4. PENGERTIAN
Nadran merupakan suatu tradisi hasil akulturasi
budaya Islam dan Hindu yang diwariskan sejak ratusan
tahun secara turun-temurun. Kata nadran menurut sebagian
masyarakat berasal dari kata nazar yang mempunyai
makna dalam agama Islam yaitu pemenuhan janji. Adapun
inti upacara nadran adalah mempersembahkan sesajen
(yang merupakan ritual dalam agama Hindu untuk
menghormati roh leluhurnya) kepada penguasa laut agar
diberi limpahan hasil laut, sekaligus merupakan ritual tolak
bala (keselamatan).
5. Nadran adalah upacara adat para nelayan di pesisir
pantai utara Jawa, seperti
: Subang, Indramayu dan Cirebon yang bertujuan untuk
mensyukuri hasil tangkapan ikan, mengharap
peningkatan hasil pada tahun mendatang dan berdo’a
agar tidak mendapat aral melintang dalam mencari
nafkah di laut. Inilah maksud utama dari Upacara Adat
Nadran yang diselenggarakan secara rutin setiap tahun.
Selain upacara ritual adat, kesenian tradisional serta
pasar malam pun diselenggarakan selama seminggu.
6. SEJARAH NADRAN
Asal usul pelaksanaan budaya Nadran berawal pada tahun
410 M, dimana Raja Purnawarman, raja ketiga Kerajaan
Tarumanegara yang terletak di dekat sungai Citarum yang
mengalir dari Bandung ke Indramayu, memerintahkan Raja
Indraprahasta Prabu Santanu untuk memperdalam atau
memperbaiki tanggul, yang bertujuan untuk menduplikat
Sungai Gangga di India. Duplikat Sungai Gangga tersebut
untuk keperluan mandi suci. Sungai yang dimaksud adalah
sungai Gangganadi dan muaranya di sebut Subanadi. Sungai
tersebut sekarang adalah sungai Kriyan, terletak di belakang
Keraton Kasepuhan Kota Cirebon. Mandi suci di sungai
Gangganadi dilakukan setahun sekali, sebagai acara ritual
untuk menghilangkan kesialan dan sebagai sarana
mempersatukan rakyat dan pemujaan kepada sang pencipta.
7. PROSES PELAKSANAAN
Pemotongan kepala kerbau dan pemotongan nasi
tumpeng yang disiapkan dalam sebuah dongdong atau
miniatur kapal nelayan. Kepala kerbau tersebut dibalut
dengan kain putih bersama dengan perangkat Sesajen lainnya
untuk ditenggelamkan.
Nasi tumpeng dan lauk pauk lainnya dibagikan kepada
anggota masyarakat sekitarnya, yang biasa disebut dengan
bancaan atau berkah. Umumnya upacara ini disertai dengan
penyajian tari-tarian, pergelaran wayang kulit, mantra, doa-doa
dan sesajen.
8. Pembacaan mantra dilakukan oleh seorang
tokoh spiritual nelayan yang dilanjutkan dengan
mengusung dongdong menuju lautan. Puncak prosesi
berlangsung saat dongdong yang berisi sesaji
diceburkan ke laut. Puluhan kapal langsung berebut
mendekati sesaji tersebut. Mereka percaya berbagai
sesaji yang menempel pada kapal mereka akan
mendatangkan berkah bagi tangkapan selanjutnya.
Selesai prosesi berebut sesaji, para nelayan ini
kembali dengan harapan baru, mereka yakin hasil
tangkapan ikan semakin meningkat setelah ruwatan
selesai dilakukan.
9. Sesajen yang diberikan oleh masyarakat disebut ancak,
yang berupa anjungan berbentuk replika perahu yang berisi
kepala kerbau, kembang tujuh rupa, buah-buahan, makanan
khas dan lain sebagainya. Sebelum dilepaskan kelaut, ancak
diarak terlebih dahulu mengelilingi tempat-tempat yang
telah ditentukan sambil diiringi berbagai suguhan seni
tradisional, seperti tarling, genjring, buroq, barongsai, telik
sandi, jangkungan ataupun seni kontemporer (drumband).
10. Upacara Nadran bertambah semarak karena upacara
ini menampilkan hiburan wayang yang merupakan
kebudayaan Hindu. Selain itu, banyak tetabuhan dan
nyanyian dalam proses upacara Nadran.
Upacara Nadran yang dilakukaan setiap tahun sekali
oleh masyarakat pesisir ini mempunyai nilai-nilai filosofi
yang kuat. Nilai nilai yang terbangun dari upacara
tersebut adalah solidaritas, etis, kultural dan religius
yang tercipta dari simbol-simbol yang ada dalam upacara
tersebut.
11. Nilai-nilai kebersamaan yang ada dalam upacara
Nadran ini menjadi sebuah dorongan ke depan
untuk membangun masyarakat yang menjalankan
nilai-nilai kebersamaan dan kepatuhan terhadap
yang maha kuasa
Upacara Nadran dilakukan masyarakat nelayan
satu tahun sekali yang waktunya jatuh antara
bulan Juli sampai agustus.
12. NADRAN MENURUT AJARAN ISLAM
Tradisi-tradisi Nadran setelah kedatangan Islam tidak
lagi dimaknai sebagai sebuah persembahan kepada
Sanghyang Jagat Batara , akan tetapi lebih dimaknai
sebagai wujud syukur kepada Allah SWT atas karunia
yang diberikan-Nya kepada para nelayan, baik itu karunia
kesehatan, kekuatan maupun hasil tangkapan ikan yang
berlimpah. Mantra-mantra yang dibacakan dalam prosesi
Nadran diganti dengan pembacaan do’a-do’a yang
dipimpin oleh seorang ulama. Lauk pauk hasil bumi yang
diikut sertakan dalam ucapan ini di bagi-bagikan kepada
penduduk desa dengan simbolisasi pembagian berkah.
13. Pelarungan kepala kerbau ke laut tetap
dilakukan, tapi tidak lagi dimaknai sebagai
persembahan kepada Dewa Baruna, tetapi lebih
bersimbol pada membuang kesialan, sekaligus
untuk mengingat bahwa laut merupakan sumber
kehidupan bagi para nelayan sehingga perlu
dijaga dan dilestarikan.
14. Nuansa keislaman juga nampak dalam pementasan seni wayang dan
tari. Wayang yang dipertunjukan adalah wayang Golek Cepak dan wayang
kulit Dakwah yang merupakan asli Indramayu yang alur ceritanya diambil
dari Babad Indramayu, BabadWalisanga dan Babad Ambiya, yang
menggambarkan sejarah Islamisasi di tanah Jawa yang dilakukan paraWali,
beserta cerita perjuangan Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya dalam
menegakkan syariat islam.
Pagelaran wayang semalam suntuk dalam tradisi Nadran bukan hanya
untuk bergadang, akan tetapi masyarakat mendapatkan penyuluhan dan
pembekalan rohani. Pagelaran ini diistilahkan dengan tabarukan, yaitu
mencari keberkahan atas syukur yang mendalam, dengan membuang
kebiasaan-kebiasaan buruk dan menggantinya dengan nilai-nilai positif.