Kasus ini membahas sengketa harta warisan berupa tanah antara kakak dan adik melawan tetangga yang mengklaim kepemilikan tanah tersebut. Tanah warisan tersebut awalnya dikuasai orang tua kakak dan adik melalui proses gadai yang tak terlunasi, namun tetangga mengklaim kepemilikan. Kasus ini berujung pada kekalahan kakak di Mahkamah Agung setelah sebelumnya menang di tingkat banding.
2. Tinjauan Yuridis
Sesuai tema ini bila dihubungkan dengan UU No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokokAgraria juncto PP No. 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
Peralihan HAT karena Pewarisan terjadi karena adanya suatu peristiwa
hukum, yang menjadi salah satu sebab berakhirnya kepemilikan seseorang
yaitu kematian.
Kematian menyebabkan adanya peralihan harta kekayaan baik material
ataupun immaterial kepada ahli waris.
Hukum waris :
suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah
meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan
masyarakat yang lebih berhak.
3. Ketentuan penerimaan peralihan hak milik tetap sesuai dengan ketentuan
pasal 9 UUPA pasal 21 (1).
PP no. 10 Tahun 1961 juncto PP No. 24 Tahun 1997 ;
yang berhak menerima warisan wajib meminta pendaftaran peralihan hak
tersebut dalam jangka waktu 6 bulan sejak meninggalnya orang yang semula
mempunyai hak milik tersebut dengan tidak melanggar ketentuan bahwa
menerima hak harus sesuai dengan UUPA Pasal 21
4. Pelaksanaan.
Sistem buku tanah = setiap hak atas tanah yang wajib didaftarkan
menurut PP No. 24 Tahun 1997 harus dibuat salinan dari buku tanah
untuk diterbitkannya sertifikat.
Peralihan hak atas tanah karena pewarisan secara garis besar sama
dengan yang lainnya sesuai peraturan pendaftaran tanah dan
pencatatan tanah. Hanya saja pewarisan itu terjadi ketika pemilik aslinya
meninggal. Baru terjadi apabila memenuhi 3 persyaratan ;
1. Ada seseorang yang meninggal
2. Ada seseorang yang masih hidup sebagai ahli waris
3. Ada sejumlah harta yang ditinggalkan
Peralihan harus dilakukan di depan PPAT resmi yg di angkat Menteri
dalam negeri c.q Direktorat Jenderal Agraria, satu orang untuk satu atau
lebih daerah kecamatan.
Sedangkan untuk suatu daerah kecamatan yang belum diangkat
seseorang PPAT, maka camat yang mengepalai kecamatan tersebut
untuk sementara ditunjuk karena jabatannya sebagai PPAT.
Pasal 6 (2) PP No. 24 Tahun 1997
5. Bila sudah pernah didaftarkan maka harus menunjukkan sertifikat HAT, jika
belum maka menyerahkan tanda bukti bahwa belum punya sertifikat atau
sertifikat sementara.
Menurut ketentuan, akta harus di tanda tanggani semua pihak, PPAT dan
saksi. Dibuat rangkap 4;
1 helai bermaterai Rp 6.000 (disimpan diprotokol pejabat)
1 helai bermaterai untuk keperluan kantor pertanahan
1 helai untuk keperluan lampiran permohonan izin (bila perlu)
1 helai untuk yang berkepentingan
Untuk semua peralihan hak, harus sesuai peraturan menteri agraria No. 11
Tahun 1961 dan surat kementerian dalam negeri tanggal 6 agustus 1977
No. SK. 104/DJA/1977 harus digunakan formulir-formulir yang tercetak
dikantor pos.
Menurut UUPA tidak cukup dibuatkan akta saja tetapi harus melakukan
proses balik nama untuk membuat sertifikat
6. Karena akta = cukup untuk memperoleh hak milik,karena haknya sudah
beralih (tanda bukti hak)
Sedangkan sertifikat = untuk memiliki kepastian hukum di kemudian
Syarat balik nama ;
Ada akta pejabat
Bukti pelunasan yang menjadi kewajiban untuk peralihan hak tersebut
Rekom balik nama dari PPAT
Pasal 11 No. 24 Tahun 1997, Pasal 12 PP No. 24 Tahun 1997, sama
seperti peralihan lainnya. Adapun juga berlaku pasal 36 PP No. 24 Tahun
1997 (Data Mantenance)
Yang wajib dilakukan oleh pihak yang memperoleh hak milik sebagai
warisan Pasal 42 (1) PP No. 24 Tahun 1997, lalu Pasal 36 ;
“...... Wajib diserahkan oleh penerima hak atas tanah ........... Surat kematian
orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda
bukti sebagai ahli waris.”
7. 6 bulan sendiri itu dapat diperpanjang oleh BPN Pasal 61 (3) PP No. 24
Tahun 1997
Ahli waris juga harus memperhatikan sebelumnnya apakah tanah tersebut
sudah dibukukan atau belum karena hal ini dapat mempengaruhi proses
peralihan hak atas tanah tersebut berdasarkan syarat-syarat yang
dibutuhkan.
Untuk buku yang sudah dibukukan yang perlu diserahkan ke BPN adalah
Sertifikat pewaris
Surat keterangan meninggal dunia dari kepala desa atau lurah
Surat keterangan waris
Surat keterangan PBB terakhir
Jika belum dibukukan ahli waris wajib juga menyerahkan dokumen-
dokumen sebagaimana dalam Pasal 39 (1) huruf b. Sesuai dalam pasal 42
(2) PP No. 24 Tahun 1997
8. Kemudian pemohon (ahli waris) mendaftarkan ke kantor Badan Pertanahan
Nasional dengan persyaratan sebagai berikut:
Mengisi formulir permohonan
Bukti identitas ahli waris
Surat Kuasa dan photo copy KTP penerima kuasa bila dikuasakan.
Sertifikat Hak Atas Tanah yang diwariskan.
Surat Kematian atas nama pemegang hak
Surat Tanda Bukti sebagai Ahli Waris:
○ Wasiat dari pewaris; atau
○ Putusan pengadilan; atau
○ Surat Keterangan ahili Waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan
disaksikan oleh 2 (dua0 orang saksi dan dikuatkan oleh Lurah atau
Camat.
○ Akta Pembagian hak Bersama (apabila langsung dibagi waris)
○ Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir.
9. Untuk pembagian hak bersama, Pasal 51 ayat (1) PP Nomor. 24 tahun
1997. Pada saatnya suatu hak bersama, baik yang diperoleh sebagai
warisan maupun sebab lain perlu dibagi sehingga menjadi hakl individu.
Untuk itu kesepkatan antara pemegang hak bersama terseut perlu
dituangkan dalam akta PPAT yang akan menjadi dasar bagi
pendaftarannya. Dalam pembagiann tersebut tidak harus semua pemegang
hak bersama memperoleh bagian.Dalam pembagian harta waris seringkali
yang menjadi pemenagn hak individu hanya sebagian dari keseluruhan
penerimaan warisan, asalkan hal tersebut disepakati oleh seluruh penerima
warisan sebagai pemeang hak bersama
Kemudian setelah 60 hari setelah ahli waris melakukan pendaftaran
peralihan hak akan di umumkan hasilnya. Yang mana sertifikat akan
dibuktikan juga secara data fisik dan data yuridis.
10. Dalam pewarisan kekuatan sertifikat bagi pemegang hak atas tanah
menurut UUPA dan PP No. 24 Tahun 1997
Pasal 19 (2) huruf c, sertifikat hak atas tanah adalah alat pembuktian
yang kuat
Pasal 23 (2), Pasal 32 (2), dan Pasal 38 (2) karena salah satunya
peralihan pasti dapat terjadi karena salah satu pihak meninggal dunia,
maka sesuai peraturan yang ada pemegang haknyapun berubah dan
perlu didata ulang.
12. Contoh kasus
Pada tahun 1986, ayah A meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas. Beberapa tahun
kemudian, ibu A juga meninggal dunia karena sakit keras. Sebelum ibu A meninggal dunia, ia telah
memberikan wasiat agar seluruh harta warisannya dibagi dua; A dan kakak A, dibagi dua sama
rata. Orang tua A meninggalkan sebidang tanah dan kebun. Karena A tidak bisa mengurusi maka
harta warisan itu dikelola kakak A.A terkadang mendapat bagian hasil dari pengelolaan tanah
tersebut, tetapi juga tidak. Meski demikian A tidak begitu menuntut. Yang penting, tanah tersebut
terawat dengan baik.
Sekitar 2 tahun sepeninggal ibu A, ada salah satu tetangga yang menggugat kakak A ke
pengadilan. Isi gugatan tersebut menyatakan bahwa sawah yang kini dikelola kakak A adalah milik
orang tua tetangga tersebut. Menurut tetangga tersebut, tanah garapan itu bisa ke tangan orang
tua A, sebab tanah itu dulu digadaikan oleh orang tua tetangga tersebut, tetapi ia tidak bisa
menebusnya. Hal itu berlangsung bertahun-tahun hingga orang tua dia meninggal dunia, tanah itu
masih dikuasai orang tua A. Tetapi A tidak percaya, karena A mempunyai bukti-bukti bahwa tanah
tersebut milik orang tua A.
Masalah tersebut kemudian bergulir ke pengadilan. Di Pengadilan Negeri, kakak A kalah.
Kakak A kemudian naik banding ke Pengadilan Tinggi. Di tingkat ini, kakak A menang. Pihak
penggugat kemudian naik banding ke Mahkamah Agung. Di Mahkamah Agung, kakak A mengalami
kekalahan. Demikian adalah salah satu contoh kasus mengenai sengketa hak atas tanah karena
warisan.