Dokumen tersebut membahas konsep Fana dan Baqa dalam Tasawuf. Fana adalah proses menghancurkan diri untuk bersatu dengan Tuhan, sedangkan Baqa adalah sifat yang muncul dari proses Fana untuk mencapai pengetahuan spiritual. Dokumen tersebut juga menjelaskan tingkatan-tingkatan Fana dan tujuannya untuk mencapai kesatuan batin dengan Tuhan.
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
Tasawuf perbandingan
1. Tasawuf Perbandingan
(IUS 4163)
FANA DAN BAQA’
NAMA:-
SITI SURAIYA BINTI ZUBAIDI(035604)
PENSYARAH:-
Profesor Dr. Syed Hadzrullathfi bin Syed Omar
2. DEFINISI FANA DAN BAQA’
FANA:-
Fana ()الفناء ertinya hilang, hancur. Fana adalah proses
menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu
dengan Tuhan.
BAQA’:-
Baqa adalah sifat yang mengiringi dari proses fana dalam
penghancuran diri untuk mencapai ma’rifat. Seorang sufi
untuk ma’rifat harus bisa menghancurkan diri terlebih dahulu,
dan proses penghancuran diri inilah di dalam tasawuf disebut
“Fana” yang diiringi oleh “Baqa”.
3. Tingkatan-Tingkatan Fana dan Hikmahnya
Tingkatan 1:-
Fana Fi af-alillah
Seseorang dalam situasi dimana akal fikiran mula tidak dapat
berfikir lagi, melainkan terjadi sebagai “ilham” tiba-tiba Nur
Ilahy muncul dalam hati sanubari muhadara atau kehadiran
hati beserta Allah dalam situasi mana, gerak dan diam telah
lenyap.
4. Tingkatan II:-
Fana Fissifat
Fana pada tingkat II ini, seseorang mula dalam situasi
putusnya diri dari Alma Indrawi dan mulai lenyapnya segala
sifat kebendaan, artinya dalam situasi menafikan diri dan
mengisbatkan sifat Allah, memfanakan sifat-sifat diri kedalam
kebaqaan Allah yang mempunyai sifat sempurna.
5. Tingkatan III:-
Fana Fil-Asma’ILLAH
Fana pada tingkat III ini, seseorang telah dalam situasi fananya
segala sifat-sifat keisanannya. Lenyap dari Alam wujud yang
gelap ini, masuk kedalam Alam ghaib atau yang penuh dengan
Nur Cahaya.
6. Tingkat IV:-
Fana Fi AL-zatILLAH
Fana pada tingkat IV ini, seorang telah beroleh perasaan bathin
pada suatu keadaan yang tak berisi, tiada lagi kanan dan kiri, tiada
lagi muka dan belakang, tiada lagi atas dan bawah, pada ruang yang
tak terbatas tidak bertepi. Dia telah lenyap dari dirinya sama sekali,
dalam keadaan mana hanya dalam kebaqaan Allah semata-mata.
Dapat disimpulkan bahwa segala-galanya telah hancur lebur, kecuali
wujud yang mutlak.
7. Tujuan Dan Kedudukan Fana Dan Baqa’
TUJUAN:-
Untuk mencapai penyatuan secara ruhaniyah dan bathiniyiah dengan Tuhan sehingga
yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya.
KEDUDUKAN:-
Kedudukan Fana dan Baqa merupakan hal, kerana hal yang demikian itu terjadi terus
menerus dan juga karena dilimpahkan oleh Tuhan. Fana merupakan keadaan dimana
seseorang hanya menyedari kehadiran Tuhan dalam dirinya, dan kelihatannya lebih
merupakan alat, jembatan atau maqam menuju ittihad (penyatuan Rohani dengan
Tuhan). Tatkala Fana dan Baqa berjalan selaras dan sesuai dengan fungsinya maka
seorang Sufi merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan yang mencintai dan
dicintai telah menjadi satu.
8. Fana Dan Baqa’ Pandangan Al-Quran
Fana dan Baqa merupakan jalan menuju Tuhan, hal ini sejalan
dengan firman Allah:-
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya,
maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya.”( Q. S. Al-Kahfi: 110)
9. KESIMPULAN
Fana adalah proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu dengan
Tuhan. Sedangkan Baqa adalah sifat yang mengiringi dari proses fana dalam
penghancuran diri untuk mencapai ma’rifat. Secara singkat, Fana adalah gugurnya
sifat-sifat tercela, sedangkan Baqa adalah berdirinya sifat-sifat terpuji. Adapun
tujuan Fana dan Baqa adalah mencapai penyatuan secara ruhaniyah dan bathiniyiah
dengan Tuhan sehingga yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya. Sedangkan
kedudukan Fana dan Baqa merupakan hal. Dalam sejarah tasawuf, Sufi yang
pertama kali memperkenalkan maksud Fana dan Baqa adalah Abu Yazid al-
Bustami.
10. Dalam Al Risalatul Qusyairiyaha dinyatakan bahwa Fana
adalah menghilangkan sifat-sifat yang tercela dan Baqa artinya
mendirikan sifat-sifat yang terpuji. Barang siapa yang
menghilangkan sifat tercela maka timbullah sifat yang terpuji.
Jika sifat tercela menguasai diri maka tertutuplah sifat yang
terpuji bagi seseorang itu melalui Kritik dan saranan.