2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
Demokrasi desa
1. MAKALAH
KEWARGANEGARAAN DAN PANCASILA
“APLIKASI DEMOKRASI DI DESA”
Disusun oleh Kelompok 3
Nama Anggota:
1. Zidan
NIM : 18.01.013.153
2. Sultan pratama
NIM : 18.01.013.146
3. Syarif hidayatullah
NIM : 18.01.013.128
4. Syahruddinsyah
NIM : 18.01.013.127
5. Suryawati
NIM : 18.01.013.002
6. Sunharyati
NIM : 18.01.013.
7. Septi Adeliana
NIM : 18.01.013.115
PROGRAM TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
2. Demokrasi Di Desa Pernek
Selama ini suksesi Pilkades tidak pernah sepi. Masyarakat membicarakannya. Pilkades
menjadi moment pertarungan elit lokal. Disisi lain Pilkades merupakan sarana pergantian
kekuasaan ditingkat lokal. Karena itu, dari sisi proses, diharapkan Pilkades harus
terselenggara dengan lancar, jujur dan adil serta tidak ada kekerasan.
Dengan kata lain kekuasaan yang diperoleh Kepala Desa harus melalui kompetisi politik
yang sehat dan terbuka. Indikator esensi terselenggaranya Pilkades dengan lancar, bermakna
pada dua hal. Pertama, yaitu dari aspek panitia itu sendiri. Fungsi seperti seleksi bakal calon
yang dilakukan panitia telah dilaksanakan secara terbuka tidak hanya didominasi elit desa,
tetapi melibatkan perwakilan tokoh masyarakat, yang mana proses dan hasilnya bisa diakses
publik secara luas.
Selanjutnya dari persfektif kinerja penyelenggaraan, mulai dari proses penganggaran,
penetapan daftar pemilih, pendaftaran dan penetapan calon Kepala Desa, masa kampanye,
pemungutan dan penghitungan suara, penentuan saksi di lapangan, pengawasan, penetapan
Kepala Desa terpilih, hingga pengesahan dan pelantikan dapat dipastikan tidak menimbulkan
konflik yang berakibat terganggunya kegiatan publik, di mana nilai-nilai kejujuran,
profesionalisme semua pihak dan sikap transparansi lebih dikedepankan daripada
kepentingan sesaat lainnya. Kedua, dari sisi hasil pilkades dapat melahirkan produk
rekrutmen politik berupa terpilihnya Kepala Desa yang mempunyai basis legitimasi yang
kokoh baik secara yuridis maupun politis.
Dengan demikian masyarakat yakin, terpilihnya pemimpin baru merupakan starting point
terjadinya perbaikan secara signifikan kehidupan mereka, dan Kepala Desa terpilih adalah
figur terbaik yang juga paling berkompeten memimpin desa di masa enam tahun ke depan.
Pasca Pilkades, terpilihnya seorang Kepala Desa hendaknya dapat memberikan kontribusi
optimal dan signifikan terhadap perbaikan kualitas pemerintahan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Selain itu, Kepala Desa harus mampu mendesain birokrasi
pemerintahan desa dari semula sebuah lembaga yang mempunyai kinerja buruk, tidak lincah
dan telat mikir menjadi birokrasi yang produktif, responsif, cekatan serta dihuni orang-orang
yang berkapabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dipercayakan kepadanya.
Kapabilitas itu antara lain terwujud dalam bentuk kemampuan mereka untuk menggerakkan
secara efektif gerbong birokrasi lokal, sehingga performanya meningkat dan yang tak kalah
pentingnya adalah kesediaan dari organisme birokrasi itu sendiri untuk melakukan
perubahan.
Berkaitan dengan kemandirian desa, pemerintahan desa harus dikelola dengan tiga prinsip
yaitu (1) Akuntabilitas, (2) Transparansi, dan (3) Partisipasi Masyarakat. Ketiga prinsip ini
diperlukan untuk mencapai manajemen publik yang baik. Meski begitu, akuntabilitas menjadi
kunci dari semua prinsip ini.
3. Berkaitan dengan akuntabilitas, Drs. Saguni Kepala desa Pernek menyatakan bahwa
akuntabilitas secara filosofi timbul karena adanya kekuasaan yang berupa mandat atau
amanah yang diberikan kepada orang atau pihak tertentu untuk menjalankan tugasnya dalam
rangka mencapai suatu tujuan tertentu dengan menggunakan sarana pendukung yang ada.
Dalam perspektif ini artinya akuntabilitas pemerintah desa tidak dapat diketahui tanpa
pemerintah (Kepala Desa) memberitahukan kepada rakyat tentang informasi sehubungan
dengan pengumpulan sumber daya dan sumber dana masyarakat beserta penggunaannya
untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain bahwa pihak yang diberikan mandat atau
amanah harus memberikan laporan pertanggungjawaban atas tugas yang dipercayakan
kepadanya dengan mengungkapkan segala sesuatu yang dilakukan, dilihat, dirasakan baik
yang mencerminkan keberhasilan maupun kegagalan. Dan yang lebih penting lagi bahwa
laporan pertanggungjawaban tersebut bukan sekedar laporan kepatuhan dan kewajaran
pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun termasuk juga kinerja dari
pelaksanaan suatu manajemen strategis yang mampu menjawab pertanyaan mendasar tentang
apa yang harus dipertanggung jawabkan.
Pengelolaan Kebijakan Desa
Sebuah kebijakan berupa Peraturan Desa (Perdes) yang demokratis apabila berbasis
masyarakat: berasal dari partisipasi masyarakat, dikelola secara bertanggungjawab dan
transparan oleh masyarakat dan digunakan untuk memberikan manfaat kepada masyarakat.
Dari sisi konteks, Peraturan Desa (Perdes) berbasis masyarakat berarti setiap Perdes harus
relevan dengan konteks kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dengan kata lain, Perdes yang
dibuat bukan sekadar merumuskan keinginan segelintir elite desa atau hanya untuk
menjalankan instruksi dari pemerintah supradesa. Secara substansi, prinsip dasarnya bahwa
Perdes lebih bersifat membatasi yang berkuasa dan sekaligus melindungi rakyat yang lemah.
Paling tidak, Perdes harus memberikan ketegasan tentang akuntabilitas pemerintah desa dan
BPD dalam mengelola pemerintahan desa.
Dilihat dari sisi “manfaat untuk masyarakat”, Perdes dimaksudkan untuk mendorong
pemberdayaan masyarakat: memberi ruang bagi pengembangan kreasi, potensi dan inovasi
masyarakat; memberikan kepastian masyarakat untuk mengakses terhadap barang-barang
publik; memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat dalam proses pemerintahan dan
pembangunan desa. Sedangkan untuk menciptakan ketertiban dan keseimbangan, Perdes
harus bersifat membatasi: mencegah eksploitasi terhadap sumberdaya alam dan warga
masyarakat; melarang perusakaan terhadap lingkungan, mencegah perbuatan kriminal;
mencegah dominasi suatu kelompok kepada kelompok lain, dan lain sebagainya.
4. Kepemimpinan dan Kepemerintahan
Masalah ini merupakan tantangan serius bagi pembaharuan kepemimpinan dan
kepemerintahan desa. Kepemimpinan di desa tidak bisa lagi dimaknai sebagai priyayi
benevolent maupun kepemimpinan yang birokratis, melainkan harus digerakkan menuju
kepemimpinan transformatif. Yaitu para pemimpin desa yang tidak hanya rajin
beranjangsana, melainkan para pemimpin yang mampu mengarahkan visi jangka panjang,
menggerakan komitmen warga desa, membangkitkan kreasi dan potensi desa.
Legitimasi pemerintah desa mau tidak mau harus disandarkan pada prinsip akuntabilitas,
transparansi dan responsivitas. Pertama, akuntabilitas menunjuk pada institusi dan proses
checks and balancesdalam penyelenggaraan pemerintahan. Akuntabilitas juga berarti
menyelenggarakan penghitungan (account) terhadap sumber daya atau kewenangan yang
digunakan. Pemerintah desa disebut akuntabel bila mengemban amanat, mandat dan
kepercayaan yang diberikan oleh warga. Secara gampang, pemerintah desa disebut akuntabel
bila menjalankan tugas-tugasnya dengan baik, tidak melakukan penyimpangan, tidak berbuat
korupsi, tidak menjual tanah kas desa untuk kepentingan pribadi, dan seterusnya.
BPD dan masyarakat adalah aktor yang melakukan kontrol untuk mewujudkan akuntabilitas
pemerintah desa. Dalam melakukan kontrol kebijakan dan keuangan, BPD mempunyai
kewenangan dan hak untuk menyatakan pendapat, dengar pendapat, bertanya, penyelidikan
lapangan dan memanggil pamong desa. Ketika ruang BPD ini dimainkan dengan baik secara
impersonal, maka akan memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap akuntabilitas
pemerintah desa. Meskipun tidak ditegaskan dalam perangkat peraturan, menurut standar
proses politik, masyarakat juga mempunyai ruang untuk melalukan kontrol dan meminta
pertanggungjawaban pemerintah desa. Pemerintah desa, sebaliknya, wajib menyampaikan
pertanggungjawaban (Laporan Pertanggungjawaban-LPJ) tidak hanya kepada BPD,
melainkan juga kepada masyarakat. Ketika kepala desa keliling beranjangsana ke berbagai
komunitas tidak hanya digunakan untuk membangun legitimasi simbolik, tetapi juga sebagai
arena untuk menyampaikan pertanggungjawaban kepada warga.
Kedua, transparansi (keterbukaan) dalam pengelolaan kebijakan, keuangan dan pelayanan
publik. Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan
terhadap setiap informasi mengenai kebijakan, keuangan dan pelayanan. Artinya, transparansi
dibangun atas pijakan kebebasan arus informasi yang memadai disediakan untuk dipahami
dan (untuk kemudian) dapat dipantau atau menerima umpan balik dari masyarakat.
Transparansi tentu mengurangi tingkat ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan
dan implementasi kebijakan desa, termasuk alokasi anggaran desa. Sebagai sebuah media
akuntabilitas, transparansi dapat membantu mempersempit peluang korupsi di kalangan
pamong desa karena terbukanya segala proses pengambilan keputusan oleh masyarakat luas.
Ketiga, responsivitas atau daya tanggap pemerintah desa. Pemerintah desa dan BPD harus
mampu dan tanggap terhadap aspirasi maupun kebutuhan masyarakat, yang kemudian
dijadikan sebagai preferensi utama pengambilan keputusan di desa. Responsif bukan hanya
5. berarti pamong desa selalu siap-sedia memberikan uluran tangan ketika warga masyarakat
membutuhkan bantuan dan pelayanan. Responsif berarti melakukan artikulasi terhadap
aspirasi dan kebutuhan masyarakat, yang kemudian mengolahnya menjadi prioritas
kebutuhan dan memformulasikannya menjadi kebijakan desa. Pemerintah desa yang
mengambil kebijakan berdasarkan preferensi segelintir elite atau hanya bersandar pada
keinginan kepala desa sendiri, berarti pemerintah desa itu tidak responsif. Apakah betul
pembangunan prasarana fisik desa merupakan kebutuhan mendesak (prioritas) seluruh warga
masyarakat? Apakah rumah tangga miskin membutuhkan jalan-jalan yang baik dan rela
membayar pungutan untuk proyek pembangunan jalan? Karena itu, pemerintah desa bisa
disebut responsif jika membuat kebijakan dan mengalokasikan anggaran desa secara
memadai untuk mengangkat hidup rumah tangga miskin ataupun mendukung peningkatan
ekonomi produktif rumah tangga.
Partisipasi Masyarakat
Teori demokrasi mengajarkan bahwa demokratisasi membutuhkan hadirnya masyarakat sipil
yang terorganisir secara kuat, mandiri, semarak, pluralis, beradab, dan partisipatif. Partisipasi
merupakan kata kunci utama dalam masyarakat sipil yang menghubungkan antara rakyat
biasa dengan pemerintah. Partisipasi bukan sekadar keterlibatan masyarakat dalam pemilihan
kepala desa dan BPD, tetapi juga partisipasi dalam kehidupan sehari-hari yang berurusan
dengan pembangunan dan pemerintahan desa. Secara teoretis, partisipasi adalah keterlibatan
secara terbuka (inclusion) dan keikutsertaan (involvement). Keduanya mengandung
kesamaan tetapi berbeda titik tekannya. Inclusionmenyangkut siapa saja yang terlibat,
sedangkan involvement berbicara tentang bagaimana masyarakat terlibat.
Secara substantif partisipasi mencakup tiga hal. Pertama, aspirasi: setiap warga mempunyai
hak dan ruang untuk menyampaikan aspirasinya dalam proses pemerintahan. Pemerintah,
sebaliknya, mengakomodasi setiap aspirasi yang berkembang dalam masyarakat yang
kemudian dijadikan sebagai basis pembuatan keputusan. Kedua, akses, yaitu setiap warga
mempunyai kesempatan untuk mengakses atau mempengaruhi pembuatan kebijakan,
termasuk akses dalam layanan publik. Ketiga, kontrol, yaitu setiap warga atau elemen-elemen
masyarakat mempunyai kesempatan dan hak untuk melakukan pengawasan (kontrol)
terhadap jalannya pemerintahan maupun pengelolaan kebijakan dan keuangan pemerintah
desa. SUMBER : Drs. Saguni Kepala Desa Pernek .