1. PASAL KE EMPAT: BERIMAN KEPADA NAMA DAN SIFATP-SIFAT ALLAH
KAIDAH BERIMAN KEPADA NAMA DAN SIFAT ALLAH:
a. Seorang muslim mengimaninya dengan tidak mempersekutukan siapapun d enganNya di
dalam asma dan sifat tersebut.
b. Seorang muslim tidak menta’wilkannya (menginterpretasikannya dengan arti yang tidak
sesuai dengan maksudnya) sehingga menta’thil (meniadakan sifat tersebut)
c. Seorang muslim tidak melakukan tasybih (menyerupakan nama dan sifat Allah) dengan
sifat makhluk, lalu menanyakan sifatnya atau menyerupakan dengan sifat makhluk, karena
hal yang seperti itu mustahil adanya.
d. Seorang muslim menyakini dan menetapkan semua nama dan sifat yang ditetapkan oleh
Allah bagi DiriNya dan yang ditetapkan oleh RasulNya untukNya.
e. Seorang muslim meniadakan segala cela dan kekurangan yang ditiadakan oleh Allah
dariNya atau ditiadakan oleh RasulNya dariNya, baik secara global maupun secara
terperinci
Dalil Naqli:
1. Adanya berita dari Allah swt tentang nama-nama dan sifatNya. Firman Allah swt:
األع: راف081
:اإلسراء001
2. Berita dari Rasulullah saw tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah yang ada dalam hadits-
hadits shahih yang sangat jelas.
3. Pengakuan salafunas shalih dari generasi shahabat, tabi’in, dan imam mazhab empat
tentang nama dan sifat Allah, dimana mereka tidak menta’wilkannya, tidak pula
menolaknya atau mengeluarkannya dari makna lahirnya. Imam syafi’I berkata: “Aku
beriman kepada Allah dan kepada sesuatu yang datang dari Allah sesuai dengan maksud
yang diinginkan Allah, dan aku beriman kepada Rasulullah dan kepada sesuatu yang
datang dari Rasulullah sesuai dengan maksud yang diinginkan Rasulullah.”
Dalil Aqli:
1. Allah swt telah menetaptkan sifat-sifat bagi DiriNya dan telah menamakan DiriNya dengan
nama-nama; Dia tidak melarang kita untuk menyebut dan menamakanNya dengan sifat-
sifat dan nama-nama tersebut, dan tidak pernah menyuruh kita untuk melakukan ta’wil
terhadap sifat dan namaNya itu, atau mengartikannya diluar arti lahiriahnya. Lalu apakah
masuk akal bila dikatakan, kalau kita menyebut dan menyifati Allah dengan sifat-sifat
tersebut, berarti kita telah menyerupakan Allah dengan makhlukNya, maka kemudian kita
perlu menakwilkannya?
2. Bukankah orang yang menafikan salah satu sifat Allah kerena takut dari tasybih, itu berarti
telah menyamakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk?, kemudian karena takut
dari tasybih, ia menghindar darinya dan terjebak dalam ta’thil. Akhirnya ia terjebak dalam
dua kesalahan besar.
2. 3. Sesungguhnya beriman kepada sifat-sifat Allah dan menyifati Allah dengannya tidak
mengharuskan tasybih dengan sifat makhluk, sebab akal sehat sendiri tidak menolak kalau
Allah mempunyai sifat-sifat khusus bagiNya yang tidak serupa dengan sifat-sifat makhluk,
tidak akan pernah sama kecuali hanya dalam sekedar nama dan sebutan saja. Maka Allah
memiliki sifat-sifat khusus bagiNya, sebagaimana makhluk memiliki sifat yang khusus
baginya.
BUAH BERIMAN KEPADA ASMA DAN SIFAT ALLAH:
PENGARUHNYA DALAM BERMUAMALAH DENGAN ALLAH:
a. Jika seorang mengetahui asma dan sifat Allah, juga arti dan maksudnya dengan benar,
maka akan memperkenalkannya dengan Rabnya beserta keagunganNya. Sehingga ia
tunduk, takut berharap dan memohon kepadaNya
b. Jika ia mengetahui bahwa Rabbnya sangat dahsyat adzabNya,Dia bisa murka, maha Kuat,
Perkasa, bisa melakukan apa saja, Mendengar, Melihat; maka akan membuatnya merasa
diawasi Allah takut dan menjahui maksiat
c. Jika ia mengetahui Allah maha Pengampun, penyayang, maha kaya, senang dengan taubat
hambaNya, mengampuni dosa, maka akan menjadikannya tidak pernah putus asa dan
selalu berprasangka baik kepada Rabbnya.
d. Jika ia mengetahui Allah memberi nikmat, ditanganNya segala kebaikan, pemberi rizki,
membalas kebaikan; maka akan membawanya kepada mahabbah kepada Allah dan
bertaqarrub kepadaNya serta mencari apa yang ada disisiNya dan berbuat baik kepada
sesamanya.
PENGARUHNYA DALAM BERMUA’MALAH DENGAN MAKHLUK:
a. Jika ia tahu, Allah Hakim yang adil, tidak senang dengan kedzaliman, kecurangan, dosa,
permusuhan. Maha membalas dendam kepada orang yang dzalim; maka ia akan menahan
diri dari kedzaliman, dosa, kerusakan, khianat. Dia akan berbuat adil, obyektif sekalipun
kepada dirinya sendiri. Juga akan bergaul dengan akhlak yang baik
‘wa ahsinuu innallah yuhibbul muhsinin (dan berbuat baiklah kalian, sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berbuat baik).’ (2:195). Sabda nabi sawb: “irhamu man fil
ardhi yarhamkum man fis samaa (sayangilah mereka yang ada di bumi, maka yang Dzat
yang di langit (Allah) akan menyayangimu.”