1. 3.1 Analisis Situasi
3.1.1 Identifikasi Isu Advokasi
Permasalahan gizi pada balita dan anak merupakan masalah ganda, yaitu masih
didapatkannya masalah gizi kurang dan dibarengi dengan ditemukannya masalah kelebihan zat
gizi, seperti energi, lemak, dan garam (Sulistyoningsih Hariyani, 2011). Pada anak sekolah,
adanya kasus kegemukan dan obesitas merupakan masalah serius karena akan berlangsung
hingga usia dewasa serta merupakan faktor risiko terjadinya berbagai penyakit metabolik dan
degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, kanker, osteoartritis, gangguan
pertumbuhan tungkai kaki, gangguan tidur, sleep apnea dan gangguan pernafasan lain
(Kemenkes, 2012). Faktor risiko utama terjadinya obesitas adalah faktor perilaku yaitu
kebiasaan makan yang tidak sehat yang dikombinasikan dengan konsumsi serat (buah dan
sayur) yang tidak mencukupi, fisik yang tidak aktif, dan merokok. Faktor lain penyebab
obesitas pada anak adalah konsumsi makanan cepat saji, minuman bersoda dan makanan ringan
yang berlebihan seperti makanan cepat saji (burger, pizza, hotdog) serta makanan olahan
lainnya yang tersedia di gerai makanan (Dewi, 2015).
Kurangnya literasi kesehatan yang memadai di masyarakat juga turut andil dalam
peningkatan obesitas di kalangan anak dan remaja. Beberapa pandangan masyarakat yang
menganggap bahwa anak yang gemuk adalah anak yang sehat dan merasa bangga jika memiliki
anak yang gemuk. Alasan tersebut tentunya tidak berdasar jika orang tua memahami literasi
tentang kesehatan yang baik. Perkembangan mental anak atau remaja yang normal dan sehat
berarti anak memiliki perkembangan motorik, bahasa, intelektual, emosional, dan sosial sesuai
dengan umurnya. Banyaknya faktor yang mempengaruhi peningkatan obesitas pada remaja
tentunya akan berdampak pada peningkatan risiko penyakit degeneratif di usia dewasa. Tidak
adanya penanganan obesitas yang jelas terhadap obesitas anak usia dini juga akan menjadi
masalah kesehatan utama di masa depan. Oleh karena itu, diperlukan advokasi untuk
menurunkan prevalensi obesitas khususnya pada anak (Bangkele, 2023).
Saat ini gizi lebih yang tidak terkontrol dan obesitas merupakan epidemik di negara
maju, seperti Inggris, Brasil, Singapura serta bekembang pesat di negara-negara
berkembang, terutama di kalangan penduduk kepulauan Pasifik dan negara Asia
tertentu. (Sarah EB and the Expert Committee 2011).
Menurut Husnah (2012) Obesitas bukan hanya masalah Kesehatan, melainkan
masalah kesadaran. Kegemukan dulunya identik dengan kemakmuran, namun sekarang
kegemukan merupakan suatu kelainan atau penyakit. Obesitas saat ini disebut sebagai
the New World Syndrome, angka kejadiannya terus meningkat di berbagai negara.
Prevalensi obesitas meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir,
terutama pada kalangan anak- anak. Banyak orang tua yang masih menyepelekan
2. obesitas dan kurang memahami dampak serta bahaya yang ditimbulkan dari obesitas.
Obesitas dianggap oleh banyak orang sebagai masalah kesehatan masyarakat yang
utama 75 % anak yang mengalami obesitas semasa hidupnya akan tetap obesitas pula
hingga masa dewasanya dan berpotensi mengalami berbagai penyebab morbiditas dan
mortalitas seperti diabetes tipe dua, penyakit kardiovaskular, hipertensi, dan stroke.
(WHO dalam Septiani, 2018).
Obesitas di Indonesia sudah mulai dirasakan secara nasional dengan kasus yang
terus meningkat. Sampai saat ini kegemukan di Indonesia belum menjadi prioritas
karena permasalahan kekurangan gizi masih memprihatinkan (Kemenkes 2010).
Menurut perkiraan global Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, prevalensi anak-
anak yang mengalami kelebihan berat badan ataupun obesitas banyak tinggal di negara
berkembang, dimana peningkatannya 30% lebih tinggi dari pada di negara maju.
Sedangkan berdasarkan penelitian di Korea terdapat 16,7%-22,5% dialami oleh anak-
anak sekolah dasar. Selanjutnya di Australia obesitas pada anak 27,5% terjadi di usia 5-
9 tahun dan usia 10-14 tahun sebanyak 38,5%. Berikutnya Bharat Maharda yang
melakukan penelitian pada sekolah negeri 500 sekolah, swasta 500 sekolah dimana
ditemukan siswa yang gemuk (8,2%) dan obesitas (2,40%) sehingga terdapat 14,00%
siswa yang gemuk pada sekolah swasta sedangkan sekolah negeri 7,2%, prevalensi
terbanyak pada siswa perempuan 8,60% sedangkan laki-laki 8,60%.
Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui hasil Riskesdas tahun
2018 menyatakan bahwa terjadi peningkatan kasus obesitas pada anak, kasus obesitas
pada usia anak meningkat menjadi 8% di tahun 2018, dimana prevalensi obesitas
tertinggi pada usia anak ditemukan di Propinsi Papua (13,2%), Jambi (10,8%) dan
Sumatera Selatan (10,8%). 1 dari 5 anak usia sekolah (20 persen, atau 7,6 juta), 1 dari 7
remaja (14,8 persen, atau 3,3 juta) dan 1 dari 3 orang dewasa (35,5 persen, atau 64,4
juta) di Indonesia hidup dengan kelebihan berat badan atau obesitas.
Pola makan umum anak-anak, remaja, dan dewasa Indonesia tergolong buruk,
ditandai dengan konsumsi makanan dan minuman tinggi gula, garam, dan lemak (GGL)
yang berlebihan serta konsumsi buah dan sayur yang tidak mencukupi. Sekitar 2 dari 3
anak dan remaja berusia 5 hingga 19 tahun (66,7%) dan orang dewasa di atas 20 (64,3%)
mengonsumsi satu atau lebih minuman berpemanis gula setiap hari, sembilan dari 10
3. (96,7 dan 94,9 persen) tidak mengonsumsi lima porsi buah dan sayuran yang
direkomendasikan setiap hari.
Terdapat bukti bahwa aktivitas fisik di antara anak-anak, remaja, dan orang dewasa
Indonesia tidak memadai, dengan 57 persen anak-anak dan remaja serta 27,7 persen
orang dewasa tidak memenuhi rekomendasi WHO. Bukti yang ada menunjukkan bahwa
kelebihan berat badan dan obesitas, bersama dengan bentuk kekurangan gizi kronis
lainnya, menjadi tantangan gizi yang semakin penting di Indonesia.
Menurut World Obesity Federation, Indonesia merupakan salah satu negara dengan
peningkatan prevalensi obesitas paling cepat dalam beberapa dekade terakhir, dan
sangat kecil kemungkinan mampu memenuhi target global tersebut (World Obesity,
2020). Berdasarkan informasi dan penilaian pada Global Nutrition Report terbaru
(2021a), Indonesia di luar jalur (off-track) dalam memenuhi target tidak mengalami
peningkatan kelebihan berat badan pada balita salah satu dari enam target untuk
meningkatkan gizi ibu, bayi dan anak yang ditetapkan pada tahun 2012 oleh World
Health Assembly (WHO, 2014a). Indonesia juga kecil kemungkinan mampu memenuhi
target sukarela pencegahan dan pengendalian PTM terkait dengan tidak mengalami
peningkatan obesitas pada anak usia sekolah dan remaja berusia 5-19 tahun pada
tahun 2025 (World Obesity Federation, 2019). Indonesia tergolong memiliki risiko
obesitas yang tinggi baik secara keseluruhan maupun khusus untuk anak-anak (World
Obesity, 2020), yakni berada pada peringkat ke-4 secara global dalam hal jumlah
absolut tertinggi anak-anak usia sekolah dan remaja yang diprediksi mengalami
obesitas pada tahun 2030 (World Obesity Federation, 2019; World Obesity, 2020).
Indonesia saat ini belum memiliki instrumen fiskal untuk menerapkan cukai pada
makanan dan minuman tinggi garam, gula, dan lemak (GGL). Minuman yang
dimaniskan dengan gula khususnya tidak dikenakan bea cukai, meskipun inisiatif ini
telah terbukti memiliki implikasi kesehatan masyarakat, seperti negara-negara lain di
kawasan yang telah memperkenalkannya (misalnya Malaysia, Thailand, Filipina, dan
banyak negara kepulauan Pasifik).
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang pencegahan kelebihan berat badan dan
obesitas, terutama dalam kaitannya dengan anak-anak. Pada saat yang sama, masih
terdapat kesenjangan besar dalam hal bukti atau kajian ilmiah yang tersedia tentang
4. obesitas. Hal ini yang melatarbelakangi penulis untuk meneliti lebih dalam lagi terkait
permasalahan obesitas pada anak di Indpnesia.
Anemia merupakan masalah gizi yang sering dialami oleh Ibu hamil. Salah satu
faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil adalah kurang patuhnya ibu hamil
dalam mengkonsumi TTD dan masih rendahnya pengetahuan mengenai anemia. Data
Riskesdas 2018 menunjukkan cakupan Tablet Tambah Darah (TTD) untuk ibu hamil
sebesar 73,2% tetapi ibu hamil yang mengonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) ≥ 90
tablet hanya 38,1%. Kejadian anemia atau kekurangan darah pada ibu hamil di Indonesia
masih tergolong tinggi, yaitu sebanyak 48,9% (menurut Kemenkes RI tahun 2019).
Kondisi ini mengatakan bahwa anemia cukup tinggi di Indonesia dan menunjukkan
angka mendekati masalah kesehatan masyarakat berat (severe public health problem)
dengan batas prevalensi anemia lebih dari 40% (Kemenkes RI, 2013). Cakupan ibu
hamil yang mendapat TTD yang masih rendah dan masih tingginya proporsi anemia
ibu hamil melatarbelakangi penulis untuk meneliti apakah pemberian tablet
Fe dapat mencegah angka kejadian anemia pada ibu hamil.
3.1.2 Kebijakan yang telah di implementasikan
Banyaknya permasalahan kesehatan yang terjadi di Indonesia melatarbelakangi
pembentukan kebijakan oleh pemerintah. Salah satu permasalahan kesehatan teresbut
adalah Obesitas pada anak. Kebijakan yang ada atau yang telah diimplementasikan oleh
pemerintah yang bertujuan untuk meminimalisir proporsi prevalensi masalah obesitas agar
tidak semakin parah dan nantinya dapat diatasi. Adapun kebijakan yang telah dibuat dan
diimplementasikan oleh pemerintah terkait upaya penurunan proporsi Obesitas di
Indonesia :
1. Program GERMAS (Gerakan Masyarakat Sehat)
Program GERMAS ini merupakan program yang dilaksanakan secara sistematis
dan terencana yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup yang mana
kegiatan dalam program ini dapat membantu menurunkan prevalensi obesitas jika
dapat diterapkan oleh masyarakat mulai dari rajin aktivitas fisik, makan buah-
5. buahan dan sayuran sehingga kesehatan masyarakat dapat terjaga dan terhindar dari
resiko obesitas dan penyakit tidak menular lainnya.
GERMAS dituangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 guna
mempercepat dan menyeimbangkan upaya promotif dan preventif terkait hidup
sehat dalam rangka meningkatkan produktivitas penduduk dan mengurangi beban
biaya kesehatan akibat penyakit dengan meningkatkan aktivitas fisik, meningkatkan
hidup sehat. perilaku, penyediaan makanan sehat, percepatan perbaikan gizi,
peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit, peningkatan kualitas
lingkungan, dan peningkatan pendidikan tentang hidup sehat. Pelaksanaan
kegiatan GERMAS disesuaikan dengan tugas, fungsi, dan wewenang berbagai
kementerian dan lembaga. Kemenkes mengkampanyekan GERMAS, meningkatkan
pendidikan gizi seimbang, dan membuat pedoman Archipelago Movement to Reduce
Obesity Rates (AMROR atau GENTAS di Indonesia).
Dengan adanya program GERMAS yang dibuat oleh pemerintah ini, diharapkan
program ini mampu mencapai tujuan guna terciptanya masyarakat sehat bebas obesitas.
2. GENTAS (Gerakan Nusantara Tekan Angka Obesitas)
GENTAS merupakan Gerakan yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia pada
tahun 2017. Gerakan ini dapat dilihat melalui pedoman umum yang telah diunggah di
website resmi P2PTM dari Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2017. Pedoman ini
berfokus pada promosi makan sehat dan aktivitas fisik, serta menargetkan berbagai
pemangku kepentingan termasuk tokoh masyarakat, tenaga kesehatan, lembaga
pendidikan, dan pemerintah daerah setempat. (Kementerian Kesehatan - RI, 2017).
GENTAS adalah suatu gerakan yang mengikutsertakan masyarakat dalam
rangka pencegahan dan pengendalian obesitas sebagai faktor risiko PTM.
Sasaran dan pedoman gerakan antara lain meliputi :
a) Tokoh masyarakat dan agama, kepala desa dan aparat pemerintah
b) Kader kesehatan
c) Sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, perguruan tinggi dan
lembaga pendidikan non-formal
d) Organisasi kemasyarakatan, keagamaan, dan profesi
e) Otoritas pemerintah daerah.
6. Melalui GERMAS dan GENTAS, masyarakat dihimbau untuk mengatur pola makan. Seperti
menggunakan piring makan model T dengan jumlah sayur 2 kali lipat dari bahan makanan sumber
karbohidrat (nasi, mie, roti, pasta dan lain-lain), jumlah makanan sumber protein setara dengan
jumlah makanan sumber karbohidrat serta konsumsi buah minimal harus sama dengan jumlah
karbohidrat atau protein. Pilihlah makanan yang disukai dengan syarat tetap memperhatikan
jumlah, jenis dan jadwal makan, Konsumsi garam, gula dan lemak harus dibatasi serendah
mungkin. Makanan diusahakan diolah dengan cara ditumis dan direbus. Hindari gorengan dan
minuman manis. Selain itu juga perlu meningkatkan aktivitas fisik. Prinsip utama aktivitas fisik
pada obesitas yakni dengan meningkatkan pengeluaran energi dan membakar lemak. Aktifitas fisik
dan latihan fisik menjadi bagian yang saling melekat sebagai terapi untuk menurunkan berat badan
dan menjaga berat badan agar tetap ideal. Selain melakukan aktifitas fisik, menjauhi rokok,
istirahat yang cukup, dan kelola stress menjadi faktor pendukung untuk menanggulangi dan
mencegah obesitas (Gerakan Nusantara Sehat, 2019).
Hasil penelitian, menunjukan bahwa telah terjadi ketidaksesuaian antara tujuan diberlakukannya
Gerakan GENTAS tahun 2017 dengan apa yang ada pada kondisi lapangan. Dengan demikian,
harapan GENTAS 2017 tidak terpenuhi. Berbagai faktor yang menjadi potensi berkurangnya
efektifitas GENTAS perlu dikaji. Ditinjau dari tujuan, latar belakang dan perancangan memiliki
potensi baik untuk menekan angka obesitas. Dengan tingkat persentase lebih tinggi pada kategori
anak-anak, maka apabila dengan terlaksananya penekanan angka obesitas secara tidak langsung
dapat menekan angka obesitas pada anak-anak dengan jumlah kuantitas yang lebih banyak
dibandingkan orang dewasa. Oleh karena itu, Improvisasi kegiatan perlu dilaksanakan.
Pemantauan dan evaluasi menjadi hal yang dapat diberi perhatian. Mengingat, tujuan dan harapan
serta prospek kegiatan GENTAS 2017 memiliki potensi untuk menekan angka obesitas, dan unsur
pelaksanaan yang harus mengalami perbaikan. Perbaikan proses pelaksanaan melibatkan banyak
7. pihak. Kembali pada target dan sasaran Gerakan yang merupakan masyarakat Indonesia. Maka,
diperlukan usaha tambahan dari kedua belah pihak yakni masyarakat dan penegak kebijakan dalam
hal ini pemerintah kementerian kesehatan republic Indonesia. Pernyataan tersebut didukung oleh
berbagai pihak, seperti salah satunya oleh FORMI (Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat
Indonesia) sebagai induk organisasi dalam website resminya menyatakan bahwa dalam
pencegahan dan pengendalian Obesitas di Indonesia dibutuhkan kerjasama dan dukungan dari
semua pihak, selain Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah, pihak Swasta, Dunia Usaha,klub
Kebugaran dan Organisasi Masyarakat (FORMI, 2019).
Program pencegahan kelebihan berat badan nasional yang ada misalnya, Gerakan Nusantara Tekan Angka
Obesitas (GENTAS) dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) gagal diwujudkan menjadi program
berkualitas di skala lokal, salah satunya karena kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah
dan antar sektor.
Tidak ada jalur rujukan untuk anak-anak yang berisiko kelebihan berat badan, atau layanan konseling
untuk anak-anak yang hidup dengan kondisi ini. Konseling gizi yang ada untuk ibu hamil dan ibu secara
keseluruhan ditargetkan pada masalah kekurangan gizi.
Terdapat pula kurangnya harmonisasi peraturan untuk mempromosikan lingkungan pangan sekolah yang
sehat, misalnya, untuk memastikan bahwa makanan kantin sekolah mematuhi standar gizi yang baik dan
bahwa penjualan makanan ultra proses yang tidak sehat di dalam dan sekitar sekolah tersebut dibatasi.
Minimnya kebijakan untuk mendukung gaya hidup aktif, misalnya, untuk mendorong bersepeda atau
berjalan kaki dan untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur mobilitas aktif di lingkup nasional.
Terakhir, kesadaran tentang pencegahan kelebihan berat badan dan obesitas masih rendah, terutama
dalam kaitannya dengan anak-anak dan di tingkat daerah. Pada saat yang sama, masih terdapat
kesenjangan besar dalam hal bukti atau kajian ilmiah yang tersedia tentang kelebihan berat badan dan
masalah terkait, misalnya, bagaimana kondisi ini terkait dengan intimidasi, stigma, dan kesehatan mental.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 mencantumkan target tidak ada
peningkatan obesitas dewasa, yang merupakan target yang tidak ambisius dan tidak realistis. RPJMN tidak
8. memasukkan target apa pun untuk kelebihan berat badan dan obesitas pada masa kanak-kanak, yang
mencerminkan dukungan politik dan keuangan yang terbatas untuk pencegahan kelebihan berat badan.
Program Pemerintah yang sudah berjalan dalam atasi obesitas, Lembaga yang berperan dalam
atasi obesitas, dan Evaluasi Program Pemerintah
Upaya pemerintah dalam mengatasi obesitas salah satunya dengan program GERMAS.
GERMAS adalah Gerakan Masyarakat Hidup Sehat melalui tindakan CERDIK. Cek rutin
kesehatan secara berkala, Enyahkan rokok, Rutin melakukan aktifitas fisik, Diet makanan
dengan nutrisi seimbang terutama mengonsumsi sayur dan buah, Istirahat yang cukup dan
Kelola stress. Selain menerapkan GERMAS sebagai salah satu cara untuk mengatasi obesitas,
pemerintah juga mempublikasikan panduan Pelaksanaan Gerakan Nusantara Tekan Angka
Obesitas (GENTAS).
Melalui GERMAS dan GENTAS, masyarakat diajak untuk mengatur pola makan. Seperti
menggunakan piring makan model T yaitu jumlah sayur 2 kali lipat dari bahan makanan sumber
karbohidrat (nasi, mie, roti, pasta dan lain-lain), jumlah makanan sumber protein setara dengan
jumlah makanan sumber karbohidrat serta konsumsi buah minimal harus sama dengan jumlah
karbohidrat atau protein. Pilihlah makanan yang disenangi namun tetap memperhatikan jumlah,
jenis dan jadwal makan; Konsumsi garam, gula dan lemak harus diminimalisir serendah
mungkin; Makanan sebisa mungkin diolah dengan cara ditumis dan direbus; Hindari gorengan
dan minuman manis. Selain itu juga perlu meningkatkan aktivitas fisik. Prinsip utama aktivitas
fisik pada obesitas adalah meningkatkan pengeluaran energi dan membakar lemak. Aktifitas
fisik dan latihan fisik menjadi bagian terintegrasi sebagai terapi untuk menurunkan berat badan
dan menjaga berat badan tetap ideal. Selain melakukan aktifitas fisik, menjauhi rokok, istirahat
yang cukup, dan kelola stress menjadi faktor pendukung untuk mengatasi dan mencegah
obesitas (Gerakan Nusantara Sehat, 2019).
Efektivitas GERMAS dan GENTAS tidak lepas dari beberapa intervensi yang telah digalakkan
oleh pemerintah, seperti iklan masyarakat di beberapa platform sosial (TV, Youtube, instagram,
dan radio), penyuluhan pola hidup pencegahan obesitas, serta praktik pengaturan pola makan
model T.
Data Riskesdas pada tahun 2018, perilaku kesehatan masyarakat yang terjadi adalah
9. penduduk ≥ 10 tahun yang merokok (28,8%), konsumsi minuman beralkohol (3,3%), aktivitas
fisik kurang (33,5%), konsumsi buah atau sayur kurang pada penduduk ≥ 5 tahun sebesar
(95,5%) (Merry Tiyas Anggraini, dkk. 2021).
Oleh sebab itu, program GERMAS yang telah berjalan belum membuktikkan adanya perubahan
dalam perilaku dan pengetahuan dalam mencegah obesitas, sehingga diperlukan organisasi,
gerakkan, lembaga swasta yang bergerak di bidang pangan untuk bekerja sama dalam
menciptakan langkah masyarakat dalam menuju hidup sehat.
Dibutuhkan kerja sama yang baik antara masyarakat dan Kementerian Kesehatan dalam mencegah
penyakit tidak menular seperti obesitas. Kementerian Kesehatan perlu terus memastikan bahwa
peraturan yang sedang berlaku tetap efektif pada masa sekarang, dan jika ada perubahan yang
mendesak untuk dilakukan segera menyampaikan kepada masyarakat. Sedangkan masyarakat perlu
mengikuti anjuran Kementerian Kesehatan sesuai dengan kondisi yang terjadi, agar derajat kesehatan
masyarakat meningkat.
REFERENSI
Ayu, D. S., & Handayani, O. W. K. (2016). Diary teratas (terapi anak obesitas)
dalam perubahan perilaku gizi siswa sekolah dasar. Unnes Journal of Public
Health, 5(2), 167-175.
Bagiastra, I. N., & Griadhi, N. M. A. Y. (2019). Model Pengaturan Anti Obesitas Dalam
Rangka Penguatan Serta Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Di
Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 8(2), 242-249.
Julita, S., Neherta, M., & Yeni, F. (2021). Promosi Kesehatan Keluarga dalam Pencegahan
Obesitas pada Anak Usia 6-12 Tahun. Jurnal Penelitian Kesehatan" SUARA
FORIKES"(Journal of Health Research" Forikes Voice"), 12, 9-17.
Karo, L. P. B. PERAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM MENANGANI MASALAH
OBESITAS PADA MASA PANDEMI COVID-19.
Muzakki, R. HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI TERHADAP
PENINGKATAN RISIKO OBESITAS PADA ANAK DI AMERIKA SERIKAT.
10. Syabil, S., Ghifary, H., Septina, Z., Istanti, N. D., & Sulistiadi, W. (2022). PERAN
KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM MENANGANI OBESITAS DENGAN
PROGRAM GERMAS DI MASA PANDEMI. Jurnal Kesehatan Tambusai, 3(4),
615-619.