1. TUGAS KEGIATAN BELAJAR
Mata kuliah Pengantar Ekonomi Pertanian
Soal
1. Jelaskan tiga prinsip ekonomi yang Anda nilai paling penting, berikan ilustrasi contoh kasus
dan implementasi prinsip ekonomi tersebut di bidang pertanian. Lengkapi ilustrasi tersebut
dengan diagram yang menjelaskan alur logika interaksi ekonomi yang berlangsung; sertakan
data pendukung.
2. Carilah tiga judul artikel yang menjelaskan tentang:
a. Laju inflasi di Indonesia selama 5 tahun terakhir (2004-2009) dan berikan ulasan
deskriptif.
b. Data angka pengangguran di Indonesia selama 5 tahun terakhir dan berikan ulasan
deskriptif.
c. Kebijakan dan strategi yang telah dilakukan Kabinet Indonesia Bersatu untuk
menanggulangi masalah inflasi dan pengangguran di Indonesia. Jelaskan alur
logikanya berdasarkan prinsip ekonomi yang relevan.
Jawab
1. Tiga prinsip ekonomi yang menurut saya penting
- Prinsip 2
Biaya adalah apa yang Anda korbankan untuk memperoleh sesuatu (biaya oportunitas)
Jika kita diberi 2 pilihan ,hendaknya kita memilih sesuatu apa yang menurut kita
memberi manfaat dan keuntungan , dan juga member kita kepuasan hingga ke depannya
nanti ,sehingga biaya yang kita keluarkan tidak sia-sia.
- Prinsip 6
Perekonomian Pasar adalah sistem paling efisien untuk mengorganisasi-kan aktivitas
perekonomian
Pasar merupakan tempat dimana penjual dan pembeli berinteraksi, sehingga memperoleh
suatu kesepakatan,jika produsen dan penjual pasar dapat berkoordinasi dengan baik
,maka akan tercipta suatu kesepakatan yang nantinya dampaknya akan mengntungkan
konsumen ,dan akhirnya aktivias ekonomi dapat berjalan dengan baik.
- Prinsip 8
Standar hidup masyarakat tergantung pada produktivitas
Suatu Negara dikatakan mapan apabila Negara tersebut sudah dapat mencukupi
kebutuhan rakyatnya ,untuk itu jika 1 orang pekerja dapat meningkatkan nilai
2. produktivitasnya ,dengan demikian barang dan jasa yang dihasilkan juga akan semakin
banyak ,dan akhirnya kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.
2. a. Laju inflasi di Indonesia selama 5 tahun terakhir (2004-2009)
Artikel 1
Perkembangan Moneter (Inflasi) Indonesia
Oleh : Agus Syarip Hidayat. 2005 dan Prof. M Sadli. 2005
Bila ditinjau dalam jangka panjang, sejak kemerdekaan, upaya Pemerintah Indonesia
menjaga kestabilan mata uang telah menuju kearah yang lebih baik. Prof. M. Sadli, 2005,
mengungkapkan “Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Sukarno, karena
kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (“kalau perlu uang, cetak saja”). Di
zaman Suharto pemerintah berusaha menekan inflasi akan tetapi tidak bisa di bawah 10%
setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain
sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di
zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia
mengutamakan penjagaan nilai rupiah.”
Pada tahun 1990-an, Pemerintahan Soeharto juga sebenarnya telah mampu menjaga
tingkat inflasi dengan rata-rata di bawah 10%. Hanya saja ketika memasuki masa krisis
moneter Indonesia (dan Asia) 1997 Inflasi kembali meningkat menjadi 11,10% dan
kemudian melompat menjadi 77,63% pada tahun 1998, di mana saat itu nilai tukar rupiah
juga anjlok dari Rp 2.909,- per dolar AS (1997) menjadi Rp 10.014,- per dolar AS (1998).
Setelah itu Pemerintahan Habibie melakukan kebijakan moneter yang sangat ketat dan
menghasilkan tingkat inflasi yang (paling) rendah yang pernah dicapai yaitu sebesar 2,01%
pada tahun 1999.
Selanjutnya pada tahun 2000 hingga 2006 Inflasi terus terjadi dengan nilai yang terbilang
tinggi, yaitu dengan rata-rata mencapai 10%. Inflasi tahun 2005 dengan nilai sebesar 17,11%
adalah inflasi tertinggi pasca krisis moneter Indonesia (1997/1998), tekanan akan
3. penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan menjadi faktor utama tingginya
inflasi tahun 2005. Tingginya harga minyak di pasar internasional menyebakan Pemerintah
berusaha untuk menghapuskan subsidi BBM. Hal tersebut sangat mempengaruhi kondisi
makro ekonomi Indonesia mengingat konsumsi BBM mencapai 47.4 % (tahun 2000) dari
total konsumsi energi Indonesia.
Inflasi dua tahun terakhir bergerak pada angka yang sangat mendekati yaitu 6,60%
(2006) dan 6,59% (2007). "Inflasi selama dua tahun terakhir itu hampir sesuai target yang
direncanakan, kata Direktur direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank
Indonesia Made Sukada ..." (Kapanlagi.com, 2008). Bila saja inflasi yang terjadi pada tahun
2005 dapat diabaikan dengan alasan bahwa BBM sebagai faktor utama yang mempengaruhi
inflasi tahun 2005 berada diluar kendali Pemerintah, maka tingkat inflasi dalam 5 tahun
terakhir dapat dikatakan cukup terkendali.
Pemerintah (pasca reformasi) sepertinya telah berusaha keras menjaga tingkat inflasi,
namun berbagai tekanan dari dalam dan luar negeri pasca reformasi (1997) masih sangat
tinggi mempengaruhi pergerakan perekonomian Indonesia. Inflasi yang terjadi di Indonesia
masih cukup tinggi apabila dibandingkan dengan tingkat inflasi Malaysia dan Thailand yang
berkisar 2%, bahkan Singapura yang berada di bawah 1%. Bila sektor-sektor riil dalam
negeri tidak dibangkitkan maka upaya di sektor moneter menjaga kestabilan makro ekonomi
dalam jangka panjang hanya akan menjadi hal yang sia-sia.
Artikel 2
Menilik Inflasi Terendah Sepanjang Dekade
Republika, Rabu, 06 Januari 2010
Teguh Firmansyah
Melihat faktor nilai tukar rupiah dan minyak, pemerintah dan BI harus tetap waspada
dengan kemungkinan tekanan pada 2010.Di tengah tekanan krisis ekonomi global, Indonesia
mencatat rekor baru rendahnya angka inflasi dalam kurun satu dekade terakhir ini. Inflasi
diperkirakan akan berada pada kisaran angka 2-3 persen atau bahkan di bawahnya, jauh di
atas asumsi makro APBNP 2009 sebesar 4,5 persen.
4. Bila melihat data Badan Pusat Statistik BPS), laju inflasi year on year (Desember 2009
terhadap Desember 2008) sebesar 2,78 persen. Ini adalah inflasi terendah sejak tahun 1999
yang tercatat 2,01 persen. Namun rendahnya inflasi 1999 lebih karena sangat tingginya
inflasi yang terjadi 1998 dan anjloknya daya beli masyarakat saat krisis moneter.
Inflasi 2009 ini memang terhitung jinak. Setelah mengalami lonjakan inflasi 1,05 persen
pada September akibat Ramadhan dan Lebaran, inflasi Oktober melandai ke level 0,19
persen. Kemudian BPS mencatat terjadinya deflasi ketiga tahun ini, pada bulan November
sebesar 0,03 persen. Deflasi terjadi karena dorongan eksternal yakni turunnya harga-harga
barang di hampir seluruh belahan dunia.
Dengan terjadinya deflasi ini maka laju inflasi secara year on year turun sebesar 2,41
persen. Sementara inflasi dari Januari sampai November 2009 sebesar 2,45 persen. Angka ini
semakin jauh dari target inflasi pemerintah yang ditetapkan pemerintah untuk 2009 sebesar
4,5 persen. Padahal waktu yang tersisa hanya tinggal sedikit.
‘’Jadi memang 2009 ini hampir dipastikan catatan bagus buat inflasi,’’ ujar Kepala BPS,
Rusman Heriawan, beberapa waktu lalu. Menurut Rusman, rendahnya inflasi ini karena
sampai dengan sekarang belum ada indikasi yang membuat pemerintah harus menaikkan
harga bahan bakar minyak (BBM). Berdasarkan berbagai pengalaman, kenaikan BBM ini
memberikan dampak multiplier effect yang cukup besar bagi kenaikan harga barang. ‘’Kecil
kemungkinannya mencapai angka asumsi pemerintah. Inflasi akan bergerak dibawah empat
persen,’’ kata Rusman.
Sebelumnya, ekonom BNI, Tony Prasetyantono, memprediksikan angka inflasi pada
akhir tahun 2009 memang sudah sesuai harapan. Kisaranya diperkirakan pada angka 3,7
persen. Ekonom Danareksa, Purbaya Yudhi Sadewa, juga memproyeksikan serupa. Inflasi
berada pada kisaran 3,7 persen. Sementara Standar Chartered memperkirakan 3,8 persen.
Harus diakui rendahnya angka inflasi sangat dipengaruhi dari faktor eksternal, yakni
melemahnya laju perekonomian dunia yang membuat harga bahan bakar minyak menjadi
turun. Banyak perusahaan besar multinasional mengurangi produksinya sejak krisis ekonomi
5. yang terjadi pada 2008 lalu. Hal ini membuat tekanan harga didalam negeri tidak terlalu
besar.
Artikel 3
Pernyataan Gubernur Bank Indonesia : BI Rate Tetap 8,0%
Jakarta, 8 Januari 2008
Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat
Lukman Boenjamin
Direktur
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada hari ini memutuskan untuk
mempertahankan BI Rate pada tingkat 8,0%. Keputusan tersebut diambil setelah melakukan
evaluasi terhadap kondisi makroekonomi Indonesia tahun 2007, prospek ekonomi moneter ke
depan dan berbagai faktor risiko yang dihadapi, serta pencapaian sasaran inflasi 5%±1%
untuk tahun 2008, 4,5%±1% untuk tahun 2009 dan 4%±1% pada 2010. RDG juga mencatat
bahwa target inflasi selama dua tahun berturut-turut telah berhasil dicapai, yaitu sebesar
6,60% pada tahun 2006 (dari target 8±1%) dan 6,59% pada tahun 2007 (dari target 6±1%).
“Tercapainya sasaran inflasi tersebut tidak terlepas dari stabilitas makroekonomi dan
system keuangan yang terjaga, sebagai hasil capaian koordinasi yang baik antara Pemerintah
dan Bank Indonesia”, demikian ungkap Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah.
Hal ini mengingat bahwa inflasi, selain dibentuk oleh komponen inti (nilai tukar,
kesenjangan permintaan dan penawaran, serta ekspektasi), juga dibentuk oleh kebijakan
harga yang diatur pemerintah (administered prices) dan harga dari komponen makanan
tertentu (volatile foods) seperti minyak goreng, beras, dan beberapa komoditi lainnya.
“Kemampuan Pemerintah dalam mengendalikan gejolak harga-harga tersebut melalui
berbagai paket kebijakan sektoral telah berkontribusi pada pencapaian inflasi selama 2 tahun
terakhir”, tambah Burhanuddin.
Secara umum, kinerja perekonomian Indonesia sampai akhir tahun 2007 cukup
menggembirakan, yaitu diperkirakan tumbuh sebesar 6,3%, yang merupakan angka
pertumbuhan tertinggi sejak krisis 1997. Pencapaian ini cukup signifikan, terutama jika kita
ingat bahwa pada tahun 2007 perekonomian kita dihadapkan pada tantangan yang tidak
6. ringan sebagai akibat dari krisis surat utang subprime mortgage di Amerika Serikat yang
mendorong terjadinya gejolak di pasar uang internasional dan meningkatnya harga minyak
dunia.
Komponen yang menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional sebesar itu
tetap didominasi oleh konsumsi dan ekspor yang dibantu oleh membaiknya investasi swasta.
Perbaikan kinerja ekspor yang cukup signifikan berdampak positif pada kinerja Neraca
Pembayaran Indonesia (NPI). NPI justru mencatat surplus di tengah berbagai gejolak serta
melemahnya perekonomian di negara-negara industri maju. Hal ini disebabkan oleh
perubahan pasar ekspor regional (ASEAN dan Asia pada umumnya), antara lain dengan
adanya diversifikasi pasar komoditas ekspor Indonesia ke Cina dan India, dari sebelumnya
yang lebih terfokus ke negara maju. Selain itu, nilai tukar rupiah juga semakin menurun
sensitivitasnya terhadap pergerakan minyak dunia. Kondisi nilai tukar rupiah pada paruh
pertama tahun 2007 secara rata-rata mengalami apresiasi sebesar 1,8%. Sementara dengan
terjadinya krisis subprime dan kenaikan harga minyak dunia, nilai tukar Rupiah mengalami
sedikit pelemahan sebesar 1,1%. Dengan demikian, untuk keseluruhan tahun 2007, nilai
tukar Rupiah tercatat Rp 9.140 atau terapresiasi 0,29% dibanding 2006 sebesar Rp 9.167.
Dengan kondisi tersebut, cadangan devisa pada akhir 2007 mencapai sebesar USD 56,9
miliar atau setara dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Hingga akhir tahun 2007, BI Rate mencapai 8,0% atau telah mengalami penurunan
sebesar 150 basis poin dari posisi awal tahun sebesar 9,5%. Berlanjutnya penurunan suku
bunga patokan ini direspon positif pelaku pasar dan disambut baik dunia usaha. Sampai
dengan bulan November 2007, trend penurunan suku bunga pinjaman masih terus berlanjut.
Pada bulan November, rata-rata suku bunga kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi
(KI) sebesar 13,16% dan 13,19%, lebih rendah dibandingkan posisi akhir 2006 sebesar
15,07% dan 15,10%. Sementara itu, rata-rata suku bunga kredit konsumsi (KK) periode yang
sama juga turun menjadi 16,39% dibandingkan 17,58%. Tren penurunan suku bunga ini
diikuti oleh membaiknya fungsi intermediasi dan indikator kinerja perbankan.
Selama tahun 2007, kinerja perbankan terus mengalami perbaikan dengan pelaksanaan
fungsi intermediasi yang meningkat dan stabilitas sistem keuangan yang tetap terjaga. Aset
7. perbankan nasional pada posisi November 2007 mencapai Rp 1.895 triliun (naik 11,9%-ytd),
dengan nilai kredit mencapai Rp 1.004,6 triliun atau tumbuh 20,6% (ytd). Khusus bulan
November, kredit tumbuh Rp 23,5 triliun, sehingga secara tahunan kredit telah tumbuh
sebesar 24,3%(yoy). Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari pertumbuhan DPK selama
tahun 2007, telah berhasil menaikkan LDR perbankan mencapai 69,9%, yang merupakan
level tertinggi sejak krisis. Meskipun kredit meningkat cukup tinggi, namun perbankan
nasional tetap dapat mengelola resiko kredit dengan baik yang tercermin dari menurunnya
NPL gross dari 6,98% menjadi 5,41% dan NPL net dari 3,63% menjadi 2,29%.
Dewan Gubernur memandang bahwa perekonomian Indonesia tahun 2008 akan tetap
tumbuh tinggi disertai terjaganya stabilitas makroekonomi. Pertumbuhan ekonomi 2008
diprakirakan mencapai 6,2 %-6,8%. Namun di balik berbagai kemajuan dan optimisme
tersebut, Rapat Dewan Gubernur memberikan catatan atas masih tingginya komponen
permanen dalam pembentukan inflasi di Indonesia, yang antara lain disebabkan oleh: (i)
belum meningkatnya secara signifikan kapasitas dan produktivitas perekonomian, (ii)
karakteristik inflasi kita yang rentan terhadap pergerakan pada harga makanan tertentu
(volatile foods) serta ekspektasi masyarakat, (iii) pasar finansial Indonesia yang relatif belum
dalam (iv) ekses likuiditas yang masih besar.
“Mempertimbangkan berbagai catatan tersebut dan pencapaian sasaran inflasi untuk
tahun 2008, Dewan Gubernur berpandangan bahwa konsistensi kebijakan makroekonomi dan
koordinasi fiskal moneter merupakan prasyarat yang harus tetap ada dalam mencapai
pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas. Oleh karena itu, komitmen, kerja keras, dan
jalinan koordinasi dari segenap elemen bangsa menjadi penting dalam mencapai
pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas di tahun 2008”, tambah Burhanuddin.
Dari sisi moneter, kebijakan moneter Bank Indonesia akan terus diarahkan untuk
menciptakan stabilitas makroekonomi guna mendukung kesinambungan pertumbuhan
ekonomi melalui penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) secara konsisten. Di
bidang perbankan, Bank Indonesia akan terus melanjutkan program konsolidasi untuk
mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan kompetitif. Disamping itu, upaya
8. meningkatkan fungsi intermediasi perbankan terus dilakukan agar dapat memenuhi
kebutuhan pembiayaan bagi dunia usaha secara efektif.
Prinsip 2
Barang 1 vs Barang 2
Memaksimalakn penggunaan barang 1 ,agar
efektif dan efisien.
Tempat interaksi adalah di pasar
Prinsip 8
Memaksimalkan Produktivitas
Produsen dapat memaksimalkan produktivitas
,sehingga tenaga kerja dapat terserap
Pencapaian Produktivitas yang tinggi dapat
memenuhi kebutuhan pasar yang semakin
bertambah
Konsumen dapat mendapatkan barang yang
diinginkan
Produsen mendapatkan laba ,begitu juga
dengan penjual
Prinsip 6
Pasar adalah tempat berinteraksi
Konsumen telah mendapatkan barang yang diinginkan
Kepuasan tercapai
Penjual mendapatkan laba yang sesuai
Kesepakatan antara penjual dan produsen tercapai