1. Oleh : Wisda Agus Prasetya
STIKES BETHESDA YAKKUM
2. Pekalongan dikenal sebagai kota batik. Begitu banyak orang menyebutnya demikian,
namun di balik semua itu banyak sekali unsur yang mendorong kebudayaan di
Pekalongan.
Berbagai etnis dan budaya ada di Pekalongan. Mulai dari Jawa, Madura, Arab,
Cina, Tionghoa hingga masyarakat asli Pekalongan sendiri. Di Pekalongan snagat
kental dengan unsur keagamaan. Meskipun kita berdiri di Kota Santri, namun tidak
menimbukan rasa amarah atau saling menghina antar umat beragama. Terkadang ada
acara acara yang memang di selenggarakan untuk mempererat tali persaudaraan
antar umat agama.
3. Pekalongan memiliki ciri budaya yang agamanis yaitu banyak mengaitkan dengan
keagamaan muslim. Di Pekalongan budaya yang ada sudah memiliki campuran dengan
budaya lain. Sperti budaya Jawa Barat, Jawa Timur dan Yogyakarta.
4. Budaya tersebut masih ada dikarenakan masyarakat yang tinggal di daerah pekalongan
sangat menjujung tinggi dan tidak akan bias melupakan kebudayaan yang telah di
wariskan dari nenek moyangnya. Ditambah dengan pemerintah Kota Pekalongan yang
tanggap dengan budaya yang sudah ada, dan selalu mendukung setiap acara yang
mengandung nilai kebudayaan. Jadi kebudayaan di Pekalongan sangat sulit untuk
dihilangkan atau dilupakan.
5. Pekalongan sangat kental dengan budaya sosial salah satunya dengan masih
adanya budaya ronda malam yang dijadwalkan setiap desa ataupun RT. Selain itu Di
Pekalongan, juga masih ada tradisi gotong royong untuk membersihkan lingkungan.
6.
7. Kota Pekalongan kaya dengan acara Budaya Tradisional. Tradisi ini tetap terpelihara
secara turun temurun dalam kurun waktu yang panjang. Para wisatawan yang
kebetulan berkunjung bertepatan dengan penyelenggaraan acara-acara tradisional ini,
bisa ikut menyaksikan jalannya upacara yang cukup menarik dan unik. Beberapa acara
tradisi ini diantaranya adalah SYAWALAN / KRAPYAKAN ( Lopis Raksasa ).
8. Syawalan merupakan tradisi masyarakat Kota Pekalongan khususnya masyarakat
Daerah Krapyak di bagian utara Kota Pekalongan, yang dilaksanakan pada setiap hari
ketujuh sesudah Hari Raya Idul Fitri. Hal paling menarik dalam pelaksanaan tradisi
ini adalah dibuatnya Lopis Raksasa yang ukurannya mencapai tinggi 2 meter
diameter 1,5 meter dan berat mencapai 500 Kg. Setelah acara do’a bersama, Lopis
Raksasa kemudian dipotong oleh Walikota Pekalongan dan dibagi-bagikan kepada
para pengunjung. Para perngunjung biasanya berebut untuk mendapatkan Lopis
tersebut yang maksudnya untuk mendapat berkah. Pembuatan Lopis dimaksudkan
untuk mempererat tali silahturahmi antar masyarakat Krapyak dan dengan
masyarakat daerah sekitarnya, hal ini diidentikkan dengan sifat Lopis yang lengket
atau merekatkan.
Masyarakat Krapyak juga biasanya menyediakan makanan ringan dan minuman
secara gratis kepada para pengunjung. Jumlah pengunjung pada tradisi ini mencapai
ribuan orang yang berasal dari seluruh Kota Pekalongan dan sekitarnya. Setelah
pembagian Lopis selesai, biasanya para pengunjung berbondong-bondong ke Obyek
Wisata Pantai Slamaran Indah untuk berlibur bersama keluarga sekedar menikmati
kesegaran udara pantai atau menikmati meriahnya hiburan gratis yang telah
dipersiapkan masyarakat Krapyak sebelumnya. Dan untuk tahun 2007 ini Kantor
Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pekalongan menyelenggarakan Lomba Perahu
Dayung Tradisional Tingkat Kota Pekalongan dan sekitarnya bertempat di Sungai
Seribu Cemara Slamaran
9. Budaya upacara adat syawalan melatarbelakangi nilai nilai sosial diantaranya
seperti masyarakat sekitar membuat acara ‘open house’ menerima para tamu baik
dari manca desa maupun manca kota, mereka saling bersilahturahmi, saling
mengenal satu sama lain, tidak hanya nilai sosialnya, tapi juga ada nilai sejarahnya,
upacara adat syawalan di pekalongan dimulai sejak 130-an tahun yang lalu, tepatnya
pada tahun 1855 M. kali pertama yang mengelar hajatan Syawalan ini adalah KH.
Abdullah Sirodj yang merupakan keturunan dari Kyai Bahu Rekso.
10. Tradisi Sedekah Laut / Nyadran banyak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia,
salah satunya di Kota Pekalongan yang biasa disebut Tradisi Nyadran. Tradisi ini
dilaksanakan oleh masyarakat nelayan Kota Pekalongan setiap bulan Syuro sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil laut yang melimpah. Pada tradisi
ini para nelayan bersama masyarakat mengadakan Ritual Sadranan dengan menghias
kapal-kapal nelayan yang berisi sesaji antara lain Kepala Kerbau, aneka jajan pasar,
wayang .Dewi Sri dan Pandawa Lima, aneka mainan anak-anak, serta setelah melalui
beberapa prosesi dan do’a selamatan kemudian dibawa ketengah laut untuk dilarung
yang diawali pelarungan Kepala Kerbau oleh seorang Tokoh Spiritual
11. Isi perahu yang telah dilarung akan menjadi rebutan anak-anak nelayan dengan
harapan mendapat barokah dari Allah SWT melalui barang-barang yang dilarung
tersebut. Pada saat yang bersamaan diselenggarakan juga Ritual Pementasan
Wayang Kulit dengan cerita Bedog Basu yang menceritakan terjadinya ikan di darat
dam di laut, serta berbagai kegiatan lomba olahraga, kesenian dan kulirner ikan
hasil tangkapan nelayan.
12. Tradisi Pek Chun pada hakekatnya hampir sama dengan tradisi sedekah laut atau
Nyadran hanya saja, tradisi ini diselenggarakan oleh warga Tionghoa di Kota
Pekalongan. Pada prinsipnya acaranya sama, hanya penyelenggara, isi perahu dan
waktunya yang berbeda. Tradisi Pek Chun dilaksanakan oleh masyarakat Tionghoa
menurut kalender China pada perayaan tahun baru china atau imlek. Acara yang
mengiringi tradisi Pek Chun adalah Pentas seni Barongsai dan kesenian masyarakat
china lainnya serta makan bersama dan pelaksanaan berbagai lomba.
Jumlah pengunjung pada pelaksanaan tradisi Nyadran dan Pek Chun mencapai ribuan
orang, yang berasal dari seluruh pelosok Kota Pekalongan dan masyarakat sekitarnya
serta wisatawan mancanegara yang kebetulan berada di Kota Pekalongan.
13. Pekalongan merupakan salah satu kota penting dalam penyebaran agama Islam di
Pesisir Pulau Jawa. Tidak heran tokoh Islam yang berpengaruh dan dimakamkan di
Kota Pekalongan. Salah satunya adalah Sayid Ahmad Bin Abdullah Bin Tholib Al Atas
beliau adalah seorang Ulama Besar yang semasa hidupnya Sangat berjasa dalam
merintis pendirian Pondok Pesantren di Pulau Jawa. Makam beliau terletak di Jalan
Irian Kelurahan Sapuro, Kecamatan Pekalongan Barat, sekitar 1000 Meter dari
terminal bus Kota Pekalongan. Di Komplek Pemakaman juga terdapat Masjid Tua
bernama ’MASJID AULIA” yang dibangun pada tahun 1.113/ 1714 Masehi.
14. Para pengunjung adalah mereka yang ingin melakukan ritual ziarah makam, biasanya
datang pada hari Kamis dan Jum’at. Jumlah pengunjung mencapai puncaknya setiap
tanggal 14 Sya’ban/ Ruwah dimana diadakan acara Sya’banan atau lebih dikenal
dengan istilah “KHOL” , ziarah makam dibuka untuk umum setiap hari, pengunjung
datang dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan dari Malaysia dan Brunei
Darussalam. Jumlah pengunjung makam sulit untuk diketahui secara pasti, pada
setiap Khol jumlah pengunjung bisa mencapai ribuan orang. Fasilitas yang tersedia
bagi pengunjung di komplek makam ini adalah lahan parkir cukup luas, Masjid,
Penginapan, Rumah Makan, Pedagang Souvenir, Batik dan lain-lain.
adapun silsilah lengkapnya adalah sebagai berikut: KH. Abdullah Sirodj Putera RA
Martoloyo putera Amir Zahid Sulaiman putera R.Tjondrodimerto putera R.
Surodimejo putera Kyai Bahurekso putera Kyai Ageng Tjempluk putera Pangeran
Nowo Putera Pangeran Haryo Mangor putera Waliyullah Abdul Muhyi Pamijahan.
Beliau wafat di magelang sedang makam beliau terletak dikompleks pemakaman
Masjid Payaman Magelang, yang hingga kini makamnya masih banyak dikunjungi
peziarah dari segenap penjuru tanah air, khusunya Jawa Tengah, baik pagi, siang,
sore ataupun malam hari sepanjang tahun. Adapun Khoulnya bertepatan dengan
Syawalan disini (Kota Pekalongan), yaitu tanggal 8 syawal tahun hijriyah
15. Merupakan kesenian tradisional yang bernafaskan Islam dengan menggunakan
Rebana dan Jidor sebagai alat musiknya. Kesenian ini beranggotakan 15 orang
sampai 20 orang dengan diiringi musik mereka melantunkan puji - pujian atau
sholawatan sebagai ungkapan syukur dan permohonan keselamatan dunia dan
akhirat pada Allah SWT.
Kesenian ini biasa digunakan pada saat pembukaan acara hajatan atau selamatan
yang diselenggarakan oleh warga masyarakat Kota Pekalongan yang terkenal dengan
ketaatannya dalam menjalankan perintah agama. Sedangkan dalam kelompok
Samproh, seluruh pesertanya adalah perempuan dengan jumlah yang sama.
16. Sintren adalah kesenian tardisional masyarakat Pekalongan dan
sekitarnya, Sintren, adalah sebuah tarian yang berbau mistis/magis
yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dan Sulandono.
Tersebut dalam kisah bahwa Sulandono adalah putra Ki Baurekso hasilperkawinannya
dengan Dewi Rantamsari.
17. Dikisahkan bahwa roh bidadari dimasukkan kedalam tubuh Sulasih, pada saat itu
pula Raden Sulandono yang sedang bertapa dipanggil roh ibunya untuk menemui
Sulasih dan terjadilah pertemuan antara Sulasih dan Raden Sulandono. Sejak saat
itulah setiap diadakan pertunjukan Sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari
oleh pawangnya dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari
betul - betul masih dalam keadaan suci (perawan). Sintren diperankan oleh seorang
gadis yang masih suci, dibantu oleh pawangnya dan diiringi gending yang dimainkan
6 orang, dalam perkembangannya tari Sintren sebagai hiburan budaya maka
dilengkapi dengan penari pendamping dan bador (lawak).
Didalam permainan kesenian rakyatpun Dewi Lanjar berpengaruh antara lain dalam
permainan Sintren ini, Si pawang (dalang) sering mengundang roh Dewi Lanjar untuk
masuk ke dalam permainan Sintren. Bilamana hal itu dapat berhasil maka pemain
Sintren akan kelihatan lebih cantik dan dalam membawakan tarian lebih lincah dan
mempesonakan.
18. Gedung Museum Batik Indonesia ini, dibangun dengan memanfaatkan gedung bekas
Balai Kota Pekalongan. Gedung itu dirombak menjadi Museum Batik Indonesia,
karena bangunannya termasuk kuno, yakni dibangun pada zaman penjajahan
Belanda. Di dalamnya, terdapat beberapa kamar yang luas dengan pintu dan jendela
besar, sehingga terasa sekali nuansa sejarah yang tinggi. Lokasinya sangat mudah
dijangkau dengan bermacam kendaraan atau angkutan kota.
Batik Pekalongan banyak dipengaruhi gabungan atau pembauran unsur lokal, arab,
cina, dan belanda. Sungguh sebuah warisan budaya yang tak ternilai harganya.