SlideShare a Scribd company logo
1 of 24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit rematik merupakan suatu kondisi yang menyakitkan, yang
mengefek berjutaan orang. Terdapat lebih dari 100 jenis penyakit rematik,
antaranya adalah, osteoartritis, rheumatoid artritis, spondiloartritis, gout,
lupu eritematosus sistemik, skleroderma, fibromialgia, dan lain-lain lagi.
Penyakit ini menyebabkan inflamasi, kekakuan, pembengkakan, dan rasa
sakit pada sendi, otot, tendon, ligamen, dan tulang. Berdasarkan
penelitian oleh Centers for Disease Control and Prevention, menunjukkan
bahwa 33% (69.9 juta) daripada populasi Amerika Serikat mengeluhkan
penyakit artritis atau penyakit sendi (Cush, J.J. dan Lipsky, P.E., 2005).
Penyakit rematik ini merupakan suatu sebab sering terjadinya
keterbatasan aktivitas jika dibandingkan dengan penyakit jantung, kanker
atau diabetes. Menurut Eustice (2007), berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Centers for Disease Control and Prevention (2007), 38%
(17 juta) penderita penyakit rematik di Amerika Serikat mengeluhkan
keterbatasan fungsi fisik akibat daripada penyakitnya. Sementara,
berdasarkan hasil penelitian terakhir dari Qing, Y.Z., (2008) prevalensi
nyeri rematik di beberapa negara asean adalah, 26.3% Bangladesh,
18.2% India, 23.6-31.3% Indonesia, 16.3% Filipina, dan 14.9% Vietnam.
Dari data yang didapati ini, bisa dikatakan bahwa, negara Indonesia
mempunyai prevalensi nyeri rematik yang cukup tinggi dimana keadaan
seperti ini dapat menurunkan produktivitas negara akibat keterbatasan
fungsi fisik penderita yang mengefek kualitas hidupnya.
Keterbatasan fungsi fisik adalah suatu kondisi dimana seseorang
tidak dapat atau mengalami kesukaran untuk melakukan aktivitas
hariannya. Keterbatasan fungsi fisik yang sering terjadi pada penderita
rematik adalah pada hal-hal seperti berjalan 1 atau 2 kilometer, menaik 1
atau 2 tangga, mandi & mengeringkan tubuh dan lain-lain lagi. Pada
penderita rematik, keseimbangan antara istirahat dan olahraga menjadi
sangat penting untuk mempertahankan kondisi fungsi fisik yang optimal
(Bruce, B., et al., 2009).
Lebih lanjut awitan keadaan ini bisa bersifat akut, dan perjalanan
penyakitnya dapat ditandai oleh periode remisi (suatu periode ketika
gejala penyakit berkurang atau tidak terdapat) dan eksaserbasi (suatu
periode ketika gejala penyakit terjadi atau bertambah berat). Terapi dapat
sangat sederhana dan bertujuan untuk melokalisaasi rasa nyeri, atau
dapat kompleks dan dimaksudkan untuk mengurangi efek sistemiknya.
Perubahan yang permanent dapat terjadi akibat penyakit ini.
Arthritis rheumatoid merupakan kasus panjang yang sangat sering
diujikan. Biasanya terdapat banyak tanda-tanda fisik. Insiden puncak dari
arthritis rheumatoid terjadi pada umur dekade ke empat, dan penyakit ini
terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari pada laki-laki (Akhtyo, 2009).
Arthritis rheumatoid memang lebih sering dialami oleh lansia, untuk
itu perlu perawatan dan perhatian khusus bagi lansia dengan arthritis
rheumatoid terutama dalam keluarga. Kedudukan dan peranan orang
lansia dalam keluarga dianggap sebagai orang yang harus dihormati dan
dihargai apalagi dianggap memiliki prestise yang tinggi dalam masyarakat
menjadikan secara psikologis lebih sehat secara mental. Perasaan
diterima oleh orang lain akan mempengaruhi tanggapan mereka dalam
memasuki hai tua, dan berpengaruh pula kepada derajat kesehatan lansia
(Fitriani, 2009).
Perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan kepada
anggota keluarga yang sakit, sebagai pendidik kesehatan dan sebagai
fasilitator agar pelayanan kesehatan mudah dijangkau dan perawat
dengan mudah dapat menampung permasalahan yang dihadapi keluarga
serta membantu mencarikan jalan pemecahannya, misalnya mengajarkan
kepada keluarga untuk mencegah agar tidak terjadi penyakit Artritis
Rhematoid.
Peran klien dan keluarga lebih difokuskan untuk menjalankan lima
tugas keluarga tersebut adalah mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi perawatan kepada
anggota keluarga yang sakit, mempertahankan atau menciptakan
suasana rumah yang sehat, mempertahankan hubungan dengan
menggunakan fasilitas kesehatan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk membahas tentang
perawatan keluarga terutama pada keluarga yang mempunyai masalah
kesehatan dengan nyeri sendi dan dapat mengaplikasikannya dalam
memberikan asuhan keperawatan keluarga dengan Rheumatoid Artritis.
1.2. TUJUAN PENULISAN
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran proses keperawatan kasus
rheumatoid artritis pada klien Tn. A. secara optimal.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian, analisa data, masalah
keperawatan pada klien Tn. A
b. Dapat menyusun rencana/ intervensi keperawatan pada klien
Tn. A
c. Dapat melaksanakan/ mengimplementasikan rencana
keperawatan kepada klien Tn. A
d. Dapat menilai hasil (evaluasi) tidakan keperawatan pada klien
Tn. A
e. Dapat membuat dokumentasi keperawatan pada klien Tn. A
1.3. Metodologi Penulisan
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan
beberapa metode antaralain :
1. Studi kepustakaan yakni membaca literature yang
menerangkan dan berhubungan dengan kasus Rematik
dan perawatannya baik berupa buku-buku diktat dan bahan
informasi lainnya.
2. Studi kasus yaitu mengkaji, merencanakan, dan melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien secara langsung di RS. Tk. II
Pelamonia makassar dengan cara :
a) Wawancara
Dalam pelaksanaan studi asuhan keperawatan terhadap
klien, penulis mendapatkan data secara lisan dari klien,
keluarga dan tim kesehatan lainnya melalui percakapan.
b) Mempelajari dokumentasi klien
Penulis mengkaji melalui catatan atau hasil-hasil
pemeriksaan yang ada pada status klien.
c) Observasi
Pada tahap pengkajian dan implementasi penulis dapat
melihat langsung keadaan klien.
d) Pemecahan masalah
Dalam penerapan studi asuhan keperawatan penulis
menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada klien
dengan melakukan intervensi langsung dengan menjalin
kerja sama dengan tim kesehatan lainnya.
1.4. Manfaat penulisan
1. Manfaat ilmiah
Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
dan pengetahuan dan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya,
khususnya pada kasus Rematik.
2. Manfaat praktis
Diharapkan karya tulis ilmiah inidapat menjadi sumbangsih
referensi bagi institusi Rumah Sakit khususnya RS Tk. II
Pelamonia Makassar dalam proses manajemen pemberian
asuhan keperawatan khususnya pada kasus Rematik.
3. Manfaat bagi peneliti
Karya tulis ilmiah ini dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan peneliti dalam bidang ilmu keperawatan serta
penerapannya dalam proses keperawatan khususnya pada
kasus klien Rematik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 RHEUMATOID ARTRITIS
2.1.1 PENGERTIAN
Penyakit rematik yang sering disebut arthritis (radang sendi) adalah
penyakit yang mengenai otot-otot skelet, tulang, ligamentum, tendon dan
persendian pada laki-laki maupun wanita dengan segala usia (Smeltzer,
2002).
Reumatik yang sering disebut artritis (radang sendi) terdiri atas lebih
dari 100 tipe kelainan yang berbeda. Penyakit ini terutama mengenai otot -
otot skelet, tulang, ligamentum, tendon dan persendian pada laki-laki maupun
wanita dengan segala usia (Cush, J.J. dan Lipsky, P.E., 2005).
Artritis rheumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik
dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ
tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien-pasien arthritis rheumatoid terjadi
setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat
progresivitasnya (Mansjoer,dkk, 2002).
Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit inflamasi progresif,
sistemik, dan kronis. multisistem kronis yang penyebabnya tidak diketahui.
Terdapat berbagai manifestasi sistemik pada penyakit ini, karakteristiknya
adalah peradangan yang menetap pada cairan sendi (sinovitis), biasanya
menyerang area sekitar sendi dengan distribusi yang simetris (Cush, J.J. dan
Lipsky, P.E., 2005).
Potensi dari inflamasi yang terjadi pada cairan sendi dapat
menyebabkan kerusakan kartilago, erosi pada tulang, dan perubahan yang
lebih lanjut pada integritas sendi sebagai tanda khas pada penyakit ini.
Walaupun berpotensi merusak, Rheumatoid arthritis cukup bervariasi.
Beberapa penderita hanya menunjukkan penyakit oligoartikular yang ringan
dengan durasi yang singkat disertai dengan kerusakan sendi yang minimal,
sedangkan pada penderita yang lain dapat menunjukkan poliartritis progresif
yang ditandai kerusakan fungsional (Cush, J.J. dan Lipsky, P.E., 2005).
Beberapa penelitian mengatakan bahwa Rheumatoid arthritis
mengalami penuruanan dalam hal frekuensi dan tingkat keberatannya.
Sebagian besar, tanda dari Rheumatoid arthritis adalah homogen, dan pola
dari perubahan sendi dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor genetik. Artriris
reumatoid dihubungkan dengan penyakit ekstra-artikular yang secara
konsisten lebih sedikit terjadi pada orang Asia dan Afrika dibanding dengan
orang Kaukasia.
2.1.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI SENDI
Sendi sinovial memiliki karakteristik sedemikian rupa sehingga
Kemungkinkan jangkauan gerakan yang luas. Sendi sinovial diklasifikasikan
berdasarkan jangkauan gerakan atau berdasarkan bentuk bagian sendi dari
tulang yang terlibat.8
Setiap jenis sendi sinovial memiliki karakteristik yang sama, yaitu:
a. Kartilago hialin
Bagian tulang yang bersentuhan pasti dilindungi oleh kartilago hialin
yang menyediakan permukaan yang lembut dan cukup kuat untuk menyerap
gaya tekan serta menahan berat tubuh. Lapisan kartilago memiliki ketebalan
7 mm pada orang muda dan semakin tipis dan rentan terhadap tekanan
seiring dengan pertambahan usia. Hal ini menyebabkan bertambahnya
tekanan pada struktur sendi. Kartilago tidak diperdarahi tetapi menerima
nutrisi dari cairan sinovial.
b. Ligamentum kapsuler
Sendi dikelilingi dan ditutupi oleh jaringan fibrosa yang mengikat
tulang-tulang yang berkaitan. Jaringan tersebut cukup regang sehingga
Gambar 1 : Gambaran skematik dari sendi sinvial. (1) periosteum, (2) lapisan fibrous
terluar dari kapsul, (3) lapisan sinovial bagian dalam dari kapsul, (4) lemak
dan jaringan lunak longgar, (5) celah artikular, (6) kartilago, (7) tulang, (8)
bare area.
pergerakan dapat dilakukan tapi juga cukup kuat untuk dapat melindungi dari
jejas.
c. Membran sinovial
Membran sinovial disusun oleh sel epitel dan berfungsi:
- Melapisi kapsul
- Menutupi bagian tulang di dalam sendi yang tidak ditutupi oleh kartilago
sendi
- Menutupi seluruh struktur intrakapsuler yang tidak menyokong berat
tubuh
d. Cairan sinovial
Cairan sinovial merupakan cairan kental dengan konsistensi
menyerupai putih telur dan disekresikan oleh membran sinovial kedalam
kavitas sinovial, dan berfungsi:
- Menyediakan nutrisi untuk struktur di dalam kavitas sinovial
- Mengandung fagosit yang mengeliminasi mikroba dan debris seluler
- Berfungsi sebagai lubrikan
- Mempertahankan stabilitas sendi
- Mencegah terpisahnya kedua ujung tulang yang berlengketan, seperti
sedikit air yang terdapat diantara dua permukaan kaca
e. Struktur intrakapsular lainnya
Beberapa sendi memiliki struktur-struktur yang terdapat di dalam
kapsul, tetapi berada di luar membran sinovial yang membantu
mempertahankan stabilitas, contohnya bantalan lemak dan meniskus pada
sendi lutut. Jika struktur tersebut tidak menyokong berat tubuh, biasanya
struktur tersebut tidak ditutupi oleh membran sinovial
f. Struktur ekstrakapsular
- Ligamentum, yang bergabung dengan kapsul memberikan stabilitas lebih
lagi pada kebanyakan sendi
- Otot atau tendon, juga menyediakan stabilitas. Selain itu otot dan tendon
juga meregang melintasi sendi ketika terjadi pergerakan. Jika otot
berkontraksi, otot tersebut akan memendek dan menarik dua tulang
sehingga semakin berdekatan.
g. Suplai darah dan persarafan
Saraf dan pembuluh darah yang melintasi sendi biasanya bertugas
menyuplai kapsul dan otot yang menggerakkannya.
2.1.3 ETIOLOGI
Penyebab Rheumatoid arthritis masih belum diketahui. Dikatakan
bahwa Rheumatoid arthritis mungkin merupakan manifestasi dari respon
terhadap agen infeksius pada orang-orang yang rentan secara genetik.
Karena distibusi Rheumatoid arthritis yang luas, hal ini menimbulkan
hipotesis bahwa jika penyebabnya adalah agen infeksius, maka organisme
tersebut haruslah tersebar secara luas. Beberapa kemungkinan agen
penyebab tersebut diantaranya termasuk mikoplasma, virus Epstein-Barr
(EBV), sitomegalovirus, parvovirus, dan virus rubella, tapi berdasarkan bukti-
bukti, penyebab ini ataupun agen infeksius yang lain yang menyebabkan
Rheumatoid arthritis tidak muncul pada penderita Rheumatoid arthritis (Cush,
J.J. dan Lipsky, P.E., 2005).
Walupun etiologi dari Rheumatoid arthritis belum diketahui pasti,
namun nampaknya multifaktorial. Terdapat kerentanan genetik yang jelas,
dan penelitian pada orang kembar mengindikasikan indeks sekitar 15-20%.
Sebanyak 70% dari pasien artrirtis reumatoid ditemukan human leucocyte
antigen-DR4 (HLA-DR4), sedangkan faktor lingkungan seperti merokok dan
agen infeksius dikatakan memiliki peranan penting pada etiologi, namun
kontribusinya sampai saat ini belum terdefinisikan (Cush, J.J. dan Lipsky,
P.E., 2005).
2.1.4 PATOFISIOLOGI
Rheumatoid arthritis adalah proses inflamasi kompleks yang
merupakan hasil reaksi dari berbagai populasi sel imun dengan aktivasi dan
proliferasi dari fibroblas sinovial. Respon inflamasi ini menyerang cairan
sinovial pada persendian, bursa dan tendon, serta jaringan lain di seluruh
tubuh. Orang-orang yang menderita penyakit ini menunjukkan tanda-tanda
klinik yang bermacam-macam dan distribusinya pada muskuloskeletal. Dalam
jaringan sinovial, proses inflamasi terjadi secara jelas, menimbulkan edema
dan proliferasi kapiler dan sel mesenkim. Pada jaringan sendi dan cairan
sinovial, terjadi akumulasi dari leukosit yang menghasilkan enzim lisosom dan
proinflamasi lain, serta mediator-mediator toksik. Kemudian, dengan
teraktivasinya sel-sel imun dan fibroblas sinovial, mediator ini dapat merusak
kartilago persendian yang bedekatan. Jika proses ini terus berlanjut dan tidak
dikendalikan, permukaan sendi akan hancur, dan secara bertahap terjadi
fibrosis pada jaringan fibrosa kapsul persendian dan jaringan sendi atau
terlihat ankilosis pada tulang (Carter, 2005).
Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah
destruksi akibat proses pencernaan oleh karena produksi protease,
kolagenase dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Enzim-enzim ini memecah
kartilago, ligamen, tendon dan tulang pada sendi, serta dilepaskan bersama
dengan radikal oksigen dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit
polimorfonuklear dalam cairan sinovial. Proses ini diduga adalah bagian dari
respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara lokal. Kedua
adalah, destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus reumatoid. Panus
merupakan jaringan granulasi vaskular yang terbentuk dari sinovium yang
meradang dan kemudian meluas ke sendi. Disepanjang pinggir panus, terjadi
destruksi kolagen dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam
panus tersebut (Carter, 2005)
Hiperplasia sinovial dan formasi ke dalam panus merupakan
patogenesis Rheumatoid arthritis yang fundamental. Proses ini dimediasi oleh
produksi dari berbagai sitokin, contohnya tumor necrosis factor α (TNF-α) dan
interleukin-1 (IL-1) oleh antigen presenting cells dan sel T. TNF-α dan IL-1
juga memiliki peranan penting dalam destruksi tulang (Sommer, 2005).
2.1.5 Gambaran Klinis
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita
Rheumatoid arthritis. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat
yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang
bervariasi (Carter, 2005).
a) Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya
b) Poliartritis simetris: semua sendi dapat terserang terutama pada sendi
perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan
sendi-sendi interfalang distal.
c) Kekakuan pagi hari, selama lebih dari satu jam: dapat bersifat menyeluruh
tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan
kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung
selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam
d) Artritis erosif: merupakan ciri khas dari penyakit ini pada gambaran
radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi
tulang.
e) Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi
metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah
beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai. Pada kaki terdapat
protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dan subluksasi
metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami
pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak
ekstensi.
f) Nodul-nodul rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa pasien Rheumatoid arthritis. Lokasi yang
paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau
sepanjang permukaan ekstensor dari lengan. Walaupun demikan, nodul-
nodul ini dapat juga timbul pada tempat lainnya. Adanya nodul-nodul ini
biasanya merupakan petunjuk dari suatu penyakit yang aktif dan lebih
berat.
g) Manifestasi ekstra-artikular; Rheumatoid arthritis juga dapat menyerang
organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis),
mata, dan pembuluh darah dapat rusak.
Dibawah ini merupakan tabel revisi kriteria untuk klasifikasi dari
Rheumatoid arthritis dari American Rheumatism Association tahun 1987
Tabel 1: 1987 Revised American Rheumatism Association Criteria for the
Classification of Rheumatoid Arthritis
Kriteria Definisi
1. Kekakuan pagi
hari
Kekakuan pagi hari pada sendi atau disekitar
sendi, lamanya setidaknya 1 jam
2. Artritis pada
tiga atau lebih
area sendi
Setidaknya tiga area sendi secara bersama-
sama dengan peradangan pada jaringan lunak atau
cairan sendi. 14 kemungkinan area yang terkena, kanan
maupun kiri proksimal interfalangs (PIP),
metakarpofalangs (MCP), pergelangan tangan, siku,
lutut, pergelangan kaki, dan sendi metatarsofalangs
(MTP)
3. Artritis pada
sendi tangan
Setidaknya satu sendi bengkak pada
pergelangan tangan, sendi MCP atau sendi PIP
4. Artritis simetris
Secara bersama-sama terjadi pada area sendi
yang sama pada kedua bagian tubuh
5. Nodul-nodul
reumatoid
Adanya nodul subkutaneus melewati tulang atau
permukaan regio ekstensor atau regio juksta-artikular
6. Serum faktor
reumatoid
Menunjukkan adanya jumlah abnormal pada
serum faktor reumatoid dengan berbagai metode yang
mana hasilnya positif jika < 5% pada subyek kontrol yang
normal
7. Perubahan
radiografik
Perubahan radiografik tipikal pada Rheumatoid
arthritis pada radiografik tangan dan pergelangan tangan
posteroanterior, dimana termasuk erosi atau dekalsifikasi
terlokalisasi yang tegas pada tulang.
Untuk klasifikasi, pasien dikatakan menderita atrtritis reumatoid jika
pasien memenuhi setidaknya 4 dari 7 kriteria diatas. Kriteria 1 - 4 harus sudah
berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis klinis,
tidak dikeluarkan pada kriteria ini.
2.1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis dari Rheumatoid arthritis dengan anamnesis dan pemeriksaan
yang dikorelasikan dengan data laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
Karakteristik pasien, termasuk umur, jenis kelamin dan etnis, sangat penting,
karena hal tersebut berhubungan dengan resiko dan tingkat keberatan dari
penyakit (Kent and Matteson, 2004)
1) Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis pada pasien dengan Rheumatoid arthritis adalah
penilaian standar untuk peradangan pada sendi, kelemahan dan
keterbatasan gerak. Selain itu, pada pemeriksaan fisis juga menunjukkan
adanya gejala-gejala ekstra-artikular seperti skleritis, nodul-nodul, efusi
pleura, splenomegali, dan ulkus kulit pada ekstremitas bawah (Kent and
Matteson, 2004).
Pada Rheumatoid arthritis yang lanjut, tangan pasien dapat
menunjukkan deformitas boutonnierre dimana terjadi hiperekstensi dari sendi
distal interfalangs (DIP) dan fleksi pada sendi proksimal interfalangs (PIP).
Deformitas yang lain merupakan kebalikan dari deformitas boutonniere, yaitu
deformitas swan-neck (leher angsa), dimana juga terjadi hiperekstensi dari
sendi PIP dan fleksi dari sendi DIP. Jika sendi metakarpofalangs telah
seutuhnya rusak, sangat mungkin untuk menggantinya dengan protesa
silikon (Mettler, 2004).
Gambar 2 : Gambaran skematik dari deformitas swan-neck dan
deformitas boutonniere, sering telihat pada Rheumatoid arthritis lanjut.
2) Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk
mendiagnosis Rheumatoid arthritis. Beberapa hasil uji laboratoirum dipakai
untuk membantu menegakkan diagnosis Rheumatoid arthritis. Sekitar 85%
pasien Rheumatoid arthritis memiliki autoantibodi di dalam serumnya yang
dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah imunoglobulin M
(IgM) yang beraksi terhadap perubahan imunoglobulin G (IgG). Keberadaan
dari faktor reumatoid bukan merupakan hal yang spesifik pada penderita
Rheumatoid arthritis. Faktor reumatoid ditemukan sekitar 5% pada serum
orang normal, insiden ini meningkat dengan pertambahan usia, sebanyak 10-
20% pada orang normal usia diatas 65 tahun positif memiliki faktro reumatoid
dalam titer yang rendah.
Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang tidak
spesifik. Pasien dengan Rheumatoid arthritis nilainya dapat tinggi (100
mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa LED dapat dipakai untuk
memantau aktivitas penyakit (Carter, 2004).
Anemia normositik normokrom sering didapatkan pada penderita
dengan artritis rematoid yang aktif melalui pengaruhnya pada sumsum tulang.
Anemia ini tidak berespon pada pengobatan anemia yang biasa dan dapat
membuat seseorang merasa kelelahan (Lipsky, 2005).
Analisis cairan sinovial menunjukkan keadaan inflamasi pada sendi,
walaupun tidak ada satupun temuan pada cairan sinovial spesifik untuk
Rheumatoid arthritis. Cairan sinovial biasanya keruh, dengan kekentalan
yang menurun, peningkatan kandungan protein, dan konsentrasi glukosa
yang mengalami sedikit penurunan atau normal. Hitung sel leukosit (WBC)
meningkat mencapai 2000/µL dengan lebih dari 75% leukosit PMN, hal ini
merupakan karakteristik peradangan pada artritis, walaupun demikian,
temuan ini tidak mendiagnosis Rheumatoid arthritis (Lipsky, 2005).
3) Pemeriksaan Radiologi
a) Foto Polos
Pada tahap awal penyakit, biasanya tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan radiologis kecuali pembengkakan jaringan lunak. Tetapi, setelah
sendi mengalami kerusakan yang lebih berat, dapat terlihat penyempitan
ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Juga dapat terjadi erosi tulang
pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan-perubahan ini
biasanya irreversibel (Carter, 2004).
Gambar 3 : Artritis erosif yang mengenai tulang karpal dan sendi
metakarpofalangs
Gambar 4: A. Perubahan erosif pada ulna dan distal radius. B. Erosi
komplit pada pergelangan tangan
Gambar 5: C. Swelling dan erosi pada sendi MTP 5. D. Nodul subkutaneus
multipel pada tangan
Tanda pada foto polos awal dari Rheumatoid arthritis adalah
peradangan periartikular jaringan lunak bentuk fusiformis yang disebabkan
oleh efusi sendi dan inflamasi hiperplastik sinovial. Nodul reumatoid
merupakan massa jaringan lunak yang biasanya tampak diatas permukaan
ekstensor pada aspek ulnar pergelangan tangan atau pada olekranon, namun
adakalanya terlihat diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan.
Karakteristik nodul ini berkembang sekitar 20% pada penderita Rheumatoid
arthritis dan tidak terjadi pada penyakit lain, sehingga membantu dalam
menegakkan diagnosis.
b) CT Scan
Computer tomography (CT) memiliki peranan yang minimal dalam
mendiagnosis Rheumatoid arthritis. Walaupun demikian, CT scan berguna
dalam memperlihatkan patologi dari tulang, erosi pada sendi-sendi kecil di
tangan yang sangat baik dievaluasi dengan kombinasi dari foto polos dan
MRI (Tsou, 2011).
CT scan jarang digunakan karena lebih rendah dari MRI dan memiliki
kerugian dalam hal radiasi. CT scan digunakan sebatas untuk
mengindikasikan letak destruksi tulang dan stabilitas tertinggi tulang secara
tepat, seperti pada pengaturan pre-operatif atau pada tulang belakang.
c) Ultrasonografi (USG)
Sonografi dengan resolusi tinggi serta pemeriksaan dengan frekuensi
tinggi digunakan untuk mengevaluasi sendi-sendi kecil pada Rheumatoid
arthritis. Efusi dari sendi adalah hipoekhoik, sedangkan hipertrofi pada
sinovium lebih ekhogenik. Nodul-nodul reumatoid terlihat sebagai cairan yang
memenuhi area kavitas dengan pinggiran yang tajam. Erosi tulang dapat
terlihat sebagai irregularitas pada korteks hiperekhoik. Komplikasi dari
arthritis reumatoid, seperti tenosinovitis dan ruptur tendon, juga dapat
divisualisasikan dengan menggunakan ultrasonografi. Hal ini sangat berguna
pada sendi MCP dan IP. Tulang karpal dan sendi karpometakarpal tidak
tervisualisasi dengan baik karena konfigurasinya yang tidak rata dan
lokasinya yang dalam.14
Sonografi telah digunakan dalam mendiagnosis Rheumatoid arthritis
dengan tujuan meningkatkan standar yang tepat untuk radiografi
konvensional. Ultrasonografi, terkhusus dengan menambahkan amplitude
color doppler (ACD) Imaging, juga menyediakan informasi klinis yang
berguna untuk dugaan Rheumatoid arthritis. ACD imaging telah diaplikasikan
untuk Rheumatoid arthritis dengan tujuan mengevaluasi manifestasi dari
hiperemia pada peradangan jaringan sendi. Hiperemia sinovial merupakan
ciri patofisiologi yang fundamental untuk Rheumatoid arthritis (Tsou, 2011).
d) MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) menyediakan gambaran yang
baik dengan penggambaran yang jelas dari perubahan jaringan lunak,
kerusakan kartilago, dan erosi tulang-tulang yang dihubungkan dengan
Rheumatoid arthritis (Tsou, 2011).
Diagnosis awal dan penanganan awal merupakan manajemen utama
pada Rheumatoid arthritis. Dengan adanya laporan mengenai sensitivitas
MRI dalam mendeteksi erosi dan sinovitis, serta spesifitas yang nyata untuk
perubahan edema tulang, hal itu menandakan bahwa MRI merupakan
penolong untuk mendiagnosis awal penyakit Rheumatoid arthritis. MRI juga
memberikan gambaran yang berbeda pada abnormalitas dari Rheumatoid
arthritis, sebagai contoh, erosi tulang, edema tulang, sinovitis, dan
tenosinovitis (Wakefield, 2004).
2.1.7 PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi dari Rheumatoid arthritis adalah (1) mengurangi nyeri, (2)
mengurangi inflamasi, (3) menjaga struktur persendian, (4) mempertahankan
fungsi sendi, dan (5) mengontrol perkembangan sistemik.
Adapun penatalaksanaan dari Rheumatoid arthritis adalah sebagai berikut:
1) Obat-obatan
a. Non-steroid anti-inflammatoy drugs (NSAID)
Kelompok obat ini mengurangi peradangan dengan menghalangi
proses produksi mediator peradangan. Tepatnya, obat ini menghambat
sintetase prostaglandin atau siklooksigenase. Enzim-enzim ini mengubah
asam lemak sistemik andogen, yaitu asam arakidonat menjadi
prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan radikal-radikal oksigen. Obat
standar yang sudah dipakai sejak lama dalam kelompok ini adalah
aspirin.
Selain aspirin, NSAID yang lain juga dapat menyembuhkan
Rheumatoid arthritis. Produksi dari prostaglandin, prostasiklin, dan
tromboksan ini memberikan efek analgesik, anti-inflamasi, dan anti-
piretik.
b. Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD)
Kelompok obat-obatan ini termasuk metotrexat, senyawa emas,
D-penicilamine, antimalaria, dan sulfasalazine. Walaupun tidak memiliki
kesamaan kimia dan farmakologis, pada prakteknya, obat-obat ini
memberikan beberapa karakteristik (Lipsky, 2005).
Pemberian obat ini baru menjadi indikasi apabila NSAID tidak
dapat mengendalikan Rheumatoid arthritis. Beberapa obat-obatan yang
telah disebutkan sebelumnya tidak disetujui oleh U.S Food and Drugs
Administration untuk dipakai sebagai obat Rheumatoid arthritis. Tujuan
pengobatan dengan obat-obat kerja lambat ini adalah untuk
mengendalikan manifestasi klinis dan menghentikan atau memperlambat
kemajuan penyakit.
c. Terapi glukokortikoid
Terapi glukokortikoid sistemik dapat memberikan efek untuk terapi
simptomatik pada penderita Rheumatoid arthritis. Prednison dosis rendah
(7,5 mg/hari) telah menjadi terapi suportif yang berguna untuk mengontrol
gejala. Walaupun demikian, bukti-bukti terbaru mengatakan bahwa terapi
glukokortikoid dosis rendah dapat memperlambat progresifitas erosi
tulang (Lipsky, 2005)
2) Operasi
Operasi memiliki peranan penting dalam penanganan penderita
Rheumatoid arthritis dengan kerusakan sendi yang parah. Meskipun
artroplasti dan penggantian total sendi dapat dilakukan pada beberapa
sendi, prosedur yang paling sukses adalah operasi pada pinggul, lutut, dan
bahu. Tujuan realistik dari prosedur ini adalah mengurangi nyeri dan
mengurangi disabilitas (Lipsky, 2005).

More Related Content

What's hot

What's hot (20)

7 artritis-rhematoi-67-73
7 artritis-rhematoi-67-737 artritis-rhematoi-67-73
7 artritis-rhematoi-67-73
 
nyeri sendi
nyeri sendinyeri sendi
nyeri sendi
 
Kelompok 11 dr. atthariq muskulo jadi+doa
Kelompok 11 dr. atthariq muskulo jadi+doaKelompok 11 dr. atthariq muskulo jadi+doa
Kelompok 11 dr. atthariq muskulo jadi+doa
 
Ra
RaRa
Ra
 
Rhematoid arthritis firah
Rhematoid arthritis firahRhematoid arthritis firah
Rhematoid arthritis firah
 
Laporan modul 2
Laporan modul 2Laporan modul 2
Laporan modul 2
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Osteoatritis irahmal
Osteoatritis irahmalOsteoatritis irahmal
Osteoatritis irahmal
 
Artritis reumatoid
Artritis reumatoidArtritis reumatoid
Artritis reumatoid
 
Rematoid arthritis shb
Rematoid arthritis shbRematoid arthritis shb
Rematoid arthritis shb
 
Modul 3 Skenario 2 Muskuloskeletal
Modul 3 Skenario 2 MuskuloskeletalModul 3 Skenario 2 Muskuloskeletal
Modul 3 Skenario 2 Muskuloskeletal
 
Nyeri sendi
Nyeri sendiNyeri sendi
Nyeri sendi
 
Pleno skenario 5 blok dms kelompok 11
Pleno skenario 5 blok dms kelompok 11Pleno skenario 5 blok dms kelompok 11
Pleno skenario 5 blok dms kelompok 11
 
Osteo artritis
Osteo artritisOsteo artritis
Osteo artritis
 
Rhematoid Arthritis
Rhematoid ArthritisRhematoid Arthritis
Rhematoid Arthritis
 
Chronic pain management
Chronic pain managementChronic pain management
Chronic pain management
 
Osteoartritis
OsteoartritisOsteoartritis
Osteoartritis
 
Catatan pbl 2
Catatan pbl 2Catatan pbl 2
Catatan pbl 2
 
Presentasi referat geriatri
Presentasi referat geriatriPresentasi referat geriatri
Presentasi referat geriatri
 
Ppt atritis reumatoid pada lansia
Ppt atritis reumatoid pada lansiaPpt atritis reumatoid pada lansia
Ppt atritis reumatoid pada lansia
 

Viewers also liked

Proposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatanProposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatanDinnurAulia
 
Bab I k.anak pada kejang dan demam
Bab I k.anak pada kejang dan demam Bab I k.anak pada kejang dan demam
Bab I k.anak pada kejang dan demam Astriie Desiyanti
 
TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU WANITA USIA SUBUR TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDA...
TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU WANITA USIA SUBUR TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDA...TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU WANITA USIA SUBUR TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDA...
TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU WANITA USIA SUBUR TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDA...Warnet Raha
 
Makalah manajemen logistik
Makalah manajemen logistikMakalah manajemen logistik
Makalah manajemen logistikAgung Widarman
 
Visualisasi 2015 fix 23 sep
Visualisasi 2015 fix 23 sepVisualisasi 2015 fix 23 sep
Visualisasi 2015 fix 23 septikdiskes
 

Viewers also liked (8)

Proposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatanProposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatan
 
Judul kti keperawatan
Judul kti keperawatanJudul kti keperawatan
Judul kti keperawatan
 
Bab I k.anak pada kejang dan demam
Bab I k.anak pada kejang dan demam Bab I k.anak pada kejang dan demam
Bab I k.anak pada kejang dan demam
 
TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU WANITA USIA SUBUR TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDA...
TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU WANITA USIA SUBUR TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDA...TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU WANITA USIA SUBUR TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDA...
TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU WANITA USIA SUBUR TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDA...
 
Skripsi kak mila new
Skripsi kak mila newSkripsi kak mila new
Skripsi kak mila new
 
Makalah manajemen logistik
Makalah manajemen logistikMakalah manajemen logistik
Makalah manajemen logistik
 
Presentasi sidang KTI
Presentasi sidang KTIPresentasi sidang KTI
Presentasi sidang KTI
 
Visualisasi 2015 fix 23 sep
Visualisasi 2015 fix 23 sepVisualisasi 2015 fix 23 sep
Visualisasi 2015 fix 23 sep
 

Similar to KTI keperawatan

ASKEP Gerontik.pptx
ASKEP Gerontik.pptxASKEP Gerontik.pptx
ASKEP Gerontik.pptxRidoniJoy
 
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematik
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematikAsuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematik
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematikupi eka permai
 
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematik
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematikAsuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematik
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematikupi eka permai
 
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematik
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematikAsuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematik
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematikupi eka permai
 
kel 11 (rheumatoid arthritis) biomedik 2.pptx
kel 11 (rheumatoid arthritis) biomedik 2.pptxkel 11 (rheumatoid arthritis) biomedik 2.pptx
kel 11 (rheumatoid arthritis) biomedik 2.pptxchifuyuyuppie
 
Artritis Reumatoid
Artritis ReumatoidArtritis Reumatoid
Artritis ReumatoidAmee Hidayat
 
LAPORAN_PENDAHULUAN_GERONTIK_Rematik.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_GERONTIK_Rematik.docxLAPORAN_PENDAHULUAN_GERONTIK_Rematik.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_GERONTIK_Rematik.docxciaa4
 
KEL 4 RHEUMATOID ARTHRITIS.pptx
KEL 4 RHEUMATOID ARTHRITIS.pptxKEL 4 RHEUMATOID ARTHRITIS.pptx
KEL 4 RHEUMATOID ARTHRITIS.pptxmonakhusnul1
 
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletalpjj_kemenkes
 
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletalpjj_kemenkes
 

Similar to KTI keperawatan (20)

ASKEP Gerontik.pptx
ASKEP Gerontik.pptxASKEP Gerontik.pptx
ASKEP Gerontik.pptx
 
Arhtritis reumatoid
Arhtritis reumatoidArhtritis reumatoid
Arhtritis reumatoid
 
Sap rematik incie
Sap rematik incieSap rematik incie
Sap rematik incie
 
370504081-Lp-Rematik.docx
370504081-Lp-Rematik.docx370504081-Lp-Rematik.docx
370504081-Lp-Rematik.docx
 
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematik
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematikAsuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematik
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematik
 
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematik
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematikAsuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematik
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematik
 
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematik
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematikAsuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematik
Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita rematik
 
264904680-Lp-RematiK.docx
264904680-Lp-RematiK.docx264904680-Lp-RematiK.docx
264904680-Lp-RematiK.docx
 
264904680-Lp-RematiK.docx
264904680-Lp-RematiK.docx264904680-Lp-RematiK.docx
264904680-Lp-RematiK.docx
 
kel 11 (rheumatoid arthritis) biomedik 2.pptx
kel 11 (rheumatoid arthritis) biomedik 2.pptxkel 11 (rheumatoid arthritis) biomedik 2.pptx
kel 11 (rheumatoid arthritis) biomedik 2.pptx
 
OA ACR 2019-.pptx
OA ACR 2019-.pptxOA ACR 2019-.pptx
OA ACR 2019-.pptx
 
Makalah dikonversi sik
Makalah dikonversi sikMakalah dikonversi sik
Makalah dikonversi sik
 
Artritis Reumatoid
Artritis ReumatoidArtritis Reumatoid
Artritis Reumatoid
 
LAPORAN_PENDAHULUAN_GERONTIK_Rematik.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_GERONTIK_Rematik.docxLAPORAN_PENDAHULUAN_GERONTIK_Rematik.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_GERONTIK_Rematik.docx
 
KEL 4 RHEUMATOID ARTHRITIS.pptx
KEL 4 RHEUMATOID ARTHRITIS.pptxKEL 4 RHEUMATOID ARTHRITIS.pptx
KEL 4 RHEUMATOID ARTHRITIS.pptx
 
GOUT.pdf
GOUT.pdfGOUT.pdf
GOUT.pdf
 
Arth
ArthArth
Arth
 
Sle jadi
Sle jadiSle jadi
Sle jadi
 
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 

Recently uploaded

PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikSavitriIndrasari1
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxrittafarmaraflesia
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3smwk57khb29
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALMayangWulan3
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikSyarifahNurulMaulida1
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxawaldarmawan3
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptika291990
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANYayahKodariyah
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.pptDesiskaPricilia1
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxISKANDARSYAPARI
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusiastvitania08
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...AdekKhazelia
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfFatimaZalamatulInzan
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisRachmandiarRaras
 

Recently uploaded (19)

PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusia
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
 

KTI keperawatan

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit rematik merupakan suatu kondisi yang menyakitkan, yang mengefek berjutaan orang. Terdapat lebih dari 100 jenis penyakit rematik, antaranya adalah, osteoartritis, rheumatoid artritis, spondiloartritis, gout, lupu eritematosus sistemik, skleroderma, fibromialgia, dan lain-lain lagi. Penyakit ini menyebabkan inflamasi, kekakuan, pembengkakan, dan rasa sakit pada sendi, otot, tendon, ligamen, dan tulang. Berdasarkan penelitian oleh Centers for Disease Control and Prevention, menunjukkan bahwa 33% (69.9 juta) daripada populasi Amerika Serikat mengeluhkan penyakit artritis atau penyakit sendi (Cush, J.J. dan Lipsky, P.E., 2005). Penyakit rematik ini merupakan suatu sebab sering terjadinya keterbatasan aktivitas jika dibandingkan dengan penyakit jantung, kanker atau diabetes. Menurut Eustice (2007), berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease Control and Prevention (2007), 38% (17 juta) penderita penyakit rematik di Amerika Serikat mengeluhkan keterbatasan fungsi fisik akibat daripada penyakitnya. Sementara, berdasarkan hasil penelitian terakhir dari Qing, Y.Z., (2008) prevalensi nyeri rematik di beberapa negara asean adalah, 26.3% Bangladesh, 18.2% India, 23.6-31.3% Indonesia, 16.3% Filipina, dan 14.9% Vietnam. Dari data yang didapati ini, bisa dikatakan bahwa, negara Indonesia mempunyai prevalensi nyeri rematik yang cukup tinggi dimana keadaan
  • 2. seperti ini dapat menurunkan produktivitas negara akibat keterbatasan fungsi fisik penderita yang mengefek kualitas hidupnya. Keterbatasan fungsi fisik adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat atau mengalami kesukaran untuk melakukan aktivitas hariannya. Keterbatasan fungsi fisik yang sering terjadi pada penderita rematik adalah pada hal-hal seperti berjalan 1 atau 2 kilometer, menaik 1 atau 2 tangga, mandi & mengeringkan tubuh dan lain-lain lagi. Pada penderita rematik, keseimbangan antara istirahat dan olahraga menjadi sangat penting untuk mempertahankan kondisi fungsi fisik yang optimal (Bruce, B., et al., 2009). Lebih lanjut awitan keadaan ini bisa bersifat akut, dan perjalanan penyakitnya dapat ditandai oleh periode remisi (suatu periode ketika gejala penyakit berkurang atau tidak terdapat) dan eksaserbasi (suatu periode ketika gejala penyakit terjadi atau bertambah berat). Terapi dapat sangat sederhana dan bertujuan untuk melokalisaasi rasa nyeri, atau dapat kompleks dan dimaksudkan untuk mengurangi efek sistemiknya. Perubahan yang permanent dapat terjadi akibat penyakit ini. Arthritis rheumatoid merupakan kasus panjang yang sangat sering diujikan. Biasanya terdapat banyak tanda-tanda fisik. Insiden puncak dari arthritis rheumatoid terjadi pada umur dekade ke empat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari pada laki-laki (Akhtyo, 2009). Arthritis rheumatoid memang lebih sering dialami oleh lansia, untuk itu perlu perawatan dan perhatian khusus bagi lansia dengan arthritis
  • 3. rheumatoid terutama dalam keluarga. Kedudukan dan peranan orang lansia dalam keluarga dianggap sebagai orang yang harus dihormati dan dihargai apalagi dianggap memiliki prestise yang tinggi dalam masyarakat menjadikan secara psikologis lebih sehat secara mental. Perasaan diterima oleh orang lain akan mempengaruhi tanggapan mereka dalam memasuki hai tua, dan berpengaruh pula kepada derajat kesehatan lansia (Fitriani, 2009). Perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit, sebagai pendidik kesehatan dan sebagai fasilitator agar pelayanan kesehatan mudah dijangkau dan perawat dengan mudah dapat menampung permasalahan yang dihadapi keluarga serta membantu mencarikan jalan pemecahannya, misalnya mengajarkan kepada keluarga untuk mencegah agar tidak terjadi penyakit Artritis Rhematoid. Peran klien dan keluarga lebih difokuskan untuk menjalankan lima tugas keluarga tersebut adalah mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat, mempertahankan hubungan dengan menggunakan fasilitas kesehatan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk membahas tentang perawatan keluarga terutama pada keluarga yang mempunyai masalah
  • 4. kesehatan dengan nyeri sendi dan dapat mengaplikasikannya dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga dengan Rheumatoid Artritis. 1.2. TUJUAN PENULISAN 1.2.1. Tujuan Umum Untuk mendapatkan gambaran proses keperawatan kasus rheumatoid artritis pada klien Tn. A. secara optimal. 1.2.2. Tujuan Khusus a. Dapat melakukan pengkajian, analisa data, masalah keperawatan pada klien Tn. A b. Dapat menyusun rencana/ intervensi keperawatan pada klien Tn. A c. Dapat melaksanakan/ mengimplementasikan rencana keperawatan kepada klien Tn. A d. Dapat menilai hasil (evaluasi) tidakan keperawatan pada klien Tn. A e. Dapat membuat dokumentasi keperawatan pada klien Tn. A 1.3. Metodologi Penulisan Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan beberapa metode antaralain : 1. Studi kepustakaan yakni membaca literature yang menerangkan dan berhubungan dengan kasus Rematik
  • 5. dan perawatannya baik berupa buku-buku diktat dan bahan informasi lainnya. 2. Studi kasus yaitu mengkaji, merencanakan, dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien secara langsung di RS. Tk. II Pelamonia makassar dengan cara : a) Wawancara Dalam pelaksanaan studi asuhan keperawatan terhadap klien, penulis mendapatkan data secara lisan dari klien, keluarga dan tim kesehatan lainnya melalui percakapan. b) Mempelajari dokumentasi klien Penulis mengkaji melalui catatan atau hasil-hasil pemeriksaan yang ada pada status klien. c) Observasi Pada tahap pengkajian dan implementasi penulis dapat melihat langsung keadaan klien. d) Pemecahan masalah Dalam penerapan studi asuhan keperawatan penulis menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada klien dengan melakukan intervensi langsung dengan menjalin kerja sama dengan tim kesehatan lainnya.
  • 6. 1.4. Manfaat penulisan 1. Manfaat ilmiah Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu dan pengetahuan dan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya, khususnya pada kasus Rematik. 2. Manfaat praktis Diharapkan karya tulis ilmiah inidapat menjadi sumbangsih referensi bagi institusi Rumah Sakit khususnya RS Tk. II Pelamonia Makassar dalam proses manajemen pemberian asuhan keperawatan khususnya pada kasus Rematik. 3. Manfaat bagi peneliti Karya tulis ilmiah ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan peneliti dalam bidang ilmu keperawatan serta penerapannya dalam proses keperawatan khususnya pada kasus klien Rematik.
  • 7. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 RHEUMATOID ARTRITIS 2.1.1 PENGERTIAN Penyakit rematik yang sering disebut arthritis (radang sendi) adalah penyakit yang mengenai otot-otot skelet, tulang, ligamentum, tendon dan persendian pada laki-laki maupun wanita dengan segala usia (Smeltzer, 2002). Reumatik yang sering disebut artritis (radang sendi) terdiri atas lebih dari 100 tipe kelainan yang berbeda. Penyakit ini terutama mengenai otot - otot skelet, tulang, ligamentum, tendon dan persendian pada laki-laki maupun wanita dengan segala usia (Cush, J.J. dan Lipsky, P.E., 2005). Artritis rheumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien-pasien arthritis rheumatoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresivitasnya (Mansjoer,dkk, 2002). Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit inflamasi progresif, sistemik, dan kronis. multisistem kronis yang penyebabnya tidak diketahui. Terdapat berbagai manifestasi sistemik pada penyakit ini, karakteristiknya adalah peradangan yang menetap pada cairan sendi (sinovitis), biasanya menyerang area sekitar sendi dengan distribusi yang simetris (Cush, J.J. dan Lipsky, P.E., 2005). Potensi dari inflamasi yang terjadi pada cairan sendi dapat menyebabkan kerusakan kartilago, erosi pada tulang, dan perubahan yang
  • 8. lebih lanjut pada integritas sendi sebagai tanda khas pada penyakit ini. Walaupun berpotensi merusak, Rheumatoid arthritis cukup bervariasi. Beberapa penderita hanya menunjukkan penyakit oligoartikular yang ringan dengan durasi yang singkat disertai dengan kerusakan sendi yang minimal, sedangkan pada penderita yang lain dapat menunjukkan poliartritis progresif yang ditandai kerusakan fungsional (Cush, J.J. dan Lipsky, P.E., 2005). Beberapa penelitian mengatakan bahwa Rheumatoid arthritis mengalami penuruanan dalam hal frekuensi dan tingkat keberatannya. Sebagian besar, tanda dari Rheumatoid arthritis adalah homogen, dan pola dari perubahan sendi dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor genetik. Artriris reumatoid dihubungkan dengan penyakit ekstra-artikular yang secara konsisten lebih sedikit terjadi pada orang Asia dan Afrika dibanding dengan orang Kaukasia. 2.1.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI SENDI Sendi sinovial memiliki karakteristik sedemikian rupa sehingga Kemungkinkan jangkauan gerakan yang luas. Sendi sinovial diklasifikasikan berdasarkan jangkauan gerakan atau berdasarkan bentuk bagian sendi dari tulang yang terlibat.8
  • 9. Setiap jenis sendi sinovial memiliki karakteristik yang sama, yaitu: a. Kartilago hialin Bagian tulang yang bersentuhan pasti dilindungi oleh kartilago hialin yang menyediakan permukaan yang lembut dan cukup kuat untuk menyerap gaya tekan serta menahan berat tubuh. Lapisan kartilago memiliki ketebalan 7 mm pada orang muda dan semakin tipis dan rentan terhadap tekanan seiring dengan pertambahan usia. Hal ini menyebabkan bertambahnya tekanan pada struktur sendi. Kartilago tidak diperdarahi tetapi menerima nutrisi dari cairan sinovial. b. Ligamentum kapsuler Sendi dikelilingi dan ditutupi oleh jaringan fibrosa yang mengikat tulang-tulang yang berkaitan. Jaringan tersebut cukup regang sehingga Gambar 1 : Gambaran skematik dari sendi sinvial. (1) periosteum, (2) lapisan fibrous terluar dari kapsul, (3) lapisan sinovial bagian dalam dari kapsul, (4) lemak dan jaringan lunak longgar, (5) celah artikular, (6) kartilago, (7) tulang, (8) bare area.
  • 10. pergerakan dapat dilakukan tapi juga cukup kuat untuk dapat melindungi dari jejas. c. Membran sinovial Membran sinovial disusun oleh sel epitel dan berfungsi: - Melapisi kapsul - Menutupi bagian tulang di dalam sendi yang tidak ditutupi oleh kartilago sendi - Menutupi seluruh struktur intrakapsuler yang tidak menyokong berat tubuh d. Cairan sinovial Cairan sinovial merupakan cairan kental dengan konsistensi menyerupai putih telur dan disekresikan oleh membran sinovial kedalam kavitas sinovial, dan berfungsi: - Menyediakan nutrisi untuk struktur di dalam kavitas sinovial - Mengandung fagosit yang mengeliminasi mikroba dan debris seluler - Berfungsi sebagai lubrikan - Mempertahankan stabilitas sendi - Mencegah terpisahnya kedua ujung tulang yang berlengketan, seperti sedikit air yang terdapat diantara dua permukaan kaca e. Struktur intrakapsular lainnya Beberapa sendi memiliki struktur-struktur yang terdapat di dalam kapsul, tetapi berada di luar membran sinovial yang membantu mempertahankan stabilitas, contohnya bantalan lemak dan meniskus pada sendi lutut. Jika struktur tersebut tidak menyokong berat tubuh, biasanya struktur tersebut tidak ditutupi oleh membran sinovial
  • 11. f. Struktur ekstrakapsular - Ligamentum, yang bergabung dengan kapsul memberikan stabilitas lebih lagi pada kebanyakan sendi - Otot atau tendon, juga menyediakan stabilitas. Selain itu otot dan tendon juga meregang melintasi sendi ketika terjadi pergerakan. Jika otot berkontraksi, otot tersebut akan memendek dan menarik dua tulang sehingga semakin berdekatan. g. Suplai darah dan persarafan Saraf dan pembuluh darah yang melintasi sendi biasanya bertugas menyuplai kapsul dan otot yang menggerakkannya. 2.1.3 ETIOLOGI Penyebab Rheumatoid arthritis masih belum diketahui. Dikatakan bahwa Rheumatoid arthritis mungkin merupakan manifestasi dari respon terhadap agen infeksius pada orang-orang yang rentan secara genetik. Karena distibusi Rheumatoid arthritis yang luas, hal ini menimbulkan hipotesis bahwa jika penyebabnya adalah agen infeksius, maka organisme tersebut haruslah tersebar secara luas. Beberapa kemungkinan agen penyebab tersebut diantaranya termasuk mikoplasma, virus Epstein-Barr (EBV), sitomegalovirus, parvovirus, dan virus rubella, tapi berdasarkan bukti- bukti, penyebab ini ataupun agen infeksius yang lain yang menyebabkan Rheumatoid arthritis tidak muncul pada penderita Rheumatoid arthritis (Cush, J.J. dan Lipsky, P.E., 2005). Walupun etiologi dari Rheumatoid arthritis belum diketahui pasti, namun nampaknya multifaktorial. Terdapat kerentanan genetik yang jelas, dan penelitian pada orang kembar mengindikasikan indeks sekitar 15-20%.
  • 12. Sebanyak 70% dari pasien artrirtis reumatoid ditemukan human leucocyte antigen-DR4 (HLA-DR4), sedangkan faktor lingkungan seperti merokok dan agen infeksius dikatakan memiliki peranan penting pada etiologi, namun kontribusinya sampai saat ini belum terdefinisikan (Cush, J.J. dan Lipsky, P.E., 2005). 2.1.4 PATOFISIOLOGI Rheumatoid arthritis adalah proses inflamasi kompleks yang merupakan hasil reaksi dari berbagai populasi sel imun dengan aktivasi dan proliferasi dari fibroblas sinovial. Respon inflamasi ini menyerang cairan sinovial pada persendian, bursa dan tendon, serta jaringan lain di seluruh tubuh. Orang-orang yang menderita penyakit ini menunjukkan tanda-tanda klinik yang bermacam-macam dan distribusinya pada muskuloskeletal. Dalam jaringan sinovial, proses inflamasi terjadi secara jelas, menimbulkan edema dan proliferasi kapiler dan sel mesenkim. Pada jaringan sendi dan cairan sinovial, terjadi akumulasi dari leukosit yang menghasilkan enzim lisosom dan proinflamasi lain, serta mediator-mediator toksik. Kemudian, dengan teraktivasinya sel-sel imun dan fibroblas sinovial, mediator ini dapat merusak kartilago persendian yang bedekatan. Jika proses ini terus berlanjut dan tidak dikendalikan, permukaan sendi akan hancur, dan secara bertahap terjadi fibrosis pada jaringan fibrosa kapsul persendian dan jaringan sendi atau terlihat ankilosis pada tulang (Carter, 2005). Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi akibat proses pencernaan oleh karena produksi protease, kolagenase dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Enzim-enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon dan tulang pada sendi, serta dilepaskan bersama
  • 13. dengan radikal oksigen dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial. Proses ini diduga adalah bagian dari respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara lokal. Kedua adalah, destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus reumatoid. Panus merupakan jaringan granulasi vaskular yang terbentuk dari sinovium yang meradang dan kemudian meluas ke sendi. Disepanjang pinggir panus, terjadi destruksi kolagen dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam panus tersebut (Carter, 2005) Hiperplasia sinovial dan formasi ke dalam panus merupakan patogenesis Rheumatoid arthritis yang fundamental. Proses ini dimediasi oleh produksi dari berbagai sitokin, contohnya tumor necrosis factor α (TNF-α) dan interleukin-1 (IL-1) oleh antigen presenting cells dan sel T. TNF-α dan IL-1 juga memiliki peranan penting dalam destruksi tulang (Sommer, 2005). 2.1.5 Gambaran Klinis Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita Rheumatoid arthritis. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang bervariasi (Carter, 2005). a) Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya b) Poliartritis simetris: semua sendi dapat terserang terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal. c) Kekakuan pagi hari, selama lebih dari satu jam: dapat bersifat menyeluruh tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan
  • 14. kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam d) Artritis erosif: merupakan ciri khas dari penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang. e) Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dan subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi. f) Nodul-nodul rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa pasien Rheumatoid arthritis. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau sepanjang permukaan ekstensor dari lengan. Walaupun demikan, nodul- nodul ini dapat juga timbul pada tempat lainnya. Adanya nodul-nodul ini biasanya merupakan petunjuk dari suatu penyakit yang aktif dan lebih berat. g) Manifestasi ekstra-artikular; Rheumatoid arthritis juga dapat menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak. Dibawah ini merupakan tabel revisi kriteria untuk klasifikasi dari Rheumatoid arthritis dari American Rheumatism Association tahun 1987
  • 15. Tabel 1: 1987 Revised American Rheumatism Association Criteria for the Classification of Rheumatoid Arthritis Kriteria Definisi 1. Kekakuan pagi hari Kekakuan pagi hari pada sendi atau disekitar sendi, lamanya setidaknya 1 jam 2. Artritis pada tiga atau lebih area sendi Setidaknya tiga area sendi secara bersama- sama dengan peradangan pada jaringan lunak atau cairan sendi. 14 kemungkinan area yang terkena, kanan maupun kiri proksimal interfalangs (PIP), metakarpofalangs (MCP), pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki, dan sendi metatarsofalangs (MTP) 3. Artritis pada sendi tangan Setidaknya satu sendi bengkak pada pergelangan tangan, sendi MCP atau sendi PIP 4. Artritis simetris Secara bersama-sama terjadi pada area sendi yang sama pada kedua bagian tubuh 5. Nodul-nodul reumatoid Adanya nodul subkutaneus melewati tulang atau permukaan regio ekstensor atau regio juksta-artikular 6. Serum faktor reumatoid Menunjukkan adanya jumlah abnormal pada serum faktor reumatoid dengan berbagai metode yang mana hasilnya positif jika < 5% pada subyek kontrol yang normal 7. Perubahan radiografik Perubahan radiografik tipikal pada Rheumatoid arthritis pada radiografik tangan dan pergelangan tangan posteroanterior, dimana termasuk erosi atau dekalsifikasi terlokalisasi yang tegas pada tulang.
  • 16. Untuk klasifikasi, pasien dikatakan menderita atrtritis reumatoid jika pasien memenuhi setidaknya 4 dari 7 kriteria diatas. Kriteria 1 - 4 harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis klinis, tidak dikeluarkan pada kriteria ini. 2.1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Diagnosis dari Rheumatoid arthritis dengan anamnesis dan pemeriksaan yang dikorelasikan dengan data laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Karakteristik pasien, termasuk umur, jenis kelamin dan etnis, sangat penting, karena hal tersebut berhubungan dengan resiko dan tingkat keberatan dari penyakit (Kent and Matteson, 2004) 1) Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan fisis pada pasien dengan Rheumatoid arthritis adalah penilaian standar untuk peradangan pada sendi, kelemahan dan keterbatasan gerak. Selain itu, pada pemeriksaan fisis juga menunjukkan adanya gejala-gejala ekstra-artikular seperti skleritis, nodul-nodul, efusi pleura, splenomegali, dan ulkus kulit pada ekstremitas bawah (Kent and Matteson, 2004). Pada Rheumatoid arthritis yang lanjut, tangan pasien dapat menunjukkan deformitas boutonnierre dimana terjadi hiperekstensi dari sendi distal interfalangs (DIP) dan fleksi pada sendi proksimal interfalangs (PIP). Deformitas yang lain merupakan kebalikan dari deformitas boutonniere, yaitu deformitas swan-neck (leher angsa), dimana juga terjadi hiperekstensi dari sendi PIP dan fleksi dari sendi DIP. Jika sendi metakarpofalangs telah
  • 17. seutuhnya rusak, sangat mungkin untuk menggantinya dengan protesa silikon (Mettler, 2004). Gambar 2 : Gambaran skematik dari deformitas swan-neck dan deformitas boutonniere, sering telihat pada Rheumatoid arthritis lanjut. 2) Pemeriksaan Laboratorium Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis Rheumatoid arthritis. Beberapa hasil uji laboratoirum dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis Rheumatoid arthritis. Sekitar 85% pasien Rheumatoid arthritis memiliki autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah imunoglobulin M (IgM) yang beraksi terhadap perubahan imunoglobulin G (IgG). Keberadaan dari faktor reumatoid bukan merupakan hal yang spesifik pada penderita Rheumatoid arthritis. Faktor reumatoid ditemukan sekitar 5% pada serum orang normal, insiden ini meningkat dengan pertambahan usia, sebanyak 10- 20% pada orang normal usia diatas 65 tahun positif memiliki faktro reumatoid dalam titer yang rendah. Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang tidak spesifik. Pasien dengan Rheumatoid arthritis nilainya dapat tinggi (100
  • 18. mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa LED dapat dipakai untuk memantau aktivitas penyakit (Carter, 2004). Anemia normositik normokrom sering didapatkan pada penderita dengan artritis rematoid yang aktif melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespon pada pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat seseorang merasa kelelahan (Lipsky, 2005). Analisis cairan sinovial menunjukkan keadaan inflamasi pada sendi, walaupun tidak ada satupun temuan pada cairan sinovial spesifik untuk Rheumatoid arthritis. Cairan sinovial biasanya keruh, dengan kekentalan yang menurun, peningkatan kandungan protein, dan konsentrasi glukosa yang mengalami sedikit penurunan atau normal. Hitung sel leukosit (WBC) meningkat mencapai 2000/µL dengan lebih dari 75% leukosit PMN, hal ini merupakan karakteristik peradangan pada artritis, walaupun demikian, temuan ini tidak mendiagnosis Rheumatoid arthritis (Lipsky, 2005). 3) Pemeriksaan Radiologi a) Foto Polos Pada tahap awal penyakit, biasanya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiologis kecuali pembengkakan jaringan lunak. Tetapi, setelah sendi mengalami kerusakan yang lebih berat, dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Juga dapat terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan-perubahan ini biasanya irreversibel (Carter, 2004).
  • 19. Gambar 3 : Artritis erosif yang mengenai tulang karpal dan sendi metakarpofalangs Gambar 4: A. Perubahan erosif pada ulna dan distal radius. B. Erosi komplit pada pergelangan tangan
  • 20. Gambar 5: C. Swelling dan erosi pada sendi MTP 5. D. Nodul subkutaneus multipel pada tangan Tanda pada foto polos awal dari Rheumatoid arthritis adalah peradangan periartikular jaringan lunak bentuk fusiformis yang disebabkan oleh efusi sendi dan inflamasi hiperplastik sinovial. Nodul reumatoid merupakan massa jaringan lunak yang biasanya tampak diatas permukaan ekstensor pada aspek ulnar pergelangan tangan atau pada olekranon, namun adakalanya terlihat diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan. Karakteristik nodul ini berkembang sekitar 20% pada penderita Rheumatoid arthritis dan tidak terjadi pada penyakit lain, sehingga membantu dalam menegakkan diagnosis. b) CT Scan Computer tomography (CT) memiliki peranan yang minimal dalam mendiagnosis Rheumatoid arthritis. Walaupun demikian, CT scan berguna dalam memperlihatkan patologi dari tulang, erosi pada sendi-sendi kecil di tangan yang sangat baik dievaluasi dengan kombinasi dari foto polos dan MRI (Tsou, 2011).
  • 21. CT scan jarang digunakan karena lebih rendah dari MRI dan memiliki kerugian dalam hal radiasi. CT scan digunakan sebatas untuk mengindikasikan letak destruksi tulang dan stabilitas tertinggi tulang secara tepat, seperti pada pengaturan pre-operatif atau pada tulang belakang. c) Ultrasonografi (USG) Sonografi dengan resolusi tinggi serta pemeriksaan dengan frekuensi tinggi digunakan untuk mengevaluasi sendi-sendi kecil pada Rheumatoid arthritis. Efusi dari sendi adalah hipoekhoik, sedangkan hipertrofi pada sinovium lebih ekhogenik. Nodul-nodul reumatoid terlihat sebagai cairan yang memenuhi area kavitas dengan pinggiran yang tajam. Erosi tulang dapat terlihat sebagai irregularitas pada korteks hiperekhoik. Komplikasi dari arthritis reumatoid, seperti tenosinovitis dan ruptur tendon, juga dapat divisualisasikan dengan menggunakan ultrasonografi. Hal ini sangat berguna pada sendi MCP dan IP. Tulang karpal dan sendi karpometakarpal tidak tervisualisasi dengan baik karena konfigurasinya yang tidak rata dan lokasinya yang dalam.14 Sonografi telah digunakan dalam mendiagnosis Rheumatoid arthritis dengan tujuan meningkatkan standar yang tepat untuk radiografi konvensional. Ultrasonografi, terkhusus dengan menambahkan amplitude color doppler (ACD) Imaging, juga menyediakan informasi klinis yang berguna untuk dugaan Rheumatoid arthritis. ACD imaging telah diaplikasikan untuk Rheumatoid arthritis dengan tujuan mengevaluasi manifestasi dari hiperemia pada peradangan jaringan sendi. Hiperemia sinovial merupakan ciri patofisiologi yang fundamental untuk Rheumatoid arthritis (Tsou, 2011).
  • 22. d) MRI Magnetic Resonance Imaging (MRI) menyediakan gambaran yang baik dengan penggambaran yang jelas dari perubahan jaringan lunak, kerusakan kartilago, dan erosi tulang-tulang yang dihubungkan dengan Rheumatoid arthritis (Tsou, 2011). Diagnosis awal dan penanganan awal merupakan manajemen utama pada Rheumatoid arthritis. Dengan adanya laporan mengenai sensitivitas MRI dalam mendeteksi erosi dan sinovitis, serta spesifitas yang nyata untuk perubahan edema tulang, hal itu menandakan bahwa MRI merupakan penolong untuk mendiagnosis awal penyakit Rheumatoid arthritis. MRI juga memberikan gambaran yang berbeda pada abnormalitas dari Rheumatoid arthritis, sebagai contoh, erosi tulang, edema tulang, sinovitis, dan tenosinovitis (Wakefield, 2004). 2.1.7 PENATALAKSANAAN Tujuan terapi dari Rheumatoid arthritis adalah (1) mengurangi nyeri, (2) mengurangi inflamasi, (3) menjaga struktur persendian, (4) mempertahankan fungsi sendi, dan (5) mengontrol perkembangan sistemik. Adapun penatalaksanaan dari Rheumatoid arthritis adalah sebagai berikut: 1) Obat-obatan a. Non-steroid anti-inflammatoy drugs (NSAID) Kelompok obat ini mengurangi peradangan dengan menghalangi proses produksi mediator peradangan. Tepatnya, obat ini menghambat sintetase prostaglandin atau siklooksigenase. Enzim-enzim ini mengubah asam lemak sistemik andogen, yaitu asam arakidonat menjadi prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan radikal-radikal oksigen. Obat
  • 23. standar yang sudah dipakai sejak lama dalam kelompok ini adalah aspirin. Selain aspirin, NSAID yang lain juga dapat menyembuhkan Rheumatoid arthritis. Produksi dari prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan ini memberikan efek analgesik, anti-inflamasi, dan anti- piretik. b. Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD) Kelompok obat-obatan ini termasuk metotrexat, senyawa emas, D-penicilamine, antimalaria, dan sulfasalazine. Walaupun tidak memiliki kesamaan kimia dan farmakologis, pada prakteknya, obat-obat ini memberikan beberapa karakteristik (Lipsky, 2005). Pemberian obat ini baru menjadi indikasi apabila NSAID tidak dapat mengendalikan Rheumatoid arthritis. Beberapa obat-obatan yang telah disebutkan sebelumnya tidak disetujui oleh U.S Food and Drugs Administration untuk dipakai sebagai obat Rheumatoid arthritis. Tujuan pengobatan dengan obat-obat kerja lambat ini adalah untuk mengendalikan manifestasi klinis dan menghentikan atau memperlambat kemajuan penyakit. c. Terapi glukokortikoid Terapi glukokortikoid sistemik dapat memberikan efek untuk terapi simptomatik pada penderita Rheumatoid arthritis. Prednison dosis rendah (7,5 mg/hari) telah menjadi terapi suportif yang berguna untuk mengontrol gejala. Walaupun demikian, bukti-bukti terbaru mengatakan bahwa terapi
  • 24. glukokortikoid dosis rendah dapat memperlambat progresifitas erosi tulang (Lipsky, 2005) 2) Operasi Operasi memiliki peranan penting dalam penanganan penderita Rheumatoid arthritis dengan kerusakan sendi yang parah. Meskipun artroplasti dan penggantian total sendi dapat dilakukan pada beberapa sendi, prosedur yang paling sukses adalah operasi pada pinggul, lutut, dan bahu. Tujuan realistik dari prosedur ini adalah mengurangi nyeri dan mengurangi disabilitas (Lipsky, 2005).