3. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
1
MATERI DASAR 2
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN
I. DESKRIPSI SINGKAT
Penyakit tular vektor merupakan penyakit yang menular melalui hewan
perantara (vektor). Penyakit tular vektor meliputi malaria, arbovirosis seperti
Dengue, Chikungunya, Japanese B Encephalitis (radang otak), filariasis limfatik
(kaki gajah), pes (sampar) dan demam semak (scrub typhus). Penyakit tersebut
hingga kini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dengan
angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi dan berpotensi menimbulkan
kejadian luar biasa (KLB).
Sejak tahun 2000 Pemerintah telah membuka peluang bagi tenaga kesehatan
untuk masuk jabatan fungsional entomolog kesehatan berdasarkan Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 18/KEP/M.PAN/11/2000
tentang Jabatan Fungsional Entomolog Kesehatan dan Angka Kreditnya. Tenaga
fungsional ini berperan penting dalam penanganan penyakit tular vektor atau
bersumber binatang yang saat ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Tenaga fungsional dapat bekerja di kementerian kesehatan, dinas
kesehatan provinsi, kabupaten, kota, puskesmas serta di unit pelayanan teknis
(UPT) Kementerian Kesehatan.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta memahami tentang jabatan fungsional
entomolog kesehatan
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta memahami:
1. Pengertian jabatan fungsional entomolog kesehatan
2. Tugas pokok dan fungsi entomolog kesehatan
3. Unsur kegiatan entomolog kesehatan
4. Jenjang, jabatan dan pangkat dalam jabatan fungsional entomolog
kesehatan
5. Persyaratan pengangkatan dalam jabatan fungsional entomolog
kesehatan
4. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
2
5. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
3
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas lima pokok bahasan dan sub pokok bahasan
sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1. Pengertian jabatan fungsional entomolog kesehatan
Sub Pokok Bahasan:
a. Pengertian jabatan fungsional
b. Jabatan fungsional terampil
c. Jabatan fungsional ahli
Pokok Bahasan 2. Tugas pokok dan fungsi entomolog kesehatan
Pokok Bahasan 3. Unsur kegiatan entomolog kesehatan
Pokok Bahasan 4. Jenjang, jabatan dan pangkat dalam jabatan fungsional
entomolog kesehatan
Sub Pokok Bahasan:
a. Jenjang jabatan
b. Pangkat
Pokok Bahasan 5. Persyaratan pengangkatan dalam jabatan fungsional
entomolog kesehatan
IV. METODE
• CTJ
• Curah pendapat
• Diskusi
V. MEDIA DAN ALAT BANTU
• Bahan tayang (Slide power point)
• Laptop
• LCD
• Flipchart
• White board
• Spidol (ATK)
• Panduan diskusi
6. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
4
VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran:
1) Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan
2) Menayangkan topik materi yaitu Jabatan Fungsional Entomolog Kesehatan
serta tujuan dan pokok bahasan yaitu pengertian, tugas pokok dan fungsi,
unsur kegiatan, jenjang jabatan dan pangkat dan persyaratan pengangkatan
dalam jabatan fungsional entomolog kesehatan
Langkah 2. Penyampaian Materi
Langkah pembelajaran:
1) Menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan
sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang.
2) Materi disampaikan dengan metode ceramah tanya jawab, kemudian curah
pendapat.
3) Diharapkan peserta memperhatikan dan menyimak penjelasan fasilitator
dan mengajukan pertanyaan, bila ada hal-hal yang belum dipahami atau
perlu penjelasan lebih lanjut.
Langkah 3. Beberapa pertanyaan yang didiskusikan
Langkah pembelajaran:
1) Peserta mendiskusikan tentang tugas pokok dan fungsi serta kegiatan utama
entomology kesehatan
2) Fasilitator memberikan pertanyaan dan peserta diharapkan menjawabnya
dengan baik
Langkah 4. Rangkuman dan Kesimpulan
Langkah pembelajaran:
1) Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta
terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2) Fasilitator menyampaikan beberapa pertanyaan kepada peserta terutama
yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi serta unsur dan sub unsur
kegiatan dalam jabatan fungsional entomolog kesehatan.
3) Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
4) Fasilitator membuat kesimpulan.
7. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
5
VII. URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1.
PENGERTIAN JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN
a. Pengertian jabatan fungsional
Pengertian Entomolog Kesehatan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melakukan kegiatan teknis fungsional persiapan,
pengamatan, penyelidikan, pengendalian vektor dan serangga pengganggu.
b. Jabatan fungsional terampil
Entomolog Kesehatan Terampil adalah jabatan fungsional Entomolog
Kesehatan Keterampilan yang pelaksanaan tugasnya meliputi kegiatan
teknis operasional yang berkaitan dengan penerapan konsep atau metoda
operasional di bidang entomologi kesehatan.
c. Jabatan fungsional ahli
Entomolog Kesehatan Ahli adalah jabatan fungsional Entomolog Kesehatan
Keahlian yang pelaksanaan tugasnya meliputi kegiatan yang berkaitan
dengan pengembangan pengetahuan, penerapan konsep dan teori, ilmu
dan seni untuk pemecahan dan pemberian pengajaran dengan cara yang
sistematis di bidang entomologi kesehatan.
Pokok Bahasan 2.
TUGAS POKOK DAN FUNGSI ENTOMOLOG KESEHATAN
Tugas pokok Entomolog Kesehatan adalah melaksanakan persiapan kegiatan
entomologi, pengumpulan, pengolahan data sederhana, melakukan
pengamatan, penyelidikan entomologi untuk tindakan pengamanan
penanggulangan penyebaran/penularan penyakit dan melaksanakan
pemberantasan vektor, mengatur dan mengkoordinir kegiatan
pemberantasan/pengendalian vektor dengan alat sederhana. Selain itu,
menyimpan dan merawat alat serta bahan pengendalian vektor.
8. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
6
Pokok Bahasan 3.
UNSUR KEGIATAN ENTOMOLOG KESEHATAN
Unsur dan sub unsur kegiatan Entomolog Kesehatan yang dinilai angka
kreditnya, terdiri dari:
1) Pendidikan, meliputi :
a) Pendidikan sekolah dan memperoleh ijazah/gelar;
b) Pendidikan dan pelatihan fungsional di bidang entomologi dan
memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP)
atau sertifikat; dan
c) Pendidikan dan pelatihan (Diklat) prajabatan dan memperoleh Surat
Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) atau sertifikat.
2) Pelayanan entomologi kesehatan, meliputi:
a) Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan entomologi;
b) Melakukan pengamatan vektor;
c) Melakukan penyelidikan vektor;
d) Melakukan pengendalian vektor;
e) Melakukan kajian pengendalian vektor;
f) Memberdayakan masyarakat;
3) Pengembangan profesi, meliputi :
a) Pembuatan karya tulis/karya ilmiah di bidang entomologi
kesehatan/kesehatan;
b) Penerjemahan/penyaduran buku dan bahan lainnya di bidang
entomologi entomologi kesehatan/kesehatan;
c) Pembuatan buku pedoman/petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
lainnya di bidang entomologi kesehatan/kesehatan;
d) Penemuan/pengembangan teknologi tepat guna di bidang
entomologi kesehatan/kesehatan;
4) Penunjang tugas Entomolog Kesehatan, meliputi :
a) Mengajar/Melatih/Membimbing yang berkaitan dengan bidang
entomologi kesehatan/kesehatan;
b) Peran serta dalam seminar/lokakarya di bidang entomologi
kesehatan/kesehatan;
c) Keanggotaan dalam organisasi profesi Entomolog Kesehatan;
d) Keanggotaan dalam Tim Penilai Jabatan Fungsional Entomolog
Kesehatan;
e) Perolehan gelar kesarjanaan lainnya; dan
f) Perolehan penghargaan/tanda jasa.
9. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
7
Pokok Bahasan 4.
JENJANG JABATAN DAN PANGKAT DALAM JABATAN FUNGSIONAL
ENTOMOLOG KESEHATAN
a. Jenjang jabatan
1) Jabatan Fungsional Entomolog Kesehatan terdiri atas Entomolog
Kesehatan Terampil dan Entomolog Kesehatan Ahli.
2) Jenjang jabatan fungsional Entomolog Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dari yang terendah sampai dengan yang
tertinggi, adalah:
a) Entomolog Kesehatan Terampil, terdiri atas:
(1) Entomolog Kesehatan Pelaksana;
(2) Entomolog Kesehatan Pelaksana Lanjutan
(3) Entomolog Kesehatan penyelia.
b) Entomolog Kesehatan Ahli, terdiri atas:
(1) Entomolog Kesehatan Pertama;
(2) Entomolog Kesehatn Muda;
(3) Entomolog Kesehatan Madya.
b. Pangkat
Jenjang pangkat fungsional Entomolog Kesehatan Terampil sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), huruf a, dari yang terendah sampai dengan yang
tertinggi, yaitu:
1) Entomolog Kesehatan Pelaksana, terdiri atas:
a) Pengatur, golongan ruang II/c;
b) Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d.
2) Entomolog Kesehatan Pelaksana Lanjutan, terdiri atas:
a) Penata Muda, golongan ruang III/a;
b) Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.
3) Entomolog Kesehatan Penyelia, terdiri atas:
a) Penata, golongan ruang III/c;
b) Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
Jenjang pangkat dan golongan ruang Entomolog Kesehatan Ahli
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, dari yang terendah sampai
dengan tertinggi yaitu:
1) Entomolog Kesehatan Pertama, terdiri atas:
a) Penata Muda, golongan ruang III/a;
b) Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.
10. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
8
2) Entomolog Kesehatan Muda, terdiri dari:
a) Penata, golongan ruang III/c;
b) Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
3) Entomolog Kesehatan Madya, terdiri dari:
a) Pembina, golongan ruang IV/a;
b) Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b;
c) Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c.
Jenjang pangkat untuk masing-masing jabatan Entomolog Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) adalah jenjang pangkat dan
jabatan berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki untuk masing-
masing jenjang jabatan.
Penetapan jenjang jabatan Entomolog Kesehatan untuk pengangkatan
dalam jabatan ditetapkan berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki
setelah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit,
sehingga dimungkinkan pangkat dan jabatan tidak sesuai dengan pangkat
dan jabatan sebagaimana dimaksud ayat (3) dan ayat( 4).
Pokok Bahasan 5.
PERSYARATAN PENGANGKATAN DALAM JABATAN FUNGSIONAL
ENTOMOLOG KESEHATAN
1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk pertama kali dalam jabatan
Entomolog Kesehatan Terampil, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Berijazah SLTA/ SMK Kesehatan/ Diploma I atau Diploma III bidang
lain yang berhubungan dengan Entomologi Kesehatan yang telah
mendapat materi entomologi sekurang-kurangnya 2 SKS; atau
Berijazah paling rendah Diploma III bidang kesehatan yang belum
mendapat materi entomologi tetapi telah mengikuti pelatihan di bidang
entomologi kesehatan setara dengan 2 SKS dan memperoleh sertifikat;
b) Pangkat paling rendah Pengatur Muda, golongan ruang II/a;
c) Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) paling rendah bernilai baik dalam 1
(satu) tahun terakhir.
2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk pertama kali dalam jabatan
Entomolog Kesehatan Ahli harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Berijazah paling rendah Sarjana/Diploma IV kesehatan, kedokteran
hewan, biologi yang telah mendapat materi entomologi sekurang-
kurangnya 2 SKS; atau Berijazah paling rendah Sarjana/Diploma IV
yang belum mendapat materi entomologi tetapi telah mengikuti
11. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
9
pelatihan di bidang entomologi kesehatan setara dengan 2 SKS dan
memperoleh sertifikat;
b) Pangkat paling rendah Penata Muda golongan ruang III/a;
c) Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP-3 paling
kurang bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
3) Penetapan jenjang jabatan Entomolog Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan jumlah angka kredit
yang diperoleh dari unsur utama dan unsur penunjang setelah ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit.
4) Pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pengangkatan untuk mengisi lowongan formasi jabatan Entomolog
Kesehatan melalui pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil.
5) Disamping itu, pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan
Entomolog Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan formasi jabatan
Entomolog Kesehatan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Pusat dalam jabatan Entomolog
Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan formasi jabatan Entomolog
Kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi setelah
mendapat pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara;
b) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam jabatan Entomolog
Kesehatan dilaksanakan sesuai formasi jabatan Entomolog Kesehatan
yang ditetapkan oleh Kepala Daerah masing-masing setelah mendapat
persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi setelah
mendapat pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan lain ke dalam Jabatan
Entomolog Kesehatan dapat dipertimbangkan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27;
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
18/KEP/M.PAN/11/2000 tentang Jabatan Fungsional Entomolog
Kesehatan dan Angka Kreditnya
b) Memiliki pengalaman dalam kegiatan entomologi kesehatan paling
kurang 1 (satu) tahun;
c) Usia paling tinggi 50 (lima puluh) tahun; dan
d) Setiap unsur penilaian prestasi kerja dan pelaksanaan pekerjaan dalam
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) paling rendah bernilai
baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
12. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
10
VIII. REFERENSI
1. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
18/KEP/M.PAN/11/2000 tentang Jabatan Fungsional Entomolog Kesehatan
dan Angka Kreditnya.
2. Pedoman Pengendalian vektor (2002): Direktorat PPBB, Ditjen PP & PL
Kemenkes RI.
IX. LAMPIRAN
Panduan diskusi:
1. Peserta dibagi dalam 2 kelompok
2. Masing – masing kelompok memilih 1 topik diskusi
3. Topik diskusi:
• Unsur utama kegiatan entomolog kesehatan
• Persyaratan pengangkatan
4. Masing – masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas
14. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
11
MATERI DASAR 3
KEBIJAKAN PENGENDALIAN VEKTOR
I. DESKRIPSI SINGKAT
Penyakit tular vektor merupakan satu di antara penyakit yang
berbasis lingkungan yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologi dan
sosial budaya. Ketiga faktor tersebut akan saling mempengaruhi kejadian
penyakit tular vektor di daerah penyebarannya. Beberapa faktor yang
menyebabkan tingginya angka kesakitan penyakit bersumber binatang
antara lain adanya perubahan iklim, keadaan sosial-ekonomi dan perilaku
masyarakat. Perubahan iklim dapat meningkatkan risiko kejadian penyakit
tular vektor. Faktor risiko lainnya adalah keadaan rumah dan sanitasi yang
buruk, pelayanan kesehatan yang belum memadai, perpindahan penduduk
yang non-imun ke daerah endemis.
Masalah yang dihadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia
antara lain kondisi geografi dan demografi yang memungkinkan adanya
keragaman vektor, belum teridentifikasikannya spesies vektor (pemetaan
sebaran vektor) di semua wilayah endemis, belum lengkapnya peraturan
penggunaan pestisida dalam pengendalian vektor, peningkatan populasi
resisten beberapa vektor terhadap pestisida tertentu, logistik maupun biaya
operasional dan kurangnya keterpaduan dalam pengendalian vektor.
Selain itu keterbatasan sumber daya terutama tenaga dengan
pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk melakukan tindakan
pengendalian vektor.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta memahami tentang kebjakan dalam
pengendalian vektor
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta memahami:
1. Prinsip-prinsip pengendalian vektor
2. Dasar hukum pengendalian vektor
3. Lingkup kegiatan pengendalian vektor
4. Strategi pengendalian vektor
15. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
12
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas empat pokok bahasan dan sub pokok
bahasan sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1. Prinsip pengendalian vektor
Pokok Bahasan 2. Dasar hokum pengendalian vektor
Sub pokok bahasan:
a. Penyelenggaraan
b. Ketenagaan
c. Bahan dan alat
d. Perizinan
e. Pembiayaan
f. Peran serta masyarakat
g. Monitoring dan evaluasi
h. Pembinaan dan pengawasan
Pokok Bahasan 3. Lingkup Pengendalian Vektor
Sub pokok bahasan:
a. Pengendalian secara fisik
b. Pengendalian secara hayati (biologi)
c. Pengendalian secara kimiawi
Pokok Bahasan 4. Strategi Pengendalian Vektor
IV. METODE
CTJ
Curah pendapat
Diskusi
V. MEDIA DAN ALAT BANTU
Bahan tayang (Slide power point)
Laptop
LCD
Flipchart
White board
Spidol (ATK)
Panduan diskusi
16. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
13
VI. LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran:
1) Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan
2) Menayangkan topik materi yaitu Kebijakan Pengendalian Vektor tujuan
dan pokok bahasan: dasar hukum, lingkup kegiatan pengendalian
vektor dan strategi pengendalian vektor.
Langkah 2. Penyampaian Materi
Langkah pembelajaran:
1) Menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan
dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang.
2) Materi disampaikan dengan metode ceramah tanya jawab, kemudian
curah pendapat
3) Diharapkan peserta memperhatikan dan menyimak penjelasan fasilitator
dan mengajukan pertanyaan, bila ada hal-hal yang belum dipahami atau
perlu penjelasan lebih lanjut.
Langkah 3. Diskusi kelompok
Langkah pembelajaran:
1) Peserta dibagi menjadi 4 kelompok mendiskusikan tentang 4 pokok
bahasan.
2) Empat pokok bahasan:
- Prinsip-prinsip pengendalian vektor
- Dasar hukum pengendalian vector
- Lingkup Kegiatan Pengendalian Vektor
- Strategi Pengendalian Vektor dengan keterlibatan lintas program dan
lintas sektor terkait
3) Setelah itu, masing-masing kelompok mempresentasikannya
Langkah 4. Rangkuman dan Kesimpulan
Langkah pembelajaran:
1) Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta
terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
Fasilitator menyampaikan beberapa pertanyaan kepada peserta terutama
yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi serta unsur dan sub
unsur kegiatan dalam jabatan fungsional entomolog kesehatan.
17. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
14
2) Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
3) Fasilitator membuat kesimpulan.
VII. URAIAN MATERI
Pokok bahasan 1.
PRINSIP PENGENDALIAN VEKTOR
Upaya pengendalian vektor perlu dirumuskan melalui proses pengambilan
keputusan yang rasional agar sumber daya yang ada digunakan secara
optimal dan kelestarian lingkungan terjaga.
Prinsip-prinsip pengedalian vektor meliputi :
1) Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor
setempat, dinamika penularan penyakit, ekosistem, dan perilaku
masyarakat yang bersifat spesifik lokal (evidence based)
2) Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sektor
dan program terkait,LSM, organisasi profesi, dunia usaha/swasta serta
masyarakat
3) Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan
metode non kimia dan menggunakan pestisida secara rasional serta
bijaksana.
4) Pengendalian vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan
prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Pokok bahasan 2.
DASAR HUKUM PENGENDALIAN VEKTOR
Dasar hukum pengendalian vektor; berdasarkan PERMENKES
374/Menkes/Per/III/2010 tanggal 17 Maret 2010 tentang pengendalian
vektor dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Penyelenggaraan:
Penyelenggaraan pengendalian vector dapat dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau pihak swasta.
2) Ketenagaan:
Ketenagaan dalam melaksanakan pengendalian vektor:
Pengendalian vektor yang menggunakan bahan kimia harus
dilakukan oleh tenaga entomologi kesehatan dan tenaga lain yang
terlatih
Tenaga lain yang terlatih tersebut, harus mendapat sertifikat dari
lembaga pelatihan yang terakreditasi sesuai dengan KEPMENKES
Nomor 725 tahun 2003
18. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
15
Tenaga lain yang terlatih dalam melakukan pengendalian vektor
harus di bawah pengawasan tenaga entomolog kesehatan.
3) Bahan dan alat
Pestisida yang digunakan dalam pengendalian vektor harus
mendapat ijin Menteri Pertanian atas saran dan atau pertimbangan
Komisi Pestisida (KOMPES) dan memperhatikan petunjuk teknis
WHO
Peralatan yang digunakan dalam pengendalian vektor harus
memenuhi standar (SNI) atau sesuai rekomendasi WHO
Alat pelindung diri (APD) harus di gunakan sesuai standar.
4) Perizinan
Penyelenggaraan pengendalian vektor oleh perusahaan swasta,
harus berbentuk badan hukum dan memiliki izin operasional dari
dinkes kabupaten/kota
Dengan persyaratan, memiliki:
- surat izin usaha
- NPWP
- tenaga entomolog atau terlatih
- persediaan bahan alat sesuai ketentuan.
5) Pembiayaan
Pembiayaan pengendalian vektor dibebankan pada: APBN, APBD dan
sumber lain yang tidak mengikat
6) Peran serta masyarakat
Pengendalain vektor dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat untuk
berperan serta meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui
peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan serta pengembangan
lingkungan sehat.
7) Monitoring dan evaluasi
Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan monev
Monev tersebut dilakukan secara berjenjang mulai tkt desa sampai
pusat
Monev yang dilakukan pemerintah daerah harus dilaporkan
kepada pemerintah secara berkala berjenjang
19. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
16
8) Pembinaan dan pengawasan
Menteri, kadinkes prov, kadinkes kab/kota melakukan pembinaan
dengan melibatkan organisasi profesi dan asosiasi terkait
Dalam rangka pengawasan, menteri, kadinkes prov, kadinkes
kab/kota dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran
tertulis sampai dengan pencabutan izin operasional bagi swasta
Dalam rangka membantu pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan pengendalian vektor, di tingkat nasional
dibentuk Komisi Ahli (KOMLI) pengendalian vektor yang
bertugas melakukan kajian dan evaluasi terhadap kebijaksanaan
operasional pengendalian vektor.
Pokok Bahasan 3.
LINGKUP KEGIATAN PENGENDALIAN VEKTOR
Pengendalian Vektor dapat dilakukan secara terpadu antara lain
menggunakan satu atau kombinasi beberapa metode. Beberapa metode
pengendalian vektor sebagai berikut :
1) Metode pengendalian fisik dan mekanis adalah upaya-upaya untuk
mencegah, mengurangi, menghilangkan habitat perkembangbiakan dan
populasi vektor secara fisik dan mekanik.
Contohnya :
- Modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan
(3M, pembersihan lumut, penanaman bakau, pengeringan,
pengaliran/drainase, dan lain-lain)
- Pemasangan kelambu
- Memakai baju lengan panjang
- Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier)
- Pemasangan kawat kasa
2) Metode pengendalian hayati (biologi) dengan menggunakan musuh
alami:
- predator pemakan jentik (ikan, mina padi dan lain-lain)
- bakteri, virus, fungi
- manipulasi gen (penggunaan jantan mandul, dll)
3) Metode pengendalian secara kimia
- Penyemprotan (IRS=Indoor Residual Spraying)
- Kelambu berinsektisida
- Larvisida
- Space spray (pengkabutan panas/fogging dan
dingin/ULV=Ultra Low Volume)
20. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
17
- Insektisida rumah tangga (penggunaan repelen, anti nyamuk
bakar, liquid vaporizer, paper vaporizer, mat, aerosol dan lain-
lain)
Pokok Bahasan 4.
STRATEGI PENGENDALIAN VEKTOR DENGAN KETERLIBATAN
LINTAS PROGRAM DAN LINTAS SEKTOR TERKAIT
Agar upaya pengendalian vektor dapat berhasil dengan baik yaitu efektif
dan eikfisien yang berbasis bukti (evidence based), perlu dilaksanakan secara
terpadu, lintas program, lintas sektor, serta bersama masyarakat.
Untuk itu langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah:
Menentukan sasaran area/lokasi kegiatan pengumpulan data vektor
berdasarkan pemetaan dan stratifikasi wilayah endemis yang dibuat
oleh program penanggulangan penyakit
Melakukan Survei Dinamika Penularan (SDP) untuk mengidentifikasi
metode pengendalian vektor dengan mempertimbangkan aspek
REESAA (rasional, efektif, efisien, sustainable, acceptable, affordable)
berdasarkan data dan informasi epidemiologi, entomologi dan
perilaku masyarakat
Menentukan kombinasi metode pengendalian vektor yang efektif dan
sasaran yang jelas (tepat waktu dan lokasi) berdasarkan hasil SDP,
dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya yang ada, serta
hasil penelitian inovatif yang tepat guna
Mengidentifikasi mitra dan perannya dalam upaya pengendalian
vektor
Melakukan advokasi dan sosialisasi untuk mendapatkan komitmen
dari pihak-pihak terkait dan masyarakat
Menyusun rencana kegiatan oleh masing-masing sektor terkait sesuai
dengan peran dan fungsinya dalam koordinasi pemerintah daerah
Mengimplentasikan sesuai dengan rencana masing-masing sektor
terkait
Melakukan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan
Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala untuk
penyempurnaan program dan memberikan masukan bagi penelitian
dan pengembangan
21. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
18
VIII. REFERENSI
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 374/MENKES/PER/III/2010
tanggal 17 Maret 2010 tentang Pengendalian Vektor
2. KEPMENKES No. 92 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 581/Menkes/SK/VII/1992
Tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue
3. Pedoman Penggunaan Pestisida (2010): Direktorat PPBB, Ditjen PP PL
Kemenkes RI
4. Surat Direktur Jenderal PPM PL kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi Nomor PM.00.03.219 tanggal 12 Maret 2003 tentang Informasi
Teknis Insektisida dan Larvisida untuk Pemberantasan Vektor malaria
dan DBD
IX. LAMPIRAN
Panduan Diskusi Kelompok:
Peserta dibagi menjadi tiga kelompok untuk mendiskusikan 3 topik diskusi:
1. Prinsip-prinsip dan dasar hukum pengendalian vektor
2. Lingkup Kegiatan Pengendalian Vektor
3. Strategi Pengendalian Vektor dengan keterlibatan lintas program dan
lintas sektor terkait
23. Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
18
MATERI INTI 1
JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN
I. DESRIPSI SINGKAT
Sejalan dengan arah perkembangan organisasi pemerintah termasuk
organisasi kesehatan, yaitu mengarah pada organisasi yang semakin
ramping dalam struktur akan tetapi kaya dalam fungsi. Sebagaimana
telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 Tentang
Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, Kementerian Kesehatan dalam
menyiapkan Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan untuk melaksanakan
kegiatan atau pelayanan di bidang kesehatan sesuai dengan profesinya
telah menetapkan 28 jenis jabatan fungsional kesehatan.
Penilaian prestasi bagi pejabat fungsional ditetapkan dengan angka
kredit oleh pejabat yang berwenang. Angka kredit adalah satuan nilai
dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi niali butir-butir kegiatan yang
harus dicapai oleh pejabat fungsional dalam rangka pembinaan karier
yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan penetapan angka kredit jabatan
fungsional dibentuk tim penilai yang bertugas membantu pejabat yang
berwenang dalam menetapkan angka kredit pejabat fungsional.
Setiap tim penilai jabatan fungsional harus memahami secara jelas dan
benar tentang jabatan fungsional kesehatan. Untuk kesamaan persepsi
dari setiap tim penilai jabatan fungsional maka disusun modul jabatan
fungsional kesehatan yang berisi tentang pengertian dan tugas pokok,
fungsi, jenjang dalam jabatan fungsional kesehatan, Hak dan Kewajiban,
jenis-jenis jabatan fungsional kesehatan yang dirangkum dari peraturan
yang ada di masing-masing jabatan fungsional kesehatan. Materi
diuraikan dalam bahasa yang sesederhana mungkin, sesuai dengan
bahasa modul dan disertai lembar kerja dengan tujuan memudahkan
fasilitator dan peserta pelatihan memahami tentang jabatan fungsional
kesehatan.
24. Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
19
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum:
Pada akhir sesi ini, peserta mampu memahami tentang jabatan
fungsional kesehatan.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus:
Pada akhir sesi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan jabatan fungsional kesehatan
2. Menjelaskan pengangkatan jabatan fungsional kesehatan
3. Menjelaskan kenaikan jabatan dan pangkat fungsional
4. Menjelaskan pembebasan sementara, pengangkatan kembali dan
pemberhentian.
III. POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan
sebagai berikut :
Pokok Bahasan 1. Jabatan Fungsional Kesehatan
Sub pokok bahasan :
a. Pengertian
b. Kedudukan
c. Jenis-jenis jabatan fungsional kesehatan
d. Jenjang jabatan dan pangkat
Pokok Bahasan 2. Pengangkatan Jabatan Fungsional Kesehatan
Sub pokok bahasan :
a. Inpassing
b. Pengangkatan pertama
c. Perpindahan dari Jabatan lain
Pokok Bahasan 3. Kenaikan Jabatan dan Pangkat Fungsional
Pokok Bahasan 4. Pembebasan Sementara, Pengangkatan Kembali dan
Pemberhentian
IV. METODE
CTJ
Curah pendapat
25. Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
20
V. MEDIA DAN ALAT BANTU
Bahan tayang (Slide power point)
Laptop
LCD/OHP
Flipchart
Whiteboard
Spidol (ATK)
VI. LANGKAH – LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Berikut disampaikan langkah – langkah kegiatan dalam proses
pembelajaran materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian
Kegiatan fasilitator :
a. Memperkenalkan diri dan menciptakan suasana nyaman serta
mendorong kesiapan peserta untuk menerima materi.
b. Menyampaikan agenda pembelajaran.
c. Menyampaikan tujuan pembelajaran bahwa diakhir sesi peserta harus
mampu memahami tentang jabatan fungsional kesehatan.
Kegiatan peserta :
a. Menyepakati agenda pembelajaran yang disampaikan fasilitator.
b. Menjadikan tujuan pembelajaran yang disampaikan fasilitator sebagai
acuan.
Langkah 2. Penyampaian Materi
Kegiatan fasilitator :
a. Menyampaikan paparan materi sesuai urutan pokok bahasan dan sub
pokok bahasan dengan metode ceramah dan menggunakan bahan
tayang, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta
tentang materi yang disampaikan.
b. Meminta peserta untuk masing-masing memberikan jawaban dengan
menggunakan lembar kerja yang disediakan.
c. Bersama dengan peserta mencocokkan jawaban dengan peraturan
26. Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
21
yang berlaku.
Kegiatan peserta :
a. Memberikan jawaban atas pertanyaan fasilitator dengan
menggunakan lembar kerja yang tersedia.
b. Bersama dengan fasilitator mencocokkan jawaban dengan peraturan
yang berlaku.
Langkah 3. Rangkuman dan Kesimpulan
Kegiatan fasilitator :
a. Tutup acara dengan evaluasi. Lakukan umpan balik terhadap harapan
peserta diawal sesi. Bandingkan dengan refleksi peserta tentang
kompetensi yang dicapai pada akhir sesi. Komentar lisan direkam
dalam flipchart/komputer untuk ditayangkan.
b. Lakukan klarifikasi dan kesimpulan seperlunya.
c. Berikan penghargaan kepada peserta atas partisipasinya pada sesi ini.
Kegiatan peserta:
a. Berikan komentar obyektif (kritik) Anda, hanya menyampaikan yang
terlihat dan terdengar, positif.
b. Selain komentar, Anda dapat juga menyampaikan rekomendasi secara
lisan atau tertulis.
VII. URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1.
JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN
A. Pengertian
Jabatan fungsional kesehatan adalah kedudukan yang menunjukkan
tugas, tanggung jawab dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam
satu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan
pada keahlian dan keterampilan tertentu secara mandiri.
27. Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
22
Jabatan fungsional kesehatan ini sesuai dengan Keppres RI Nomor :
87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri
Sipil, termasuk dalam rumpun jabatan fungsional kesehatan.
B. Kedudukan
Pejabat fungsional kesehatan berkedudukan sebagai pelaksana teknis
fungsional sesuai dengan jenis jabatan fungsional kesehatannya di
lingkungan Kementerian Kesehatan dan instansi lainnya.
Pejabat fungsional kesehatan dimaksud adalah jabatan karier yang
hanya dapat diduduki oleh seseorang yang telah berstatus sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
C. Jenis – jenis Jabatan Fungsional Kesehatan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi telah menetapkan 28 jenis Jabatan Fungsional Kesehatan
sebagai berikut :
1) Jabatan Fungsional Administrator Kesehatan,
2) Jabatan Fungsional Apoteker,
3) Jabatan Fungsional Asisten Apoteker,
4) Jabatan Fungsional Bidan,
5) Jabatan Fungsional Dokter,
6) Jabatan Fungsional Dokter Gigi,
7) Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis,
8) Jabatan Fungsional Entomolog Kesehatan,
9) Jabatan Fungsional Epidemiolog Kesehatan,
10) Jabatan Fungsional Fisikawan Medik,
11) Jabatan Fungsional Fisioterapis,
12) Jabatan Fungsional Nutrisionis,
13) Jabatan Fungsional Okupasi Terapis,
14) Jabatan Fungsional Ortotis Prostetis,
15) Jabatan Fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat,
16) Jabatan Fungsional Perekam Medis,
17) Jabatan Fungsional Perawat,
18) Jabatan Fungsional Perawat Gigi,
28. Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
23
19) Jabatan Fungsional Pranata Laboratorium Kesehatan,
20) Jabatan Fungsional Psikolog Klinis,
21) Jabatan Fungsional Radiografer,
22) Jabatan Fungsional Refraksionis Optisien,
23) Jabatan Fungsional Sanitarian,
24) Jabatan Fungsional Teknisi Elektromedis,
25) Jabatan Fungsional Teknisi Gigi,
26) Jabatan Fungsional Teknisi Transfusi Darah,
27) Jabatan Fungsional Terapis Wicara
28) Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja
D. Jenjang Jabatan dan Pangkat
Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas Tingkat Terampil
dimulai dari Jenjang Pelaksana Pemula, Golongan ruang II/a sampai
dengan Jenjang Penyelia, Golongan ruang III/d, dan Tingkat Ahli
dimulai dari Jenjang Pertama, Golongan ruang III/a sampai dengan
Jenjang Utama, Golongan ruang IV/e (Jenjang dan pangkat tersebut
disesuaikan dengan Permenpan masing-masing jabatan fungsional
kesehatan).
Pokok Bahasan 2.
PENGANGKATAN JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN
A. Inpassing
PNS yang pada saat ditetapkan Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB telah dan masih
melaksanakan tugas sesuai tupoksi.
Ijazah sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang ditentukan
masing-masing jabatan fungsional kesehatan;
Pangkat paling rendah sesuai ketentuan masing-masing jabatan
fungsional kesehatan;
Setiap unsur penilaian prestasi kerja dan pelaksanaan pekerjaan
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir;
29. Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
24
Disesuaikan dengan ketentuan masing-masing jabatan fungsional
kesehatan.
B. Pengangkatan Pertama
Pengangkatan untuk mengisi lowongan formasi melalui
pengangkatan CPNS
Ijazah sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang ditentukan
masing-masing jabatan fungsional kesehatan;
Pangkat paling rendah sesuai ketentuan masing-masing jabatan
fungsional kesehatan;
Setiap unsur penilaian prestasi kerja dan pelaksanaan pekerjaan
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
Disesuaikan dengan ketentuan masing-masing jabatan fungsional
kesehatan.
C. Perpindahan dari Jabatan Lain
Sebelumnya menduduki jabatan Struktural atau Jabatan Fungsional
Kesehatan lain :
Memiliki ijazah paling rendah sesuai dengan yang dipersyaratkan
dalam Permenpan masing-masing jabatan fungsional kesehatan;
Memiliki pengalaman sekurang-kurangnya disesuaikan dengan
ketentuan masing-masing jabatan fungsional kesehatan;
Usia maksimal sebelum BUP dari jabatan terakhir disesuaikan
dengan ketentuan masing-masing jabatan fungsional kesehatan;
Setiap unsur penilaian prestasi kerja dan pelaksanaan pekerjaan
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
Disesuaikan dengan ketentuan masing-masing jabatan fungsional
kesehatan.
30. Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
25
Pokok Bahasan 3.
KENAIKAN JABATAN DAN PANGKAT FUNGSIONAL
A. Kenaikan Jabatan dapat dipertimbangkan setiap kali dengan
ketentuan :
Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan terakhir;
Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan
setingkat lebih tinggi;
Setiap unsur penilaian prestasi kerja dan pelaksanaan pekerjaan
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir;
Disesuaikan dengan ketentuan masing-masing jabatan fungsional
kesehatan.
B. Kenaikan Pangkat dapat dipertimbangkan setiap kali dengan
ketentuan :
Sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir;
Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan pangkat
setingkat lebih tinggi;
Setiap unsur penilaian prestasi kerja dan pelaksanaan pekerjaan
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
Pokok Bahasan 4.
PEMBEBASAN SEMENTARA, PENGANGKATAN KEMBALI DAN
PEMBERHENTIAN
A. Pembebasan Sementara
Tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang ditentukan,
disesuaikan dengan ketentuan masing-masing jabatan fungsional
kesehatan;
Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau tingkat berat atau
berupa jenis hukuman disiplin penurunan pangkat;
Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil;
Ditugaskan secara penuh di luar jabatan fungsional kesehatan;
Cuti di luar tanggungan negara;
31. Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
26
Tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan.
B. Pengangkatan Kembali
Jabatan fungsional kesehatan yang telah selesai menjalani
pembebasan sementara dapat diangkat kembali dalam jabatannya
disesuaikan dengan ketentuan masing-masing jabatan fungsional
kesehatan.
C. Pemberhentian
Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara
dari jabatannya tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang
ditentukan;
Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian
sebagai PNS (PP No. 30 Tahun 1980) dan telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, kecuali hukuman disiplin berat
berupa penurunan pangkat;
Disesuaikan dengan ketentuan masing-masing jabatan fungsional
kesehatan.
VIII. REFERENSI
1. UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok – pokok Kepegawaian
2. PP No. 40 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP No. 16 Tahun 1994
tentang Jabatan Fungsional PNS
3. Kepmenpan/Permenpan masing-masing jenis Jabatan Fungsional
Kesehatan dan Angka Kreditnya.
4. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Kepala Badan
Kepegawaian Negara tentang Petunjuk Pelaksanaan masing-masing
jenis Jabatan Fungsional Kesehatan dan Angka Kreditnya.
33. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
19
MATERI INTI 2
PENGAMATAN VEKTOR DAN SERANGGA PENGGANGGU KESEHATAN
I. DESKRIPSI SINGKAT
Penyakit tular vektor (PTV) merupakan masalah kesehatan utama di
Indonesia. Permasalahan kesehatan yang ditimbulkan oleh PTV antara lain
kesakitan dan kematian akibat kejadian luar biasa (KLB) seperti malaria,
DD/DBD, DC dan PES. Selain itu, PTV juga menimbulkan kecacatan dan
kemiskinan, seperti filariasis dan sebagaian kasus JE. Pengendalian vektor
yang efektif dan tepat sasaran harus didahului dengan pengumpulan data
dengan cara yang benar dan komprehensif. Setelah data terkumpul,
selanjutnya dilakukan pengolahan data.
Pengumpulan data adalah proses mendapatkan data baik secara
langsung diambil oleh peneliti (dan tim) maupun tidak secara langsung
melalui sumber-sumber lain di luar peneliti (dan tim). Adapun analisis data
adalah kegiatan mengolah data sehingga menjadi informasi yang dapat
digunakan untuk pengambilan kebijakan dan pengendalian masalah
kesehatan.
Data setelah dilakukan pengolahan, selanjutnya didisajikan sehingga
dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam menanggulangi
(masalah kesehatan). Penyajian data dimaksudkan untuk mempermudah
pembaca dalam memahami data dan analisisnya.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pengamatan
vektor dan serangga penggangu.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1. Melakukan persiapan pengumpulan data.
2. Melakukan analisis data secara deskriptik (sederhana).
3. Melakukan penyajian dan penyebarluasan data.
34. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
20
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
Pokok bahasan 1. Persiapan pengumpulan data.
Sub pokok bahasan:
a. Penyusunan/ penetapan metode pengumpulan data secara
primer dan sekunder
b. Penyusunan instrumen pengumpulan data primer dan sekunder
Pokok bahasan 2. Analisis data secara deskriptik (sederhana)
Sub pokok bahasan:
a. Deskiriptif (sederhana)
b. Analitik (lanjut)
Pokok bahasan 3. Penyajian dan penyebarluasan data.
Sub pokok bahasan:
a. Penyusunan laporan hasil pengamatan vektor
b. Penyajian hasil pengamatan vektor
IV. METODE
• CTJ
• Curah pendapat
• Diskusi
• Demontrasi
• PKL
V. MEDIA DAN ALAT BANTU
• Bahan tayang (Slide power point)
• Laptop
• LCD
• Flipchart
• White board
• Spidol (ATK)
• Entomological kit
• Panduan diskusi
• Panduan demonstrasi
• Panduan PKL
35. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
21
VI. LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran:
1) Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan.
2) Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 2. Penyampaian Materi
Langkah pembelajaran:
1) Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok
bahasan dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang.
2) Fasilitator menyampaikan materi dengan metode ceramah tanya jawab,
kemudian curah pendapat dan diskusi.
Langkah 3. Diskusi
Langkah pembelajaran:
1) Fasilitator membagi peserta menjadi empat kelompok dan masing-
masing kelompok dibentuk ketua kelompok.
2) Fasilitator menjelaskan bahwa kelompok pertama membahas persiapan
alat pengambilan data, kelompok kedua membahas pengumpulan data,
kelompok ketiga membahas analisis data dan kelompok keempat
membahas tentang penyebarluasan hasil.
3) Fasilitator memberi waktu diskusi selama 60 menit, dan dilanjutkan
presentasi masing-masing kelompok 30 menit penyajian dan 30 menit
tanya jawab.
Langkah 4. Demonstrasi
Langkah pembelajaran:
1) Fasilitator menerangkan peralatan yang akan digunakan dalam
demonstrasi.
2) Bersama peserta, fasilitator menyiapkan peralatan demonstrasi.
3) Bersama peserta, fasilitator mendemonstrasikan peralatan, cara
pengumpulan data, cara pengolahan data, serta cara penyajian data
vektor dan serangga pengganggu kesehatan.
36. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
22
Langkah 5. Praktek Kerja Lapangan
Langkah pembelajaran:
1) Peserta melakukan praktek kerja lapangan sesuai dengan panduan PKL
dibimbing oleh instruktur dari tempat PKL.
2) Peserta mempresentasikan hasil laporan yang diperoleh dari PKL.
Langkah 5. Rangkuman dan Kesimpulan
Langkah pembelajaran:
1) Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta
terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2) Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
3) Fasilitator membuat kesimpulan.
VII. URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1.
PERSIAPAN PENGUMPULAN DATA
a. Penyusunan/penetapan metode pengumpulan data secara primer dan
sekunder
Data entomolog sebagian besar adalah data primer, seperti data spesies,
data karakteristik habitat perkembangbiakan, data perilaku, data status
kerentanan dan data spasial. Dengan demikian pengembangan metode
harus lebih banyak menggunakan data primer.
1) Data Primer
Data primer adalah data yang diambil oleh peneliti (dan timnya).
Data primer dapat diambil dengan baik apabila peneliti mempunyai
dana, tenaga dan waktu yang cukup.
a) Larva nyamuk.
Larva dikoleksi menggunakan cidukan plastik standar WHO
dengan kapasitas 400 cc. Pencidukan dilakukan di pinggir dan di
tengah habitat perkembangbiakan secara merata. Larva yang
tertangkap dipelihara, diberi makan serbuk hati, dan diidentifikasi
spesiesnya setelah menjadi nyamuk.
b) Jenis Habitat
Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diamati secara
langsung, dan dicatat jenisnya seperti tambak terbengkalai, bak
37. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
23
benur terbengkalai, kolam, lagun, rawa-rawa, parit, sungai, sawah,
saluran irigasi, sumur, kubangan, kobakan, baik air, dan lain-lain.
c) Luasan Habitat
Luasan habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diukur
menggunakan alat meteran gulung, dengan satuan meter (m).
Pengukuran dilakukan dengan mengelilingi tepian habitat.
d) Ketinggian Habitat
Ketinggian habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diukur
menggunakan alat GPS (geografical positioning system). Hasil
pengukurannya dinyatakan dalam meter di atas permukaan laut.
Pengukuran dilakukan dengan mengaktifkan GPS di lokasi habitat
larva Anopheles spp., kemudian dicatat ketinggian lokasi tersebut.
e) Kedalaman Habitat
Kedalaman habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diukur
menggunakan alat meteran kayu, dengan satuan senti meter (cm).
Kedalaman habitat adalah jarak antara pemukaan air dengan
dasar habitat. Pengukuran dilakukan dengan memasukan meteran
kayu sampai menyentuh dasar habitat, kemudian batas
permukaan air pada meteran dicatat untuk melihat kedalaman
habitat.
f) Dasar Habitat
Dasar habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diamati
secara langsung apakah berupa lumpur, pasir, batu kecil, batu
sedang, batu besar, semen dan lain-lain.
g) Salinitas Air
Salinitas air diukur menggunakan alat Refractometer, dengan
satuan per mil (‰). Pengukuran dilakukan dengan meneteskan air
pada permukaan obyek pengamatan di bagian ujung Refractometer,
kemudian diteropong dan dicatat hasilnya. Salinitas air diukur
pada siang hari di tempat pengamatan habitat.
h) Suhu Air
Suhu air diukur menggunakan alat termometer air raksa bentuk
batang, dengan satuan derajat celcius (0C). Pengukuran suhu
dilakukan dengan mencelupkan ujung termomoter selama tiga
menit, kemudian diamati posisi air raksa, dan dicatat suhu airnya.
Pengukuran suhu air dilakukan pada siang hari di tempat
pengamatan habitat.
38. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
24
i) pH Air
Derajat keasaman (pH) air diukur menggunakan kertas lakmus.
Pengukuran pH dilakukan dengan mencelupkan kertas lakmus ke
dalam air, kemudian kertas dikeringkan selama lima menit,
selanjutnya perubahan warna disesuaikan dengan warna standar,
dan dicatat nilai pH airnya. Pengukuran pH air dilakukan pada
siang hari di tempat pengamatan habitat.
j) Arus Air
Arus air diamati secara langsung apakah mengalir atau tidak, jika
mengalir seberapa cepat alirannya diukur dengan meletakan
material yang mengapung di atas permukaan air, kemudian
dihitung kecepatannya dengan satuan meter per menit. Arus air
dikatagorikan menjadi empat yaitu ”tidak mengalir” jika
kecepatan air 0 meter per menit, ”mengalir lambat” jika kecepatan
air 0,1-10 meter per menit, ”mengalir sedang” jika kecepatan air
10,1-25 meter per menit dan ”mengalir cepat” jika 25 meter per
menit.
k) Gulma Air
Gulma air diamati secara langsung, jika terdapat gulma air
diidentifikasi jenisnya. Tinggi gulma air diukur dari permukaan
air menggunakan meteran, dengan satuan senti meter (cm).
Kerapatan gulma air dikategorikan menjadi sangat rapat apabila
75% permukaan air tertutup gulma air, rapat 50-75%, sedang 25-
50%, jarang 25%.
l) Penangkapan Nyamuk Malam Hari
Penangkapan nyamuk metode human landing collection (HLC), dari
jam 18.00-06.00. Penangkapan nyamuk dilakukan pada tiga
rumah, masing-masing di luar dan di dalam rumah. Waktu
penangkapan nyamuk dilakukan 45 menit untuk setiap jam,
minimal selama tiga malam.
m) Penangkapan Nyamuk Pagi Hari
Penangkapan nyamuk pagi hari bertujuan untuk mengetahui
tempat nyamuk beristirahat. Penangkapan dilakukan pada jam
06.00-09.00.
n) Pemeriksaan Paritas
Pemeriksaan paritas digunakan untuk mengetahui apakah
nyamuk sudah menghisap darah (parus) atau belum (nuliparus).
Pemeriksaan paritas dilakukan dengan cara pembedahan
abdomen nyamuk. Pembedahan nyamuk diawali dengan
meneteskan cairan NaCl 10% di atas obyek gelas. Nyamuk
39. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
25
Anopheles yang tidak berisi darah (unfed) diletakkan di atas obyek
gelas, kemudian toraks dan abdomen ke tujuh ditusuk dengan
dengan jarum bedah. Abdomen nyamuk diletakkan di atas cairan
NaCl 10%, kemudian jarum bedah pada abdomen ketujuh ditarik
hingga ovarium keluar. Bentuk ovarium yang masih utuh
(terdapat bundelan) dinyatakan nyamuk nuliparus, sedangkan
bentuk ovarium yang sudah terurai berarti nyamuk parus.
Pembedahan nyamuk dilakukan di bawah mikroskop stereo,
sedangkan bentuk ovarium dilihat di bawah mikroskop compound.
o) Status kerentanan
Status kerentanan nyamuk adalah kemampuan nyamuk untuk
bertahan terhadap insektisida. Status kerentanan nyamuk dinilai
berdasarkan uji kerentanan (susceptibility test).
2) Data Sekunder
Selain data primer, data entomologi juga perlu ditunjang beberapa
data sekunder. Data sekunder adalah data yang diambil dari sumber
lain (di luar peneliti), antara lain dari peneliti lain, laporan
lembaga/organisasi, jurnal, buku dan lain-lain. Data sekunder
diambil apabila peneliti mempunyai kelemahan dibidang teknologi,
tenaga, waktu dan dana. Beberapa contoh data sekunder antara lain
data iklim/cuaca (curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara),
kasus malaria, demam berdarah, demam chikungunya.
a) Suhu udara
Data suhu udara diperoleh dari data sekunder, yang diambil dari
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Suhu
diartikan sebagai kandungan panas pada sebuah zat/benda
tertentu. Suhu udara adalah derajat panas udara, yang dinyatakan
dalam derajat celcius (oC). Suhu udara dipengaruhi oleh beberapa
faktor, di antaranya sinar mata hari, vegetasi dan polusi udara.
Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus
sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu maka
masa inkubasi ekstrinsik akan semakin pendek, sebaliknya
semakin rendah suhu semakin panjang masa inkubasi ekstrinsik .
Namun, bagi perkembangbiakan nyamuk suhu mempunyai batas
optimum 25-27 °C, pada suhu terlalu tinggi dapat meningkatkan
mortalitas nyamuk.
b) Kelembaban udara
Data kelembaban udara diperoleh dari data sekunder, yang
diambil dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG). Kelembaban udara adalah jumlah uap air yang terdapat
40. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
26
dalam udara yang dinyatakan dalam persen (%). Uap air di udara
sebagian besar berasal dari penguapan air laut. Kelembaban udara
mempengaruhi kelangsungan hidup, kebiasaan menggigit dan
istirahat nyamuk. Kelembaban udara yang rendah akan
memperpendek umur nyamuk, sebaliknya kelembaban tinggi
memperpanjang umur nyamuk. Pada kelembaban yang lebih
tinggi, nyamuk akan menjadi lebih aktif dan lebih sering
menggigit. Peningkatan kelembaban udara dan curah hujan
berbanding lurus dengan peningkatan kepadatan nyamuk, artinya
semakin tinggi kelembaban udara dan curah maka kepadatan
nyamuk semakin meningkat.
c) Curah hujan
Data curah hujan diperoleh dari data sekunder, yang diambil dari
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Curah
hujan, dihitung berdasarkan indeks curah hujan, dengan
mengalikan jumlah curah hujan perbulan dengan hari hujan
perbulan, lalu dibagi dengan jumlah hari pada bulan yang
bersangkutan. Selain suhu dan kelembaran udara, indeks curah
hujan juga mempunyai berfluktuasi.
Semakin tinggi curah hujan akan menaikan kepadatan nyamuk,
demikian juga sebaliknya rendahnya curah hujan mengurangi
kepadatan nyamuk. Adanya hujan akan menambah jenis perairan,
yang sebelumnya hanya sedikit atau tidak ada pada musim
kemarau. Keberadaan tambak terbengkalai, kobakan dan
kubangan menjadi lebih banyak, bak benur (terbengkalai) yang
kering menjadi berisikan air, kondisi air lagun dan rawa-rawa
menjadi lebih payau. Kondisi perairan seperti ini merupakan
habitat yang disenangi oleh An. sundaicus untuk perkembangan
larva. Semakin banyak habitat perkembangbiakan akan
mempermudah nyamuk meletakkan telur, sehingga kepadatan
nyamuk semakin tinggi. Hujan berperan penting dalam
epidemiologi malaria, karena menyediakan media bagi tahap
akuatik dari daur hidup nyamuk. Hujan yang diselingi dengan
cuaca panas akan meningkatkan berkembangbiaknya Anopheles
vektor.
d) Data kasus
Data kasus diperoleh dari sumber sekunder, biasanya dari instansi
pelayanan kesehatan, antara lain Puskesmas, Dinas Kesehatan,
rumah sakit, klinik, dan lain-lain. Data kasus dapat berupa kasus
klinis maupun kasus labaratoris, dalam hitungan persen maupun
permil.
41. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
27
b. Penyusunan instrumen pengumpulan data primer dan sekunder
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
FORMULIR PENANGKAPAN NYAMUK MALAM HARI
Kabupaten : Tanggal :
Kecamatan : GPS S :
Desa : E :
Dusun : Elevation :
Kluster :
Jam
Spesies
Anopheles
Metode Unfed Fed
Half
Gravid
Grafid Parous
Nuli
Parous
Kode
42. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
28
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
FORMULIR PENANGKAPAN NYAMUK PAGI HARI
Kabupaten : Tanggal :
Kecamatan : GPS S :
Desa : E :
Dusun : Elevation :
Kluster :
Jam
Spesies
Anopheles
Metode Unfed Fed
Half
Gravid
Grafid Parous
Nuli
Parous
Lokasi
Istirahat
Kode
43. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
29
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
FORMULIR PENANGKAPAN LARVA NYAMUK
T
g
l
D
e
s
a
K
e
c
Je
ni
s
H
ab
ita
t
L
ua
s
H
ab
ita
t
K
ed
lm
H
ab
ita
t
Ti
ng
gi
H
ab
ita
t
D
as
ar
H
ab
ita
t
S
u
h
u
Sal
ini
tas
p
H
A
r
u
s
A
ir
G
m
a
A
ir
Ti
n
g
gi
G
m
a
A
ir
K
er
a
p.
G
m
a
A
ir
He
wa
n
Pr
ed
ato
r
Sp
esi
es
A
no
ph
.
Jl
h
A
no
ph
.
GPS
S E
E
le
v
.
44. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
30
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
FORMULIR UJI KERENTANAN
Kabupaten : Tanggal :
Kecamatan : GPS S :
Desa : E :
Dusun : Elevation :
Kluster :
Insektisida :
Suhu :
Kelembaban :
Ulangan
Nyamuk Uji Pengamatan 24
jam
Nyamuk kontrol Pengamatan
24 Jam
Jlh
nyamuk
Jlh yang
mati
%
kematian
Jlh
nyamuk
Jlh yang
mati
%
kematian
I
II
III
IV
Rata-rata
45. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
31
Pokok Bahasan 2.
ANALISIS DATA SECARA DESKRIPTIK (SEDERHANA)
a. Deskriptif (sederhana)
Analisis data secara deskriptif dengan cara mendeskripsikan data
berdasarkan jumlah atau distribusi frekuensinya.
1) Kepadatan Nyamuk Per Orang Per Jam
Jumlah nyamuk yang hinggap di badan per orang per jam dihitung
berdasarkan nilai man hour density (MHD), fluktuasi kepadatannya
disajikan selama 12 jam (18.00-06.00), di dalam dan di luar rumah.
Nilai MHD didapatkan dari jumlah nyamuk yang hinggap di badan
dibagi jumlah penangkap. Apabila penangkapan per jam hanya 45
menit, maka dikalikan 60/45. MHD diamati untuk tiap spesies
nyamuk. Fluktuasi MHD ditampilkan bentuk grafik selama 12 jam
(18.00-06.00), di dalam dan di luar rumah.
45
60
)
(
x
penangkap
jam
per
nyamuk
MHD
Σ
Σ
=
0
1
2
3
4
5
6
Jam pengamatan
M
H
D
MHD di luar rumah 1.77 1.4 1.31 1.76 2.32 2.72 3.51 3.89 4.05 5.23 3.47 1.89
MHD di dalamrumah 1.55 1.01 0.95 1.28 1.83 2.19 3.02 3.31 3.45 4.37 2.8 1.21
MHD Rata-rata 1.66 1.21 1.13 1.52 2.08 2.46 3.27 3.60 3.75 4.80 3.14 1.55
18-19 19-20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-01 01-02 02-03 03-04 04-05 05-06
Gambar 1. Contoh Grafik Nyamuk An. sundaicus Hinggap di Badan
Per Orang Per Jam (MHD) di Kecamatan Rajabasa,
Lampung Selatan
2) Kepadatan Nyamuk Per Orang Per Malam
Nyamuk hinggap di badan per orang per malam dihitung
berdasarkan nilai man biting rate (MBR). MBR dihitung berdasarkan
jumlah nyamuk yang hinggap di badan per malam dibagi jumlah
penangkap dikali waktu penangkapan. Nilai MBR didapat dari
jumlah nyamuk (spesies tertentu) yang tertangkap per malam dibagi
jumlah penangkap. Apabila penangkapan perjam 45 menit arti
penangkapan permalam hanya sembilan jam, maka dikalikan 12/9.
46. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
32
9
12
)
(
x
penangkap
malam
per
nyamuk
MBR
Σ
Σ
=
Gambar 2. Contoh Diagram Balok Rata-rata Spesies Anopheles
Hinggap di Badan Per Orang Per Malam (MBR) di
Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan
Gambar 3. Contoh Grafik Nyamuk An. sundaicus Hinggap di Badan
Per Orang Per Malam (MBR) di Kecamatan Rajabasa,
Lampung Selatan, September 2008 - September 2009
3) Menghitung angka paritas
Angka paritas dihitung berdasarkan jumlah nyamuk parus dibagi
dengan jumlah nyamuk yang dibedah (parus dan nuliparus). Angka
paritas dirata-ratakan setiap bulan, fluktuasinya ditampilkan selama
satu tahun, di luar dan di dalam rumah.
47. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
33
%
100
x
dibedah
nyamuk
parous
nyamuk
Paritas
Σ
Σ
=
Gambar 4. Contoh Grafik Paritas An. sundaicus Per Jam di
Kecamatan Padangcermin, Pesawaran
4) Menghitung sporozoit rate dan entomological inoculation rate
Hasil pemeriksaan CS Protein (ELISA) dihitung angka sporozoit rate,
yaitu jumlah nyamuk yang positif Elisa di bagi jumlah seluruh
nyamuk yang diperiksa Elisa. Entomological inoculation rate (EIR)
dihitung berdasarkan nilai MBR dikalikan dengan nilai sporozoit rate,
dengan satuan per orang per malam.
( )
negatif
positif
Elisa
di
yang
nyamuk
Elisa
positif
nyamuk
rate
Sporozoit
+
Σ
Σ
=
EIR = MBR x Sporozoit rate
48. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
34
Tabel 1 Angka Entomological Inoculation Rate Spesies Anopheles Per
Orang Per Malam di Rajabasa, Lampung Selatan dan
Padangcermin, Pesawaran
No
Spesies
Anopheles
Rajabasa Padangcermin
MBR
Sporozo
it rate
EIR MBR
Sprozoi
t rate
EIR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
A. sundaicus
A. subpictus
A. barbirostris
A. kochi
A. aconitus
A. tessellatus
A. vagus
A. hycanus gr.
A. annularis
A. minimus
A. maculatus
32,29
3,35
3,56
0,87
1,87
0,32
4,35
0
0,54
0,67
0,47
0,022
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,710
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
54,26
2,79
3,86
0,86
2,36
0
4,58
0,18
0
0
0
0,003
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,162
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
b. Analitik (Lanjut)
Analisis analitik lanjut merupakan bentuk analisis menggunakan uji
hipotesis, menggunakan beberapa uji statistik baik korelasi maupun
regresi. Pada analisis lanjut uji hipotesis dengan dua variabel atau lebih
dari dua variabel pengamatan. Contohnya analisis korelasi dan regresi
data cuaca dengan data kepadatan nyamuk, serta analisis korelasi dan
regresi data kepadatan nyamuk dan kasus malaria.
1) Analisis Data Cuaca
Fluktuasi suhu udara, kelembaban udara dan indeks curah hujan
ditampilkan dalam bentuk grafik selama satu tahun dengan bantuan
soft ware Exel. Hubungan suhu udara, kelembaban udara dan curah
hujan dengan jumlah nyamuk hinggap di badan dianalisis
menggunakan uji korelasi Pearson pada α =0 ,05 dengan bantuan soft
ware spss. Apabila terdapat hubungan bermakna, maka diteruskan
dengan uji regresi linier sederhana untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh cuaca (suhu udara, kelembaban udara dan curah hujan)
terhadap jumlah nyamuk hinggap di badan, dengan mencari nilai
kooefesien determinasi (r2) dengan bantuan soft ware spss.
2) Analisis Data Kasus Malaria
Fluktuasi data kasus malaria ditampilkan selama satu tahun dalam
bentuk grafik dengan bantuan soft ware Exel, kemudian data tersebut
49. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
35
dihubungkan dengan jumlah nyamuk hinggap di badan. Hubungan
antara jumlah nyamuk hinggap di badan dengan kasus malaria
dianalisis menggunakan uji korelasi Pearson pada α = 0,05. Apabila
terdapat hubungan bermakna, maka dilanjutkan dengan uji regresi
linier sederhana dengan bantuan soft ware spss.
Pokok Bahasan 3.
PENYAJIAN DAN PENYEBARLUASAN DATA
a. Penyusunan laporan hasil pengamatan vektor
Laporan hasil pengamatan vektor setidaknya berisikan :
- Latar Belakang
- Tujuan
- Metode
- Hasil dan pembahasan
- Kesimpulan
1) Latar belakang
Latar belakang berisikan data-data dan fakta-fakta yang melatar
belakangi dilakukannya pengamatan vektor. Latar belakang
berisikan kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang ada.
2) Tujuan
Tujuan menggungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam
pengamatan vektor atau serangga penggangu. Tujuan mengacu
pada rumusan masalah, hendaknya dituangkan dalam bentuk
pernyataan.
3) Metode
Metode penelitian adalah cara pengamatan vektor atau serangga
pengganggu dilakukan. Metode setidaknya menguraikan tentang :
- Lokasi dan waktu
- Teknik pengambil sampel
- Metode pengumpulan data
- Analisis data
4) Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian merupakan data-data hasil analisis yang telah
dilakukan. Data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan
hasil uji statistik. Hasil analis dibahas berdasarkan situasi dan
kondisi setempat dan berdasarkan teori dan konsep yang
mendukung.
50. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
36
5) Kesimpulan
Kesimpulan ada pernyataan ringkas yang merupakan rangkuman
dari hasil penelitian dan pembahasan. Kesimpulan hendaknya
seiring dengan tujuan yang telah ditetapkan.
b. Penyajian hasil pengamatan vektor
Setelah data dikumpulkan, kemudian dianalisis, selanjutnya disajikan
sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengendalian vektor dan
serangga penggangu kesehatan. Penyajian data dapat berbentuk tabel
dan diagram.
1. Tabel distribusi frekuensi
Tabel distribusi frekuensi dihitung berdasarkan jumlah pengamatan
(kasus) dibagi dengan total pengamatan (kasus dan tidak kasus)
kemudian dikalikan 100%.
Tabel 2. Contoh Tabel Distribusi Frekuensi Dasar Habitat
Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan
Rajabasa, Lampung Selatan.
No Spesies
Anopheles
Dasar perairan
1 An. sundaicus Lumpur (41%), pasir (6%) dan semen (54%)
2 An. subpictus Lumpur (79%) dan semen (31%)
3 An. vagus Lumpur (82%), pasir (6%) dan batu sedang
(12%)
4 An. kochi Lumpur (100%)
5 An. annularis Lumpur (81%), pasir (12%) dan batu sedang
(7%)
6 An. aconitus Lumpur (92%) dan batu sedang (8%)
7 An. barbirostris Lumpur (100%)
8 An. tessellatus Semen (100%)
9 An. minimus Lumpur (76%) , pasir (8%) dan batu sedang
(16%)
10 An. indefinitus Semen (100%)
51. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
37
Tabel 3. Contoh Tabel Distribusi Frekuensi Arus Air pada Habitat
Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan
Padangcermin, Pesawaran
No Spesies
Anopheles
Arus air
1 An. sundaicus Tidak mengalir (63%) dan mengalir lambat
(37%)
2 An. barbirostris Tidak mengalir (57%), mengalir lambat (37%)
dan mengalir sedang (6%)
3 An. vagus Tidak mengalir (68%) , mengalir lambat (24%)
dan mengalir sedang (8%)
4 An. subpictus Tidak mengalir (67%) dan mengalir lambat
(33%)
5 An. kochi Tidak mengalir (77%) dan mengalir lambat
(23%)
6 An. maculatus Tidak mengalir (75%) dan mengalir lambat
(25%)
7 An. indefinitus Tidak mengalir (69%) dan mengalir lambat
(31%)
8 An. aconitus Tidak mengalir (100%)
9 An. tessellatus Tidak mengalir (100%)
2. Tabel silang
Tabel silang dapat memuat/menyampaikan informasi beberapa
variabel pengamatan dalam satu tabel.Pada tabel silang dianalisis
beberapa variabel secara deskriptif.
Tabel 4. Contoh Tabel Silang Faktor Risiko Bak Benur Terbengkalai
Sebagai Habitat Larva An. sundaicus di Kecamatan Rajabasa,
Lampung Selatan
Bak
Keberadaan larva
Total OR
Positif Negatif
Terbengkalai
(tdk produktif)
3
(10,3%)
26
(89,7%)
29
(100%)
20,7
Terpakai
(produktif)
1
(0,5%)
199
(99,5%)
200
(100%)
52. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
38
Tabel 5. Contoh Tabel Silang Faktor Risiko Serasah, Gulma Air dan
Ikan pada Bak Terbengkalai Sebagai Habitat Larva An.
sundaicus di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan
Faktor Risiko
Keberadaan larva
Total OR
Positif Negatif
Serasah
Ada 1 (12,5%) 7 (87,5%) 8 (100%)
1,3
Tidak
ada
2 (9,5%) 19 (90,5%) 21 (100%)
Gulma
air
Ada 2 (33,3%) 4 (66,7%) 6 (100%)
7,7
Tidak
ada
1 (4,3%) 22 (95,7%) 23 (100%)
Ikan
Tidak
ada
2 (11,8%) 15 (88,2%) 17 (100%)
1,4
Ada 1 (8,3%) 11 (91,7%) 12 (100%)
3. Grafik
Grafik memuat informasi variabel pengamatan dan dan jumlah.
Variabel pengamatan diletakkan pada sumbu X, sedangkan jumlah
pada sumbu Y. Grafik menyampaikan informasi berupa data
kontinyu dalam pengamatan yang terus menerus beberapa periode
pengamatan.
0
1
2
3
4
5
6
Jam pengamatan
M
H
D
MHD di luar rumah 1.77 1.4 1.31 1.76 2.32 2.72 3.51 3.89 4.05 5.23 3.47 1.89
MHD di dalamrumah 1.55 1.01 0.95 1.28 1.83 2.19 3.02 3.31 3.45 4.37 2.8 1.21
MHD Rata-rata 1.66 1.21 1.13 1.52 2.08 2.46 3.27 3.60 3.75 4.80 3.14 1.55
18-19 19-20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-01 01-02 02-03 03-04 04-05 05-06
Gambar 5. Contoh Grafik Nyamuk An. sundaicus Hinggap di Badan
Per Orang Per Jam (MHD) di Kecamatan Rajabasa,
Lampung Selatan
53. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
39
Gambar 6. Contoh Grafik Nyamuk An. sundaicus Hinggap di Badan
Per Orang Per Malam (MBR) di Kecamatan Rajabasa,
Lampung Selatan, September 2008 - September 2009
Gambar 7. Contoh Grafik Paritas An. sundaicus Per Jam di Kecamatan
Padangcermin, Pesawaran
4. Diagram batang
Diagram batang digunakan untuk menyajikan data secara kumulatif.
Terdapat dua unsur pengamatan, yaitu variabel pengamatan dan
jumlah. Diagram batang bermanfaat untuk merepresentasikan data
kuantitatif maupun kualitatif yang telah dirangkum dalam frekuensi,
frekuensi relatif, atau persen distribusi frekuensi.
54. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
40
Gambar 8. Contoh Diagram Balok Rata-rata Spesies Anopheles Hinggap
di Badan Per Orang Per Malam (MBR) di Kecamatan
Rajabasa, Lampung Selatan
Gambar 9. Contoh Diagram Batang Anopheles Hinggap di Badan di
Dalam dan Luar Rumah di Kecamatan Padangcermin,
Pesawaran
5. Diagram Kue
Diagram kue digunakan untuk mempresentasikan distribusi
frekuensi relatif dari data kualitatif maupaun data kuantitatif yagn
telah dikelompokkan. Cara membuat diagram kue yaitu : (1) Gambar
sebuah lingkaran, kemudian gunakan frekuensi relatif untuk
membagi daerah pada lingkaran menjadi sektor-sektor yang luasnya
sesuai dengan frekuensi relatif tiap kelas/kelompok. (2) Bila total
lingkaran adalah 360o maka suatu kelas dengan frekuensi relatif 0,25
akan membutuhkan daerah seluas (0,25)(360) = 90o dari total luas
lingkaran.
55. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
41
Gambar 10. Contoh Diagram Kue Tingkat Pendidikan Penduduk di
Desa X, Kabupaten X.
VIII. REFERENSI
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 374/Menkes/Per/III/2011 tentang
Pengendalian Vektor.
3. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik
Indonesia Nomor : Kep/04/M.PAN/I/2004
4. [WHO] World Health Organization. 1969. Parasitology of Malaria.
Geneva.
5. [WHO] World Health Organization. 1975. Manual on Practical
Entomology in Malaria. Geneva.
6. [WHO] World Health Organization. 1982. Manual on Enviromental
Management for Mosquito Control. Geneva.
7. [WHO] World Health Organization. 1995. Vector Control for Malaria and
Other Mosquito Borne Disease. Geneva.
8. [WHO] World Health Organization. 1997. Ecology and Control of Vector
of Public Health. Geneva.
56. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
42
IX. LAMPIRAN
1. Panduan diskusi
- Peserta pelatihan dibagi menjadi tiga kelompok dan masing-masing
kelompok dibentuk ketua kelompok.
- Kelompok pertama membahas persiapan pengumpulan data,
kelompok kedua membahas analisis data entomologi dan kelompok
ketiga membahas penyajian dan penyebarluasan data entomologi.
- Diskusi selama 60 menit, dan dilanjutkan presentasi masing-masing
kelompok 30 menit penyajian dan 30 menit tanya jawab.
2. Panduan demonstrasi
- Petugas (nara sumber) bersama peserta mempersiapkan semua
peralatan pengambilan data larva dan nyamuk dewasa.
- Petugas (nara sumber) memperkenalkan semua peralatan
pengambilan data larva dan nyamuk dewasa.
- Satu persatu peserta melihat/memegang dan mempelajari satu per
satu persatu peralatan yang ada.
- Petugas (nara sumber) mendemonstrasikan cara pengambilan larva
nyamuk dan nyamuk dewasa, cara menganalisis dan menyajikan
data.
- Peserta mengikuti demontrasi yang diberikan oleh Petugas (nara
sumber).
- Demonstrasi selama 120 menit dan dilanjutkan 30 menit diskusi hasil
demontrasi.
3. Panduan Praktek Kerja Lapangan
- Peserta ke lapangan siang hari melakukan pengamatan karakteristik
habitat perkembangbiakan larva nyamuk, melakukan
pengamatan/pengukuran luas habitat, keteduhan habitat, kedalaman
habitat, dasar habitat, air air, pH air, salinitas air, suhu air,
keberadaan predator, keberadaan tumbuhan air, dan melakukan
pencidukan larva.
- Selain itu, peserta juga melakukan pengamatan nyamuk malam hari
dan pagi hari.
58. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
43
MATERI INTI 3
PENYELIDIKAN VEKTOR DAN SERANGGA PENGGANGGU
I. DESKRIPSI SINGKAT
Penyelidikan vektor dan serangga pengganggu merupakan kegiatan
yang bersifat insidentil atau sewaktu untuk mengetahui hal-hal yang
berkaitan dengan vektor dan serangga pengganggu. Dari hasil penyelidikan
dapat diketahui tentang jenis fauna nyamuk, serangga pengganggu,
gambaran sementara bionomic, vektor yang berperan di lokasi tersebut,
kepadatan serta kondisi habitat perkembang Bionomik adalah berkaitan
dengan perilaku yang menerangkan hubungan antara suatu jenis atau
spesies vektor di lingkungan tertentu (spesifik). Pengetahuan tentang
bionomik/perilaku vektor sangat diperlukan sebagai dasar dalam tindakan
pengendalian vektor, agar diharapkan hasilnya lebih optimal.
Dari penyelidikan bionomik/perilaku dapat diperoleh data dan
informasi tentang vektor yang berkaitan dengan habitat
perkembangbiakannya (vegetasi dan predator pada genangan, kolam,
saluran air, persawahan, lagun, mata air, dll) serta perilaku mencari darah,
istirahat di dalam atau di luar rumah, dan lain-lain.
Pada modul ini akan disampaikan tentang persiapan informasi dalam
rangka penyusunan rencana penyelidikan habit dan habitat
perkembangbiakan vektor, persiapan informasi untuk pengolahan hasil
penyelidikan habit dan habitat perkembangbiakan vektor, penyusunan
proposal dalam rangka melakukan ujicoba alat untuk aplikasi insektisida
dan penyusunan laporan hasil ujicoba bahan aplikasi insektisida.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melaksanakan penyelidikan
vektor dan serangga pengganggu.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menyusun rencana penyelidikan habit dan habitat perkembangbiakan
vektor dan serangga pengganggu.
2. Mengolah hasil penyelidikan vektor untuk penyelidikan habit/
habitat vektor dan serangga pengganggu.
3. Membuat proposal dalam rangka uji coba alat untuk aplikasi
insektisida.
59. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
44
4. Membuat proposal dalam rangka uji coba bahan untuk aplikasi
insektisida.
5. Menyusun laporan hasil uji coba bahan aplikasi insektisida.
6. Menyusun laporan hasil uji coba alat aplikasi insektisida.
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas empat pokok bahasan dan sub pokok
bahasan sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1. Penyusunan Rencana Penyelidikan Habit Dan Habitat
Perkembangbiakan Vektor Dan Serangga Pengganggu.
Pokok Bahasan 2. Pengolahan Hasil Penyelidikan Vektor Untuk
Penyelidikan Habit/ Habitat Vektor Dan Serangga
Pengganggu.
Pokok Bahasan 3. Pembuatan Proposal Dalam Rangka Uji Coba Alat
Untuk Aplikasi Insektisida.
Pokok Bahasan 4. Pembuatan Proposal Dalam Rangka Uji Coba Bahan
Untuk Aplikasi Insektisida.
Pokok Bahasan 5. Penyusunan Laporan Hasil Uji Coba Bahan Aplikasi
Insektisida.
Pokok Bahasan 6. Penyusunan Laporan Hasil Uji Coba Alat Aplikasi
Insektisida.
IV. METODE
Ceramah tanya jawab (CTJ)
Curah pendapat
Demonstrasi
PKL
V. MEDIA DAN ALAT BANTU
Bahan tayang (Slide power point)
Laptop
LCD
Flipchart
White board
Spidol (ATK)
Panduan demonstrasi
Panduan PKL
Spesimen
60. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
45
Entomological kit
VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran:
1) Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan
2) Menayangkan topik materi yaitu:
• Penyusunan rencana penyelidikan perilaku dan habitat
perkembangbiakan vektor
• Pengolahan hasil penyelidikan perilaku dan habitat
perkembangbiakan vektor
• Penyusunan proposal dalam rangka melakukan ujicoba alat untuk
aplikasi insektisida
• Penyusunan proposal dalam rangka melakukan ujicoba bahan untuk
aplikasi insektisida
• Penyusunan laporan hasil ujicoba bahan aplikasi insektisida
• Penyusunan laporan hasil ujicoba alat aplikasi insektisida.
Langkah 2. Penyampaian Materi
Langkah pembelajaran:
1) Menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan
dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang.
2) Materi disampaikan dengan metode ceramah tanya jawab, kemudian
curah pendapat
3) Diharapkan peserta memperhatikan dan menyimak penjelasan fasilitator
dan mengajukan pertanyaan, bila ada hal-hal yang belum dipahami atau
perlu penjelasan lebih lanjut.
Langkah 3. Penugasan dan praktek kerja lapangan (PKL)
1) Peserta dibagi menjadi empat kelompok untuk penugasan di kelas dan
praktek melakukan survei vektor di lapangan.
2) Topik yang dibahas:
• Penyusunan rencana penyelidikan perilaku dan habitat
perkembangbiakan vektor
• Pengolahan hasil penyelidikan perilaku dan habitat
perkembangbiakan vektor
61. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
46
• Penyusunan proposal dalam rangka melakukan ujicoba alat dan
bahan untuk aplikasi insektisida
• Penyusunan laporan hasil ujicoba bahan dan alat aplikasi insektisida
Langkah 4. Rangkuman dan Kesimpulan
Langkah pembelajaran:
1) Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta
terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
Fasilitator menyampaikan beberapa pertanyaan kepada peserta terutama
yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi serta unsur dan sub
unsur kegiatan dalam jabatan fungsional entomolog kesehatan.
2) Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
3) Fasilitator membuat kesimpulan.
VII. URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1.
PENYUSUNAN RENCANA PENYELIDIKAN HABIT DAN HABITAT
PERKEMBANGBIAKAN VEKTOR DAN SERANGGA PENGGANGGU
Dibawah ini merupakan contoh penyusunan rencana penyelidikan bionomik
dan habitat perkembangbiakan vektor malaria. Dalam pelaksanaan
penyelidikan diperlukan data dan informasi yang berkaitan dengan sasaran
penyelidikan.
Misalnya penyelidikan dalam menentukan daerah potensial KLB yaitu
kegiatan untuk mengetahui potensi kemungkinan terjadi KLB malaria di
suatu lokasi tertentu.
Langkah-langkah kegiatan survei:
1) Persiapan
a) Penentuan daerah lokasi survai diprioritaskan pada daerah endemis
tinggi (prioritas epidemiologi), daerah transmigrasi, dan daerah
pariwisata.
b) Mempersiapkan bahan dan peralatan yang dibutuhkan.
c) Menetapkan jumlah tenaga yang akan melakukan survai.
d) Menghubungi pimpinan wilayah/camat/lurah dan masyarakat yang
rumahnya akan digunakan untuk survai.
2) Pelaksanaan Survai
a) Survai dilakukan dua kali/tahun/lokasi menjelang puncak kepadatan
vektor.
b) Kegiatan Penangkapan Nyamuk Dewasa.
c) Cara Melaksanakan
62. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
47
(1) Penangkapan Nyamuk Anopheles Dewasa
Pada malam hari (sekitar jam 18.00 – 24.00) : Survai pada malam
hari dengan melakukan kegiatan penangkapan :
• Nyamuk dewasa dengan umpan orang di dalam dan di luar
rumah.
• Nyamuk dewasa di dinding dalam rumah.
• Nyamuk dewasa di sekitar kandang.
• Pada pagi hari (dimulai jam 06.00 atau 06.30).
Survai pagi hari dengan melakukan kegiatan penangkapan :
• Nyamuk dewasa di dinding dalam rumah, minimal 20 rumah.
• Nyamuk dewasa di tempat istirahat (resting place) di luar rumah.
(2) Penangkapan Jentik Anopheles:
Selain kegiatan penangkapan nyamuk pada malam dan pagi hari
adalah melakukan penangkapan jentik.
Yang harus dilakukan adalah : Melakukan penangkapan jentik di
sekitar tempat perindukan yang potensial.
• Melakukan pengumpulan informasi tentang iklim dari instansi
terkait.
• Membuat laporan hasil survai.
Pokok Bahasan 2.
PENGOLAHAN HASIL PENYELIDIKAN VEKTOR UNTUK
PENYELIDIKAN HABIT/ HABITAT VEKTOR DAN SERANGGA
PENGGANGGU
Dari kegiatan survei vektor akan disajikan laporan hasil penyelidikan
sebagai berikut:
1) Spesies atau jenis nyamuk Anopheles yang ditemukan
Spesies yang dominan merupakan spesies yang diduga sebagai vektor
malaria di lokasi tersebut.
2) Perilaku vektor
a) Perilaku Mencari Darah
Dikaitkan dengan Waktu
Nyamuk Anopheles pada umumnya aktif mencari darah pada
waktu malam hari. Perilaku ini bila diteliti lebih lanjut ada yang
menggigit mulai senja hingga tengah malam, dan ada pula yang
mulai tengah malam hingga menjelang pagi. Dari data ini dapat
diketahui waktu puncak vektor menggigit.
63. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
48
Dikaitkan dengan Tempat
Kebiasaan menggigit dari nyamuk dewasa yang eksofagik
(mencari mangsa di luar rumah) dan ada pula yang endofagik
(mencari mangsa di dalam rumah).
Dikaitkan dengan Sumber Darah
Kebiasaan menggigit dari nyamuk ada yang sifatnya antropofilik
(mencari darah manusia), dan ada pula yang sifatnya zoofilik
(mencari darah hewan).
Dikaitkan dengan Frekwensi Menggigit
Nyamuk betina biasanya hanya satu kali kawin selama hidupnya.
Untuk mempertahankan dan memperbanyak keturunannya,
nyamuk betina selanjutnya memerlukan darah untuk proses
pertumbuhan telurnya. Frekwensi nyamuk mencari darah
tergantung speciesnya dan dipengaruhi oleh temperatur dan
kelembaban, yang disebut siklus gonotrofik. Untuk iklim tropis
biasanya siklus ini berlangsung sekitar 48 – 96 jam.
Perilaku Istirahat
Nyamuk mempunyai dua cara beristirahat yaitu (1) istirahat yang
sebenarnya, yaitu selama waktu menunggu proses
perkembangan telur, (2) istirahat sementara, yaitu pada waktu
sebelum dan sesudah mencari darah. Umumnya nyamuk
beristirahat pada tempat yang teduh, lembab dan aman. Tetapi
apabila diamati lebih lanjut ternyata nyamuk mempunyai
perilaku istirahat yang berbeda-beda. An. aconitus hanya
beristirahat/hinggap di tempat dekat tanah, sedangkan An.
sundaicus di tempat-tempat yang lebih tinggi. Pada waktu malam
ada nyamuk masuk ke rumah hanya untuk menghisap darah lalu
keluar, ada pula sebelum maupun sesudah menghisap darah
hinggap di dinding untuk beristirahat terlebih dahulu.
3) Kondisi perut (abdomen)
Kondisi abdomen umumnya dicatat dari hari penangkapan nyamuk di
sekitar dinding, kelambu, gantungan baju di dalam rumah dipagi hari.
Perlu diketahui kondisi abdomen ada beberapa tingkat, yaitu :
Kondisi perut kosong (unfed).
Abdomen kempes, pencernaan kosong dan telur terdiri hanya
sepertiga atau kurang dari bagian perut. Biasanya nyamuk betina
yang baru menetas dan nulliparous atau nyamuk betina yang sudah
parous tetapi belum menghisap darah.
64. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
49
Kondisi perut penuh darah (freshly fed/fully fed)
Perut dengan penuh darah, sel telur menempati tidak lebih dari
segmen II – III bagian ventral hingga segmen IV di bagian dorsal.
Kondisi perut setengah bunting (half gravid)
Darah di bagian perut berwarna gelap, sel telur menempati segmen
IV – V bagian ventral segmen VI bagian dorsal.
4) Data vektor dikaitkan dengan kasus dan kejadian malaria
Data vektor (kepadatan MBR/MHD) perlu dikaitkan dengan kata kasus
dan kejadian malaria di suatu wilayah (desa).
Pokok Bahasan 3.
PEMBUATAN PROPOSAL DALAM RANGKA UJI COBA ALAT UNTUK
APLIKASI INSEKTISIDA
Ujicoba alat aplikasi insektisida bertujuan untuk mengetahui daya tahan
mesin dan kualitasnya dalam mengeluarkan insektisida untuk membunuh
seranga uji.
Tujuan pengujian mesin (misalnya mesin fogging) adalah:
• Mengetahui ketahanan mesin, output bahan bakar dan larutan per
jam serta hambatan selama operasional mesin.
• Mengetahui ukuran partikel yang dihasilkan selama uji efikasi
insektida.
• Mengetahui efikasi insektisida tertentu terhadap spesies nyamuk
vektor
Cara melakukan Uji Statis mesin
• Mesin sebanyak 2 unit yang digunakan sebagai sample uji secara
statis terhadap mesin. Jumlah nozzle 3 buah dengan ukuran: 0,8 mm,
1,0 mm dan 1,2 mm.
• Mesin fog standar yang telah digunakan dalam program
pengendalian nyamuk vektor DBD, dengan ukuran nozzle yang
sama.
• Penyiapan mesin untuk uji statis dengan mengisi bahan bakar serta
mengisi solar.
• Mesin dihidupkan (selama 3,5 jam tanpa henti) sambil larutan
disemprokan sampai asap tidak keluar lagi dari mesin.
• Kemudian dihitung jumlah bahan bakar dan larutan yang keluar per
nozzle per jam.
• Selama penyemprotan diperhatikan; keluarnya larutan lancar,
kenyamanan petugas penyemprot serta adanya semburan api.
65. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
50
Uji Efikasi insektisida tertentu dengan pemasangan/penempatan slide
partikel (Teflon) dengan nyamuk uji Ae. aegypti
• Disiapkan kurungan nyamuk yang berisi nyamuk betina Aedes
aegypti kenyang darah hasil biakan (koloni) di insektarium
• Masing-masing kurungan berisi 20-25 ekor.
• Penempatan kurungan nyamuk di tiga bangunan masing-masing 2
kurungan nyamuk di dalam dan di luar bangunan.
• Penempatan slide partikel/Teflon dan kurungan nyamuk
ditempatkan di dalam dan diluar ruangan.
• Demikian juga penempatan slide partikel masing-masing 2 buah,
baik di dalam maupun di luar bangunan.
• Penempatan slide partikel/Teflon berdekatan dengan kurungan
nyamuk uji yang digantung agar partikel yang melayang di udara
dapat menempel pada slide Teflon.
Pelaksanaan Fogging
• Fogging dilakukan terlebih dahulu di bagian dalam bangunan
kemudian bagian luar bangunan/ halaman dengan kecepatan
operasional standard: 0,5–1 m/detik.
• Pintu dan jendela ditutup serta kipas angin dan AC dimatikan
selama kurang lebih 30 menit.
• Kepala regu fogging mencatat out put cairan yang keluar sesuai
dengan ukuran nozle yang dipergunakan.
• Pada waktu dilakukan uji statis mesin keseluruhan komponen di
nilai dan output cairan dan volume sisa larutan diukur.
Pengamatan Nyamuk Uji dan Slide partikel (Teflon)
• Pengamatan dan penghitungan kematian terhadap nyamuk uji
dilakukan setelah 24 jam.
• Slide partikel/Teflon dan kurungan nyamuk diambil 1 jam setelah
aplikasi/fogging, baik di dalam maupun di luar bangunan.
• Slide partikel/taflon ditempatkan pada kantong plastik yang bersih,
diberi label atau ditulis dengan spidol sesuai dengan : lokasi
penempatan slide partikel/taflon di dalam maupun diluar
bangunan, nomor teflon, jenis mesin aplikasi dan ukuran nozzle
yang dipergunakan.
• Setelah slide partikel /Teflon dikumpulkan dan lengkap dengan
identitasnya kemudian dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui
besaran partikel dengan menggunakan mikroskop.
• Pemeriksaan slide partikel diperlukan ketelitian, dengan
menggunakan lapangan pandang untuk mengetahui besaran
partikel yang menempel pada slide partikel/Teflon.
66. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
51
Kriteria Ukuran Partikel
Ukuran partikel optimum untuk membunuh nyamuk dengan space spraying
adalah 10-20 mikron. Bila ukuran partikel kurang dari 10 mikron, maka akan
mudah terbawa angin, sedangkan bila ukuran partikel lebih dari 20 mikron,
maka akan jatuh ke tanah, tidak mengenai nyamuk sasaran (WHO/
CDS/WHOPES/GCDPP/2003).
Kriteria Efikasi
Efikasi insektisida ditentukan berdasarkan persentase kematian nyamuk uji
dalam periode pemeliharaan 24 jam. Kematian nyamuk uji kurang dari 80%
dinyatakan kurang efektif, dan bila kematian nyamuk uji 80-98% adalah
efektif, sedangkan kematian lebih dari 98% adalah lebih efektif.
Koreksi Angka Kematian Nyamuk Uji
Dihitung persentase kematian nyamuk uji dan kontrol pada tiap
pengamatan. Bila persentase kematian nyamuk kontrol setelah
pemeliharaan 24 jam, antara 5 – 20 %, maka persentase kematian nyamuk uji
dikoreksi dengan rumus Abbot:
A I =
A-B
x 100
100-B
A I = % Kematian nyamuk uji setelah dikoreksi
A = % Kematian nyamuk uji
B = % Kematian nyamuk kontrol
Apabila persentase kematian nyamuk kontrol lebih dari 20%, maka
demonstrasi lapangan ini dianggap gagal dan harus diulang lagi.
Pokok Bahasan 4.
PEMBUATAN PROPOSAL DALAM RANGKA UJI COBA BAHAN
UNTUK APLIKASI INSEKTISIDA
Penyusunan proposal ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas suatu jenis
insektisida sebelum digunakan dalam pengendalian vektor. Berikut ini
adalah contoh penyusunan proposal dalam uji efikasi suatu jenis insektisida
terhadap nyamuk Aedes aegypti, vektor penyakit DBD.
Contoh proposal uji efikasi suatu jenis insektisida terhadapn nyamuk Aedes
aegypti, vektor penyakit demam berdarah dengue (DBD).
Pendahuluan
Penggunaan insektisida dalam pengendendalian vektor perlu
diketahui efikasinya terhadap vektor sasaran. Dewasa ini banyak
jenis insektisida yang ditawarkan, namun belum tentu efektif dalam
67. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
52
program pengendalian vektor penyakit termasuk insektisida yang
akan digunakan dalam program pengendalian vektor demam
berdarah dengue (DBD).
Tujuan
Tujuannya adalah untuk mengetahui efikasi insektisida terhadap
nyamuk vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Ae.
aegypti.
Lokasi dan Waktu
Uji ini dilakukan di … pada bulan … tahun 2011
Pelaksana
Dilakukan oleh lembaga penelitian atau perguruan tinggi atau
instansi yang berwenang
Pemohon
Pemohon yang mengajukan pengujian adalah perusahaan yang
menyalurkan dan menjual produk insektisida
Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujia ini adalah: mesin
fogging, sangkar uji nyamuk berukuran diameter 5 cm dan tinggi 12
cm, paper-cup (gelas kertas), kasa penutup, aspirator, thermometer
(max-min), sling hygrometer, masker, gelas ukur 100 cc dan 1000 cc,
jerigen plastik 10 liter dan 20 liter, dan sampel insektisida.
Cara kerja
- Disiapkan nyamuk dalam kurungan yang berisi nyamuk Aedes
aegypti kenyang darah hasil biakan (koloni) di insektarium;
masing-masing kurungan berisi 20-25 ekor.
- Penempatan kurungan nyamuk di tiga bangunan masing-masing
4 kurungan nyamuk di dalam dan di luar bangunan.
- Dilakukan penyemprotan/fogging dengan menggunakan
insektisida tertentu dengan dosis yang dianjurkan
- Fogging dilakukan terlebih dahulu di bagian dalam bangunan
kemudian bagian luar bangunan/ halaman dengan kecepatan
operasional standard: 0,5–1 m/detik.
- Pintu dan jendela ditutup serta kipas angin dan AC dimatikan
selama kurang lebih 30 menit.
- Pengamatan dan penghitungan kematian terhadap nyamuk uji
dilakukan setelah 24 jam.
68. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
53
Kriteria Efikasi
Efikasi insektisida ditentukan berdasarkan persentase kematian nyamuk
uji dalam periode pemeliharaan 24 jam. Kematian nyamuk uji kurang
dari 80% dinyatakan kurang efektif, dan bila kematian nyamuk uji 80-
95% adalah efektif, sedangkan kematian lebih dari 96% adalah lebih
efektif.
Koreksi Angka Kematian Nyamuk Uji
Dihitung persentase kematian nyamuk uji dan kontrol pada tiap
pengamatan. Bila persentase kematian nyamuk kontrol setelah
pemeliharaan 24 jam, antara 5 – 20 %, maka persentase kematian
nyamuk uji dikoreksi dengan rumus Abbot:
A I =
A-B
x 100
100-B
A I = % Kematian nyamuk uji setelah dikoreksi
A = % Kematian nyamuk uji
B = % Kematian nyamuk kontrol
Apabila persentase kematian nyamuk kontrol lebih dari 20%, maka
demonstrasi lapangan ini dianggap gagal dan harus diulang lagi.
Pokok Bahasan 5.
PENYUSUNAN LAPORAN HASIL UJI COBA BAHAN APLIKASI
INSEKTISIDA
Di bawah ini merupakan contoh penyusunan laporan hasil ujicoba bahan
aplikasi insektisida. Penyusunan laporan hasil uji efikasi suatu jenis
insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti, vektor penyakit DBD.
1) Pendahuluan
Penggunaan insektisida dalam pengendendalian vektor perlu
diketahui efikasinya terhadap vektor sasaran. Dewasa ini banyak
jenis insektisida yang ditawarkan, namun belum tentu efektif dalam
program pengendalian vektor penyakit termasuk insektisida yang
akan digunakan dalam program pengendalian vektor demam
berdarah dengue (DBD).
2) Tujuan
Tujuannya adalah untuk mengetahui efikasi insektisida terhadap
nyamuk vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Ae.
aegypti.
69. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
54
3) Lokasi dan Waktu
Uji ini dilakukan di … pada bulan … tahun 2011
4) Pelaksana
Dilakukan oleh lembaga penelitian atau perguruan tinggi atau
instansi yang berwenang
5) Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujia ini adalah: mesin
fogging, sangkar uji nyamuk berukuran diameter 5 cm dan tinggi 12 cm,
paper-cup (gelas kertas), kasa penutup, aspirator, thermometer (max-
min), sling hygrometer, masker, gelas ukur 100 cc dan 1000 cc, jerigen
plastik 10 liter dan 20 liter, dan sampel insektisida.
6) Cara kerja
- Disiapkan nyamuk dalam kurungan yang berisi nyamuk Aedes
aegypti kenyang darah hasil biakan (koloni) di insektarium;
masing-masing kurungan berisi 20-25 ekor.
- Penempatan kurungan nyamuk di tiga bangunan masing-masing 4
kurungan nyamuk di dalam dan di luar bangunan.
- Dilakukan penyemprotan/fogging dengan menggunakan insektisida
tertentu dengan dosis yang dianjurkan
- Fogging dilakukan terlebih dahulu di bagian dalam bangunan
kemudian bagian luar bangunan/ halaman dengan kecepatan
operasional standard: 0,5–1 m/detik.
- Pintu dan jendela ditutup serta kipas angin dan AC dimatikan selama
kurang lebih 30 menit.
7) Kematian Nyamuk Uji
- Pengamatan dan penghitungan kematian terhadap nyamuk uji
dilakukan setelah 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, 1
jam dan 2 jam penyemprotan
- Pengamatan dan penghitungan kematian terhadap nyamuk uji
dilakukan setelah 24 jam
8) Kriteria Efikasi
Efikasi insektisida ditentukan berdasarkan persentase kematian nyamuk
uji dalam periode pemeliharaan 24 jam. Kematian nyamuk uji kurang
dari 80% dinyatakan kurang efektif, dan bila kematian nyamuk uji 80-
95% adalah efektif, sedangkan kematian lebih dari 96% adalah lebih
efektif.
70. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL ENTOMOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
55
Pokok Bahasan 6.
PENYUSUNAN LAPORAN HASIL UJI COBA ALAT APLIKASI
INSEKTISIDA
Contoh laporan hasil ujicoba alat untuk pengendalian vektor DBD (mesin
fogging):
Pendahuluan
Ujicoba alat aplikasi insektisida bertujuan untuk mengetahui daya tahan
mesin dan kualitasnya dalam mengeluarkan insektisida untuk membunuh
seranga uji.
Tujuan
Tujuan pengujian mesin (misalnya mesin fogging) adalah:
- Mengetahui ketahanan mesin, output bahan bakar dan larutan
per jam serta hambatan selama operasional mesin.
- Mengetahui ukuran partikel yang dihasilkan selama uji efikasi
insektida.
- Mengetahui efikasi insektisida tertentu terhadap spesies nyamuk
vektor
Cara melakukan Uji Statis mesin
- Mesin sebanyak 2 unit yang digunakan sebagai sample uji secara
statis terhadap mesin.
- Mesin fog standar yang telah digunakan dalam program
pengendalian nyamuk vektor DBD, dengan ukuran nozzle yang sama.
- Penyiapan mesin untuk uji statis dengan mengisi bahan bakar serta
mengisi solar.
- Mesin dihidupkan (selama 3,5 jam tanpa henti) sambil larutan
disemprokan sampai asap tidak keluar lagi dari mesin.
- Kemudian dihitung jumlah bahan bakar dan larutan yang keluar per
nozzle per jam.
- Selama penyemprotan diperhatikan; keluarnya larutan lancar,
kenyamanan petugas penyemprot serta adanya semburan api.
Uji Efikasi insektisida tertentu dengan pemasangan/penempatan slide
partikel (Teflon) dengan nyamuk uji Ae. aegypti
- Disiapkan kurungan nyamuk yang berisi nyamuk betina Aedes
aegypti kenyang darah hasil biakan (koloni) di insektarium
- Masing-masing kurungan berisi 20-25 ekor.
- Penempatan kurungan nyamuk di tiga bangunan masing-masing 2
kurungan nyamuk di dalam dan di luar bangunan.
- Penempatan slide partikel/Teflon dan kurungan nyamuk
ditempatkan di dalam dan diluar ruangan.