Dokumen tersebut membahas tentang analisis efisiensi pemasaran kedelai di Kota Mataram, Nusa Tenggarah Barat. Dokumen menjelaskan tentang permintaan kedelai yang terus meningkat, serta upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi kedelai guna mengurangi ketergantungan impor. Dokumen juga membahas tentang pentingnya sistem pemasaran yang efisien agar petani dan konsumen memperoleh harga yang wajar.
1. ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KOTA MATARAM
PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT
oleh
Krisna Setiawan
PENDAHULUAN
Permintaaan terhadap kedelai di dalam negeri terus meningkat sejalan
dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan kebutuhan akan nilai gizi nabati,
dan bertambahnya industri yang menggunakan kedelai sebagai bahan baku.
Sumarno, et al (1998) menyebutkan dua peranan penting kedelai, yaitu (1)
sebagai sumber lemak, protein dan vitamin murah bagi penduduk, (2) sebagai
bahan baku berbagai industri dan pakan sehingga memiliki multiflier effect yang
cukup besar terhadap tenaga kerja pedesaan maupun perkotaan. Selama
periode 1995 – 2000, permintaan kedelai oleh industri tahu, tempe dan kecap
dalam skala sedang dan besar terus meningkat dengan laju peningkatan 36%
pertahun. Pertumbuhan yang relatif cepat diperkirakan terjadi juga pada skala
rumah tangga dengan skala kecil. Karena itu pemerintah terpaksa melakukan
impor yang setiap tahunnya meningkat 11,30% (Deperindag TK I NTB, 1999).
Untuk mengurangi ketergantungan akan kedelai impor guna lebih
terjaminnya pasokan dengan harga yang lebih terjangkau oleh masyarakat,
sejak pelita IV pemerintah telah berupaya untuk memacu pertumbuhan
produksi kedelai melalui program perluasan areal dan intensifikasi. Hal ini
dilakukan agar para petani dapat lebih meningkatkan produksi kedelainya
sehingga berdampak pada meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani
selain untuk mengantisipasi beralihnya fungsi lahan ke fungsi lain seperti
industri dan perumahan.
Beberapa faktor yang turut mempengaruhi tingkat pendapatan petani
yaitu: tingkat teknologi (produksi dan pengolahan hasil) yang digunakan,
keterampilan petani dalam mengelola usahataninya dan yang terpenting adalah
sistem pemasarannya. Oleh karena itu pemasaran yang efisien sangat
dibutuhkan dalam memasarkan komoditi kedelai untuk menjamin ketersediaan
kedelai bagi industri-industri yang menggunakan bahan baku kedelai dalam
1
2. kegiatan produksinya maupun bagi masyarakat yang secara langsung
mengkonsumsi kedelai. Perbedaan jarak antara petani dengan konsumen akhir
maupun industri-industri yang menggunakan bahan baku kedelai mendorong
terlibatnya lembaga pemasaran dalam proses pemasaran kedelai. Lembaga
pemasaran atau pedagang perantara biasanya menawar dengan harga yang
lebih rendah dibandingkan dengan harga yang menurut perkiraan mereka akan
dibayarkan, sedangkan petani umumnya meminta harga lebih tinggi
dibandingkan dengan harga yang menurut perkiraan mereka akan dicapai,
maka untuk untuk memperoleh kecocokan atau kesepakan harga dilakukanlah
proses tawar menawar antara kedua belah pihak. Keadaan yang demikian pada
umumnya melemahkan kedudukan petani karena petani sangat berkepentingan
untuk segera menjual hasil produksi kedelainya untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarganya sehingga dengan posisi petani seperti ini akan
mempengaruhi keuntungan yang diterimanya.
Dengan demikian, dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan
kesejahteraan petani kedelai serta ketersediaan kedelai untuk industri yang
menggunakan bahan baku kedelai, tidak cukup bertumpu pada upaya
peningkatan produksi saja, akan tetapi perlu adanya pemanfaatan lembaga-
lembaga pemasaran yang efektif, sehingga petani kedelai tidak mengalami
kesulitan dalam menentukan pasar termasuk saluran pemasarannya agar
diperoleh efisiensi pemasaran yang tinggi, di mana petani dan lembaga
pemasaran dapat menjual dengan harga dan biaya yang wajar dengan
pembagian keuntungan yang adil.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi saluran-saluran
pemasaran kedelai serta menganalisis dan membandingkan efisiensi pemasaran
kedelai pada berbagai saluran pemasaran di Kota Mataram Propinsi Nusa
Tenggara Barat.
2
3. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Kedelai
Kedelai merupakan tanaman semusim yang dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai ketinggian 900 meter di atas
permukaan laut (dpl). Kedelai biasanya diusahakan orang pada lahan sawah,
lahan kering/tegalan dan lahan pasang surut.
Di sentra penanaman kedelai di Indonesia pada umumnya kondisi iklim
yang paling cocok adalah daerah-daerah yang mempunyai suhu antara 25o
C –
27o
C, Kelembaban udara (rH) rata-rata 65 %, penyinaran matahari 12 jam/hari
atau minimal 10 jam/hari, dan curah hujan paling optimum antara 100 – 200
mm/bulan.
Tanaman kedelai mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap berbagai
jenis tanah. Berdasarkan kesesuaian jenis tanah untuk pertanian, maka
tanaman kedelai cocok ditanam pada jenis tanah Aluvial, Regosol, Grumosol,
Latosol dan Andasol. Namun hal yang penting diperhatikan dalam pemilihan
lokasi atau lahan untuk penanaman kedelai adalah tataair (drainase) dan
tataudara (aerasi) tanahnya baik, bebas dari kandungan atau wabah nematoda,
reaksi tanah (pH) 5,0 – 7,0. Pada tanah yang asam (di bawah pH 5,0) perlu
dilakukan pengapuran (liming) dengan kapur pertanian (Rukmana dan
Yuniarsih, 1996).
Kedelai dipanen saat umur panennya sudah optimal (masak
fisiologis) agar diperoleh mutu hasil dan produksi yang tinggi. Umur panen
kedelai antara 71-90 hari, tergantung varietasnya. Selain itu perlu diperhatikan
sosok tanamannya. Kedelai yang siap panen memiliki indikator, antara lain :
polong mengalami perubahan warna dari hijau menjadi kecoklatan atau jika
95% polong berubah warna, batang dan daun telah kering, dan kadar air
sekitar 15-18%
Kandungan gizi dalam kedelai mempunyai khasiat sebagai obat
beberapa jenis penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedelai
berkhasiat sebagai pencegah kanker dan jantung koroner.
3
4. Kandungan gizi kedelai dalam tiap 100 gr dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah
ini.
Tabel 2. Kandungan gizi dalam tiap 100 gr olahan kedelai
Kandungan
gizi
Banyaknya Dalam
Kedelai Basah Kedelai Kering
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Zat Besi
Vitamin A
Vitamin B1
Air
286,00 kal
30,20 gr
15,60 gr
30,10 gr
196,00 mgr
506,00 mgr
6,90 mgr
85,00 s.l
0,93 mgr
20,00 gr
331,00 kal
34,90 gr
18,10 gr
34,80 gr
227,00 mgr
585,00 mgr
8,00 mgr
110,00 s.l
107,00 mgr
10,00 gr
Bagian yang
dimakan
100 % 100 %
Sumber : Rukmana dan Yuniarsih, 1996
Pemasaran
Pemasaran adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk menyalurkan
barang-barang hasil produksi dari produsen ke konsumen secara lancar
(Kartasopoetra et al, 1986).
Nitisemito (1981) mengatakan bahwa pemasaran adalah suatu kegiatan
yang bertujuan memperlancar arus barang dan jasa dari produsen ke
konsumen secara efisien dengan maksud untuk menciptakan permintaan
efektif.
Pemasaran menurut Winardi (1980) adalah merupakan tindakan yang
menyebabkan berpindahnya hak milik atas barang atau jasa dan menimbulkan
distribusi fisik dari barang atau jasa tersebut.
4
5. Penelaah pemasaran menurut Saefudin (1981) akan memberikan dasar
pengertian tentang sistem pemasaran yang digunakan untuk menganalisis
masalah pemasaran suatu komoditas. Hasil yang dicapai dalam penelaah
pemasaran antara lain berupa skema arus komoditas (flow of goods) yang
menerangkan saluran atau pola pemasaran mana yang memungkinkan kegiatan
pemasaran lebiih efisien, artinya baik produsen maupun konsumen memperoleh
harga yang layak. Selain itu skema arus barang dapat membantu dalam analisa
margin pemasaran dan model integrasi pemasaran. Dalam hal ini skema arus
komoditas memberikan pengertian suatu peta yang menggambarkan saluran
dan volume komoditas tertentu yang keluar masuk melalui saluran pemasaran
tersebut.
Fungsi Pemasaran
Fungsi-fungsi pemasaran ditujukan untuk memperlancar arus barang
dari produsen ke konsumen dengan melakukan tindakan-tindakan atau
perlakuan terhadap barang tersebut.
Secara teoritis, fungsi pemasaran dapat digolongkan dalam tiga golongan
(Limbong dan Sitorus 1987) yaitu :
1. Fungsi Pertukaran (Exchange Function) merupakan kegiatan untuk
memperlancar pemindahan hak milik atas barang dan jasa dari penjual dan
pembeli. Adapun fungsi pertukaran terdiri dari fungsi penjualan dan fungsi
pembelian.
2. Fungsi Fisik (Phisical Function) adalah semua tindakan yang langsung
berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan
tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan waktu. Adapun fungsi fisik meliputi
fungsi penyimpanan, fungsi pengolahan dan fungsi pengangkutan.
3. Fungsi Fasilitas (Facilitating Function) adalah semua tindakan yang
memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan
konsumen. Adapun fungsi fasilitas terdiri dari empat fungsi yakni fungsi
standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan
dan fungsi informasi pasar.
5
6. Agar pemasaran dapat menjalankan fungsinya secara optimal, maka
saluran pemasaran yang digunakan harus efisien untuk mencapai sasaran,
bukannya untuk mematikan kegiatan perusahaan (Nitisemito, 1981).
Saluran dan Lembaga Pemasaran
Dalam rangka memperlancar arus barang dan jasa dari produsen ke
konsumen maka salah satu faktor penting yang tidak boleh diabaikan adalah
memilih secara tepat saluran pemasaran yang akan digunakan dalam rangka
usaha penyaluran barang-barang dan jasa dari produsen ke konsumen
(Nitisemito, 1981).
Produsen harus dapat melihat berbagai macam faktor yang berpengaruh
dalam pemilihan saluran pemasaran, faktor-faktor tersebut antara lain
menyangkut (Swastha, 1979) :
1. Pertimbangan pasar, meliputi : konsumen, jumlah pembeli potensial dan
kebiasaan dalam pembelian.
2. Pertimbangan barang, meliputi : nilai unit, besar dan berat barang serta
mudah rusaknya barang.
3. Pertimbangan perusahaan, meliputi : sumber pembelanjaan serta
pengalaman dan kemampuan manajemen.
4. Pertimbangan perantara, meliputi : pelayanan yang diberikan oleh perantara
atau lembaga pemasaran serta volume penjualan dan biaya pemasaran.
Lembaga pemasaran adalah lembaga-lembaga penyalur yang mempunyai
kegiatan untuk menyalurkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen akhir
(Nitisemito, 1981).
Lembaga pemasaran adalah organisasi-organisasi perniagaan yang
menspesialisasikn diri untuk melaksanakan transfer hak antar produsen dan
konsumen. Fungsi-fungsi pokok badan-badan demikian adalah membeli dan
menjual atau membantu dalam hal mentransfer hak milik para pembeli dan
penjual (Winardi, 1980).
Menurut penguasaannya terhadap barang, lembaga pemasaran terdiri
dari ( Saefuddin, 1981) :
1. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki tetapi menguasai barang, seperti :
broker atau agen perantara, selling broker, buying broker.
6
7. 2. Lembaga pemasaran yang memiliki atau menguasai barang, seperti :
pedagang pengumpul, pengecer, importir dan eksportir.
3. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan tidak pula menguasai barang,
seperti : lembaga pemasaran, fasilitas pengangkutan, asuransi.
Margin Pemasaran
Margin pemasaran adalah perbedaan harga yang diterima petani untuk
suatu komoditas tertentu dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir pada
jumlah yang sama. Margin pemasaran juga dapat diperoleh dari penjumlahan
seluruh biaya pemasaran yang dikeluarkan dengan keuntungan yang diperoleh
(Limbong dan Sitorus, 1987).
Margin pemasaran meliputi semua biaya dan keuntungan pemasaran
yang menggerakkan produk mulai dari petani sampai konsumen akhir. Margin
pemasaran dapat diperkecil dengan cara mengurangi biaya pemasaran dan
keuntungan yang berlebihan (Saefuddin, 1981).
Keuntungan lembaga pemasaran sering dikatakan sebagai unsur pokok
yang menyebabkan tingginya margin pemasaran yaitu sebagai akibat terlalu
banyak dan tidak efisiennya pedagang perantara di dalam saluran pemasaran
yang ada.
Sifat umum margin pemasaran adalah sebagai berikut (Azzaino, 1981)
:
1. Margin pemasaran berbeda-beda antara satu komoditi hasil pertanian
dengan komoditi lainnya. Hal ini disebabkan karena perbedaan jasa yang
diberikan terhadap komoditi tersebut.
2. Margin pemasaran produk pertanian cenderung naik pada jangka panjang
dengan menurunnya bagian harga yang diterima petani.
3. Margin pemasaran relatif stabil pada jangka pendek terutama hubungannya
dengan fluktuasi harga produk pertanian.
Effendy dan Nufus (1992), dalam penelitiannya tentang analisis margin
pemasaran kedelai di Kabupaten Lombok Barat menyimpulkan bahwa margin
pemasaran kedelai tergantung pada banyaknya lembaga-lembaga pemasaran
yang terlibat dalam kegiatan pemasaran tersebut. Pada saluran pertama dan
7
8. kedua masing-masing sebesar Rp 140,- per kg, sedangkan pada saluran
ketiga sebesar Rp 110,- per kg.
Biaya dan Keuntungan Pemasaran
Biaya pemasaran adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk keperluan
pemasaran. Tingginya biaya pemasaran akan berpengaruh terhadap harga
eceran (harga konsumen) dan harga pada tingkat produsen, sehingga akan
berpengaruh pada margin keuntungan yang akan diterima oleh lembaga
pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran komoditas tertentu
(Saefuddin, 1981).
Biaya pemasaran dapat diperkecil dengan cara : 1)
Mengoptimumkan jumlah lembaga pemasaran yang menyelenggarakan fungsi-
fungsi pemasaran, 2) Memperbaiki cara kerja dari tiap lembaga pemasaran,
misalnya self service dan iklan yang baik, 3)
Menyederhanakan sistem penyaluran barang.
Keuntungan pemasaran adalah selisih antara penjualan dengan biaya
pemasaran. Bila nilai penjualan tinggi dengan biaya pemasaran rendah, maka
keuntungan pemasaran akan tinggi. Demikian pula sebaliknya. Keuntungan
lembaga pemasaran adalah besarnya laba yang diterima oleh lembaga-lembaga
pemasaran dari harga penjualan barang dan jasa, diperoleh dengan cara
mengurangi nilai jual dengan biaya-biaya pemasaran.
Keuntungan lembaga pemasaran yang berlebihan dapat diperkecil dengan
cara : (1) Memperkecil resiko teknis dan ekonomis: (2) Memperbaiki
struktur pasar yang bersaing terlalu hebat atau monopsoni, oligopoli, dan lain-
lain; dan (3) Menahan lembaga-lembaga pemasaran untuk mengambil
keuntungan yang terlalu tinggi.
Usaha perbaikan biaya pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran,
akan dapat memperkecil margin pemasaran sehingga dapat mempertinggi
efisiensi pemasaran (Saefuddin, 1981).
Harga
8
9. Harga adalah nilai suatu barang dan jasa yang diukur dengan sejumlah
uang, dimana berdasarkan harga atau nilai tersebut seseorang atau perusahaan
bersedia melepas barang dan jasa ke pihak lain (Nitisemito, 1981).
Menurut Winardi (1980), harga adalah jumlah uang yang dibutuhkan
untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang-barang dan
pelayanannya.
Dalam pembentukan harga suatu produk pertanian terdapat tiga subyek
yang menentukan (Kartasapoetra et al, 1986):
1. Produsen dengan dasar biaya produksi yang telah dikeluarkan sehingga
produk itu berwujud dan siap dipasarkan.
2. Konsumen dengan biaya beli dengan dasar-dasar kebutuhan serta
kesukaannya.
3. Pemerintah dengan peraturannya atau ketentuan harga sebagai pengendali
harga pasar.
Berdasarkan waktu dan sifat musiman hasil-hasil pertanian, maka harga
akan mengalami perubahan secara harian, musiman dan tahunan. Oleh karena
itu, petani selalu berusaha untuk mencari harga yang lebih baik dengan
menunda penjualan atau membawa ke pasar yang lebih jauh (Saefuddin, 1981).
Perubahan harga yang terjadi dapat disebabkan oleh perubahan
pada penawaran dan permintaan. Terjadinya perubahan harga akan
berpengaruh terhadap pendapatan petani. Dengan kata lain bahwa pendapatan
petani sangat labil, sewaktu-waktu bisa lebih besar bisa lebih kecil (Saefuddin,
1981).
Efisiensi Pemasaran
Efisiensi pemasaran adalah perjalanan produksi dari produsen serta mata
rantai dalam lembaga pemasaran kepada konsumen dengan harga yang wajar
tanpa merugikan kepentingan berbagai pihak yang ikut dalam kegiatan
pemasaran (Nitisemito, 1981).
Mubyarto (1986) mengatakan bahwa suatu pemasaran akan efisien
apabila memenuhi dua syarat yaitu :
1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen ke konsumen akhir dengan
biaya serendah-rendahnya.
9
10. 2. Mampu membagi hasil yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan
oleh konsumen akhir kepada semua pihak yang terlibat di dalam kegiatan
produksi dan tataniaga tersebut.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya efisiensi pemasaran
(Kartasapoetra et al, 1986):
1. Persentase kerusakan atau penyusutan yang tinggi dalam proses pemasaran.
2. Sistem informasi yang belum memadai, sehingga pengelolaan pemasaran
belum dapat dilakukan dengan baik.
3. Sifat pasar yang oligopsoni, sehingga harga diatur oleh sebagian kecil
pedagang besar.
4. Sistem standarisasi yang belum berkembang, sehingga akan dapat
menyulitkan transaksi dan menimbulkan biaya yang cukup besar.
5. Biaya angkutan yang tinggi, terutama antar pulau juga dirasa sulit dan
mahal sehingga wilayah pemasaran menjadi sangat terbatas.
Efisien atau tidaknya suatu pemasaran dapat diketahui dari besarnya
harga yang dikeluarkan pada setiap saluran pemasaran dan mata rantai
pemasaran, serta besarnya keuntungan yang diambil oleh setiap lembaga
pemasaran dalam mata rantai pemasaran. Semakin panjang rantai pemasaran
atau semakin banyak saluran yang diterima oleh masing-masing lembaga
pemasaran akan berbeda sesuai dengan biaya yang dikenakan. Akibatnya
keuntungan yang diperoleh pada setiap lembaga pemasaran menjadi tidak sama
(Soekamto, 1985).
Rosmilawati dan Hayati (1996) menemukan beberapa alternatif saluran
pemasaran beberapa jenis sayuran dataran rendah di Pulau Lombok sebagai
berikut :
Saluran I : petani - pedagang pengumpul - pedagang pengecer -
konsumen
Saluran II : petani - pedagang pengumpul - pengecer - konsumen
Saluran III : petani - pedagang besar - pengecer -konsumen
Saluran IV : petani - pengecer - konsumen
Saluran V : petani - pedagang pengumpul - pedagang antar pulau
Dari kelima alternatif saluran pemasaran diatas, ternyata saluran
pemasaran yang paling efisien untuk komoditas tomat dan kacang adalah
10
11. saluran pemasaran III, sedangkan untuk pemasaran bawang merah dan cabai
saluran yang paling efisien adalah saluran II. Hasil penelitian tersebut juga
menyimpulkan bahwa semakin panjang saluran distribusi sayuran dataran
rendah maka bagian harga yang diterima petani semakin kecil. Perubahan
harga 1% pada tingkat pengecer hanya akan menyebabkan perubahan harga
sebesar 0,7189% pada tingkat petani sayuran dataran rendah.
Elastisitas Transmisi Harga
Elastisitas transmisi harga digunakan untuk mengetahui respon harga
komoditas pertanian pada tingkat petani karena perubahan harga ditingkat
konsumen melalui informasi harga. Elastisitas transmisi harga (ET ) adalah rasio
perubahan harga rata-rata ditingkat pengecer dengan perubahan harga rata-
rata di tingkat petani (Azzaino, 1982).
Jika elastisitas transmisi harga sama dengan satu (ET = 1) artinya
perubahan harga sebesar 1% ditingkat konsumen diikuti dengan perubahan
harga sebesar 1% pula ditingkat petani. Hal ini dikatakan bahwa perbedaan
harga ditingkat produsen dan konsumen hanya dibedakan oleh perbedaan
margin yang tetap. Kecenderungan ini mengarah pada pasar bersaing
sempurna.
Sedang elastisitas transmisi harga lebih besar satu (ET > 1) berarti
perubahan harga 1% ditingkat konsumen diikuti perubahan harga yang lebih
besar dari 1% ditingkat petani. Dan elastisitas transmisi harga lebih kecil satu
(ET < 1) berarti perubahan harga 1% ditingkat konsumen akan mengakibatkan
perubahan harga kurang dari 1% ditingkat petani.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Mataram Propinsi Nusa Tenggara
Barat. Penentuan sampel dilakukan melalui dua tahap, tahap pertama adalah
11
12. penentuan kelurahan contoh secara sengaja, yakni kelurahan dengan areal
panen kedelai terluas dan produksi kedelai terbanyak, dipilih Kelurahan
Pagutan untuk Kecamatan Ampenan dan Kelurahan Sayang-Sayang untuk
Kecamatan Cakranegara. Tahap kedua adalah penentuan jumlah responden
secara quota sampling dengan menetapkan 10 petani setiap kelurahannya
sehingga total responden 20 orang. Sedangkan penetapan petani responden
untuk masing-masing kelurahan dilakukan secara acak sederhana. Petani
responden tersebut adalah petani yang mengusahakan kedelai pada musim
tanam 2000/2001. Sedangkan lembaga pemasaran ditentukan dengan metode
snowball sampling, yakni dengan menelusuri lembaga pemasaran secara
bertahap berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani. Pedagang
pengumpul di tingkat desa sebanyak 7 orang dan pedagang pengecer sebanyak
24 orang.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey, meliputi data primer
dan sekunder. Data primer diperoleh dari petani contoh dan pedagang perantara
(pengumpul-pengecer), sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait.
Variabel yang diamati meliputi : 1) jumlah produksi kedelai yang diukur
dalam satuan kilogram; 2) harga jual kedelai pada tingkat petani, diukur dalam
satuan rupiah/kilogram; 3) volume penjualan kedelai oleh petani persatuan
waktu tertentu, diukur dalam satuan rupiah/kilogram; 4) harga beli kedelai
pada tingkat lembaga pemasaran dan konsumen akhir, diukur dalam satuan
rupiah/kilogram; 5) volume pembelian kedelai oleh lembaga pemasaran, diukur
dalam satuan kilogram; 6) biaya pemasaran antara lain: biaya pengangkutan,
buruh dan retribusi yang ditanggung oleh setiap pelaku pasar, diukur dalam
satuan rupiah/kilogram.
Analisis Data
1. Analisis Saluran Pemasaran
Untuk mengetahui gambaran mengenai saluran pemasaran kedelai di Kota
Mataram yaitu dengan menelusuri lembaga pemasaran yang terlibat dalam
proses pemasaran komoditi kedelai mulai dari tingkat petani produsen
sampai pada konsumen akhir.
2. Analisis Efisiensi Pemasaran
12
13. Untuk mengukur efisiensi pemasaran kedelai pada beberapa saluran
pemasaran kedelai di Kota Mataram digunakan dua indikator, yaitu : margin
pemasaran dan share petani. Kedua indikator tersebut dapat diukur dengan
rumus sebagai berikut :
a. Margin Pemasaran
Untuk menghitung besarnya margin kedelai di Kota Mataram digunakan
formulasi Sudiyono (2002) sebagai berikut :
M = C + π atau M = Pr – Pf
dimana :
M = Margin Pemasaran
C = Total biaya di tingkat lembaga pemasaran
π = keuntungan lembaga pemasaran
Pr = harga jual di tingkat pengecer
Pf = harga jual di tingkat petani
b. Share Petani.
Besarnya share harga yang diterima petani dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
Pf
Sp = ------- x 100%
Pr
dimana : Pf = Harga ditingkat petani
Pr = Harga ditingkat konsumen
Sp = Share harga yang diterima petani
Selanjutnya untuk menghitung share keuntungan dan share biaya
lembaga pemasaran ke-i digunakan rumus :
Ki Bi
Ski = ------- x 100% dan Sbi = ------- x 100%
Pr-Pf Pr-Pf
dimana :
Ski = share keuntungan lembaga pemasaran ke-i
Ki = keuntungan lembaga pemasaran ke-i
Sbi = share biaya lembaga pemasaran ke-i
Bi = biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran ke-i
Kriteria Keputusan
13
14. Untuk mengetahui saluran pemasaran kedelai yang paling efisien, dilakukan
analisis perbandingan dari kedua indikator tersebut diatas. Saluran pemasaran
yang paling efisien adalah saluran yang margin pemasarannya paling rendah
dan share petaninya paling tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Saluran Pemasaran Kedelai
Saluran pemasaran kedelai yang terdapat di Kota Mataram Propinsi Nusa
Tenggara Barat, dibedakan menurut jenis konsumennya yaitu konsumen-rumah
tangga dan konsumen-industri tahu tempe dapat digambarkan dalam skema
berikut ini :
Gambar 1. Skema Saluran Pemasaran Kedelai di Kota Mataram
Skema saluran pemasaran kedelai untuk konsumen- industri tahu tempe di atas
dapat diuraikan menjadi dua tipe saluran, yaitu:
1. Petani è Industri Tahu Tempe
Hasil analisis menunjukkan bahwa 15% responden menjual hasil panen
kedelai kepada industri tahu tempe. Rata-rata volume produksi kedelai yang
dijual petani kepada industri tahu tempe adalah 833 kg, di mana penjualannya
dilakukan secara borongan. Antara petani responden dan pelaku industri tahu
tempe sudah terjalin kerjasama yang baik dalam hal penyediaan bahan baku
kedelai, sehingga keduanya sama-sama memperoleh keuntungan yang
diinginkan.
2. Petani è Pedagang Pengumpul è Industri Tahu Tempe
14
Petani Pedagang
Pengumpul
Pengecer
Industri
Tahu Tempe
Rumah
Tangga
15. Tipe saluran pemasaran yang kedua ini, 10% petani responden menjual
hasil produksi kedelainya kepada pedagang pengumpul di mana pedagang
pengumpul tersebut membeli kedelai langsung mendatangi petani di lokasi
panen, dengan sistem pembayaran secara langsung kepada petani. Pembelian
kedelai oleh pedagang pengumpul ini sesuai dengan harga kesepakatan dari
keduanya. Sedangkan sistem penjualan dilakukan secara borongan kepada
pelaku industri pengolahan kedelai (industri tahu tempe). Adapun rata-rata
volume kedelai yang dijual atau dipasarkan oleh pedagang pengumpul kepada
industri tahu tempe setiap minggunya sebanyak 1.750 kg. Pada tipe saluran
pemasaran kedua ini, pedagang pengumpul melakukan fungsi pemasaran
berupa pembelian, penjualan, pengangkutan, penanggungan resiko, pembiayaan
dan informasi pasar.
Sedangkan saluran pemasaran kedelai untuk konsumen-rumah tangga dapat
diuraikan menjadi dua tipe saluran, yaitu:
1. Petani è Pedagang Pengecer è Rumah Tangga
Pedagang pengecer mempunyai peluang yang lebih besar untuk
meningkatkan keuntungannya bila membeli kedelai langsung pada petani
daripada membeli melalui pedagang pengumpul, menjadi alasan terbentuknya
tipe saluran pemasaran ini. Sebanyak 50% petani responden menjual hasil
produksi kedelainya melalui saluran ini. Adapun rata-rata volume kedelai yang
dijual atau dipasarkan oleh pengecer kepada konsumen rumah tangga setiap
minggunya sebanyak 104,5 kg.
2. Petani è Pedagang Pengumpul è Pengecer è Rumah Tangga
Analisis Efisiensi Pemasaran Kacang Tanah
Salah satu indicator yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi suatu
system pemasran adalah margin pemasaran, yaitu selisih antara harga jual di
tingkat lembaga pemasaran dengan harga jual di tingkat petani produsen.
Semakin rendah nilai margin pemasaran, semakin tinggi harga yang diterima
petani (Fatih dan Agus, 2002).
15
16. Efisiensi pemasaran kacang tanah dari keempat tipe saluran pemasaran
tersebut dapat dilihat dari distribusi margin pemasaran, serta distribusi
keuntungan pemasaran pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat (tabel 2).
Tabel 2. Margin Pemasaran, Distribusi Margin, dan Share Harga Kacang
Tanah di Kecamatan Kupang Barat.
Lembaga Pemasaran Rp/Kg
Distribusi
Margin (%)
Share (%) π/c
1. Petani
a. Harga jual 3.500,00 58,33
2. Pedagang Pengumpul 3,99
a. Harga beli 3.500,00 58,33
b. Transportasi 25,30 1,01 0,42
c. Retribusi 175,00 7,00 2,92
d. Keuntungan 799,70 31,99 13,33
e. Harga Jual 4.500,00 75,00
3. Pedagang Pengecer 6,99
a. Harga beli 4.500,00 75,00
b. Transportasi 175,00 7,00 2,92
c. Retribusi 12,75 0,51 0,21
d. Keuntungan 1.312,25 52,49 21,87
e. Harga Jual 6.000,00 100,00
Margin Pemasaran 2.500,00 100,00
Sumber: Analisis Data Primer, 2004
Dari tabel 2 terlihat bahwa bagian yang diterima petani dari harga yang
dibayarakan konsumen akhir dalam sistem pemasaran kacang tanah di
Kecamatan Kupang Barat hanya sebesar 58,33%, sedangkan share yang
diterima oleg pedagang pengumpul sebesar 75%.
Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul sebesar Rp
799,70/kg dengan biaya sebesar Rp 200,30/kg. Rasio margin keuntungan
sebesar Rp 3,99/kg, artinya imbalan jasa yang diterima oleh pedagang
pengumpul adalah 3,99 kali lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Sedangkan
pedagang pengecer memperoleh keuntungan sebesar Rp 1.312,25/kg dengan
biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 187,75/kg. Rasio margin keuntungan
pedagang pengecer yakni Rp 6,99/kg, artinya imbalan jasa yang diterima oleh
pedagang pengecer dalam pemasaran kacang tanah sebesar 6,99 kali lebih
banyak dari biaya yang dikeluarkan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, didapati bahwa rasio margin
keuntungan yang diperoleh setiap lembaga pemasran relatif meningkat. Ini
mengindikasikan bahwa pemasaran produk kacang tanah di kecamatan Kupang
16
17. Barat belum efisien, karena distribusi keuntungan pada setiap lembaga
pemasaran yang terlibat tidak merata.
Pernyataan senada juga dikemukakan oleh Fatih dan Agus (2002) bahawa
system pemasran buncis di Desa Gisting Atas Kecamatan Talang Padang
Kabupaten Tanggamus belum efisien, ditunjukan oleh besarnya nilai rasio profit
margin pada setiap lembaga yang terlibat relatif tidak merata, yakni rasio profit
margin untuk pedagang pengumpul I sebesar 1,30 ; pedagang pengumpul II
sebesar 1,52 dan pedagang pengecer sebesar 1,64. selanjutnya dijelaskan pula
bahwa nilai margin pemasaran yang semakin meningkat merupakan indicator
bahwa semakin rendah harga yang diterima oleh produsen melalui saluran
pemasran tersebut.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Terdapat empat tipe saluran pemasaran kacang tanah di Kecamatan
Kupang Barat, yaitu:
a. Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Antar Pulau
b. Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen
c. Petani Pedagang Pengecer Konsumen
d. Petani Pedagang Pengumpul Konsumen
2. Pemasaran kacang tanah di Kecamatan Kupang Barat belum efisien, hal
ini dapat dilihat dari distribusi keuntungan yang tidak merata di antara
pelaku pasar. Untuk setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan pedagang
pengumpul, diperoleh keuntungan sebesar Rp 3,99. Sementara untuk
pedagang pengecer, setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan diperoleh
keuntungan Rp 6,99.
DAFTAR PUSTAKA
17
18. Deperindag TK I Nusa Tenggara Barat. 1999. Laporan Tataniaga Komoditi
Kedelai. Bagian Proyek Pengembangan Perdagangan NTB. Tahun
Anggaran 1999-2000.
Efendy dan Nufus. 1992. Analisis Margin Pemasaran Kedelai di Kabupaten
Lombok Barat. Dalam Oryza. Majalah Universitas Mataram. Vol XIX/No.
11 Bulan September.
Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhamadiyah Malang
Press, Malang
Sumarno, Darman M. Arsyad, Rodiah dan Ono Sutrisno. 1986. Kedelai Varietas
Unggul Baru untuk Tegalan dan Bekas Sawah. Dalam Buletin Penelitian
No. 3 Balitbangtan Pangan. Bogor.
18