SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena
adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada
neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.
Ikterus yang ditemukan pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis (terdapat
pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan) atau
dapat merupakan hal yang patologis misalnya pada inkompatibilitas Rhesus dan ABO, sepsis,
galaktosemia, penyumbatan saluran empedu dan sebagainya. Ikterus fisiologis ialah ikterus
yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya
tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi ‘kernicterus’
dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah ikterus yang
mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia.
Dasar patologis ini misalnya jenis bilirubin, saat timbul dan menghilangnya ikterus dan
penyebabnya. Memperhatikan hal tersebut di atas, jelaslah bahwa ikterus baru dapat
dikatakan fisiologis atau patologis pada saat penderita akan dipulangkan.
Pengamatan dan penelitian di RSCM Jakarta (Monintja dkk., 1981) menunjukkan bahwa
dianggap hiperbilirubinemia bila:
Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
Peningkatan konsentrasi bilirubin 5mg% atau lebih setiap 24 jam
Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10mg% pada neonatus kurang bulan dan 12,5mg%
pada neonatus cukup bulan
Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan
sepsis)
Ikterus yang disertai keadaan sebagai berikut:
Berat lahir kurang dari 2000 gram
Masa gestasi kurang dari 36 minggu
Asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan
Infeksi
Trauma lahir pada kepala
Hipoglikemia, hiperkarbia
Hiperosmolalitas darah
‘kernicterus’ ialah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak
terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan
nukleus di dasar ventrikel IV.
Gejala klinis pada permulaannya tidak jelas tapi dapat disebutkan ialah mata yang berputar,
letargi, kejang, tak mau menghisap , tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya
opistotonus. Pada umur yang lebih lanjut bila bayi ini hidup dapat terjadi spasme otot,
opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Ketulian pada nada tinggi dapat
ditemukan, gangguan bicara dan retardasi mental.
Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dengan cahaya buatan. Paling baik
pengamatan dilakukan dengan cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan
diamati untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi. Ikterus biasanya
bermanifestasi pada kadar yang lebih rendah pada orang yang berkulit putih dan lebih tinggi
pada orang yang berkulit berwarna. Uttley(1974) menyatakan bahwa ikterus baru terlihat
kalau kadar bilirubin mencapai 2mg%. Brown (1973) menyebutkan bahwa ikterus baru
terlihat bila kadar bilirubin lebih dari 5mg%. Pengamatan Monintja dkk. di RSCM Jakarta
ialah ikterus baru terlihat jelas bila kadar bilirubin lebih dari 6mg%. Pengalaman juga
membuktikan bahwa derajat intensitas ikterus tidak selalu sama dengan tingginya kadar
bilirubin darah.
a. Metabolisme Bilirubin
Untuk mendapatkan pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu
diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada janin melalui plasenta dalam bentuk
bilirubin indirek. Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut:
Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem
retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi
daripada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35mg bilirubin
indirek. Bilirubin indirek adalah bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna
diazo (reaksi Hymans van den Bergh), yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam
lemak.
Transportasi
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin. Sel parenkima hepar mempunyai cara yang
selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran
sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Di dalam sel bilirubin akan terikat terutama
pada ligandin (-protein Y, glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada glutation S-
transferase lain dan protein Z (Wolkoff dkk, 1978). Proses ini merupakan proses 2 arah,
tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin mengikat
bilirubin sedangkan albumin tidak (Listowsky dkk., 1978). Pemberian fenobarbital
mempertinggi konsentrasi ligandin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk
bilirubin (Wolkoff dkk., 1978).
Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemuadian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide walaupun
ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah bentuk
monoglukoronide menjadi diglukoronide. Ada 2 enzim yang terlibat dalam sintesis bilirubin
diglukoronide. Pertama-tama ialah uridin difosfat glukoronide transferase (UDPG:T) yang
mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglukoronide
terjadi di membran kanalikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen
seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke dalam empedu tanpa konjugasi
misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto).
Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan diekskresi
dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak
diabsorpsi, sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan
direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis.
Pada neonatus karena aktifitas enzim B glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk
banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi
bilirubin indirek meningkat dan terabsorpsi sehingga siklus enterohepatis pun meningkat.
Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus
Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu,
kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar
bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan
bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke
likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa
saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama
besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubindari sirkulasi sangat terbatas.
Demikian kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua bilirubin
pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui placenta ke sirkulasi ibu dan
diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua
neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2mg%. Hal ini menunjukkan
bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus.
Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini
berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungsi
hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis
atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar
bilirubin indirek dalam dalah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin
sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar
albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indirek yang bebas itu
dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat
melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan pemberian
albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20mg% pada umumnya kapasitas
maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah
tercapai.
b. Etiologi dan factor resiko
1. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor.
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang
mengikat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-
PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup sepsis.
Gangguan dalam proses ‘uptake’ dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya
enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain ialah defisiensi protein
Y dalam hepar yang berperan penting dalam ‘uptake’ bilirubin ke sel hepar.
Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikata pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.
Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar
hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat
infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
2. Factor resiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
a. Faktor Maternal
Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
ASI
b. Faktor Perinatal
Trauma lahir
Infeksi
c. Factor neonatus
Prematuritas
Factor genetic
Polisitemia
Obat
Rendahnya asupan ASI
Hipoalbuminea
Hipoglikemia
d. Patofisiologi
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai
meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu
perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.
1. Ikterus pada bayi mendapat ASI (Breast milk jaundice)
Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang
berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga
meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu
tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.
Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khusus meskipun
ada peningkatan kadar bilirubin.
e. Penegakan Diagnosis
Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila
tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena
besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan,
namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan
bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai
berikut:
Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya
matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan
bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan
jaringan subkutan.
Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.
(tabel 1)
Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum
serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini
merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus.
Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya
(dengan aluminium foil)
Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20
mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.
Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip
memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya
yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.
Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi
pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance
yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan
skrining, bukan untuk diagnosis.
Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui
akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan
bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303
bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia
dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini
didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang
bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001), namun interval prediksi cukup besar, sehingga TcB
tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB. Namun disebutkan pula bahwa hasil
pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan
TSB.
Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil
analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan bahwa pemeriksaan
bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi
dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati
hiperbilirubin.
Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa
ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah. Beberapa
metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan
metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi
peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan
pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam
jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang
dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
f. Penatalaksanaan
1. Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab
Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan pemeriksaan yang
banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendeteksian khusus untuk dapat
memperkirakan penyebabnya. Pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan itu ialah
menggunakan saat timbulnya ikterus seperti yang dikemukakan oleh Herper dan Yoon
(1974), yaitu :
Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Penyebab ikterus yang terhadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat
disusun sebagai berikut :
Inkompatibilitas darah Rh, ABO, atau golongan lain.
Infeksi intauterin (oleh virus, toxoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri).
Kadang-kadang oleh defisiensi G-6-PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah :
a) Kadar bilirubin serum berkala
b) Darah tepi lengkap
c) Golongan darah ibu dan bayi
d) Uji Coombs
e) Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau biopsi hepar bila
perlu.
Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
Biasanya ikterus fisiologis
Masih ada kemungkionan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini
dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5mg%/24 jam.
Defisiensi enzim G-6-PD juga mungkin
Polisitemia
Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar subkapsuler
dan lain-lain)
Hipoksia
Sferositosis, eliptositosis, dan lain-lain
Dehidrasi asidosis
Defisiensi enzim eritrosit lainnya.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan : bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak
cepat, dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan kadar bilirubin berkala,
pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan pemeriksaan lainnya bila perlu.
Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
Biasanya karena infeksi (sepsis)
Dehidrasi asidosis
Defisiensi enzim G-6-PD
Pengaruh obat
Sindrom Criggler-Najjar
Sindrom Gilbert
Ikteus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
Biasanya karena obstruksi
Hipotiroidisme
‘breast milk jaundice’
Infeksi
Neonatal hepatitis
Galaktosemia
Lain-lain.
Pemeriksaan yang dilakukan :
a) Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala
b) Pemeriksaan darah tepi
c) Pemeriksaan penyaring G-6-PD
d) Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi
e) Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab.
Dapat diambil kesimpulan bahwa ikterus baru dapat dikatakan fisiologis sesudah observasi
dan pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai
potensi berkembang menjadi ‘kernicterus’
Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis ialah :
Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama
Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12,5mg% pada neonatus cukup bulan dan 10mg%
pada neonatus kurang bulan
Ikterus dengan peningkatan bilirubin lebih dari 5mg%/hari
Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama
Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan patologis
lain yang telah diketahui
Kadar bilirubin direk melebihi 1mg%
pustaka :
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC
Nelson, Waldoe, 1996, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume I, Jakarta, EGC
http://www.unissula.ac.id/

More Related Content

What's hot (19)

Modul 2 kulit kuning GEH
Modul 2 kulit kuning GEHModul 2 kulit kuning GEH
Modul 2 kulit kuning GEH
 
hiperbilirubinemia
hiperbilirubinemiahiperbilirubinemia
hiperbilirubinemia
 
Hiperbilirubin
HiperbilirubinHiperbilirubin
Hiperbilirubin
 
Fototerapi
FototerapiFototerapi
Fototerapi
 
Bab2
Bab2Bab2
Bab2
 
Ikterus Neonatorum
Ikterus NeonatorumIkterus Neonatorum
Ikterus Neonatorum
 
ikterik
ikterikikterik
ikterik
 
Hiperbilirubin
HiperbilirubinHiperbilirubin
Hiperbilirubin
 
Hiperbilirubinemia rafika - p.17420110024
Hiperbilirubinemia   rafika - p.17420110024Hiperbilirubinemia   rafika - p.17420110024
Hiperbilirubinemia rafika - p.17420110024
 
Ikterus
IkterusIkterus
Ikterus
 
Metabolisme bilirubin
Metabolisme bilirubinMetabolisme bilirubin
Metabolisme bilirubin
 
Asuhan keperawatan pada bayi hiperbilirubin
Asuhan keperawatan pada bayi hiperbilirubinAsuhan keperawatan pada bayi hiperbilirubin
Asuhan keperawatan pada bayi hiperbilirubin
 
Kelainan sistem metabolik dan sistem endokrin
Kelainan sistem metabolik dan sistem endokrinKelainan sistem metabolik dan sistem endokrin
Kelainan sistem metabolik dan sistem endokrin
 
Mengenali bayi kuning dan penanganannya
Mengenali bayi kuning dan penanganannyaMengenali bayi kuning dan penanganannya
Mengenali bayi kuning dan penanganannya
 
Hiperbilirubinemia
HiperbilirubinemiaHiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia
 
Ikterik neonatus
Ikterik neonatus Ikterik neonatus
Ikterik neonatus
 
Neonatal jaudice
Neonatal jaudiceNeonatal jaudice
Neonatal jaudice
 
Ikterus (kuning) pada bayi baru lahir
Ikterus (kuning) pada bayi baru lahirIkterus (kuning) pada bayi baru lahir
Ikterus (kuning) pada bayi baru lahir
 
Glukokortikoid
GlukokortikoidGlukokortikoid
Glukokortikoid
 

Similar to Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin (2)

Similar to Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin (2) (20)

Ikterus files of_drsmed_fkur
Ikterus files of_drsmed_fkurIkterus files of_drsmed_fkur
Ikterus files of_drsmed_fkur
 
TAZKIA IBU WULAN PPT HIPERBIL.pptx
TAZKIA IBU WULAN PPT HIPERBIL.pptxTAZKIA IBU WULAN PPT HIPERBIL.pptx
TAZKIA IBU WULAN PPT HIPERBIL.pptx
 
Kb 6 asuhan dan bayi dengan ikterus dan hipoglikemi
Kb 6 asuhan dan bayi dengan ikterus dan hipoglikemiKb 6 asuhan dan bayi dengan ikterus dan hipoglikemi
Kb 6 asuhan dan bayi dengan ikterus dan hipoglikemi
 
Menyusui bagi anak (page15)
Menyusui bagi anak (page15)Menyusui bagi anak (page15)
Menyusui bagi anak (page15)
 
Pendekatan klinis pada pasien ikterus
Pendekatan klinis pada pasien ikterusPendekatan klinis pada pasien ikterus
Pendekatan klinis pada pasien ikterus
 
Askep anak balita ikterus
Askep anak balita ikterusAskep anak balita ikterus
Askep anak balita ikterus
 
PPT Metabolisme Bilirubin.pptx
PPT Metabolisme Bilirubin.pptxPPT Metabolisme Bilirubin.pptx
PPT Metabolisme Bilirubin.pptx
 
Rkik1
Rkik1Rkik1
Rkik1
 
Rkk1
Rkk1Rkk1
Rkk1
 
1
11
1
 
Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan ikterus
Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan ikterusAsuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan ikterus
Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan ikterus
 
Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan ikterus
Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan ikterusAsuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan ikterus
Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan ikterus
 
153075631 case-sn
153075631 case-sn153075631 case-sn
153075631 case-sn
 
Ikterik_pada_bayi_baru_lahir.pptx
Ikterik_pada_bayi_baru_lahir.pptxIkterik_pada_bayi_baru_lahir.pptx
Ikterik_pada_bayi_baru_lahir.pptx
 
Hiperbilirubinemia
HiperbilirubinemiaHiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia
 
Ikterus neonatorum
Ikterus neonatorumIkterus neonatorum
Ikterus neonatorum
 
Ikterus Neonatus
Ikterus NeonatusIkterus Neonatus
Ikterus Neonatus
 
Bidan widya
Bidan widyaBidan widya
Bidan widya
 
Power point BIO KIMIA
Power point  BIO KIMIA Power point  BIO KIMIA
Power point BIO KIMIA
 
Ikterus (kuning) pada bayi baru lahir
Ikterus (kuning) pada bayi baru lahirIkterus (kuning) pada bayi baru lahir
Ikterus (kuning) pada bayi baru lahir
 

More from Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

Recently uploaded

Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 

Recently uploaded (20)

Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin (2)

  • 1. Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL. Ikterus yang ditemukan pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis (terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan) atau dapat merupakan hal yang patologis misalnya pada inkompatibilitas Rhesus dan ABO, sepsis, galaktosemia, penyumbatan saluran empedu dan sebagainya. Ikterus fisiologis ialah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi ‘kernicterus’ dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologis ini misalnya jenis bilirubin, saat timbul dan menghilangnya ikterus dan penyebabnya. Memperhatikan hal tersebut di atas, jelaslah bahwa ikterus baru dapat dikatakan fisiologis atau patologis pada saat penderita akan dipulangkan. Pengamatan dan penelitian di RSCM Jakarta (Monintja dkk., 1981) menunjukkan bahwa dianggap hiperbilirubinemia bila: Ikterus terjadi pada 24 jam pertama Peningkatan konsentrasi bilirubin 5mg% atau lebih setiap 24 jam Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10mg% pada neonatus kurang bulan dan 12,5mg% pada neonatus cukup bulan Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis) Ikterus yang disertai keadaan sebagai berikut: Berat lahir kurang dari 2000 gram Masa gestasi kurang dari 36 minggu Asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan Infeksi Trauma lahir pada kepala Hipoglikemia, hiperkarbia Hiperosmolalitas darah
  • 2. ‘kernicterus’ ialah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Gejala klinis pada permulaannya tidak jelas tapi dapat disebutkan ialah mata yang berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap , tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Pada umur yang lebih lanjut bila bayi ini hidup dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Ketulian pada nada tinggi dapat ditemukan, gangguan bicara dan retardasi mental. Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dengan cahaya buatan. Paling baik pengamatan dilakukan dengan cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi. Ikterus biasanya bermanifestasi pada kadar yang lebih rendah pada orang yang berkulit putih dan lebih tinggi pada orang yang berkulit berwarna. Uttley(1974) menyatakan bahwa ikterus baru terlihat kalau kadar bilirubin mencapai 2mg%. Brown (1973) menyebutkan bahwa ikterus baru terlihat bila kadar bilirubin lebih dari 5mg%. Pengamatan Monintja dkk. di RSCM Jakarta ialah ikterus baru terlihat jelas bila kadar bilirubin lebih dari 6mg%. Pengalaman juga membuktikan bahwa derajat intensitas ikterus tidak selalu sama dengan tingginya kadar bilirubin darah. a. Metabolisme Bilirubin Untuk mendapatkan pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada janin melalui plasenta dalam bentuk bilirubin indirek. Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut: Produksi Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek adalah bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo (reaksi Hymans van den Bergh), yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak. Transportasi Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin. Sel parenkima hepar mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Di dalam sel bilirubin akan terikat terutama pada ligandin (-protein Y, glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada glutation S- transferase lain dan protein Z (Wolkoff dkk, 1978). Proses ini merupakan proses 2 arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin mengikat
  • 3. bilirubin sedangkan albumin tidak (Listowsky dkk., 1978). Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligandin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin (Wolkoff dkk., 1978). Konjugasi Dalam sel hepar bilirubin kemuadian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Ada 2 enzim yang terlibat dalam sintesis bilirubin diglukoronide. Pertama-tama ialah uridin difosfat glukoronide transferase (UDPG:T) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglukoronide terjadi di membran kanalikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke dalam empedu tanpa konjugasi misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto). Ekskresi Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan diekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorpsi, sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Pada neonatus karena aktifitas enzim B glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan terabsorpsi sehingga siklus enterohepatis pun meningkat. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubindari sirkulasi sangat terbatas. Demikian kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui placenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2mg%. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis
  • 4. atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam dalah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indirek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20mg% pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai. b. Etiologi dan factor resiko 1. Etiologi Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi : Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang mengikat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6- PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup sepsis. Gangguan dalam proses ‘uptake’ dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam ‘uptake’ bilirubin ke sel hepar. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikata pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak. Gangguan dalam ekskresi
  • 5. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. 2. Factor resiko Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum: a. Faktor Maternal Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik. ASI b. Faktor Perinatal Trauma lahir Infeksi c. Factor neonatus Prematuritas Factor genetic Polisitemia Obat Rendahnya asupan ASI Hipoalbuminea Hipoglikemia d. Patofisiologi Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu. 1. Ikterus pada bayi mendapat ASI (Breast milk jaundice) Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga
  • 6. meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah. Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khusus meskipun ada peningkatan kadar bilirubin. e. Penegakan Diagnosis Visual Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut. WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut: Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. (tabel 1) Bilirubin Serum Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil) Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu. Bilirubinometer Transkutan Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa. Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance
  • 7. yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis. Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001), namun interval prediksi cukup besar, sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB. Namun disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB. Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah. Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin. f. Penatalaksanaan 1. Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendeteksian khusus untuk dapat memperkirakan penyebabnya. Pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan itu ialah menggunakan saat timbulnya ikterus seperti yang dikemukakan oleh Herper dan Yoon (1974), yaitu : Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
  • 8. Penyebab ikterus yang terhadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sebagai berikut : Inkompatibilitas darah Rh, ABO, atau golongan lain. Infeksi intauterin (oleh virus, toxoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri). Kadang-kadang oleh defisiensi G-6-PD. Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah : a) Kadar bilirubin serum berkala b) Darah tepi lengkap c) Golongan darah ibu dan bayi d) Uji Coombs e) Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau biopsi hepar bila perlu. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir Biasanya ikterus fisiologis Masih ada kemungkionan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5mg%/24 jam. Defisiensi enzim G-6-PD juga mungkin Polisitemia Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar subkapsuler dan lain-lain) Hipoksia Sferositosis, eliptositosis, dan lain-lain Dehidrasi asidosis Defisiensi enzim eritrosit lainnya.
  • 9. Pemeriksaan yang perlu dilakukan : bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak cepat, dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan pemeriksaan lainnya bila perlu. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama Biasanya karena infeksi (sepsis) Dehidrasi asidosis Defisiensi enzim G-6-PD Pengaruh obat Sindrom Criggler-Najjar Sindrom Gilbert Ikteus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya Biasanya karena obstruksi Hipotiroidisme ‘breast milk jaundice’ Infeksi Neonatal hepatitis Galaktosemia Lain-lain. Pemeriksaan yang dilakukan : a) Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala b) Pemeriksaan darah tepi c) Pemeriksaan penyaring G-6-PD d) Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi e) Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab.
  • 10. Dapat diambil kesimpulan bahwa ikterus baru dapat dikatakan fisiologis sesudah observasi dan pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi ‘kernicterus’ Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis ialah : Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12,5mg% pada neonatus cukup bulan dan 10mg% pada neonatus kurang bulan Ikterus dengan peningkatan bilirubin lebih dari 5mg%/hari Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan patologis lain yang telah diketahui Kadar bilirubin direk melebihi 1mg% pustaka : Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC Nelson, Waldoe, 1996, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume I, Jakarta, EGC http://www.unissula.ac.id/