SlideShare a Scribd company logo
1 of 4
Download to read offline
ECOLABELING
Sejak berlangsungnya konperensi Stockholm pada tahun 1972, masalah lingkungan hidup
nampaknya terus berkembang "menjadi isu global ". Negara-negara industri maju, khususnya
di Amerika dan Eropa semakin meningkat kepeduliannya terhadap kondisi lingkungan di seluruh
bagian dunia. Sebaliknya negara-negara berkembang juga terpacu untuk terus menerus
meningkatkan upaya dalam menjaga, memelihara, dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup
di negaranya masing-masing.
Dalam bidang kehutanan, isu lingkungan hidup global menjadi salah satu bahan diskusi utama
dalam sidang Council ke 8 International Tropical Timber Organization (ITTO) yang berlangsung
di Bali pada tahun 1990. Salah satu hasil penting dari sidang tersebut adalah komitmen untuk
terlaksananya pengelolaan hutan yang lestari paling lambat pada tahun 2000. Mulai tahun 2000,
akan dilakukan pemberian label atau sertifikat bagi produk-produk yang terbuat dari kayu tropis.
Label dimaksud adalah pertanda yang memberikan keterangan bahwa kayu yang dipergunakan
untuk membuat produk tertentu berasal dari hutan yang dikelola secara lestari. Menanggapi hal
ini, pemerintah Indonesia, bekerja sama dengan pihak swasta kehutanan dan lembaga-lembaga
non pemerintah yang peduli akan perkembangan hutan dan kehutanan, segera mempersiapkan
diri dan melakukan antisipasi.
Persiapan dan antisipasi ini menyangkut aspek legal dan institusional. Termasuk aspek legal
adalah pembuatan peraturan-peraturan, sedangkan aspek institusional menyangkut wadah
kelembagaannya. Dibentuklah kemudian apa yang dinamakan Lembaga Ekolabel Indonesia
(LEI) yang dipimpin oleh Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prop.Emil Salim. Sifat
kerja Lembaga ini independen, tidak terikat dengan lembaga atau instansi pemerintah manapun,
dan diberikan kewenangan untuk memberikan penilaian terhadap pelaksanaan pengelolaan
kelestarian hutan tropis Indonesia. Sejak dibentuknya LEI pada tahun 1994, lembaga ini aktif
melakukan berbagai kegiatan yang melibatkan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan
masalah perkembangan hutan dan kehutanan.
Pengertian Ekolabel berasal dari kata "eco" yang berarti lingkungan, dan "label" yang berarti
tanda atau sertifikat. Jadi, ekolabel dapat diartikan sebagai kegiatan- kegiatan yang bertujuan
guna pemberian sertifikat yang mengandung kepedulian akan aspek-aspek yang berkaitan
dengan unsur lingkungan hidup. Kata "ekolabelling" pada saat ini sudah sedemikian populer dan
jauh berkembang dan banyak dipergunakan dimana-mana, sehingga kemudian diasosiasikan
dengan berbagai kegiatan baik yang sifatnya fisik (lapangan) maupun non-fisik (peraturan, tata
cara, kelembagaan, dsb.)
Yang perlu diperhatikan sebenarnya adalah adanya perbedaan antara ecolabelling dengan
pengelolaan hutan lestari atau sustainable forest management (SFM). Ecolabelling lebih terfokus
kepada tahapan-tahapan pemberian sertifikasi, sedangkan SFM lebih menitik beratkan kepada
pelaksanaan pengelolaan hutan secara berkelanjutan. SFM dengan demikian dapat terkait baik
langsung maupun tidak langsung yaitu Ecolabelling memberi sertifikasi bagi produk hasil hutan
yang telah dikelola secara lestari (baik hutan alam maupun tanaman serta produk non kayu).
Pada prinsipnya, pemberian sertifikat dalam kegiatan ecolabelling dilaksanakan dengan
melakukan pengujian terhadap setiap tahap kegiatan pengusahaan hutan. Sebagai ilustrasi,
gambar berikut memperlihatkan contoh proses pemberian sertifikat yang dapat dilakukan dalam
pengelolaan hutan produksi.
Pada gambar 1. terlihat jelas bahwa kegiatan sertifikasi dapat dilakukan mulai dari pemungutan
bahan baku di lapangan sampai dengan dihasilkannya produk akhir dari kegiatan pengusahaan
hutan. Dalam pelaksanaannya, sertifikat dapat diberikan setelah dilakukan pengujian-pengujian
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Pengujian ini meliputi kegiatan-kegiatan administratif
adalah tertib penataan dan pembuatan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam
menyelenggarakan pengelolaan hutan, sedangkan kegiatan teknis dilapangan meliputi
perencanaan, tata cara pemungutan, sampai dengan pengolahan. Kedua macam kegiatan tersebut
harus merupakan suatu rangkaian kegiatan yang tidak terpisahkan dari prinsip-prinsip
manajemen hutan lestari.
Kriteria dan Indikator Untuk melihat dan membuktikan apakah suatu pengelolaan hutan sedang
atau telah dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan kelestarian hutan, diperlukan berbagai
syarat atau kriteria dan indikator atau ciri-ciri. Kriteria dan indikator hutan lestari ini pada
mulanya dikeluarkan sebagai upaya para ahli kehutanan seluruh dunia (atas sponsor ITTO) untuk
menguji apakah hutan yang dikelola selama ini telah benar-benar ditujukan berdasarkan azas
kelestarian? Buah pikir para ahli kehutanan tersebut kemudian dituangkan dalam suatu komunike
bersama yang merupakan salah satu hasil penting dalam sidang Council ke 8 yang
diselenggarakan di Bali pada tahun 1990. Kriteria dan indikator yang diperkenalkan ITTO
kemudian berkembang lebih jauh lagi karena ditemukannya hal-hal yang kurang sesuai/tepat
dengan kondisi yang berbeda untuk setiap type hutan yang ada di seluruh bagian dunia. Selain
ITTO, paling tidak terdapat empat kelompok inisiatif yang juga mencoba merumuskan kriteria
dan indikator hutan lestari. Inisiatif-inisiatif tersebut dilahirkan baik melalui lembaga
internasional maupun melalui konperensi internasional. Forest Stewardship Council (FSC),
misalnya, merumuskan 9 prinsip kriteria dan indikator hutan lestari.
Kemudian "Helsinki process" yang diadopsi oleh Ministrial Conference on Protection of Forest
di Eropa merumuskan 6 kriteria dan 27 indikator hutan lestari. Selanjutnya "Montreal process"
yang dikukuhkan di Santiago mengeluarkan 7 kriteria dan 67 indikator untuk konservasi dan
pengelolaan hutan-hutan temperate dan boreal. Selanjutnya untuk daerah Amazon di Amerika
Latin dikenal adanya "Tarapoto proposal" sebagai hasil perjanjian kerjasama Amazon (Amazon
Cooperation Treaty, ACT) yang merumuskan 12 kriteria dan 77 indikator untuk pengelolaan
hutan lestari di wilayah Amazon. Untuk daerah hutan kering (dry zone) di wilayah Afrika, FAO
dan UNEF memunculkan 7 usulan kriteria dan 47 indikator hutan lestari. Di Indonesia, tidak
ketinggalan pihak swasta kehutanan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusahaan Hutan
Indonesia (APHI) telah secara aktif memperkenalkan konsep kriteria dan indikatornya yang
merupakan buah pikir para pakar kehutanan.
Kriteria dan indikator yang diusulkan APHI tersebut sampai saat ini masih terus dibahas dan
diuji cobakan di lapangan. Selanjutnya, LEI juga tidak ketinggalan mengeluarkan kriteria dan
indikator pengelolaan hutan lestari yang dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu dimensi kawasan,
dimensi produksi dan rentabilitas hutan, dimensi efisiensi pemanfaatan sumberdaya hutan,
dimensi profesionalisme manajemen, dan dimensi rentabilitas usaha.
Berikut ini adalah kriteria dan indikator yang pertama kali diperkenalkan ITTO. Berdasarkan
kacamata ITTO, untuk dapat terlaksananya manajemen hutan lestari, maka terdapat lima pokok
kriteria yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Forest Resource Base, yaitu terjaminnya sumber-sumber hutan yang dapat dikelola secara
lestari.
2. The Continuity of Flow of Forest Products, yaitu kontinuitas hasil hutan yang dapat
dipungut berdasarkan azas-azas kelestarian.
3. The level of Environmental Control, yang secara sungguh-sungguh mempertimbangkan
kondisi lingkungan dan dampak-dampaknya yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan
hutan lestari yang berwawasan lingkungan.
4. Social and Economic Aspects, yaitu dengan memperhitungkan pengaruh-pengaruh
kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Dalam
tingakt nasional, juga memperhitungkan peningkatan pendapatan penduduk dan negara
dalam arti luas.
5. Institutional Frameworks, yaitu penyempurnaan wadah kelembagaan yang dinamis dan
mendukung pelaksanaan pengelolaan hutan lestari. Institutional frameworks juga
mencakup pengembangan sumber daya manusia, serta kemajuan penelitian, ilmu dan
teknologi yang kesemuanya turut mendukung terciptanya manajemen hutan lestari.
Kelima kriteria yang diperkenalkan ITTO tersebut kemudian dijabarkan lebih lanjut
dalam bentuk ciri-ciri atau indikator yang kesemuanya mengarah kepada terlaksananya
kriteria pertama (Forest Resource Base), maka indikator berikut ini merupakan tanda-
tanda yang diperlukan dalam pelaksanaan manajemen hutan yang lestari.
1. Tersedianya tata guna hutan yang komprehensif yang secara penuh
mempertimbangkan tujuan-tujuan pengelolaan hutan dan kehutanan.
2. Tercukupinya luas hutan permanen, yaitu hutan tetap yang dipertahankan
fungsinya sebagai hutan. Luas hutan yang permanen akan mendukung target dan
sasaran pembangunan hutan dan kehutanan.
3. Ditetapkannya target dan sasaran pembangunan hutan tanaman, distribusi kelas
umur, dan rencana tanaman tahunan.
Kriteria dan indikator yang disusun LEI pada prinsipnya merupakan hasil modifikasi
kriteria dan indikator rumusan ITTO dan FSC. Menurut, LEI tujuan kelestarian hutan
hanya akan dapat dicapai apabila tiga fungsi utama kelestarian hutan tetap terjaga.
Pertama adalah kelestarian hasil hutan; kedua, kelestarian fungsi ekologis, dan ketiga,
kelestarian fungsi sosial budaya. Walaupun kriteria dan indikator yang diperkenalkan
ITTO telah berkembang begitu jauh, namun masih perlu dikaji ulang maksud dan
tujuannya, karena pada hakekatnya merupakan temuan pertama para ahli kehutanan
sedunia yang mencoba merumuskan kriteria dan indikator sampai kepada level unit
manajemen yang terkecil.
Tulisan ini paling tidak menyingkap dua hal penting yang banyak menjadi bahan
perbincangan para pemerhati hutan dan kehutanan. Yang pertama adalah tentang
pengertian ecolabeling yang berbeda dengan sustainable forest management. Yang kedua
adalah mengenai pentingnya kriteria dan indikator dalam pengelolaan hutan lestari.
Sebagai penutup, kiranya perlu disimak bahwa kriteria dan indikator manapun yang akan
dipakai sebagai acuan kiranya perlu diperhatikan paling tidak tiga aspek penting, yaitu
adanya keseimbangan antara unsur-unsur ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Yang
lebih penting lagi adalah bagaimana membuat agar ketiga aspek tadi betul-betul dapat
diperhitungkan dengan seimbang. Dengan kata lain, pemanfaatan hutan perlu
memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya baik bagi negara maupun masyarakat
sekitarnya (aspek sosial ekonomi) tanpa mengorbankan aspek kelestarian hutan dan
fungsi ekologisnya. Selesai
Sumber data : Dr. Doddy S. Sukadri
 

More Related Content

Similar to Ecolabeling

Makalah hukum dan kebijakan lingkungan
Makalah hukum dan kebijakan lingkunganMakalah hukum dan kebijakan lingkungan
Makalah hukum dan kebijakan lingkunganHani Setia
 
Profil LCC no picture
Profil LCC no pictureProfil LCC no picture
Profil LCC no pictureAgus Halim
 
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)Warnet Raha
 
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)Operator Warnet Vast Raha
 
Ht dan inisiatif reskon
Ht dan inisiatif reskonHt dan inisiatif reskon
Ht dan inisiatif reskonYayasan CAPPA
 
Pelestarian lingkungan; arif
Pelestarian lingkungan; arifPelestarian lingkungan; arif
Pelestarian lingkungan; arifArif Rachman
 
Materi Pengetahuan Lingkungan (Bagian I)
Materi Pengetahuan Lingkungan (Bagian I)Materi Pengetahuan Lingkungan (Bagian I)
Materi Pengetahuan Lingkungan (Bagian I)Nurul Afdal Haris
 
ETIKA PADA BISNIS DAN LINGKUNGAN.pptx smeeter 2
ETIKA PADA BISNIS DAN LINGKUNGAN.pptx smeeter 2ETIKA PADA BISNIS DAN LINGKUNGAN.pptx smeeter 2
ETIKA PADA BISNIS DAN LINGKUNGAN.pptx smeeter 2satyaindrapermana
 
Makalah ekonomi sdh Fadli R
Makalah ekonomi sdh Fadli RMakalah ekonomi sdh Fadli R
Makalah ekonomi sdh Fadli RFadLi AmiGo
 
selasa-16-Juni-20-Jam-13.30-Christianus-M.pptx
selasa-16-Juni-20-Jam-13.30-Christianus-M.pptxselasa-16-Juni-20-Jam-13.30-Christianus-M.pptx
selasa-16-Juni-20-Jam-13.30-Christianus-M.pptxssusere7fb6a
 
4,BE & GG, Ica Damayanti,Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA ,Environmental Ethi...
4,BE & GG, Ica Damayanti,Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA ,Environmental Ethi...4,BE & GG, Ica Damayanti,Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA ,Environmental Ethi...
4,BE & GG, Ica Damayanti,Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA ,Environmental Ethi...IcaDamayanti
 
Ph berbasis ekosistem
Ph berbasis ekosistemPh berbasis ekosistem
Ph berbasis ekosistemErwin Radom
 
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014Selvia Sari
 
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiMakalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiJackAbidin
 
Resensi buku hukum lingkungan di indonesia
Resensi buku hukum lingkungan di indonesiaResensi buku hukum lingkungan di indonesia
Resensi buku hukum lingkungan di indonesiaYanels Garsione
 
Ppt Kearifan dalam pemanfaatan sumber daya alam
Ppt Kearifan dalam pemanfaatan sumber daya alamPpt Kearifan dalam pemanfaatan sumber daya alam
Ppt Kearifan dalam pemanfaatan sumber daya alamDoris Agusnita
 
HBL15. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 15 hbl, hukum lingkungan, un...
HBL15. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 15 hbl, hukum lingkungan, un...HBL15. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 15 hbl, hukum lingkungan, un...
HBL15. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 15 hbl, hukum lingkungan, un...Muhammad Ramadhan
 

Similar to Ecolabeling (20)

Makalah hukum dan kebijakan lingkungan
Makalah hukum dan kebijakan lingkunganMakalah hukum dan kebijakan lingkungan
Makalah hukum dan kebijakan lingkungan
 
Profil LCC no picture
Profil LCC no pictureProfil LCC no picture
Profil LCC no picture
 
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)
 
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)
 
Ht dan inisiatif reskon
Ht dan inisiatif reskonHt dan inisiatif reskon
Ht dan inisiatif reskon
 
Pelestarian lingkungan; arif
Pelestarian lingkungan; arifPelestarian lingkungan; arif
Pelestarian lingkungan; arif
 
Materi Pengetahuan Lingkungan (Bagian I)
Materi Pengetahuan Lingkungan (Bagian I)Materi Pengetahuan Lingkungan (Bagian I)
Materi Pengetahuan Lingkungan (Bagian I)
 
ETIKA PADA BISNIS DAN LINGKUNGAN.pptx smeeter 2
ETIKA PADA BISNIS DAN LINGKUNGAN.pptx smeeter 2ETIKA PADA BISNIS DAN LINGKUNGAN.pptx smeeter 2
ETIKA PADA BISNIS DAN LINGKUNGAN.pptx smeeter 2
 
Makalah ekonomi sdh Fadli R
Makalah ekonomi sdh Fadli RMakalah ekonomi sdh Fadli R
Makalah ekonomi sdh Fadli R
 
selasa-16-Juni-20-Jam-13.30-Christianus-M.pptx
selasa-16-Juni-20-Jam-13.30-Christianus-M.pptxselasa-16-Juni-20-Jam-13.30-Christianus-M.pptx
selasa-16-Juni-20-Jam-13.30-Christianus-M.pptx
 
4,BE & GG, Ica Damayanti,Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA ,Environmental Ethi...
4,BE & GG, Ica Damayanti,Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA ,Environmental Ethi...4,BE & GG, Ica Damayanti,Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA ,Environmental Ethi...
4,BE & GG, Ica Damayanti,Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA ,Environmental Ethi...
 
Ph berbasis ekosistem
Ph berbasis ekosistemPh berbasis ekosistem
Ph berbasis ekosistem
 
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014
 
Dhika
DhikaDhika
Dhika
 
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiMakalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
 
Resensi buku hukum lingkungan di indonesia
Resensi buku hukum lingkungan di indonesiaResensi buku hukum lingkungan di indonesia
Resensi buku hukum lingkungan di indonesia
 
PPT_BIOETIKA.pptx
PPT_BIOETIKA.pptxPPT_BIOETIKA.pptx
PPT_BIOETIKA.pptx
 
Silvikultur.pptx
Silvikultur.pptxSilvikultur.pptx
Silvikultur.pptx
 
Ppt Kearifan dalam pemanfaatan sumber daya alam
Ppt Kearifan dalam pemanfaatan sumber daya alamPpt Kearifan dalam pemanfaatan sumber daya alam
Ppt Kearifan dalam pemanfaatan sumber daya alam
 
HBL15. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 15 hbl, hukum lingkungan, un...
HBL15. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 15 hbl, hukum lingkungan, un...HBL15. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 15 hbl, hukum lingkungan, un...
HBL15. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 15 hbl, hukum lingkungan, un...
 

Recently uploaded

SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPAS
SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPASSK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPAS
SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPASsusilowati82
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Variasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Variasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar MengajarVariasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Variasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar MengajarAureliaAflahAzZahra
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptxLokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptxrani414352
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptxErikaPutriJayantini
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran  IDM 2024 di kec Plumbon.pptxMateri Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran  IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran IDM 2024 di kec Plumbon.pptxAvivThea
 
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptxMETODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptxFidiaHananasyst
 
Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8
Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8
Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8RiniWulandari49
 
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuPenjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuKhiyaroh1
 
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Fathan Emran
 
Materi Kimfar Asam,Basa,Buffer dan Garam
Materi Kimfar Asam,Basa,Buffer dan GaramMateri Kimfar Asam,Basa,Buffer dan Garam
Materi Kimfar Asam,Basa,Buffer dan GaramTitaniaUtami
 
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025Fikriawan Hasli
 
Materi E-modul Ekosistem kelas X SMA.docx
Materi E-modul Ekosistem kelas X SMA.docxMateri E-modul Ekosistem kelas X SMA.docx
Materi E-modul Ekosistem kelas X SMA.docxAmmar Ahmad
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptxMATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptxrandikaakbar11
 
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup bP5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup bSisiliaFil
 
Analisis Regresi Analisis Regresi dan Korelasi.ppt
Analisis Regresi Analisis Regresi dan Korelasi.pptAnalisis Regresi Analisis Regresi dan Korelasi.ppt
Analisis Regresi Analisis Regresi dan Korelasi.pptRahmaniaPamungkas2
 

Recently uploaded (20)

SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPAS
SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPASSK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPAS
SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPAS
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Variasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Variasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar MengajarVariasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Variasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptxLokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran  IDM 2024 di kec Plumbon.pptxMateri Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran  IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
 
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptxMETODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
 
Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8
Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8
Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8
 
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuPenjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
 
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Materi Kimfar Asam,Basa,Buffer dan Garam
Materi Kimfar Asam,Basa,Buffer dan GaramMateri Kimfar Asam,Basa,Buffer dan Garam
Materi Kimfar Asam,Basa,Buffer dan Garam
 
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025
 
Materi E-modul Ekosistem kelas X SMA.docx
Materi E-modul Ekosistem kelas X SMA.docxMateri E-modul Ekosistem kelas X SMA.docx
Materi E-modul Ekosistem kelas X SMA.docx
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptxMATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
 
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup bP5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
 
Analisis Regresi Analisis Regresi dan Korelasi.ppt
Analisis Regresi Analisis Regresi dan Korelasi.pptAnalisis Regresi Analisis Regresi dan Korelasi.ppt
Analisis Regresi Analisis Regresi dan Korelasi.ppt
 

Ecolabeling

  • 1. ECOLABELING Sejak berlangsungnya konperensi Stockholm pada tahun 1972, masalah lingkungan hidup nampaknya terus berkembang "menjadi isu global ". Negara-negara industri maju, khususnya di Amerika dan Eropa semakin meningkat kepeduliannya terhadap kondisi lingkungan di seluruh bagian dunia. Sebaliknya negara-negara berkembang juga terpacu untuk terus menerus meningkatkan upaya dalam menjaga, memelihara, dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup di negaranya masing-masing. Dalam bidang kehutanan, isu lingkungan hidup global menjadi salah satu bahan diskusi utama dalam sidang Council ke 8 International Tropical Timber Organization (ITTO) yang berlangsung di Bali pada tahun 1990. Salah satu hasil penting dari sidang tersebut adalah komitmen untuk terlaksananya pengelolaan hutan yang lestari paling lambat pada tahun 2000. Mulai tahun 2000, akan dilakukan pemberian label atau sertifikat bagi produk-produk yang terbuat dari kayu tropis. Label dimaksud adalah pertanda yang memberikan keterangan bahwa kayu yang dipergunakan untuk membuat produk tertentu berasal dari hutan yang dikelola secara lestari. Menanggapi hal ini, pemerintah Indonesia, bekerja sama dengan pihak swasta kehutanan dan lembaga-lembaga non pemerintah yang peduli akan perkembangan hutan dan kehutanan, segera mempersiapkan diri dan melakukan antisipasi. Persiapan dan antisipasi ini menyangkut aspek legal dan institusional. Termasuk aspek legal adalah pembuatan peraturan-peraturan, sedangkan aspek institusional menyangkut wadah kelembagaannya. Dibentuklah kemudian apa yang dinamakan Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) yang dipimpin oleh Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prop.Emil Salim. Sifat kerja Lembaga ini independen, tidak terikat dengan lembaga atau instansi pemerintah manapun, dan diberikan kewenangan untuk memberikan penilaian terhadap pelaksanaan pengelolaan kelestarian hutan tropis Indonesia. Sejak dibentuknya LEI pada tahun 1994, lembaga ini aktif melakukan berbagai kegiatan yang melibatkan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah perkembangan hutan dan kehutanan. Pengertian Ekolabel berasal dari kata "eco" yang berarti lingkungan, dan "label" yang berarti tanda atau sertifikat. Jadi, ekolabel dapat diartikan sebagai kegiatan- kegiatan yang bertujuan guna pemberian sertifikat yang mengandung kepedulian akan aspek-aspek yang berkaitan dengan unsur lingkungan hidup. Kata "ekolabelling" pada saat ini sudah sedemikian populer dan jauh berkembang dan banyak dipergunakan dimana-mana, sehingga kemudian diasosiasikan dengan berbagai kegiatan baik yang sifatnya fisik (lapangan) maupun non-fisik (peraturan, tata cara, kelembagaan, dsb.) Yang perlu diperhatikan sebenarnya adalah adanya perbedaan antara ecolabelling dengan pengelolaan hutan lestari atau sustainable forest management (SFM). Ecolabelling lebih terfokus kepada tahapan-tahapan pemberian sertifikasi, sedangkan SFM lebih menitik beratkan kepada pelaksanaan pengelolaan hutan secara berkelanjutan. SFM dengan demikian dapat terkait baik
  • 2. langsung maupun tidak langsung yaitu Ecolabelling memberi sertifikasi bagi produk hasil hutan yang telah dikelola secara lestari (baik hutan alam maupun tanaman serta produk non kayu). Pada prinsipnya, pemberian sertifikat dalam kegiatan ecolabelling dilaksanakan dengan melakukan pengujian terhadap setiap tahap kegiatan pengusahaan hutan. Sebagai ilustrasi, gambar berikut memperlihatkan contoh proses pemberian sertifikat yang dapat dilakukan dalam pengelolaan hutan produksi. Pada gambar 1. terlihat jelas bahwa kegiatan sertifikasi dapat dilakukan mulai dari pemungutan bahan baku di lapangan sampai dengan dihasilkannya produk akhir dari kegiatan pengusahaan hutan. Dalam pelaksanaannya, sertifikat dapat diberikan setelah dilakukan pengujian-pengujian berdasarkan ketentuan yang berlaku. Pengujian ini meliputi kegiatan-kegiatan administratif adalah tertib penataan dan pembuatan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam menyelenggarakan pengelolaan hutan, sedangkan kegiatan teknis dilapangan meliputi perencanaan, tata cara pemungutan, sampai dengan pengolahan. Kedua macam kegiatan tersebut harus merupakan suatu rangkaian kegiatan yang tidak terpisahkan dari prinsip-prinsip manajemen hutan lestari. Kriteria dan Indikator Untuk melihat dan membuktikan apakah suatu pengelolaan hutan sedang atau telah dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan kelestarian hutan, diperlukan berbagai syarat atau kriteria dan indikator atau ciri-ciri. Kriteria dan indikator hutan lestari ini pada mulanya dikeluarkan sebagai upaya para ahli kehutanan seluruh dunia (atas sponsor ITTO) untuk menguji apakah hutan yang dikelola selama ini telah benar-benar ditujukan berdasarkan azas kelestarian? Buah pikir para ahli kehutanan tersebut kemudian dituangkan dalam suatu komunike bersama yang merupakan salah satu hasil penting dalam sidang Council ke 8 yang diselenggarakan di Bali pada tahun 1990. Kriteria dan indikator yang diperkenalkan ITTO kemudian berkembang lebih jauh lagi karena ditemukannya hal-hal yang kurang sesuai/tepat dengan kondisi yang berbeda untuk setiap type hutan yang ada di seluruh bagian dunia. Selain ITTO, paling tidak terdapat empat kelompok inisiatif yang juga mencoba merumuskan kriteria dan indikator hutan lestari. Inisiatif-inisiatif tersebut dilahirkan baik melalui lembaga internasional maupun melalui konperensi internasional. Forest Stewardship Council (FSC), misalnya, merumuskan 9 prinsip kriteria dan indikator hutan lestari. Kemudian "Helsinki process" yang diadopsi oleh Ministrial Conference on Protection of Forest di Eropa merumuskan 6 kriteria dan 27 indikator hutan lestari. Selanjutnya "Montreal process" yang dikukuhkan di Santiago mengeluarkan 7 kriteria dan 67 indikator untuk konservasi dan pengelolaan hutan-hutan temperate dan boreal. Selanjutnya untuk daerah Amazon di Amerika Latin dikenal adanya "Tarapoto proposal" sebagai hasil perjanjian kerjasama Amazon (Amazon Cooperation Treaty, ACT) yang merumuskan 12 kriteria dan 77 indikator untuk pengelolaan hutan lestari di wilayah Amazon. Untuk daerah hutan kering (dry zone) di wilayah Afrika, FAO dan UNEF memunculkan 7 usulan kriteria dan 47 indikator hutan lestari. Di Indonesia, tidak ketinggalan pihak swasta kehutanan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI) telah secara aktif memperkenalkan konsep kriteria dan indikatornya yang merupakan buah pikir para pakar kehutanan.
  • 3. Kriteria dan indikator yang diusulkan APHI tersebut sampai saat ini masih terus dibahas dan diuji cobakan di lapangan. Selanjutnya, LEI juga tidak ketinggalan mengeluarkan kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari yang dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu dimensi kawasan, dimensi produksi dan rentabilitas hutan, dimensi efisiensi pemanfaatan sumberdaya hutan, dimensi profesionalisme manajemen, dan dimensi rentabilitas usaha. Berikut ini adalah kriteria dan indikator yang pertama kali diperkenalkan ITTO. Berdasarkan kacamata ITTO, untuk dapat terlaksananya manajemen hutan lestari, maka terdapat lima pokok kriteria yang harus dipenuhi, yaitu : 1. Forest Resource Base, yaitu terjaminnya sumber-sumber hutan yang dapat dikelola secara lestari. 2. The Continuity of Flow of Forest Products, yaitu kontinuitas hasil hutan yang dapat dipungut berdasarkan azas-azas kelestarian. 3. The level of Environmental Control, yang secara sungguh-sungguh mempertimbangkan kondisi lingkungan dan dampak-dampaknya yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan hutan lestari yang berwawasan lingkungan. 4. Social and Economic Aspects, yaitu dengan memperhitungkan pengaruh-pengaruh kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Dalam tingakt nasional, juga memperhitungkan peningkatan pendapatan penduduk dan negara dalam arti luas. 5. Institutional Frameworks, yaitu penyempurnaan wadah kelembagaan yang dinamis dan mendukung pelaksanaan pengelolaan hutan lestari. Institutional frameworks juga mencakup pengembangan sumber daya manusia, serta kemajuan penelitian, ilmu dan teknologi yang kesemuanya turut mendukung terciptanya manajemen hutan lestari. Kelima kriteria yang diperkenalkan ITTO tersebut kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk ciri-ciri atau indikator yang kesemuanya mengarah kepada terlaksananya kriteria pertama (Forest Resource Base), maka indikator berikut ini merupakan tanda- tanda yang diperlukan dalam pelaksanaan manajemen hutan yang lestari. 1. Tersedianya tata guna hutan yang komprehensif yang secara penuh mempertimbangkan tujuan-tujuan pengelolaan hutan dan kehutanan. 2. Tercukupinya luas hutan permanen, yaitu hutan tetap yang dipertahankan fungsinya sebagai hutan. Luas hutan yang permanen akan mendukung target dan sasaran pembangunan hutan dan kehutanan. 3. Ditetapkannya target dan sasaran pembangunan hutan tanaman, distribusi kelas umur, dan rencana tanaman tahunan. Kriteria dan indikator yang disusun LEI pada prinsipnya merupakan hasil modifikasi kriteria dan indikator rumusan ITTO dan FSC. Menurut, LEI tujuan kelestarian hutan hanya akan dapat dicapai apabila tiga fungsi utama kelestarian hutan tetap terjaga. Pertama adalah kelestarian hasil hutan; kedua, kelestarian fungsi ekologis, dan ketiga, kelestarian fungsi sosial budaya. Walaupun kriteria dan indikator yang diperkenalkan ITTO telah berkembang begitu jauh, namun masih perlu dikaji ulang maksud dan
  • 4. tujuannya, karena pada hakekatnya merupakan temuan pertama para ahli kehutanan sedunia yang mencoba merumuskan kriteria dan indikator sampai kepada level unit manajemen yang terkecil. Tulisan ini paling tidak menyingkap dua hal penting yang banyak menjadi bahan perbincangan para pemerhati hutan dan kehutanan. Yang pertama adalah tentang pengertian ecolabeling yang berbeda dengan sustainable forest management. Yang kedua adalah mengenai pentingnya kriteria dan indikator dalam pengelolaan hutan lestari. Sebagai penutup, kiranya perlu disimak bahwa kriteria dan indikator manapun yang akan dipakai sebagai acuan kiranya perlu diperhatikan paling tidak tiga aspek penting, yaitu adanya keseimbangan antara unsur-unsur ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Yang lebih penting lagi adalah bagaimana membuat agar ketiga aspek tadi betul-betul dapat diperhitungkan dengan seimbang. Dengan kata lain, pemanfaatan hutan perlu memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya baik bagi negara maupun masyarakat sekitarnya (aspek sosial ekonomi) tanpa mengorbankan aspek kelestarian hutan dan fungsi ekologisnya. Selesai Sumber data : Dr. Doddy S. Sukadri