikian, secara umum, perlakuan dengan
pupuk organic uji tampaknya memberikan
pengaruh positif terhadap laju
perkembangan generative (perbungaan),
sedangkan laju perkembangan vegetatifnya
(tinggi tanaman) masih tergolong rendah
apabila dibandingkan dengan kelompok
tanaman dengan pupuk organic
pembanding.
Tanaman cabai memberikan respon
yang berbeda terhadap pemberian pupuk
organic uji apabila dibandingkan dengan
tanaman tomat. Pemberian pupuk organic
uji pada tanaman tomat kurang efektif
bahkan apabila dibandingkan dengan
penggunaan pupuk organic pembanding
maupun control apabila dilihat dari aspek
vegetative maupun generatif tanaman
cabai. Perlakuan K4 merupakan perlakuan
yang memberikan hasil terbaik pada
pemberian pupuk organic uji (lihat Figur
1.). Namun, hasil dari perlakuan dnegan
pupuk organic uji masih kurang apabila
dibandingkan dengan penggunaan pupuk
organic pembanding, baik dari aspek
vegetative maupun generative.
Figur 1. Grafik menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat (kiri) dan cabai
(kanan) dalam kurun waktu Juli-September.
Adanya perbedaan repon pertumbuhan
dan perkembangan antara tanaman cabai
dengan tomat diduga disebabkan oleh
perbedaan kebutuhan fisiologis kedua
tanaman tersebut. Merujuk pada Alviana
& Susila (2009), tanaman tomat
membutuhkan pH optimum tanah yang
cenderung asam, yaitu sebesar 4,5.
Adapun tanaman cabai membutuhkan pH
optimum tanah cenderung mendekati
netral, yaitu sebesar 5,5-6,8 (BP3
Kementerian Pertanian, 2012). Kebutuhan
pH tanah yang netral untuk pertumbuhan
tanaman cabai yang optimum dikonfirmasi
pula oleh Robson (1989). Perbedaan
kebutuhan pH ini dapat menjelaskan
mengapa terjadi perbedaan respon
pertumbuhan maupun perkembangan
antara tanaman cabai dengan tomat. Pupuk
organik uji memiliki pH yang cenderung
lebih asam dibandingkan pupuk
pembanding, sehingga respon positif justru
lebih ditunjukkan pada perlakuan pupuk
0,00
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
TINGGI
CABANG
DAUN
BUNGA
BUAH
5. organic uji menggunakan tanaman tomat
dibandingkan dengan tanaman cabai.
Kondisi pH tanah yang tidak sesuai
dapat mempengaruhi laju pertumbuhan
tanaman cabai. Merujuk pada Widiastoety,
et al (2005) bahwa pH tanah yang tidak
sesuai dapat menyebabkan laju
pertumbuhan dan perkembangan aspek-
aspek vegetative maupun generative dapat
terhambat, meskipun telah diberi nutrisi
yang cukup. Umumnya, dampak akibat
dari ketidak sesuaian pH tanah adalah
batang kerdil, daun keriting, serta
sedikitnya jumlah perbungaan. Ciri-ciri
keterhambatan pertumbuhan dan
perkembangan dari aspek vegetative
maupun generative yang ditunjukkan oleh
tanaman cabai dengan perlakukan pupuk
organic uji disebabkan oleh faktor pH
tanah yang tidak sesuai.
Kesimpulan
Pupuk uji berhasil dengan
campuran sekam maupun tanpa campuran
sekam diterapkan dan memberikan hasil
positif pada tanaman tomat. Pemilihan
jenis tanaman yang sesuai untuk diberikan
perlakuan dengan pupuk organic uji karena
hanya tanaman dengan kondisi pH tanah
optimum yang cenderung asam yang
mampu toleran dengan tipe pupuk organic
uji yang bersifat asam. Penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk mengetahui
campuran yang tepat agar pupuk dengan
bahan limbah cair tahu dapat diterapkan
pada tanaman dengan kebutuhan pH tanah
optimum basa.
Daftar Pustaka
Adack, J. (2013). Dampak pencemaran
limbah pabrik tahu terhadap
lingkungan hidup. Lex
Administratum, I(3), 78-87.
Alviana, V. F., & Susila, A. D. (2009).
Optimasi dosis pemupukan pada
budidaya cabai (Capsicum annuum
L.) menggunakan irigasi tetes dan
mulsa polyethylene. Jurnal
Agronomi Indonesia, 37(I), 28-33.
BP3 Kementerian Pertanian. (2012).
Puslitbang Pertanian. Diambil
kembali dari Budidaya Tomat:
http://www.hortikultura.litbang.per
tanian.go.id
LIPI. (2008, Juli 5). Limbah Tahu Disulap
Jadi Pupuk. Diambil kembali dari
LIPI: http://lipi.go.id/berita/limbah-
tahu-disulap-jadi-pupuk-/2482
Nuzula, I. F. (2017). Peningkatan daya jual
perinsang sebagai produk khas
Kabupaten Lombok. The 5th
Urecol Proceeding, I(1), 26-30.
Robson, A. (1989). Soil Acidity and Plant
Growth 1st Edition. New York:
Academic Press.
Said, N. I., Indriatmoko, H., Raharjo, N.,
& Herlambang, A. (2018).
Teknologi Pengolahan Limbah
Tahu-Tempe dengan Proses
Biofilter Anaerob dan Aerob.
Diambil kembali dari BPPT
(Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi):
www.kelair.bppt.go.id/sitpa/artikel/
limbahtt/limbahtt.html
Supriadi, A. (2013, November 22). Warga
Puyung Keluhkan Limbah Tahu
Tempe. Diambil kembali dari
Lombokita:
http://arsip.lombokita.com/kabar/w
arga-puyung-keluhkan-limbah-
tahu-tempe
Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok
Tengah (2014). Profil Kesehatan
Kabupaten Lombok Tengah 2014.
Praya: Dikes Loteng.
6. Widiastoety., Kartikaningrum, S., &
Purbadi. (2005). Pengaruh pH
media terhadap pertumbuhan
plantlet anggrek dendrobium.
Jurnal Holtikultura, 15(1), 18-21.
Yusnita, I., & Abadi, F. R. (2012, Juni).
Potensi tepung dari ampas industri
pengolahan kedelai sebagai bahan
pangan. Seminar Nasional
Kedaulatan Pangan dan Energi,
hal. 1-9.