3. Sumber hukum pada hakekatnya 2
(dua) macam
1. Sumber hukum material adalah faktor-faktor
yang menentukan kaidah hukum”; atau tempat
dari mana berasalnya isi hukum; atau faktor-
faktor yang menentukan isi hukum yang
berlaku.
2. Sumber hukum formal ialah tempat dari mana
dapat ditemukan atau diperoleh aturan-aturan
hukum yang berlaku yang mempunyai kekuatan
mengikat masyarakat dan pemerintah sehingga
ditaati.
4. Undang-undang dapat dibedakan
dalam dua pengertian
1. Undang-undang dalam arti material
(wet in materiele zin) adalah “setiap
keputusan atau peraturan yang
dibuat oleh pemerintah atau
penguasa yang berwenang yang
isinya mengikat secara umum”; atau
setiap “keputusan atau ketetapan
pemerintah atau penguasa yang
berwenang yang memuat ketentuan-
ketentuan umum”; atau “peraturan-
peraturan umum yang dibuat oleh
penguasa yang berwenang”.
5. 2. Undang-undang dalam arti
“formal” (wet in formele zin),
ialah “setiap keputusan
pemerintah atau penguasa yang
berwenang yang karena
prosedur terjadinya atau
pembentukannya dan
bentuknya dinamakan
“undang-undang”.
6. Berlakunya hukum adalah sebagai
berikut :
• Pertama, berlaku secara “yuridis”, apabila penentuannya
didasarkan pada kaedah yang lebih tinggi tingkatannya
(Hans Kelsen).
• Kedua, berlaku secara “sosiologis” artinya bahwa efektifitas
kaidah hukum didasarkan pada “kekuasaan/penguasa”
(machtstheorie), atau berlakunya kaidah hukum didasarkan
adanya “pengakuan” atau diterima dan diakui dengan
sendirinya oleh masyarakat (anerkennungstheorie); dan
ketiga adalah berlaku secara ”filosofis” artinya sesuai
dengan” rechts idea” atau cita-cita hukum sebagai nilai
positif yang tertinggi.
7. Berakhirnya Undang-Undang dikarenakan :
a. Ditentukan sendiri dalam undang-undang itu,
b. Dicabut secara tegas oleh pembuat undang-undang atau oleh
hakim,
c. Undang-undang yang lama bertentangan dengan undang-
undang yang baru; berlaku asas “lex posteriori derogat lex
priori”,
d. Timbulnya hukum kebiasaan yang bertentangan dengan
undang-undang, sehingga undang-undang itu tidak ditaati
oleh masyarakat;
e. Bertentangan dengan yurisprudensi tetap; atau
f. Suatu keadaan yang diatur oleh undang-undang sudah tidak
ada lagi (misalnya yang diatur dalam undang-undang darurat
tentang keadaan bahaya).
8. Asas-asas Perundang-undangan
a. Undang-undang tidak berlaku surut;
b. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat
(onschendbaar);
c. Undang-undang yang lebih tinggi
mengesampingkan undang-undang yang lebih
rendah;
d. Undang-undang yang bersifat khusus
mengesampingkan undang-undang yang bersifat
umum;
e. Undang-undang yang berlaku belakangan (baru)
membatalkan undang-undang yang terdahulu
(lama).
9. Kebiasaan
• Kebiasaan ialah perbuatan manusia
mengenai hal tertentu yang tetap, dilakukan
berulang-ulang dalam rangkaian perbuatan
yang sama dan dalam waktu yang lama.
10. Yurisprudensi
• “Yurisprudensi” sebagai sumber hukum formal
adalah keputusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap yang
diikuti atau dipergunakan oleh hakim
berikutnya sebagai dasar hukum untuk
memutus perkara yang serupa atau sama.
11. Traktat
• Traktat atau treaty atau perjanjian internasional
dipergunakan sebagai sumber hukum dalam arti
formal, karena itu harus memenuhi persyaratan
tertentu untuk dapat dinamakan perjanjian
internasional.
• Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang
diadakan antara subyek hukum internasional
yang menimbulkan akibat hukum; atau perjanjian
yang mengatur hubungan antara negara dan
atau lembaga internasional yang bertujuan
menimbulkan akibat hukum tertentu.
12. Doktrin Hukum
• Doktrin atau ajaran-ajaran atau pendapat para
ahli hukum/Sajana hukum terkemuka dan
berpengaruh, besar pengaruhnya terhadap
hakim dalam mengambil putusan. Seringkali
hakim dalam memutuskan perkara yang
diperiksa, menyebut-nyebut pendapat sarjana
hukum tertentu sebagai dasar pertimbangan.
13. Konflik antara Sumber Hukum
a. Konflik antara peraturan perundang-
undangan yang satu dengan
peraturan perundang-undangan
lainnya diselesaikan dengan asas-
asas:
1) Lex Specialis derogate lex
generalis, yaitu apabila terjadi
konflik antara undang-undang yang
bersifat khusus dengan undang-
undang yang bersifat umum, maka
undang-undang yang bersifat umum
harus dikesampingkan.
14. 2) Lex Superiori derogate lex
inferiori, yaitu apabila ada dua
undang-undang yang tidak sederajat
tingkatannya mengatur obyek yang
sama dan saling bertentangan, maka
undang-undang yang tinggi
tingkatannya mengesampingkan
undang-undang yang tingkatannya
dibawahnya.
3) Lex posteriori derogate lex
priori, yaitu undang-undang atau
peraturan yang berlaku belakangan
(baru) mengesampingkan undang-
undang atau peraturan terdahulu
(lama).