IMC Campaign - Integrated Marketing Communication Bingo
Kondisi bumn dan masalah
1. 1. Masalah-masalah BUMN PDAM serta cara penanganannya
Kondisi Empiris BUMN
Melihat kondisi BUMN yang terus merugi sepanjang tahun 2009, keadaan Indonesia akan
terus tergerogoti apabila keadaan BUMN selalu merugi tiap tahunnya. Jadi untuk menekan
hal ini di tahun 2010 harus ada benchmarks atau tolak ukur yang jelas buat BUMN, sehingga
kedepannya tidak ada lagi kerugian-kerugian yang terjadi di BUMN. Tolak ukur tersebut
yang harus ditekankan ke seluruh direksi. Salah satunya dengan memasang target. Apabila
mereka gagal memenuhi target dalam meraih keuntungan disetiap tahunnya, ganti dan copot
dengan manajemen yang baru. Kalau misalnya dari rance nilai nol satu sampai 10 BUMN
kita cuma dapat empat, padahal kalau perusahaan-perusahaan swasta sejenis bisa
mendapatkan delapan, seharusnya BUMN ditargetkan minimal enam. Kalau saat ini
dibandingkan dengan satu BUMN Petronas milik Malaysia labanya lebih besar dari seluruh
BUMN yang ada di Indonesia sangat tidak masuk diakal. Bila dicontohkan lagi laba dari
perusahaan swasta perkebunan itu bisa lebih besar dari PTPN Indonesia, padahal PTPN
Indonesia luas tanahnya jutaan hektare dan aksesnya sangat strategis masa bisa kalah. Berarti
ada manajement yang tidak benar di dalamnya. Ini moment yang paling penting bagi
pemerintah untuk menargetkan keuntungan yang harus diperoleh BUMN-BUMN yang ada di
Indonesia. Jadi BUMN sekarang kontribusinya tidak saja cuma memberikan deviden ke
pemerintah, tapi mainset-nya harus dirubah. Jadi tujuan BUMN harus jadi penggerak sektor
ekonomi. BUMN saat ini bukan sapi perah lagi yang setiap pergantian pemerintahan harus
menganti direksi yang selalu disesuaikan dengan selera penguasa terutama untuk BUMN
sekelas Pertamina, harus dicegah sedini mungkin. Semua pihak, baik pemerintah, DPR
maupun para politisi harus memiliki pemikiran untuk memajukan, mengembangkan agar
BUMN menjadi pemain ekonomi kelas global. Bukan pemain ekonomi yang jago kandang.
Kalau kelasnya jago kandang, maka BUMN tidak akan pernah maju. Boro-boro mau seperti
Petronas, jadi seperti saat ini saja mungkin sudah bagus.
Masalah-masalah BUMN
Ketika memberikan sambutan dalam pembukaan "Indonesia Business-BUMN Expo and
Conference (IBBEX) 2010" di Jakarta Convention Center, Jakarta, Presiden Yudhoyono
menyebutkan penyakit BUMN, antara lain:
1. Penyakit pertama adalah kebiasaan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
untuk merambah semua sektor usaha. Hal itu sebagai kebiasaan buruk karena tidak
semua bidang usaha sesuai dengan kegiatan utama BUMN tersebut. "Dalam sisi
agama hal ini bisa disebut serakah," kata Presiden menegaskan. Sebuah BUMN
seharusnya fokus dan maksimal dalam bidang usaha yang menjadi kegiatan
utamanya. Perilaku yang tidak fokus dan merambah semua bidang usaha, tanpa
strategi matang bisa menjadi penyebab kebangkrutan BUMN.
2. Penyakit kedua adalah kondisi ketika BUMN menjadi sapi perah. BUMN memang
harus memberikan sumbangan kepada pertumbuhan ekonomi negara. Namun
demikian, kewajiban BUMN itu harus disesuaikan dengan kondisi, sehingga tidak
meruntuhkan kondisi keuangan BUMN.
3. Penyakit terakhir adalah BUMN menjadi obyek bancakan atau obyek eksploitasi
bersama. Situasi ini terjadi ketika satu atau sekelompok orang berusaha mendapat
keuntungan pribadi dari setiap kegiatan BUMN. Kondisi tersebut akan sangat
merugikan BUMN karena keuntungan yang seharusnya disumbangkan kepada
masyarakat justru dinikmati oleh segelintir orang saja.
Untuk menghindari tiga keadaan buruk itu, diharapkan semua pihak menyadari pentingnya
BUMN sebagai salah satu pilar pertumbuhan perekonomian Indonesia. Selain itu, kalangan
BUMN juga harus meningkatkan kinerja dan melakukan efisiensi untuk mencapai hasil yang
2. maksimal. BUMN juga diminta untuk jeli dan memanfaatkan setiap peluang yang ada di
dalam negeri maupun dalam kancah perekonomian global.
Privatisasi BUMN
Definisi Privatisasi BUMN
Terdapat banyak definisi yang diberikan oleh para pakar berkenaan dengan istilah privatisasi.
Beberapa pakar bahkan mendefinisi privatisasi dalam arti luas, seperti J.A. Kay dan D.J.
Thomson sebagai “…means of changing relationship between the government and private
sector”. Mereka mendefinisikan privatisasi sebagai cara untuk mengubah hubungan antara
pemerintah dan sektor swasta. Sedangkan pengertian privatisasi dalam arti yang lebih sempit
dikemukakan oleh C. Pas, B. Lowes, dan L. Davies yang mengertikan privatisasi sebagai
denasionalisasi suatu industri, mengubahnya dari kepemilikan pemerintah menjadi
kepemilikan swasta. Istilah privatisasi sering diartikan sebagai pemindahan kepemilikan
industri dari pemerintah ke sektor swasta yang berimplikasi kepada dominasi kepemilikan
saham akan berpindah ke pemegang saham swasta. Privatisasi adalah suatu terminologi yang
mencakup perubahan hubungan antara pemerintah dengan sektor swasta, dimana perubahan
yang paling signifikan adalah adanya disnasionalisasi penjualan kepemilikan publik.
Dari berbagai definisi di atas, dapat diperoleh pengertian bahwa privatisasi adalah pengalihan
aset yang sebelumnya dikuasai oleh negara menjadi milik swasta. Pengertian ini sesuai
dengan yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, yaitu
penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka
meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan
masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.
Tujuan-tujuan Privatisasi BUMN
- Tujuan yang bersifat ekonomi
BUMN dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai
pihak-pihak tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak,
seperti perusahaan listrik, minyak dan gas bumi, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33
UUD 1945, seyogyanya dikuasai oleh BUMN. Dengan adanya BUMN diharapkan dapat
terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang berada di sekitar
lokasi BUMN memperluas kekuatan pasar dan meningkatkan persaingan serta mengurangi
ukuran sektor publik dan membuka pasar baru untuk modal swasta.
- Tujuan BUMN yang bersifat sosial
Tujuan BUMN yang bersifat sosial dapat dicapai melalui penciptaan lapangan kerja serta
upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal. Penciptaan lapangan kerja dicapai melalui
perekrutan tenaga kerja oleh BUMN. Upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal dapat
dicapai dengan jalan mengikut-sertakan masyarakat sebagai mitra kerja dalam mendukung
kelancaran proses kegiatan usaha. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk
memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi yang berada di sekitar lokasi BUMN.
- Tujuan privatisasi dari sisi pembenahan internal manajemen (jasa dan organisasi) yaitu:
1. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas;
2. Mengurangi peran negara dalam pembuatan keputusan;
3. Mendorong penetapan harga komersial, organisasi yang berorientasi pada keuntungan
dan perilaku bisnis yang menguntungkan;
4. Meningkatkan pilihan bagi konsumen.
5.
3. - Tujuan dari segi politik yaitu:
1. Mengendalikan kekuatan asosiasi/perkumpulan bidang usaha bisnis tertentu dan
memperbaiki pasar tenaga kerja agar lebih fleksibel;
2. Mendorong kepemilikan saham untuk individu dan karyawan serta memperluas
kepemilikan kekayaan;
3. Memperoleh dukungan politik dengan memenuhi permintaan industri dan
menciptakan kesempatan lebih banyak akumulasi modal spekulasi;
4. Meningkatkan kemandirian dan individualisme.
Alasan Munculnya Privatisasi BUMN
Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”) merupakan salah satu program penting
pemerintah dan telah digariskan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999 yang
mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menyehatkan BUMN/BUMD, terutama yang
usahanya berkaitan dengan kepentingan umum, sementara bagi yang usahanya tidak
berkaitan dengan kepentingan umum didorong untuk privatisasi.
Alasan dilakukannya privatisasi BUMN:
ü Meningkatkan kinerja berupa efisiensi ekonomis BUMN yang ditunjukkan dengan harga
jual yang rendah dan meningkatnya kualitas produk.
ü Mengurangi defisit keuangan.
ü Mencapai keseimbangan antara sektor publik dan sektor swasta.
ü Privatisasi bertujuan untuk menciptakan investasi baru, termasuk investasi asing,
kepemilikan saham yang lebih besar dan pendalaman sistem keuangan dalam negeri.
ü Tidak memiliki dana segar menyubsidi BUMN agar terus berkembang demi kepentingan
masyarakat.
ü Banyak BUMN yang tidak dapat menghasilkan keuntungan maksimal untuk
dikontribusikan bagi kemakmuran rakyat melalui APBN.
ü Maraknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang menyebabkan BUMN
ineffisiensi.
Pro Kontra Privatisasi BUMN
Sebagai sebuah kebijakan yang menyangkut kepentingan publik, program privatisasi masih
disikapi secara pro dan kontra. Berikut ini akan diuraikan mengenai alasan-alasan yang
menyebabkan terjadinya pro dan kontra tersebut.
1. Alasan-Alasan Yang Mendukung Privatisasi
Peningkatan efisiensi, kinerja dan produktivitas perusahaan yang diprivatisasi.
BUMN sering dilihat sebagai sosok unit pekerja yang tidak efisien, boros, tidak professional
dengan kinerja yang tidak optimal, dan penilaian-penilaian negatif lainnya. Beberapa faktor
yang sering dianggap sebagai penyebabnya adalah kurangnya atau bahkan tidak adanya
persaingan di pasar produk sebagai akibat proteksi pemerintah atau hak monopoli yang
dimiliki oleh BUMN. tidak adanya persaingan ini mengakibatkan rendahnya efisiensi
BUMN. Hal ini akan berbeda jika perusahaan itu diprivatisasi dan pada saat yang bersamaan
didukung dengan peningkatan persaingan efektif di sektor yang bersangkutan, semisal
meniadakan proteksi perusahaan yang diprivatisasi. Dengan adanya disiplin persaingan pasar
4. akan memaksa perusahaan untuk lebih efisien. Pembebasan kendali dari pemerintah juga
memungkinkan perusahaan tersebut lebih kompetitif untuk menghasilkan produk dan jasa
bahkan dengan kualitas yang lebih baik dan sesuai dengan konsumen. Selanjutnya akan
membuat penggunaan sumber daya lebih efisien dan meningkatkan output ekonomi secara
keseluruhan.
Mendorong perkembangan pasar modal
Privatisasi yang berarti menjual perusahaan negara kepada swasta dapat membantu
terciptanya perluasan kepemilikan saham, sehingga diharapkan akan berimplikasi pada
perbaikan distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.[12] Privatisasi juga dapat
mendorong perusahaan baru yang masuk ke pasar modal dan reksadana. Selain itu, privatisasi
BUMN dan infrastruktur ekonomi dapat mengurangi defisit dan tekanan inflasi yang
selanjutnya mendukung perkembangan pasar modal.
Meningkatkan pendapatan baru bagi pemerintah
Secara umum, privatisasi dapat mendatangkan pemasukan bagi pemerintah yang berasal dari
penjualan saham BUMN. Selain itu, privatisasi dapat mengurangi subsidi pemerintah yang
ditujukan kepada BUMN yang bersangkutan. Juga dapat meningkatkan penerimaan pajak
dari perusahaan yang beroperasi lebih produktif dengan laba yang lebih tinggi. Dengan
demikian, privatisasi dapat menolong untuk menjaga keseimbangan anggaran pemerintah
sekaligus mengatasi tekanan inflasi.
2. Latar belakang dan konsekuensi dari kebijakan yang di jalankan
Beberapa alasan yang diajukan oleh pihak yang mendukung program privatisasi sebagaimana
telah dipaparkan di atas, dinilai tidak tepat oleh pihak-pihak yang kontra. Alasan bahwa
privatisasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan yang diprivatisasi
dianggap tidak sesuai dengan fakta. Sebab jika itu yang menjadi motifnya, maka seharusnya
yang diprivatisasi adalah perusahaan-perusahaan yang tidak efisien, produktivitasnya rendah
dan kinerjanya payah. Sehingga dengan diprivatisasi, diharapkan perusahaan tersebut
berubah menjadi lebih efisien, produktivitasnya meningkat, dan kinerjanya menjadi lebih
bagus. Padahal, pada kenyatannya yang diprivatisasi adalah perusahaan yang sehat dan
efisien. Jika ada perusahaan negara yang merugi dan tidak efisien, biasanya disehatkan
terlebih dahulu sehingga menjadi sehat dan mencapai profit, dan setelah itu baru kemudian
dijual.
Alasan untuk meningkatkan pendapatan negara juga tidak bisa diterima. Memang ketika
terjadi penjualan aset-aset BUMN itu negara mendapatkan pemasukan. Namun sebagaimana
layaknya penjualan, penerimaan pendapatan itu diiringi dengan kehilangan pemilikan aset-aset
tersebut. Ini berarti negara akan kehilangan salah satu sumber pendapatannya. Akan
menjadi lebih berbahaya jika ternyata pembelinya dari perusahaan asing. Meskipun
pabriknya masih berkedudukan di Indonesia, namun hak atas segala informasi dan bagian
dari modal menjadi milik perusahaan asing.