Makalah ini membahas latar belakang berdirinya Dinasti Abbasiyah, masa pemerintahan para khalifah Abbasiyah, kemajuan peradaban dan tradisi intelektual dinasti tersebut. Dinasti Abbasiyah berdiri setelah mengalahkan Dinasti Umayyah pada tahun 750 M dan memerintah hingga 1258 M dengan ibu kota Baghdad."
1. SEJARAH PERADABAN ISLAM
DINASTI ABBASIYAH
Dosen Pengampu :
Dra Hermawati MA
Disusun Oleh :
Rizal Fahri (11200340000149)
M Yusuf Fadli (11200340000150)
Adinda Dwi Ramadahan Lesatri (11200340000156)
Alda Wiguna Nur Harista (11200340000158)
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
2. KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya,
karena dengan atas Rahmatnya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
tepat waktu, Dan tak lupa sholawat serta salam kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. Adapun dalam penulisan makalah ini, materi yang akan dihabas
adalah “Dinasti Abbasiyah”.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Sejarah
Peradaban Islam” dan kami menyadari sepenuhnya bahwa didalam penulisan
makalah ini banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu besar harapan penulis
agar pembaca berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun, demi
kesempurnaan makalah ini.
Tidak lupa juga kami mengucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini, khususnya kepada dosenpembimbing mata kuliah yang
bersangkutan Ibu “Dra. Hermawati. MA. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan mendapat barokah bagi kita semua dan dapat menambah wawasan kita dalam
mempelajari “Sejarah Peradaban Islam”.
Wassalamu’alaikum wr. wb
Ciputat, 1 April 2021
Penulis.
3. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah gerakan kebangkitan Dinasti Abbasiyah tidaklah dapat dilakukan dengan
sederhana. Dengan jatuhnya Daulat Bani Umayyah pada tahun 750 M dan bangkitnya Daulat
Bani Abbasiyah telah menarik perhatiaan banyak sejarahwan Islam klasik. Para sejarawan
melihat bahwa kejadian itu unik dan menarik, karena bukan saja merupakan pergantian struktur
sosial dan ideologi. Maka, banyak sejarawan yang menilai bahwa kebangkitan Daulat Bani
Abbasiyyah merupakan suatu revolusi dalam arti kata yang sebenarnya
Revolusi sebagai proses politik timbul ketika golongan-golongan kepentingan dalam
masyarakat mengusahakan perubahan sosial-politik dengan cara-cara radikal Krisis sosial dan
politik dengan intensitas tinggi, dan sikap keras rezim, menimbulkan kegelisahan yang sangat
eksplosif sampai mengakibatkan perasaan tidak aman menyangkut kelangsungan hidup massa
rakyat.
Maka dari situ kami akan mengulas dimakalah kami tentang sejarah Perdaban Islam
dinasti Abbasiyah
B. Rumusan Masalah
1. Apa Latar Belakang berdirinya Dinasti Abbasiyah ?
2. Kapan masa pemerintahan para Khalifah Abbasiyah ?
3. Apa saja kemajuan peradaban Dinasti Abbsiyah ?
4. Apa saja tradisi Intelektual dinasti Abbasiyah ?
C. Tujuan Pembalajaran
1. Mengetahui Latar belakang berdirinya Dinasti Abbasiyah
2. Mengetahui masa pemerintahan para Khalifah Dinasti Abbasiyah
3. Mengetahui kemajuan peradaban Dinasti Abbasiyah
4. Mengetahui tradisi Intelektual Dinasti Abbasiyah
4. BAB II
PEMBAHASAN
A. Peroses berdirinya Dinasti Abbasiyah
Kekhalifahan Abbasiyah atau Bani Abbasiyah merupakan kekhalifahan kedua
Islam yang berkuasa di Baghdad, Irak. Pada masanya kekhalifahan Abbasiyah
berkembang pesat dan menjadikan Islam sebagai pusat pengetahuan dunia. Bani
Abbasiyah menjadi dinasti kekhalifahan terlama sepanjang sejarah berdirinya agama
Islam yang berkuasa mulai tahun 750 M – 1258 M (132 H – 656 H), dan ibukota
pemerintahan dipindahkan ke Baghdad dari Damaskus pada 762 M. Bani Abbasiyah
lebih fokus kepada dataran Irak dan Iran daripada wilayah pesisir seperti Israel, Suriah,
Lebanon dan Mesir. Baghdad dengan cepat berkembang menjadi kota besar dan maju
dihuni oleh sekitar hampir setengah juta orang pada tahun 800-an masehi1.
Pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Abbas, pemerintahan dinasti
Abbasiyah dinisbatkan kepada paman Rasulullah yaitu Al-Abbas, oleh Abdullah Ash-
Saffah pada tahun 132 H/750 M yang mana beliau adalah khalifah pertama pada masa
itu, kekuasaan dinasti abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M. Abu Abbas assafah
sebagai pendiri Bani Abbasiyah masa kepemimpinan nya sangat singkat, hanya 4 tahun
beliau memerintah akan tetapi mampu menciptakan suasana dan kondisi Abbasiyah yang
steril dan keturunan Bani Umayyah sebagai lawan politik yang baru di kalahkan dan di
kuasainya. Sikap tegas dan berani yang ditunjukkan oleh Khalifah Abu Abbas assafah
ketika membuat kebijakan pada saat berdirinya Bani Abbasiyah dengan berani
memberantas semua keturunan Umayyah dari wilayah yang di kuasainya.2
Pada abad ke tujuh terjadi pemberontakan yang dasyat yang terjadi antara
pasukan Abdul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani
Umayyah) yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abdul Abbas dengan jatuhnya negri
Syiria, keberhasilan Abu Abbas menaklukan daulah Umayyah 1 ternyata mendapat
dukungan besar dari tantara bayaran yang sengaja di datangkan oleh Abu Abbas, seperti
Abu Muslim Al-Khurasany, yang mana ia adalah seorang relawan berkebangsaan persia
yang sengaja disewa keluarga Abbasiyah untuk membantu menaklukan kekuasaan Bani
Umayyah 1.
Terdapat poros utama yang merupakan pusat kegiatan pada saat sebelum
berdirinya Dinasti Abbasiyah, antara satu dengan yang lain memiliki kedudukan
tersendiri dalam memainkan perannya untuk menegakkan kekuasaan besar paman
1 Siti Zubaidah,Sejarah Peradaban Islam( Perdana Publisihng:Medan 2016 )
2 Anwar Sewang, “Buku ajar Sejarah Peradaban Islam( Stain : Parepare 2015 )
5. Rasulullah yaitu, Abbas bin Abdul Muthalib. Dan dengan nama Al-Abbas inilah yang
disandarkan pada 3 tempat pusat kegiatan Bani Abbas, yaitu Humaimah, Kufah,
Khurasan. Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim bermukim,
baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah
terletak berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupakan kota yang penduduknya
menganut aliran Syi’ah pendukung Ali bin Abi Thalib, ia bermsuhan secara terang-
terangn dengan golongan Bani Umayyah. Demikian pula dengan Khurasan kota
penduduknya mendukung Bani Hasyim ia memiliki warga yang pemberani, kuat fisiknya,
tegap tinggi, teguh pendirian tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung
dengan kepercayaan yang menyimpang. Disinilah diharapkah dakwah kaum Abbasiyah
mendapatkan dukungan dalam melakukan propaganda mereka yang disebut gerakan
dakwah.
Propaganda Abbasiyah Dibawah pimpinan Muhammad bin Ali Al Abbas
dilakukan secara dua fase yaitu fase rahasia, dan fase terang-terangan dan pertempuran.
Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan dengan raahasia, propaganda
dikirim keseluruh pelosok negara dan mendapata banyak dukungan terutama oleh kaum
yang merasa tertindas dan kaum yang awalnya mendukung Bani Umayyah. Setelah
Muhammad meninggal digantikan oleh anaknya yaitu, Ibrahim dan pemuda persia yang
gagah berani dan cerdas yang bernama Muslim al khusarany bergabung dalam gerakan
rahasia ini. Kemudian pada saat itulah gerakan ini dilakukan dengan cara erang-terangan
dan pertempuran. Dan akhirnya pada bulan Zulhijjah 132 H terbunuhnya khalifah Bani
Umayyah yaitu Marwan di Fusthath, mesir. Kemudian Daulah Abbasiyah resmi berdiri.
Selama kekuasaan mereka tersebut, peradaban Islam sangat berkembang. Jika
pada masa Bani Umayyah lebih dikenal upaya ekspansinya, maka pada masa Bani
abbasiyah dikenal dengan berkembanan peradaban Islam nya. Dinasi Abbasiyah memiliki
kesan baik dalam ingatan publik, dan menjadi dinasti yang terkenal dalam sejarah Islam.
B. Masa Kepemerintahan Dinasti Abbasiyah
Perkembangan di bidang politik dan militer pada pemerintahan Dinasti Abbasiyah
dibedakan menjadi lima periode. Setiap periode ditandai dengan adanya perubahan dalam hal
pemegang kekuasaan, sistem pemerintahan dan kebijakan militer. Pada awal kekhalifahan Bani
Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai pusat pemerintahan, dengan Abu al-Saffah (750-754
M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M.)
memindahkan pusat pemerintahan ke Bagdad. Daulah Abbasiyah mengalami pergeseran dalam
mengembangkan pemerintahan, sehingga dapatlah dikelompokkan masa Bani Abbasiyah
menjadi lima periode sehubungan dengan corak pemerintahan. Sedangkan menurut asal-usul
penguasa selama masa 508 tahun Bani Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa,
6. yakni Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Seljuk. Adapun rincian susunan penguasa
pemerintahan Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1. Bani Abbas (750-932 M.)
1) Khalifah Abu Abas al-Saffah (750-754 M.)
2) Khalifah Abu Jakfar al-Mansur (754-775 M.)
3) Khalifah al-Mahdi (775-785 M.)
4) Khalifah al Hadi (775-776 M.)
5) Khalifah Harun al-Rasyid (776-809 M.)
6) Khalifah al-Amin (809-813 M.)
7) Khalifah al-Makmun (813-633 M.)
8) Khalifdah al-Mu’tasim (833-842 M.)
9) Khalifah al-Wasiq ( 842-847 M.)
10)Khalifah al-Mutawakkil (847-861 M.)
b. Bani Buwaihi (932-107 5M.)
1) Khalifah al-Kahir (932-934 M.)
2) Khalifah al-Radi (934-940 M.)
3) Khalifah al-Mustaqi (943-944 M.)
4) Khalifah al-Muktakfi (944-946 M.)
5) Khalifal al-Mufi (946-974 M.)
c. Bani Saljuk
1) Khalifah al-Muktadi (1075-1048 M.)
2) Khalifah al-Mustazhir (1074-1118 M.)
3) Khalifah al-Mustasid (1118-1135 M.) 3
Abu Su’ud dalam bukunya mengemuakakan bahwa pemerintahan Bani Abbasiyah dibagi ke
dalam lima periode, yakni :
1. Periode Pertama
Periode pertama ini biasa disebut periode pengaruh Persia pertama. Disebut
demikian karena dalam pemerintahannya sangat banyak dipengaruhi oleh keluarga dari
Bangsa Persia, yaitu keluarga Barmak. Keluarga Barmak didirikan oleh seorang yang
bernama Khalid bin Barmak. Ketika Abu Ja’far Mansur berkuasa, Khalid bin Barmak
ditunjuk untuk menduduki posisi sebagai wazir. Akhirnya keluarga Barmak secara turun
temurun memiliki pengaruh dan peran yang penting dalam pemerintahan Bani Abbasiyah
hingga kepemimpinan Harun Ar-Rasyid.4
Pada periode awal pemerintahan Dinasti Abasiyah masih menekankan pada
kebijakan perluasan daerah. Kalau dasar-dasar pemerintahan Bani Abasiyah ini telah
3
Hanya disebut sebagian, lebih lengkap lihat, Abu Su’ud, Islamologiy (Cet. I; Jakarta: PT
Asdi Mahasatya, 2003 ), 73-74.
4 M.Khamzah. “ Buku Ajar Sejarah Kebudayaan Islam Kelas XI”. Cv Arifandani.2019.Hlm.13.
7. diletakkan dan dibangun oleh Abu Abbas al-Saffah dan Abu Ja’far al-Mansur, maka
puncak keemasan dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa Khalifah
al-Mahdi (775-785 M.) hinga Khalifah al-Wasiq (842-847 M.). Zaman keemasan telah
dimulai pada pemerintahan pengganti Khalifah al-Ja’far, dan mencapai puncaknya
dimasa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Dimasa-masa itu para Khalifah mengembangkan
berbagai jenis kesenian, terutama kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan pada
umumnya.5
Khalifah Abu Abbas As-Saffah menggunakan kekuatan militer untuk
menghancurkan sisia kekuatan Dinasti umayyah. Keberanian, ketegasan dan kekejaman
dalam setiap peperangan menjadikan ia dijuluki sebagai As-Saffah atau si haus darah.
Sepeninggal Abu Abbas As-Saffah, kekuasaan diserahkan ke tangan saudaranya yaitu
Abu Ja’far Al-Mansur. Dalam pemerintahannya, ia bersikap keras dalam menghadapi
siapapun yang ingin mengguncangkan kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Hal ini tercermin
dari sikapnya yang menentang keras pamannya yaitu Abdullah bin Ali. Bermula dari janji
Abu Abbas As-Saffah yang menjanjikan kekuasaan kepada Abdullah bin Ali namun pada
akhirnya yang terpilih menjadi khalifah adalah Abu Ja’far Al-Mansur, karena hal
tersebut, Abdullah bin Ali mengadakan pemberontakan. Pemberontakan tersebut berhasil
dituntaskan dengan mengirim Abu Muslim Al-Khurasani.
Pada perkembangan selanjutnya, Abu Muslim Al-Khurasani secara politis
dianggap mengancam Abu Ja’far Al-Mansur sehingga ia dipindahkan dari Khurasan
menjadi Gubernur di Suriah. Hal tersebut di tolak Abu Muslim Al-Khurasani yang
menyebabkan ia harus dihukum mati. Hukuman tersebut ternyata menyebabkan pengikut
Abu Muslim Al-Khurasani mengadakanpemberontakan menuntut balas namun masih
bisa diatasi oleh Abu Ja’far Al-Mansur. Selain pemberontakan diatas, masih banyak
pemberontakan lain yang muncul seperti pemberontakan kaum Rawandiyah, kaum
Khayar dan kaum Kurdi. Namun dengan mengutus pasukan militernyanya, Abu Ja’far
Al-Mansur dapat mengatasi semua pemberontakan tersebut.
Selain mngatasi pemberontakan dalam negeri, kekuatan militer juga dikerahkan
dalam pertempuran luar negeri. misalnya dalam upaya merebut kembali Spanyol dari
tangan AbdullahAd-Dakhil. Namun usaha ini gagal. Pasukan Abu Ja’far Al-Mansur juga
mengerahkan pasukannya melawan Bizantium. Pada tahun 759 M, Ja’far Al-Mansur
memimpin langsung aebuah ekspedisi ke Tabaristan.
Penerus selanjutnya ialah Al-Mahdi, Anak Abu Ja’far Al-mansur. Namun Al-
Mahdi bertolak belakang dengan ayahnya yang keras. Ia justru menghadapi lawn-
lawannya dengan lembut. Hasan, anak Ibrahim sebagai lawan politik ayahnya yang
dijebloskan di penjara, ia bebeaskan. Hak-hak istimewa kota-kota suci yang pernah
5 SulthonMas’ud. “Sejarah Peradaban Islam”. UniversitasIslamNegeri SunanAmpel Surabaya.
8. dicabut ayahnya, ia kembalikan seperti semula. Al-Mahdi juga mengembalikan seluruh
harta para keturunan Nabi dan Ali bin Abi Thalib yang dirampas oleh ayahnya.
Pada masa Al-Mahdi pertempuran melawan Bizantium tersulut karena mereka
mengganggu wilayah-wilayah di perbatasan. Ibnu Al-Kahtaba diustus untuk menghadap
Bizantium hingga akhirnya mereka berhasil di lumpuhkan. Peperangan berikutnya, Al-
Mahdi berangkat ke Mosui untuk menghalau orang-orang Romawi yang pada akhirnya
Bani Abbasiyah berhasil membuat Ratu Bizantium bernama Irene menyatakan menyerah
dan bersedia menyerahkan upeti tahunan kepada kaum muslimin.
Khalifah selenjutnya yaitu Al-Hadi. Namun ia hanya memimpin selama satu
tahun karena sakit. Hingga pada tahun 786, tahta kekhalifahan diduduki oleh Harun Ar-
Rasyid. Pada masanya, bani Abbasiyah berhasil menduduki Heraclea dan Tyana pada
tahun 806. Keberhasilan ini karena khalifah Harun Ar-Rasyid memanfaatkan konflik
internal Bizantium atas kematian Ratu Irene. Keluarga Barmak yang sudah lama menjadi
mitra Bani Abbasiyah juga terpaksa habis pada masa Harun Ar-Rasyid. Hal ini
dikarenakan keluarga Barmak memiliki kekayaan dan kedudukan yang hampir sama
dengan khalifah sehingga membuat para Bangsawan Arab iri. Mereka melaporkan
keluarga Barmak telah melakukan gerakan bawah tanah untuk menghancurkan Dinasti
Abbasiyah hingga akhirnya mereka semua dijatuhi hukan mati.
Pada tahun 809 M Khalifah Harun Ar-Rasyid meninggal dan kedudukannya
digantikan putranya bernama Al-Amin. Pada masa pemerintahan Al-Amin, terjadi
peperangan saudara yang bermula dari bangsawan Arab dengan bangsawan di Istana
Baghdad. Kelompok bangsawan Arab mendukung Al-Amin sedangkan Bangsawan
Persia mendukung Al-Makmun. Peperangan tersebut dimenangkan oleh Al-Makmun dan
AL-Amin meninggal di medan perang. Pada akhirnya, kekhalifahan diserahkan kepada
Al-Makmun.
Semenjak ia menjadi Khalifah, enam tahun pertama ia meninggalkan istana.
Tujuan ia meninggalkan istana ialah untuk meredam suasana dan reaksi masyarakat atas
meninggalnya Al-Amin dan menyelidiki kekuatan pendukung Al-Amin di lingkungan
Dinasti Abbasiyah. Pada kepemimpinan Al-Makmun, ia berhasil menghentikan
pemberontakan kaum khawarij di Khurasan. Dan ia mengutus Tahir bin Husen.
Pertempuran selanjutnya ialah ketika berperang melawan bangsa Romawi. Khalifah Al-
Makmun membangun benteng-benteng sebagai pertahanan militer di Tayanna, Asia
Kecil.
Setelah Al-Makmun, khalifah selanjutnya ialah Al-muktasim. Keputusan yang
paling penting di masa pemerintahannya yaitu merekrut orang-orang Turki menjadi
tentara bayaran yang professional. Perekrutan ini dilakukan guna mengimbangi kekuatan
pengawal pribadi khalifah yang menuntut berlebihan tetapi tuntutan tersebut tidak dapat
dipenuhi oleh khalifah. Dalam perkembangan selanjutnya, Al-Muktasim menghapus
9. sistem ini karena para tentara itu sudah mencampuri urusan internal Abbasiyah. Pada
masa pemerintahannya, pernah terjadi pemberontakan yang dilakukanoleh kaum zatt
yang kemudian dapat teratasi dengan mudah.
Pengganti Al-Muktasim selanjutnya ialah Al-Wasiq. Ia sebagai khalifah terakhir
dalam periode pertama. Keputusan yang paling menentukan yaitu ditunjuknya orang
Turki sebagai wakil yang merugikan orang-orang Arab. Pada sat itu juga terjadi
pemberontakan yang dilakukan Ahmad bin Nasr yang meminta pemindahan penguasa
dalam pemerintahan kepada kaum non-muktazilah. Namun, pada akhirnya Ahmad bin
Nasr tertangkap dan diadili dengan tuduhan telah melakukan bid’ah.6
2. Periode Kedua
Periode ini berlangsung selama 99 tahun, dipimpin 13 khalifah.periode ini
dikatakan sebagai awal kelemahan Dinasti Abbasiyah. Banyak daerah kecil yang
berusaha melepaskan diri dan tidak mampu di atasi.7 Periode ini disebut sebagai periode
pengaruh Turki pertama. Sepeninggal Al-Wasiq, Khalifah Al-mutawakkil menduduki
kekhalifahan selama lima belas tahun. Masa pemerintahannya ini sebagai tonggak awal
masa kemunduran Dinasti Abbasiyah. Pada masa ini pemerintahan Dinasti Abbasiyah
goyah dan Bizantium kembali menguasa Silsilia dan merebut Dimyat di Mesir. Keadaan
itu dimanfaatkan oleh tentara Turki dan mencoba merebut kekuasaan. Untuk menghindari
pasukan Turki, Khalifah Al-Mutawakkil memindahkan ibukota ke Damaskus tetapi ia
terbunuh sebelum memindahkannya.
Penguasa berikutnya adalah khalifah Al-Muntasir. Namun ia hanya memerintah
selama enam bulan karena meninggal. Kemudian digantikan oleh Al-Musta’in. tetapi
karena pengawal Turki begitu kuat, Khalifah Al-Musta’in mengungsi di Bagdad.
Pengawal Turki kemudian mengukuhkan Al-Muktaz, anak Al-Mutawakkil sebagai
kholifah. Baru memerintah selama tiga tahun, Khalifah Al-Muktaz diturunkan oleh Al-
Muhtadi. Namun ia dipenjara sampai mati karena berhadapan dengan pengawal Turki.
Berikutnya pemerintahan dikuasai oleh Al-Muqtamid anak sulung Al-Mutawakkil yang
masih hidup. Masa pemerintahannya selama 12 tahun dan berhasil merebut Mesir
kembali dari Romawi.
Setelah 12 tahun memerintah, Khalifah Al-Muqtasid meninggal dan digantikan
oleh Al-Muktafi. Ia dikenal sebagai khalifah yang bijaksana dan adil sehingga dicintai
rakyatnya. Namun sayangnya setelah 5 tahun memerintah beliau meninggal.
Selanjutnya pemerintahan digantikan oleh Al-Muktadir selama 25 tahun. Setelah
masa pemerintahannya habis, khalifah berganti pada anaknya yang bernama Abu Mansur.
Karena kebenciannya orang-orang Turki kemudian ia dilengserkan dan digantikan oleh
6 M.Khamzah. “ Buku Ajar Sejarah Kebudayaan Islam Kelas XI”. Cv Arifandani.2019.
7 Abrari Syauqi,dkk. “Sejarah Peradaban islam”. Aswaja pressindo.Yogyakarta.2011.
10. Ar-Radi.Pada masa Ar-radi kekhalifahan berpindah ke tangan Muhammad bin Raikam,
gubernur Wasil dan Basra. Tetapi ia dipaksa turun oleh Jenderal Turki yang bernama
Balkan dengan kekuatan militer.
Pengganti Ar-Radi yaitu Al-Muttaki. Kepemimipinannya tak berarti apa-apa
karena ia hanyalah pemimpin boneka dari Jenderal Turki bernama Tuzun. Kejadian pada
masanya ialah terjadi penyerangan yang dilakukan bangsa Yunani atas kota Edessa yang
menewaskan banyak kaum muslimin dari Bani Abbasiyah.
3. Periode Ketiga
Periode ini disebut pengaruh Persia kedua. Sepeninggal Al-Muttaki, kekhalifahan
digantikan oleh Al-Muktafi. Pada mAsa ini terjadi perubahan politik karena pada saat itu
muncul penguasa baru dari Bani Buwaihi. Khalifah Al-Muktafi mengundang dinasti
Buwaihi ke Baghdad dan meminta menyingkirkan pengawal Turki. Akhirnya Ahmad bin
Buwaih ditunjuk sebagai Amirul Umara oleh khalifah hingga pemegang kekuasaan
sebenarnya dikuasai oleh Bani Buwaihi.
Karena kondisi tak kunjung membaik, akhirnya Khalifah l-Muktafi diganntikan
oleh Al-Muti hingga tahun 947 M. Setelah itu kekuasaan beralih ke At-Tai yang berkuasa
hingga tahun 991 M. Kepemimpinan At-Tai yang dianggap tidak sesuai dengan
keinginan Bani Buwaihi kemudian digantikan oleh A-Qadir. Kemudian ia
menurunkanvtakhta kepada anaknya yang bernama Abu Jafar Abdullah yang dijuluki Al-
Qaim. Khalifah-khalifah yang berkuasa pada periode ini tidak mampu menjaga kondisi
politik sehingga keadaan semakin tidak stabil.
4. Periode keempat
Periode ini disebut periode pengaruh Turki kedua. Periode ini berlangsung selama
164 tahun. Jika pada periode sebelumnya kekuasaan Abasiyah berada dibawah kendali Bani
Buwaihi, maka pada periode ini berada pada kekuasaan kaum Saljuk dari Turki. Saljuk
adalah nama keluarga penguasa suku-suku Oghuz di Turki. Namun Saljuk adalah nama suku
yang diambil sebagai penghormatan nenekmoyang mereka bernama Saljukbin Yakak.8
Orang-orang Turki kembali memberikan pengaruhnya lewat Khalifah Al-Qaim
karena ia tidak menyukai dominasi Buwaihi sehingga ia ingin melepaskan diri darinya. Pada
tahun 1055 M, masyarakat terancam karena perselisihan internal bani Abbasiyah di Baghdad.
Al-Qoim mengambil langkah dengan meminta bantuan Seljuk untuk menyingkirkan Bani
Buwaihi. Selanjutnya, Dinasti Seljjuk dapat memulihkan hak-hak dan kekuatan khalifah di
bidang keagamaan. Tugas dan hak khalifah untuk mengisi khutbah jumat sudah kembali
8 8 Abrari Syauqi,dkk. “Sejarah Peradaban islam”. Aswaja pressindo.Yogyakarta.2011.
11. seperti semula. Dan perebutan amirul umara juga telah membaik dengan diserahkannya
jabatan tersebut kepada Tugrul Bek. Al-Qaim juga menikahkan putrinya dengan Tugrul Bek.
Pada tahun 1075 M, Khalifah Al-Qaim meninggal yang selanjutnya digantikan oleh
cucunya bernama Abu Qasim Abdullah dengan gelar Al-Muqtadi. Al-Muqtadi memerintah
selama 19 tahun dan digantikan oleh anaknya bernama Abu Abbas Ahmad yang bergelar Al-
Mustazin. Al-Mustazin memegang pemerintahan selama 25 tahun yang kemudian digantikan
oleh anaknya yaitu Abu Mansur yang bergelar Al-Mustarsid. Pada masanya, Khalifah Al-
Mustarsid pernah berselisih dengan Bani Seljuk yang menyebabkan ia terbunug karenanya.
Selanjutnya takhta diberikan kepada Ar-Rasyid yang hanya beberapa bulan memerintah.
Kemudian digantikan oleh Abu Abdullah, anak Al-Mustazin yang bergelar Al-Muqtafi.
Dengan kepemimpinannya, kekacauan terjadai di beberapa daerah dapat teratasi.
5. Periode Kelima
Telah terjadi perubahaan besar-besaran dalam periode ini. Pada periode ini, Khalifah
Bani Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka
dan berkuasa, tetapi hanya di Bagdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah
menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar
menghancurkan Bagdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H./1256 M. 9
Pada periode ini, Khalifah nasir dapat dikatakan sebagai khalifah yang berhasil. Pada
masa mpemerintahannya selama 45 tahun, Dinasti Seljuk mengalami kehancuran. Khalifah
selanjutnya ialah Az-Zahir, anak An-Nasir. Pemerintahannya hanya berlangsung selama satu
tahun yang kemudian digantikan oleh Abu Jafar Al-Mansur, anak Az-Zahir yang bergelar Al-
Mustansir. Khalifah ini cukup terkenal karena ia seseorang yang pemberani dan adil. Ia
mampu memulihkan kekuatan dan kebesaran kekhalifahan dinasti Abbasiyah. Ia berkuasa
selama 16 tahun hingga tahun 1242 M. Kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama
Abu Ahmad Abdullah dengan gelar Al-Mustasin. Ia merupakan khalifah yang lemah dalam
pemerintahan dinasi abbasiyah.Kehancuran Dinasti AbbAsiyah datang bersamaan dengan
serbuan pasukan Hulagu Khan pada tahun 1258 M. kota Bagdad poran poranda dan berbagai
peninggalan sejarah dihancurkan, khalifah Al-Mustasin dan keluarganya pun dibunuh dalam
serbuan itu.
C. Masa Kemajuan Dinasti Abbasiyah
Sebagai sebuah dinasti, kekhalifahan Bani Abbasiyah yang berkuasa lebih dari lima abad,
telah banyak memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
peradaban Islam. Dari sekitar 37 orang khalifah yang pernah berkuasa, terdapat beberapa orang
9 SulthonMas’ud. “Sejarah Peradaban Islam”. UniversitasIslamNegeri SunanAmpel Surabaya.
12. khalifah yang benar-benar memliki kepedulian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
peradaban Islam, serta berbagai bidang lainnya, seperti bidang-bidang sosial dan budaya.
Diantara kemjuan dalam bidang sosial budaya adalah terjadinya proses akulturasi dan
asimilasi masyarakat. Keadaan sosial masyarakat yang majemuk itu membawa dampak positif
dalam perkembangan dan kemajuan peradaban Islam pada masa ini Karna dengan ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, dapat dipergunakan untuk memajukan
bidang-bidang sosial budaya lainnya yang kemudian menjadi lambang bagi kemajuan bidang
sosial budaya dan ilmu pengetahuan lainnya. Diantara kemajuan ilmu pengetahuan sosial budaya
yang ada pada masa Khalifah Dinasi Abbasiyah adalah seni bangunan dan arsitektur, baik untuk
bangunan istana, masjid, bangunan kota dan lain sebagainya. Seni asitektur yang dipakai dalam
pembanguanan istana dan kota-kota, seperti pada istana Qashrul dzahabi, dan Qashrul Khuldi,
sementara banguan kota seperti pembangunan kota Baghdad, Samarra dan lain-lainnya10
1. Kemajuan dalam bidang politik dan militer
Di antara perbedaan karakteristik yang sangat mancolok anatara pemerinatah Dinasti
Bani Umayyah dengan Dinasti Bani Abbasiyah, terletak pada orientasi kebijakan yang
dikeluarkannya. Pemerinath Dinasti Bani Umayyah orientasi kebijakan yang dikeluarkannya
selalu pada upaya perluasan wilayah kekuasaanya. Sementara pemerinath Dinasti Bani
Abbasiyah, lebih menfokuskan diri pada upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban
Islam, sehingga masa pemerintahan ini dikenal sebagai masa keemasan peradaban Islam.
Meskipun begitu, usaha untuk mempertahankan wilayah kekuasaan tetap merupakan hal penting
yang harus dilakukan. Untuk itu, pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah memperbaharui sistem
politik pemerintahan dan tatanan kemiliteran.
Agar semua kebijakan militer terkoordinasi dan berjalan dengan baik, maka pemerintah
Dinasti Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan keamanan, yang disebut diwanul
jundi. Departemen inilah yamg mengatur semua yang berkaiatan dengan kemiliteran dan
pertahanan keamanan.Pembentuka lembaga ini didasari atas kenyataan polotik militer bahwa
pada masa pemertintahan Dinasti Abbasiyah, banayak terjadi pemebrontakan dan bahkan
beberapa wilayah berusaha memisahkan diri dari pemerintahan Dinasyi Abbasiyah
2. Kemajuan dalam Bidang Sosial dan Budaya
Dalam bidang sosial budaya, Dinasti Abbasiyah mampu mempercantik seni bangunan
dan arsitektur, baik untuk bangunan istana, masjid, bangunan kota dan lain sebagainya,
contohnya seperti pada istana Qashrul Dzahabi, dan Qashrul Khuldi, sementara bangunan kota
seperti pembangunan kota Baghdad, Samarra dan lain-lainnya. Kemajuan juga terjadi pada
bidang sastra bahasa dan seni musik dengan munculnya sastrawan dan budayawan terkenal,
seperti Abu Nawas, Abu Athahiyah, Al Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-lainnya, dan
10 Anwar Sewang, Buku ajar Sejarah Peradaban,Hlm.222
13. munculnya tokoh terkenal dalam bidang musik seperti Yunus bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad,
pencipta teori musik Islam, Al farabi dan lain-lainnya. Selain itu kemajuan juga terlihat dalam
bidang pendidikan dengan didirikannya lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar
hingga tingkat tinggi.
D. Tradisi Intlektual Dinasti Abbasiyah
1. Bangsa yang peduli pada ilmu Pengetahuan
Pada awalnya ilmu pengetahuan berasal dari Al-Qur`an dan hadits. Orang Islam
keturunan non Arab khususnya orang-orang Persia berpendapat bahwa mereka merasa perlu
mempelajari tata bahasa Arab (nahwu) dan philologi serta syair-syair sebelum Islam yang
memerlukan studi geneologi dan history untuk memahami Al-Qur`an dan hadits11 Hal yang
menarik peneliti sejarah kebudayaan Islam bahwa mayoritas orang yang fokus pada keilmuan
adalah kaum Mawali terutama orang Persia. Bahasa Arab merupakan satu-satunya media
komunikasi untuk berinteraksi dengan sesama muslimin di Abbasiyah. Mayoritas pembawa ilmu
dalam Islam adalah orang asing (non Arab), baik ilmu syar`i maupun ilmu aqli. Sangat langka
dari kalangan bangsa Arab, bila ada orang Arab dalam nasabnya, namun bahasanya bukan Arab
termasuk pendidik dan gurunya Orang Persia biasanya tinggal di kota-kota besar, mereka
berdagang dan sudah lama mengenal seni kebudayaan12
2. Gerakan Penerjemah
Ketika pemerintahan sudah kokoh Khalifah Abbasiyah khususnya Abu Ja`far Al
Manshur, Harun Al-Rasyid, dan Al-Ma`mun menaruh perhatian khusus pada ilmu pengetahuan.
Mereka mengirim misi ke Konstantinopel untuk membawa hasil ilmiah bidang filsafat, logika,
kedokteran, matematika, astrologi (ilmu perbintangan), musik, geografi dan sejarah. Al Ma`mun
meminta buku pengetahuan kuno dari Raja Romawi dan memerintahkan menerjemahkan karya
tersebut dalam bahasa Arab. Hasil karya lain dari bahasa Assyria (bahasa Persia Kuno) dan
Sanskerta (bahasa India Kuno) diterjemahkan dalam bahasa Arab. Para sarjana yang
menerjemahkan karya Persia yaitu: keluarga Nubacht, Hasan ibn Sahal, Wazir besar Ma`mun
dan Baladhuri pengarang Futuh al-Buldan. Selain dewan penerjemah pemerintah, rakyat yang
kaya ikut melindungi penerjemahan. Sebagai hasil dari kebangkitan ini, banyak sarjana yang
mulai mempelajari, mengomentari dan merevisi buku penerjemah lain. Selama pemerintahan
Dinasti Abbasiyah Pertama ada empat penerjemah terkemuka yaitu Hunayn ibn Ishaq, Wa`qub
ibn Ishaq (dari suku arah Kinda), Thabit ibn Qurra (dari Harran) dan Umar ibn Al-Farrakhan
(dari Tabaristan)
11 Hasan IbrahimHassan,Sejarah dan Kebudayaan Islamterj.IslamicHistory and Culture(Yogyakarta:Depag RI
IAIN SUKA, 1989),h. 130-131
12 Hasan IbrahimHasan,Sejarah dan Kebudayaan Islam(Jakarta :KalamMulia,2013),III:383.
14. 3. Perpustakaan Baitul Hikmah sebagai pusat Kebudayaan Islam Dinasti Abbasiyah
Bait Al-Hikmah merupakan kelanjutan institus Jundishapur Academy di masa Imperium
Sasania Persia didirikan oleh Harun Al-Rasyid. Perpustakaan ini dilengkapi berbagai buku
karangan Al-Ma`mun. Perpustakaan ini menyimpan karya ilmiah dalam bidang agama dan
mampu bertahan hingga penyerbuan bangsa Mongol. Perpustakaan Bait Al-Hikmah dan Darul
Hikmah, mencapai puncaknya pada masa Khalifah Al-Ma`mun. Perpustakaan ini lebih
menyerupai universitas di mana terdapat kitab-kitab secara lengkap.
Orang-orang datang ke perpustakaan untuk membaca, menulis dan berdiskusi. Di
samping itu perpustakaan ini juga berfungsi sebagai kantor penerjemahan, terutama karya
kedokteran, filsafat, matematika, kimia, astronomi dan ilmu alam13 Ahli ilmu pengetahuan dan
sastra yang sering mengunjungi perpustakaan ini mempunyai efek yang besar dalam kemajuan
aktifitas ilmiah selama pemerintahan Dinasti Abbasiyah seperti halnya dalam penyebaran di
antara umat Islam dan non Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, para ilmuan Islam telah
mengembangkan ilmu-ilmu yang diterjemahkan dan mendapatkan temuan ilmiah baru.
4. Pembagian Ilmu Pengetahuan
Penulis muslimin membedakan ilmu menjadi dua yaitu : ilmu naqli (syara) dan ilmu aqli (ilmu
hikmah).
a. Ilmu Naqli
Ilmu Naql adalah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur`an, mencakup: ilmu qiraat,
tafsir, ilmu hadits, fiqh, ilmu kalam, nahwu, bahasa, bayan dan adab (kesusastraan).
b. Ilmu Aqli
Ilmu aqli adalah ilmu yang diambil orang Arab dari bangsa non Arab. Ilmu aqli
mencakup: geografi, matematika, astronomi, kimia, filsafat, sihir, sejarah, teknik, ilmu
astrologi, musik, kedokteran dan seni arsitektur
13 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,“Ensiklopesi Islam”(Jakarta:PT Intermesa: 1993), I: 7.
15. BAB III
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan-pemaparan sebelumnya dalam pembahasan ini, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
Berdirinya Dinasti Abbasiyah sendiri tidak lepas dari runtuhnya Dinasti Umayyah.
Dinasti Umayyah runtuh akibat permasalahan internal, yaitu tidak mapannya para khalifah dalam
memimpin Dinasti Umayyah. Khalifah pada masa akhir Dinasti Umayyah hanya mementingkan
kehidupan dunia tanpa memikirkan aturan agama. Hal ini menimbulkan kemarahan publik
sehingga hal inipun dimanfaatkan oleh keturunan Bani Abbas untuk menarik simpati masyarakat
dengan cara bergabung dengan kelompok pendukung Ali dan membesarkan nama mereka
dengan menyatakan sebagai pembela Nabi dan agama. Dengan usaha ini pada akhirnya Dinasti
Umayyah dapat diruntuhkan dan berdirilah Dinasti Abbasiyah
Masa kejayaan Dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya pada pemerintahan Harun al-
Rasyid (786-809 M.). Ilmu pengetahuan begitu berkembang, apalagi dengan gerakan
penerjemahan naskah-naskah Yunani. Hal inipun pada akhirnya melahirkan para ulama-ulama
handal, seperti al-Kindi, alFarabi, Ibnu Sina. Selain itu dibangun pula perpustakaan Baitul
Hikmah pada masa Abu Ja’far-Manshur sehingga ilmu pengetahuan berkembang pesat seperti
filsafat, matematika dan sastra. Selain itu masih banyak lagi ilmu yang berkembang pada masa
tersebut sehingga zaman ini disebut sebagai “The Golden Age”
16. Daftar Pustaka
• The golden age of islam : H. Fuad Riyadi.
• Buku Ajar sejarah peradaban islam : Dr.H. Anwar Sewang, MA
• Abu Su’ud, Islamologiy (Cet. I; Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2003 ), 73-74.
• Abrari Syauqi, dkk. “Sejarah Peradaban islam”. Aswaja pressindo. Yogyakarta.
2011.
• Sulthon Mas’ud. “Sejarah Peradaban Islam”. Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya.
• M.Khamzah. “ Buku Ajar Sejarah Kebudayaan Islam Kelas XI”. Cv Arifandani.
2019.
• Maryam dkk, Siti. Sejarah peradaban Islam: Dari masa klasik hingga modern.
Yogyakarta:Lesfi, 2012.
• Badari yatim , sejarah peradaban Islam Dirasah islamiayah II, (Jakarta: Raja
Grapindo Persada, 2000), h.80
• Siti Zubaidah. “Sejarah Peradaban Islam”, (Medan:Publising Media)