1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hepatitis merupakan penyakit peradangan pada hati yang disebabkan oleh
virus, bakteri, penyakit autoimun, racun dan lain sebagainya. Virus hepatitis ,
sebagai penyebab hepatitis virus telah banyak mengalami perkembangan.
Namun demikian untuk mendeteksinya kini dapat sehari jadi. Saat ini, telah
ditemukan jenis-jenis virus hepatitis antara lain virus hepatitis A, B, C, D, E, G
dan TT (masih dalam tahap penelitian). Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6
bulan disebut “Hepatitis akut”, hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan
disebut “hepatitis kronis”.
Penyebab Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama salah satu dari
kelima virus hepatitis, yaitu A, B, C, D atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena
infeksi virus lainnya, seperti mononukleosis infeksiosa, demam kuning dan
infeksi sitomegalovirus. Penyebab hepatitis non-virus yang utama adalah alkohol
dan obat-obatan. Penyakit hepatitis telah menjadi masalah dunia saat ini.
Diperkirakan sebanyak 400 juta orang di dunia mengidap penyakit hepatitis B
kronis. Sekitar 1 juta orang meninggal setiap tahun karena penyakit hepatitis
yang disebabkan oleh virus hepatitis) B (VHB) ini.
Penyakit hepatitis juga menjadi masalah besar di Indonesia mengingat
jumlah penduduk Indonesia yang juga besar, jumlah penduduk yang besar ini
membawa konsekuensi yang besar pula. Penduduk dengan golongan sosial,
2. 2
ekonomi dan pendidikan rendah dihadapkan pada masalah kesehatan terkait
gizi, penyakit menular serta kebersihan sanitasi yang buruk. Sedangkan
penduduk dengan golongan sosial, ekonomi dan pendidikan tinggi memiliki
masalah kesehatan terkait gaya hidup dan pola makan. Tak mengherankan jika
saat ini penyakit hepatitis menjadi salah satu penyakit yang mendapat perhatian
serius di Indonesia.
Kasus hepatitis di Indonesia cukup banyak dan menjadi perhatian khusus
pemerintah. Sekitar 11 juta penduduk Indonesia diperkirakan mengidap penyakit
hepatitis B, ada sebuah asumsi bahwa 1 dari 20 orang di Jakarta menderita
hepatitis B. Demikian pula dengan hepatitis C yang merupakan satu dari 10
besar penyebab kematian di Dunia. Angka kasus hepatitis C berkisar 0,5%
hingga 4% dari jumlah penduduk. Jika jumlah pendudik Indonesia saat ini
adalah 220 juta maka angka asumsi penderita hepatitis C menjadi 1,1 hingga
8,8 juta penderita. Jumlah ini dapat bertambah setiap tahunnya mereka yang
terinfeksi biasanya tidak mengalami gejala-gejala spesifik sehingga tidak
diketahui oleh masyarakat dan tidak terdiagnosis oleh dokter. Carrier/pembawa
virus hepatitis B dan C berpotensi sebagai sumber penyebaran penyakit
hepatitis B dan C.
Nutrisi sangat berperan penting dalam proses penyembuhan penyakit
hepatitis. Pasien hepatitis memerlukan intake makanan yang adekuat dan juga
berkualitas untuk menghindari kerusakan hati yang permanen. Berdasarkan
latar belakang tersebut maka diperlukan suatu penelitian tentang bagaimana
3. 3
penatalaksanaan diet pada pasien hepatitis di Rumah Sakit Prof. Dr. Margono
Soekarjo?
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan Nutrition Care Process pada pasien hepatitis
kronik dengan ascites
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan skrining gizi pada pasien hepatitis kronik
dengan ascites
b. Mahasiswa mampu melakukan nutrition assesment pada pasien hepatitis
kronik dengan ascites
c. Mahasiswa mampu melakukan nutrition diagnosis pada pasien hepatitis
kronik dengan ascites
d. Mahasiswa mampu melaksanakan nutrition intervention
e. Mahasiswa mampu melaksanakan monitoring dan evaluasi pada pasien
dengan diagnosa hepatitis kronik dengan ascites
C. Waktu dan Tempat
1. Waktu pelaksanaan : 10 Desember – 13 Desember 2014
2. Tempat : Bangsal Mawar Kamar 3 RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto
4. 4
D. Jenis dan Cara Pengumpulan
1. Jenis Data
a. Data primer
Data primer meliputi data antropometri, data riwayat gizi, kebutuhan
makan. Data ini diperoleh dengan melakukan observasi dan wawancara.
b. Data sekunder
Data sekunder meliputi data identitas pasien, data laboratorium dan
fisik/klinik. Data ini diperoleh dari rekam medis ruang Mawar RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Cara pengumpulan data
a. Wawancara
Melakukan wawancara kepada pasien dan keluarga pasien mengenai
penyakit yang diderita, kondisi pasie, pola makan dan kebiasaan makan.
b. Recall 24 jam.
Menanyakan asupan makanan yang dikonsumsi pasien selama 24 jam
yang lalu.
c. Data rekam medik
Mencatat setiap perkembangan pasien melalui data rekam medik untuk
mempertimbangkan makanan apa yang akan diberikan kepada pasien.
5. 5
E. Manfaat
1. Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan informasi atau wacana bagi institusi rumah sakit terutama bagi
instalasi gizi berkaitan dengan penatalaksanaan diit pada pasien hepatitis
kronik dengan ascites
2. Bagi Pasien dan Keluarga
Pasien mengetahui terapi diit yang diberikan pada pasien agar termotivasi
untuk menjalankan dan mematuhi diit yang diberikan rumah sakit.
3. Bagi Mahasiswa
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mahasiswa dalam
merencanakan dan menatalaksanakan manajemen asuhan gizi klinik pada
pasien dengan diagnosa hepatitis kronik dengan ascites
6. 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Penyakit
Penyakit hepatitis kronik dikatakan sebagai suatu penyakit nekroinflamasi
hati yang berlanjut dan tanpa perbaikan paling sedikit selama 6 bulan, yang
melibatkan proses destruksi yang progresif dan regenerasi dari parenkim hati
yang pada akhirnya akan menuju fibrosis dan sirosis (Czaja, 2010). Penyakit ini
dapat asimtomatik atau disertai gejala - gejala seperti mudah lelah, malaise dan
nafsu makan berkurang. Serum aminotransferase dapat meningkat secara
sementara atau menetap. Ikterus sering tidak ditemukan, kecuali pada kasus -
kasus stadium lanjut. Keadaan ini dapat disertai splenomegali, limfadenopati,
penurunan berat badan, dan demam (Akbar, 2007).
Gejala dini hepatitis meliputi perasaan lemah, sakit kepala, kehilangan
selera makan (anoreksia), mual dan muntah, demam dan penurunan berat
badan. Kemudian terjadi gejala kuning (ikterus), kencing yang berwarna gelap,
nyeri tekan dan pembesaran pada hati. Selanjutnya, akan terjadi hipertensi
portal, gangguan cerna, diare atau konstipasi, ikterus, varises esofagus, ascites,
edema, anemia, kecenderungan berdarah, dan pembesaran hati serta limpa
(Hartono, 2006).
7. 7
B. Etiologi Penyakit
Penyebab hepatitis bermacam-macam akan tetapi penyebab utama
hepatitis dapat dibedakan menjadi dua kategori besar yaitu penyebab virus dan
penyebab non virus. Sedangkan insidensi yang muncul tersering adalah
hepatitis yang disebabkan oleh virus. Hepatitis virus dapat dibagi ke dalam
hepatitis A, B, C, D, E, G. Hepatitis non virus disebabkan oleh agen bakteri,
cedera oleh fisik atau kimia, pada prinsipnya penyebab hepatitis terbagi atas
infeksi dan bukan infeksi. Hepatitis B dan C dapat berkembang menjadi sirosis
(pengerasan hati), kanker hati dan komplikasi lainnya yang dapat
mengakibatkan kematian.
Dalam masyarakat kita, penyakit hepatitis biasa dikenal sebagai penyakit
kuning. Sebenarnya hepatitis adalah peradangan organ hati (liver) yang
disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor penyebab penyakit hepatitis atau sakit
kuning ini antara lain adalah infeksi virus, gangguan metabolisme, konsumsi
alkohol, penyakit autoimun, hasil komplikasi dari penyakit lain, efek samping dari
konsumsi obat-obatan maupun kehadiran parasit dalam organ hati (liver). Salah
satu gejala penyakit hepatitis (hepatitis symptoms) adalah timbulnya warna
kuning pada kulit, kuku dan bagian putih bola mata. Peradangan pada sel hati
dapat menyebabkan kerusakan sel-sel, jaringan, bahkan semua bagian dari
organ hati (liver). Jika semua bagian organ hati (liver) telah mengalami
kerusakan maka akan terjadi gagal hati (liver) yang menyebabkan kematian.
8. 8
C. Patofisiologi Penyakit
Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah dan
terbawa sampai ke hati. di sini agen infeksi menetap dan mengakibatkan
peradangan dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada
pemeriksaan SGOT dan SGPT). akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan
penyerapan dan konjugasii bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan
mengakibatkan ikterik. peradangan ini akan mengakibatkan peningkatan suhu
tubuh sehinga timbul gejala tidak nafsu makan (anoreksia). salah satu fungsi
hati adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan atau
tubuh mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak hati sendiri
dengan berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral
racun. Aktivitas yang berlebihan yang memerlukan energi secara cepat dapat
menghasilkan H2O2 yang berdampak pada keracunan secara lambat dan juga
merupakan hepatitis non-virus. H2O2 juga dihasilkan melalui pemasukan
alkohol yang banyak dalam waktu yang relatif lama, ini biasanya terjadi pada
alkoholik.
Peradangan yang terjadi mengakibatkan hiperpermea-bilitas sehingga
terjadi pembesaran hati, dan hal ini dapat diketahui dengan meraba / palpasi
hati. Nyeri tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik mulai nampak. Hepatitis
viral dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kronik dan akut. Klasifikasi
hepatitis viral akut dapat dibagi atas hepatitis akut viral yang khas, hepatitis
yang tak khas (asimtomatik), hepatitis viral akut yang simtomatik, hepatitis viral
anikterik dan hepatitis viral ikterik. Hepatitis virus kronik dapat diklasifikasikan
9. 9
dalam 3 kelompok yaitu hepatitis kronik persisten, hepatitis kronik lobular, dan
hepatitis kronik aktif.
Virus hepatitis A mempunyai masa inkubasi singkat/hepatitis infeksiosa,
panas badan (pireksia) didapatkan paling sering pada hepatitis A. Hepatitis tipe
B mempunyai masa inkubasi lama atau disebut dengan hepatitis serum.
Hepatitis akibat obat dan toksin dapat digolongkan ke dalam empat bagian
yaitu: hepatotoksin-hepatotoksin direk, hepatotoksin-hepatotoksin indirec, reaksi
hipersensitivitas terhadap obat, dan idiosinkrasi metabolik.
D. Manajemen Terapi Gizi
Terapi diet bagi penderita penyakit hati bertujuan untuk mengurangi
kerusakan hati yang permanen, meningkatkan regenerasi jaringan hati dengan
memberikan kalori dan protein dalam jumlah yang memadai, mempertahankan
atau memperbarui simpanan nutrien dalam tubuh, dan mengurangi gejala yang
menimbulkan rasa tidak nyaman. Peningkatan asupan kalori dengan
mengkonsumsi makanan padat kalori, khususnya hidratarang sementara
asupan lemak diberikan dalam jumlah sedang. Pengurangan asupan lemak
dilakukan bila pasien mengalami diare yang berlemak (steatore) akibat
penurunan ekskresi empedu dan lipase (Hartono, 2006).
E. Interaksi Obat dan Makanan
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain
(interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia
10. 10
lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat
digunakan bersama-sama.
Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah
studi di Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus
masuk rumah sakit atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama dari pada
seharusnya, bahkan hingga terjadi kasus kematian karena interaksi dan/atau
efek samping obat. Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi
dengan polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih dari
satu dokter, sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang
dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia.
Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas
dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila
menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang
rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik.
Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-
sama. Ketika suatu makanan atau minuman mengubah efek suatu obat,
perubahan tersebut dianggap sebagai interaksi obat-makanan. Interaksi seperti
itu bisa terjadi. Tetapi tidak semua obat dipengaruhi oleh makanan, dan
beberapa obat hanya dipengaruhi oleh makanan-makanan tertentu. Interaksi
obat-makanan dapat terjadi dengan obat-obat yang diresepkan, obat yang dibeli
bebas, produk herbal, dan suplemen. Meskipun beberapa interaksi mungkin
berbahaya atau bahkan fatal pada kasus yang langka, interaksi yang lain bisa
11. 11
bermanfaat dan umumnya tidak akan menyebabkan perubahan yang berarti
terhadap kesehatan tubuh.
Makanan dan obat dapat berinteraksi dalam banyak cara yang berbeda.
Sering, zat tertentu di dalam makanan memberikan efek. Perubahan-perubahan
lain dapat disebabkan oleh jumlah protein dalam diet anda, atau bahkan cara
makanan tersebut disiapkan. Salah satu cara yang paling umum makanan
mempengaruhi efek obat adalah dengan mengubah cara obat-obat tersebut
diuraikan ( dimetabolisme ) oleh tubuh. Jenis protein yang disebut enzim,
memetabolisme banyak obat. Beberapa makanan dapat membuat enzim-enzim
ini bekerja lebih cepat atau lebih lambat, baik dengan memperpendek atau
memperpanjang waktu yang dilalui obat di dalam tubuh. Jika makanan
mempercepat enzim, obat akan lebih singkat berada di dalam tubuh dan dapat
menjadi kurang efekteif. Jika makanan memperlambat enzim, obat akan berada
lebih lama dalam tubuh dan dapat menyebabkan efek samping yang tidak
dikehendaki. Kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan dapat terjadinya
interaksi obat dengan makanan adalah :
1. Perubahan motilitas lambung dan usus, terutama kecepatan pengosongan
lambung dari saat masuknya makanan
2. Perubahan pH, sekresi asam serta produksi empedu
3. Perubahan suplai darah di daerah splanchnicus dan di mukosa saluran
cerna
4. Dipengaruhinya absorpsi obat oleh proses adsorpsi dan pembentukan
kompleks
12. 12
5. Dipengaruhinya proses transport aktif obat oleh makanan
6. Perubahan biotransformasi dan eliminasi. (Widianto, 1989)
13. 13
BAB III
SKRINING GIZI DAN NUTRITIONAL CARE PROCESS (NCP)
A. Skrining Gizi
Tabel 1. Hasil Skrining Gizi MUST
Nama
Nama Keluarga
Usia
Bangsal
No.RM
Jenis Kelamin
: Tn. Ach
: -
: 50 tahun
: Mawar, 3-4
: 00918464
: Laki-laki
Tanggal 10/12/2014
Tanda Tangan
Perawat/Ahli
Gizi
BB/TB 40,5 kg / 165 cm
BMI 14,6
LILA -
Ket St. Gizi Gizi Kurang
1 BMI pasien (kg/m2
)
a. >20 (>30 obese)
b. 18.5 – 20
c. <18.5
a. Skor 0
b. Skor 1
c. Skor 2
2. Presentase penurunan BB secara tidak sengaja (3-
6 bulan yang lalu)
a. <5 %
b. 5-10 %
c. >10 %
a. Skor 0
b. Skor 1
c. Skor 2
3 Pasien menderita penyakit berat dan atau asupan
makan tidak adekuat >5 hari
Skor 2
Total Skor 5
0 = Resiko rendah dan perlu pengukuran ulang secara periodik
1 = Resiko sedang dan perlu pengukuran ulang setelah 3 hari
2 ≥ Resiko tinggi membutuhkan segera asuhan gizi
Berdasarkan hasil skrining gizi menggunakan MUST diketahui skor pasien
adalah 3 sehingga pasien membutuhkan asuhan gizi. Jika skrining
mengidentifikasi seseorang beresiko, maka harus dirujuk untuk melakukan
pengkajian nutrisi lebih mendetail. Pengkajian nutrisi adalah proses
komprehensif yang digunakan untuk medefinisikan status nutrisi pasien, lebih
14. 14
dari sekedar resiko. Ini membantu dalam mengukur resiko komplikasi dan dapat
digunakan untuk merencanakan dan memonitor dukungan nutrisi (Corish,
2004).
B. Identitas Pasien
No. RM : 00918464
Nama : Tn. Ach
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Ruang : Mawar, 3-4
Tgl Masuk : 08/12/2014
Tgl Kasus : 09/12/2014
Alamat : Lumpang RT 2/1 Karanganyar, Jawa Tengah
Dx medis : Ascites, hepatitis kronik
15. 15
C. Assesmen Gizi
1. Data Subjektif
a. Riwayat Penyakit
Tabel. 2 Riwayat Penyakit
Keluhan Utama Perut sakit, teraba keras, BAB hitam,
lemas
Riwayat Penyakit Sekarang Ascites dengan Hepatitis Kronik
Riwayat penyakit dahulu Pernah operasi hernia 2 bulan yang lalu
Riwayat penyakit keluarga -
b. Riwayat Gizi
Tabel 3. Riwayat Gizi
Data sosial ekonomi Penghasilan : -
Jumlah Kel : 5
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Aktifitas fisik Lama Kerja : -
Jenis Olahraga : -
Lama tidur : 8 jam
Alergi / makanan pantangan -
Diet yang pernah dijalankan -
Makanan kesukaan -
Fungsi gastrointestinal Nyeri ulu hati : -
Mual : -
Muntah : -
Anoreksia : +
Diare : +
Konstipasi : -
Perubahan pengecapan/penciuman: -
Gangguan mengunyah : -
Gangguan menelan : +
Kondisi gigi :
Suplementasi gizi -
Perubahan berat badan 4 kg dalam dua bulan
Cara mengolah makanan Digoreng, direbus
Kebiasaan makan Makanan pokok : nasi 3x/hari @1 centong
Lauk hewani : ayam, telor 3x/minggu
Lauk nabati : tempe, tahu setiap kali
makan @1 potong
Sayur : bayam (bening)
Buah : pisang, pepaya
Susu dan Snack :
16. 16
Lanjutan
Asupan makan dirumah Energi : 1346,6 Kkal
Protein : 55,5 gram
Lemak : 21,9 gram
KH : 234,9 gram
AKG Energi : 2325 kkal
Protein : 65 gram
Lemak : 65 gram
KH : 349 gram
% Asupan Energi : 58%
Protein : 85,3%
Lemak : 33,6%
KH : 67,3%
Sumber: Data Primer Terolah, 2014
Berdasarkan kebiasaan makan pasien di rumah diketahui bahwa
asupan pasien tidak adekuat energi 58%, lemak 33,6%, dan karbohidrat
67,3% masuk dalam kategori defisit berat karena <70%, sedangkan
asupan protein defisit ringan yaitu 85,3%.
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Antropometri
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 45 kg (dengan ascites dan edema)
BB Koreksi : = 45 – (10% x 45)
= 45 – 4,5
= 40,5 kg
BBI : = (165 – 100) – 10% (165 – 100)
= 65 - 6,5
= 58,5 kg
17. 17
IMT : BB/TB2
: 40/1,652
: 14,6 kg/m2
(Gizi kurang)
Kesimpulan : berdasarkan hasil pemeriksaan antropometri
diketahui bahwa status gizi pasien adalah kurang dengan IMT 14,6
kg/m2
dengan BBI 47,7 kg.
b. Pemeriksaan Biokimia
Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Biokimia
Pemeriksaan
Satuan/nilai
normal
Hasil Lab
Interpretasi
08-12-2014 Keterangan
Hemoglobin 14-18 10,8 Rendah Anemia
Leukosit 4000-10000 6000 Normal
Hematokrit 37-47 31 Rendah Anemia
Eritrosit 4,2-5,4 x
10^6
4,5x10^6 Normal
Trombosit 150000-
450000
90000 Rendah Anemia
MCV 79-99 69 Rendah Anemia
MCH 27-31 24,1 Rendah Anemia
MCHC 33-37 34,8 Normal
RDW 11,5-14,5 17,2 Normal
MPV 7,2-11,1 9,7 Normal
Basofil 0-1 0,3 Normal
Eosinofil 2-4 0 Rendah Stress
Batang 2-5 5,5 Tinggi Infeksi/inflamasi
Segmen 40-70 86,2 Tinggi Infeksi/inflamasi
Limfosit 25-40 4,2 Rendah Imunitas tubuh
menurun
Monosit 2-8 3,8 Normal
Total protein 6-8 4,13 Rendah Malnutrisi/peny.hati
kronik
Albumin 3,8-5,1 1,64 Rendah Malnutrisi/peny.hati
kronik
Globulin 1,5-3 2,49 Normal
SGOT 37 56 Tinggi Kerusakan hati
18. 18
Lanjutan
Pemeriksaan
Satuan/nilai
normal
Hasil Lab
Interpretasi
08-12-2014 Keterangan
SGPT 42 49 Tinggi Kerusakan hati
Bilirubin total 0-1,1 1 Normal
Bilirubin direct 0-0,25 0,68 Tinggi ikterik hepatik
Bilirubin
indirect
0,1-1 0,32 Normal
Ureum darah 10-50 24,4 Normal
Sumber: Data Rekam Medik, 2014
c. Pemeriksaan Fisik dan Klinik
1. Kesan Umum : Compos mentis, lemah
2. Vital Sign
Tanggal 10-12-2014
Tensi : 100/80 mmHg
Respirasi : 20 kali/menit
Nadi : 92 kali/menit
Suhu : 36o
C
Bising Usus : (+) normal
3. Kepala/Abdomen/Ekstremitas: abdomen ascites, kaki bengkak
4. Pemeriksaan penunjang : USG Abdomen dengan kesimpulan
a. Ascites (+)
b. Hepatomegali, echoparenkim meningkat kurang homogen, tepi
rata DD hepatitis kronis
c. Lien, VF, pankreas, ren kanan, ren kiri, VV = baik
Kesimpulan : berdasarkan hasil pemeriksaan fisik klinik diketahui
bahwa pasien dalam keadaan sadar namun kondisinya lemah.
19. 19
Tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu dalam keadaan normal.
Bising usus normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan USG diketahui
bahwa Tn.Ach positif hepatitis dengan ascites, selain itu terjadi
pembengkakan pada hati.
d. Dietary Recall
Hasil recall 24 jam diet : di rumah sakit
Tanggal : 09-12-2014
Diet RS : BC + Putel
Tabel 5. Recall 24 jam di Rumah Sakit
Recall Energi
(Kkal)
Protein
(gram)
Lemak
(gram)
KH
(gram)
Asupan 483,6 23,4 4,08 71,1
Kebutuhan 1782,5 73,125 39,61 283,4
% Asupan 27,1% 32% 10,3% 25%
Keterangan Defisit berat Defisit berat Defisit berat Defisit berat
Menurut Depkes RI (1996) kategori asupan sebagai berikut:
Tabel 6. Standar % asupan menurut Depkes Ri tahun 1996
Di atas kebutuhan normal >120 %
Normal 90-119 %
Defisit ringan 80-89 %
Defisit sedang 70-79 %
Defisit berat <70%
20. 20
e. Terapi Medis
Tabel 6. Terapi Medis
Jenis obat Fungsi Interaksi dengan
Zat Gizi
Inj. Cefriaxon Infeksi yang disebabkan oleh
patogen yang sensitif terhadap
cefriaxon
-
IVFD Aminofusin 10 tpm Nutrisi essensial secara
parenteral pada pasien dengan
ganggaun fungsi hati kronik
yang berat
-
Inj. Ranitidin Mencegah peningkatan asam
lambung
Absorbsi akan
menurun bila
diberikan
bersama dengan
makanan atau
antasida
Inj. Furosemid Diuretik kuat Makanan dapat
mengurangi
ketersediaan
hayati sehingga
menurunkan efek
terapi
Po. Neurodex Gejala kekurangan vitamin
neurotropik, anemia
-
Po. Curcuma Anoreksia (kehilangan nafsu
makan), ikterus (menjadi
kuningnya warna kulit, selaput
lendir, dan berbagai jaringan
tubuh oleh zat warna empedu)
akibat obstruksi/penyumbatan
saluran empedu
-
Inj. Spironolacton Diuretik Makanan dapat
meningkatkan
efek terapi
Po. Ambroxol syr Obat batuk -
21. 21
D. Kesimpulan Assesment Gizi
1. Diagnosa medis pasien adalah hepatitis kronik dengan asites. Keluhan
utama yang dirasakan adalah sakit perut, perut teraba keras, BAB hitam,
dan lemas. Pasien memiliki riwayat operasi hernia dua bulan yang lalu.
Pasien mengalami gangguan fungsi gastrointestinal berupa diare, anoreksia,
dan kesulitan menelan.
2. Status gizi pasien berdasarkan IMT adalah 14,9 dan masuk dalam kategori
gizi kurang
3. Berdasarkan hasil laboratorium diketahui bahwa kadar Hb, hematorit,
trombosit, MCV, dan MCH dalam keadaan rendah, hal tersebut
mengindikasikan pasien mengalami anemia. Kadar total protein dan albumin
yang rendah mengindikasikan pasien mangalami malnutrisi. Sedangkan
kadar SGOT dan SGPT tinggi mengindikasikan terdapat kerusakan hati.
4. Hasil pemeriksaan fisik dan klinis, pasien dalam keadaan sadar 10% namun
lemas. Vital sign pasien dalam keadaan normal. Pada pemeriksaan
abdomen diketahui bahwa terdapat ascites. Pemeriksaan penunjang adalah
USG abdomen dengan hasil ascites (+) dan hepatomegali.
5. Asupan makan pasien sebelum masuk rumah sakit masuk dalam kategori
defisit berat.
22. 22
E. Diagnosis Gizi
a. NI 2-1 : Inadekuat intake berkaitan dengan gangguan fungsi gastrointestinal
berupa mual dan muntah dibuktikan oleh hasil recall E=27,1%, P= 32%, L=
10,3%, dan KH= 25%.
b. NI 5-4 : pembatasan asupan Na dan cairan berkaitan dengan retensi cairan
dibuktikan oleh ascites (+)
c. NI 5-4 : pembatasan asupan lemak berkaitan dengan gangguan fungsi
empedu dibuktikan oleh kadar bilirubin direct 0,68 mg/dl, SGOT 56 U/L, dan
SGPT 49 U/L
d. NI 5-3 : Peningkatan kebutuhan albumin berkaitan dengan malnutrisi
dibuktikan oleh kadar albumin 1,64
F. Intervensi Gizi
1. Tujuan diet
a. Meningkatkan asupan makan
b. Mengurangi ascites
c. Mempercepat proses penyembuhan
d. Meningkatkan kadar albumin
2. Syarat/prinsip diet
a. Energi diberikan sesuai dengan kebutuhan yaitu 1782 Kkal untuk
mencegah pemecahan protein sebagai sumber energi
b. Protein cukup, yaitu 1-1,5 g/kg BB untuk regenerasi sel hati
c. Lemak diberikan rendah, yaitu 20% dari kebutuhan energi untuk
meringankan kerja hati
23. 23
d. Pembatasan natrium 800-1200 mg/hari karena terdapat ascites dan
edema.
e. Pembatasan cairan untuk mengurangi ascites. Urin output 30ml/KgBB
f. Makanan diberikan dalam bentuk lunak, diberikan 3x makan utama dan
1x selingan
g. Pemberian albumin 87,1 gram untuk mengatasi malnutrisi
h. Pemberian suplemen vitamin dan mineral yang cukup. Bila perlu,
diberikan suplemen vitamin B komplek, C, dan K serta mineral seng dan
zat besi.
3. Perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi
BEE = (10 x BB) + (6,25 x BB) – (5 x U) – 5
= (10 x 58,5) + (6,25 x 58,5) – (5 x 50) – 5
= 585 + 1031,25 - 250 - 5
= 1371,25
TEE = BEE x FA x FS
= 1371,25 x 1 x 1,3
= 1782 Kkal
Protein = 1,25 x 58,5
= 73, 125 gram
= 292,5 Kkal
Lemak = 20% x 1782
24. 24
= 356,525 Kkal
= 39,61 gram
KH = 1782 – 292,5 – 356,525
= 1133,6 Kkal
= 283,4 gram
Balance cairan:
a. Cairan masuk
1. Infus aminofusin 10 tpm
Tpm = (ml x 20) / (24 x 60 menit)
10 = (ml x 20) / 1440
ml = (1440 x 10) / 20
= 720 ml/hari
2. Makanan + minuman
35ml/kg BB x 40,5 = 1417,5 ml
b. Cairan keluar
1. Urin : 30ml/KgBB/hari
= 30 x 40,5
= 1215 ml
2. IWL = (15 x BB) / 24 jam
= (15 x 40,5) / 24
= 25,3 / jam
= 607,5 / hari
3. Feses = 100 ml
25. 25
Maka balance cairan = intake cairan 24 jam – output cairan
= 2137,5 – 1922,5
= +215 ml
Kebutuhan albumin = (Alb normal – Alb sekarang) x BB x 0,8
= (3,5 – 1,64) x 58,5 x 0,8
= 1,86 x 58,5 x 0,8
= 87,1 gram
100 gram putih telur = 9,83 gram albumin
Kebutuhan putel = (87,1 / 9,85) x 100
= 886
= 88,6 gram/hari
Putel diberikan pada saat makan pagi dan makan malam dengan berat setiap
pemberian 44,3 gram, dibulatkan menjadi 45 gram.
G. Rencana Konsultasi Gizi
a. Sasaran : pasien dan keluarga
b. Waktu : 20-30 menit
c. Tempat : bangsal mawar kamar no 3
d. Tujuan : memberikan informasi kepada pasien mengenai diit yang
diberikan
e. Metode : ceramah dan tanya jawab
f. Materi :
26. 26
1. Asupan makan
2. Diit RGRL
3. Makanan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan
g. Evaluasi : menanyakan kembali materi yang telah disampaikan
H. Rencana Monitoring dan Evaluasi
Antropometri : BB
Biokimia : Hb, hematokrit, trombosit, MCV, MCH, Eosinofil, Batang,
segmen, total protein, albumin, SGOT, SGPT, bilirubin indirek
Fisik/klinis : keadaan umum, vital sign, bising usus
Dietary : asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat
I. Implementasi
Memberikan pasien diit RGRL dengan bentuk makanan saring. Makanan
diberikan dengan frekuensi 3x makan utama dan 1x selingan. Berikut rencana
pemberian zat gizi/hari:
Tabel 8. Rencana pemberian zat gizi
Zat gizi Hari ke-1
(11-12-2014)
Hari ke-2
(12-12-2014)
Hari ke-3
(13-12-2014)
Energi (Kkal) 1709 1699 1727
Protein (gram) 69,9 73,3 74,8
Lemak (gram) 41,9 38,1 42,8
KH (gram) 266,1 268,1 265,1
Natrium (mg) 453,9 465,7 596,2
Sumber: Data Primer Terolah, 2014
27. 27
J. Rekomendasi Diet
Terapi diit : RG III RL
Bentuk makanan : saring dan ekstra putih telur
Cara Pemberian : Oral
Pembahasan preskripsi diet : diit yang diberikan kepada pasien adalah RGRL.
Diit RG diberikan karena pasien mengalami ascites dan edema sehingga perlu
pembatasan natrium. Diet rendah garam dapat membantu diuresis sehingga
ascites dan edema dapat berkurang. Sedangkan diit RL diberikan karena
metabolisme empedu terganggu . Bentuk makanan yang diberikan adalah
saring dan diberikan secara oral. Ekstra putih telur diberikan karena pasien
mangalami hipoalbuminemia.
28. 28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pasien berusia 50 tahun masuk RSMS dengan diagnosis hepatitis kronik
dengan ascites. Keluha utamanya adalah perut sakit, teraba keras, BAB hitam, dan
lemas. Pasien pernah menjalani operasi hernia dua bulan yang lalu. Pasien
mengalami gangguan fungsi gastrointestinal berupa anoreksia, diare, gangguan
menelan karena terdapat stomatitis dimulut. Terjadi penurunan berat nadan
sebanyak 4 kg dalam 2 bulan. Kebiasaan makan pasien adalah makan nasi 3 x/hari
1 centong, lauk hewani dikonsumsi 3x seminggu berupa ayam dan telor. Lauk nabati
yang sering dikonsumsi adalah tempe dan tahu, sedangkan sayur yang sering
dikonsumsi adalah bayam yang diolah menjadi sayur bening. Buah yang sering
dikonsumsi adalah pisang dan pepaya. Pasien jarang mengkonsumsi snack atau
susu.
A. Monitoring dan Evaluasi Makan Pasien
Asupan makan pasien diperoleh melalui recall 24 jam dan comstok yang
meliputi makan pagi, siang, malam, dan snack. Zat gizi yang dievaluasi adalah
energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Hasil monitoring dan evaluasi asupan
makan dan zat gizi pasien selama studi kasus dapat dilihat pada tabel 9 sebagai
berikut:
29. 29
Tabel 9. Evaluasi Asupan Energi dan Zat Gizi Pasien
Tanggal Energi
(Kkal)
Protein
(gram)
Lemak
(gram)
KH
(gram)
Natrium
(mg)
11-12-2014 980,375 33 17,8 155,8 242,4
12-12-2014 891,25 36,6 18,3 141,7 218,4
13-12-2014 985,4 33,5 18,5 155,8 317,7
Rata-rata 952,3 34,3 18,2 151,1 259,5
Kebutuhan 1782 73,125 39,61 283,4 800
% asupan 53,4% 46,9% 46% 53,3% 32%
Keterangan Defisit
berat
Defisit
berat
Defisit
berat
Defisit
berat
Berdasarkan hasil monitoring, diketahui bahwa rata-rata asupan makan
pasien selama tiga hari pemantauan masuk dalam kategori defisit berat yaitu
energi 53,4%, protein 46,9%, lemak 46%, dan karbohidrat 53,3%. Rendahnya
asupan makan pasien dikarenakan adanya penurunan nafsu makan dan juga
gangguan fungsi gastrointestinal selain itu pasien juga mengalami kesulitan
menelan dan juga terdapat stomatitis didalam rongga mulut. Asupan makan
tersebut mengalami penurunan dibandingkan sebelum dirawat dirumah sakit.
Sebelum dirawat di rumah sakit rata-rata asupan makan pasien adalah energi
58%, protein 85,3%, lemak 33,6%, dan karbohidrat 67,3%. hal ini sesuai dengan
teori yang disampaikan oleh Hartono (2006) bahwa salah satu gejala dini
hepatitis meliputi perasaan lemah, sakit kepala, kehilangan selera makan
(anoreksia), mual dan muntah, demam dan penurunan berat badan.
30. 30
B. Perkembangan Terapi Diet
Tabel 10. Perkembangan Terapi Diit
Tanggal Macam diit Bentuk makanan Ket
10-12-2014 RG III RL + eks.
Putel
Makanan saring -
11-12-2014 RG III RL + eks.
Putel
Makanan saring -
12-12-2014 RG III RL + eks.
Putel
Makanan saring -
13-12-2014 RG III RL + eks.
Putel
Makanan saring -
Terapi diit yang diberikan kepada pasien selama studi kasus adalah diit
RG III RL ditambah ekstra putih telur. Ekstrak putih telur diberikan karena
pasien mengalami hipoalbuninemia. Hipoalbuminemia pada pasien hepatitis
kronik selain sebagai tanda terjadinya malnutrisi juga menjadi salah satu
penyebab timbulnya ascites. Diit RG III diberikan karena terdapat ascites dan
edema pada kaki pasien sehingga perlu pembatasan natrium dan cairan. Paien
dengan penyakit hati sering mengalami kelainan dan penyulit ginjal, terutama
retensi natrium dan kesulitan mengekskresikan air (Ganong, 2010). Diet rendah
garam ringan sampai sedang dapat membatu diuresis. Konsumsi garam (NaCl)
perhari sebaiknya dibatasi hingga 40-60 meq/hari (Hirlan, 2006). Sedangkan diit
RL diberikan karena adanya gangguan metabolisme empedu. Aliran empedu
menurun akibat kerusakan saluran empedu. Penurunan aliran empedu
menyebabkan berkurangnya pembersihan lipid melalui empedu, yang
mengakibatkan hiperlipidemia (Ganong, 2010). Bentuk makanan yang diberikan
berupa makanan saring dan diberikan secara oral. Makanan saring diberikan
karena pasien mangelami BAB hitam yang menandakan adanya pendarahan
31. 31
saluran cerna (akibat varises esofagus). Pendarahan saluran cerna terjadi
akibat melebarnya pembuluh darah yang membawa darah memintas hati
(Ganong, 2010).
Selama pemberian diit asupan makan pasien tidak mengalami
peningkatan yaitu rata-rata 50%. Hal ini disebabkan karena pasien mengalami
anoreksia dan juga pasien merasakan sakit saat menelan, selain itu di dalam
rongga mulut pasien juga terdapat stomatitis.
C. Monitoring dan Evaluasi Data Obyektif
1. Monitoring dan Evaluasi Data Antropometri
Data antropometri diperoleh dengan menanyakan secara langsung
kepada pasien dan keluarga. Berat badan dan tinggi badan tidak dilakukan
pengukuran secara langsung karena kondisi pasien yang terlalu lemah.
Status gizi pasien ditentukan dari hasil perhitungan IMT. Hasil pengamatan
data antropometri selama pengamatan studi kasus dapat dilihat pada tabel
10.
Tabel 11. Monitoring Pemeriksaan Antrpometri Selama Pengamatan
Tanggal Hasil
Antropometri
IMT Keterangan
10-12-2014 BB = 40,5 kg
TB = 165 cm
IMT = 40,5/1,652
= 14,6
kg/m2
Gizi kurang
13-12-2014 BB = 40,5 kg
TB = 165 cm
IMT = 40,5/1,652
= 14,6
kg/m2
Gizi kurang
Sumber: Data Primer Terolah, 2014
32. 32
Berdasarkan hasil monitoring data antropometri diketahui bahwa status gizi
pasien adalah gizi kurang dan berat badan pasien tidak mengalami
perubahan.
2. Monitoring dan Evaluasi Data Biokimia
Tabel 11. Monitoring dan Evaluasi Data Biokimia
Pemeriksaan Satuan/nilai
normal
Hasil Lab
08-12-2014 11-12-2014 12-12-2014
Hemoglobin 14-18 10,8 - -
Leukosit 4000-10000 6000 - -
Hematokrit 37-47 31 - -
Eritrosit 4,2-5,4 x 10^6 4,5x10^6 - -
Trombosit 150000-
450000
90000 - -
MCV 79-99 69 - -
MCH 27-31 24,1 - -
MCHC 33-37 34,8 - -
RDW 11,5-14,5 17,2 - -
MPV 7,2-11,1 9,7 - -
Basofil 0-1 0,3 - -
Eosinofil 2-4 0 - -
Batang 2-5 5,5 - -
Segmen 40-70 86,2 - -
Limfosit 25-40 4,2 - -
Monosit 2-8 3,8 - -
Total protein 6-8 4,13 - 4,17
Albumin 3,8-5,1 1,64 - 1,79
Globulin 1,5-3 2,49 - 2,38
SGOT 37 56 - -
SGPT 42 49 - -
Bilirubin total 0-1,1 1 - -
Bilirubin direct 0-0,25 0,68 - -
Bilirubin indirect 0,1-1 0,32 - -
Ureum darah 10-50 24,4 - -
Natrium 136-145 - 123 -
Kalium 3,5-5,1 - 2,7 -
Klorida 98-107 - 82 -
Kalsium 8,4-10,2 - 7,2 -
Sumber: Data Rekam Medik, 2014
33. 33
Berdasarkan hasil pemeriksaan biokimia diketahui bahwa pada awal
dirawat di rumah sakit kadar Hb, MCV, MCH dan limfosit pasien rendah,
hal ini mengindikasikan pasien mengalami anemia. Kadar SGOT dan
SGPT tinggi mengindikasikan adanya kerusakan pada sel hati. Beberapa
keadaan yang meningkatkan kadar ALT antara lain adalah gangguan
metabolisme (lipidosis, diabetes, hypertiroidsm), agen toksik (steroid
hepatopathy, obat bius, tetrasiklin, carprofen, phenobarbital), inflamasi
infeksi dan noninfeksius (hepatitis kronik, sirosis), hipoksia, dan trauma.
Enzim ALT (SGPT) juga dapat dilepaskan dari hepatosit selama masa
pemulihan penyakit hati. Aspartat transaminase (AST) atau SGOT
merupakan enzim sitoplasma dan mitokondria yang mengkatalisis reaksi
bolak balik dalam deaminasi aspartat untuk membentuk oksaloasetat
untuk kemudian memasuki siklus Krebs. Peningkatan aktivitas AST
mengindikasikan adanya kerusakan hepatosit yang disebabkan oleh
inflamasi, hipoksia, toksikan, dan trauma. Seperti halnya ALT, enzim ini
dapat meningkat selama masa pemulihan dari gangguan penyakit hati
(Stockham dan Scott, 2008). Pada pemeriksaan biokimia kedua kadar
natrium, kalium, dan klorida pasien mengalami penurunan hal ini
disebabkan pemberian diuretik untuk mengatasi asites yang dialami oleh
pasien. Pemberian diuretik dapat mengeluarkan cairan sebanyak 4-6 liter
per hari (Nurdjanah, 2006). Pemeriksaan biokimia ketiga menunjukkan
bahwa kadar total protein dan albumin rendah. Rendahnya total protein
34. 34
dan kadar albumin pasien mengindikasikan pasien mengalami malnutrisi,
dan adanya gangguan pada hati.
3. Monitoring dan Evaluasi Data Fisik dan Klinik
Pengamatan perkembangan kondisi fisik dan klinis pasien dilakukan
berdasarkan hasil pemeriksaan dokter yang tercantum dalam rekam
medik. Perkembangan klinis pasien selama pengamatan studi kasus
dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel 12. Perkembangan Hasil Pemeriksaan Klinis
Tanggal Monitoring Keterangan
10-12-2014 TD = 100/80
Respirasi = 20x/menit
Nadi = 92x/menit
Suhu = 36oC
BU = (+)
Mata = Ca -/- Si +/+
VT = -/-
Mulut = sian
Eks =
+ +
+ +
Pasien mengalami
ascites dan edema
pada kaki
Sklera mata ikterik
11-12-2014 TD = 110/70
Respirasi = 28x/menit
Nadi = 88x/menit
Suhu = 36 oC
BU = (+) N
Mata = Ca -/- Si +/+
VT = -/-
Mulut = sian
Eks =
+ +
+ +
Pasien mengalami
ascites dan edema
pada kaki
Sklera mata ikterik
12-12-2014 TD = 110/70
Respirasi = 20x/menit
Nadi = 88x/menit
Suhu = 36 oC
BU = (+) N
Mata = Ca -/- Si +/+
VT = -/-
Mulut = sian
Pasien mengalami
ascites dan edema
pada kaki
Sklera mata ikterik
35. 35
Eks =
+ +
+ +
13-12-2014 TD = 110/70
Respirasi = 24x/menit
Nadi = 88x/menit
S = 37,2 oC
BU = (+) N
Mata = Ca -/- Si +/+
VT = -/-
Mulut = sian
Eks =
+ +
+ +
Pasien mengalami
ascites dan edema
pada kaki
Skrela mata ikterik
Sumber: Data Rekam Medik, 2014
Berdasarkan hasil monitoring data fisik dan klinik diketahui bahwa pada
awal pemantauan pasien mengalami ascites dan edema pada kaki namun
kondisi tersebut berangsur membaik. Ascites pada pasien hepatitis kronis
disebabkan karena hipoalbuminemia. Albumin adalah kontributor utama
tekanan onkotik plasma, hipoalbuminemia akibat penyakit hati atau
defisiensi zat gizi menyebabkan pembentukan edema berat (Ganong,
2010). Sklera mata pasien menunjukkan ikterik. Ikterik disebabkan karena
penimbunan bilirubin sehingga terjadi diskolorisasi kekuningan di sklera
dan kulit. Beberapa kelainan di hepatosit dapat menyebabkan penyakit
yang menimbulkan ikterus hal ini terjadi karena ketidakmampuan sel
mengonjugasikan bilrubin akibat defisiensi glukoronil transferase, atau
masalah dalam pengangkutan dan ekskresi bilirubin glukuronida ke dalam
canaliculus biliaris (Ganong, 2010).
36. 36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Diagnosa pasien adalah hepatitis kronis dengan ascites
2. Berdasarkan hasil skrining pasien mendapatkan skor 5 yang artinya pasien
memerlukan asuhan gizi
3.Hasil assesment diketahui bahwa status gizi pasien adalah kurang, pasien
mngalami gangguan gastrointestinal berupa diare, mual, muntah, dan
kesulitan menelan.
4. Hasil pemeriksaan fisik dan klinik pasien dalam keadaan compos mentis dan
terdapat ascites dan edema pada kaki, sklera menunjukkan ikterik.
5. Tetapi diit yang diberikan adalah RG III RL dengan kebutuhan energi 1782
Kkal, protein 73,125 gram, lemak 39,61 gram, dan karbohidrat 283,4 gram.
6. Diagnosa Gizi:
NI 2-1 : Inadekuat intake berkaitan dengan gangguan fungsi
gastrointestinal berupa mual dan muntah dibuktikan oleh hasil recall
E=27,1%, P= 32%, L= 10,3%, dan KH= 25%.
NI 5-4 : pembatasan asupan Na dan cairan berkaitan dengan retensi
cairan dibuktikan oleh ascites (+)
NI 5-4 : pembatasan asupan lemak berkaitan dengan gangguan
fungsi empedu dibuktikan oleh kadar bilirubin direct 0,68 mg/dl, SGOT 56
U/L, dan SGPT 49 U/L
37. 37
NI 5-3 : Peningkatan kebutuhan albumin berkaitan dengan malnutrisi
dibuktikan oleh kadar albumin 1,64
7. Implementasi gizi
Terapi diit yang diberikan adalah RG III RL dengan bentuk makanan saring
dan diberikan secara oral. Rata-rata asupan makan pasien selama
monitoring adalah energi 53,4%, protein 46,9%, lemak 46%, dan karbohidrat
53,3%. Secara keseluruhan asupan makan pasien masuk dalam kategori
defisit berat.
8. Monitoring dan evaluasi
Hal-hal yang perlu dimonitoring dan dievaluasi antara lain:
a. Antropometri : tidak terdapat perubahan berat badan selama
monitoring, status gizi pasien kurang
b. Biokimia :
1) Kadar Hb. Hct, trombosit, MCV, MCH dan limfosit rendah
mengindikasikan anemia
2) Eritrosit rendah mengindikasikan tubuh sedang merespon stres
3) Batang dan segmen tinggi mengindikasikan terjadi infeksi
4) Total protein dan albumin rendah mengindikasikan malnutrisi dan
adanya kerusakan pada hati
5) SGOT dan SGPT tinggi mengindikasikan adanya kerusakan hati
6) Bilirubin direct tinggi mengindikasikan adanya gangguan fungsi hati
38. 38
c. Fisik/klinis : pasien dalam keadaan compos mentis, vital sign
normal, bising usus normal, terdapat ascites dan edema, sklera mata
ikterik.
d. Dietary : Asupan energi, protein, karbohidrat, dan lemak
masuk dalam kategori defisit berat. Asupan natrium dibatasi 800-1200
mg/hari
B. Saran
1. Bagi pasien
Pasien diharapkan mematuhi diit yang diberikan dan tetap menjalankan
diitnya seletah pulang dari rumah sakit
2. Bagi Keluarga Pasien
Keluarga pasien hendaknya selalu memberi motivasi pasien dan membantu
menjalankan diit selama masa penyembuhan.