Budaya patriarki, norma gender, dan pembagian peran gender menyebabkan diskriminasi dan ketidaksetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam akses sumber daya kesehatan dan hak atas kesehatan. Hal ini berdampak pada status kesehatan perempuan yang lebih rendah dibanding laki-laki.
2. BUDAYA :
Ideologi
Kepercayaan
BUDAYA PATRIARKI :
Laki-laki powerfull
RELASI GENDER :
1. Norma Gender
2. Peran Gender
PEMBAGIAN KERJAGENDER
Produktif
Reproduktif
Sosial
1. Akses dan Kontrol terhadap
Sumberdaya
2. Hak danTanggung-Jawab
DISKRIMINASIGENDER :
Stereotipi
Subordinasi
Marginalisasi
Double Burden
Kekerasan
KETIDAKSETARAAN DAN
KETIDAKADILANGENDER
BIAS
UPAYA
KESEHATAN
BIAS
PEMBANGUNAN
NON SEKTOR
KESEHATAN
RENDAHNYA STATUS
KESEHATAN PEREMPUAN
3. Perbedaan Konsep Sex dan Gender
Budaya
Budaya Patriarki
Relasi Gender
Diskriminasi Gender
Pembangian Kerja Gender
KetidaksetaraanAkses dan Kontrol thd
Sumberdaya
Ketidaksetaraan Hak danTanggung-jawab
Gender Equity dan Equality
4. Ciptaan Tuhan
Bersifat kodrat / given
Tidak dapat berubah
Tidak dapat ditukar
Berlaku sepanjang
zaman & di mana saja
“Buatan” manusia
Tidak bersifat kodrat
Dapat berubah
Dapat bertukar
Tergantung waktu dan
budaya setempat
(ruang)
SEX
Biologi
GENDER
KonstruksiSosial
5. Patriarchy berasal dari suku kata “pat” yang berarti
bapak atau laki-laki serta “archy” (perintah atau
kepala.
Jadi patriarki berarti aturan oleh bapak atau secara
luas diartikan sebagai pengorganisasian urusan
sosial kemasyarakatan (societal) yang
mengedepankan supremasi laki-laki.
Budaya patriarkhi melegitimasi dominasi laki-laki
atas perempuan pada semua ranah kehidupan
(keluarga, masy, pemerintahan, dan pasar)
6. Patriarki merupakan struktur sosial yang sistematik
yang telah mengintitusionalisasikan kepentingan
secara fisik dan kekuasaan sosial ekonomi laki-laki
atas perempuan.
Konsep patriarki digunakan untuk menggambarkan
subordinasi perempuan secara sistematik, sehingga
menghambat pilihan dan kesempatan hidup
perempuan
7. Dalam budaya masyarakat yang patriarkhi, ideologi
gender menempatkan perempuan dalam posisi
inferior.Tipe budaya ini mendukung dan
melegitimasi posisi kekuasaan laki-laki dalam
bidang sosial, ekonomi, politik, dan bidang
pembangunan lainnya
Atas nama budaya dan tradisi inilah laki-laki
melegalkan perilakunya dan mencegah
perempuan untuk berubah dan merugikan
kepentingan laki-laki
8. Patriarki merujuk kepada histori dari
ketidaksetaraan kekuasaan, sistem dan praktek
budaya yang memberikan laki-laki menjadi lebih
berkuasa karena berbagi kekuasaan diantara
mereka (aggregate power) di dalam masyarakat
sehingga memberikan mereka keuntungan
material seperti pendapatan yang tinggi dan
manfaat informal seperti kesehatan dan pekerjaan
rumah tangga lainnya
9. Konstruksi Sosial
Relasi Gender
Terinstitusionalisasi
• Budaya
• Budaya Patriarki
• Ideologi /kepercayaan,
Norma / standar, Hirarkis,
Diinstritusionalisasi ,
Diskriminatif,
• Sistematis / Blue print,
Terkonstruksi,
Dipelihara, Dijustifikasi,
Diwariskan
10. WHO menggunakanTerminologi Norma dan Peran Gender,
yang menggambarkan bahwa posisi pria dan wanita berbeda
karena perbedaan budaya, ras, dan kelas sosial.
Norma dan peran gender merujuk kepada asumsi sosial dan
kultural yang secara relatif memberi nilai pria dan wanita
secara berbeda, maskulin dan feminisme, tentang peran dan
perilaku perempuan dan laki-laki yang diterima oleh
masyarakat, dan tentang hak-hak dan kekuasaan antara pria
dan wanita.
11. Norma merupakan aturan yan tertulis maupun tidak tertulis,
yang mengatur bagaimana peran gender senantiasa
‘dipatuhi’ oleh anggota masyarakat. Inti dari norma gender
adalah memberikan kekuasaan kepada laki-laki untuk
mengorganisasikan relasi gender diantara anggota
masyarakat sehingga ketidaksetaraan nilai, norma, perilaku
dan tindakan diciptakan dan dipertahankan.
Peran dan relasi gender tidak setara dan terdapat hirarki
Jadi Norma adalah aturan yg normatifnya, sedangkan relasi
gender adalah proses relasional (pola interaksi) perempuan
dan laki-laki dlm menjalankan norma gender.
12. Relasi gender dilaksanakan melalui proses having, being,
knowing and doing yang menyebabkan diferensiasi,
stratifikasi, subordinasi, dan hirarki anggota masyarakat,
yang menyebabkan pembangunan dan segala aspeknya
memarginalkan perempuan dan kelompok tidak beruntung
lainnya (disadvantage groups).
Relasi gender tergantung kepada konteks waktu dan
tempat, dan tatanan sosial budaya, serta strata sosial
masyarakat seperti kelas sosial, etnik, ras, dll
Norma gender dapat diubah dlm waktu yg relatif lebih cepat,
tetapi relasi gender membutuhkan dimensi waktu yang
lama dan dimensi ruang yang luas
13. Konstruksi sosial merujuk kepada konsep bahwa peran
gender dan atributnya disengaja dan ditumbuhsuburkan
melalui interaksi perempuan dan laki-laki dari waktu ke
waktu melalui proses ‘organisasi’ oleh masyarakat itu
sendiri.
Proses konstruksinya berlangsung sepanjang kehidupan
dan dari generasi ke generasi yang dipraktekkan pada
tatanan rumah tangga, kehidupan sosial kemasyarakatan,
pasar, pemerintahan, bahkan hubungan internasional.
14. Institusionalisasi Gender dilakukan dengan :
Sistematis karena dijadikan sebagai pakem dan diikuti
sesuai dengan blueprint ideology yang mengatur apa
yang seharusnya dilakukan perempuan dan laki-laki,
Dikonstruksi karena hal tsb dengan sengaja
dilaksanakan dengan mengkomibinasikannya dengan
berbagai faktor,
Dipelihara dalam pemahaman bahwa ‘struktur’ yang
ada menjamin kesinambungan umur panjangnya,
Diabadikan melalui proses reproduksi dari generasi ke
kegenarasi
15. • Kodrat perempuan melahirkan maka cocok
merawat anak
• Laki-laki maskulin, perempuan feminis
• Laki-laki rasional, matematis (cocok kuliah di
Fak.Teknik), perempuan lembut, emosional-
sensitif, tdk rasional (kuliah di Fak. Sosial)
streotype
• Perempuan : krn peran reproduktifnya maka
bekerja di RT sj (domestic work), tidak rasional dan
cenderung emosional (tidak cocok jadi pemimpin)
• Laki-laki : peran produktif (breadwinner), rasional,
berani, suka tantangan (ideal jd pemimpin)
Subordinasi
(koensuensi
dari
stereotype)
16. • Kodrat perempuan melahirkan maka
cocok merawat anak (peran
reproduktif)
• Meskipun perempuan bekerja (peran
produktif) tetapi tetap mengerjakan
peran reproduktifnya, termasuk peran
sosial kemasyarakatannya
• Meskipun perempuan sedang hamil,
melahirkan dan menyusui, tetap
mengerjakan peran reproduktif
• Konsekuensinya : perempuan lebih
sedikit mempunyai waktu luang/
istirahat , status kesehatan lebih
rendah
Double
Burden
(konsekuensi
dari
Stereotype &
Subordinasi)
17. • Krn tdk cocok jd pemimpin menyebabkan
ketidaksetaraan akses dan kontrol sumberdya
oleh perempuan
• Akibatnya : rendah kedudukannya & rendah yg
multidimensi spt status kes , jabatan karir dan
politik di publik/swasta, status sosial, ekonomi
(miskin, upah rendah, dll
Marginalisasi
(konsekuensi
dari
Stereotype &
Subordinasi)
• Kekerasan fisik : KDRT, pemerkosaan,
traficking, dll
• Kekerasan Non fisik : Pelecehan seksual dan
segala bentuknya, ancaman, paksaan, dll
• Terjadi di RT, tempat kerja, tempat umum, dll
Kekerasan
dan
Pelecehan
Seksual
19. productive work bekerja di luar rumah dan
mendapatkan upah atau imbalan finansial lainnya.
Diperankan oleh laki-laki dgn kewajiban utama sebagai
breadwinner
reproductive/domestic work bekerja dalam rumah
dan tidak mendapatkan upah. Diperankan oleh
perempuan. Cth : merawat anak, merawat anggota
keluarga yang sakit, mencucui, memasak dan tugas
rumah tangga lainnya
community roles kegiatan sosial kemasyarakatan yg
dilakukan oleh perempuan dan laki-laki
20. community roles.Aktivitasnya berupa kegiatan bersama
dalam bentuk perayaan sosial atau pelayanan sosial,
aktivitas untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,
partisipasi dalam kegiatan kelompok atau organisasi,
kegiatan politik, dll
(i) community-managing peran perempuan sebagai tugas
tambahan atas peran reproduktifnya seperti penyediaan air
bersih, perawatan, dan pendidikan. Pekerjaan ini tidak
dibayar
(ii) community politics peran laki-laki yang terlibat dalam
organisasi, partai politik. Pekerjaan ini dibayar dan atau
mendapatkan keuntungan lainnya seperti peningkatan
kekuasaan dan status sosial.
21. Dr dan perawat perspektif
sosioantropologi
Fakta: Jumlah perempuan/laki-laki yg
berprofesi sbg perawat ???
Fakta: Jumlah perempuan/laki-laki yg
berprofesi sbg dokter /dr spesialis ????
Analisis dari perspektif gender atas
fenomena tersebut?
22. Karena stereotipi, subordinasi, marginalisasi,
pembagian kerja gender menyebabkan hak dan
kewajiban perempuan menjadi berbeda
Kewajiban perempuan > laki-laki, tetapi sebaliknya
dalam memenuhi hak-haknya < laki-laki
Perempuan lebih banyak ‘dibatasi’ dibandingkan
laki-laki dlm berbagai dimensi kehidupan
‘Pembatasan’ tsb akibat dari norma gender,
maskulin-feminim, pembagian peran gender
23. BUDAYA :
Ideologi
Kepercayaan
BUDAYA PATRIARKI :
Laki-laki powerfull
RELASI GENDER :
1. Norma Gender
2. Peran Gender
PEMBAGIAN KERJAGENDER
Produktif
Reproduktif
Sosial
1. Akses dan Kontrol terhadap
Sumberdaya
2. Hak danTanggung-Jawab
DISKRIMINASIGENDER :
Stereotipi
Subordinasi
Marginalisasi
Double Burden
Kekerasan
KETIDAKSETARAAN DAN
KETIDAKADILANGENDER
BIAS
UPAYA
KESEHATAN
BIAS
PEMBANGUNAN
NON SEKTOR
KESEHATAN
RENDAHNYA STATUS
KESEHATAN PEREMPUAN
24. Keadilan gender merujuk kepada fairness dan
justice dalam mendistribusikan manfaat dan
tanggung-jawab antara perempuan dan laki-
laki, dan mengakui adanya perbedaan
kebutuhan (needs) dan kekuasaan (WHO)
Menganalisis perbedaan health needs sesuai
dgn permasalahan yang mereka hadapi dan
kemudian memberikan pelayan kesehatan
yang equal diantara berdasarkan health
needs mereka (PAHO,1997).
26. Meningkatnya Capaian Indikator
Kinerja Upaya Kesehatan
E
Q
U
A
L
AKSES
PARTISIPASI
MANFAAT
KONTROL
(Man &Women)
UPAYA KES :
PROMOTIF
PREVENTIF
KURATIF
REHABILITATIF
E
Q
U
A
L
Health Needs
(Man &
Women)
28. BIOLOGICAL DIFFERENCES :
Anatomical/physiological;
Anatomical, Physiological and Genetic
susceptibilities;
Anatomical, Physiological and Genetic
resistances/immunities.
29. SOCIAL DIFFERENCES :
Roles and responsibilities;
Access and control;
cultural influences and expectations;
Subjective identity
30. HEALTH SITUATIONS, CONDITIONS
AND/OR PROBLEMS
Sex Specific;
Higher prevalence in one or other sex;
Different characteristics for men and women;
Generate different response by
individuals/family/institutions
depending on whether the person is male or
female
31. Ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan
terhadap :
Lingkungan fisik
Frekwensi permasalahan kesehatan yang
dihadapi
Persepsi tentang gejala penyakit
Perilaku mencari pengobatan
Kemampuan dan kepatuhanuntuk mengikuti
terapi dan masa perawatan
32. Ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan
terhadap :
Konsekuensi sosial dan kesehatan dalam
periode jangka panjang
Tingkat kerentanaan terhadap penyakit.
Status kesehatan
Akses terhadap upaya kesehatan, meliputi
upaya promosi, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif
33. Ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan
terhadap :
Beban penyakit
Kualitas pelayanan kesehatan yang
diterimanya
Perbedaan Prevalensi danTingkat Keparahan
Penyakit
Faktor Resiko Penyakit
34. Ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan
terhadap :
Persepsi dan Respon terhadap Penyakit
(individu, keluarga, masyarakat, health
provider)
Perilaku Mencari Pengobatan
35. Ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan
terhadap :
Kemampuan dan kepatuhan untuk mengikuti
terapi dan masa perawatan
Konsekuensi sosial dan kesehatan dalam
periode jangka panjang
36. Tingkat kerentanan perempuan > laki-laki
akibat heterosexual relations, krn :
Semen dlm vagina (include semen remains in
the vaginal or rectal tract for a longer period)
Membran mukosa vagina kualitas epitel
vagina lebih rentan dibanding penis
Faktor umur ; < 18 thn dan Usia Menopause
membran mukosa vagina lebih sedikit
sehingga tdk efektif menjadi “barrier”
37. Kasus PMS pada perempuan seringkali
asymptomatic menyulitkan early detection dan
waktu yg lama dalam treatment.
Laki-laki “ need more sexual” bersifat "nature"
selingkuh dianggap biasa dan "forgivable"
Konsep maskulin menyebabkan perempuan dlm
posisi “passivity” soal sexual (dilarang bertanya soal
sexual)
38. PMS kadang asymtomatic, dan sgt rentan
infeksi HIV
PMS yg tidak diobati meningkatkan resiko
infertility
Ketidaktahuan ttg HIV/AIDS karena
kurangnya informasi krn “norms of sexual
behaviour”
Stigma jika berkunjung ke sarkes jika
menderita PMS/HIV/AIDS
39. Ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan
terhadap :
Kemampuan dan kepatuhan untuk mengikuti
terapi dan masa perawatan
Konsekuensi sosial dan kesehatan dalam
periode jangka panjang
40.
41. Anggaran Responsif Gender (ARG) merupakan
sistem penganggaran yang
mengakomodasikan keadilan bagi
perempuan dan laki-laki dalam memperoleh
akses, manfaat, berpartisipasi dalam
mengambil keputusan dan mengontrol
terhadap sumber-sumber daya serta
kesetaraan terhadap kesempatan dan
peluang dalam memilih dan menikmati hasil
pembangunan bidang kesehatan.
42. Inpres No. 9/2000, PUG pada perencanaan
dan penganggaran K/L
Permenkeu 104/2010 tentang Petunjuk
Penyusunan dan Penelaahan RKA KL 2011
telah mengamanatkan penyusunan ARG.
Dokumen RPJP, RPJP Kesehatan, RPJMN
2010-2014, Renstra Kemenkes 2010-2014,
SKN
43. Melakukan análisis gender
Melakukan perencanaan kebijakan, program
dan kegiatan bidang kesehatan yang
menciptakan akses, partisipasi, manfaat, dan
kontrol terhadap upaya kesehatan (promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif) yang
setara antara perempuan dan laki-laki
sehingga perempuan dan laki-laki sesuai
dengan status dan kebutuhan kesehatan
mereka.
44. Menyusun anggaran (RKA-KL) berdasarkan
hasil análisis gender untuk mencapai target
indikator kinerja program dan kegiatan yang
adil terhadap perempuan dan laki-laki.
Menjadi alat monev untuk mengetahui
keberhasilan pelaksanaan program dan
kegiatan kesehatan, khususnya dalam
menurunkan kesenjangan status
46. Anggaran khusus target gender,
Cth : Program Making Pregnancy Safer (MPS),
pengadaan kondom gratis bagi laki-laki.
Anggaran kesetaraan gender
Cth : Desa siaga, suami siaga, KMS bayi lk
dan perempuan
Anggaran pelembagaan kesetaraan gender
(capacity building) . Cth : Diklat PUG-BK,
profil kesehatan dengan data pilah
47. UU 17/2003 tentang Keuangan Negara :
(i) Pendekatan PenganggaranTerpadu (Unifed
Budget),
(ii) Pendekatan Penganggaran Berbasis
Kinerja/PBK (Performance Based Budgeting),
dan
(iii) Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah/KPJM (MediumTerm Expenditure
Framework)
48. PMK ttg Penelaahan RKAKL :
ARG bukanlah anggaran yang terpisah untuk
laki-laki dan perempuan;
ARG sebagai pola anggaran yang akan
menjembatani kesenjangan status, peran dan
tanggungjawab antara laki-laki dan
perempuan;
ARG bukanlah dasar yang “valid” untuk
meminta tambahan alokasi anggaran;
49. PMK ttg Penelaahan RKAKL :
Adanya ARG tidak berarti adanya penambahan dana yang
dikhususkan untuk program perempuan;
Bukan berarti bahwa alokasi ARG hanya berada dalam
program khusus pemberdayaan perempuan;
ARG bukan berarti ada alokasi dana 50% laki-laki – 50%
perempuan untuk setiap kegiatan;
Tidak harus semua program dan kegiatan mendapat koreksi
agar menjadi responsif gender, namun ada juga kegiatan
yang netral gender.
50. Kemauan politik yang tertera dalam
dokumen Renstra K/L
Ketersediaan data yang terpilah menurut
jenis kelamin;
SDM yg mampu melakukan analisis gender
Kemampuan untuk mengembangkan dan
melakukan pemantauan dan evaluasi
kebijakan, program dan kegiatan yang
responsif gender.
51. pernyataan bahwa anggaran yang disusun telah responsive
gender. Dokumen GBS merupakan salah satu dokumen
pendukung dalam penelaahan RKA-KL di DJA
GBS disusun berdasarkan analisis gender/ GAP
Penyusunan GBS mengikuti format sesuai dengan
Permenkeu tentang penelaahan RKA-KL yang ditetapkan
setiap tahunnya oleh Kemenkeu.
Dengan demikian GBS dapat diartikan sebagai integrasi GAP
dalam bahasa anggaran. Antara 9 langkah GAP dan GBS
saling terkait satu sama lainnya. Sehingga GBS hanya dapat
dilakukan manakal telah melakukan analisis GAP.
52. GAP (Kolom) GBS
1
Data umum (Program, Kegiatan, Indikator Kinerja
Kegaiatan)
2,3,4,5 Analisa situasi
6 Dapat saja, tujuan dari output/sub output
7 Rencana Aksi, sub-output, dan Komponen Input
8,9 Dampak atau hasil output kegiatan
53. merupakan salah satu analisis gender yang perlu dilakukan
pada tahapan awal proses Perencanaan
Analisis Gender bidang kesehatan menekankan pentingnya
ketidaksetaraan gender terhadap rendahnya status
kesehatan perempuan, hambatan yang dihadapi perempuan
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan bagaimana
caranya mengatasi permasalahan tersebut. Analisis gender
juga berupaya mengungkapkan faktor resiko kesehatan dan
permasalahannya yang dihadapi oleh laki-laki sehubungan
dengan peran gender mereka (WHO, 1999)
Ada berbagai macam instrument analisis gender, antara lain
Gender analysis Pathway (GAP),
54. GAP merupakan salah satu alat analisis gender yang dapat
digunakan untuk mereview kebijakan, dan atau program dan
kegiatan bidang kesehatan.
GAP merupakan analisis gender dilakukan secara
sekuensial mulai dari tahap identifikasi tujuan, analisis
situasi, penentuan rencana aksi, sampai monitoring dan
evaluasi.
Keunggulan lainnya a mempunyai fleksibilitas yang tinggi
dalam penggunaannya. Analisis ini dapat digunakan pada
level kebijakan, baik kebijakan strategis, kebijakan
manajerial, maupun kebijakan operasional. Alat analisis ini
dapat juga digunakan pada level program dan atau kegiatan,
bahkan sampai pada level output dan sub output.
55. Mempunyai 9 langkah
Gabungan antara analisis gender dan siklus
perencanaan/manajemen
Yang murni analisis gender adalah langkah 2
sd 5
Sedangkan langkah 1, 6 sd 9 merupakan alat
manajemen umum
56. Mengetahui konsep umum tentang
gender dan konsep gender bidang
kesehatan
Mempunyai data pilah laki-laki dan
perempuan (rutin vs survei)
Mengetahui alat analisis gender
57. Akses berarti sumberdaya berada ditangan.
Kontrol berarti kemampuan untuk menentukan dan
mengidentfikasi sejumlah alternative keputusan untuk
menggunakan sumberdaya.
Sumberdaya mesti diartikan secara luas termasuk
informasi, pengambilan keputusan, kekuasaan, politik,
peluang sekolah, waktu, pendapatan dan semua
sumberdaya ekonomi (seperti tanah, kredit, dan lain-lain)
serta sumberdaya internal (kepercayaan diri dan
penghargaan).
Akses dan kontrol bervariasi menurut budaya, kelas sosial,
umur, suku, dan lain-lain
58. Akses 1 : ketersedian upaya kes (promosi,
preventif, kuratif, rehabilitatif)
Akses 2 : finansial
Akses 3 : geografis (jarak tempuh, waktu tempuh)
Akses 4 : budaya/psikologis bervariasi menurut
budaya, kelas sosial, umur, suku, dan lain-lain
59. Pada langkah ini tujuan pada langkah satu direview kembali dengan
melakukan analisis pada langkah 2-5.
Tujuan yg baru selain mencapai tujuan pd langkah 1, juga menuju
kpd pengurangan ketidakadilan gender
Tetap mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya yang ada
seperti ketersediaan anggaran, SDM, sarana dan prasarana
pendukung, dukungan kebijakan dan waktu yang tersedia
Contoh : Persentase bayi usia 0-11bulan yangmendapat
imunisasidasar lengkap pada perempuan dan laki-laki
Jumlah Pokmair (Jumlah Pomair dengan Ketua Perempuan)