SlideShare a Scribd company logo
1 of 50
ILMU
KEDOKTERAN
FORENSIK
Oleh
Sofwan Dahlan
THE POLICE POWER
(KEKUASAAN KEPOLISIAN)
The power of the state to protect the health,
safety, morals and general welfare of its citizen
• melindungi kesehatan
• melindungi keamanan / keselamatan
• melindungi moral
• melindungi kesejahteraan umum
TUGAS POLISI disini ialah melakukan:
• tindakan preventif thd kejahatan yg belum terjadi
• tindakan repressif thd kejahatan yg sudah terjadi,
yaitu:
Polisi perlu tahu ilmu forensik,
atau minta bantuan ahli forensik.
• penyelidikan;
• penyidikan; dan
• penyidikan tamb.
DEFINISI
Ilmu Kedokteran Forensik adalah:
ilmu yang mempelajari penerapan ilmu
kedokteran untuk kepentingan peradilan
(medicine for the law).
Sebutan lain: Forensic Medicine, Medical
Jurisprudence, atau Medicina Forense.
Forense berasal dari kata “forum”, yang
artinya sidang pengadilan.
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
Ilmu Kedokteran Forensik merupakan disiplin me-
dis, bukan disiplin hukum, namun aplikasinya untuk
membantu proses peradilan agar suatu perkara bisa
menjadi terang (medicine for the law).
Hukum Kedokteran (Medical Law) merupakan
disiplin hukum, yaitu bagian dari Hukum Kesehatan
yang mengatur semua aspek yang berkaitan dengan
profesi kedokteran (law regulating the practice of
medicine).
Hukum Kesehatan (Health Law) juga merupakan
disiplin hukum, yaitu hukum yang mengatur semua
aspek yang berkaitan dengan upaya kesehatan.
UPAYA KESEHATAN
Aspeknya t.a: Hukumnya disebut:
o Kedokteran Medical Law
o Keperawatan Nurse Law
o Perumahsakitan Hospital Law
o Lingkungan Hidup Environmental Health
Law
o Makanan & Obat Food and Drug Law
o Kesehatan Jiwa Mental Health Law
o Kesehatan Kerja Occupational Health
Law
o DLL
FORENSIC SCIENCES (Ilmu-Ilmu Forensik),
terdiri dari:
• Ilmu Kimia Forensik
• Ilmu Fisika Forensik
• Ilmu Kedokteran Forensik
• Ilmu Kedokteran Gigi Forensik
• Ilmu Psikiatri Forensik
• Daktiloskopi
• Balistik
• DLL
Sering disebut the Mother of Forensic Sciences
perlu dikuasai oleh
penegak hukum
bila tidak, maka
penegak hukum
perlu minta bantuan
ahli yang menguasai
ilmu forensik
TUJUAN MEMPELAJARI
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
1. Memahami betapa pentingnya peranan ilmu
kedokteran dan Dr dalam membantu mengungkap
perkara pidana.
2. Mengerti pada kasus yang bagaimana diperlukan
bantuan ilmu kedokteran dan Dr.
3. Mengerti status Dr dalam proses peradilan pidana.
4. Mengerti tatalaksana meminta bantuan kepada Dr
(dalam kapasitasnya sebagai AHLI).
5. Mengerti prinsip-prinsip pemeriksaan forensik.
6. Mampu memahami keterangan yang diberikan Dr.
7. Mengerti batas kemampuan Dr dalam membantu
proses peradilan pidana.
KEGUNAAN FORENSIC SCIENCES
1. Membantu menentukan apakah suatu peristiwa
merupakan tindak pidana atau bukan.
2. Membantu mengungkap PROSES tindak pidana:
a. kapan dilakukan?
b. dimana dilakukan?
c. dengan benda atau senjata apa dilakukan?
d. bagaimana cara melakukan?
e. apa akibatnya, yaitu : - luka ringan?
- luka sedang?
- luka berat?
- meninggal dunia?
3. Membantu mengungkap IDENTITAS KORBAN.
4. Membantu mengungkap IDENTITAS PELAKU.
Point 1) utk penyelidikan. Point 2), 3) dan 4) utk penyidikan.
PENYELIDIKAN
Adalah rangkaian tindakan menurut UU utk
mengetahui apakah suatu peristiwa yang
sedang diselidiki itu merupakan tindak pidana
sehingga bisa dilakukan pemeriksaan (yaitu
penyidikan).
Tindakan penyelidikan terdiri atas:
1. Melakukan TKP;
2. Memeriksa saksi-saksi dan barang bukti;
3. Meminta bantuan para ahli, termasuk ahli-
ahli forensik (mis: dokter forensik).
PENYIDIKAN
Adalah rangkaian tindakan menurut UU,
untuk mengumpulkan bukti-bukti, supaya
dengan bukti itu perkaranya menjadi terang
dan pelakunya bisa ditangkap.
Tindakan penyidikan terdiri atas:
o mengumpulkan bukti-bukti.
o memberdayakan ahli-ahli forensik yang
dimiliki pihak kepolisian.
o meminta bantuan ahli-ahli forensik yang
tidak dimiliki pihak kepolisian (mis: dokter,
termasuk dokter ahli forensik RS).
BANTUAN DOKTER di TKP
Bantuan yang dapat diberikan oleh dokter pada
pemeriksaan di TKP adalah membantu:
1. Menentukan korban sudah mati atau belum.
2. Menentukan cara kematiannya (jika sudah mati),
yaitu:
o pembunuhan;
o bunuh diri; atau
o kecelakaan.
3. Mencari, menemukan dan menyelamatkan barang
bukti untuk kepentingan:
o penyelidikan itu sendiri; maupun
o penyidikan, jika ternyata TINDAK PIDANA.
CARA KEMATIAN
A. Pembunuhan:
o letak luka di sembarang tempat pada tubuh.
o sering ada luka tangkis (defensive wounds).
o pakaian di daerah luka ikut terkena senjata.
B. Bunuh diri:
o letak luka pada bagian tubuh yang mematikan
dan dapat terjangkau tangan yang bunuh diri.
o ditemukan luka percobaan (tentative wounds).
o pakaian di daerah luka tidak ikut terkena
senjata.
C. Kecelakaan:
o tidak menunjukkan ciri khas bunuh diri ataupun
pembunuhan.
LUKA TANGKIS
Disebabkan oleh reflek ketika sadar mendapat serangan.
Ciri-cirinya:
o letak luka tangkis pada lengan bawah bagian luar atau
tangan bagian luar (punggung tangan).
o jumlah luka tangkis bisa banyak.
o luka tersebut tidak mematikan.
LUKA PERCOBAAN
Disebabkan yang bersangkutan masih mencoba-coba.
Ciri-cirinya:
o letak luka di sekitar luka yang mematikan.
o jumlahnya banyak (multipel).
o kualitas luka dangkal.
o luka percobaan tersebut tidak mematikan.
IDENTIFIKASI KORBAN
o Identifikasi Umum:
- jenis kelamin.
- umur.
- tinggi badan.
- golongan darah.
- suku bangsa, dll.
o Identifikasi Personal:
- si Bambang atau bukan.
- si Ahmad atau bukan.
- si Fatimah atau bukan.
Untuk identifikasi personal diperlukan DATA ante-
mortum utk pembanding (sidik jari, gigi geligi, DNA).
IDENTIFIKASI PELAKU
Identifikasi pelaku dapat dilaksanakan dengan
memeriksa bahan-bahan medis, misalnya:
o Bercak darah pelaku yang tercecer.
o Sel-sel dari jaringan tubuh pelaku yang berhasil
dicakar oleh korban, misalnya:
- sel kulit.
- sel darah, dll.
o Sperma pelaku.
o Air liur pelaku.
o Rambut pelaku (rambut kepala atau kemaluan).
o Gigi pelaku yang tanggal.
o Jejas gigitan pada korban akibat gigitan pelaku.
BANTUAN DOKTER
DALAM PROSES PERADILAN PIDANA
1. Memberikan keterangan tentang:
a. Korban (korban hidup atau mati).
b. Tersangka atau terdakwa, yaitu tentang:
- umur yang sebenarnya (bila ada keraguan).
- kemampuan bertanggung jawab.
- kemampuan melakukan coitus.
- pelaku infanticide (yang menyangkal tlh melahirkan).
c. Barang bukti medis, misalnya:
- darah, sperma, dll.
2. Memberikan penjelasan tentang:
- pertanyaan hipotetis (hipothetical question).
3. Membantu pemeriksaan penyelidik di TKP.
PROSEDUR MEMINTA BANTUAN DOKTER
1. Pejabat yang berhak minta bantuan:
a. Penyelidik, pada tingkat Penyelidikan (POLRI, Provost, atau PM).
b. Penyidik (pada tingkat Penyidikan dan Penyidikan Tambahan)
yang dilaksanakan Penyidik POLRI, Provost atau Polisi Militer).
c. Hakim ketua sidang pada tingkat Persidangan (yang dalam hal ini
dilaksanakan oleh Penuntut Umum).
Terdakwa, pembela, korban atau keluarga korban tidak berhak minta
bantuan forensik. Mereka hanya berhak melapor atau mengadu.
2. Cara mengajukan permintaan:
a. Harus secara tertulis (kecuali untuk kepentingan TKP).
b. Harus menyebutkan jenis pemeriksaan yang diminta.
c. Surat permintaan diajukan secara langsung bersama-sama objek
yang dimintakan untuk diperiksa.
d. Penyidik wajib memberikan informasi yg cukup untuk memudahkan
dokter dalam melakukan pemeriksaan.
e. Jika korban tindak pidana masih hidup maka permintaan bantuan
forensik harus segera diajukan kareana adanya rahasia kedokteran.
CARA DOKTER MENYAMPAIKAN
KETERANGANNYA
1. SECARA TERTULIS:
Dalam bentuk Visum et Repertum.
2. SECARA LISAN:
Dalam bentuk Keterangan Lisan, yg disampaikan secara
langsung kepada penyidik, lalu dibuatkan berita acaranya
dan ditandatangani oleh penyidik dan dokter.
CATATAN:
Sebaiknya Dr mengucap sumpah di depan penyidik, supaya
keterangannya dapat diproses menjadi alat bukti untuk jaga-
jaga jika Dr tidak bisa hadir di sidang karena alasan yang sah.
Menolak mengucapkan sumpah di depan penyidik tidak dapat
dikenai sandera di Rumah Tahanan Negara, tetapi menolak
mengucapkan sumpah di sidang pengadilan Dr bisa disandera.
SURAT KETERANGAN DOKTER
Sebagai Profesional:
o Surat Keterangan Kesehatan;
o Surat Keterangan Lahir;
o Surat Keterangan Sakit;
o Surat Keterangan Hamil;
o Surat Keterangan Kematian;
o Surat Keterangan Medis (Resume Medis);
(Terperiksa adalah PASIEN)
Sebagai Ahli (Saksi Ahli):
o Visum et Repertum (Keterangan Tertulis).
(Terperiksa adalah KORBAN)
SYARAT DOKTER
MELAKUKAN TUGAS KEFORENSIKAN
o Memahami maksud dan tujuan penegak hukum
meminta bantuan (tiap kasus berbeda tujuannya).
o Menguasai materi yg diperlukan (thanatologi,
traumatologi, toksikologi, otopsi, tindak pidana
seksual, dsbnya).
o Mampu menerapkan ilmu dan ketrampilannya di
bidang kedokteran untuk kepentingan peradilan.
o Mampu melakukan pemeriksaan forensik.
o Mengerti tatalaksana dalam memberikan bantuan.
o Memahami syarat materiel dan syarat formiel agar
keterangannya bisa menjadi alat bukti yang sah.
TUGAS UTAMA DOKTER
(DALAM KAPASITASNYA SEBAGAI AHLI)
1. Membuat terang perkara pidana;
2. Mengupayakan alat bukti guna pembuktian
dimuka sidang, dalam bentuk:
a. keterangan lisan; dan/atau
b. keterangan tertulis (mis: V et R).
Syarat agar menjadi alat bukti yang sah:
1. Materiel: factually correct;
2. Formiel : mengucapkan atau dg mengingat
sumpah/janji.
KEWAJIBAN DOKTER
o Merupakan kewajiban yang melekat pada
setiap diri dokter (kewajiban bersifat personal).
o Dr boleh mengajukan hak undur diri jika punya
alasan hukum yg sah, ttp keputusan oleh hakim.
o Ada sanksi pidana bagi dokter yang tidak mau
melaksanakan kewajiban, kecuali punya alasan
hukum yang sah.
Alasan Hukum yang Sah:
o Ada hubungan darah yang dekat dgn terdakwa.
o Menjadi suami / isteri atau mantan suami / isteri
dari terdakwa.
o Bersama-sama sebagai terdakwa.
ISI KETERANGAN DOKTER SBG AHLI
A. Keterangan Lisan, berisi:
1. Fakta: ditemukan sendiri/ bersama ahli lain.
2. Opini atas:
- fakta dari pemeriksaan sendiri; dan
- fakta dari pemeriksaan bersama ahli lain.
3. Jawaban lisan atas pertanyaan hipotetis.
B. Keterangan Tertulis (V et R), berisi:
1. Fakta: ditemukan sendiri/ bersama ahli lain.
2. Opini atas:
- fakta yang ditemukan sendiri.
- fakta dari pemeriksaan bersama ahli lain.
FUNGSI
KETERANGAN DOKTER DI SIDANG PENGADILAN
1. Sebagai ALAT BUKTI katagori:
a. Keterangan Ahli, bila diberikan secara lisan di sidang
pengadilan dengan sumpah atau janji.
b. Surat, bila diberikan secara tertulis dengan mengingat
sumpah saat menerima jabatan (Visum et Repertum).
2. Sebagai Keterangan yang disamakan nilainya dengan
alat bukti, bila diberikan didepan penyidik dgn sumpah
atau janji tetapi kemudian keterangan tersebut dibacakan
di sidang pengadilan karena Dr tidak dapat didatangkan
karena alasan yang syah.
3. Sebagai Keterangan yg hanya Menguatkan Keyakinan
Hakim, yaitu bila diberikan di sidang pengadilan setelah
Dr selesai menjalani penyanderaan karena tanpa
alasan sah menolak mengucapkan sumpah atau janji.
A. B. KETERANGAN AHLI
A. B. SURAT (V et R)
KETERANGAN
(YANG DISAMAKAN NILAINYA
DENGAN ALAT BUKTI)
KETERANGAN
YANG HANYA DAPAT MENGUATKAN
KEYAKINAN HAKIM
Bila dalam suatu perkara hanya bisa diperoleh:
- sebuah unsur pembentuk keyakinan; dan
- sebuah unsur penguat keyakinan; maka
seharusnya keyakinan hakim tidak boleh terbentuk.
Bila minimal dua alat bukti yang sama-sama merupakan unsur
pembentuk keyakinan, maka keyakinan hakim boleh terbentuk.
UNSUR
PEMBENTUK
KEYAKINAN
HAKIM
UNSUR
PENGUAT
KEYAKINAN
HAKIM
Satu UNSUR PEMBENTUK
KEYAKINAN
+
Satu UNSUR PEMBENTUK
KEYAKINAN
KEYAKINAN HAKIM
(AINUL YAQIN)
bila ditambah
UNSUR
YANG DAPAT
MENGUATKAN
KEYAKINAN HAKIM
KEYAKINAN PLUS
(HAQQUL YAQIN)
KEWAJIBAN
MENGUCAPKAN SUMPAH ATAU JANJI
Bila diminta keterangannya maka Dr wajib mengucapkan
sumpah atau janji.
Jika dokter menolak mengucapkan sumpah atau janji tanpa
alasan hukum yang sah maka Dr:
o disandera di Rumah Tahanan Negara maksimal 14 hari
bila penolakannya dilakukan di sidang pengadilan.
o tidak boleh disandera di Rumah Tahanan Negara jika
penolakannya dilakukan di depan penyidik.
INGAT :
Disandera = dirampas kemerdekaannya (sebagai upaya
paksa) agar Dr bersedia mengucap sumpah atau janji.
Ditahan = dirampas kemerdekaannya agar tidak mengulangi
perbuatannya, tidak lari, atau menghilangkan barang bukti.
BENTUK KETERANGAN
Keterangan Dr yang diberikan kpd penegak
hukum bisa berbentuk:
1. Keterangan Lisan, yang dapat diberikan:
a. di depan Penyidik; atau
b. di sidang Pengadilan.
2. Keterangan Tertulis (Visum et Repertum),
yang dapat diserahkan:
a. pada tingkat penyidikan, atau
b. pada tingkat sidang pengadilan.
VISUM ET REPERTUM
Keterangan tertulis yang dibuat oleh
Dr/Drg dalam kapasitasnya sebagai ahli
atas permintaan tertulis dari penegak
hukum yang berwenang tentang apa
yang dilihat dan ditemukan pada korban
atau barang bukti medis yg diperiksanya
dengan mengingat sumpah / janji ketika
menerima jabatan sebagai Dr/Drg.
VISUM ET REPERTUM
1. Dibuat oleh Dr yang punya kompe-
tensi untuk itu;
2. Atas permintaan tertulis dari penegak
hukum yang berwenang, yaitu:
a. penyidik (Polri, Provost atau PM);
b. hakim (yaitu hakim ketua sidang).
3. Digunakan sbg alat bukti di sidang;
4. Harus memenuhi syarat materiel dan
syarat formiel sesuai KUHAP.
SYARAT
VISUM ET REPERTUM
Syarat Materiel:
o faktual (factually correct); dan
o tidak bertentangan dgn ilmu kedokteran.
Syarat Formiel:
o dibuat dengan sumpah/ janji; atau
o dibuat dengan mengingat sumpah/ janji
ketika menerima jabatan sbg Dr.
Syarat Pembuat:
o dibuat oleh Dr yang memiliki kompetensi.
STANDAR
VISUM ET REPERTUM
1. Menggunakan bahasa yg mudah difahami
oleh penegak hukum yang awam medis.
2. Materinya faktual, relevan dgn maksud dan
tujuan dimintakannya Visum et Repertum.
3. Memenuhi syarat formiel, yaitu dibuat
dengan mengucapkan sumpah atau janji
sebelum memeriksa atau dibuat dgn mengi-
ngat sumpah/ janji ketika menerima jabatan.
4. Dibuat oleh Dr yang memiliki kompetensi.
VR PSIKIATRIK
o Menderita sakit jiwa atau tidak?
o Jika ya, apa jenis penyakit jiwa tersebut?
o Apa dengan jenis penyakit jiwa tersebut
ybs masih mampu bertanggungjawab atau
tidak terhadap perbuatan yang dilakukan?
VR KORBAN HIDUP
o Ada luka-luka atau tidak?
o Jika ada maka:
1. Apa jenis lukanya?
2. Apa jenis benda penyebab luka?
3. Derajat luka (ringan, sedang, berat)?
VR KORBAN MATI
o Ada luka-luka atau tidak?
o Jika ada maka:
1. Apa jenis lukanya?
2. Apa jenis benda penyebab luka?
3. Apa penyebab kematian korban?
4. Apakah penyebab kematian korban
berhubungan dengan luka-lukanya?
VR TINDAK PIDANA SEKSUAL
o Ada tanda-tanda kekerasan atau tidak?
o Ada tanda-tanda persetubuhan atau tidak?
VR KORBAN BAYI MATI
o Bayi viabel atau tidak?
o Bayi lahir hidup atau lahir mati?
o Apa penyebab kematiannya?
o Berapa lama bayi sempat hidup diluar kandungan
ibunya?
Syarat viabel: - telah dikandung 7 bulan atau lebih.
- tidak ada cacat besar (anencephali).
Syarat lahir hidup:
- alat pernafasan ada tanda-tanda pernah berfungsi.
- ada reaksi jaringan pd potongan tali pusat.
- ditemukan udara pada lambung.
PERMINTAAN VR YANG TERLAMBAT
PADA KORBAN HIDUP
Maka korban hidup tsb:
a. harus dihadirkan kembali untuk diperiksa
(sebab informasi medis sebelum diterimanya
surat permintaan VR harus diperlakukan sebagai
rahasia, dan hanya bisa dibuka didepan hakim di
sidang pengadilan); atau
b. dengan izin tertulis dari pasien ybs dapat
dibuatkan Keterangan Dokter, yang berisi
semua fakta sebelum diterimanya SPVR).
PERMINTAAN TERLAMBAT
MULAI DIRAWAT SURAT PERMINTAAN
DI RUMAH SAKIT DITERIMA RUMAH SAKIT
RAHASIA KEDOKTERAN
BUKAN
RAHASIA KEDOKTERAN
STATUS sbg PASIEN
Dokter, sbg profesional
KARENA RAHASIA, TIDAK BISA
DIUNGKAP DALAM VISUM
TETAPI BISA DIUNGKAP DALAM
KETERANGAN MEDIS ASAL ADA
IZIN TERTULIS DARI PASIEN
STATUS berubah menjadi
KORBAN (BARANG BUKTI)
Dokter, sbg ahli (saksi ahli)
BOLEH DIUNGKAP DALAM
VISUM et REPERTUM, MESKI
TANPA IZIN TERTULIS DARI PIHAK
KORBAN
OTOPSI
PENGERTIAN OTOPSI:
Dari kata “auto” (sendiri) dan “opsis” (melihat).
Makna sesungguhnya adalah pemeriksaan atas
jenazah, meliputi bagian luar & dalam, oleh tenaga
kesehatan yang berwenang dengan menggunakan
cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah dan hukum.
JENIS OTOPSI:
1. Otopsi Anatomik: untuk pendidikan kesehatan.
2. Otopsi Klinik: untuk penyelidikan suatu penyakit.
3. Otopsi Forensik: untuk tujuan penegakan hukum.
PEMINTA OTOPSI:
Penyidik (untuk polisi minimal AIPDA dan untuk
polisi militer minimal PELDA).
KEWAJIBAN BAGI PEMINTA OTOPSI:
Memberitahu keluarga korban tentang maksud dan
tujuan dimintakannya OTOPSI.
Jadi bukan minta izin dari keluarga korban !!!
TEMPAT DIMINTAKANNYA OTOPSI:
1. Rumah Sakit Pemerintah.
2. Rumah Sakit Militer atau Ruman Sakit Kepolisian.
3. Rumah Sakit Swasta.
4. Puskesmas.
KEDUDUKAN KELUARGA KORBAN
o Memiliki hak untuk diberitahu oleh penyidik.
o Tidak memiliki hak untuk menolak otopsi.
o Jika keluarga berkeberatan:
penyidik wajib menjelaskan sekali lagi tentang
pentingnya otopsi serta sanksinya bagi siapa saja
yang menghalang-halangi otopsi (Psl 222 KUHP).
o Jika tetap berkeberatan:
otopsi paksa dilaksanakan sesudah 2 hari.
o Jika keluarga tidak ditemukan, otopsi dilakukan
setelah 2 hari.
o Jika Dr menolak, dikenai sanksi Psl 224 KUHP.
PELAKSANAAN OTOPSI
PRINSIP OTOPSI:
Perlu dilaksanakan sesegera mungkin guna menghindari
hilangnya data-data medik akibat proses pembusukan.
TEKNIS PELAKSANAAN OTOPSI:
o Menunggu klarifikasi keluarga paling lama 2 hari.
o Jika keluarga keberatan maka dokter (mewakili penyidik)
menjelaskan pentingnya otopsi.
o Jika tetap berkeberatan atau keluarga tidak ditemukan,
maka dapat melakukan otopsi sesudah 2 hari.
o Hendaknya penyidik hadir ditempat otopsi agar dapat
saling bertukar informasi guna memperlancar proses otopsi
dan penyidikan, serta untuk menciptakan rasa aman bagi
dokter yang melakukan otopsi.
SARANA OTOPSI
SARANA TEMPAT:
o Kamar otopsi khusus.
o Kamar jenazah, gudang atau halaman bisa disulap
menjadi tempat otopsi apabila kamar otopsi khusus
tidak tersedia.
SARANA ALAT:
o Pisau (bisa scalpel atau pisau dapur).
o Gergaji listrik (bisa gergaji besi).
o Benang yang dan jarum yang besar.
o Alat ukur (penggaris dan timbangan).
o Air yang cukup.
SARANA PENUNJANG:
o Toksikologi, histopatologi, laboratorium, dll.
Bila tidak tersedia maka Dr wajib memberitahu penyidik
agar dapat diminta ke tempat lain.
LANGKAH-LANGKAH OTOPSI
PEMERIKSAAN LUAR:
Memeriksa seluruh bagian luar dari tubuh jenazah, mulai
dari ujung rambut sampai ujung jari kaki.
PEMERIKSAAN DALAM, dengan cara :
a. melakukan insisi (pengirisan) untuk membuka rongga
kepala, leher, dada, perut dan panggul.
b. mengeluarkan seluruh organ dalam tubuh.
c. memeriksa seluruh organ dalam tubuh satu-persatu.
d. mengembalikan seluruh organ dalam ke tempat semula.
e. menutup dan menjahit.
PEMERIKSAAN PENUNJANG, antara lain :
a. melakukan pemeriksaan histopatologik.
b. melakukan pemeriksaan toksikologik.
c. melakukan pemeriksaan penunjang lainnya.
Jika tidak mampu dilakukan, informasikan kepada penyidik.
KEWAJIBAN
BAGI PEMINTA OTOPSI
Mengajukan permintaan otopsi secara TERTULIS.
Mencari dan menghubungi keluarga korban utk memberitahu
rencana penyidik meminta otopsi.
Menjelaskan sekali lagi kepada keluarga yang berkeberatan
Dengan rencana otopsi, termasuk menjelaskan adanya sanksi
pidana bagi siapa saja yang menghalangi-halangi otopsi.
Hadir pada saat otopsi untuk memberikan tambahan informasi
kepada Dr atau untuk menerima informasi penting dari Dr dan
memberi rasa aman.
Menyita barangbukti (mis: anak peluru) dari otopsi.
Menerima jaringan utk pemeriksaan penunjang di tempat lain.
Menjelaskan tentang sanksi pidana bagi Dr yang tanpa alasan
hukum menolak melakukan otopsi (Pasal 224 KUHP).
OTOPSI
JENAZAH YANG SUDAH DIKUBUR
Meskipun jenazah sudah dikubur lama maka otopsi jenazah
tersebut tetap perlu karena:
a. bekas kekerasan pada jaringan lunak mungkin masih bisa
dapat dikenali.
b. bekas kekerasan pada tengkorak, tulang dan gigi akan
dapat dikenali meskipun sudah lama terkubur.
c. racun-racun masih dapat ditemukan pada jaringan lunak,
tulang, kuku, rambut, kafan, peti dan tanah.
Sebelum otopsi harus dilakukan pembongkaran lebih dahulu.
Faktor musim (misalnya penghujan) bisa dijadikan salah satu
pertimbangan untuk menunda pembongkaran.
Demi efisiensi maka otopsi dapat dilaksanakan di tempat
pembongkaran jenazah.
VISUM et REPERTUM
PENDAHULUAN:
o Identitas peminta visum et repertum.
o Identitas dokter yang melakukan pemeriksaan.
o Identitas korban yang diperiksa.
o Alasan dimintakan visum et repertum.
o Kapan dilakukan pemeriksaan.
o Tempat dilakukan pemeriksaan.
HASIL PEMERIKSAAN:
o Fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter.
o Fakta dari hasil pemeriksaan bersama dokter lain.
KESIMPULAN:
o Interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari
fakta-fakta di atas, dikaitkan dengan maksud dimintakannya V et R.
(Kesimpulan bukan ringkasan atau mengulang-ulang fakta)
PENUTUP:
o Pernyataan bahwa keterangan tertulis ini dibuat dengan mengingat
sumpah / janji ketika menerima jabatan atau dengan mengucapkan
sumpah / janji sebelum melakukan pemeriksaan.
o Tanda tangan dokter pemeriksa dan pembuat visum et repertum.
VISUM et REPERTUM ORANG HIDUP
PENDAHULUAN :
o
o
HASIL PEMERIKSAAN :
o fakta dari pemeriksaan pertama kali datang.
o fakta dari pemeriksaan selama dalam perawatan.
o fakta dari pemeriksaan terakhir.
KESIMPULAN :
o jenis luka.
o jenis benda penyebab luka.
o derajat luka.
PENUTUP :
o Demikianlah keterangan ini dibuat dgn mengingat sumpah
pada waktu menerima jabatan sebagai dokter.
Luka Berat:
o tidak dapat diharapkan sembuh dgn sempurna.
o luka yang dapat mendatangkan bahaya maut.
o luka yang menimbulkan rintangan tetap dalam
menjalankan pekerjaan jabatan atau pekerjaan
mata pencarian.
o berakibat kehilangan salah satu dari pancaindera.
o luka yang menimbulkan cacat besar atau kudung.
o luka yang mengakibatkan lumpuh.
o luka yang menimbulkan gangguan daya pikir 4
minggu atau lebih.
o berakibat keguguran/ kematian janin dalam rahim.
Luka Sedang:
luka yang mengakibatkan penyakit atau
halangan djm menjalankan pekerjaan jabatan
atau pekerjaan matapencarian untuk
sementara waktu.
Luka Ringan:
luka yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan dlm menjalankan pekerjaan jabatan
atau mata-pencarian.
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

More Related Content

What's hot

Mata Kuliah Blok Forensik
Mata Kuliah Blok ForensikMata Kuliah Blok Forensik
Mata Kuliah Blok Forensikdacilganteng
 
3 fungsi dan tugas utd & bdrs
3 fungsi dan tugas utd & bdrs3 fungsi dan tugas utd & bdrs
3 fungsi dan tugas utd & bdrsriski albughari
 
Kinetika trombosit
Kinetika trombositKinetika trombosit
Kinetika trombositDian Jenova
 
151025700 case-radikulopati-lumbal
151025700 case-radikulopati-lumbal151025700 case-radikulopati-lumbal
151025700 case-radikulopati-lumbalhomeworkping4
 
Program TB Paru di puskesmas
Program TB Paru di puskesmasProgram TB Paru di puskesmas
Program TB Paru di puskesmasJoni Iswanto
 
Artritis reumatoid
Artritis reumatoidArtritis reumatoid
Artritis reumatoidfikri asyura
 
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Agama
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan AgamaPembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Agama
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan AgamaDaniel_Alfaruqi
 
pemeriksaan kimia klinik cairan tubuh cairan asites.ppt
pemeriksaan kimia klinik cairan tubuh cairan asites.pptpemeriksaan kimia klinik cairan tubuh cairan asites.ppt
pemeriksaan kimia klinik cairan tubuh cairan asites.pptdryuby
 
Pembuktian dan Alat Bukti
Pembuktian dan Alat BuktiPembuktian dan Alat Bukti
Pembuktian dan Alat Buktinadyaduu
 
IDENTIFIKASI NYAMUK
IDENTIFIKASI NYAMUKIDENTIFIKASI NYAMUK
IDENTIFIKASI NYAMUKArini Utami
 
Proses Pembuktian didalam Hukum Acara Peradilan Agama
Proses Pembuktian didalam Hukum Acara Peradilan AgamaProses Pembuktian didalam Hukum Acara Peradilan Agama
Proses Pembuktian didalam Hukum Acara Peradilan Agamarahmat_tiflen
 
Amputation extremity
Amputation extremityAmputation extremity
Amputation extremityAnneSaputra
 

What's hot (20)

Power Point Thalasemia
Power Point ThalasemiaPower Point Thalasemia
Power Point Thalasemia
 
Mata Kuliah Blok Forensik
Mata Kuliah Blok ForensikMata Kuliah Blok Forensik
Mata Kuliah Blok Forensik
 
3 fungsi dan tugas utd & bdrs
3 fungsi dan tugas utd & bdrs3 fungsi dan tugas utd & bdrs
3 fungsi dan tugas utd & bdrs
 
HIV-AIDS
HIV-AIDSHIV-AIDS
HIV-AIDS
 
realisme hukum
 realisme hukum realisme hukum
realisme hukum
 
Kinetika trombosit
Kinetika trombositKinetika trombosit
Kinetika trombosit
 
151025700 case-radikulopati-lumbal
151025700 case-radikulopati-lumbal151025700 case-radikulopati-lumbal
151025700 case-radikulopati-lumbal
 
Program TB Paru di puskesmas
Program TB Paru di puskesmasProgram TB Paru di puskesmas
Program TB Paru di puskesmas
 
Artritis reumatoid
Artritis reumatoidArtritis reumatoid
Artritis reumatoid
 
Ppt campak
Ppt campakPpt campak
Ppt campak
 
Soal soal hematologi
Soal soal hematologiSoal soal hematologi
Soal soal hematologi
 
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Agama
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan AgamaPembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Agama
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Agama
 
pemeriksaan kimia klinik cairan tubuh cairan asites.ppt
pemeriksaan kimia klinik cairan tubuh cairan asites.pptpemeriksaan kimia klinik cairan tubuh cairan asites.ppt
pemeriksaan kimia klinik cairan tubuh cairan asites.ppt
 
Leukosit
LeukositLeukosit
Leukosit
 
Miokard infark
Miokard infarkMiokard infark
Miokard infark
 
Pembuktian dan Alat Bukti
Pembuktian dan Alat BuktiPembuktian dan Alat Bukti
Pembuktian dan Alat Bukti
 
UJI TPHA.pptx
UJI TPHA.pptxUJI TPHA.pptx
UJI TPHA.pptx
 
IDENTIFIKASI NYAMUK
IDENTIFIKASI NYAMUKIDENTIFIKASI NYAMUK
IDENTIFIKASI NYAMUK
 
Proses Pembuktian didalam Hukum Acara Peradilan Agama
Proses Pembuktian didalam Hukum Acara Peradilan AgamaProses Pembuktian didalam Hukum Acara Peradilan Agama
Proses Pembuktian didalam Hukum Acara Peradilan Agama
 
Amputation extremity
Amputation extremityAmputation extremity
Amputation extremity
 

Similar to ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

Peran dokter gigi dlm tindak pidana.pptt
Peran dokter gigi dlm tindak pidana.ppttPeran dokter gigi dlm tindak pidana.pptt
Peran dokter gigi dlm tindak pidana.ppttDellery Usman
 
Kp 3.1.43 psikiatri forensik
Kp 3.1.43 psikiatri forensikKp 3.1.43 psikiatri forensik
Kp 3.1.43 psikiatri forensikAhmad Muhtar
 
Pengantar ilmu-kedokteran-forensik1
Pengantar ilmu-kedokteran-forensik1Pengantar ilmu-kedokteran-forensik1
Pengantar ilmu-kedokteran-forensik1wadnag
 
Peran dokter gigi dalam tindak pidana
Peran dokter gigi dalam tindak pidanaPeran dokter gigi dalam tindak pidana
Peran dokter gigi dalam tindak pidanadentalid
 
3.1.6.3 psikiatri forensik
3.1.6.3   psikiatri forensik3.1.6.3   psikiatri forensik
3.1.6.3 psikiatri forensikAhmad Muhtar
 
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdfbuku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdfMutiaraFadilah1
 
Saksi Ahli Forensik Medikolegal
Saksi Ahli Forensik MedikolegalSaksi Ahli Forensik Medikolegal
Saksi Ahli Forensik MedikolegalGalih Endradita M
 
4 ilmu bantu hapid
4  ilmu bantu hapid4  ilmu bantu hapid
4 ilmu bantu hapidGradeAlfonso
 
4 tujuanorgterlibatdanilmupembantu
4 tujuanorgterlibatdanilmupembantu4 tujuanorgterlibatdanilmupembantu
4 tujuanorgterlibatdanilmupembantuRonalto_Tan
 
Pendampingan hukum
Pendampingan hukumPendampingan hukum
Pendampingan hukum18kartika
 
PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA.pptx
PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA.pptxPERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA.pptx
PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA.pptxFHUGJ
 
6. Kejahatan Terhadap Nyawa_compressed.pdf
6. Kejahatan Terhadap Nyawa_compressed.pdf6. Kejahatan Terhadap Nyawa_compressed.pdf
6. Kejahatan Terhadap Nyawa_compressed.pdfM Setiawan
 
Identifikasi tindak pidana kehutanan
Identifikasi tindak pidana kehutananIdentifikasi tindak pidana kehutanan
Identifikasi tindak pidana kehutananSudirman Sultan
 
MAKALAH HUKUM KESEHATAN EUTHANASIA.pdf
MAKALAH HUKUM KESEHATAN EUTHANASIA.pdfMAKALAH HUKUM KESEHATAN EUTHANASIA.pdf
MAKALAH HUKUM KESEHATAN EUTHANASIA.pdfNurmaYanti40
 
Buku clinical skill forensik
Buku clinical skill forensikBuku clinical skill forensik
Buku clinical skill forensikrahmadhini ELKRI
 
Tatalaksana KtPA.pdf
Tatalaksana  KtPA.pdfTatalaksana  KtPA.pdf
Tatalaksana KtPA.pdfIndahMaulina2
 
Forensic odontologist
Forensic odontologist Forensic odontologist
Forensic odontologist Terminal Purba
 

Similar to ILMU KEDOKTERAN FORENSIK (20)

Peran dokter gigi dlm tindak pidana.pptt
Peran dokter gigi dlm tindak pidana.ppttPeran dokter gigi dlm tindak pidana.pptt
Peran dokter gigi dlm tindak pidana.pptt
 
Kp 3.1.43 psikiatri forensik
Kp 3.1.43 psikiatri forensikKp 3.1.43 psikiatri forensik
Kp 3.1.43 psikiatri forensik
 
Pengantar ilmu-kedokteran-forensik1
Pengantar ilmu-kedokteran-forensik1Pengantar ilmu-kedokteran-forensik1
Pengantar ilmu-kedokteran-forensik1
 
Peran dokter gigi dalam tindak pidana
Peran dokter gigi dalam tindak pidanaPeran dokter gigi dalam tindak pidana
Peran dokter gigi dalam tindak pidana
 
3.1.6.3 psikiatri forensik
3.1.6.3   psikiatri forensik3.1.6.3   psikiatri forensik
3.1.6.3 psikiatri forensik
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdfbuku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
 
Saksi Ahli Forensik Medikolegal
Saksi Ahli Forensik MedikolegalSaksi Ahli Forensik Medikolegal
Saksi Ahli Forensik Medikolegal
 
4 ilmu bantu hapid
4  ilmu bantu hapid4  ilmu bantu hapid
4 ilmu bantu hapid
 
4 tujuanorgterlibatdanilmupembantu
4 tujuanorgterlibatdanilmupembantu4 tujuanorgterlibatdanilmupembantu
4 tujuanorgterlibatdanilmupembantu
 
Pendampingan hukum
Pendampingan hukumPendampingan hukum
Pendampingan hukum
 
PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA.pptx
PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA.pptxPERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA.pptx
PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA.pptx
 
6. Kejahatan Terhadap Nyawa_compressed.pdf
6. Kejahatan Terhadap Nyawa_compressed.pdf6. Kejahatan Terhadap Nyawa_compressed.pdf
6. Kejahatan Terhadap Nyawa_compressed.pdf
 
Identifikasi tindak pidana kehutanan
Identifikasi tindak pidana kehutananIdentifikasi tindak pidana kehutanan
Identifikasi tindak pidana kehutanan
 
MAKALAH HUKUM KESEHATAN EUTHANASIA.pdf
MAKALAH HUKUM KESEHATAN EUTHANASIA.pdfMAKALAH HUKUM KESEHATAN EUTHANASIA.pdf
MAKALAH HUKUM KESEHATAN EUTHANASIA.pdf
 
Dasar hukum forensik
Dasar hukum forensikDasar hukum forensik
Dasar hukum forensik
 
Buku clinical skill forensik
Buku clinical skill forensikBuku clinical skill forensik
Buku clinical skill forensik
 
Tatalaksana KtPA.pdf
Tatalaksana  KtPA.pdfTatalaksana  KtPA.pdf
Tatalaksana KtPA.pdf
 
Forensic odontologist
Forensic odontologist Forensic odontologist
Forensic odontologist
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 

Recently uploaded

04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 

Recently uploaded (20)

04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

  • 2. THE POLICE POWER (KEKUASAAN KEPOLISIAN) The power of the state to protect the health, safety, morals and general welfare of its citizen • melindungi kesehatan • melindungi keamanan / keselamatan • melindungi moral • melindungi kesejahteraan umum TUGAS POLISI disini ialah melakukan: • tindakan preventif thd kejahatan yg belum terjadi • tindakan repressif thd kejahatan yg sudah terjadi, yaitu: Polisi perlu tahu ilmu forensik, atau minta bantuan ahli forensik. • penyelidikan; • penyidikan; dan • penyidikan tamb.
  • 3. DEFINISI Ilmu Kedokteran Forensik adalah: ilmu yang mempelajari penerapan ilmu kedokteran untuk kepentingan peradilan (medicine for the law). Sebutan lain: Forensic Medicine, Medical Jurisprudence, atau Medicina Forense. Forense berasal dari kata “forum”, yang artinya sidang pengadilan.
  • 4. ILMU KEDOKTERAN FORENSIK Ilmu Kedokteran Forensik merupakan disiplin me- dis, bukan disiplin hukum, namun aplikasinya untuk membantu proses peradilan agar suatu perkara bisa menjadi terang (medicine for the law). Hukum Kedokteran (Medical Law) merupakan disiplin hukum, yaitu bagian dari Hukum Kesehatan yang mengatur semua aspek yang berkaitan dengan profesi kedokteran (law regulating the practice of medicine). Hukum Kesehatan (Health Law) juga merupakan disiplin hukum, yaitu hukum yang mengatur semua aspek yang berkaitan dengan upaya kesehatan.
  • 5. UPAYA KESEHATAN Aspeknya t.a: Hukumnya disebut: o Kedokteran Medical Law o Keperawatan Nurse Law o Perumahsakitan Hospital Law o Lingkungan Hidup Environmental Health Law o Makanan & Obat Food and Drug Law o Kesehatan Jiwa Mental Health Law o Kesehatan Kerja Occupational Health Law o DLL
  • 6. FORENSIC SCIENCES (Ilmu-Ilmu Forensik), terdiri dari: • Ilmu Kimia Forensik • Ilmu Fisika Forensik • Ilmu Kedokteran Forensik • Ilmu Kedokteran Gigi Forensik • Ilmu Psikiatri Forensik • Daktiloskopi • Balistik • DLL Sering disebut the Mother of Forensic Sciences perlu dikuasai oleh penegak hukum bila tidak, maka penegak hukum perlu minta bantuan ahli yang menguasai ilmu forensik
  • 7. TUJUAN MEMPELAJARI ILMU KEDOKTERAN FORENSIK 1. Memahami betapa pentingnya peranan ilmu kedokteran dan Dr dalam membantu mengungkap perkara pidana. 2. Mengerti pada kasus yang bagaimana diperlukan bantuan ilmu kedokteran dan Dr. 3. Mengerti status Dr dalam proses peradilan pidana. 4. Mengerti tatalaksana meminta bantuan kepada Dr (dalam kapasitasnya sebagai AHLI). 5. Mengerti prinsip-prinsip pemeriksaan forensik. 6. Mampu memahami keterangan yang diberikan Dr. 7. Mengerti batas kemampuan Dr dalam membantu proses peradilan pidana.
  • 8. KEGUNAAN FORENSIC SCIENCES 1. Membantu menentukan apakah suatu peristiwa merupakan tindak pidana atau bukan. 2. Membantu mengungkap PROSES tindak pidana: a. kapan dilakukan? b. dimana dilakukan? c. dengan benda atau senjata apa dilakukan? d. bagaimana cara melakukan? e. apa akibatnya, yaitu : - luka ringan? - luka sedang? - luka berat? - meninggal dunia? 3. Membantu mengungkap IDENTITAS KORBAN. 4. Membantu mengungkap IDENTITAS PELAKU. Point 1) utk penyelidikan. Point 2), 3) dan 4) utk penyidikan.
  • 9. PENYELIDIKAN Adalah rangkaian tindakan menurut UU utk mengetahui apakah suatu peristiwa yang sedang diselidiki itu merupakan tindak pidana sehingga bisa dilakukan pemeriksaan (yaitu penyidikan). Tindakan penyelidikan terdiri atas: 1. Melakukan TKP; 2. Memeriksa saksi-saksi dan barang bukti; 3. Meminta bantuan para ahli, termasuk ahli- ahli forensik (mis: dokter forensik).
  • 10. PENYIDIKAN Adalah rangkaian tindakan menurut UU, untuk mengumpulkan bukti-bukti, supaya dengan bukti itu perkaranya menjadi terang dan pelakunya bisa ditangkap. Tindakan penyidikan terdiri atas: o mengumpulkan bukti-bukti. o memberdayakan ahli-ahli forensik yang dimiliki pihak kepolisian. o meminta bantuan ahli-ahli forensik yang tidak dimiliki pihak kepolisian (mis: dokter, termasuk dokter ahli forensik RS).
  • 11. BANTUAN DOKTER di TKP Bantuan yang dapat diberikan oleh dokter pada pemeriksaan di TKP adalah membantu: 1. Menentukan korban sudah mati atau belum. 2. Menentukan cara kematiannya (jika sudah mati), yaitu: o pembunuhan; o bunuh diri; atau o kecelakaan. 3. Mencari, menemukan dan menyelamatkan barang bukti untuk kepentingan: o penyelidikan itu sendiri; maupun o penyidikan, jika ternyata TINDAK PIDANA.
  • 12. CARA KEMATIAN A. Pembunuhan: o letak luka di sembarang tempat pada tubuh. o sering ada luka tangkis (defensive wounds). o pakaian di daerah luka ikut terkena senjata. B. Bunuh diri: o letak luka pada bagian tubuh yang mematikan dan dapat terjangkau tangan yang bunuh diri. o ditemukan luka percobaan (tentative wounds). o pakaian di daerah luka tidak ikut terkena senjata. C. Kecelakaan: o tidak menunjukkan ciri khas bunuh diri ataupun pembunuhan.
  • 13. LUKA TANGKIS Disebabkan oleh reflek ketika sadar mendapat serangan. Ciri-cirinya: o letak luka tangkis pada lengan bawah bagian luar atau tangan bagian luar (punggung tangan). o jumlah luka tangkis bisa banyak. o luka tersebut tidak mematikan. LUKA PERCOBAAN Disebabkan yang bersangkutan masih mencoba-coba. Ciri-cirinya: o letak luka di sekitar luka yang mematikan. o jumlahnya banyak (multipel). o kualitas luka dangkal. o luka percobaan tersebut tidak mematikan.
  • 14. IDENTIFIKASI KORBAN o Identifikasi Umum: - jenis kelamin. - umur. - tinggi badan. - golongan darah. - suku bangsa, dll. o Identifikasi Personal: - si Bambang atau bukan. - si Ahmad atau bukan. - si Fatimah atau bukan. Untuk identifikasi personal diperlukan DATA ante- mortum utk pembanding (sidik jari, gigi geligi, DNA).
  • 15. IDENTIFIKASI PELAKU Identifikasi pelaku dapat dilaksanakan dengan memeriksa bahan-bahan medis, misalnya: o Bercak darah pelaku yang tercecer. o Sel-sel dari jaringan tubuh pelaku yang berhasil dicakar oleh korban, misalnya: - sel kulit. - sel darah, dll. o Sperma pelaku. o Air liur pelaku. o Rambut pelaku (rambut kepala atau kemaluan). o Gigi pelaku yang tanggal. o Jejas gigitan pada korban akibat gigitan pelaku.
  • 16. BANTUAN DOKTER DALAM PROSES PERADILAN PIDANA 1. Memberikan keterangan tentang: a. Korban (korban hidup atau mati). b. Tersangka atau terdakwa, yaitu tentang: - umur yang sebenarnya (bila ada keraguan). - kemampuan bertanggung jawab. - kemampuan melakukan coitus. - pelaku infanticide (yang menyangkal tlh melahirkan). c. Barang bukti medis, misalnya: - darah, sperma, dll. 2. Memberikan penjelasan tentang: - pertanyaan hipotetis (hipothetical question). 3. Membantu pemeriksaan penyelidik di TKP.
  • 17. PROSEDUR MEMINTA BANTUAN DOKTER 1. Pejabat yang berhak minta bantuan: a. Penyelidik, pada tingkat Penyelidikan (POLRI, Provost, atau PM). b. Penyidik (pada tingkat Penyidikan dan Penyidikan Tambahan) yang dilaksanakan Penyidik POLRI, Provost atau Polisi Militer). c. Hakim ketua sidang pada tingkat Persidangan (yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Penuntut Umum). Terdakwa, pembela, korban atau keluarga korban tidak berhak minta bantuan forensik. Mereka hanya berhak melapor atau mengadu. 2. Cara mengajukan permintaan: a. Harus secara tertulis (kecuali untuk kepentingan TKP). b. Harus menyebutkan jenis pemeriksaan yang diminta. c. Surat permintaan diajukan secara langsung bersama-sama objek yang dimintakan untuk diperiksa. d. Penyidik wajib memberikan informasi yg cukup untuk memudahkan dokter dalam melakukan pemeriksaan. e. Jika korban tindak pidana masih hidup maka permintaan bantuan forensik harus segera diajukan kareana adanya rahasia kedokteran.
  • 18. CARA DOKTER MENYAMPAIKAN KETERANGANNYA 1. SECARA TERTULIS: Dalam bentuk Visum et Repertum. 2. SECARA LISAN: Dalam bentuk Keterangan Lisan, yg disampaikan secara langsung kepada penyidik, lalu dibuatkan berita acaranya dan ditandatangani oleh penyidik dan dokter. CATATAN: Sebaiknya Dr mengucap sumpah di depan penyidik, supaya keterangannya dapat diproses menjadi alat bukti untuk jaga- jaga jika Dr tidak bisa hadir di sidang karena alasan yang sah. Menolak mengucapkan sumpah di depan penyidik tidak dapat dikenai sandera di Rumah Tahanan Negara, tetapi menolak mengucapkan sumpah di sidang pengadilan Dr bisa disandera.
  • 19. SURAT KETERANGAN DOKTER Sebagai Profesional: o Surat Keterangan Kesehatan; o Surat Keterangan Lahir; o Surat Keterangan Sakit; o Surat Keterangan Hamil; o Surat Keterangan Kematian; o Surat Keterangan Medis (Resume Medis); (Terperiksa adalah PASIEN) Sebagai Ahli (Saksi Ahli): o Visum et Repertum (Keterangan Tertulis). (Terperiksa adalah KORBAN)
  • 20. SYARAT DOKTER MELAKUKAN TUGAS KEFORENSIKAN o Memahami maksud dan tujuan penegak hukum meminta bantuan (tiap kasus berbeda tujuannya). o Menguasai materi yg diperlukan (thanatologi, traumatologi, toksikologi, otopsi, tindak pidana seksual, dsbnya). o Mampu menerapkan ilmu dan ketrampilannya di bidang kedokteran untuk kepentingan peradilan. o Mampu melakukan pemeriksaan forensik. o Mengerti tatalaksana dalam memberikan bantuan. o Memahami syarat materiel dan syarat formiel agar keterangannya bisa menjadi alat bukti yang sah.
  • 21. TUGAS UTAMA DOKTER (DALAM KAPASITASNYA SEBAGAI AHLI) 1. Membuat terang perkara pidana; 2. Mengupayakan alat bukti guna pembuktian dimuka sidang, dalam bentuk: a. keterangan lisan; dan/atau b. keterangan tertulis (mis: V et R). Syarat agar menjadi alat bukti yang sah: 1. Materiel: factually correct; 2. Formiel : mengucapkan atau dg mengingat sumpah/janji.
  • 22. KEWAJIBAN DOKTER o Merupakan kewajiban yang melekat pada setiap diri dokter (kewajiban bersifat personal). o Dr boleh mengajukan hak undur diri jika punya alasan hukum yg sah, ttp keputusan oleh hakim. o Ada sanksi pidana bagi dokter yang tidak mau melaksanakan kewajiban, kecuali punya alasan hukum yang sah. Alasan Hukum yang Sah: o Ada hubungan darah yang dekat dgn terdakwa. o Menjadi suami / isteri atau mantan suami / isteri dari terdakwa. o Bersama-sama sebagai terdakwa.
  • 23. ISI KETERANGAN DOKTER SBG AHLI A. Keterangan Lisan, berisi: 1. Fakta: ditemukan sendiri/ bersama ahli lain. 2. Opini atas: - fakta dari pemeriksaan sendiri; dan - fakta dari pemeriksaan bersama ahli lain. 3. Jawaban lisan atas pertanyaan hipotetis. B. Keterangan Tertulis (V et R), berisi: 1. Fakta: ditemukan sendiri/ bersama ahli lain. 2. Opini atas: - fakta yang ditemukan sendiri. - fakta dari pemeriksaan bersama ahli lain.
  • 24. FUNGSI KETERANGAN DOKTER DI SIDANG PENGADILAN 1. Sebagai ALAT BUKTI katagori: a. Keterangan Ahli, bila diberikan secara lisan di sidang pengadilan dengan sumpah atau janji. b. Surat, bila diberikan secara tertulis dengan mengingat sumpah saat menerima jabatan (Visum et Repertum). 2. Sebagai Keterangan yang disamakan nilainya dengan alat bukti, bila diberikan didepan penyidik dgn sumpah atau janji tetapi kemudian keterangan tersebut dibacakan di sidang pengadilan karena Dr tidak dapat didatangkan karena alasan yang syah. 3. Sebagai Keterangan yg hanya Menguatkan Keyakinan Hakim, yaitu bila diberikan di sidang pengadilan setelah Dr selesai menjalani penyanderaan karena tanpa alasan sah menolak mengucapkan sumpah atau janji.
  • 25. A. B. KETERANGAN AHLI A. B. SURAT (V et R) KETERANGAN (YANG DISAMAKAN NILAINYA DENGAN ALAT BUKTI) KETERANGAN YANG HANYA DAPAT MENGUATKAN KEYAKINAN HAKIM Bila dalam suatu perkara hanya bisa diperoleh: - sebuah unsur pembentuk keyakinan; dan - sebuah unsur penguat keyakinan; maka seharusnya keyakinan hakim tidak boleh terbentuk. Bila minimal dua alat bukti yang sama-sama merupakan unsur pembentuk keyakinan, maka keyakinan hakim boleh terbentuk. UNSUR PEMBENTUK KEYAKINAN HAKIM UNSUR PENGUAT KEYAKINAN HAKIM
  • 26. Satu UNSUR PEMBENTUK KEYAKINAN + Satu UNSUR PEMBENTUK KEYAKINAN KEYAKINAN HAKIM (AINUL YAQIN) bila ditambah UNSUR YANG DAPAT MENGUATKAN KEYAKINAN HAKIM KEYAKINAN PLUS (HAQQUL YAQIN)
  • 27. KEWAJIBAN MENGUCAPKAN SUMPAH ATAU JANJI Bila diminta keterangannya maka Dr wajib mengucapkan sumpah atau janji. Jika dokter menolak mengucapkan sumpah atau janji tanpa alasan hukum yang sah maka Dr: o disandera di Rumah Tahanan Negara maksimal 14 hari bila penolakannya dilakukan di sidang pengadilan. o tidak boleh disandera di Rumah Tahanan Negara jika penolakannya dilakukan di depan penyidik. INGAT : Disandera = dirampas kemerdekaannya (sebagai upaya paksa) agar Dr bersedia mengucap sumpah atau janji. Ditahan = dirampas kemerdekaannya agar tidak mengulangi perbuatannya, tidak lari, atau menghilangkan barang bukti.
  • 28. BENTUK KETERANGAN Keterangan Dr yang diberikan kpd penegak hukum bisa berbentuk: 1. Keterangan Lisan, yang dapat diberikan: a. di depan Penyidik; atau b. di sidang Pengadilan. 2. Keterangan Tertulis (Visum et Repertum), yang dapat diserahkan: a. pada tingkat penyidikan, atau b. pada tingkat sidang pengadilan.
  • 29. VISUM ET REPERTUM Keterangan tertulis yang dibuat oleh Dr/Drg dalam kapasitasnya sebagai ahli atas permintaan tertulis dari penegak hukum yang berwenang tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada korban atau barang bukti medis yg diperiksanya dengan mengingat sumpah / janji ketika menerima jabatan sebagai Dr/Drg.
  • 30. VISUM ET REPERTUM 1. Dibuat oleh Dr yang punya kompe- tensi untuk itu; 2. Atas permintaan tertulis dari penegak hukum yang berwenang, yaitu: a. penyidik (Polri, Provost atau PM); b. hakim (yaitu hakim ketua sidang). 3. Digunakan sbg alat bukti di sidang; 4. Harus memenuhi syarat materiel dan syarat formiel sesuai KUHAP.
  • 31. SYARAT VISUM ET REPERTUM Syarat Materiel: o faktual (factually correct); dan o tidak bertentangan dgn ilmu kedokteran. Syarat Formiel: o dibuat dengan sumpah/ janji; atau o dibuat dengan mengingat sumpah/ janji ketika menerima jabatan sbg Dr. Syarat Pembuat: o dibuat oleh Dr yang memiliki kompetensi.
  • 32. STANDAR VISUM ET REPERTUM 1. Menggunakan bahasa yg mudah difahami oleh penegak hukum yang awam medis. 2. Materinya faktual, relevan dgn maksud dan tujuan dimintakannya Visum et Repertum. 3. Memenuhi syarat formiel, yaitu dibuat dengan mengucapkan sumpah atau janji sebelum memeriksa atau dibuat dgn mengi- ngat sumpah/ janji ketika menerima jabatan. 4. Dibuat oleh Dr yang memiliki kompetensi.
  • 33. VR PSIKIATRIK o Menderita sakit jiwa atau tidak? o Jika ya, apa jenis penyakit jiwa tersebut? o Apa dengan jenis penyakit jiwa tersebut ybs masih mampu bertanggungjawab atau tidak terhadap perbuatan yang dilakukan? VR KORBAN HIDUP o Ada luka-luka atau tidak? o Jika ada maka: 1. Apa jenis lukanya? 2. Apa jenis benda penyebab luka? 3. Derajat luka (ringan, sedang, berat)?
  • 34. VR KORBAN MATI o Ada luka-luka atau tidak? o Jika ada maka: 1. Apa jenis lukanya? 2. Apa jenis benda penyebab luka? 3. Apa penyebab kematian korban? 4. Apakah penyebab kematian korban berhubungan dengan luka-lukanya? VR TINDAK PIDANA SEKSUAL o Ada tanda-tanda kekerasan atau tidak? o Ada tanda-tanda persetubuhan atau tidak?
  • 35. VR KORBAN BAYI MATI o Bayi viabel atau tidak? o Bayi lahir hidup atau lahir mati? o Apa penyebab kematiannya? o Berapa lama bayi sempat hidup diluar kandungan ibunya? Syarat viabel: - telah dikandung 7 bulan atau lebih. - tidak ada cacat besar (anencephali). Syarat lahir hidup: - alat pernafasan ada tanda-tanda pernah berfungsi. - ada reaksi jaringan pd potongan tali pusat. - ditemukan udara pada lambung.
  • 36. PERMINTAAN VR YANG TERLAMBAT PADA KORBAN HIDUP Maka korban hidup tsb: a. harus dihadirkan kembali untuk diperiksa (sebab informasi medis sebelum diterimanya surat permintaan VR harus diperlakukan sebagai rahasia, dan hanya bisa dibuka didepan hakim di sidang pengadilan); atau b. dengan izin tertulis dari pasien ybs dapat dibuatkan Keterangan Dokter, yang berisi semua fakta sebelum diterimanya SPVR).
  • 37. PERMINTAAN TERLAMBAT MULAI DIRAWAT SURAT PERMINTAAN DI RUMAH SAKIT DITERIMA RUMAH SAKIT RAHASIA KEDOKTERAN BUKAN RAHASIA KEDOKTERAN STATUS sbg PASIEN Dokter, sbg profesional KARENA RAHASIA, TIDAK BISA DIUNGKAP DALAM VISUM TETAPI BISA DIUNGKAP DALAM KETERANGAN MEDIS ASAL ADA IZIN TERTULIS DARI PASIEN STATUS berubah menjadi KORBAN (BARANG BUKTI) Dokter, sbg ahli (saksi ahli) BOLEH DIUNGKAP DALAM VISUM et REPERTUM, MESKI TANPA IZIN TERTULIS DARI PIHAK KORBAN
  • 38. OTOPSI PENGERTIAN OTOPSI: Dari kata “auto” (sendiri) dan “opsis” (melihat). Makna sesungguhnya adalah pemeriksaan atas jenazah, meliputi bagian luar & dalam, oleh tenaga kesehatan yang berwenang dengan menggunakan cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan hukum. JENIS OTOPSI: 1. Otopsi Anatomik: untuk pendidikan kesehatan. 2. Otopsi Klinik: untuk penyelidikan suatu penyakit. 3. Otopsi Forensik: untuk tujuan penegakan hukum.
  • 39. PEMINTA OTOPSI: Penyidik (untuk polisi minimal AIPDA dan untuk polisi militer minimal PELDA). KEWAJIBAN BAGI PEMINTA OTOPSI: Memberitahu keluarga korban tentang maksud dan tujuan dimintakannya OTOPSI. Jadi bukan minta izin dari keluarga korban !!! TEMPAT DIMINTAKANNYA OTOPSI: 1. Rumah Sakit Pemerintah. 2. Rumah Sakit Militer atau Ruman Sakit Kepolisian. 3. Rumah Sakit Swasta. 4. Puskesmas.
  • 40. KEDUDUKAN KELUARGA KORBAN o Memiliki hak untuk diberitahu oleh penyidik. o Tidak memiliki hak untuk menolak otopsi. o Jika keluarga berkeberatan: penyidik wajib menjelaskan sekali lagi tentang pentingnya otopsi serta sanksinya bagi siapa saja yang menghalang-halangi otopsi (Psl 222 KUHP). o Jika tetap berkeberatan: otopsi paksa dilaksanakan sesudah 2 hari. o Jika keluarga tidak ditemukan, otopsi dilakukan setelah 2 hari. o Jika Dr menolak, dikenai sanksi Psl 224 KUHP.
  • 41. PELAKSANAAN OTOPSI PRINSIP OTOPSI: Perlu dilaksanakan sesegera mungkin guna menghindari hilangnya data-data medik akibat proses pembusukan. TEKNIS PELAKSANAAN OTOPSI: o Menunggu klarifikasi keluarga paling lama 2 hari. o Jika keluarga keberatan maka dokter (mewakili penyidik) menjelaskan pentingnya otopsi. o Jika tetap berkeberatan atau keluarga tidak ditemukan, maka dapat melakukan otopsi sesudah 2 hari. o Hendaknya penyidik hadir ditempat otopsi agar dapat saling bertukar informasi guna memperlancar proses otopsi dan penyidikan, serta untuk menciptakan rasa aman bagi dokter yang melakukan otopsi.
  • 42. SARANA OTOPSI SARANA TEMPAT: o Kamar otopsi khusus. o Kamar jenazah, gudang atau halaman bisa disulap menjadi tempat otopsi apabila kamar otopsi khusus tidak tersedia. SARANA ALAT: o Pisau (bisa scalpel atau pisau dapur). o Gergaji listrik (bisa gergaji besi). o Benang yang dan jarum yang besar. o Alat ukur (penggaris dan timbangan). o Air yang cukup. SARANA PENUNJANG: o Toksikologi, histopatologi, laboratorium, dll. Bila tidak tersedia maka Dr wajib memberitahu penyidik agar dapat diminta ke tempat lain.
  • 43. LANGKAH-LANGKAH OTOPSI PEMERIKSAAN LUAR: Memeriksa seluruh bagian luar dari tubuh jenazah, mulai dari ujung rambut sampai ujung jari kaki. PEMERIKSAAN DALAM, dengan cara : a. melakukan insisi (pengirisan) untuk membuka rongga kepala, leher, dada, perut dan panggul. b. mengeluarkan seluruh organ dalam tubuh. c. memeriksa seluruh organ dalam tubuh satu-persatu. d. mengembalikan seluruh organ dalam ke tempat semula. e. menutup dan menjahit. PEMERIKSAAN PENUNJANG, antara lain : a. melakukan pemeriksaan histopatologik. b. melakukan pemeriksaan toksikologik. c. melakukan pemeriksaan penunjang lainnya. Jika tidak mampu dilakukan, informasikan kepada penyidik.
  • 44. KEWAJIBAN BAGI PEMINTA OTOPSI Mengajukan permintaan otopsi secara TERTULIS. Mencari dan menghubungi keluarga korban utk memberitahu rencana penyidik meminta otopsi. Menjelaskan sekali lagi kepada keluarga yang berkeberatan Dengan rencana otopsi, termasuk menjelaskan adanya sanksi pidana bagi siapa saja yang menghalangi-halangi otopsi. Hadir pada saat otopsi untuk memberikan tambahan informasi kepada Dr atau untuk menerima informasi penting dari Dr dan memberi rasa aman. Menyita barangbukti (mis: anak peluru) dari otopsi. Menerima jaringan utk pemeriksaan penunjang di tempat lain. Menjelaskan tentang sanksi pidana bagi Dr yang tanpa alasan hukum menolak melakukan otopsi (Pasal 224 KUHP).
  • 45. OTOPSI JENAZAH YANG SUDAH DIKUBUR Meskipun jenazah sudah dikubur lama maka otopsi jenazah tersebut tetap perlu karena: a. bekas kekerasan pada jaringan lunak mungkin masih bisa dapat dikenali. b. bekas kekerasan pada tengkorak, tulang dan gigi akan dapat dikenali meskipun sudah lama terkubur. c. racun-racun masih dapat ditemukan pada jaringan lunak, tulang, kuku, rambut, kafan, peti dan tanah. Sebelum otopsi harus dilakukan pembongkaran lebih dahulu. Faktor musim (misalnya penghujan) bisa dijadikan salah satu pertimbangan untuk menunda pembongkaran. Demi efisiensi maka otopsi dapat dilaksanakan di tempat pembongkaran jenazah.
  • 46. VISUM et REPERTUM PENDAHULUAN: o Identitas peminta visum et repertum. o Identitas dokter yang melakukan pemeriksaan. o Identitas korban yang diperiksa. o Alasan dimintakan visum et repertum. o Kapan dilakukan pemeriksaan. o Tempat dilakukan pemeriksaan. HASIL PEMERIKSAAN: o Fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter. o Fakta dari hasil pemeriksaan bersama dokter lain. KESIMPULAN: o Interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari fakta-fakta di atas, dikaitkan dengan maksud dimintakannya V et R. (Kesimpulan bukan ringkasan atau mengulang-ulang fakta) PENUTUP: o Pernyataan bahwa keterangan tertulis ini dibuat dengan mengingat sumpah / janji ketika menerima jabatan atau dengan mengucapkan sumpah / janji sebelum melakukan pemeriksaan. o Tanda tangan dokter pemeriksa dan pembuat visum et repertum.
  • 47. VISUM et REPERTUM ORANG HIDUP PENDAHULUAN : o o HASIL PEMERIKSAAN : o fakta dari pemeriksaan pertama kali datang. o fakta dari pemeriksaan selama dalam perawatan. o fakta dari pemeriksaan terakhir. KESIMPULAN : o jenis luka. o jenis benda penyebab luka. o derajat luka. PENUTUP : o Demikianlah keterangan ini dibuat dgn mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan sebagai dokter.
  • 48. Luka Berat: o tidak dapat diharapkan sembuh dgn sempurna. o luka yang dapat mendatangkan bahaya maut. o luka yang menimbulkan rintangan tetap dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencarian. o berakibat kehilangan salah satu dari pancaindera. o luka yang menimbulkan cacat besar atau kudung. o luka yang mengakibatkan lumpuh. o luka yang menimbulkan gangguan daya pikir 4 minggu atau lebih. o berakibat keguguran/ kematian janin dalam rahim.
  • 49. Luka Sedang: luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan djm menjalankan pekerjaan jabatan atau pekerjaan matapencarian untuk sementara waktu. Luka Ringan: luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dlm menjalankan pekerjaan jabatan atau mata-pencarian.