Dokumen tersebut membahas tentang ikterus pada bayi baru lahir, termasuk definisi, etiologi, faktor risiko, patofisiologi, dan diagnosis. Ikterus dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis, dan dipengaruhi oleh produksi bilirubin, fungsi hati, transportasi, dan ekskresi bilirubin. Diagnosis dapat dilakukan secara visual atau pengukuran kadar bilirubin darah.
Similar to Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin (2)
Similar to Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin (2) (20)
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin (2)
1. Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena
adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada
neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.
Ikterus yang ditemukan pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis (terdapat
pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan) atau
dapat merupakan hal yang patologis misalnya pada inkompatibilitas Rhesus dan ABO, sepsis,
galaktosemia, penyumbatan saluran empedu dan sebagainya. Ikterus fisiologis ialah ikterus
yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya
tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi ‘kernicterus’
dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah ikterus yang
mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia.
Dasar patologis ini misalnya jenis bilirubin, saat timbul dan menghilangnya ikterus dan
penyebabnya. Memperhatikan hal tersebut di atas, jelaslah bahwa ikterus baru dapat
dikatakan fisiologis atau patologis pada saat penderita akan dipulangkan.
Pengamatan dan penelitian di RSCM Jakarta (Monintja dkk., 1981) menunjukkan bahwa
dianggap hiperbilirubinemia bila:
Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
Peningkatan konsentrasi bilirubin 5mg% atau lebih setiap 24 jam
Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10mg% pada neonatus kurang bulan dan 12,5mg%
pada neonatus cukup bulan
Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan
sepsis)
Ikterus yang disertai keadaan sebagai berikut:
Berat lahir kurang dari 2000 gram
Masa gestasi kurang dari 36 minggu
Asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan
Infeksi
Trauma lahir pada kepala
Hipoglikemia, hiperkarbia
Hiperosmolalitas darah
2. ‘kernicterus’ ialah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak
terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan
nukleus di dasar ventrikel IV.
Gejala klinis pada permulaannya tidak jelas tapi dapat disebutkan ialah mata yang berputar,
letargi, kejang, tak mau menghisap , tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya
opistotonus. Pada umur yang lebih lanjut bila bayi ini hidup dapat terjadi spasme otot,
opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Ketulian pada nada tinggi dapat
ditemukan, gangguan bicara dan retardasi mental.
Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dengan cahaya buatan. Paling baik
pengamatan dilakukan dengan cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan
diamati untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi. Ikterus biasanya
bermanifestasi pada kadar yang lebih rendah pada orang yang berkulit putih dan lebih tinggi
pada orang yang berkulit berwarna. Uttley(1974) menyatakan bahwa ikterus baru terlihat
kalau kadar bilirubin mencapai 2mg%. Brown (1973) menyebutkan bahwa ikterus baru
terlihat bila kadar bilirubin lebih dari 5mg%. Pengamatan Monintja dkk. di RSCM Jakarta
ialah ikterus baru terlihat jelas bila kadar bilirubin lebih dari 6mg%. Pengalaman juga
membuktikan bahwa derajat intensitas ikterus tidak selalu sama dengan tingginya kadar
bilirubin darah.
a. Metabolisme Bilirubin
Untuk mendapatkan pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu
diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada janin melalui plasenta dalam bentuk
bilirubin indirek. Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut:
Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem
retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi
daripada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35mg bilirubin
indirek. Bilirubin indirek adalah bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna
diazo (reaksi Hymans van den Bergh), yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam
lemak.
Transportasi
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin. Sel parenkima hepar mempunyai cara yang
selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran
sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Di dalam sel bilirubin akan terikat terutama
pada ligandin (-protein Y, glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada glutation S-
transferase lain dan protein Z (Wolkoff dkk, 1978). Proses ini merupakan proses 2 arah,
tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin mengikat
3. bilirubin sedangkan albumin tidak (Listowsky dkk., 1978). Pemberian fenobarbital
mempertinggi konsentrasi ligandin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk
bilirubin (Wolkoff dkk., 1978).
Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemuadian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide walaupun
ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah bentuk
monoglukoronide menjadi diglukoronide. Ada 2 enzim yang terlibat dalam sintesis bilirubin
diglukoronide. Pertama-tama ialah uridin difosfat glukoronide transferase (UDPG:T) yang
mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglukoronide
terjadi di membran kanalikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen
seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke dalam empedu tanpa konjugasi
misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto).
Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan diekskresi
dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak
diabsorpsi, sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan
direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis.
Pada neonatus karena aktifitas enzim B glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk
banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi
bilirubin indirek meningkat dan terabsorpsi sehingga siklus enterohepatis pun meningkat.
Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus
Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu,
kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar
bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan
bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke
likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa
saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama
besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubindari sirkulasi sangat terbatas.
Demikian kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua bilirubin
pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui placenta ke sirkulasi ibu dan
diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua
neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2mg%. Hal ini menunjukkan
bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus.
Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini
berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungsi
hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis
4. atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar
bilirubin indirek dalam dalah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin
sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar
albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indirek yang bebas itu
dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat
melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan pemberian
albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20mg% pada umumnya kapasitas
maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah
tercapai.
b. Etiologi dan factor resiko
1. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor.
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang
mengikat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-
PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup sepsis.
Gangguan dalam proses ‘uptake’ dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya
enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain ialah defisiensi protein
Y dalam hepar yang berperan penting dalam ‘uptake’ bilirubin ke sel hepar.
Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikata pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.
Gangguan dalam ekskresi
5. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar
hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat
infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
2. Factor resiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
a. Faktor Maternal
Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
ASI
b. Faktor Perinatal
Trauma lahir
Infeksi
c. Factor neonatus
Prematuritas
Factor genetic
Polisitemia
Obat
Rendahnya asupan ASI
Hipoalbuminea
Hipoglikemia
d. Patofisiologi
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai
meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu
perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.
1. Ikterus pada bayi mendapat ASI (Breast milk jaundice)
Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang
berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga
6. meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu
tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.
Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khusus meskipun
ada peningkatan kadar bilirubin.
e. Penegakan Diagnosis
Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila
tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena
besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan,
namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan
bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai
berikut:
Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya
matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan
bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan
jaringan subkutan.
Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.
(tabel 1)
Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum
serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini
merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus.
Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya
(dengan aluminium foil)
Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20
mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.
Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip
memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya
yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.
Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi
pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance
7. yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan
skrining, bukan untuk diagnosis.
Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui
akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan
bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303
bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia
dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini
didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang
bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001), namun interval prediksi cukup besar, sehingga TcB
tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB. Namun disebutkan pula bahwa hasil
pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan
TSB.
Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil
analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan bahwa pemeriksaan
bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi
dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati
hiperbilirubin.
Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa
ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah. Beberapa
metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan
metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi
peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan
pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam
jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang
dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
f. Penatalaksanaan
1. Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab
Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan pemeriksaan yang
banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendeteksian khusus untuk dapat
memperkirakan penyebabnya. Pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan itu ialah
menggunakan saat timbulnya ikterus seperti yang dikemukakan oleh Herper dan Yoon
(1974), yaitu :
Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
8. Penyebab ikterus yang terhadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat
disusun sebagai berikut :
Inkompatibilitas darah Rh, ABO, atau golongan lain.
Infeksi intauterin (oleh virus, toxoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri).
Kadang-kadang oleh defisiensi G-6-PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah :
a) Kadar bilirubin serum berkala
b) Darah tepi lengkap
c) Golongan darah ibu dan bayi
d) Uji Coombs
e) Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau biopsi hepar bila
perlu.
Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
Biasanya ikterus fisiologis
Masih ada kemungkionan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini
dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5mg%/24 jam.
Defisiensi enzim G-6-PD juga mungkin
Polisitemia
Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar subkapsuler
dan lain-lain)
Hipoksia
Sferositosis, eliptositosis, dan lain-lain
Dehidrasi asidosis
Defisiensi enzim eritrosit lainnya.
9. Pemeriksaan yang perlu dilakukan : bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak
cepat, dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan kadar bilirubin berkala,
pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan pemeriksaan lainnya bila perlu.
Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
Biasanya karena infeksi (sepsis)
Dehidrasi asidosis
Defisiensi enzim G-6-PD
Pengaruh obat
Sindrom Criggler-Najjar
Sindrom Gilbert
Ikteus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
Biasanya karena obstruksi
Hipotiroidisme
‘breast milk jaundice’
Infeksi
Neonatal hepatitis
Galaktosemia
Lain-lain.
Pemeriksaan yang dilakukan :
a) Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala
b) Pemeriksaan darah tepi
c) Pemeriksaan penyaring G-6-PD
d) Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi
e) Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab.
10. Dapat diambil kesimpulan bahwa ikterus baru dapat dikatakan fisiologis sesudah observasi
dan pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai
potensi berkembang menjadi ‘kernicterus’
Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis ialah :
Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama
Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12,5mg% pada neonatus cukup bulan dan 10mg%
pada neonatus kurang bulan
Ikterus dengan peningkatan bilirubin lebih dari 5mg%/hari
Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama
Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan patologis
lain yang telah diketahui
Kadar bilirubin direk melebihi 1mg%
pustaka :
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC
Nelson, Waldoe, 1996, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume I, Jakarta, EGC
http://www.unissula.ac.id/