SlideShare a Scribd company logo
1 of 25
Download to read offline
DINAMIKA TAFSIR AL-QUR’AN
PERIODE ULAMA’ MUTAQADDIMIN
(REVISI)
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Perkembangan Tafsir
Oleh:
Muhammad Maghfur Amin
NIM. F12518226
Dosen Pengampu:
Dr. H. Khotib, M.Ag
ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2018
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tafsir sebagai perangkat penting dalam khazanah keilmuan Islam memiliki
perjalanan sejarah yang panjang. Sebagaimana perkembangan peradaban yang
berkelindan di masyarakat Islam, realitas keagamaan pun tidak dapat terlepas dari
peran kekuasaan. Pembahasan kondisi yang melingkupi segenap tradisi dan upaya
para ulama dalam memberikan sumbangsih bagi keilmuan Islam pada akhirnya
menjadi kajian yang tidak terpisahkan.
Pada masa klasik sejak Rasulullah hingga akhir masa tabi’in, kaum
intelektual telah memberikan peninggalan penting sebagai embrio semangat
keilmuan. Tradisi dan rasa cinta akan ilmu telah membentuk pemandangan
masyarakat Islam yang berani manatap masa depan.
Namun pergolakan yang muncul akibat ketidakpuasan kepemimpinan pada
masa khulafa’ ar-rasyidun manjadi luka yang berkelanjutan. Puncaknya pada masa
Ali bin Abi Thalib. Arbitrase yang terjadi antara Ali dan Mu’awiyah telah terjadi,
akan tetapi menimbulkan kesepakatan yang timpang. Melalui peristiwa itu, suara
umat pun tepecah kedalam golongan-golongan. Lahirlah Syi’ah yang fanatik
terhadap Ali. Terdapat pula kelompok lain sebagai sebagai oposisi, yang tidak puas
dengan perundingan tersebut, yang disebut dengan Khawarij. Kelompok Khawarij ini
pun menjadi kelompok oposan abadi bagi pemerintah.
Konsentrasi intelektual Islam pun terpecah. Berbagai sudut digunakan oleh
masing-masing kalangan dan syarat akan kepentingan politik identitas dalam
pengembangan keilmuan. Hal ini tidak terkecuali dalam perkembangan tafsir Al-
Qur’an.
Lahirnya masa dinasti dalam khilafah Islam serta-merta merubah arah
peradaban Islam. Kepemimpinan yang demokratis telah hilang. Perlawanan-
perlawanan terhadap khalifah pun terjadi ketika kebijakan semena-mena ditetapkan.
Seperti pergolakan politik-keagamaan pada masa khalifah Al-Ma’mun yang
mengakibatkan Imam Ahmad bin Hanbal ditangkap karena tidak mengakui ke-
makhluq-an Al-Qur’an.
3
Namun tidak seluruh masa dinasti merupakan sesuatu yang buruk. Setelah
Dinasti Umayah berakhir, dengan takluknya khalifah Al-Watsiq, kepemimpinan
berpindah ke Dinasti Abbasiyah. Pada masa inilah perkembangan keilmuan Islam
mengalami masa keemasan.
Dengan melihat latar belakang diatas, dalam makalah ini akan dibahas
mengenai dinamika tafsir pada periode ulama’ mutaqaddimin dengan berbagai
kondisi sosial politik yang melingkupinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kondisi Sosial-Politik pada Periode Ulama Mutaqaddimin?
2. Bagaimana Karakteristik Tafsir Periode Ulama Mutaqaddimin ?
3. Bagaimana Corak dan Kecenderungan Tafsir Periode Ulama Mutaqaddimin?
4. Siapa saja Mufassir yang Terkenal pada Periode Ulama Mutaqaddimin?
5. Bagaimana Contoh Penafsiran Periode Ulama Mutaqaddimin?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk Mengetahui Kondisi Sosial-Politik pada Periode Ulama Mutaqaddimin
2. Untuk Mengetahui Karakteristik Tafsir Periode Ulama Mutaqaddimin
3. Untuk Mengetahui Corak dan Kecenderungan Tafsir Periode Ulama
Mutaqaddimin
4. Untuk Mengetahui Mufassir yang Terkenal pada Periode Ulama Mutaqaddimin
5. Untuk Mengetahui Contoh Penafsiran Periode Ulama Mutaqaddimin
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Sosial-Politik Periode Ulama’ Mutaqaddimin
Periode ulama’ mutaqaddimin berlangsung pada masa akhir Dinasti Umayyah
hingga masa awal Dinasti Abbasiyah. Periode ini merupakan masa pembukuan
(tadwin) dalam berbagai ilmu, termasuk tafsir. Terlebih lagi pada masa Dinasti
Abbasiyah saat pemerintahan dipegang oleh Harun ar-Rasyid, sebagai khalifah
kelima.
Pada masa setelah Ali ibn Abi Thalib, Islam mengalami perubahan
pemerintahan. Kedudukan Ali sebagai khalifah berakhir pada konflik dengan
Mu’awiyah. Perjanjian penyatuan umat Islam dalam kepemimpinan politik Umayyah
pun disepakati oleh Hasan, putra Ali. Maka tahun 661 M. ditandai sebagai ‚tahun
persatuan‛ (‘am al-jama’ah). Pemerintahan khilafah yang demokratis berubah ke
bentuk daulah hingga masa kerajaan yang bersistem dinasti atau monarchihiredetas
(kerajaan turun temurun).
1. Daulah Umayyah
Khalifah pertama Dinasti Umayyah dikukuhkan bagi Mu’awiyah pada
tahun 41 H. Kemudian digantikan oleh anaknya, Yazid, pada tahun 60 H. Masa
Yazid berkuasa hanya berlangsung empat tahun. Setelah itu digantikan oleh
Abdullah bin Zubair hingga tahun 73 H. pergantian kekuasan seperti ini terus
berlangsung hingga terhitung ada sebelas kali pergantian kekuasaan. Sebagai
penguasa terakhir Dinasti Umayyah adalah Marwan bin Muhammad. Masa
pemerintahannya berakhir pada tahun 132 H.1
Pada masa Dinasti Umayyah, yang berpusat di Damaskus, orientasi
politik Islam belum kuat di kalangan intelektual. Hal ini dilatarbelakangi Dinasti
Umayyah lebih berkonsentrasi dalam hal perluasan wilayah kekuasaan.
Keberhasilan ekspansinya –– di Barat dan Timur— meliputi wilayah yang luas;
Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Iraq, sebagian Asia
1
Sami Ibn Abdillah Ibn Ahmad al-Maghluts, Atlas Tarikh Daulah Abbasiyah, (Riyadh: Maktabah al-
Ubaikan, 2012), 33.
5
Kecil, Persia, Afghanistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkemia,
Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.2
Dalam pemerintahan Umayyah ada beberapa hal yang dapat disimpulkan
dalam kondisi sosial politiknya.3
Pertama, kekuasaan lahir bukan melalui cara
yang demokratis, karena menggunakan perlawanan kekuasaan sebelumnya. Dari
segi politik keummatan tidak tercemin dalam Dinasti Umayyah karena
mamangkas keinginan rakyat. Sehingga terdapat kemunginan tingkat partisipasi
masyarakat kurang aktif dalam mendukung pemerintahan.
Kedua, Dinasti Umayyah lebih mengutamakan kekuatan militer sebagai
untuk ekspansi kekuasaan. Untuk pemerintahan diperlengkapi juga dengan
Angkatan Laut dan teknologi kemiliteran seperti senjata peledak.
Ketiga, pemerintah mengarahkan kebudayaan pada program ‚Arabisasi‛
daerah-daerah yang dikuasainya. Orientasi budaya tersebut dilakukan dengan
program antara lain: (1) Penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa administrasi
untuk mengganti bahasa Yunani, yang didukung dengan sosialisasi dan edukasi;
(2) Aktualisasi sastra Arab, hingga melahirkan penyair-penyair baru; (3)
Perhatian terhadap ilmu-ilmu keislaman dalam standar bahasa Arab; seperti
tafsir, hadis, fikih, dan teologi, meskipun baru tahap awal, (4) mengganti mata
uang Bizantium/ Yunani (Drachme) dan Persia (Dirhan), dengan mata uang
bertuliskan Arab, seperti Dinar (terbuat dari emas) dan Dirham (terbuat dari
perak). Program tersebut bahkan melebar pada aspek arsitektur pada bangunan
masjid-masjid dan istana-istana.
Keempat, efek progarm ‚arabisasi‛ tersebut adalah tampaknya format
politik yang eksklusif. Dengan itu Dinasti Umayyah menjadikan etnis non-Arab
sebagai inferior. Kecuali pada masa Khalifah Umar bin ‘Abd al-‘Aziz (717-720),
hubungan baik pemerintah dengan pihak oposisi terjalin. Sikap moderat dan
toleran, serta wawasan konstruktif sang Khalifah menjadi peran penting. Ketika
dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan
meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1996), 42.
3
Sidi Gazalba, Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi dan Sosiografi (Jakarta: Bulan Bintang, 1976),
280. Lihat juga: Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Bagian I (Jakarta:Universitas
Indonesia Press, 1985), 61-62.
6
menambah perluasan wilayah kekuasaan.4
Kedudukan Mawali (non-Arab)
disejajarkan dengan muslim Arab. Maka jadilah masa kepemimpinannya benar-
benar produktif. Namun para khalifah masa sesudahnya, terperdaya oleh
kemewahan.
Kelima, arah politik lebih kepada pemuasan hasrat kemewahan elit
birokrat dan mengesampingkan kepentingan masyarakat. Meskipun memang ada
perhatian terhadap pemberdayaan intelektual, namun porsinya tidak seberapa
kuat.
2. Daulah Abbasiyah
Dinasti Umayyah berakhir dengan kekalahan tentara Umayyah di Kufah
oleh tentara Abbasiyah. Fase imperium ini pun dimanfaatkan dengan berdirinya
Dinasti Abbasiyah. Damaskus direbut oleh tentara Abbasiyah sehingga jatuhlah
kekuasaan Umayyah pada tahun 750 M.5
Abbasiyah sendiri diambil dari nama Abbas ibn Abdul Muthalib yaitu
salah satu paman Nabi Muhammad saw. Pada awal Dinasti Abbasiyah I, sebagai
khalifah pertama adalah Abdullah ibn Muhammad bin Ali Al-Abbasiy yang
terkenal dengan Abul Abbas as-Saffah. Dia adalah keturunan keempat dari anak
cucu Abbas bin Abdul Mutahlib.6
Sebagaimana dalam Atlas Tarikh Daulah Abbasiyah, Dinasti Abbasiyah
terbagi menjadi dua periode; Abbasiyah I dengan rentang 132-232 H dan
Abbasiyah II dengan rentang 232-656 H.7
Dinasti Abbasiyah I mengalami delapan kali pergantian kekuasaan.
Sebagai khalifah terakhir adalah Abu Ja’far Harun Al-Watsiq yang menggantikan
ayahnya, yakni Al-Mu’tashim. Kekuasaan khalifah kesembilan ini berakhir
setelah ia meninggal pada tahun 232 H /847 M.
Generasi berikutnya dilanjutkan dengan periode Dinasti Abbasiyah II.
Dinasti ini mengalami 27 kali pergantian khalifah. Berakhirnya dinasti ini karena
serangan Hulagu Khan pada masa khalifah terakhirnya, tahun 656 H.
4
Ahmad Amin, Islam dari Masa ke Masa (Bandung: CV Rusyda, 1987), 104.
5
Al-Maghluts, Atlas Tarikh…, 34.
6
Yatim, Sejarah Peradaban…, 52.
7
Al-Maghluts, Atlas Tarikh…, 34.
7
Pada masa Dinasti Abbasiyyah yang mengantarkan pada kemajuan
peradabannya adalah dua hal, yakni pertama, terjadinya asimilasi dengan bangsa-
bangsa yang lebih dulu mengalami perkembangan kebudayaan. Bangsa Persia
banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra.8
Selain itu
pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, matematika dan astronomi.
Sedangkan Yunani memberikan pengaruh melalui terjemahan dalam banyak
bidang ilmu, terutama filsafat. Maka peradaban Islam merupakan hasil akulturasi
dari prinsip-prinsip kebudayaan Islam (yang telah berasimilasi dengan
kebudayaan Arab) dengan kebudayaan-kebudayaan lain tersebut.
Kedua, banyak aktifitas terjemahan di kalangan intelektual. Gerakan ini
memberi kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan. Dalam ilmu-ilmu keislaman, pengaruhnya terbaca dalam bidang
tafsir, fikih, dan teologi. Munculnya tafsir bi al-ra’y (tafsir), rasionalisme Imam
Ahmad bin Hanbal (fikih) dan kaum Mu’tazilah (teologi)9
, logika Yunani karya
teologi Abu al-Hasan al-Ash’ari, merupakan sebagian indikasinya.
Ada beberapa hal yang dapat dilihat sebagai realitas politik pada masa
Daulah Abbasiyah, antara lain10
:
a. Kekuasaannya merupakan hasil dari perebutan dengan Dinasti Umayyah.
Sistem kepemimpinan pun dinasti, kekuasaan turun temurun sebagai mana
Dinasti Umayyah.
b. Jika pada masa Dinasti Umayyah lebih terfokus pada perluasan wilayah
kekuasaan, maka pada Dinasti Abbasiyah lebih berorientasi pada
pengembangan keilmuan. Orientasi politik tidak diarahkan untuk ekspansi
kekuasaan, maka kekuatan militer diperkuat sebagai instrumen pertahanan
dan keamanan.
c. Pemerintah bertindak tegas terhadap gerakan idielogis yang negatif. Adanya
khalifah yang berani mengambil kebijakan membebaskan khilafah dari
pengaruh Khawarij, yang masih kental pada masa awal dinasti yakni pada
masa Al-Mutawakkil.
d. Berdirinya dinasti lain di berbagai wilayah memberikan warna politik yang
baru. Khilafah Abbasiyah memberi ruang terjadinya asimilasi pengaruh luar
8
Ahmad Amin, Duha al-Islam, Jilid 1 (Kairo: Lajnah al-Ta'lif wa al-Nashr, t.t.), 207.
9
Montgomery Watt, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam (Jakarta: P3M, 1987), 54-113.
10
Al-Maghluts, Atlas Tarikh…, 34. ; Nasution, Islam Ditinjau..., 67-75.
8
dalam wilayah kekuasaannya. Hubungan internasional yang dibangun
menjadikan jaringan hubungan yang global. Hal itu dilakukan alam rangka
mengembangkan transfer informasi yang baik sebagai instrumen
pengembangan bangsa.
e. Berdasarkan hegemoni pengaruh kelompok-kelompok tertentu, pemerintahan
Bani Abbasiyah terklasifikasi menjadi lima periode; (1) pengaruh Persia
pertama (750-847 M.), (2) pengaruh Turki pertama, (3) pengaruh Persia
kedua –kekuasaan Dinasti Buwaih, (4) pengaruh Turki kedua –kekuasaan
Dinasti Bani Seljuk, dan (5) bebas dari pengaruh dinasti lain –efektif di
sekitar kota Baghdad.
f. Program transfer informasi antar bangsa tersebut berakibat pada format
politik yang inklusif. Dengan asas toleransi yang mendukung semangat
kecintaan ilmu pengetahuan, tidak membatasi hubungan global dengan
budaya dan lain. Pengaruh asimilasi ini mempengaruhi perkembangan corak
tafsir pada masa itu.
g. Dalam rentang kekuasaan kurang lebih empat abad, gerakan politik banyak
bersinggungan dengan hal keagaaman. Orientasi politik lebih terkonsentrasi
pada kesejahteraan masyarakat,baik dalam bentuk penyediaan fasilitas umum
atau jasa maupun pemberdayaan intelektual-spiritual. Sinergi Agama dan
Negara, pembangunan fisik dan non-fisik pada masa itu hingga digambarkan
dalam sebuah karya sastra yang monumental dari Al-Jashiri, ‚seribu satu
malam‛.
h. Keterjaminan stabilitas keamanan atau ekuilibrium sosial dalam negeri.
Meskipun tidak terlepas dari adanya kelompok opsisi yang memberikan
pengaruh (hegemoni). Terbukti kekuasaan pemerintah bertahan lama hingga
mencapai lebih dari lima abad (750-1258).
i. Runtuhnya Dinasti Abbasiyyah bukan karena kudeta kelompok penentang
dalam negeri, akan tetapi karena takluk oleh kekuatan luar negeri, yaitu
serangan pasukan Hulaghu Khan pada tahun 1258 M.
B. Karakteristik Tafsir Periode Ulama’ Mutaqaddimin
Beberapa ulama’ dan sarjana telah memamparkan hasil penelitian tentang
periodesasi perkembangan tafsir, termasuk karakteristik tafsirnya. Diantara sarjana
9
yang memberikan komentar tersebut adalah yang mengkategorikan madzhab tafsir
berdasarkan tingkatan masa.
Seperti Muhammad Husein Adz-Dzahabi dalam kitab at-Tafsir wa al-
Mufassirun. Menurut Adz-Dzahabi, tafsir pada masa kodifikasi (ulama’
mutaqaddimin) diperkirakan muncul pada masa pemerintahan Umayyah hingga masa
Bani Abbasiyah. Pada masa itu tafsir muali dibukukan. Tafsir yang berbau
kemadzhaban, seperti Mu’tazilah, Syi’ah dan Khawarij, telah berkembang. Dan
beragam corak tafsir bermunculan seperti sufistik, linguistik, fiqhi, filosofis, adabi-
ijtima’I dan lain-lain.11
Sedangkan Abdul Mustaqim mengkategorikan tafsir pada masa abad III
dalam periode Pertengahan. Produk tafsir yang sistematis telah sampai ke tangan
generasi saat ini. Hal itu merupakan bukti bahwa proses kodifikasi tafsir pada saat
itu sangat baik. Menurutnya tafsir era pertengahan memiliki karakter at-tikrar
(pengulangan), at tahwil (bertele-tele) dan atomistik (parsial). Coraknya cenderung
kepada fiqhi, teologis, ilmi dan falsafi.12
C. Corak dan Kecenderungan Tafsir Periode Ulama’ Mutaqaddimin
Berbagai ragam corak penafsiran muncul terutama ketika pada masa khalifah
kelima Dinasti Abasiyyah yakni Khalifah Harun al Rasyid memberikan perhatian
khusus terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Begitu juga pada masa setelahnya
ketika dipimpin oleh khalifah al Makmun. Kitab-kitab tafsir diera keemasan islam
inipun banyak bermunculan ; tafsir jami’ al Bayan an Ta’wil Ay al Qur’an karya Ibn
Jarir ath Thabari (w. 923 M).13
Pada periode ketiga dari perkembangan tafsir adalah periode pembukuan yang
dimulai pada akhir kekhalifahan bani umayyah dan pada awal kekhalifahan bani
abbasyiyah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Muhammad Husein Adz-
11
Muhammad Husein Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kuwait: Dar an-Nawadir, 2010),
143. diunduh dari al-Maktabah al-Waqfiyah www.waqfeya.com diakses 15 Oktober 2018
12
Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafisir, (Yogyakarta: Nun Pustaka Yogyakarta, 2003), 67
13
Abdul Mustaqim, Epistemologi tafsir Kontemporer, ( Yogyakarta: Lkis Printing Cemerlang, 2012),
46.
10
Dzahabi14
, pada periode ini tafsir memasuki beberapa tahap, masing-masing
mempunyai metode dan ciri-ciri yang berbeda-beda.
Tahap pertama, tafsir masih belum dibukukan secara sistematis , yaitu
disusun secara berurutan ayat demi ayat, surat demi surat dari awal sampai akhir al
Qur’an , tetapi itu hanyalah usaha sampingan dari para ulama dalam rangka
mengumpulkan hadis-hadis yang tersebar diberbagai daerah. Karena pada waktu itu
para ulama lebih memprioritaskan terhadap hadis, sehingga tafsir hanya merupakan
salah satu bab yang dicakupnya, dan tafsir itu dibukukan dalam bentuk bagian dari
pembukuan hadis.15
Tokoh-tokoh yang terkenal dan mempunyai perhatian penuh terhadap
periwayatan tafsir yang dinisbatkan kepada nabi, sahabat, dan tabi’in dan juga
perhatian terhadap pengumpulan hadis nabi adalah: Yazid ibn Harun As-Sulami (w.
117 H), Syu’bah ibn al Hajjaj ( w. 160 H), Waki’ ibn Jarrah( w. 197 H), Sufyan ibn
‘Uyainah(w.198H), Rauh bin ‘Ubadah al Bisri(w. 205H), Abdu Ar-Razaq bin
Hamam(w.211 H), Adam bin Abu Iyas(w. 220H), dan ‘Abd ibn Humaid(w. 249 H).
Tahap kedua, muncul beberapa ulama yang menulis tafsir secara khusus dan
berusaha memisahkan antara penafsiran al Qur’an dari usaha pengumpulan dan
pembukuan hadis serta menjadikannya sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri. Al
Qur’an ditafsirkan secara sistematis , sesuai dengan urutan mushaf. Usaha ini
dilakukan pada abad ke III Hijriyah, dan berakhir pada abad awal ke V Hijriyah. Para
ulama ; Ibnu Majah(w. 273 H), Ibnu Jarir at Thabaari (w. 310 H), Abu Bakar bin
Munzir an Naisaburi (w. 318 H), Ibnu Abi Hakim (w. 327 H), Abusy- Syaikh bin
Hibban (w. 369 H), al Hakim (w. 405 H), dan Abu Bakar bin Murdawaih(w. 410 H)
dan lain-lain.
Tafsir generasi ini memuat riwayat-riwayat yang disandarkan kepada
rasulullah, sahabat, tabi’ tabi’in, dan terkadang disertai pentarjihan terhadap
pendapat-pendapat yang diriwayatkan, dan penyimpulan sejumlah hukum serta
penjelasan kedudukan kata jika diperlukan.
14
Adz-Dzahabi, At-Tafsir wal …, 140
15
Imam Musbikin, Mutiara Al Qur’an, ( Madiun: Jaya Star Nine, 2014), 12
11
Tahap ketiga, perkembangan tafsir tidak berhenti pada corak tafsir bi al
ma’tsur saja , tetapi berlanjut pada perkembangan berikutnya, dimana muncul
sejumlah mufasir yang dalam aktifitasnya mulai meringkas sanad-sanad dan
menghimpun berbagai pendapat tanpa menyebutkan pemiliknya. Oleh karena itu
banyak terjadi pemalsuan dalam bidang tafsir yang mengakibatkan tercampurnya
antara riwayat yang shahih dan yang tidak shahih. Sehingga para peneliti dan
pengkaji kitab-kitab tersebut beranggapan bahwa semua riwayat yang terdapat
didalaamnya adalah shahih dan menjadikannya sebagai dumber penafsiran. Disisi
lain mereka juga mulai menggunakan cerita-cerita Israiliyat sebagai dasar penafsiran
tanpa diseleksi terlebih dahulu.
Tahap keempat, pada tahap ini ilmu pengetahuan telah berkembang dengan
pesat , pembukuan tafsir telah mencapai kesempurnaan, cabang-cabangnya mulai
bermunculan, perbedaan pendapat terus meningkat, masalah-masalah kalam semakin
berkobar, fanatisme mazhab semakin serius, dan ilmu-ilmu filsafat bercorak rasional
bercampur baur dengan ilmu-ilmu naqli serta setiap golongan berupaya mendukung
mazhab masing-masing. Ini semua menyebkan tafsir ternoda , sehingga para mufasir
dalam menafsirkan al Qur’an berpegang pada pemahaman pribadi dan mengarah
kepada berbagai kecenderungan.16
Ahli ilmu rasional hanya memperhatikan dalam tafsir kata-kata pujangga dan
fisof, seperti ; Fakhruddin Ar Razi (w. 606 H). Ahli-ahli fikih hanya membahas soal-
soal fiqih , seperti al Jashash dan al Qurtubi, dan golongan tasawuf hanya
mengemukakan makna-makna isyari, seperti Ibnu ‘Arabi.17
D. Mufassir dan Karya Tafsir Periode Ulama’ Mutaqaddimin
Sebagaimana disebutkan oleh Adz-Dzahabi bahwa usaha kodifikasi tafsir
berkembang pesat sejak abad III. Berikut nama-nama mufassir yang telibat dalam
pembukuan tafsir dari masa ke masa:
16
Lihat juga: Musbikin, Mutiara Al Qur’an, 12
17
Adz-Dzahabi, At-Tafsir …, 142
12
1. Abad III Hijriyah
a. Ulama-ulama tafsir riwayat : Al-Waqidy, Abdur Razaq bin Hamman, Abdun
Ibnu Humaid, Ibnu Jarir At-Thabary, Iishaq ibn Rohawaih, Rauh bin Ubadah,
Sa’id bin Manshur, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Baqy ibn Mikhlad, dam bin
Abi Iyas, dan saeabagainya.
b. Ulama-ulama tafsir dirayat : Al-Allaf (226 H), Al-Jahidl (225 H), An-Nadham
(231 H).
Tafsir Jami’ul Bayan adalah tafsir yang paling terkenal pada abad ke-3
Hijriyah. Tafsir ini disusun oleh Ibnu Jarir At-Thabary, dan tafsir Baqy bin
Mikhlad. Tetapi tafsir yang berkembang luas dalam masyarakat adalah tafsir
Ibnu Jarir At-Thabary.
2. Abad IV Hijriyah
Tafsir abad ke-4 H banyak menggunakan ra’yu (tafsir bi ar-ra’yi) dengan
mengosongkan cerita-cerita israiliyat. Adapun riwayat-riwayat yang shahih dapat
diterima. Tafsir ini dikembangkan oleh golongan Mu’tazilah. Maka lahirlah
Tafsir yang disusun oleh Abu Muslim Al-Asfahany (322 H), bernama Jami’ut
Ta’wil. Inti tafsir ini dinukil oleh Ar-Razi ke dalam tafsirnya yang bernama Al-
Muqtathaf. Diantara pendapat Abu Muslim yang menggegerkan para ulama ialah
bahwa dalam Al-Qur’an tidaka ada nasikh mansukh. Termasuk tokoh tafsir
dirayah pula ialah : Abu Bakar Al-Asham, Al-Juba’i, dan Ubaidillah ibn
Muhammad ibn Jarw.
Selain itu pada abad ke-4 ini, lahir pula tafsir shufi oleh At-Tastary, yang
menyusun tafsir berdasarkan isyarat.
3. Abad V Hijriyah
Diantara tafsir abad ke-5 H ialah Tafsir Al-Kasyaf yang disusun oleh Az-
Zamakhsyari (467-528 H). Tafsir ini terbit pada zaman tafsir bi ar-ra’yi mencapai
puncaknya. Az-Zamakhsyary menerangkan rahasia balaghah Al-Qur’an dengan
sempurna. Ayat-ayat yang mengenai aqidah beliau tafsirkan sesuai golongan
Mu’tazilah yang menafsirkan Al-Qur’an dengan aqal, namun di dalamnya
terdapat pula atsar dan cerita Israiliyat yang menerangkan asbabun nuzul.
13
Tafsir-tafsir lain yang terbit pada abad ke-5 Hijriyah :
a. Al-Wajiz fi Tafsir Al-Qur’anul Aziz oleh Al-Wahidy (468 H)
b. At-Tibyan fi Tafsiril Qur’an oleh Abu Ja’far bin Hasan At-Thusy (459 H)
dari golongan syi’ah.
4. Abad VI Hijriyah
Tafsir yang lahir diantaranya :
a. Ma’alimt Tanzil, susunan Al-Baghawi (516 H)
b. Al-Muharrul wajiz oleh Abu Muhammad Athiyah Al-Maghraby (542 H).
c. Zadul Masir dan Fununul Afnan, oleh Ibnul Jauzy (597 H).
5. Abad VII Hijriyah
Diantara mufassir dan karya tafsir yang lahir pada abad ke-7 Hijriyah adalah :
a. Ahmad Ibn Munir membantah Az-Zamakhsyari dalam beberapa soal bahasa.
b. Mafatihul Ghaib (tafsir al-kabir), susunan Fahruddin Ar-Razi atau (605 H)
c. Al-Insaf fil Jam’i bainal Kasyifi wal Kasysyaf, susunan Abul Atsir (606 H)
d. Al-Jam’u wat Tafshil fi Ibda’i Ma’anit Tanzil, oleh Ibnu ‘Arabi (638 H).
E. Contoh Penafsiran Al-Qur’an dalam Kitab-kitab Tafsir Periode Ulama’
Mutaqaddimin
1. Jami’ul Bayan, Ibnu Jarir Ath-Thabari
Berikut ini adalah contoh penafsiran Al-Qur’an dalam kitab tafsir periode
ulama’ mutaqaddimin. Sebagai contoh penafsiran abad-III hijriyah, tafsir karya
Ibnu Jarir Ath-Thabari. Ath-Thabari menafsirkan surat An-Nisa’ ayat 34 sebagai
berikut:
‫ُل‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫الِّر‬‫َج‬‫و‬ ‫ُل‬‫ا‬ ‫َّو‬ ‫َج‬‫ى‬‫َج‬‫ل‬‫َج‬‫ع‬‫ِء‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫ِّر‬‫ل‬‫ا‬‫َج‬‫ا‬‫ِء‬‫ب‬‫َج‬‫ا‬‫َّو‬ ‫َج‬‫ُل‬ ‫َّو‬‫ْع‬ ‫ُل‬ ‫َج‬ ‫ْع‬ ‫َج‬‫ب‬‫ى‬‫َج‬‫ل‬‫َج‬‫ع‬‫ٍض‬ ‫ْع‬ ‫َج‬‫ب‬‫َج‬‫ا‬‫ِء‬‫ب‬ ‫َج‬‫ُل‬‫ق‬‫َج‬‫ف‬‫ْع‬‫ل‬‫َج‬‫أ‬‫ِءوْع‬‫ا‬‫ْع‬ ‫ِء‬ ‫ِء‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫اْع‬‫َج‬‫أ‬‫ُل‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫ِء‬‫ا‬ ‫َّو‬‫ل‬‫ا‬ ‫َج‬
‫ٌت‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫ِء‬‫ل‬ ‫َج‬‫ٌت‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫ِء‬ ‫َج‬‫ِء‬ ‫ْع‬ٌ‫َج‬ ‫ْع‬‫ِءل‬‫ا‬‫َج‬‫ا‬‫ِء‬‫ب‬‫َج‬ ‫ِء‬‫ف‬‫َج‬‫ُل‬ ‫َّو‬ً‫ِء‬ ‫َّو‬‫اَّل‬ ‫َج‬‫َج‬‫و‬ ‫ُل‬ ‫َج‬ ‫َج‬‫ُلوَّو‬ ‫َج‬‫و‬ ‫ُل‬ ‫ُل‬‫ل‬‫ُلوَّو‬ ‫ُل‬ ‫ِء‬ ‫َج‬‫ُلوَّو‬ ‫ُل‬‫ل‬‫ُل‬ ‫ْع‬ ‫َج‬ً‫ِء‬‫ِء‬ ‫ِء‬ ‫َج‬ ‫َج‬‫ا‬‫ْع‬‫ا‬
‫ُلوَّو‬ ‫ُل‬‫ب‬ ‫ِء‬‫ل‬‫ْع‬ ‫َج‬‫وْع‬‫ِء‬ ‫َج‬‫ْع‬ ‫ُل‬ ‫َج‬‫ل‬‫ْع‬ ‫َج‬ ‫َج‬‫أ‬‫َج‬‫َّل‬‫َج‬‫ُل‬ ‫ْع‬‫ب‬‫َج‬‫وَّو‬‫ِء‬ ‫ْع‬ٌ‫َج‬‫ل‬‫َج‬‫ع‬‫اًل‬‫ٌَّل‬‫ِء‬‫ب‬‫َج‬‫وَّو‬‫ِء‬‫َج‬ ‫َّو‬‫َج‬‫و‬ ‫َج‬‫اًل‬ٌ‫ِء‬‫ل‬‫َج‬‫ع‬‫ٌلاًل‬‫ِء‬‫ب‬‫َج‬(34)
‫ا‬ ‫اق‬ً‫ٌا‬ ‫أ‬‫اه‬:‫ُل‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫الِّر‬‫َج‬‫و‬ ‫ُل‬‫ا‬ ‫َّو‬ ‫َج‬‫ى‬‫َج‬‫ل‬‫َج‬‫ع‬‫ِء‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫ِّر‬‫ل‬‫ا‬‫َج‬‫ا‬‫ِء‬‫ب‬‫َج‬‫ا‬‫َّو‬ ‫َج‬‫ُل‬ ‫َّو‬‫ْع‬ ‫ُل‬ ‫َج‬ ‫ْع‬ ‫َج‬‫ب‬‫ى‬‫َج‬‫ل‬‫َج‬‫ع‬‫ٍض‬ ‫ْع‬ ‫َج‬‫ب‬‫َج‬‫ا‬‫ِء‬‫ب‬ ‫َج‬‫ُل‬‫ق‬‫َج‬‫ف‬‫ْع‬‫ل‬‫َج‬‫أ‬
‫ِءوْع‬‫ا‬‫ْع‬ ‫ِء‬ ‫ِء‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫اْع‬‫َج‬‫أ‬
‫ا‬‫أب‬‫فل‬:ً‫ل‬ ٌ‫اه‬ ‫بق‬‫ا‬‫ؤه‬ ‫ثل‬( :1" )‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬"،‫ا‬ ‫ال‬‫ا‬ ‫أ‬ٌ‫على‬
، ‫ئ‬ ‫ل‬ً‫و‬ ‫أدٌب‬‫ذ‬ ‫أل‬‫على‬‫و‬ ٌ‫أٌد‬‫ٌا‬ٌ‫و‬ ٌ‫عل‬‫هلل‬‫أللف‬"=‫با‬‫ا‬‫ب‬
14
‫على‬‫ب‬"،ً‫ل‬ ٌ:‫با‬‫ا‬‫به‬‫ا‬ ‫ال‬‫على‬‫أو‬:‫او‬‫ْع‬ ‫َج‬‫و‬ ٌ‫ا‬،‫و‬ ‫ل‬ ‫ا‬‫لف‬
‫و‬ ٌ‫عل‬، ‫ا‬ ‫أا‬ٌ ‫ف‬‫و‬ ٌ‫و‬ ‫ل‬ ‫َج‬‫ُلؤ‬‫ا‬.‫ذاك‬‫ٌا‬ ‫ف‬‫لك‬ ‫ب‬‫اى‬ٌ،‫و‬ ٌ‫عل‬‫اذاك‬
‫ُل‬‫ل‬ ‫ل‬‫اًل‬‫ا‬،‫و‬ ٌ‫عل‬‫ذي‬ ‫ل‬‫ألال‬‫و‬ ٌ‫عل‬‫ٌا‬‫ا‬ٌ‫ا‬‫او‬‫و‬ ‫ل‬ ‫أا‬.
‫با‬‫لل‬ً‫ذاك‬‫ا‬‫ا‬ ‫أ‬‫ٌا‬ ‫أ‬ ‫ا‬.
*‫ل‬ ‫ذ‬‫او‬‫ا‬‫ذاك‬:
9300 -ً‫دثل‬‫ااثلى‬،‫ا‬‫دثل‬‫عبد‬‫بو‬‫اح‬ ‫ل‬،‫ا‬ً‫دثل‬‫ٌة‬ ‫ا‬‫بو‬،‫اح‬ ‫ل‬‫عو‬ً‫عل‬‫بو‬
ً‫أب‬،‫ة‬ ‫ل‬‫عو‬‫بو‬‫س‬ ‫عب‬‫اه‬":‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬"،ً‫ل‬ ٌ:،‫ا‬ ‫َج‬‫أال‬ٌ‫عل‬‫أو‬
‫ه‬ ٌ‫ٌا‬‫َج‬‫أال‬‫به‬‫او‬،‫ه‬ ‫ع‬‫ه‬ ‫ع‬:‫أو‬‫و‬‫اًل‬‫لة‬ ‫ا‬‫اى‬،‫له‬ ‫أ‬‫اًل‬‫ة‬‫اه‬ ‫اا‬.
‫َّوله‬ٌ‫عل‬‫ه‬ ‫بلفق‬‫ٌه‬.
9301 -ً‫دثل‬‫ااثلى‬،‫ا‬‫دثل‬‫ق‬،‫ا‬‫دثل‬‫أب‬،‫ٌل‬ ‫و‬‫عو‬،‫ٌبل‬‫عو‬‫ك‬ ‫ا‬ً
‫اه‬":‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬‫با‬‫ا‬‫ب‬‫على‬‫ب‬"،‫ا‬ ‫ٌق‬:‫ا‬ ‫ال‬‫ٌت‬ ‫ئ‬
‫على‬،‫االأة‬‫ٌأال‬‫عة‬ ‫ب‬،‫و‬ ‫َج‬‫أبا‬‫له‬‫أو‬‫لب‬ ٌ‫اًل‬‫ب‬‫ل‬‫غٌل‬،‫ح‬‫ابلِّر‬‫اه‬ٌ‫عل‬
‫ا‬ ‫اف‬‫ه‬ ‫بلفق‬‫ٌه‬.
9302 -‫دثل‬‫اد‬ ‫ا‬‫بو‬‫ٌو‬ ‫ا‬،‫ا‬‫دثل‬‫اد‬ ‫أ‬‫بو‬‫ا‬ ‫ااف‬،‫ا‬‫دثل‬، ‫ب‬ ‫أ‬‫عو‬
‫دي‬ ‫ا‬":‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬"،‫ا‬:‫و‬ ‫ذ‬ ‫ٌأ‬‫على‬‫و‬ ٌ‫أٌد‬‫و‬ ‫ل‬ ‫ب‬‫ُلؤد‬ٌ( .1)
9303 -ً‫دثل‬‫ااثلى‬،‫ا‬‫دثل‬‫و‬ ‫ب‬‫بو‬‫ى‬ ‫ا‬،‫ا‬‫بلل‬ ‫أ‬‫بو‬‫لك‬ ‫ااب‬،‫ا‬‫ا‬ ‫ا‬‫و‬ ٌ‫ف‬
‫ا‬ ‫ٌق‬":‫با‬‫ا‬‫ب‬‫على‬‫ب‬"،‫ا‬:‫ٌا‬ ‫ف‬ ‫ب‬‫ا‬ ‫ال‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬.
‫ل‬ ‫ُل‬‫ذ‬‫أو‬‫ذه‬‫آلٌة‬‫لواا‬ً‫ا‬ ‫ل‬‫ا‬،‫ه‬ ‫الأ‬‫ل‬‫اى‬ً‫الب‬‫للى‬‫علٌه‬‫ل‬ً،‫ذاك‬
‫ى‬‫َج‬ ‫ق‬‫ا‬‫ص‬ ‫اقل‬ ‫ب‬
‫ل‬ ‫ذ‬‫بل‬ ‫ا‬‫بذاك‬:
9304 -‫دثل‬‫اد‬ ‫ا‬‫بو‬‫ل‬ ‫ب‬،‫ا‬‫دثل‬‫عبد‬‫ألعلى‬،‫ا‬‫دثل‬،‫ٌد‬‫عو‬‫دة‬،‫ا‬‫دثل‬
‫و‬ ‫ا‬:‫أو‬‫َّل‬ ‫ل‬‫َج‬ ‫ا‬،‫ه‬ ‫الأ‬‫ا‬ ‫أ‬ً‫الب‬‫للى‬‫علٌه‬، ‫ل‬‫د‬ ‫أل‬‫أو‬‫ِءل‬‫ق‬‫ُل‬ٌ،‫اله‬
‫ألوا‬":‫ُل‬‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬‫با‬‫ا‬‫ب‬‫على‬‫ب‬‫با‬‫ألفق‬‫او‬
‫ا‬ ‫أا‬"،‫ه‬ ‫دع‬ً‫الب‬‫للى‬‫علٌه‬‫ل‬‫َّل‬،‫علٌه‬‫ا‬:‫ُل‬‫ألدا‬‫أالاًل‬‫د‬ ‫أل‬
‫ه‬‫َج‬‫غٌل‬.
15
9305 -‫دثل‬‫ل‬ ‫ب‬‫بو‬‫ذ‬ ‫ا‬،‫ا‬‫دثل‬‫ٌوٌد‬،‫ا‬‫دثل‬،‫ٌد‬‫عو‬‫دة‬‫اه‬":‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬
‫على‬‫ا‬ ‫ال‬‫با‬‫ا‬‫ب‬‫على‬‫ب‬‫با‬‫ألفق‬‫او‬‫ا‬ ‫أا‬"،‫ل‬ ‫ذ‬‫ال‬‫أو‬‫َّل‬ ‫ل‬
‫ا‬،‫ه‬ ‫الأ‬‫ا‬ ‫أ‬ً‫الب‬‫للى‬‫علٌه‬، ‫ل‬‫ث‬‫ل‬ ‫ذ‬‫ه‬ ‫ل‬.
9306 -‫دثل‬‫و‬ ‫ا‬‫بو‬‫ٌى‬ ٌ،‫ا‬‫بلل‬ ‫أ‬‫عبد‬‫ق‬ ‫الو‬،‫ا‬‫بلل‬ ‫أ‬،‫ال‬ ‫ا‬‫عو‬‫دة‬ً
‫اه‬":‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬"،‫ا‬:‫لك‬‫ا‬ ‫ل‬،‫ه‬ ‫الأ‬‫ا‬ ‫أ‬ً‫الب‬‫للى‬‫علٌه‬
، ‫ل‬‫د‬ ‫أل‬‫أو‬‫َج‬‫د‬ٌ‫ِء‬‫ق‬‫ُل‬ٌ،‫اله‬‫ألوا‬":‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬".
.9307 -‫دثل‬‫بو‬ٌ،‫ا‬‫دثل‬،ً‫أب‬‫عو‬‫لٌل‬‫بو‬، ‫و‬‫عو‬‫و‬ ‫ا‬:‫أو‬‫َّل‬ ‫ل‬‫او‬‫ل‬ ‫أللل‬
‫ا‬،‫ه‬ ‫الأ‬‫اا‬‫اس‬ ‫ل‬،‫ص‬ ‫اقل‬‫ا‬ً‫الب‬‫للى‬‫علٌه‬‫ل‬‫ا‬ ‫بٌل‬،‫ص‬ ‫اقل‬
‫لواا‬(:‫ال‬ ‫َج‬‫ْع‬‫ا‬‫َج‬ ‫ْع‬ ‫َج‬‫ِء‬‫و‬ ‫لْع‬‫ُل‬‫ق‬‫ْع‬‫ا‬ ‫ِء‬‫ب‬‫ِءوْع‬‫ا‬‫ِء‬‫ْعا‬‫ب‬‫َج‬‫وْع‬‫َج‬‫أ‬‫ى‬‫َج‬ ‫ْع‬‫ق‬‫ُل‬ٌ‫َج‬‫ك‬‫ْع‬ٌ‫َج‬‫ا‬‫ِء‬‫ُل‬‫ه‬‫ُل‬ٌ ‫ْع‬ ‫َج‬[ )‫لة‬‫ه‬:114]،
‫لواا‬":‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬‫با‬‫ا‬‫َج‬ ‫ب‬‫على‬‫ب‬( ."1)
9308 -‫دثل‬‫اق‬،‫ا‬‫دثل‬‫ٌو‬ ‫ا‬،‫ا‬ً‫دثل‬،‫ج‬‫عو‬‫بو‬‫لٌج‬‫ا‬:‫ا‬‫ٌت‬‫ا‬ ‫ل‬
،‫ه‬ ‫الأ‬‫د‬ ‫أل‬ً‫الب‬‫للى‬‫علٌه‬‫ل‬‫ص‬ ‫اقل‬.‫بٌل‬،‫ذاك‬‫لواا‬‫آلٌة‬.
9309 -‫دثل‬‫اد‬ ‫ا‬‫بو‬‫ٌو‬ ‫ا‬،‫ا‬‫دثل‬‫اد‬ ‫أ‬‫بو‬‫ا‬ ‫اف‬،‫ا‬‫دثل‬، ‫ب‬ ‫أ‬‫عو‬‫دي‬ ‫ا‬:
‫أا‬"‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬"،‫و‬‫َّل‬ ‫ل‬‫او‬‫ل‬ ‫أللل‬‫و‬‫بٌله‬‫بٌو‬‫ه‬ ‫الأ‬‫ٌت‬ ‫َّل‬
، ‫ا‬ ‫ل‬‫لق‬ ‫ل‬، ‫ل‬ ‫أ‬‫ل‬ ‫ذ‬‫ذاك‬ً‫اللب‬‫للى‬‫علٌه‬، ‫ل‬‫بل‬ ‫أ‬":‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬
‫على‬‫ا‬ ‫ال‬"‫آلٌة‬
_________
(1)ً‫عة‬ ‫ب‬ ‫اا‬‫ة‬ ‫اا‬" :‫و‬ ‫ٌؤدب‬"،‫او‬‫خ‬ ‫ال‬،ً‫اش‬‫ة‬ ‫اا‬
‫لف‬""‫دالاة‬‫على‬‫أ‬ ‫ا‬،‫أ‬‫أله‬‫و‬‫ذ‬ً‫أللا‬‫اذي‬‫لقله‬‫عله‬،‫أ‬‫اًل‬ ٌ‫أ‬18
2. Al-Kasysyaf , Az-Zamakhsyari
a. Corak kebahasaan
Tafsir Az-Zamakhsyari sebagai perwakilan tafsir yang lahir pada
abad-IV. Karya tafsir ini dianggap mewakili gambaran dinamika tafsir pada
masa pertengahan. Dari segi kebahsaan menurut Adz-Dzahabi penafsiran Az-
Zamakhsyari lebih banyak berorientasi pada aspek balaghah untuk
18
Ibnu Jarir Ath-Thabari, Jami’ul Bayan, (CD Maktabah Syamilah)
16
menyingkap kendahan basaha Al-Qur’an.19
Sebagai contoh penafsiran Az-
Zamakhsyari terhadap surat Al-Baqarah ayat 115, sebagai berikut:
{{‫ِء‬ ‫َّو‬ ‫ِء‬‫هلل‬ ‫َج‬‫لق‬ ‫اا‬‫ل‬ ‫اا‬}‫أي‬‫بَّلد‬‫لق‬ ‫اا‬‫ل‬ ‫اا‬‫ألل‬‫ل‬‫هلل‬‫ا‬ ‫ا‬ٌ‫ا‬ ‫ا‬{‫َج‬‫ا‬‫َج‬‫ل‬‫ْع‬ٌ‫َج‬‫أ‬‫َج‬
‫ْع‬ ‫ُّل‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫ُل‬}ً‫ف‬‫أي‬‫و‬ ‫ا‬‫ل‬‫اٌة‬ ‫ا‬،ً‫ل‬ ٌ‫اٌة‬‫ل‬‫اقبلة‬‫بداٌا‬‫اه‬‫اى‬{ :‫ا‬ ‫َج‬ ‫َج‬‫َج‬‫ك‬‫َج‬ ‫ْع‬ ‫َج‬
‫َج‬‫ل‬‫ْع‬ ‫َج‬‫د‬ ‫اا‬‫ل‬ ‫ا‬‫ٌثا‬‫ْع‬ ‫ُل‬ ‫ل‬‫ُل‬‫ْع‬ ‫ُّل‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫َج‬‫ْع‬ ‫ُل‬ ‫َج‬ ‫ُل‬ ‫ُل‬‫ُل‬‫ه‬‫َج‬‫ل‬‫ْع‬ ‫َج‬{ . }‫َّو‬ ‫َج‬‫ث‬‫َج‬‫ُل‬‫ه‬ ‫ْع‬ ‫َج‬}‫أي‬‫ه‬ً ‫ا‬‫أال‬‫ب‬
ٌ ‫ل‬.‫لى‬ ‫اا‬‫أل‬‫ذ‬‫ال‬‫أو‬‫لل‬ً‫د‬ ‫اا‬‫ل‬ ‫ا‬‫أ‬ً‫بٌا‬‫ااقدس‬،‫قد‬‫لا‬‫ا‬
‫ألل‬‫اًل‬ ‫د‬ ‫ا‬‫لل‬ً‫أي‬‫ة‬ ‫بق‬‫ئ‬‫او‬‫ع‬ ‫بق‬،‫ل‬‫اٌة‬ ‫ا‬ٌ‫و‬‫اٌة‬ ‫ا‬‫لة‬ ‫اا‬ً‫ا‬
‫و‬ ‫ا‬‫ال‬‫ص‬ ٌ[‫ل‬ ‫ا‬]ً‫د‬ ‫ا‬‫و‬ ‫د‬‫د‬ ‫ا‬‫ال‬ً‫و‬ ‫ا‬‫و‬ ‫د‬‫و‬ ‫ا‬{‫وَّو‬‫ِء‬}‫اة‬ ‫ال‬
‫ٌلٌد‬‫ة‬ ‫ا‬‫على‬‫ده‬ ‫عب‬‫ٌل‬ ٌ ‫ا‬ٌ‫عل‬{‫ٌت‬ ٌ‫ِء‬‫ل‬‫َج‬‫ع‬}‫ا‬ ‫بال‬.‫عو‬‫بو‬‫عال‬:‫لواا‬ً‫لَّلة‬
‫ل‬ ‫اا‬‫على‬‫لة‬ ‫ال‬‫أٌلا‬‫ا‬.‫عو‬‫ا‬ ‫ع‬:‫عاٌا‬‫اقبلة‬‫على‬‫لل‬‫اى‬‫ا‬ ‫أل‬‫لفة‬ ‫ا‬،
‫لا‬‫ألب‬‫بٌل‬‫أ‬‫ذل‬.‫ٌا‬:‫ه‬ ‫ل‬ ‫ا‬(‫أٌلا‬‫ا‬)‫ا‬ ‫الدع‬‫ل‬ ‫اذ‬‫ا‬‫ٌلد‬‫الَّلة‬.
‫لأ‬‫و‬ ‫ا‬:‫أٌلا‬‫ا‬ ‫َج‬،‫ح‬ ‫بف‬‫ا‬ ‫ا‬‫او‬ً‫ا‬ ‫ا‬‫ٌلٌد‬:‫أٌلا‬‫اقبلة‬.20
‫ِء‬ ‫َّو‬ ‫ِء‬‫هلل‬ ‫َج‬‫لق‬ ‫اا‬‫ل‬ ‫اا‬ menurut Az-Zamaksyari maksudnya adalah seluruh
negeri dari timur hingga barat, dan seluruh penjuru bumi, semuanya milik
Allah. Dia yang memiliki dan menguasai seluruh alam. ‫َج‬‫ا‬‫َج‬‫ل‬‫ْع‬ٌ‫َج‬‫أ‬‫َج‬‫ْع‬ ‫ُّل‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫ُل‬ maksudnya
ke arah manapun manusia mengahadap Allah, hendaknya menghadap kiblat
sesuai dengan firman Allah SWT. Dalam surat al-Baqarah ayat 144, yang
artinya :
‚Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu
berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya.‛
‫َّو‬ ‫َج‬‫ث‬‫َج‬‫ُل‬‫ه‬ ‫ْع‬ ‫َج‬ menurut Az-Zamaksyari maksudnya di tempat (Masjid al-
Haram) itu adalah Allah, yaitu tempat yang disenangi-Nya dan manusia
diperintahkan untuk mengahadap Allah pada tempat tersebut. Maksud ayat di
atas adalah apabila seorang Muslim akan melaksanakan shalat dengan
menghadap Masjid al-Haram dan bait al-Maqdis, akan tetapi ia ragu akan
arah yang tepat untuk mengahadap ke arah tersebut. Allah memberikan
19
Muhammad Husein Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kuwait: Dar an-Nawadir, 2010),
365
20
Ditulis ulang dari Abu al-Qasim Mahmud bin Umar Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf ‘an Haqaiq at-
Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-Ta’wil, Tahqiq Adil Ahmad Abdul Maujud dan Ali Muhammad
Mu’awwidh, (Riyadh: Maktabah al-Obekan, 1998), Juz I, 314. Diunduh dari www.fikihkontemporer.com,
diakses pada 18 Oktober 2018
17
kemudahan kepadanya untuk menghadap kiblat ke arah manapun dalam
shalat dan di tempat manapun sehingga ia tidak terikat oleh lokasi tertentu.
Menurut Ibnu Umar turunnya ayat ini berkenaan dengan shalat
musafir di atas kendaraan, ia menghadap ke mana kendaraannya menghadap.
Akan tetapi menurut Atho’ ayat ini turun ketika tidak diketahui arah kiblat
shalat oleh suatu kaum, lalu mereka shalat ke arah yang berbeda-beda (sesuai
keyakinan masing-masing). Kemudian pagi harinya, ternyata mereka salah
menghadap kiblat, kemudian mereka menyampaikan peristiwa tersebut
kepada Nabi Muhammad SAW. Ada juga yang mengatakan bahwa bolehnya
menghadap ke arah mana saja itu adalah dalam berdoa, bukan dalam shalat.
Al-Hasan membaca ayat ( ‫أٌلا‬‫ا‬ ) dengan memberi harokat fathah
pada huruf ta’ sehinngga bacaannya menjadi tawallau karena menurutnya
kata itu berasal dari tawalli, yang berarti ke arah mana saja kamu menghadap
kiblat.
b. Corak Teologis
Dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an ternyata Az-Zamakhsyari juga
didorong upaya legitimasi kemadzhaban. Dalam teologi Mu’tazilah dikenal
adannya lima prinsip dasar (ushu>l al-khamsah). Az-Zamakhsyari melakukan
upaya untuk menguatkan ushu>l al-khamsah tersebut dalam penafsiran Al-
Qur’an.
1. At-Tauhid
Prinsip ini yakni menyucikan Allah dengan menolak adanya sifat-
sifat bagi Allah. Karena menurutakidah Mu’tazilah sifat-sifat yang
ditempelkan pada Allah akan mengurangi kesucian-Nya. Untuk
menguatkan pendapat itu, dalam mengungkap ayat yang berbau tajsim
Az-Zamakhsyari menggunakan ta’wil.
Aliran Mu’tazilah menolak pemahaman bahwa manusia bisa
melihat Tuhan di Akhirat kelak, ini, karena menurutnya Tuhan bersifat
immateri, sedangkan mata manusia dan manusia itu sendiri bersifat
materi. Dalam QS. al-An’am: 103 disebutkan:
18

‚Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang dia dapat melihat
segala yang kelihatan; dan dialah yang Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.‛.21
Menurut Az-Zamakhsyari ayat ini sebagai penjelasan bahwa
Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala kapan pun, di dunia
ataupun di akhirat. Lafad nafi (la> ) yang terdapat pada ayat tersebut
berlaku umum, tidak terkait waktu dan tempat tertentu. Az-Zamakhsyari
berpendapat bahwa karena Tuhan bersifat imateri, maka Tuhan tidak
dapat dilihat dengan mata kepala.22
Sedangkan dalam menaggapi QS. al-Qiyamah: 22-23, yaitu:

‚Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada
Tuhannyalah mereka melihat.‛23
Az-Zamakhsyari menta’wilkan na>dzirah dengan arti at-tawaqqu wa ar-
raja>’ (penantian dan pengharapan).24
2. Al-‘Adl
Al-‘Adl adalah keadilan Tuhan. Tuhan adil dengan perbuatan-
perbuatan Tuhan bersifat baik dan Tuhan tidak akan berbuat buruk
terhadap manusia. Mu’tazilah menakwilkan ayat-ayat yang berisi Tuhan
menciptakan keburukan bagi manusia. Menurut aliran Mu’tazilah,
manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berkuasa atas
perbuatan-perbuatannya.
21
Al-Qur’an (Ads-Ins Qur’an in Microsoft Word).
22
Abu Qâsim Mahmud ibnu Umar Az-Zamakhsyari Al-Khawarizm, Al- Kasysyâf 'an Haqâiq
Ghawâmidl at-Tanzîl wa Uyun Aqawil fî Wujuh at-Ta'wil, Jilid II (Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995),
Lihat juga Software CD Maktabah Syamilah (Kuwait: Global Islamic Software Company, 2002)
23
Al-Qur’an (Ads-Ins Qur’an in Microsoft Word).
24
Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf…, 245.
19
Ketika terdapat ayat yang menjelaskan bahwa ada kehendak Allah
atas manusia maka mereka menta’wilkannya dengan membelokkan
makna. Semisal pada Surat Al-Baqarah ayat 272:
…
‚Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan
tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang
dikehendaki-Nya...‛25
Dalam ayat tersebut Az-Zamakhsyari berpendapat bahwa huda> (petunjuk)
bukanlah Allah yang menciptakannya, akan tetapi hamba sendiri yang
menciptakannya untuk dirinya sendiri. Az-Zamakhsyari mengartikan
huda> dengan arti kata luthf (kelembutan) dan tawfiq.26
Dalam
menjelaskan ayat tersebut Az-Zamakhsyari membelokkan makna huda>llah
atau petunjuk Allah kepada makna luthf (kelembutan) dengan sebab
bahwa hamba yang menciptakan petunjuk untuk dirinya sendiri,
sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’ân surat al-Nisa': 79


‚Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja
bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri Kami
mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah
menjadi saksi‛.27
Keadilan Tuhan juga dibicarakan dalam kaitan dengan perbuatan
manusia yang bebas dan merdeka tanpa paksaan. Jika manusia dituntut
melakukan perbuatan-perbuatan baik dan menjauhi perbuatan jahat, maka
25
Al-Qur’an (Ads-Ins Qur’an in Microsoft Word)
26
Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf…
27
Al-Qur’an (Ads-Ins Qur’an in Microsoft Word)
20
manusia harus mempunyai kebebasan untuk menentukan perbuatannya itu
sendiri. Dengan demikian, Allâh tidak akan menjatuhkan pahala atau
siksa kepada seorang hamba kecuali berdasarkan pilihan bebas dari hamba
itu sendiri. Lanjutan dari jalan pikiran ini adalah bahwa Tuhan tidak
memberikan beban yang tidak bisa terpikul oleh manusia. Untuk itu
Tuhan memberikan daya kepada manusia agar ia mampu memikul beban
tersebut serta memberi ganjaran atas perbuatan manusia sendiri. Dan
kalau Tuhan memberikan siksaan kepada manusia, maka siksaan itu
adalah untuk kepentingan dan kemaslahatan manusia, maka itu berarti
Tuhan telah melalaikan kewajibannya sendiri.
3. Al-Wa’d wa al-Wa’id (Janji dan Ancaman)
Pendapat Mu’tazilah juga berpegang prinsip bahwa janji dan
ancaman Tuhan pasti terjadi. Allah berjanji dalam kitab suci untuk
memasukkan orang yang berpahala ke dalam surga dan orang yang
berdosa ke dalam neraka. Oleh karena itu, Tuhan tidak akan melakukan
yang sebaliknya, memasukkan orang yang berdosa ke dalam surga dan
memasukkan orang yang berpahala ke dalam neraka. Seperti yang
terdapat dalam QS. Ya>si>n: 54

‚Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kamu
tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan‛.28
Dalam hal ini Az-Zamakhsyari berpendapat bahwa orang kafir
akan kekal di dalam neraka.29
Maka terkait dengan janji dan ancaman ini
Mu’tazilah menolak adanya syafâ’ah (pengampunan pada hari kiamat)
dengan mengenyampingkan ayat-ayat yang berbicara tentang syafâ’ah.
Hal ini karena konsep syafa>’ah berlawanan dengan prinsip al-Wa’d wa al-
Wa’id yang mereka pegang.
28
Ibid.
29
Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf…
21
4. Al-Manzilah baina al-Manzilatain
Secara harfiah prinsip ini berarti ‚posisi di antara dua posisi‛.
Menurut Mu’tazilah ungkapan itu dimaksudkan dengan suatu tempat
yang terletak di antara surga dan neraka. Washil ibn Atha’ berpendirian
bahwa orang yang berbuat dosa besar selain syirik, tidak termasuk
mukmin dan tidak pula kafir, tetapi fasik, suatu posisi diantara dua posisi
yaitu antara mukmin dan kafir. Karena memegang pendapat itu Washil
rela memisahkan diri dari Hasan al-Basri sebagai gurunya.
Pendapat golongan Khawarij, bahwa orang tersebut menjadi kafir
dan akan kekal di neraka. Sedangkan golongan Murji’ah berpendapat
bahwa orang tersebut tetap mukmin, tidak kekal di neraka dan
mengharapkan rahmat dan ampunan dari Allah. Dan golongan Mu’tazilah
berpendapat bahwa orang tersebut tidak mukmin dan tidak kafir tetapi
fasiq dan akan kekal di neraka, tetapi siksanya lebih ringan dari orang
kafir.
Allah SWT telah menjelaskan dalam Al-Qur'an surat Al-‘An’a>m ayat 49.

‚Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan
ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik‛30
5. Al-Amr bi al-Ma’rûf wa al-Nahy ‘an al-Munkar
Prinsip ini sebenarnya bukan hanya milik Mu’tazilah, tetapi juga
dianut oleh golongan umat Islam lainnya. Kaum Mu’tazilah berpendirian
bahwa amar ma’ruf nahi munkar merupakan kewajiban yang harus
dilaksakan oleh setiap mukmin. Hanya saja dalam pelaksanaan ajaran ini
Mu’tazilah harus mempergunakan kekerasan jika tidak mengikuti seruan.
Lebih jauh tentang pandangan Mu’tazilah, yang dikatakan ma’ruf
adalah hal-hal yang mereka anggap benar dan baik menurut ajaran Islâm
30
Al-Qur’an (Ads-Ins Qur’an in Microsoft Word)
22
dan yang sejalan dengan pendapat mereka, sedangkan hal-hal yang
menyalahinya adalah munkar yang harus diberantas.
Dalam melaksanakan prinsip ini Mu’tazilah berpendapat bahwa
jika dengan seruan dan ajakan yang lunak sudah cukup, berarti kewajiban
sudah terpenuhi. Tetapi ajakan dengan kekerasan harus dilaksanakan bila
seruan dan ajakan yang lunak itu tidak berhasil.
Allah SWT telah menjelaskan hal amar ma’ruf nahi munkar salah
satunya dalam al-Qur'an surat Luqman ayat 17.
…
‚Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar‛.31
Dengan banyak ayat-ayat yang mendukung prisnsip ini, Az-
Zamakhsari tidak perlu melakukan ta’wil, membelokkan makna untuk
sesuai dengan prinsip.
31
Ibid.
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, sesuai rumusan masalah yang diangkat dalam
makalah ini, maka didapatkan beberapa kesimpulan berikut:
1. Kondisi politik pada masa perkembangan tafsir periode ulama’ mutaqaddimin
menampilkan hegemoni kekuasaan yang anti demokrasi. Kekuasaaan dinasti
yang terbentuk tentu terdapat pro-kontra di dalamnya. Politik ekslusif masa
Umayyah, menekan kemajuan peradaban. Sementara politik inklusif dan egaliter
yang ditampilkan masa dinasti Abbasiyah menjembatani berkembangnya
khazanah keilmuan Islam semakin luas. Pemandangan hubungan yang mutual
antara agama dan politik menjadi tonggak masa kejayaan Islam periode ini.
Meskipun tidak dapat dikesampingkan adanya aroma politik identitas yang kuat
dengan kecenderungan sikap pembelaan kemadzhaban. Kemunculan politik
identitas itu juga mempengaruhi perjalanan pemerintahan dalam peranannya
membangun bangsa.
2. Karakteristik tafsir periode ulama’mutaqaddimin:
a. Menurut Adz-Dzahabi : Tafsir yang berbau kemadzhaban, seperti Mu’tazilah,
Syi’ah dan Khawarij, telah berkembang. Dan beragam corak tafsir
bermunculan seperti sufistik, linguistik, fiqhi, filosofis, adabi-ijtima’I dan
lain-lain.
b. Menurut Abdul Mustaqim : pengulangan, bertele-tele, atomistik, berbau
kemadzhaban (sekterian).
3. Corak dan kecenderungan tafsir periode ulama’mutaqaddimin, dengan tahapan:
a. Tahap I : Tafsir belum dibukukan secara sistematis
b. Tahap II : Era Tafsir bil ma’tsur, Sistem penyusunan kitab tafsir
menyajikan hadist dipisahkan dari penafsirannya.
c. Tahap III : Era Tafsir bi ar’ra’yi, Masuknya Israiliyyat dalam penafsiran.
d. Tahap IV : Corak tafsir sangat beragam dengan perkembangan masuknya
cabang disiplin ilmu pengetahun, muncul juga pembelaan
terhadap madzhab
24
4. Mufassir dan karya tafsir terkenal pada periode ulama’mutaqaddimin:
Abad III : Ibnu Jarir Ath-Thabari; Jami al-Bayan
Abad IV : Abu Muslim Al-Asfahany; Jami’ut Ta’wil.
Abad V : Mahmud ibn Umar Az-Zamakhsyari; Al-Kasysyaf
Abad VI : Al-Baghawi; Ma’alimut Tanzil
Abad VII : Fakhruddin Ar-Razi; Mafatihul Ghaib (tafsir al-kabir)
5. Contoh penafsiran periode ulama’mutaqaddimin seperti yang terdapat dalam
tafsir karya Ath-Thabari dan Az-Zamakhsyari. Keduanya menunjukkan
perbedaan sistematika penulisan tafsir yang digunakan. Jika Ath-Thabari banyak
menggunakan hadis tafsir (bil ma’tsur), maka Az-Zamakhsyari lebih banyak
menggunakan ra’yu.
B. Saran
1. Dalam kajian ini, masa ulama’ mutaqadimin adalah masa yang penting untuk
menjadi fokus penelitian. Karya-karya tafsir yang lahir di masa itu belum dikupas
secara tuntas baik dari sisi metodologi penafsiran, pengaruh (otoritas) karya
tafsir periode ulama mutaqaddimin dalam konteks masa kini dan aspek lainnya.
2. Melihat karya tafsir yang cukup banyak pada masa itu, menjadikan generasi saat
ini harus berfikir ulang mengenai fenomena tafsir di masa kini (di Indonesia).
Sementara arah aktifitas penafsiran dewasa ini, yang meskipun tidak tertuang
dalam bentuk satu karya tafsir yang sempurna, menuju kearah ketidak-teraturan
dan tidak komprehensif. Sebagaimana perkembangan penafsiran parsial yang
tersebar di dunia digital yang memilki kesan anti-metode. Meskipun di sisi lain,
yang bermunculan di masa kini adalah tafsir yang ringan dan membumi, yang
tujuannya supaya mudah dicerna.
3. Tradisi kalangan akademisi di bidang ilmu al-Qur’an dan tafsir saat ini lebih
banyak menjelajah dan menimang karya-karya terdahulu. Pemikiran
konstruktif— tanpa melepas nalar historis—dalam rangka memperkaya khazanah
tafsir lebih banyak terpangkas pada penelitian yang hanya mengulang
pembahasan. Karena itu, mencapai kejayaan Islam seperti masa ulama’
mutaqaddimin, yang cemerlang, menjadi keniscayaan yang batal jika tradisi
kalangan akademisi yang pasif terus berlangsung di masa kini.
Allahumma faqqihna fi ad-din wa ‘allimna at-ta’wil
(Doa Nabi SAW. untuk Ibnu Abbas dengan perubahan pada obyek kata kerja)
25
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad, Duha al-Islam, Jilid 1, Kairo: Lajnah al-Ta'lif wa al-Nashr, t.t.
Amin, Ahmad, Islam dari Masa ke Masa, Bandung: CV Rusyda, 1987.
Dzahabi (adz-), Muhammad Husein, At-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kuwait: Dar an-Nawadir,
2010), diunduh dari al-Maktabah al-Waqfiyah www.waqfeya.com diakses 15
Oktober 2018
Gazalba, Sidi, Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi dan Sosiografi (Jakarta: Bulan
Bintang, 1976)
Maghluts (al-), Sami Ibn Abdillah Ibn Ahmad, Atlas Tarikh Daulah Abbasiyah, Riyadh:
Maktabah al-Obekan, 2012
Musbikin, Imam, Mutiara Al Qur’an, Madiun: Jaya Star Nine, 2014.
Mustaqim, Abdul, Epistemologi tafsir Kontemporer, Yogyakarta: Lkis Printing Cemerlang,
2012.
Mustaqim, Abdul, Madzahibut Tafisr, Yogyakarta: Nun Pustaka Yogyakarta, 2003.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Bagian I, Jakarta:Universitas
Indonesia Press, 1985.
Thabari (ath-),Ibnu Jarir, Jami’ul Bayan, CD Maktabah Syamilah
Watt, Montgomery, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, Jakarta: P3M, 1987.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada,1996.
Zamakhsyari (az-), Abu al-Qasim Mahmud bin Umar, Al-Kasysyaf ‘an Haqaiq at-Tanzil wa
‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-Ta’wil, Riyadh: Maktabah al-Obekan, 1998.

More Related Content

What's hot

Munasabah al qur’an
Munasabah al qur’anMunasabah al qur’an
Munasabah al qur’anMul Yadi
 
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalam
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalamPertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalam
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalamIsa Ansori
 
Aliran wahabi
Aliran wahabiAliran wahabi
Aliran wahabiaswajanu
 
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'if
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'ifHadits Shahih, Hasan, Dlo'if
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'ifAzzahra Azzahra
 
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)Miftah Iqtishoduna
 
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARITAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARIarfian kurniawan
 
Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)
Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)
Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)Marhamah Saleh
 
Pendekatan sosiologis-studi-islam
Pendekatan sosiologis-studi-islamPendekatan sosiologis-studi-islam
Pendekatan sosiologis-studi-islamsemangatbaru85
 
Ppt msi "Pendekatan - Pendekatan Studi Islam"
Ppt msi "Pendekatan - Pendekatan Studi Islam"Ppt msi "Pendekatan - Pendekatan Studi Islam"
Ppt msi "Pendekatan - Pendekatan Studi Islam"Shollana
 
Muhkam Mutasyabih
Muhkam MutasyabihMuhkam Mutasyabih
Muhkam Mutasyabihqoida malik
 
Hadits Maudhu' (Imam Susanto)
Hadits Maudhu' (Imam Susanto)Hadits Maudhu' (Imam Susanto)
Hadits Maudhu' (Imam Susanto)Imam Susanto
 

What's hot (20)

Munasabah al qur’an
Munasabah al qur’anMunasabah al qur’an
Munasabah al qur’an
 
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalam
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalamPertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalam
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalam
 
Aliran wahabi
Aliran wahabiAliran wahabi
Aliran wahabi
 
Ilmu Kalam
Ilmu KalamIlmu Kalam
Ilmu Kalam
 
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'if
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'ifHadits Shahih, Hasan, Dlo'if
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'if
 
I'jaz Al Qur'an
 I'jaz Al Qur'an I'jaz Al Qur'an
I'jaz Al Qur'an
 
ilmu Rijalul Hadits
ilmu Rijalul Haditsilmu Rijalul Hadits
ilmu Rijalul Hadits
 
Qawaid fiqh pt 1
Qawaid fiqh  pt 1Qawaid fiqh  pt 1
Qawaid fiqh pt 1
 
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
 
Naskh mansukh
Naskh mansukhNaskh mansukh
Naskh mansukh
 
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARITAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
 
Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)
Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)
Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)
 
Nuzulul Qur’An
Nuzulul Qur’AnNuzulul Qur’An
Nuzulul Qur’An
 
Hukum Taklifi Wadh'i
Hukum Taklifi Wadh'iHukum Taklifi Wadh'i
Hukum Taklifi Wadh'i
 
Pendekatan sosiologis-studi-islam
Pendekatan sosiologis-studi-islamPendekatan sosiologis-studi-islam
Pendekatan sosiologis-studi-islam
 
Ppt msi "Pendekatan - Pendekatan Studi Islam"
Ppt msi "Pendekatan - Pendekatan Studi Islam"Ppt msi "Pendekatan - Pendekatan Studi Islam"
Ppt msi "Pendekatan - Pendekatan Studi Islam"
 
Takhrij Hadits
Takhrij HaditsTakhrij Hadits
Takhrij Hadits
 
Ilmu aqsam
Ilmu aqsamIlmu aqsam
Ilmu aqsam
 
Muhkam Mutasyabih
Muhkam MutasyabihMuhkam Mutasyabih
Muhkam Mutasyabih
 
Hadits Maudhu' (Imam Susanto)
Hadits Maudhu' (Imam Susanto)Hadits Maudhu' (Imam Susanto)
Hadits Maudhu' (Imam Susanto)
 

Similar to Dinamika Tafsir Al-Qur'an Masa Ulama Mutaqaddimin

makalah dinasti abbasiyah
makalah dinasti abbasiyahmakalah dinasti abbasiyah
makalah dinasti abbasiyahAzka Al-Kahfi
 
studi islam di timur
studi islam di timur studi islam di timur
studi islam di timur Fifi452068
 
Sejarah Perkembangan dan Peradaban Islam Pada Masa Klasik
Sejarah Perkembangan dan Peradaban Islam Pada Masa KlasikSejarah Perkembangan dan Peradaban Islam Pada Masa Klasik
Sejarah Perkembangan dan Peradaban Islam Pada Masa KlasikHana Medina
 
Perkembangan islam pada masa abbasiyah
Perkembangan islam pada masa abbasiyahPerkembangan islam pada masa abbasiyah
Perkembangan islam pada masa abbasiyahOsmar Simamora
 
pptx_20230410_190142_0000.pptx
pptx_20230410_190142_0000.pptxpptx_20230410_190142_0000.pptx
pptx_20230410_190142_0000.pptxLerynaRamadhani1
 
PEMURNIAN_DAN_PEMBAHARUAN_DI_DUNIA_MUSLI.pptx
PEMURNIAN_DAN_PEMBAHARUAN_DI_DUNIA_MUSLI.pptxPEMURNIAN_DAN_PEMBAHARUAN_DI_DUNIA_MUSLI.pptx
PEMURNIAN_DAN_PEMBAHARUAN_DI_DUNIA_MUSLI.pptxudin100
 
LEMBAR KERJA RESUME MODUL KB-1 SKI.pdf
LEMBAR KERJA RESUME MODUL KB-1 SKI.pdfLEMBAR KERJA RESUME MODUL KB-1 SKI.pdf
LEMBAR KERJA RESUME MODUL KB-1 SKI.pdfEtiRohaeti17
 
Pertumbuhan ilmu pengetahuan pada masa bani cxz
Pertumbuhan ilmu pengetahuan pada masa bani cxzPertumbuhan ilmu pengetahuan pada masa bani cxz
Pertumbuhan ilmu pengetahuan pada masa bani cxzsomaoma
 
Bab 8 bani abasiyah
Bab 8 bani abasiyahBab 8 bani abasiyah
Bab 8 bani abasiyah2805khusna
 
Rpp ski kurikulum 2013 kelas viii
Rpp ski kurikulum 2013 kelas viii Rpp ski kurikulum 2013 kelas viii
Rpp ski kurikulum 2013 kelas viii miftah1984
 
S p-i-dinasti-abasiyyah
S p-i-dinasti-abasiyyahS p-i-dinasti-abasiyyah
S p-i-dinasti-abasiyyahLtfltf
 
sejarah peradaban islam (kekhalifahan abbasiyah)
sejarah peradaban islam (kekhalifahan abbasiyah)sejarah peradaban islam (kekhalifahan abbasiyah)
sejarah peradaban islam (kekhalifahan abbasiyah)reazwan
 
Pengembangan ilmu ilmu keislaman
Pengembangan ilmu ilmu keislamanPengembangan ilmu ilmu keislaman
Pengembangan ilmu ilmu keislamanMasrurotul Mahmudah
 
makalah Dinasti Abbasiyah
makalah Dinasti Abbasiyahmakalah Dinasti Abbasiyah
makalah Dinasti AbbasiyahRizalFahri5
 
325098361-kontribusi-islam-dalam-perkembangan-peradaban-dunia.pptx
325098361-kontribusi-islam-dalam-perkembangan-peradaban-dunia.pptx325098361-kontribusi-islam-dalam-perkembangan-peradaban-dunia.pptx
325098361-kontribusi-islam-dalam-perkembangan-peradaban-dunia.pptxPutriDamayanti55
 
Makalah Agama Dinasti Abbasiyah
Makalah Agama Dinasti AbbasiyahMakalah Agama Dinasti Abbasiyah
Makalah Agama Dinasti AbbasiyahMira Pribadi
 
SEJARAH DINASTI UMAYYAH I DAN I - JAPAR SADIQ ASSAQAF.docx
SEJARAH DINASTI UMAYYAH I DAN I - JAPAR SADIQ ASSAQAF.docxSEJARAH DINASTI UMAYYAH I DAN I - JAPAR SADIQ ASSAQAF.docx
SEJARAH DINASTI UMAYYAH I DAN I - JAPAR SADIQ ASSAQAF.docxJaparSadiqAssaqaf1
 
fiqh siyasah (abbasiyah)
fiqh siyasah (abbasiyah)fiqh siyasah (abbasiyah)
fiqh siyasah (abbasiyah)Marhamah Saleh
 

Similar to Dinamika Tafsir Al-Qur'an Masa Ulama Mutaqaddimin (20)

makalah dinasti abbasiyah
makalah dinasti abbasiyahmakalah dinasti abbasiyah
makalah dinasti abbasiyah
 
studi islam di timur
studi islam di timur studi islam di timur
studi islam di timur
 
Sejarah Perkembangan dan Peradaban Islam Pada Masa Klasik
Sejarah Perkembangan dan Peradaban Islam Pada Masa KlasikSejarah Perkembangan dan Peradaban Islam Pada Masa Klasik
Sejarah Perkembangan dan Peradaban Islam Pada Masa Klasik
 
Masa kejayaan peradaban dinasti abbasiayah
Masa kejayaan peradaban dinasti abbasiayahMasa kejayaan peradaban dinasti abbasiayah
Masa kejayaan peradaban dinasti abbasiayah
 
Perkembangan islam pada masa abbasiyah
Perkembangan islam pada masa abbasiyahPerkembangan islam pada masa abbasiyah
Perkembangan islam pada masa abbasiyah
 
pptx_20230410_190142_0000.pptx
pptx_20230410_190142_0000.pptxpptx_20230410_190142_0000.pptx
pptx_20230410_190142_0000.pptx
 
PEMURNIAN_DAN_PEMBAHARUAN_DI_DUNIA_MUSLI.pptx
PEMURNIAN_DAN_PEMBAHARUAN_DI_DUNIA_MUSLI.pptxPEMURNIAN_DAN_PEMBAHARUAN_DI_DUNIA_MUSLI.pptx
PEMURNIAN_DAN_PEMBAHARUAN_DI_DUNIA_MUSLI.pptx
 
LEMBAR KERJA RESUME MODUL KB-1 SKI.pdf
LEMBAR KERJA RESUME MODUL KB-1 SKI.pdfLEMBAR KERJA RESUME MODUL KB-1 SKI.pdf
LEMBAR KERJA RESUME MODUL KB-1 SKI.pdf
 
Pertumbuhan ilmu pengetahuan pada masa bani cxz
Pertumbuhan ilmu pengetahuan pada masa bani cxzPertumbuhan ilmu pengetahuan pada masa bani cxz
Pertumbuhan ilmu pengetahuan pada masa bani cxz
 
Bab 8 bani abasiyah
Bab 8 bani abasiyahBab 8 bani abasiyah
Bab 8 bani abasiyah
 
Rpp ski kurikulum 2013 kelas viii
Rpp ski kurikulum 2013 kelas viii Rpp ski kurikulum 2013 kelas viii
Rpp ski kurikulum 2013 kelas viii
 
S p-i-dinasti-abasiyyah
S p-i-dinasti-abasiyyahS p-i-dinasti-abasiyyah
S p-i-dinasti-abasiyyah
 
sejarah peradaban islam (kekhalifahan abbasiyah)
sejarah peradaban islam (kekhalifahan abbasiyah)sejarah peradaban islam (kekhalifahan abbasiyah)
sejarah peradaban islam (kekhalifahan abbasiyah)
 
Pengembangan ilmu ilmu keislaman
Pengembangan ilmu ilmu keislamanPengembangan ilmu ilmu keislaman
Pengembangan ilmu ilmu keislaman
 
Sejarah munculnya daulah
Sejarah munculnya daulahSejarah munculnya daulah
Sejarah munculnya daulah
 
makalah Dinasti Abbasiyah
makalah Dinasti Abbasiyahmakalah Dinasti Abbasiyah
makalah Dinasti Abbasiyah
 
325098361-kontribusi-islam-dalam-perkembangan-peradaban-dunia.pptx
325098361-kontribusi-islam-dalam-perkembangan-peradaban-dunia.pptx325098361-kontribusi-islam-dalam-perkembangan-peradaban-dunia.pptx
325098361-kontribusi-islam-dalam-perkembangan-peradaban-dunia.pptx
 
Makalah Agama Dinasti Abbasiyah
Makalah Agama Dinasti AbbasiyahMakalah Agama Dinasti Abbasiyah
Makalah Agama Dinasti Abbasiyah
 
SEJARAH DINASTI UMAYYAH I DAN I - JAPAR SADIQ ASSAQAF.docx
SEJARAH DINASTI UMAYYAH I DAN I - JAPAR SADIQ ASSAQAF.docxSEJARAH DINASTI UMAYYAH I DAN I - JAPAR SADIQ ASSAQAF.docx
SEJARAH DINASTI UMAYYAH I DAN I - JAPAR SADIQ ASSAQAF.docx
 
fiqh siyasah (abbasiyah)
fiqh siyasah (abbasiyah)fiqh siyasah (abbasiyah)
fiqh siyasah (abbasiyah)
 

More from Maghfur Amien

Peradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah Kedua
Peradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah KeduaPeradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah Kedua
Peradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah KeduaMaghfur Amien
 
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannya
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannyaKajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannya
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannyaMaghfur Amien
 
I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)
I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)
I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)Maghfur Amien
 
Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesi...
Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesi...Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesi...
Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesi...Maghfur Amien
 
Antologi puisi egois maghfur amien
Antologi puisi egois maghfur amienAntologi puisi egois maghfur amien
Antologi puisi egois maghfur amienMaghfur Amien
 
Antologi Puisi Egois Maghfur Amien
Antologi Puisi Egois Maghfur AmienAntologi Puisi Egois Maghfur Amien
Antologi Puisi Egois Maghfur AmienMaghfur Amien
 
OPINI "Mekanisme Pertahanan Diri"
OPINI "Mekanisme Pertahanan Diri"OPINI "Mekanisme Pertahanan Diri"
OPINI "Mekanisme Pertahanan Diri"Maghfur Amien
 
SEJARAH Danau Baikal, Tulang Rusuk Adam AS.?
SEJARAH Danau Baikal, Tulang Rusuk Adam AS.?SEJARAH Danau Baikal, Tulang Rusuk Adam AS.?
SEJARAH Danau Baikal, Tulang Rusuk Adam AS.?Maghfur Amien
 
CERPEN Aroma Rindu Yerussalem
CERPEN Aroma Rindu YerussalemCERPEN Aroma Rindu Yerussalem
CERPEN Aroma Rindu YerussalemMaghfur Amien
 
مصحف القيام
مصحف القياممصحف القيام
مصحف القيامMaghfur Amien
 
CERPEN "Xanthippe si mar"
CERPEN "Xanthippe si mar"CERPEN "Xanthippe si mar"
CERPEN "Xanthippe si mar"Maghfur Amien
 
PUISI "antologi Maghfur Amien"
PUISI "antologi Maghfur Amien"PUISI "antologi Maghfur Amien"
PUISI "antologi Maghfur Amien"Maghfur Amien
 
SKRIP "penemu malam, panggung penari"
SKRIP "penemu malam, panggung penari" SKRIP "penemu malam, panggung penari"
SKRIP "penemu malam, panggung penari" Maghfur Amien
 
PENELITIAN "hadits khamr"
PENELITIAN "hadits khamr"PENELITIAN "hadits khamr"
PENELITIAN "hadits khamr"Maghfur Amien
 
CERPEN "tutur tinular"
CERPEN "tutur tinular"CERPEN "tutur tinular"
CERPEN "tutur tinular"Maghfur Amien
 
CERPEN "mustawa tsaqalain"
CERPEN "mustawa tsaqalain"CERPEN "mustawa tsaqalain"
CERPEN "mustawa tsaqalain"Maghfur Amien
 
CERMIN "kekasih rembulan"
CERMIN "kekasih rembulan"CERMIN "kekasih rembulan"
CERMIN "kekasih rembulan"Maghfur Amien
 

More from Maghfur Amien (20)

Peradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah Kedua
Peradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah KeduaPeradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah Kedua
Peradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah Kedua
 
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannya
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannyaKajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannya
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannya
 
I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)
I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)
I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)
 
Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesi...
Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesi...Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesi...
Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesi...
 
Antologi puisi egois maghfur amien
Antologi puisi egois maghfur amienAntologi puisi egois maghfur amien
Antologi puisi egois maghfur amien
 
Antologi Puisi Egois Maghfur Amien
Antologi Puisi Egois Maghfur AmienAntologi Puisi Egois Maghfur Amien
Antologi Puisi Egois Maghfur Amien
 
OPINI "Mekanisme Pertahanan Diri"
OPINI "Mekanisme Pertahanan Diri"OPINI "Mekanisme Pertahanan Diri"
OPINI "Mekanisme Pertahanan Diri"
 
SEJARAH Danau Baikal, Tulang Rusuk Adam AS.?
SEJARAH Danau Baikal, Tulang Rusuk Adam AS.?SEJARAH Danau Baikal, Tulang Rusuk Adam AS.?
SEJARAH Danau Baikal, Tulang Rusuk Adam AS.?
 
PUISI Lima lorong
PUISI Lima lorongPUISI Lima lorong
PUISI Lima lorong
 
CERPEN Aroma Rindu Yerussalem
CERPEN Aroma Rindu YerussalemCERPEN Aroma Rindu Yerussalem
CERPEN Aroma Rindu Yerussalem
 
مصحف القيام
مصحف القياممصحف القيام
مصحف القيام
 
CERPEN "Xanthippe si mar"
CERPEN "Xanthippe si mar"CERPEN "Xanthippe si mar"
CERPEN "Xanthippe si mar"
 
PUISI "antologi Maghfur Amien"
PUISI "antologi Maghfur Amien"PUISI "antologi Maghfur Amien"
PUISI "antologi Maghfur Amien"
 
SKRIP "penemu malam, panggung penari"
SKRIP "penemu malam, panggung penari" SKRIP "penemu malam, panggung penari"
SKRIP "penemu malam, panggung penari"
 
PUISI "prodeo"
PUISI "prodeo"PUISI "prodeo"
PUISI "prodeo"
 
PENELITIAN "hadits khamr"
PENELITIAN "hadits khamr"PENELITIAN "hadits khamr"
PENELITIAN "hadits khamr"
 
CERPEN "tutur tinular"
CERPEN "tutur tinular"CERPEN "tutur tinular"
CERPEN "tutur tinular"
 
CERPEN "mustawa tsaqalain"
CERPEN "mustawa tsaqalain"CERPEN "mustawa tsaqalain"
CERPEN "mustawa tsaqalain"
 
CERMIN "kekasih rembulan"
CERMIN "kekasih rembulan"CERMIN "kekasih rembulan"
CERMIN "kekasih rembulan"
 
CERPEN "koprol"
CERPEN "koprol"CERPEN "koprol"
CERPEN "koprol"
 

Recently uploaded

Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanNiKomangRaiVerawati
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasHardaminOde2
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSyudi_alfian
 

Recently uploaded (20)

Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
 

Dinamika Tafsir Al-Qur'an Masa Ulama Mutaqaddimin

  • 1. DINAMIKA TAFSIR AL-QUR’AN PERIODE ULAMA’ MUTAQADDIMIN (REVISI) MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Perkembangan Tafsir Oleh: Muhammad Maghfur Amin NIM. F12518226 Dosen Pengampu: Dr. H. Khotib, M.Ag ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2018
  • 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tafsir sebagai perangkat penting dalam khazanah keilmuan Islam memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Sebagaimana perkembangan peradaban yang berkelindan di masyarakat Islam, realitas keagamaan pun tidak dapat terlepas dari peran kekuasaan. Pembahasan kondisi yang melingkupi segenap tradisi dan upaya para ulama dalam memberikan sumbangsih bagi keilmuan Islam pada akhirnya menjadi kajian yang tidak terpisahkan. Pada masa klasik sejak Rasulullah hingga akhir masa tabi’in, kaum intelektual telah memberikan peninggalan penting sebagai embrio semangat keilmuan. Tradisi dan rasa cinta akan ilmu telah membentuk pemandangan masyarakat Islam yang berani manatap masa depan. Namun pergolakan yang muncul akibat ketidakpuasan kepemimpinan pada masa khulafa’ ar-rasyidun manjadi luka yang berkelanjutan. Puncaknya pada masa Ali bin Abi Thalib. Arbitrase yang terjadi antara Ali dan Mu’awiyah telah terjadi, akan tetapi menimbulkan kesepakatan yang timpang. Melalui peristiwa itu, suara umat pun tepecah kedalam golongan-golongan. Lahirlah Syi’ah yang fanatik terhadap Ali. Terdapat pula kelompok lain sebagai sebagai oposisi, yang tidak puas dengan perundingan tersebut, yang disebut dengan Khawarij. Kelompok Khawarij ini pun menjadi kelompok oposan abadi bagi pemerintah. Konsentrasi intelektual Islam pun terpecah. Berbagai sudut digunakan oleh masing-masing kalangan dan syarat akan kepentingan politik identitas dalam pengembangan keilmuan. Hal ini tidak terkecuali dalam perkembangan tafsir Al- Qur’an. Lahirnya masa dinasti dalam khilafah Islam serta-merta merubah arah peradaban Islam. Kepemimpinan yang demokratis telah hilang. Perlawanan- perlawanan terhadap khalifah pun terjadi ketika kebijakan semena-mena ditetapkan. Seperti pergolakan politik-keagamaan pada masa khalifah Al-Ma’mun yang mengakibatkan Imam Ahmad bin Hanbal ditangkap karena tidak mengakui ke- makhluq-an Al-Qur’an.
  • 3. 3 Namun tidak seluruh masa dinasti merupakan sesuatu yang buruk. Setelah Dinasti Umayah berakhir, dengan takluknya khalifah Al-Watsiq, kepemimpinan berpindah ke Dinasti Abbasiyah. Pada masa inilah perkembangan keilmuan Islam mengalami masa keemasan. Dengan melihat latar belakang diatas, dalam makalah ini akan dibahas mengenai dinamika tafsir pada periode ulama’ mutaqaddimin dengan berbagai kondisi sosial politik yang melingkupinya. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Kondisi Sosial-Politik pada Periode Ulama Mutaqaddimin? 2. Bagaimana Karakteristik Tafsir Periode Ulama Mutaqaddimin ? 3. Bagaimana Corak dan Kecenderungan Tafsir Periode Ulama Mutaqaddimin? 4. Siapa saja Mufassir yang Terkenal pada Periode Ulama Mutaqaddimin? 5. Bagaimana Contoh Penafsiran Periode Ulama Mutaqaddimin? C. Tujuan Pembahasan 1. Untuk Mengetahui Kondisi Sosial-Politik pada Periode Ulama Mutaqaddimin 2. Untuk Mengetahui Karakteristik Tafsir Periode Ulama Mutaqaddimin 3. Untuk Mengetahui Corak dan Kecenderungan Tafsir Periode Ulama Mutaqaddimin 4. Untuk Mengetahui Mufassir yang Terkenal pada Periode Ulama Mutaqaddimin 5. Untuk Mengetahui Contoh Penafsiran Periode Ulama Mutaqaddimin
  • 4. 4 BAB II PEMBAHASAN A. Kondisi Sosial-Politik Periode Ulama’ Mutaqaddimin Periode ulama’ mutaqaddimin berlangsung pada masa akhir Dinasti Umayyah hingga masa awal Dinasti Abbasiyah. Periode ini merupakan masa pembukuan (tadwin) dalam berbagai ilmu, termasuk tafsir. Terlebih lagi pada masa Dinasti Abbasiyah saat pemerintahan dipegang oleh Harun ar-Rasyid, sebagai khalifah kelima. Pada masa setelah Ali ibn Abi Thalib, Islam mengalami perubahan pemerintahan. Kedudukan Ali sebagai khalifah berakhir pada konflik dengan Mu’awiyah. Perjanjian penyatuan umat Islam dalam kepemimpinan politik Umayyah pun disepakati oleh Hasan, putra Ali. Maka tahun 661 M. ditandai sebagai ‚tahun persatuan‛ (‘am al-jama’ah). Pemerintahan khilafah yang demokratis berubah ke bentuk daulah hingga masa kerajaan yang bersistem dinasti atau monarchihiredetas (kerajaan turun temurun). 1. Daulah Umayyah Khalifah pertama Dinasti Umayyah dikukuhkan bagi Mu’awiyah pada tahun 41 H. Kemudian digantikan oleh anaknya, Yazid, pada tahun 60 H. Masa Yazid berkuasa hanya berlangsung empat tahun. Setelah itu digantikan oleh Abdullah bin Zubair hingga tahun 73 H. pergantian kekuasan seperti ini terus berlangsung hingga terhitung ada sebelas kali pergantian kekuasaan. Sebagai penguasa terakhir Dinasti Umayyah adalah Marwan bin Muhammad. Masa pemerintahannya berakhir pada tahun 132 H.1 Pada masa Dinasti Umayyah, yang berpusat di Damaskus, orientasi politik Islam belum kuat di kalangan intelektual. Hal ini dilatarbelakangi Dinasti Umayyah lebih berkonsentrasi dalam hal perluasan wilayah kekuasaan. Keberhasilan ekspansinya –– di Barat dan Timur— meliputi wilayah yang luas; Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Iraq, sebagian Asia 1 Sami Ibn Abdillah Ibn Ahmad al-Maghluts, Atlas Tarikh Daulah Abbasiyah, (Riyadh: Maktabah al- Ubaikan, 2012), 33.
  • 5. 5 Kecil, Persia, Afghanistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkemia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.2 Dalam pemerintahan Umayyah ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam kondisi sosial politiknya.3 Pertama, kekuasaan lahir bukan melalui cara yang demokratis, karena menggunakan perlawanan kekuasaan sebelumnya. Dari segi politik keummatan tidak tercemin dalam Dinasti Umayyah karena mamangkas keinginan rakyat. Sehingga terdapat kemunginan tingkat partisipasi masyarakat kurang aktif dalam mendukung pemerintahan. Kedua, Dinasti Umayyah lebih mengutamakan kekuatan militer sebagai untuk ekspansi kekuasaan. Untuk pemerintahan diperlengkapi juga dengan Angkatan Laut dan teknologi kemiliteran seperti senjata peledak. Ketiga, pemerintah mengarahkan kebudayaan pada program ‚Arabisasi‛ daerah-daerah yang dikuasainya. Orientasi budaya tersebut dilakukan dengan program antara lain: (1) Penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa administrasi untuk mengganti bahasa Yunani, yang didukung dengan sosialisasi dan edukasi; (2) Aktualisasi sastra Arab, hingga melahirkan penyair-penyair baru; (3) Perhatian terhadap ilmu-ilmu keislaman dalam standar bahasa Arab; seperti tafsir, hadis, fikih, dan teologi, meskipun baru tahap awal, (4) mengganti mata uang Bizantium/ Yunani (Drachme) dan Persia (Dirhan), dengan mata uang bertuliskan Arab, seperti Dinar (terbuat dari emas) dan Dirham (terbuat dari perak). Program tersebut bahkan melebar pada aspek arsitektur pada bangunan masjid-masjid dan istana-istana. Keempat, efek progarm ‚arabisasi‛ tersebut adalah tampaknya format politik yang eksklusif. Dengan itu Dinasti Umayyah menjadikan etnis non-Arab sebagai inferior. Kecuali pada masa Khalifah Umar bin ‘Abd al-‘Aziz (717-720), hubungan baik pemerintah dengan pihak oposisi terjalin. Sikap moderat dan toleran, serta wawasan konstruktif sang Khalifah menjadi peran penting. Ketika dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada 2 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1996), 42. 3 Sidi Gazalba, Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi dan Sosiografi (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), 280. Lihat juga: Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Bagian I (Jakarta:Universitas Indonesia Press, 1985), 61-62.
  • 6. 6 menambah perluasan wilayah kekuasaan.4 Kedudukan Mawali (non-Arab) disejajarkan dengan muslim Arab. Maka jadilah masa kepemimpinannya benar- benar produktif. Namun para khalifah masa sesudahnya, terperdaya oleh kemewahan. Kelima, arah politik lebih kepada pemuasan hasrat kemewahan elit birokrat dan mengesampingkan kepentingan masyarakat. Meskipun memang ada perhatian terhadap pemberdayaan intelektual, namun porsinya tidak seberapa kuat. 2. Daulah Abbasiyah Dinasti Umayyah berakhir dengan kekalahan tentara Umayyah di Kufah oleh tentara Abbasiyah. Fase imperium ini pun dimanfaatkan dengan berdirinya Dinasti Abbasiyah. Damaskus direbut oleh tentara Abbasiyah sehingga jatuhlah kekuasaan Umayyah pada tahun 750 M.5 Abbasiyah sendiri diambil dari nama Abbas ibn Abdul Muthalib yaitu salah satu paman Nabi Muhammad saw. Pada awal Dinasti Abbasiyah I, sebagai khalifah pertama adalah Abdullah ibn Muhammad bin Ali Al-Abbasiy yang terkenal dengan Abul Abbas as-Saffah. Dia adalah keturunan keempat dari anak cucu Abbas bin Abdul Mutahlib.6 Sebagaimana dalam Atlas Tarikh Daulah Abbasiyah, Dinasti Abbasiyah terbagi menjadi dua periode; Abbasiyah I dengan rentang 132-232 H dan Abbasiyah II dengan rentang 232-656 H.7 Dinasti Abbasiyah I mengalami delapan kali pergantian kekuasaan. Sebagai khalifah terakhir adalah Abu Ja’far Harun Al-Watsiq yang menggantikan ayahnya, yakni Al-Mu’tashim. Kekuasaan khalifah kesembilan ini berakhir setelah ia meninggal pada tahun 232 H /847 M. Generasi berikutnya dilanjutkan dengan periode Dinasti Abbasiyah II. Dinasti ini mengalami 27 kali pergantian khalifah. Berakhirnya dinasti ini karena serangan Hulagu Khan pada masa khalifah terakhirnya, tahun 656 H. 4 Ahmad Amin, Islam dari Masa ke Masa (Bandung: CV Rusyda, 1987), 104. 5 Al-Maghluts, Atlas Tarikh…, 34. 6 Yatim, Sejarah Peradaban…, 52. 7 Al-Maghluts, Atlas Tarikh…, 34.
  • 7. 7 Pada masa Dinasti Abbasiyyah yang mengantarkan pada kemajuan peradabannya adalah dua hal, yakni pertama, terjadinya asimilasi dengan bangsa- bangsa yang lebih dulu mengalami perkembangan kebudayaan. Bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra.8 Selain itu pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, matematika dan astronomi. Sedangkan Yunani memberikan pengaruh melalui terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat. Maka peradaban Islam merupakan hasil akulturasi dari prinsip-prinsip kebudayaan Islam (yang telah berasimilasi dengan kebudayaan Arab) dengan kebudayaan-kebudayaan lain tersebut. Kedua, banyak aktifitas terjemahan di kalangan intelektual. Gerakan ini memberi kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam ilmu-ilmu keislaman, pengaruhnya terbaca dalam bidang tafsir, fikih, dan teologi. Munculnya tafsir bi al-ra’y (tafsir), rasionalisme Imam Ahmad bin Hanbal (fikih) dan kaum Mu’tazilah (teologi)9 , logika Yunani karya teologi Abu al-Hasan al-Ash’ari, merupakan sebagian indikasinya. Ada beberapa hal yang dapat dilihat sebagai realitas politik pada masa Daulah Abbasiyah, antara lain10 : a. Kekuasaannya merupakan hasil dari perebutan dengan Dinasti Umayyah. Sistem kepemimpinan pun dinasti, kekuasaan turun temurun sebagai mana Dinasti Umayyah. b. Jika pada masa Dinasti Umayyah lebih terfokus pada perluasan wilayah kekuasaan, maka pada Dinasti Abbasiyah lebih berorientasi pada pengembangan keilmuan. Orientasi politik tidak diarahkan untuk ekspansi kekuasaan, maka kekuatan militer diperkuat sebagai instrumen pertahanan dan keamanan. c. Pemerintah bertindak tegas terhadap gerakan idielogis yang negatif. Adanya khalifah yang berani mengambil kebijakan membebaskan khilafah dari pengaruh Khawarij, yang masih kental pada masa awal dinasti yakni pada masa Al-Mutawakkil. d. Berdirinya dinasti lain di berbagai wilayah memberikan warna politik yang baru. Khilafah Abbasiyah memberi ruang terjadinya asimilasi pengaruh luar 8 Ahmad Amin, Duha al-Islam, Jilid 1 (Kairo: Lajnah al-Ta'lif wa al-Nashr, t.t.), 207. 9 Montgomery Watt, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam (Jakarta: P3M, 1987), 54-113. 10 Al-Maghluts, Atlas Tarikh…, 34. ; Nasution, Islam Ditinjau..., 67-75.
  • 8. 8 dalam wilayah kekuasaannya. Hubungan internasional yang dibangun menjadikan jaringan hubungan yang global. Hal itu dilakukan alam rangka mengembangkan transfer informasi yang baik sebagai instrumen pengembangan bangsa. e. Berdasarkan hegemoni pengaruh kelompok-kelompok tertentu, pemerintahan Bani Abbasiyah terklasifikasi menjadi lima periode; (1) pengaruh Persia pertama (750-847 M.), (2) pengaruh Turki pertama, (3) pengaruh Persia kedua –kekuasaan Dinasti Buwaih, (4) pengaruh Turki kedua –kekuasaan Dinasti Bani Seljuk, dan (5) bebas dari pengaruh dinasti lain –efektif di sekitar kota Baghdad. f. Program transfer informasi antar bangsa tersebut berakibat pada format politik yang inklusif. Dengan asas toleransi yang mendukung semangat kecintaan ilmu pengetahuan, tidak membatasi hubungan global dengan budaya dan lain. Pengaruh asimilasi ini mempengaruhi perkembangan corak tafsir pada masa itu. g. Dalam rentang kekuasaan kurang lebih empat abad, gerakan politik banyak bersinggungan dengan hal keagaaman. Orientasi politik lebih terkonsentrasi pada kesejahteraan masyarakat,baik dalam bentuk penyediaan fasilitas umum atau jasa maupun pemberdayaan intelektual-spiritual. Sinergi Agama dan Negara, pembangunan fisik dan non-fisik pada masa itu hingga digambarkan dalam sebuah karya sastra yang monumental dari Al-Jashiri, ‚seribu satu malam‛. h. Keterjaminan stabilitas keamanan atau ekuilibrium sosial dalam negeri. Meskipun tidak terlepas dari adanya kelompok opsisi yang memberikan pengaruh (hegemoni). Terbukti kekuasaan pemerintah bertahan lama hingga mencapai lebih dari lima abad (750-1258). i. Runtuhnya Dinasti Abbasiyyah bukan karena kudeta kelompok penentang dalam negeri, akan tetapi karena takluk oleh kekuatan luar negeri, yaitu serangan pasukan Hulaghu Khan pada tahun 1258 M. B. Karakteristik Tafsir Periode Ulama’ Mutaqaddimin Beberapa ulama’ dan sarjana telah memamparkan hasil penelitian tentang periodesasi perkembangan tafsir, termasuk karakteristik tafsirnya. Diantara sarjana
  • 9. 9 yang memberikan komentar tersebut adalah yang mengkategorikan madzhab tafsir berdasarkan tingkatan masa. Seperti Muhammad Husein Adz-Dzahabi dalam kitab at-Tafsir wa al- Mufassirun. Menurut Adz-Dzahabi, tafsir pada masa kodifikasi (ulama’ mutaqaddimin) diperkirakan muncul pada masa pemerintahan Umayyah hingga masa Bani Abbasiyah. Pada masa itu tafsir muali dibukukan. Tafsir yang berbau kemadzhaban, seperti Mu’tazilah, Syi’ah dan Khawarij, telah berkembang. Dan beragam corak tafsir bermunculan seperti sufistik, linguistik, fiqhi, filosofis, adabi- ijtima’I dan lain-lain.11 Sedangkan Abdul Mustaqim mengkategorikan tafsir pada masa abad III dalam periode Pertengahan. Produk tafsir yang sistematis telah sampai ke tangan generasi saat ini. Hal itu merupakan bukti bahwa proses kodifikasi tafsir pada saat itu sangat baik. Menurutnya tafsir era pertengahan memiliki karakter at-tikrar (pengulangan), at tahwil (bertele-tele) dan atomistik (parsial). Coraknya cenderung kepada fiqhi, teologis, ilmi dan falsafi.12 C. Corak dan Kecenderungan Tafsir Periode Ulama’ Mutaqaddimin Berbagai ragam corak penafsiran muncul terutama ketika pada masa khalifah kelima Dinasti Abasiyyah yakni Khalifah Harun al Rasyid memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Begitu juga pada masa setelahnya ketika dipimpin oleh khalifah al Makmun. Kitab-kitab tafsir diera keemasan islam inipun banyak bermunculan ; tafsir jami’ al Bayan an Ta’wil Ay al Qur’an karya Ibn Jarir ath Thabari (w. 923 M).13 Pada periode ketiga dari perkembangan tafsir adalah periode pembukuan yang dimulai pada akhir kekhalifahan bani umayyah dan pada awal kekhalifahan bani abbasyiyah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Muhammad Husein Adz- 11 Muhammad Husein Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kuwait: Dar an-Nawadir, 2010), 143. diunduh dari al-Maktabah al-Waqfiyah www.waqfeya.com diakses 15 Oktober 2018 12 Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafisir, (Yogyakarta: Nun Pustaka Yogyakarta, 2003), 67 13 Abdul Mustaqim, Epistemologi tafsir Kontemporer, ( Yogyakarta: Lkis Printing Cemerlang, 2012), 46.
  • 10. 10 Dzahabi14 , pada periode ini tafsir memasuki beberapa tahap, masing-masing mempunyai metode dan ciri-ciri yang berbeda-beda. Tahap pertama, tafsir masih belum dibukukan secara sistematis , yaitu disusun secara berurutan ayat demi ayat, surat demi surat dari awal sampai akhir al Qur’an , tetapi itu hanyalah usaha sampingan dari para ulama dalam rangka mengumpulkan hadis-hadis yang tersebar diberbagai daerah. Karena pada waktu itu para ulama lebih memprioritaskan terhadap hadis, sehingga tafsir hanya merupakan salah satu bab yang dicakupnya, dan tafsir itu dibukukan dalam bentuk bagian dari pembukuan hadis.15 Tokoh-tokoh yang terkenal dan mempunyai perhatian penuh terhadap periwayatan tafsir yang dinisbatkan kepada nabi, sahabat, dan tabi’in dan juga perhatian terhadap pengumpulan hadis nabi adalah: Yazid ibn Harun As-Sulami (w. 117 H), Syu’bah ibn al Hajjaj ( w. 160 H), Waki’ ibn Jarrah( w. 197 H), Sufyan ibn ‘Uyainah(w.198H), Rauh bin ‘Ubadah al Bisri(w. 205H), Abdu Ar-Razaq bin Hamam(w.211 H), Adam bin Abu Iyas(w. 220H), dan ‘Abd ibn Humaid(w. 249 H). Tahap kedua, muncul beberapa ulama yang menulis tafsir secara khusus dan berusaha memisahkan antara penafsiran al Qur’an dari usaha pengumpulan dan pembukuan hadis serta menjadikannya sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri. Al Qur’an ditafsirkan secara sistematis , sesuai dengan urutan mushaf. Usaha ini dilakukan pada abad ke III Hijriyah, dan berakhir pada abad awal ke V Hijriyah. Para ulama ; Ibnu Majah(w. 273 H), Ibnu Jarir at Thabaari (w. 310 H), Abu Bakar bin Munzir an Naisaburi (w. 318 H), Ibnu Abi Hakim (w. 327 H), Abusy- Syaikh bin Hibban (w. 369 H), al Hakim (w. 405 H), dan Abu Bakar bin Murdawaih(w. 410 H) dan lain-lain. Tafsir generasi ini memuat riwayat-riwayat yang disandarkan kepada rasulullah, sahabat, tabi’ tabi’in, dan terkadang disertai pentarjihan terhadap pendapat-pendapat yang diriwayatkan, dan penyimpulan sejumlah hukum serta penjelasan kedudukan kata jika diperlukan. 14 Adz-Dzahabi, At-Tafsir wal …, 140 15 Imam Musbikin, Mutiara Al Qur’an, ( Madiun: Jaya Star Nine, 2014), 12
  • 11. 11 Tahap ketiga, perkembangan tafsir tidak berhenti pada corak tafsir bi al ma’tsur saja , tetapi berlanjut pada perkembangan berikutnya, dimana muncul sejumlah mufasir yang dalam aktifitasnya mulai meringkas sanad-sanad dan menghimpun berbagai pendapat tanpa menyebutkan pemiliknya. Oleh karena itu banyak terjadi pemalsuan dalam bidang tafsir yang mengakibatkan tercampurnya antara riwayat yang shahih dan yang tidak shahih. Sehingga para peneliti dan pengkaji kitab-kitab tersebut beranggapan bahwa semua riwayat yang terdapat didalaamnya adalah shahih dan menjadikannya sebagai dumber penafsiran. Disisi lain mereka juga mulai menggunakan cerita-cerita Israiliyat sebagai dasar penafsiran tanpa diseleksi terlebih dahulu. Tahap keempat, pada tahap ini ilmu pengetahuan telah berkembang dengan pesat , pembukuan tafsir telah mencapai kesempurnaan, cabang-cabangnya mulai bermunculan, perbedaan pendapat terus meningkat, masalah-masalah kalam semakin berkobar, fanatisme mazhab semakin serius, dan ilmu-ilmu filsafat bercorak rasional bercampur baur dengan ilmu-ilmu naqli serta setiap golongan berupaya mendukung mazhab masing-masing. Ini semua menyebkan tafsir ternoda , sehingga para mufasir dalam menafsirkan al Qur’an berpegang pada pemahaman pribadi dan mengarah kepada berbagai kecenderungan.16 Ahli ilmu rasional hanya memperhatikan dalam tafsir kata-kata pujangga dan fisof, seperti ; Fakhruddin Ar Razi (w. 606 H). Ahli-ahli fikih hanya membahas soal- soal fiqih , seperti al Jashash dan al Qurtubi, dan golongan tasawuf hanya mengemukakan makna-makna isyari, seperti Ibnu ‘Arabi.17 D. Mufassir dan Karya Tafsir Periode Ulama’ Mutaqaddimin Sebagaimana disebutkan oleh Adz-Dzahabi bahwa usaha kodifikasi tafsir berkembang pesat sejak abad III. Berikut nama-nama mufassir yang telibat dalam pembukuan tafsir dari masa ke masa: 16 Lihat juga: Musbikin, Mutiara Al Qur’an, 12 17 Adz-Dzahabi, At-Tafsir …, 142
  • 12. 12 1. Abad III Hijriyah a. Ulama-ulama tafsir riwayat : Al-Waqidy, Abdur Razaq bin Hamman, Abdun Ibnu Humaid, Ibnu Jarir At-Thabary, Iishaq ibn Rohawaih, Rauh bin Ubadah, Sa’id bin Manshur, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Baqy ibn Mikhlad, dam bin Abi Iyas, dan saeabagainya. b. Ulama-ulama tafsir dirayat : Al-Allaf (226 H), Al-Jahidl (225 H), An-Nadham (231 H). Tafsir Jami’ul Bayan adalah tafsir yang paling terkenal pada abad ke-3 Hijriyah. Tafsir ini disusun oleh Ibnu Jarir At-Thabary, dan tafsir Baqy bin Mikhlad. Tetapi tafsir yang berkembang luas dalam masyarakat adalah tafsir Ibnu Jarir At-Thabary. 2. Abad IV Hijriyah Tafsir abad ke-4 H banyak menggunakan ra’yu (tafsir bi ar-ra’yi) dengan mengosongkan cerita-cerita israiliyat. Adapun riwayat-riwayat yang shahih dapat diterima. Tafsir ini dikembangkan oleh golongan Mu’tazilah. Maka lahirlah Tafsir yang disusun oleh Abu Muslim Al-Asfahany (322 H), bernama Jami’ut Ta’wil. Inti tafsir ini dinukil oleh Ar-Razi ke dalam tafsirnya yang bernama Al- Muqtathaf. Diantara pendapat Abu Muslim yang menggegerkan para ulama ialah bahwa dalam Al-Qur’an tidaka ada nasikh mansukh. Termasuk tokoh tafsir dirayah pula ialah : Abu Bakar Al-Asham, Al-Juba’i, dan Ubaidillah ibn Muhammad ibn Jarw. Selain itu pada abad ke-4 ini, lahir pula tafsir shufi oleh At-Tastary, yang menyusun tafsir berdasarkan isyarat. 3. Abad V Hijriyah Diantara tafsir abad ke-5 H ialah Tafsir Al-Kasyaf yang disusun oleh Az- Zamakhsyari (467-528 H). Tafsir ini terbit pada zaman tafsir bi ar-ra’yi mencapai puncaknya. Az-Zamakhsyary menerangkan rahasia balaghah Al-Qur’an dengan sempurna. Ayat-ayat yang mengenai aqidah beliau tafsirkan sesuai golongan Mu’tazilah yang menafsirkan Al-Qur’an dengan aqal, namun di dalamnya terdapat pula atsar dan cerita Israiliyat yang menerangkan asbabun nuzul.
  • 13. 13 Tafsir-tafsir lain yang terbit pada abad ke-5 Hijriyah : a. Al-Wajiz fi Tafsir Al-Qur’anul Aziz oleh Al-Wahidy (468 H) b. At-Tibyan fi Tafsiril Qur’an oleh Abu Ja’far bin Hasan At-Thusy (459 H) dari golongan syi’ah. 4. Abad VI Hijriyah Tafsir yang lahir diantaranya : a. Ma’alimt Tanzil, susunan Al-Baghawi (516 H) b. Al-Muharrul wajiz oleh Abu Muhammad Athiyah Al-Maghraby (542 H). c. Zadul Masir dan Fununul Afnan, oleh Ibnul Jauzy (597 H). 5. Abad VII Hijriyah Diantara mufassir dan karya tafsir yang lahir pada abad ke-7 Hijriyah adalah : a. Ahmad Ibn Munir membantah Az-Zamakhsyari dalam beberapa soal bahasa. b. Mafatihul Ghaib (tafsir al-kabir), susunan Fahruddin Ar-Razi atau (605 H) c. Al-Insaf fil Jam’i bainal Kasyifi wal Kasysyaf, susunan Abul Atsir (606 H) d. Al-Jam’u wat Tafshil fi Ibda’i Ma’anit Tanzil, oleh Ibnu ‘Arabi (638 H). E. Contoh Penafsiran Al-Qur’an dalam Kitab-kitab Tafsir Periode Ulama’ Mutaqaddimin 1. Jami’ul Bayan, Ibnu Jarir Ath-Thabari Berikut ini adalah contoh penafsiran Al-Qur’an dalam kitab tafsir periode ulama’ mutaqaddimin. Sebagai contoh penafsiran abad-III hijriyah, tafsir karya Ibnu Jarir Ath-Thabari. Ath-Thabari menafsirkan surat An-Nisa’ ayat 34 sebagai berikut: ‫ُل‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫الِّر‬‫َج‬‫و‬ ‫ُل‬‫ا‬ ‫َّو‬ ‫َج‬‫ى‬‫َج‬‫ل‬‫َج‬‫ع‬‫ِء‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫ِّر‬‫ل‬‫ا‬‫َج‬‫ا‬‫ِء‬‫ب‬‫َج‬‫ا‬‫َّو‬ ‫َج‬‫ُل‬ ‫َّو‬‫ْع‬ ‫ُل‬ ‫َج‬ ‫ْع‬ ‫َج‬‫ب‬‫ى‬‫َج‬‫ل‬‫َج‬‫ع‬‫ٍض‬ ‫ْع‬ ‫َج‬‫ب‬‫َج‬‫ا‬‫ِء‬‫ب‬ ‫َج‬‫ُل‬‫ق‬‫َج‬‫ف‬‫ْع‬‫ل‬‫َج‬‫أ‬‫ِءوْع‬‫ا‬‫ْع‬ ‫ِء‬ ‫ِء‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫اْع‬‫َج‬‫أ‬‫ُل‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫ِء‬‫ا‬ ‫َّو‬‫ل‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫ٌت‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫ِء‬‫ل‬ ‫َج‬‫ٌت‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫ِء‬ ‫َج‬‫ِء‬ ‫ْع‬ٌ‫َج‬ ‫ْع‬‫ِءل‬‫ا‬‫َج‬‫ا‬‫ِء‬‫ب‬‫َج‬ ‫ِء‬‫ف‬‫َج‬‫ُل‬ ‫َّو‬ً‫ِء‬ ‫َّو‬‫اَّل‬ ‫َج‬‫َج‬‫و‬ ‫ُل‬ ‫َج‬ ‫َج‬‫ُلوَّو‬ ‫َج‬‫و‬ ‫ُل‬ ‫ُل‬‫ل‬‫ُلوَّو‬ ‫ُل‬ ‫ِء‬ ‫َج‬‫ُلوَّو‬ ‫ُل‬‫ل‬‫ُل‬ ‫ْع‬ ‫َج‬ً‫ِء‬‫ِء‬ ‫ِء‬ ‫َج‬ ‫َج‬‫ا‬‫ْع‬‫ا‬ ‫ُلوَّو‬ ‫ُل‬‫ب‬ ‫ِء‬‫ل‬‫ْع‬ ‫َج‬‫وْع‬‫ِء‬ ‫َج‬‫ْع‬ ‫ُل‬ ‫َج‬‫ل‬‫ْع‬ ‫َج‬ ‫َج‬‫أ‬‫َج‬‫َّل‬‫َج‬‫ُل‬ ‫ْع‬‫ب‬‫َج‬‫وَّو‬‫ِء‬ ‫ْع‬ٌ‫َج‬‫ل‬‫َج‬‫ع‬‫اًل‬‫ٌَّل‬‫ِء‬‫ب‬‫َج‬‫وَّو‬‫ِء‬‫َج‬ ‫َّو‬‫َج‬‫و‬ ‫َج‬‫اًل‬ٌ‫ِء‬‫ل‬‫َج‬‫ع‬‫ٌلاًل‬‫ِء‬‫ب‬‫َج‬(34) ‫ا‬ ‫اق‬ً‫ٌا‬ ‫أ‬‫اه‬:‫ُل‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫الِّر‬‫َج‬‫و‬ ‫ُل‬‫ا‬ ‫َّو‬ ‫َج‬‫ى‬‫َج‬‫ل‬‫َج‬‫ع‬‫ِء‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫ِّر‬‫ل‬‫ا‬‫َج‬‫ا‬‫ِء‬‫ب‬‫َج‬‫ا‬‫َّو‬ ‫َج‬‫ُل‬ ‫َّو‬‫ْع‬ ‫ُل‬ ‫َج‬ ‫ْع‬ ‫َج‬‫ب‬‫ى‬‫َج‬‫ل‬‫َج‬‫ع‬‫ٍض‬ ‫ْع‬ ‫َج‬‫ب‬‫َج‬‫ا‬‫ِء‬‫ب‬ ‫َج‬‫ُل‬‫ق‬‫َج‬‫ف‬‫ْع‬‫ل‬‫َج‬‫أ‬ ‫ِءوْع‬‫ا‬‫ْع‬ ‫ِء‬ ‫ِء‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫اْع‬‫َج‬‫أ‬ ‫ا‬‫أب‬‫فل‬:ً‫ل‬ ٌ‫اه‬ ‫بق‬‫ا‬‫ؤه‬ ‫ثل‬( :1" )‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬"،‫ا‬ ‫ال‬‫ا‬ ‫أ‬ٌ‫على‬ ، ‫ئ‬ ‫ل‬ً‫و‬ ‫أدٌب‬‫ذ‬ ‫أل‬‫على‬‫و‬ ٌ‫أٌد‬‫ٌا‬ٌ‫و‬ ٌ‫عل‬‫هلل‬‫أللف‬"=‫با‬‫ا‬‫ب‬
  • 14. 14 ‫على‬‫ب‬"،ً‫ل‬ ٌ:‫با‬‫ا‬‫به‬‫ا‬ ‫ال‬‫على‬‫أو‬:‫او‬‫ْع‬ ‫َج‬‫و‬ ٌ‫ا‬،‫و‬ ‫ل‬ ‫ا‬‫لف‬ ‫و‬ ٌ‫عل‬، ‫ا‬ ‫أا‬ٌ ‫ف‬‫و‬ ٌ‫و‬ ‫ل‬ ‫َج‬‫ُلؤ‬‫ا‬.‫ذاك‬‫ٌا‬ ‫ف‬‫لك‬ ‫ب‬‫اى‬ٌ،‫و‬ ٌ‫عل‬‫اذاك‬ ‫ُل‬‫ل‬ ‫ل‬‫اًل‬‫ا‬،‫و‬ ٌ‫عل‬‫ذي‬ ‫ل‬‫ألال‬‫و‬ ٌ‫عل‬‫ٌا‬‫ا‬ٌ‫ا‬‫او‬‫و‬ ‫ل‬ ‫أا‬. ‫با‬‫لل‬ً‫ذاك‬‫ا‬‫ا‬ ‫أ‬‫ٌا‬ ‫أ‬ ‫ا‬. *‫ل‬ ‫ذ‬‫او‬‫ا‬‫ذاك‬: 9300 -ً‫دثل‬‫ااثلى‬،‫ا‬‫دثل‬‫عبد‬‫بو‬‫اح‬ ‫ل‬،‫ا‬ً‫دثل‬‫ٌة‬ ‫ا‬‫بو‬،‫اح‬ ‫ل‬‫عو‬ً‫عل‬‫بو‬ ً‫أب‬،‫ة‬ ‫ل‬‫عو‬‫بو‬‫س‬ ‫عب‬‫اه‬":‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬"،ً‫ل‬ ٌ:،‫ا‬ ‫َج‬‫أال‬ٌ‫عل‬‫أو‬ ‫ه‬ ٌ‫ٌا‬‫َج‬‫أال‬‫به‬‫او‬،‫ه‬ ‫ع‬‫ه‬ ‫ع‬:‫أو‬‫و‬‫اًل‬‫لة‬ ‫ا‬‫اى‬،‫له‬ ‫أ‬‫اًل‬‫ة‬‫اه‬ ‫اا‬. ‫َّوله‬ٌ‫عل‬‫ه‬ ‫بلفق‬‫ٌه‬. 9301 -ً‫دثل‬‫ااثلى‬،‫ا‬‫دثل‬‫ق‬،‫ا‬‫دثل‬‫أب‬،‫ٌل‬ ‫و‬‫عو‬،‫ٌبل‬‫عو‬‫ك‬ ‫ا‬ً ‫اه‬":‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬‫با‬‫ا‬‫ب‬‫على‬‫ب‬"،‫ا‬ ‫ٌق‬:‫ا‬ ‫ال‬‫ٌت‬ ‫ئ‬ ‫على‬،‫االأة‬‫ٌأال‬‫عة‬ ‫ب‬،‫و‬ ‫َج‬‫أبا‬‫له‬‫أو‬‫لب‬ ٌ‫اًل‬‫ب‬‫ل‬‫غٌل‬،‫ح‬‫ابلِّر‬‫اه‬ٌ‫عل‬ ‫ا‬ ‫اف‬‫ه‬ ‫بلفق‬‫ٌه‬. 9302 -‫دثل‬‫اد‬ ‫ا‬‫بو‬‫ٌو‬ ‫ا‬،‫ا‬‫دثل‬‫اد‬ ‫أ‬‫بو‬‫ا‬ ‫ااف‬،‫ا‬‫دثل‬، ‫ب‬ ‫أ‬‫عو‬ ‫دي‬ ‫ا‬":‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬"،‫ا‬:‫و‬ ‫ذ‬ ‫ٌأ‬‫على‬‫و‬ ٌ‫أٌد‬‫و‬ ‫ل‬ ‫ب‬‫ُلؤد‬ٌ( .1) 9303 -ً‫دثل‬‫ااثلى‬،‫ا‬‫دثل‬‫و‬ ‫ب‬‫بو‬‫ى‬ ‫ا‬،‫ا‬‫بلل‬ ‫أ‬‫بو‬‫لك‬ ‫ااب‬،‫ا‬‫ا‬ ‫ا‬‫و‬ ٌ‫ف‬ ‫ا‬ ‫ٌق‬":‫با‬‫ا‬‫ب‬‫على‬‫ب‬"،‫ا‬:‫ٌا‬ ‫ف‬ ‫ب‬‫ا‬ ‫ال‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬. ‫ل‬ ‫ُل‬‫ذ‬‫أو‬‫ذه‬‫آلٌة‬‫لواا‬ً‫ا‬ ‫ل‬‫ا‬،‫ه‬ ‫الأ‬‫ل‬‫اى‬ً‫الب‬‫للى‬‫علٌه‬‫ل‬ً،‫ذاك‬ ‫ى‬‫َج‬ ‫ق‬‫ا‬‫ص‬ ‫اقل‬ ‫ب‬ ‫ل‬ ‫ذ‬‫بل‬ ‫ا‬‫بذاك‬: 9304 -‫دثل‬‫اد‬ ‫ا‬‫بو‬‫ل‬ ‫ب‬،‫ا‬‫دثل‬‫عبد‬‫ألعلى‬،‫ا‬‫دثل‬،‫ٌد‬‫عو‬‫دة‬،‫ا‬‫دثل‬ ‫و‬ ‫ا‬:‫أو‬‫َّل‬ ‫ل‬‫َج‬ ‫ا‬،‫ه‬ ‫الأ‬‫ا‬ ‫أ‬ً‫الب‬‫للى‬‫علٌه‬، ‫ل‬‫د‬ ‫أل‬‫أو‬‫ِءل‬‫ق‬‫ُل‬ٌ،‫اله‬ ‫ألوا‬":‫ُل‬‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬‫با‬‫ا‬‫ب‬‫على‬‫ب‬‫با‬‫ألفق‬‫او‬ ‫ا‬ ‫أا‬"،‫ه‬ ‫دع‬ً‫الب‬‫للى‬‫علٌه‬‫ل‬‫َّل‬،‫علٌه‬‫ا‬:‫ُل‬‫ألدا‬‫أالاًل‬‫د‬ ‫أل‬ ‫ه‬‫َج‬‫غٌل‬.
  • 15. 15 9305 -‫دثل‬‫ل‬ ‫ب‬‫بو‬‫ذ‬ ‫ا‬،‫ا‬‫دثل‬‫ٌوٌد‬،‫ا‬‫دثل‬،‫ٌد‬‫عو‬‫دة‬‫اه‬":‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬ ‫على‬‫ا‬ ‫ال‬‫با‬‫ا‬‫ب‬‫على‬‫ب‬‫با‬‫ألفق‬‫او‬‫ا‬ ‫أا‬"،‫ل‬ ‫ذ‬‫ال‬‫أو‬‫َّل‬ ‫ل‬ ‫ا‬،‫ه‬ ‫الأ‬‫ا‬ ‫أ‬ً‫الب‬‫للى‬‫علٌه‬، ‫ل‬‫ث‬‫ل‬ ‫ذ‬‫ه‬ ‫ل‬. 9306 -‫دثل‬‫و‬ ‫ا‬‫بو‬‫ٌى‬ ٌ،‫ا‬‫بلل‬ ‫أ‬‫عبد‬‫ق‬ ‫الو‬،‫ا‬‫بلل‬ ‫أ‬،‫ال‬ ‫ا‬‫عو‬‫دة‬ً ‫اه‬":‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬"،‫ا‬:‫لك‬‫ا‬ ‫ل‬،‫ه‬ ‫الأ‬‫ا‬ ‫أ‬ً‫الب‬‫للى‬‫علٌه‬ ، ‫ل‬‫د‬ ‫أل‬‫أو‬‫َج‬‫د‬ٌ‫ِء‬‫ق‬‫ُل‬ٌ،‫اله‬‫ألوا‬":‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬". .9307 -‫دثل‬‫بو‬ٌ،‫ا‬‫دثل‬،ً‫أب‬‫عو‬‫لٌل‬‫بو‬، ‫و‬‫عو‬‫و‬ ‫ا‬:‫أو‬‫َّل‬ ‫ل‬‫او‬‫ل‬ ‫أللل‬ ‫ا‬،‫ه‬ ‫الأ‬‫اا‬‫اس‬ ‫ل‬،‫ص‬ ‫اقل‬‫ا‬ً‫الب‬‫للى‬‫علٌه‬‫ل‬‫ا‬ ‫بٌل‬،‫ص‬ ‫اقل‬ ‫لواا‬(:‫ال‬ ‫َج‬‫ْع‬‫ا‬‫َج‬ ‫ْع‬ ‫َج‬‫ِء‬‫و‬ ‫لْع‬‫ُل‬‫ق‬‫ْع‬‫ا‬ ‫ِء‬‫ب‬‫ِءوْع‬‫ا‬‫ِء‬‫ْعا‬‫ب‬‫َج‬‫وْع‬‫َج‬‫أ‬‫ى‬‫َج‬ ‫ْع‬‫ق‬‫ُل‬ٌ‫َج‬‫ك‬‫ْع‬ٌ‫َج‬‫ا‬‫ِء‬‫ُل‬‫ه‬‫ُل‬ٌ ‫ْع‬ ‫َج‬[ )‫لة‬‫ه‬:114]، ‫لواا‬":‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬‫با‬‫ا‬‫َج‬ ‫ب‬‫على‬‫ب‬( ."1) 9308 -‫دثل‬‫اق‬،‫ا‬‫دثل‬‫ٌو‬ ‫ا‬،‫ا‬ً‫دثل‬،‫ج‬‫عو‬‫بو‬‫لٌج‬‫ا‬:‫ا‬‫ٌت‬‫ا‬ ‫ل‬ ،‫ه‬ ‫الأ‬‫د‬ ‫أل‬ً‫الب‬‫للى‬‫علٌه‬‫ل‬‫ص‬ ‫اقل‬.‫بٌل‬،‫ذاك‬‫لواا‬‫آلٌة‬. 9309 -‫دثل‬‫اد‬ ‫ا‬‫بو‬‫ٌو‬ ‫ا‬،‫ا‬‫دثل‬‫اد‬ ‫أ‬‫بو‬‫ا‬ ‫اف‬،‫ا‬‫دثل‬، ‫ب‬ ‫أ‬‫عو‬‫دي‬ ‫ا‬: ‫أا‬"‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬‫على‬‫ا‬ ‫ال‬"،‫و‬‫َّل‬ ‫ل‬‫او‬‫ل‬ ‫أللل‬‫و‬‫بٌله‬‫بٌو‬‫ه‬ ‫الأ‬‫ٌت‬ ‫َّل‬ ، ‫ا‬ ‫ل‬‫لق‬ ‫ل‬، ‫ل‬ ‫أ‬‫ل‬ ‫ذ‬‫ذاك‬ً‫اللب‬‫للى‬‫علٌه‬، ‫ل‬‫بل‬ ‫أ‬":‫ا‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬ ‫على‬‫ا‬ ‫ال‬"‫آلٌة‬ _________ (1)ً‫عة‬ ‫ب‬ ‫اا‬‫ة‬ ‫اا‬" :‫و‬ ‫ٌؤدب‬"،‫او‬‫خ‬ ‫ال‬،ً‫اش‬‫ة‬ ‫اا‬ ‫لف‬""‫دالاة‬‫على‬‫أ‬ ‫ا‬،‫أ‬‫أله‬‫و‬‫ذ‬ً‫أللا‬‫اذي‬‫لقله‬‫عله‬،‫أ‬‫اًل‬ ٌ‫أ‬18 2. Al-Kasysyaf , Az-Zamakhsyari a. Corak kebahasaan Tafsir Az-Zamakhsyari sebagai perwakilan tafsir yang lahir pada abad-IV. Karya tafsir ini dianggap mewakili gambaran dinamika tafsir pada masa pertengahan. Dari segi kebahsaan menurut Adz-Dzahabi penafsiran Az- Zamakhsyari lebih banyak berorientasi pada aspek balaghah untuk 18 Ibnu Jarir Ath-Thabari, Jami’ul Bayan, (CD Maktabah Syamilah)
  • 16. 16 menyingkap kendahan basaha Al-Qur’an.19 Sebagai contoh penafsiran Az- Zamakhsyari terhadap surat Al-Baqarah ayat 115, sebagai berikut: {{‫ِء‬ ‫َّو‬ ‫ِء‬‫هلل‬ ‫َج‬‫لق‬ ‫اا‬‫ل‬ ‫اا‬}‫أي‬‫بَّلد‬‫لق‬ ‫اا‬‫ل‬ ‫اا‬‫ألل‬‫ل‬‫هلل‬‫ا‬ ‫ا‬ٌ‫ا‬ ‫ا‬{‫َج‬‫ا‬‫َج‬‫ل‬‫ْع‬ٌ‫َج‬‫أ‬‫َج‬ ‫ْع‬ ‫ُّل‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫ُل‬}ً‫ف‬‫أي‬‫و‬ ‫ا‬‫ل‬‫اٌة‬ ‫ا‬،ً‫ل‬ ٌ‫اٌة‬‫ل‬‫اقبلة‬‫بداٌا‬‫اه‬‫اى‬{ :‫ا‬ ‫َج‬ ‫َج‬‫َج‬‫ك‬‫َج‬ ‫ْع‬ ‫َج‬ ‫َج‬‫ل‬‫ْع‬ ‫َج‬‫د‬ ‫اا‬‫ل‬ ‫ا‬‫ٌثا‬‫ْع‬ ‫ُل‬ ‫ل‬‫ُل‬‫ْع‬ ‫ُّل‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫َج‬‫ْع‬ ‫ُل‬ ‫َج‬ ‫ُل‬ ‫ُل‬‫ُل‬‫ه‬‫َج‬‫ل‬‫ْع‬ ‫َج‬{ . }‫َّو‬ ‫َج‬‫ث‬‫َج‬‫ُل‬‫ه‬ ‫ْع‬ ‫َج‬}‫أي‬‫ه‬ً ‫ا‬‫أال‬‫ب‬ ٌ ‫ل‬.‫لى‬ ‫اا‬‫أل‬‫ذ‬‫ال‬‫أو‬‫لل‬ً‫د‬ ‫اا‬‫ل‬ ‫ا‬‫أ‬ً‫بٌا‬‫ااقدس‬،‫قد‬‫لا‬‫ا‬ ‫ألل‬‫اًل‬ ‫د‬ ‫ا‬‫لل‬ً‫أي‬‫ة‬ ‫بق‬‫ئ‬‫او‬‫ع‬ ‫بق‬،‫ل‬‫اٌة‬ ‫ا‬ٌ‫و‬‫اٌة‬ ‫ا‬‫لة‬ ‫اا‬ً‫ا‬ ‫و‬ ‫ا‬‫ال‬‫ص‬ ٌ[‫ل‬ ‫ا‬]ً‫د‬ ‫ا‬‫و‬ ‫د‬‫د‬ ‫ا‬‫ال‬ً‫و‬ ‫ا‬‫و‬ ‫د‬‫و‬ ‫ا‬{‫وَّو‬‫ِء‬}‫اة‬ ‫ال‬ ‫ٌلٌد‬‫ة‬ ‫ا‬‫على‬‫ده‬ ‫عب‬‫ٌل‬ ٌ ‫ا‬ٌ‫عل‬{‫ٌت‬ ٌ‫ِء‬‫ل‬‫َج‬‫ع‬}‫ا‬ ‫بال‬.‫عو‬‫بو‬‫عال‬:‫لواا‬ً‫لَّلة‬ ‫ل‬ ‫اا‬‫على‬‫لة‬ ‫ال‬‫أٌلا‬‫ا‬.‫عو‬‫ا‬ ‫ع‬:‫عاٌا‬‫اقبلة‬‫على‬‫لل‬‫اى‬‫ا‬ ‫أل‬‫لفة‬ ‫ا‬، ‫لا‬‫ألب‬‫بٌل‬‫أ‬‫ذل‬.‫ٌا‬:‫ه‬ ‫ل‬ ‫ا‬(‫أٌلا‬‫ا‬)‫ا‬ ‫الدع‬‫ل‬ ‫اذ‬‫ا‬‫ٌلد‬‫الَّلة‬. ‫لأ‬‫و‬ ‫ا‬:‫أٌلا‬‫ا‬ ‫َج‬،‫ح‬ ‫بف‬‫ا‬ ‫ا‬‫او‬ً‫ا‬ ‫ا‬‫ٌلٌد‬:‫أٌلا‬‫اقبلة‬.20 ‫ِء‬ ‫َّو‬ ‫ِء‬‫هلل‬ ‫َج‬‫لق‬ ‫اا‬‫ل‬ ‫اا‬ menurut Az-Zamaksyari maksudnya adalah seluruh negeri dari timur hingga barat, dan seluruh penjuru bumi, semuanya milik Allah. Dia yang memiliki dan menguasai seluruh alam. ‫َج‬‫ا‬‫َج‬‫ل‬‫ْع‬ٌ‫َج‬‫أ‬‫َج‬‫ْع‬ ‫ُّل‬‫ا‬ ‫َج‬ ‫ُل‬ maksudnya ke arah manapun manusia mengahadap Allah, hendaknya menghadap kiblat sesuai dengan firman Allah SWT. Dalam surat al-Baqarah ayat 144, yang artinya : ‚Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya.‛ ‫َّو‬ ‫َج‬‫ث‬‫َج‬‫ُل‬‫ه‬ ‫ْع‬ ‫َج‬ menurut Az-Zamaksyari maksudnya di tempat (Masjid al- Haram) itu adalah Allah, yaitu tempat yang disenangi-Nya dan manusia diperintahkan untuk mengahadap Allah pada tempat tersebut. Maksud ayat di atas adalah apabila seorang Muslim akan melaksanakan shalat dengan menghadap Masjid al-Haram dan bait al-Maqdis, akan tetapi ia ragu akan arah yang tepat untuk mengahadap ke arah tersebut. Allah memberikan 19 Muhammad Husein Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kuwait: Dar an-Nawadir, 2010), 365 20 Ditulis ulang dari Abu al-Qasim Mahmud bin Umar Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf ‘an Haqaiq at- Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-Ta’wil, Tahqiq Adil Ahmad Abdul Maujud dan Ali Muhammad Mu’awwidh, (Riyadh: Maktabah al-Obekan, 1998), Juz I, 314. Diunduh dari www.fikihkontemporer.com, diakses pada 18 Oktober 2018
  • 17. 17 kemudahan kepadanya untuk menghadap kiblat ke arah manapun dalam shalat dan di tempat manapun sehingga ia tidak terikat oleh lokasi tertentu. Menurut Ibnu Umar turunnya ayat ini berkenaan dengan shalat musafir di atas kendaraan, ia menghadap ke mana kendaraannya menghadap. Akan tetapi menurut Atho’ ayat ini turun ketika tidak diketahui arah kiblat shalat oleh suatu kaum, lalu mereka shalat ke arah yang berbeda-beda (sesuai keyakinan masing-masing). Kemudian pagi harinya, ternyata mereka salah menghadap kiblat, kemudian mereka menyampaikan peristiwa tersebut kepada Nabi Muhammad SAW. Ada juga yang mengatakan bahwa bolehnya menghadap ke arah mana saja itu adalah dalam berdoa, bukan dalam shalat. Al-Hasan membaca ayat ( ‫أٌلا‬‫ا‬ ) dengan memberi harokat fathah pada huruf ta’ sehinngga bacaannya menjadi tawallau karena menurutnya kata itu berasal dari tawalli, yang berarti ke arah mana saja kamu menghadap kiblat. b. Corak Teologis Dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an ternyata Az-Zamakhsyari juga didorong upaya legitimasi kemadzhaban. Dalam teologi Mu’tazilah dikenal adannya lima prinsip dasar (ushu>l al-khamsah). Az-Zamakhsyari melakukan upaya untuk menguatkan ushu>l al-khamsah tersebut dalam penafsiran Al- Qur’an. 1. At-Tauhid Prinsip ini yakni menyucikan Allah dengan menolak adanya sifat- sifat bagi Allah. Karena menurutakidah Mu’tazilah sifat-sifat yang ditempelkan pada Allah akan mengurangi kesucian-Nya. Untuk menguatkan pendapat itu, dalam mengungkap ayat yang berbau tajsim Az-Zamakhsyari menggunakan ta’wil. Aliran Mu’tazilah menolak pemahaman bahwa manusia bisa melihat Tuhan di Akhirat kelak, ini, karena menurutnya Tuhan bersifat immateri, sedangkan mata manusia dan manusia itu sendiri bersifat materi. Dalam QS. al-An’am: 103 disebutkan:
  • 18. 18  ‚Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan dialah yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.‛.21 Menurut Az-Zamakhsyari ayat ini sebagai penjelasan bahwa Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala kapan pun, di dunia ataupun di akhirat. Lafad nafi (la> ) yang terdapat pada ayat tersebut berlaku umum, tidak terkait waktu dan tempat tertentu. Az-Zamakhsyari berpendapat bahwa karena Tuhan bersifat imateri, maka Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala.22 Sedangkan dalam menaggapi QS. al-Qiyamah: 22-23, yaitu:  ‚Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.‛23 Az-Zamakhsyari menta’wilkan na>dzirah dengan arti at-tawaqqu wa ar- raja>’ (penantian dan pengharapan).24 2. Al-‘Adl Al-‘Adl adalah keadilan Tuhan. Tuhan adil dengan perbuatan- perbuatan Tuhan bersifat baik dan Tuhan tidak akan berbuat buruk terhadap manusia. Mu’tazilah menakwilkan ayat-ayat yang berisi Tuhan menciptakan keburukan bagi manusia. Menurut aliran Mu’tazilah, manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. 21 Al-Qur’an (Ads-Ins Qur’an in Microsoft Word). 22 Abu Qâsim Mahmud ibnu Umar Az-Zamakhsyari Al-Khawarizm, Al- Kasysyâf 'an Haqâiq Ghawâmidl at-Tanzîl wa Uyun Aqawil fî Wujuh at-Ta'wil, Jilid II (Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995), Lihat juga Software CD Maktabah Syamilah (Kuwait: Global Islamic Software Company, 2002) 23 Al-Qur’an (Ads-Ins Qur’an in Microsoft Word). 24 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf…, 245.
  • 19. 19 Ketika terdapat ayat yang menjelaskan bahwa ada kehendak Allah atas manusia maka mereka menta’wilkannya dengan membelokkan makna. Semisal pada Surat Al-Baqarah ayat 272: … ‚Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya...‛25 Dalam ayat tersebut Az-Zamakhsyari berpendapat bahwa huda> (petunjuk) bukanlah Allah yang menciptakannya, akan tetapi hamba sendiri yang menciptakannya untuk dirinya sendiri. Az-Zamakhsyari mengartikan huda> dengan arti kata luthf (kelembutan) dan tawfiq.26 Dalam menjelaskan ayat tersebut Az-Zamakhsyari membelokkan makna huda>llah atau petunjuk Allah kepada makna luthf (kelembutan) dengan sebab bahwa hamba yang menciptakan petunjuk untuk dirinya sendiri, sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’ân surat al-Nisa': 79   ‚Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi‛.27 Keadilan Tuhan juga dibicarakan dalam kaitan dengan perbuatan manusia yang bebas dan merdeka tanpa paksaan. Jika manusia dituntut melakukan perbuatan-perbuatan baik dan menjauhi perbuatan jahat, maka 25 Al-Qur’an (Ads-Ins Qur’an in Microsoft Word) 26 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf… 27 Al-Qur’an (Ads-Ins Qur’an in Microsoft Word)
  • 20. 20 manusia harus mempunyai kebebasan untuk menentukan perbuatannya itu sendiri. Dengan demikian, Allâh tidak akan menjatuhkan pahala atau siksa kepada seorang hamba kecuali berdasarkan pilihan bebas dari hamba itu sendiri. Lanjutan dari jalan pikiran ini adalah bahwa Tuhan tidak memberikan beban yang tidak bisa terpikul oleh manusia. Untuk itu Tuhan memberikan daya kepada manusia agar ia mampu memikul beban tersebut serta memberi ganjaran atas perbuatan manusia sendiri. Dan kalau Tuhan memberikan siksaan kepada manusia, maka siksaan itu adalah untuk kepentingan dan kemaslahatan manusia, maka itu berarti Tuhan telah melalaikan kewajibannya sendiri. 3. Al-Wa’d wa al-Wa’id (Janji dan Ancaman) Pendapat Mu’tazilah juga berpegang prinsip bahwa janji dan ancaman Tuhan pasti terjadi. Allah berjanji dalam kitab suci untuk memasukkan orang yang berpahala ke dalam surga dan orang yang berdosa ke dalam neraka. Oleh karena itu, Tuhan tidak akan melakukan yang sebaliknya, memasukkan orang yang berdosa ke dalam surga dan memasukkan orang yang berpahala ke dalam neraka. Seperti yang terdapat dalam QS. Ya>si>n: 54  ‚Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan‛.28 Dalam hal ini Az-Zamakhsyari berpendapat bahwa orang kafir akan kekal di dalam neraka.29 Maka terkait dengan janji dan ancaman ini Mu’tazilah menolak adanya syafâ’ah (pengampunan pada hari kiamat) dengan mengenyampingkan ayat-ayat yang berbicara tentang syafâ’ah. Hal ini karena konsep syafa>’ah berlawanan dengan prinsip al-Wa’d wa al- Wa’id yang mereka pegang. 28 Ibid. 29 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf…
  • 21. 21 4. Al-Manzilah baina al-Manzilatain Secara harfiah prinsip ini berarti ‚posisi di antara dua posisi‛. Menurut Mu’tazilah ungkapan itu dimaksudkan dengan suatu tempat yang terletak di antara surga dan neraka. Washil ibn Atha’ berpendirian bahwa orang yang berbuat dosa besar selain syirik, tidak termasuk mukmin dan tidak pula kafir, tetapi fasik, suatu posisi diantara dua posisi yaitu antara mukmin dan kafir. Karena memegang pendapat itu Washil rela memisahkan diri dari Hasan al-Basri sebagai gurunya. Pendapat golongan Khawarij, bahwa orang tersebut menjadi kafir dan akan kekal di neraka. Sedangkan golongan Murji’ah berpendapat bahwa orang tersebut tetap mukmin, tidak kekal di neraka dan mengharapkan rahmat dan ampunan dari Allah. Dan golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa orang tersebut tidak mukmin dan tidak kafir tetapi fasiq dan akan kekal di neraka, tetapi siksanya lebih ringan dari orang kafir. Allah SWT telah menjelaskan dalam Al-Qur'an surat Al-‘An’a>m ayat 49.  ‚Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik‛30 5. Al-Amr bi al-Ma’rûf wa al-Nahy ‘an al-Munkar Prinsip ini sebenarnya bukan hanya milik Mu’tazilah, tetapi juga dianut oleh golongan umat Islam lainnya. Kaum Mu’tazilah berpendirian bahwa amar ma’ruf nahi munkar merupakan kewajiban yang harus dilaksakan oleh setiap mukmin. Hanya saja dalam pelaksanaan ajaran ini Mu’tazilah harus mempergunakan kekerasan jika tidak mengikuti seruan. Lebih jauh tentang pandangan Mu’tazilah, yang dikatakan ma’ruf adalah hal-hal yang mereka anggap benar dan baik menurut ajaran Islâm 30 Al-Qur’an (Ads-Ins Qur’an in Microsoft Word)
  • 22. 22 dan yang sejalan dengan pendapat mereka, sedangkan hal-hal yang menyalahinya adalah munkar yang harus diberantas. Dalam melaksanakan prinsip ini Mu’tazilah berpendapat bahwa jika dengan seruan dan ajakan yang lunak sudah cukup, berarti kewajiban sudah terpenuhi. Tetapi ajakan dengan kekerasan harus dilaksanakan bila seruan dan ajakan yang lunak itu tidak berhasil. Allah SWT telah menjelaskan hal amar ma’ruf nahi munkar salah satunya dalam al-Qur'an surat Luqman ayat 17. … ‚Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar‛.31 Dengan banyak ayat-ayat yang mendukung prisnsip ini, Az- Zamakhsari tidak perlu melakukan ta’wil, membelokkan makna untuk sesuai dengan prinsip. 31 Ibid.
  • 23. 23 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan di atas, sesuai rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini, maka didapatkan beberapa kesimpulan berikut: 1. Kondisi politik pada masa perkembangan tafsir periode ulama’ mutaqaddimin menampilkan hegemoni kekuasaan yang anti demokrasi. Kekuasaaan dinasti yang terbentuk tentu terdapat pro-kontra di dalamnya. Politik ekslusif masa Umayyah, menekan kemajuan peradaban. Sementara politik inklusif dan egaliter yang ditampilkan masa dinasti Abbasiyah menjembatani berkembangnya khazanah keilmuan Islam semakin luas. Pemandangan hubungan yang mutual antara agama dan politik menjadi tonggak masa kejayaan Islam periode ini. Meskipun tidak dapat dikesampingkan adanya aroma politik identitas yang kuat dengan kecenderungan sikap pembelaan kemadzhaban. Kemunculan politik identitas itu juga mempengaruhi perjalanan pemerintahan dalam peranannya membangun bangsa. 2. Karakteristik tafsir periode ulama’mutaqaddimin: a. Menurut Adz-Dzahabi : Tafsir yang berbau kemadzhaban, seperti Mu’tazilah, Syi’ah dan Khawarij, telah berkembang. Dan beragam corak tafsir bermunculan seperti sufistik, linguistik, fiqhi, filosofis, adabi-ijtima’I dan lain-lain. b. Menurut Abdul Mustaqim : pengulangan, bertele-tele, atomistik, berbau kemadzhaban (sekterian). 3. Corak dan kecenderungan tafsir periode ulama’mutaqaddimin, dengan tahapan: a. Tahap I : Tafsir belum dibukukan secara sistematis b. Tahap II : Era Tafsir bil ma’tsur, Sistem penyusunan kitab tafsir menyajikan hadist dipisahkan dari penafsirannya. c. Tahap III : Era Tafsir bi ar’ra’yi, Masuknya Israiliyyat dalam penafsiran. d. Tahap IV : Corak tafsir sangat beragam dengan perkembangan masuknya cabang disiplin ilmu pengetahun, muncul juga pembelaan terhadap madzhab
  • 24. 24 4. Mufassir dan karya tafsir terkenal pada periode ulama’mutaqaddimin: Abad III : Ibnu Jarir Ath-Thabari; Jami al-Bayan Abad IV : Abu Muslim Al-Asfahany; Jami’ut Ta’wil. Abad V : Mahmud ibn Umar Az-Zamakhsyari; Al-Kasysyaf Abad VI : Al-Baghawi; Ma’alimut Tanzil Abad VII : Fakhruddin Ar-Razi; Mafatihul Ghaib (tafsir al-kabir) 5. Contoh penafsiran periode ulama’mutaqaddimin seperti yang terdapat dalam tafsir karya Ath-Thabari dan Az-Zamakhsyari. Keduanya menunjukkan perbedaan sistematika penulisan tafsir yang digunakan. Jika Ath-Thabari banyak menggunakan hadis tafsir (bil ma’tsur), maka Az-Zamakhsyari lebih banyak menggunakan ra’yu. B. Saran 1. Dalam kajian ini, masa ulama’ mutaqadimin adalah masa yang penting untuk menjadi fokus penelitian. Karya-karya tafsir yang lahir di masa itu belum dikupas secara tuntas baik dari sisi metodologi penafsiran, pengaruh (otoritas) karya tafsir periode ulama mutaqaddimin dalam konteks masa kini dan aspek lainnya. 2. Melihat karya tafsir yang cukup banyak pada masa itu, menjadikan generasi saat ini harus berfikir ulang mengenai fenomena tafsir di masa kini (di Indonesia). Sementara arah aktifitas penafsiran dewasa ini, yang meskipun tidak tertuang dalam bentuk satu karya tafsir yang sempurna, menuju kearah ketidak-teraturan dan tidak komprehensif. Sebagaimana perkembangan penafsiran parsial yang tersebar di dunia digital yang memilki kesan anti-metode. Meskipun di sisi lain, yang bermunculan di masa kini adalah tafsir yang ringan dan membumi, yang tujuannya supaya mudah dicerna. 3. Tradisi kalangan akademisi di bidang ilmu al-Qur’an dan tafsir saat ini lebih banyak menjelajah dan menimang karya-karya terdahulu. Pemikiran konstruktif— tanpa melepas nalar historis—dalam rangka memperkaya khazanah tafsir lebih banyak terpangkas pada penelitian yang hanya mengulang pembahasan. Karena itu, mencapai kejayaan Islam seperti masa ulama’ mutaqaddimin, yang cemerlang, menjadi keniscayaan yang batal jika tradisi kalangan akademisi yang pasif terus berlangsung di masa kini. Allahumma faqqihna fi ad-din wa ‘allimna at-ta’wil (Doa Nabi SAW. untuk Ibnu Abbas dengan perubahan pada obyek kata kerja)
  • 25. 25 DAFTAR PUSTAKA Amin, Ahmad, Duha al-Islam, Jilid 1, Kairo: Lajnah al-Ta'lif wa al-Nashr, t.t. Amin, Ahmad, Islam dari Masa ke Masa, Bandung: CV Rusyda, 1987. Dzahabi (adz-), Muhammad Husein, At-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kuwait: Dar an-Nawadir, 2010), diunduh dari al-Maktabah al-Waqfiyah www.waqfeya.com diakses 15 Oktober 2018 Gazalba, Sidi, Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi dan Sosiografi (Jakarta: Bulan Bintang, 1976) Maghluts (al-), Sami Ibn Abdillah Ibn Ahmad, Atlas Tarikh Daulah Abbasiyah, Riyadh: Maktabah al-Obekan, 2012 Musbikin, Imam, Mutiara Al Qur’an, Madiun: Jaya Star Nine, 2014. Mustaqim, Abdul, Epistemologi tafsir Kontemporer, Yogyakarta: Lkis Printing Cemerlang, 2012. Mustaqim, Abdul, Madzahibut Tafisr, Yogyakarta: Nun Pustaka Yogyakarta, 2003. Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Bagian I, Jakarta:Universitas Indonesia Press, 1985. Thabari (ath-),Ibnu Jarir, Jami’ul Bayan, CD Maktabah Syamilah Watt, Montgomery, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, Jakarta: P3M, 1987. Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada,1996. Zamakhsyari (az-), Abu al-Qasim Mahmud bin Umar, Al-Kasysyaf ‘an Haqaiq at-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-Ta’wil, Riyadh: Maktabah al-Obekan, 1998.