Dokumen tersebut membahas tentang istilah-istilah pengembangan dan inovasi kurikulum dalam bahasa Arab dan Islam, kedudukan kurikulum PAI dalam pendidikan Islam, tafsir dan hadis tarbawi terkait pengembangan kurikulum PAI, pandangan Islam tentang pentingnya pengembangan dan inovasi kurikulum, serta peluang dan tantangan pengembangan kurikulum PAI.
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
materi pert.2 inovasi.docx
1. Islam dan Pengembangan & Inovasi Kurikulum
1. Istilah-Istilah Pengembangan dan Inovasi dalam Kosa Kata Bahasa arab
Inovasi dan inovatif adalah dua hal yang selalu dikaitkan bersama-sama. Pengertian
inovatif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah mengenalkan sesuatu yang
bersifat baru. Lalu, apa yang dimaksud dengan inovasi? Menurut KBBI, inovasi adalah
pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru, atau pembaharuan. Pengertian dari inovasi
lainnya adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan mendayagunakan pemikiran,
kemampuan imajinasi, berbagai stimulan, dan individu yang mengelilinginya.
Tujuannya adalah menghasilkan produk baru, baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya.
Seseorang yang berhasil melakukan sebuah inovasi adalah seseorang yang inovatif. Secara tidak
langsung, manfaat inovatif adalah membawa sesuatu hal yang baru yang dapat memudahkan
kehidupan manusia dan membawa manusia ke dalam kondisi kehidupan yang lebih baik.
Pendidikan bahasa Arab di Indonesia sudah diajarkan mulai dari TK (sebagian) hingga pe
rguruan tinggi. Berbagai potret penyelenggaraan pendidikan bahasa Arab di lembaga-
lembaga pendidikan Islam setidaknya menunjukkan adanya upaya serius untuk memajukan
sistem dan mutunya. Secara teoritis,
paling tidak ada empat orientasi pendidikan bahasa Arab sebagai berikut:
a) Orientasi Religius, yaitu belajar bahasa Arab untuk
tujuan memahami dan memahamkan ajaran Islam (fahm al-
maqrû’). Orientasi ini dapat berupa belajar keterampilan pasif (mendengar dan membaca), dan d
apat pula mempelajari keterampilan aktif (berbicara dan menulis).
b) Orientasi Akademik, yaitu belajar bahasa Arab untuk tujuan memahami ilmu-
ilmu dan keterampilan berbahasa Arab (istimâ’, kalâm, qirâ’ah, dan kitâbah). Orientasi ini
cenderung menempatkan bahasa Arab sebagai disiplin ilmu atau
obyek studi yang harus dikuasai secara akademik. Orientasi ini biasanya identik dengan studi bah
asa Arab di Jurusan Pendidikan bahasa Arab, Bahasa dan Sastra Arab, atau
pada program Pascasarjana dan lembaga ilmiah lainnya.
c) Orientasi Profesional/Praktis dan Pragmatis, yaitu belajar bahasa Arab untuk kepentingan pr
ofesi, praktis atau pragmatis, seperti mampu berkomunikasi lisan (muhâdatsah) dalam bahasa Ar
ab untuk bisa menjadi TKI, diplomat, turis, misi dagang, atau untuk melanjutkan studi di salah sa
tu negara Timur Tengah, dsb.
2. d) Orientasi Ideologis dan Ekonomis, yaitu belajar bahasa Arab untuk memahami dan mengg
unaakan bahasa Arab sebagai media bagi kepentingan orientalisme,
kapitalisme, imperialisme, dsb. Orientasi ini, antara lain, terlihat dari dibukanya beberapa lembag
a kursus bahasa Arab di negara- negara Barat (Wahab, 2006).
2. Kedudukan Kurikulum PAI dalam Pendidikan Islam
Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAi) mempunyai kedudukan sentrai daiam seluruh
proses pendidikan, sebagai arah segaia aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan. Selain itu,
juga sebagai suatu rencana pendidikan, kurikulum merupakan pedoman dan pegangan tentang
jenis, lingkup, dan urutan isi serta strategi proses pendidikan. Fungsi iainnya adaiah menjadi
sumber konsep dan landasan teoritis bagi pengembangan kurikulum daiam institusi pendidikan.
Kurikulum PAI memiliki kedudukan sangat penting untuk membentuk kepribadian
seseorang. Dalam kenyataannya, guru PAI sebagai pelaksana kurikulum masih belum memahami
hakikat kurikulum. Masih banyak pendidik PAI yang menyusun silabus dan RPP sebagai bagian
dari kurikulum hanya untuk administrasi. Dengan memahami kurikulum, para pendidik dapat
memilih dan menentukan tujuan pembelajaran, metode, teknik, media pengajaran dan alat
evaluasi pengajaran yang sesuai dan tepat. Untuk itu dalam melakukan kajian terhadap
keberhasilan sistem pendidikan ditentukan oleh tujuan yang realistis, dapat diterima oleh semua
pihak, sarana dan organisasi yang baik, intensitas pekerjaan yang realistis tinggi dan kurikulum
yang tepat guna. Oleh karena itu sudah sewajarnya para pendidik dan tenaga kependidikan
bidang pendidikan Islam memahami kurikulum serta berusaha mengembangkannya. Komponen
kurikulum dalam pendidikan sangat berarti karena merupakan operasionalisasi tujuan yang
dicita-citakan, bahwa tujuan tidak akan tercapai tanpa keterlibatan kurikulum pendidikan.
3. Tafsir dan Hadits Tarbawi yang Berkenaan dengan Pengembangan dan Inovasi
Kurikulum PAI
Tujuan pendidikan dalam pandangan islam hanya semata-mata untuk mencari ridho Allah
‘Azza wa Jalla., sebagai mana sabda Rasulullah SAW., sebagai berikut :
اَا َ ََ ُوَل اُ هِ صَلاى َِ هلُيالاِ اسَلال اَ : ُناْ اسَلاماَ ِلُلهِ َلهْ اصباتُغَى هلهِ َلُْ اَ هِ َزاْ اََلاِ اَ َلَلَلاماتاى ََهَّ اُيي ه
َييهَ هلهِ ِ ا ِ ناهْ ايُنْيََّ ُساَ
اج ُ اِهي هفاى هََْافََُّ او ُواى هْاْ ايهَََُّ، يهَُماى : اياحُى هُ،
( َوَّ اَاُ َُوِاْ اا َََّاا ِا اَُلهدهِ ُِحي هحاى ).
Artinya :
Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata Rasulullah SAW bersabda : “ Barang siapa yang
mempelajari ilmu pengetahuan yang semistinya bertujuan untuk mencari ridho Allah ‘Azza wa
3. Jalla. Kemudian ia mempelajarinya dengan tujuan hanya untuk mendapatkan kedudukan /
kekayaan duniawi, maka ia tidak akan mendapatkan baunya syurga kelak pada hari kiamat.”
(HR. Abu Daud)
Secara khusus Dr. Khosrow Bagheri menulis satu bab tentang The Aims of Education
dalam bukunya Islamic Education. Pakar pendidikan dari Iran ini menyebutkan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah nasehat (rushd), penyucian total (tatharl), kehidupan yang baik (hayat
al-Taybah), petunjuk (hidayah), ibadah, taqwa, mendekat pada Allah (qurb), surga (ridwan),
keadilan (qist), keselamatan (falah), tafakkur, kejayaan (Izzah), kebersamaan (ta’awun),
kebersihan hati (tazkiya), kuat dan bersih (quwwah dan Nizafah).
Dari keseluruhan tujuan di atas Bagheri membaginya kepada dua kategori tujuan, yaitu
tujuan sementara (intermediate aims) dan tujuan akhir (final aims). Pembagian kategori tersebut
didasarkan pada dimensi manusia yang horizontal (mendatar) dan vertikal (tegak lurus). Tujuan
sementara masuk pada dimensi horizontal, artinya bahwa tidak ada hubungan antar dimensi
kecuali dimensi yang tertentu saja. Sedangkan tujuan akhir masuk dalam kategori vertikal,
artinya bahwa adanya hubungan dimensi ini dengan kesemua dimensi manusia, atau dengan kata
lain adanya hubungan dengan tujuan sementara. Dijelaskan secara singkat, bahwa tujuan
sementara masing-masing memilki satu dimensi, sedangkan dalam tujuan akhir semua dimensi
masuk dalam setiap kategori.
Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, mengatakan cara mempergunakan kiasan dalam
pembelajaran, yaitu:
o Rayuan dalam nasehat, seperti memuji kebaikan anak didik, dengan tujuan agar
lebih meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan mengabaikan membicarakan
keburukannya.
o Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu, sehingga membangkitkan
semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.
o Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.
o Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
o Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui kiasan.
o Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang mengatakan
sesuatu yang berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara mendorong
seseorang untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.
4. Pandangan Islam terhadap Pentingnya Pengembangan dan Inovasi Kurikulum
Pengembangan kurikulum menurut cawsell yang dikutip oleh Ahmad adalah sebagai alat untuk
membantu guru dalam melakukan tugas mengajarkan bahan, menarik minat siswa, dan
4. memenuhi kebutuhan masyarakat. Sementara pendapat Beane, Toefer, dan Allesia dalam buku
karya Ahmad menyatakan bahwa perencanaan atau pengembangan kurikulum merupakan suatu
proses di mana partisipasi pada berbagai tingkat dalam membuat keputusan tentang tujuan,
bagaimana tujuan direalisasikan melalui proses belajar mengajar dan apakah tujuan dan alat itu
serasi dan efektif.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pengembangan kurikulum
merupakan suatu proses yang merencanakan, menghasilkan suatu alat yang lebih baik dengan
didasarkan pada hasil penilaian terhadap kurikulum yang telah berlaku, sehingga dapat
memberikan kondisi belajar mengajar yang lebih baik. Dengan kata lain, pengembangan
kurikulum adalah kegiatan untuk menghasilkan kurikulum baru melalui langkah-langkah
penyusunan kurikulum atas dasar hasil penilaian yang dilakukan selama periode tertentu.
Pengembangan dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) diartikan sebagai:
a. Kegiatan menghasilkan kurikulum PAI,
b. Proses yang mengkaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum
PAI yang lebih baik,
c. Kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami
perubahan-perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya
masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena sebagai
berikut:
a. Perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaran-ajaran
Islam, serta disiplin mental-spiritual sebagaimana pengaruh di Timur Tengah, kepada
pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran
PAI.
b. Perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, dan absolutis kepada cara berfikir historis,
empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilainilai agama
Islam.
c. Perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari para
pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut.
d.Perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar
dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI ke arah keterlibatan yang luas dari para pakar,
guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasi tujuan PAI dan cara-cara mencapainya.
5. 5. Pandangan Islam terhadap Peluang dan Tantangan Pengembangan dan Inovasi
Kurikulum PAI
Sistem pendidikan agama hendaknya memadukan pendekatan normatif-deduktif yang bersumber
pada sistem nilai yang mutlak, yaitu al-Qur`an, as-Sunnah dan hukum Allah SWT yang terdapat
di alam semesta dengan pendekatan deskriptifinduktif yang dapat melestarikan aspirasi umat dan
peningkatan budaya bangsa sesuai dengan cita-cita kemerdekaan dengan perumusan program
pendidikan yang didasarkan kepada konsep variabilitas. Ketiga tipologi lembaga pendidikan
(sistem tata nilai dan norma, sistem ide dan pola pikir, sistem pola perilaku serta sistem produk
budayanya) tersebut akhirnya merupakan kepentingan-kepentingan yang kurang terpadu dalam
suatu sistem pendidikan Islam, sedangkan hasilnya dirasakan tidak memenuhi tujuannya. Untuk
itu, secara struktural sangat diperlukan adanya organisasi, jalur dan jenjang pendidikan Islam
yang mewajahi sekurangkurangnya tiga macam tipologi tersebut sehingga memungkinkan
dilaksanakannya suatu program pendidikan agama Islam yang integral, sistematik, ekologik dan
lentur (fleksibel).
Pendidikan agama dilaksanakan dalam sistem pendidikan nasional dan menjadi tanggung jawab
keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dalam pelaksanaan pendidikan nasional, pendidikan
agama memerlukan hal-hal sebagai berikut; 1) paket-paket dasar materi pendidikan agama yang
dapat menjadi pegangan hidup, dengan mempertimbangkan perkembangan jiwa, jenis, jenjang,
jalur sekolah dan perkembangan kebudayaan bangsa, 2) guru agama yang cukup memenuhi
syarat-syarat, 3) sarana dan prasarana pendidikan agama yang cukup dan memenuhi syarat sesuai
dengan keperluan secara proporsional, dan 4) lingkungan dan suasana yang mendorong
tercapainya tujuan pendidikan agama, seperti:situasi sekolah, masyarakat dan peraturan
perundang-undangan. Selama ini pelaksanaan pendidikan agama di sekolah sudah banyak
dilakukan pembaharuan maupun perbaikan. Terlihat perbaikanperbaikan itu sudah menyentuh
berbagai aspek, mulai dari kurikulum, bahan pelajaran, alat, pendekatan maupun tenaga
pengajarnya. Hasilnya jelas, walaupun belum memenuhi tuntutan dan keinginan kita bersama.
Kekurangan itu misalnya masih seringnya kita mendengar anak-anak yang sudah tamat
SMP/MTs, SMA/ MA/ SMK bahkan Perguruan Tinggi yang masih belum terbiasa melakukan
shalat lima waktu, puasa pada bulan ramadhan, membaca al-Qur`an dan sejenisnya.
6. Pandangan Islam terhadap Hambatan Pengembangan dan Inovasi Kurikulum
PAI
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan. Hambatan pertama
terletak pada guru. Guru kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum. Hal itu
disebabkan beberapa hal. Pertama kurang waktu. Kedua kekurangsesuaian pendapat, baik antara
sesama guru maupun dengan kepala sekolah dan administrator. Ketiga karena kemampuan dan
pengetahuan guru sendiri.
6. Hambatan lain datang dari masyarakat. Untuk pengembangan kurikulum dibutuhkan
dukungan masyarakat baik dalam pembiayaan maupun dalam memberikan umpan balik terhadap
sistem pendidikan atau kurikulum yang sedang berjalan. Masyarakat adalah sumber input dari
sekolah. Keberhasilan pendidikan, ketepatan kurikulum yang digunakan membutuhkan bantuan,
serta input fakta dan pemikiran dari masyarakat.
Hambatan lain yang dihadapi oleh pengembangan kurikulum adalah maslaah biaya. Untuk
pengembangan kurikulum, apalagi yang berbentuk kegiatan eksperimen baik metode, isi atau
sistem secara keseluruhan membutuhkan biaya yang sering tidak sedikit.
Sumber-sumber dan literatur kebahasaaraban di lembaga pendidikan kita juga masih relatif
kurang, jika tidak dikatakan terbatas. Hal ini, antara lain, disebabkan oleh minimnya
perhatian pimpinan sekolah untuk mengembangkan pendidikan bahasa Arab; dan juga
disebabkan oleh kurangnya hubungan lintas lembaga pendidikan dalam bentuk kerjasama ilmiah
kita dengan lembaga di Timur Tengah, sehingga kita tidak banyak mendapat pasokan sumber-
sumber dan hasil-hasil penelitian kebahasaaraban. Selain itu, penting juga ditegaskan, bahwa
perhatian negara-negara Arab dalam bentuk penyediaan sumber belajar, termasuk referensi dan
literatur yang memadai, untuk negara-negara
berkembang seperti Indonesia, relatif masih kurang, jika dibandingkan dengan negara-
negara Barat.
Daftar Pustaka
Ahmad, H. M., dkk, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998).
Ahmadi, Abu,Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), cet. II.
Faisal,Yusuf Amir,Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995).
https://www.researchgate.net/publication/328119399_Kurikulum_Pendidikan_Agama_Isl
am
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Arabia/article/viewFile/1942/pdf