Dokumen tersebut membahas upaya melawan korupsi di desa melalui penerapan demokrasi. UU No. 6/2014 diharapkan dapat mendorong partisipasi masyarakat, akuntabilitas pemerintahan desa, serta peningkatan kapasitas lokal untuk mencegah korupsi. Namun, pengawasan dari atas dan peningkatan kapasitas saja belum cukup, diperlukan pembangunan desa yang inklusif dan demok
2. Diktum
• Semakin sedikit/dangkal demokrasi, semakin
banyak korupsi; semakin banyak elektokrasi
semakin lebih banyak korupsi.
• Peraturan bukan segala-galanya, tetapi segala
sesuatunya membutuhkan peraturan.
Peraturan yang baik tidak serta merta
membuahkan kebaikan, tetapi peraturan yang
buruk dengan cepat mendatangkan
keburukan.
3. Dalil Dilema
• Dilema aksi kolektif adalah hadirnya para
penumpang gelap yang tidak mau
berkorban tetapi mencari keuntungan.
• Distribusi kekuasaan dan sumberdaya
mengandung tujuan baik, tetapi juga
berisiko menghadirkan perampasan elite
(elite capture).
4. Pilihan Rasional UU Desa
• UU No. 6/2014 tentang Desa dilahirkan bukan
sebagai reformasi yang nekat (audacious
reform) dengan pertimbangan: ongkos besar,
manfaat besar, dan risiko sama besar juga.
• Tetapi UU Desa dilahirkan dengan reformasi
yang rasional dengan pertimbangan: ongkos
besar, manfaat lebih besar dan risiko lebih
kecil.
5. Proyeksi Manfaat Besar UU Desa
• Reformasi birokrasi: UU Desa bermaksud memotong mata rantai rente proyek
pembangunan sektoral yang dikuasai oleh K/L.
• Emansipasi lokal: Memperkuat peran dan kontribusi desa dalam pembangunan:
desa tidak hanya menjadi obyek penerima manfaat tetapi sebagai subyek pemberi
manfaat.
• Subsidiaritas: memastikan urusan-urusan lokal (kepentingan masyarakat setempat)
tidak ditangani oleh pemerintah (yang membuat pemerintah menjadi kerdil),
melainkan ditangani dan diselesaikan oleh desa (yang paling depan dan dekat
dengan masyarakat).
• Demokrasi: mengurangi dominasi elite, sekaligus memperkuat kuasa rakyat melalui
pembukaan ruang-ruang publik yang demokratis, partisipasi dan deliberasi,
• Transformasi: mendorong perubahan desa dari institusi korporatis dan institusi
parokhial menjadi institusi sipil.
• Inovasi dan akselerasi: memperkuat modal sosial, kapasitas administratif,
pelayanan publik, pengembangan ekonomi lokal, dan pengelolaan sumberdaya alam
lingkungan secara berkelanjutan.
6. UU Desa Menghadirkan Negara dengan Tepat
Dilema intervensi negara terhadap desa: kalau
tidak hadir salah, tetapi kalau hadir keliru
Isolasi (negara absen) Imposisi
(hadir berlebihan)
menciptakan keterbelakangan
menciptakan ketergantungan
Jalan tengah:
Rekognisi,
Proteksi,
Redistribusi,
Akselerasi,
Supervisi,
Fasilitasi
7. Pengalaman 1: Bilamana Desa Menghadirkan Korupsi?
Desa diberi uang tetapi setelah itu dibiarkan dan diolok-olok
dengan tudingan tidak siap, tidak mampu dan korupsi.
Desa parokhial rawan korupsi: aliran dana mengikuti aliran
darah.
Masyarakat melakukan politisasi terhadap kearifan lokal yang
melegitimasi korupsi.
Kepala desa yang tidak mempunyai (memegang) otoritas dan
akuntabilitas dalam pengelolaan dana Bantuan Langsung
Masyarakat, cenderung melakukan perampasan (capture).
Elite desa terlalu dominan, tidak diimbangi dengan ruang-
ruang publik demokratis, partisipasi dan kontrol publik.
Sistem administrasi keuangan yang ruwet dan mematikan,
sementara kapasitas lokal masih terbatas. Ini membuat mal-
administrasi.
8. Pengalaman 2: Bilamana Desa Tanpa Korupsi?
•Kepala desa hadir sebagai pemimpin yang bershi, progresif, dan visioner. Ia hadir
sebagai aktor baru dalam konteks krisis, yang dilahirkan melalui social capital dan
political capital dengan ongkos transaksi yang sangat rendah.
•Kepala desa yang kuat karena memperoleh kepercayaan sekaligus memegang
otoritas dan akuntabilitas dalam mengelola uang.
•Pembagian kerja dalam pemerintahan desa berjalan dengan baik, disertai dengan
kapasitas administratif yang cukup memadai dan didukung dengan sistem informasi
(misalnya sistem informasi administrasi dan keuangan desa).
•Ruang-ruang publik yang demokratis berjalan secara semarak.
•Partisipasi, deliberasi dan kolektivitas berjalan dengan baik.
•Desa memperoleh pendampingan secara utuh (kapasitas, perencanaan dan
penganggaran, penguatan tradisi berdesa dan tradisi kewargaan).
Data/fakta: dari 906 desa dampingan ACCESS (2003-2013) di Indonesia
Timur, hanya 1 desa yang ditengarai berpredikat korup. Apakah ini
karena pengawasan yang ketat? Bukan!!
9. Jalan Kedepan
•Pendekatan kontrol dari atas dan pendekatan
represif secara hukum sangat penting untuk
mengatasi korupsi di desa, tetapi hal itu tidak
cukup.
•Pengembangan kapasitas sangat sangat penting,
tetapi juga tidak cukup.
•Membuat desa tanpa korupsi sama dengan
membuat desa yang inklusif dan demokratis. Desa
yang bersih dari korupsi dan desa yang inklusif-
demokratis akan berjalan bersama.
•Tetapi demokrasi ala liberal yang mengutamakan
watch dog masyarakat bisa menimbulkan risiko:
pemerintah desa dan masyarakat akan saling
berhadap-hadapan secara konflktual.
10. Jalan Kedepan
•Pendekatan kontrol dari atas dan pendekatan
represif secara hukum sangat penting untuk
mengatasi korupsi di desa, tetapi hal itu tidak
cukup.
•Pengembangan kapasitas sangat sangat penting,
tetapi juga tidak cukup.
•Membuat desa tanpa korupsi sama dengan
membuat desa yang inklusif dan demokratis. Desa
yang bersih dari korupsi dan desa yang inklusif-
demokratis akan berjalan bersama.
•Tetapi demokrasi ala liberal yang mengutamakan
watch dog masyarakat bisa menimbulkan risiko:
pemerintah desa dan masyarakat akan saling
berhadap-hadapan secara konflktual.