Makalah ini membahas pengertian guru dan karakteristik guru pendidikan agama islam menurut Islam. Beberapa istilah untuk guru dalam Islam dijelaskan seperti mu'allim, mursyid, mudarris dan mu'addib. Karakteristik guru agama islam menurut Islam mencakup syarat seperti dewasa, sehat, ahli bidangnya, dan berkepribadian muslim. Sifat yang diharapkan adalah zuhud, bersih, ikhlas, ju
1. MAKALAH
PENGERTIAN GURU DAN KARAKTERISTIK GURU PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM MENURUT ISLAM
Disusun sebagai tugas kelompok 5 dalam mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Dosen pengampu :
Shobah Shofariyani Iryanti M,Pd.
Disusun oleh :
Febby Chyntia Nurmila (1807015078)
Mahda Sakinah (1807015108)
Toby Zoelami (1807015132)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2018
2. ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah ‘Azza Wa Jalla yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang Pengertian Guru dan Karakteristik Guru
Pendidikan Agama Islam Menurut Islam.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan terlepas dari
semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata, kami berharap semoga makalah
ilmiah tentang Pengertian Guru dan Karakteristik Guru Pendidikan Agama Islam
Menurut Islam ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.
Jakarta, September 2018
Kelompok 5
3. iii
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL ...……………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ….……………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....…………………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah ....……………………………………….............. 1
C. Tujuan Penelitian .....………………………………………………... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Guru ...………………………………………………… 2
B. Beberapa Istilah Tentang Guru ......…………………………………. 3
C. Karakteristik Guru PAI menurut Islam ............……………………….. 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .……………………………………………………. 12
DAFTAR PUSTAKA .....……………………………………………… 13
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Guru adalah salah satu profesi yang banyak diminati dikalangan masyarakat. Tidak
heran apabila guru sering disebut sebagai profesi yang sangat mulia, dikarenakan bekerja
untuk mencerdaskan anak-anak bangsa. Profesi ini memiliki pembagian-pembagian khusus,
seperti guru dibidang Olahraga, Seni, Matematika, Bahasa, dan lain-lain, termasuk guru
Agama.
Sesuai dengan pembahasan kali ini, guru agama memiliki peran yang tak kalah
penting dengan guru mata pelajaran lainnya. Sebab, guru agama lah yang nantinya akan
menumbuhkan generasi-generasi yang tidak hanya memiliki pengetahuan agama saja,
melainkan juga memiliki karakter, kepribadian, dan akhlak yang baik.
Guru agama yang mengajarkan tentang nilai dan karakter islam biasa disebut guru
pendidikan agama islam (PAI). Namun dibalik itu, guru pendidikan agama islam memiliki
istilah-istilah lain yang jarang orang mengetahuinya. Oleh karena itu, dalam makalah ini,
kami penulis, akan membahas mengenai pengertian guru dan karakteristik guru pendidikan
agama islam menurut Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari guru, mu’allim, mudarris, mu’addib, dan mursyid ?
2. Karakter guru pendidikan agama islam menurut Islam ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menambah pengetahuan tentang pengertian dari guru, mu’allim, mudarris,
mu’addib, dan mursyid.
2. Untuk mengetahui karakteristik guru pendidikan agama islam menurut Islam.
5. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Guru
Menurut UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1: “Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan
formal, dasar, dan menengah.”1
Guru adalah sosok yang rela mencurahkan sebagian besar waktunya untuk mengajar
dan mendidik siswa, sementara penghargaan dari sisi material, misalnya, sangat jauh dari
harapan. Gaji seorang guru rasanya terlalu jauh untuk mencapai kesejahteraan hidup layak
sebagaimana profesi lainnya. Hal itulah, tampaknya yang menjadi salah satu alasan mengapa
guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.2
Guru adalah figur inspirator dan motivator murid dalam mengukir masa depan nya.
Jika guru mampu menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi anak didik nya, maka hal itu
akan menjadi kekuatan anak didik dalam mengajar cita-cita besarnya di masa depan.3
1 Jejen Musfah,Peningkat Kompetensi Guru, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 3
2 Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, (Yogyakarta : PustakaPelajar, 2011), hlm. 1
3 Jamal Makmur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, (Ciputat : Diva Press, 2011), hlm. 17
6. 3
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu
pengatahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang
melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan
formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau atau musholla, dirumah, dan sebagainya. Karena
itu, tepatlah apa yang dikatakan oleh Drs. N.A. Amentembun, bahwa guru adalah semua
orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara
individual ataupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah.4
B. Beberapa Istilah Tentang Guru
Melalui informasi yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah yang merupakan
landasan utama dalam pendekatan normatif dan perenealis dapat diketahui tentang adanya
sejumlah istilah yang mengacu kepada guru atau pendidik. Istilah tersebut adalah al-Murabbi,
al-Mu’allim, al-Muzakki, al-Ulama, al-Rasikhun fi al-ilm, ahl al-Dzikr, al-Mu’addib, al-
Mursyid, al-Ustad, Ulul Albab, Ulu al-nuha, dan sebagainya.
Istilah al-Mu’allim digunakan untuk kegiatan memberikan pengajaran, pengayaan,
dan wawasan yang diarahkan kepada mengubah sikap dan mindset (pola pikir), menuju
kepada perubahan perbuatan dan cara kerja. Istilah ini dalam Al-Qur’an dapat dijumpai pada
ayat yang artinya : “Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul diantara
kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu al-Kitab dan hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang
belum kamu ketahui ” .
4 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Banjarmasin : PT Rineka Cipta, 2000),
hlm. 31-32
7. 4
Selanjutnya, istilah al-Mu’addib secara harfiah adalah orang yang memiliki akhlak
dan sopan santun, dan secara lebih luas al-Mu’addib adalah orang yang terdidik dan
berbudaya sehingga ia memiliki hak moral dan daya dorong untuk memperbaiki masyarakat.
Istilah ini dijumpai dalam hadits Rasulullah yang artinya : “Tuhanku telah mendidikku (
memperbaiki akhlakku), maka perbaguslah didikan (akhlak) ku ini.”. Dalam sejarah istilah
al-Mu’addib digunakan untuk jabatan guru yang mengajar para calon raja atau putra mahkota
di istana-istana. Al-Mu’addib adalah guru istana dengan tugas menyiapkan calon pemimpin
bangsa. Pendidikan yang diberikan antara lain : tentang sastra, cara berpidato, sejarah orang-
orang yang sukses dan teladan, serta berbagi keterampilan fisik seperti memanah dan
menunggang kuda.
Selanjutnya, istilah Mursyid secara harfiah berarti orang yang cerdas, mendapat
petunjuk dan tercerahkan. Dalam arti yang lebih luas, al-Mursyid adalah orang-orang yang
cerdas dan mampu memanfaatkan kecerdasannya itu untuk tujuan yang mulia. Secara
implisit, kata al-Mursyid dijumpai pada ayat yang artinya : “ Dan apabila hamba-hambaKu
bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang mendo’a apabila ia berdo’a kepadaKu, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala) perintahKu dan hendaklah mereka beriman
kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah[2] : 186),
berdasarkan ayat ini, al-Mursyid adalah orang yang yarsyudun, yakni selalu berdo’a kepada
Allah dan senantiasa melaksanakan dan memenuhi panggilan Allah. Sebagai al-Mursyid,
seorang guru adalah orang yang senantiasa mengutamakan dan menjunjung moralitas dan
patuh pada Tuhan.5
5 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada),hlm. 65-71
8. 5
Adapun makna dari masing-masing istilah tersebut menurut Muhaimin adalah:
Mu'allim: Orang yang mengusasi ilmu dan mampu mengembangkan serta menjelaskan
fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya atau sekaligus
melakukan transfer ilmu/pengetahuan, internalisasi serta amaliah (implementasi).
Mursyid: orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri, atau menjadi pusat
anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya.
Mudarris: orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta memperbaharui
pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta
didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat,
minat dan kemampuannya.
Muaddib: orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab dalam
membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.6
6 Amrullah Aziz,Pendidik Profesional yang Berjiwa Islami, Jurnal Studi Islam, Volume 10, No. 1 Desember 2015.
Hlm. 58-59
9. 6
C. Karakteristik Guru PAI Menurut Islam
1. Syarat-syarat dan Sifat Guru Pendidikan Agama Islam Menurut Islam
Ahmad Tafsir mengutip pendapat Soejono menyebutkan bahwa syarat guru dalam
pendidikan islam adalah sebagai berikut :
a) tentang umur, harus sudah dewasa.
b) tentang kesehatan, harus sehat jasmani, dan rohani.
c) tentang kemampuan dan mengajar, ia harus ahli.
d) harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.
Selanjutnya, Munir Musyi mengatakan bahwa syarat guru atau pendidik dalam Islam yang
paling penting adalah syarat keagamaan. Dengan demikian, lanjut Munir, syarat guru ialah :
a) umur harus sudah dewasa.
b) kesehatan harus sehat jasmani dan rohani.
c) harus menguasai bidang yang diajarkannya dan menguasai ilmu mendidik juga
mengajar.
d) Kemudian ia menambahkan dengan syarat harus berkepribadian muslim.
Adapun sifat guru yang dimaksud dalam hal ini adalah sebagai pelengkap dari syarat
tersebut diatas. Dapat juga dikatakan bahwa syarat adalah sifat minimal yang harus dipenuhi
oleh guru, sedangkan sifat adalah pelengkap syarat, sehingga guru tersebut dapat dikatakan
memenuhi syarat maksimal.
Muhammad Athiyah al-Abrasyi dalam bukunya Al-Tarbiyah al-Islamiyah,
menyebutkan bahwa sebaiknya guru dalam islam memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Bersifat zuhud, maksudnya tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukan karena
mencari keridhaan Allah. Pada zaman dahulu, guru mencari nafkah dengan jalan
menyalin (menulis) buku-buku pelajaran, kemudian menjualnya kepada orang-orang
yang ingin membeli. Walaupun kemudian teori ini mendapatkan kritikan, karena
menerima gaji tidak bertentangan dengan maksud mencari keridhaan Allah dan
10. 7
kezuhudan, karena betapapun zuhudnya, tetap saja mereka membutuhkan uang untuk
memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya.
2. Bersih tubuhnya, sehingga penampilan lahiriahnya menyenangkan; bersih jiwanya,
artinya tidak suka melakukan dosa-dosa besar. Terkait dengan hal ini, Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Rusaknya umatku karena dua macam
orang, yakni seorang ‘alim yang durjana, dan seorang saleh yang jahil. Orang yang
paling baik adalah ulama yang baik, dan orang yang paling jahat adalah orang-
orang yang bodoh”.
3. Ikhlas atau tidak riya dan bersikap jujur dalam pekerjaan. Keikhlasan dan kejujuran
guru dalam pekerjaannya merupakan jalan terbaik dalam kesuksesan, dalam
melaksanakan tugas, dan dalam kesuksesan murid-muridnya. Orang yang ikhlas
adalah orang yang sesuai antara perkataan dan perbuatan, melakukan apa yang ia
ucapkan, dan tidak malu mengatakan “aku tidak tahu” bila ada yang tidak
diketahuinya.
4. Bersifat pemaaf, yakni harus memiliki sifat pemaaf terhadap murid-muridnya,
sanggup menahan diri, menahan amarah, berlapang hati, banyak bersyukur,
berkepribadian dan memiliki harga diri, menjaga kehormatan, dan menghindarkan
hal-hal hina.
5. Bersifat kebapakan, yakni mencintai muridnya seperti mencintai anaknya sendiri.
6. Mengetahui karakter murid, mencakup pembawaan, kebiasaan, perasaan, dan
pemikiran.
7. Menguasai mata pelajaran yang akan diajarkannya, dan memperdalam
pengetahuannya tentang mata pelajaran tersebut.7
7 Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya),
hlm. 172-173
11. 8
2. Kedudukan Guru
Hampir di semua bangsa yang beradab, guru diakui sebagai suatu profesi khusus.
Dikatakan demikian, karena profesi keguruan bukan saja memerlukan keahlian tertentu
sebagaimana profesi lain, tetapi juga mengemban misi yang paling berharga, yaitu
pendidikan dan peradaban. Atas dasar itu, dalam kebudayaan bangsa yang beradab, guru
senantiasa diagungkan, disanjung, dikagumi, dan dihormati, karena perannya yang penting
bagi eksistensi bangsa di masa depan.
Telah banyak peneliti dan penulis buku tentang pendidikan islam yang mengkaji
tentang kedudukan guru dalam pendidikan islam. Para penulis itu antara lain adalah Al-
Ghazali, M. Athiyah Al-Abrasyi, Asama Hasan Fahmi, dan M. Zafar Iqbal yang telah
mengemukakan kedudukan guru yang sangat mulia dalam pandangan islam. Pada umumnya,
mereka mengemukakan kemuliaan guru secara normatif berdasarkan pandangan Al-Quran,
Sunnah, dan pandangan para ulama, serta hanya sedikit yang mengkaji dari perspektif
kedudukan guru secara sosiologis yang meliputi status sosial dan perannya di masyarakat
dan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah terhadap.
Secara normatif, kedudukan guru dalam islam sangat mulia. Tidak sedikit penulis
yang menyimpulkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan nabi dan rasul, seraya
mengemukakan Hadis Nabi dan perkataan mulia : “Tinta para ulama lebih baik dari
darahnya para syuhada”. Penyair Syauki, sebagaimana dikutip Al-Abrasyi, berkata :
“Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja
merupakan seorang rasul”.
Hampir bisa dipastikan bahwa yang dimaksud guru, sebagaimana dalam hadis dan
syair di atas, adalah seorang ulama yang sempurna (al-ulama al-rasyidun), yaitu seorang
guru yang telah tercerahkan dan mampu mencerahkan muridnya, bukan semata-mata guru
sebagai pekerja yang menjadikan pekerjaan mengajar semata-mata sebagai media mencari
nafkah. Kedudukan guru memang terhormat dan mulia apabila yang menduduki jabatan itu
12. 9
juga orang terhormat dan mulia. Sebab kehormatan dan kemuliaan itu tidak hanya terkait
secara struktural, tetapi yang lebih penting adalah secara substansial dan fungsional. Itulah
sebabnya para tokoh pendidikan Islam menetapkan kode etik dan persyaratan untuk
menduduki jabatan guru agar kedudukan yang mulia itu benar-benar diisi oleh orang yang
mulia atau minimal tidak merendahkan kedudukan dan martabatnya itu. Penghargaan islam
yang tinggi terhadap guru (pengajar) dan termasuk penuntut ilmu (terdidik) sebenarnya tidak
berdiri sendiri, melainkan terkait dengan penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan dan
akhlak. Ini berarti bahwa guru yang memiliki kedudukan mulia adalah guru yang menguasai
ilmu pengetahuan dan memiliki akhlak dan mampu memberdayakan si terdidik dengan ilmu
dan akhlaknya itu. Karena itu, seseorang menjadi mulia bukan semata-mata secara struktural
sebagai guru, melainkan substansial memang mulia dan secara fungsional mampu
memerankan fungsi keguruannya, yaitu mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan bangsa.8
3. Tugas Guru
Daoed Joesoep, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 1978-1983,
mengemukakan tiga misi atau fungsi guru : fungsi profesional, fungsi kemanusiaan, dan
fungsi civic mission. Fungsi profesional berarti guru meneruskan
ilmu/keterampilan/pengalaman yang dimiliki atau dipelajarinya kepada anak didiknya.
Fungsi kemanusiaan berarti berusaha mengembangkan/membina segala potensi
bakat/pembawaan yang pada diri si anak serta membentuk si wajah ilahi dalam dirinya.
Fungsi civic mission berarti guru wajib menjadi kan anak didiknya menjadi warna negara
yang baik, yaitu yang berjiwa patriotik, mempunyai semangat kebangsaan nasional, dan
disiplin atau taat terhadap semua peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dasar
Pancasila dan UUD 1945.
8 Marno dan Idris, Strategi dan Metode Pengajaran, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media), hlm. 15-18
13. 10
Sedangkan tugas guru sebagai penjabaran dari misi dan fungsi yang diembannya,
menurut Darji Darmodiharjo, minimal ada tiga : mendidik, mengajar, dan melatih. Tugas
mendidik lebih menekankan pada pembentukan jiwa, karakter, dan kepribadian berdasarkan
nilai-nilai. Tugas mengajar lebih menekankan pada pengembangan kemampuan penalaran
dan tugas melatih menekankan pada pengembangan kemampuan penerapan teknologi
dengan cara melatih berbagai keterampilan.
Dalam perspektif Islam, mengemban amanat sebagai guru bukan terbatas pada
pekerjaan atau jabatan seseorang, melainkan memiliki dimensi nilai yang lebih luas dan
agung, yaitu tugas ketuhanan, kerasulan, dan kemanusiaan. Dikatakan sebagai ketuhanan,
karena mendidik merupakan sifat “fungsional” Allah (sifat rububiyah) sebagai “Rabb”, yaitu
“guru” bagi semua makhluk. Allah mengajar semua makhluknya lewat tanda-tanda alam
(sign), dengan menurunkan wahyu, mengutus rasulNya, dan lewat hamba-hambanya. Allah
memanggil hamba-hambanya yang beriman untuk mendidik.
Guru juga mengemban tugas kerasulan, yaitu menyampaikan pesan-pesan Tuhan
kepada umat manusia. Secara lebih khusus, tugas nabi dalam kaitannya dengan pendidikan
sebagaimana tercantum dalam surat al-jumu’ah ayat 2 :
“ Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul diantara mereka, yang
membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada
mereka kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang
nyata.”
Ayat diatas menggambarkan bahwa tugas rasul adalah melakukan pencerahan,
pemberdayaan, transformasi, dan mobilisasi potensi umat menuju kepada cahaya setelah
sekian lama terbelenggu dalam kegelapan. Rasulullah sendiri dalam hadisnya yang populer
mengatakan : “aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”, dan dalam hadis nya
yang lain, beliau bersabda : “aku diutus sebagai pendidik” dan “Tuhanku mendidikku dan
karenanya menjadikan pendidikan ku yang terbaik”.
14. 11
Tugas kerasulan tidak berhenti dengan wafatnya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam, melainkan diteruskan oleh seluruh umatnya yang beriman dengan cara
meneruskan risalahnya kepada seluruh umat manusia.
Dalam kehidupan keluarga, orang tua adalah guru bagi anak-anaknya. Dan dalam
kehidupan masyarakat yang telah mengenal pembagian kerja, lembaga persekolahan adalah
salah satu upaya yang paling efektif dalam melanjutkan risalah Muhammad kepada generasi
muda dimana guru merupakan aktor utamanya.
Sebagai kemanusiaan, seorang guru harus terpanggil untuk membimbing, melayani,
mengarahkan, menolong, memotivasi, dan memberdayakan sesama, khususnya anak
didiknya, sebagai sebuah keterpanggilan kemanusiaan dan bukan semata-mata terkait dengan
tugas formal atau pekerjaan sebagai guru. Dari sini kemudian, guru benar-benar mampu,
ikhlas, dan penuh dedikasi dalam menjalankan tugas keguruannya.
Dalam lembaga persekolahan, tugas utama guru adalah mendidik dan mengajar. Dan
agar tugas utama tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, ia perlu memiiki kualifikasi
tertentu, yaitu profesionalisme : memiliki kompetensi dalam ilmu pengetahuan, kredibilitas
moral, dedikasi dalam menjalankan tugas, kematangan jiwa, dan memiliki keterampilan
teknis mengajar serta mampu membangkitkan etos dan motivasi anak didik dalam belajar
dan meraih kesuksesan. Dengan kualifikasi tersebut, diharapkan guru dapat menjalankan
tugas nya sebagai pendidik dan pengajar mulai dari perencanaan program pembelajaran,
mampu memberikan keteladanan dalam banyak hal, kemampuan untuk menggerakkan etos
anak didik, sampai evaluasi.9
9 Ibid.,hlm. 18-20
15. 12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Guru merupakan profesi yang sangat mulia, namun disamping itu, menjadi guru
bukan lah hal yang mudah. Perannya yang sangat penting dalam proses belajar mengajar,
menjadi tantangan tersendiri bagi para guru untuk menjadikan generasi-generasi selanjutnya,
memiliki kualitas yang baik dalam ilmu pengetahuan, karakter, kepribadian, dan juga akhlak.
Mengkaji secara mendalam, guru memiliki istilah-istilah, syarat, sifat, kedudukan, dan tugas,
yang harus diketahui dan dimiliki para guru dan para calon guru, terkhusus bagi para calon
guru pendidikan agama islam di masa sekarang dan yang akan datang.
16. 13
Daftar Pustaka
Asmani, J. M. 2011. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif. Ciputat: Diva Press.
Aziz, A. 2010. Pendidik Profesional yang Berjiwa Islami. Jurnal Studi Islam, 10, 58-59.
Djamarah, S. B. 2000. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Banjarmasin: PT
Rineka Cipta.
Gunawan, H. 2014. Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Idris, Marno dan. 2010. Strategi dan Metode Pengajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Musfah, J. 2011. Peningkatan Kompetensi Guru. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Naim, N. 2011. Menjadi Guru Inspiratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nata, A. 2010. Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.