Teks tersebut membahas pentingnya pendampingan hukum bagi tersangka atau terdakwa dalam proses penanganan perkara pidana untuk menjamin hak mereka dihadapan hukum."
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
Pendampingan hukum
1. PENTINGNYA PENDAMPINGAN HUKUM UNTUK MENJAMIN HAK
INDIVIDU DALAM PROSES PENANGANAN PERKARA PIDANA
Oleh :
1. Rama Syah Jayabaya C100120124
2. R Zaki Alvissyahri C100150066
3. Tiar Rouldiaz Farrosy C100160009
4. Ravi Richardo C100160030
5. Ria Tri Ayu Dini N C100160111
6. Ravika Nursita Dewi C100160116
7. Rizki Kartika Sari C100160121
8. Rizqi Khumairoh C100160239
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
2. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum, maksud dari negara hukum ialah
bahwa tidak ada satu pun yang berada di atas hukumdan hukumlah yang
berkuasa. Negara dan lembaga-lembaga lain dalam bertindak apapun harus
dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.
Negara menjamin hak semua orang, baik dari golongan mampu maupun
tidak mampu, untuk diperlakukan sama di hadapan hukum. Persamaan di
hadapan hukum tersebut mengimplikasikan satu bentuk persamaan
perlakuan, yaitu pemberian bantuan hukum.
Perlindungan hak asasi manusia (HAM) adalah salah satu pilar
utama dari Negara Demokrasi, selain supremasi hukum yang dicerminkan
dengan prinsip the Rule of Law. Sebagai suatu Negara demokrasi yang
berdasarkan atas hukum (rechtstaat), sudah selayaknya Indonesia
mengatur perlindungan hak asasi manusia (HAM) ke dalam konstitusinya.
Perlindungan hak asasi manusia (HAM) diberikan kepada semua orang,
termasuk juga orang yang diduga dan atau telah terbukti melakukan
Tindak Pidana. Terhadap orang yang diduga melakukan suatu Tindak
Pidana (sebagai tersangka atau terdakwa) seharusnya diberikan atau
perhatian atas hak-haknya sebagai manusia, sebab dengan menyandang
setatus sebagai tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana, dia akan
3. dikenakan beberapa tindakan tertentu yang mengurangi hak-hak asasinya
tersebut.1
Sebagaimana yang sudah tertulis dalam pasal 54 KUHAP yaitu
“guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat
bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam
waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang
ditentukan dalam undang-undang ini.” Khusus bagi tersangka/terdakwa
yang melakukan tindak pidana yang diancam hukuman mati atau pidana
penjara 15 tahun atau lebih, atau bagi tersangka/terdakwa yang diancam
pidana penjara 5 tahun atau lebih tapi tidak mampu mempunyai penasihat
hukum sendiri, maka pejabat yang bersangkutan wajib menunjuk
penasihat hukum bagi mereka sebagaimana diatur dalam Pasal 114 jo.
Pasal 56 ayat (1) KUHP yang selengkapnya berbunyi:
Pasal 114 KUHAP
“Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana
sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib
memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan
hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh
penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.”
Pasal 56 ayat (1) KUHAP
“Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau
1 Khaira Ummah, “Pendampingan Penasehat Hukum Terhadap Tersangka Dan Terdakwa Dalam
Perkara Korupsi”, Jurnal Hukum, Vol. 13 No.1, 2018,Hal.297-310
4. ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak
mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak
mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada
semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk
penasihat hukum bagi mereka.”
Pada kenyataannya tidak semua masyarakat yang memiliki
masalah dengan hukum mengerti akan hukum, akan tetapi di anggap
mengerti dan mengetahui hukum. Dalam menghadapi sangkaan
pelanggaran hukum pidana, tersangka atau terdakwa harus menghadapi
penegak hukum mulai dari penyidik, penuntut sampai dengan hakim
dimuka pengadilan. Dengan secara terpaksa tersangka atau terdakwa harus
menghadapinya secara sendirian, dengan membawa pasal-pasal, Undang-
Undang, kaedah-kaedah hukum dan sebagainya yang sering tidak
dipahami oleh tersangka atau terdakwa karena dianggap telah mengerti
hukum. Pembela dan pengetahuan dan pengalaman hukumnya
mendampingi tersangka atau terdakwa dalam memperoleh putusan yang
adil.2
Oleh karena itu dibutuhkan bantuan hukum dari para penasihat
hukum atau advokat untuk memberikan layanan dalam bentuk konsultasi
dan pendampingan hukum. Di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang
No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat dijelaskan bahwa “advokat adalah
orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar
2 Erni Widhayanti, 1998, ”Hak – Hak Tersangka/ Terdakwa Di Dalam KUHAP”, Yogyakarta:
Liberty, hal.22
5. pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-
Undang ini.”. Pada prinsipnya seorang tersangka atau terdakwa diberi
kebebasan untuk memilih sendiri penasehat hukumnya atau diberi
kebebasan apakah ia akan didampingi penasehat hukum atau tidak. Pada
dasarnya kedudukan advokat sejajar dengan penegak hukum seperti
Hakim, Jaksa, dan Kepolisian. Dengan demikian advokat juga berperan
penting dalam penegekan dan perlindungan hukum bagi masyarakat.
Dalam proses perkara pidana pada dasarnya ada tiga instasi
penegak hukum yang berwenang dalam menyelesaikan perkara pidana
antara lain Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku penyidik, Jaksa
selaku penuntut umum dan Hakim yang memaksa dan memutuskan
hukumannya. Guna pembelaan kepentingan diri, tersangka atau terdakwa
berhak mendapatkan bantuan hukum dan pendampingan oleh seseorang
atau beberapa orang penasihat hukum pada setiap tingkat pemeriksaan,
dan Dalam setiap waktu yang diperlukan.(1) Berhak secara bebas memilih
penasihat hukum.(2) Dalam tindak pidana tertentu, hak mendapatkan
bantuan hukum berubah sifatnya menjadi wajib.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan mengenai Apa pentingnya pendampingan
hukum dalam penanganan perkara pidana kepada tersangka atau
terdakwa?
C. Tujuan
6. Terdapat beberapa tujuan dari penulisan yang menyangkut
pentingnya pendampingan hukum dalam penanganan perkara pidana
kepada tersangka atau terdakwa, antara lain :
1. Untuk memberikan sosialisasi atau pendalaman lebih mengenai
pentingnya pendampingan hukum kepada tersangka atau terdakwa
selama proses penanganan perkara pidana berlangsung.
2. Untuk memberikan perhatian khusus terhadap hak tersangka atau
terdakwa untuk mendapat pendampingan oleh penasehat hukum dari
mulai proses penyidikan hingga persidangan.
D. Manfaat
Terdapat beberapa manfaat dari penulisan yang menyangkut
pentingnya pendampingan hukum dalam penanganan perkara pidana
kepada tersangka atau terdakwa, antara lain :
1. Sebagai sarana sosialisasi dalam memahami pentingnya pendampingan
hukum kepada tersangka atau terdakwa selama proses penanganan
perkara pidana berlangsung.
2. Terciptanya suatu perhatian khusus terhadap hak tersangka atau
terdakwa untuk mendapat pendampingan oleh penasehat hukum dari
mulai proses penyidikan hingga persidangan
E. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Pendekatan
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah yuridis empiris yang
dengan kata lain adalah jenis penelitian hukum sosiologis dan
7. dapat disebut pula dengan penelitian lapangan, yaitu mengkaji
ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam
kenyataannya di masyarakat. Atau dengan kata lain yaitu suatu
penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau
keadaan nyata yang terjadi di masyarakat dengan maksud untuk
mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan,
setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju kepada
identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian
masalah.3
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis sosiologis
adalah Mengidentifikasi dan mengkonsepsikan hukum sebagai
institusi sosial yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan
yang nyata”. Pendekatan yuridis sosiologis adalah menekankan
penelitian yang bertujuan memperoleh pengetahuan hukum secara
empiris dengan jalan terjun langsung ke obyeknya
2. Sumber Data Penelitian
Sumber data yang digunakan di dalam penelitian ini diambil dari
data primer dan data sekunder.
3 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta, Sinar Grafika, 2002) hlm 15-16
8. 1) Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
sumber pertama yang terkait dengan permasalahan yang akan
dibahas.4
Sumber data diperoleh dari lapangan secara langsung dengan
melihat langsung proses beracara persidangan di Peradilan Negeri
Karanganyar.
2) Data sekunder adalah data-data yang diperoleh dari buku-buku
sebagai data pelengkap sumber data primer. Sumber data sekunder
penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dengan melakukan
kajian pustaka seperti buku-buku ilmiah, hasil penelitian dan
sebagainya.5
Data sekunder mencakup dokumen-dokumen, buku, hasil
penelitian yang berwujud berkas persidangan maupulaporan dan
seterusnya.
3. Instrumen Pengumpul Data
Instrumen pengumpul data terbagi menjadi dua, yakni untuk data
primer menggunakan wawancara. Wawancara ini dilakukan secara
langsung dengan Bapak Zaenal Mustofa S.Pd., S.H., M.H. selaku
Kuasa Hukum yang mendampingi selama proses beracara
persidangan di Pengadilan Negeri Karanganyar. Adapun untuk data
sekunder menggunakan identifikasi isi dengan metode kepustakaan
4 Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada:2006) hlm
30
5 Marzuki,Metodologi Riset (Yogyakarta: PT Hanindita Offset, 1983) hlm 56
9. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Pendampingan Hukum
1. Pengertian Pendampingan Hukum
Perolehan pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum
(access to legal counsel) adalah hak asasi manusia setiap orang dan
merupakan salah satu unsur untuk memperoleh keadilan bagi semua orang.
Tidak ada seorangpun dalam Negara hukum yang boleh diabaikan haknya
untuk memperoleh pembelaan umum dengan tidak memerhatikan latar
belakangnya, seperti latar belakang agama, keturunan, ras, etnis,
keyakinan politik, strata sosio-ekonomi, warna kulit, dan gender.
Menurut pasal 54 KUHAP, menyebutkan bahwa “Guna
kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat
bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam
waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang
ditrentukan dalam Undang-Undang”
Berdasarkan uraian diatas maka pendampingan hukum atau biasa
yang disebut sebagai bantuan hukum adalah suatu pemberian bantuan
dalam bentuk hukum, kepada terangka atau terdakwa oleh seorang atau
lebih ahli hokum, guna memperlancar penyeleaian perkara.
Bantuan hukum merupakan asas yang sangat penting, sebab
seseorang yang terkena atau tersangkut perkara mempunyai hak untuk
memperoleh bantuan hukum, guna memberikan perlindungan sewajarnya
10. kepadanya, dan juga pentingnya bantuan hukum ini untuk menjamin
perlakuan yang sesuai dengan martabatnya sebagai manusia, maupun demi
dilaksanakannya hukum sebagaimana mestinya.6
Berdasarkan pendapat Jaksa Agung Republik Indonesia bahwa
bantuan hukum adalah pembelaan yang diperoleh seseorang terdakwa dari
seorang penasihat hukum, sewaktu perkaranya diperiksa dalam
pemeriksaan pendahuluan atau dalam proses pemeriksaan perkaranya di
muka pengadilan.7
Sedangkan Adnan Buyung Nasution bantuan hukum adalah Legal
Aid, yang berarti pemberian jasa dibidang hukum kepada seseorang yan
terlibat dalam suatu kasus atau perkara :
1) Pemberian jasa bentuan hukum dilakukan dengan Cuma-Cuma
2) Bantuan jasa hukum dalam legal aid lebih dikhususkan bagi yang
tidak mampu dalam lapisan masyarakat miskin
3) Dengan demikian motifasi utama konsep legal aid adalah menegakkan
hukum dengan jalan membela kepentingan hak assasi rakyat kecil
yang tak punya dan buta hokum
Tidak adanya definisi yang jelas mengenai bantuan hokum,
membuat kalangan profesi hokum mencoba membuat dasar dari pengertian
bantuan hokum. Pada tahun 1976, Simposium Badan Kontak Profesi
Hukum Lampung merumuskan pengertian bantuan hokum sebagi
6 Andi Sofyan & Asis, 2014, Hukum Acara Pidana, Jakarta : Prenadamedia Group, hlm 111
7 Muclisin Riadi, 2016, Pengertian dan Sejarah Bantuan Hukum,
https://www.kajianpustaka.com/2016/04/pengertian-dan-sejarah-bantuan-hukum.html, diakses
pada Senin, 23 Desember 2019 pukul 22:57 WIB
11. pemberian bantuan hokum kepada seorang pencari keadilan yang tidak
mampu yang sedang menghadapi kesilutan dibidang hokum diluar maupun
dimuka pengadilan tanpa imbalan jasa.
2. Fungsi dan Tujuan dari Pendampingan Hukum (Pemberian Bantuan
Hukum)
Arti dan tujuan program bantuan hukum di Indonesia adalah
sebagimana tercantum dalam anggaran dasar Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) karena Lembaga Bantuan Hukum (LBH) mempunyai tujuan dan
ruang lingkup kegiatan yang lebih luas dan lebih jelas arahannya sebagai
berikut :
a. Memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang
membutuhkannya;
b. Membidik masyarakat dengan tujuan membutuhkan dan membina
kesadaran akan hak-hak sebagai subjek hukum;
c. Mengadakan pembaharuan hukum dan perbaikan pelaksanaan hukum
disegala bidang.
Melihat tujuan dari suatu bantuan hukum sebagaimana yang
terdapat dalam Anggaran Desar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) tersebut
diketahui bahwa tujuan dari bantuan hukum tidak lagi didasarkan semata-
mata pada perasaan amal dan perikemanusiaan untuk memberikan
pelayanan hukum. Sebaliknya pengertian lebih luas, yaitu meningkatkan
kesadaran hukum daripada masyarakat sehingga mereka akan menyadari
12. hak-hak mereka sebagai manusia dan warga negara Indonesia. Bantuan
hukum juga berarti berusaha melaksanakan perbaikan-perbaikan hukum
agar hukum dapat memenuhi kebutuhan rakyat dan mengikuti perubahan
keadaan meskipun motivasi atau rasional daripada pemberian bantuan
hukum kepada masyarakat tidak mampu berbeda-beda dari zaman ke
zaman, namun ada satu hal yang kiranya tidak berubah sehingga
menrupakan satu tujuan yang sama, yaitu dasar kemanusiaan (humanity)
Bantuan hukum lebih bertujuan pada kegiatan pendampingan
terhadap masyarakat dalam menyelesaikan masalahnya melalui proses
hokum sehingga proses tersebut berjalan sebagaimana mestinya tanpa ada
diskriminasi hokum terhadap mereka. Dalam melindungi kepentingan atau
hak seseorang yang sedang berperkara maka seseorang tersebut
membutuhkan seorang advokat, karena sebagian besar masyarakat
merupakan komunitas yang awam atau buta hokum, oleh sebab itu peran
seorang advokat dalam memberikan sebuah pendampingan hokum
sangatlah penting.
3. Tata Cara atau Prosedur Pemberian Bantuan Hukum
Dalam pemberian bantuan hokum adalah merupakan hak-hak
tersangka/terdakwa untuk memperoleh bantuan hokum, sebagaimana di
dalam KUHAP dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
kekuasaan kehakiman, sebagai berikut:
13. a. Menurut pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 bahwa “setiap
orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hokum”
b. Menurut pasal 38 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, bahwa
“dalam perkara pidana seorang tersangka sejak saat dilakukan
penangkapan dan/atau penahanan berhak menghubungi dan meminta
bantuan advokat”
c. Menurut pasal 38 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, bahwa “
dalam memberi bantuan hokum sebagaimana dimaksud dalam pasal 37,
advokat wajib membantu penyelesaian perkara dengan menjunjung
tinggi hokum dan keadilan
d. Menurut pasal 56 KUHAP, bahwa apabila tersangka atau terdakwa
dalam hal ini telah dipersangkakan atau didakwaka melakukan tindak
pidana, yaitu:
1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau
ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang
tidak mampu yang diancam dengan pidana lima belas tahun atau
lebih yang tidak mempunyai penasihat hokum sendiri, pejabat yang
bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses
peradilan wajib menunjuk penasihat hokum bagi mereka
2) Setiap penasihat hokum yang ditunjuk untuk bertindak sebagimana
dimaksud dalam ayat (1) , memberikan bantuan hukumnya dengan
Cuma-Cuma
14. Berdasarkan uraian diatas, maka tersangka atau terdakwa berhak
untuk didampingi seorang penasihat hokum/advokat, namun dalam hal ini
apabila tersangka/terdakwa tidak mampu membiayai jasa atau pembayaran
honorarium atas pemberian bantuan hokum kepada penasihat
hokum/advokat tersebut, maka pengadilan segera menunjuk dan meminta
kepada tersangka/terdakwa untuk mendapatkan surat keterangan miskin
atau kurang mampu dari kepala desa dan diketahui oleh camat.
Untuk pemberian bantuan hukum, ketua majelis hakim segera
berkonsultasi dengan ketua pengadilan negeri, kemudian ketua majelis
hakim menunjuk seorang atau lebih pemberi bantuan hokum. Penunjukan
ini ditetapkan sengan surat penetapan ketua majelis hakim, yang mengadili
perkara tersebut. Pemberi bantuan hokum yang ditunjuk untuk
mendampingi tersangka/terdakwa harus dikenal dan mempunyai nama
baik, yang dapat memberikan bantuan hokum atau jassa-jasanya secara
Cuma-Cuma (prodeo). Jasa yang dapat diberikan dalam pemberian
bantuan hokum ini kepada pemberi bantuan hokum hanya sekedar
memperoleh imbalan jasa untuk penggantian ongkos jalan, biaya
administrasi, dan lain sejenisnya. Apabila tidak ada, dapat ditunjuk
pemberi bantuan hokum yang berdomilisi dalam daerah hokum pengadilan
yang terdekat atau dalam wilayah hokum pengadilan tinggi yang
bersangkutan.8
8 Andi Sofyan & Asis, 2014, Hukum Acara Pidana, Jakarta : Prenadamedia Group, hlm 117
15. B. Tinjauan Umum Tentang Proses Penanganan Perkara Pidana
1. Pengertian Penanganan Perkara Pidana
Penanganan penanganan perkara pidana merupakan proses
penengakan hokum pidana materiil yang dapat juga disebut sebagai hokum
pidana formil. Hukum Pidana Formil adalah hukum pidana yang
mengatur kewenangan Negara (melalui aparat penegak hukum)
melaksanakan haknya untuk menjatuhkan pidana. Yang didalamnya
berisi KUHAP, dan aturan-aturan lainnya. KUHAP berisi tata cara atau
proses terhadap seseorang yang melanggar hukum pidana. KUHAP
diundangkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Hukum Acara Pidana yang terdiri atas 22 bab dan 286 pasal.
Hukum Acara Pidana memuat kaidah-kaidah yang mengatur tentang
penerapan atau tata cara antara lain penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
pemeriksaan di depan persidangan, pengambilan keputusan oleh
pengadilan, upaya hukum, dan pelaksanaan penetapan atau putusan
pengadilan maka pengertian Hukum Acara Pidana dapat dirumuskan
sebagai hukum yang mengatur tentang kaidah dalam beracara di seluruh
proses peradilan pidana, sejak tingkat penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, pemeriksaan di depan persidangan, pengambilan keputusan
oleh pengadilan, upaya hukum dan pelaksanaan penetapan atau putusan
pengadilan di dalam upaya mencari dan menemukan kebenaran materiil.9
9 Prof. Dr. Eddy O.S. Hiariej, S.H., M.Hum, Pengantar Hukum Acara Pidana, online,
http://repository.ut.ac.id/4124/1/HKUM4406-M1.pdf, diakses pada 2 Januari 2019 pukul 20.15
WIB
16. 2. Proses Penanganan Perkara Pidana di Indonesia
a. Tahap Pendahuluan
Tahap pendahuluan terdiri dari tahap penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pembuatan surat dakwaan, serta pra
peradilan. Lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:
1) Tahap Penyelidikan oleh Penyelidik
Pasal 1 Ayat (5) KUHAP merumuskan bahwa yang dimaksud
penyelidikan adalah “serangkaian tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.
Secara umum dapat dirumuskan bahwa penyelidik adalah orang
yang melakukan penyelidikan, atau dengan kata lain penyelidik
adalah orang yang menyelidiki sesuatu peristiwa guna
mendapat kejelasan tentang peristiwa atau kejadian itu.10 Dalam
Pasal 1 Ayat (4) KUHAP dirumuskan bahwa penyelidik adalah
pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.
Pasal 4 KUHAP menentukan bahwa setiap pejabat polisi negara
Republik Indonesia adalah penyelidik.
2) Tahap penyidikan oleh Penyidik
10 Harun M. Husain, Penyidikan dan Penuntutan dalamProses Pidana, Rineka Cipta, Jakarta,
1991, hlm 54
17. Pasal 1 Ayat (1) KUHAP merumuskan bahwa yang dimaksud
dengan penyidik adalah pejabat polisi negara atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang untuk melakukan peyidikan. Pengertian penyidikan
menurut Pasal 1 Ayat (2) KUHAP adalah serangkaian tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
3) Tahap Penuntutan oleh Penuntut Umum
Pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan, penyerahan hasil
penyidikan kepada penuntut umum ketika hasil penyidikan dari
penyidik belum dapat meyakinkan penuntut umum, maka berkas
perkara akan dikembalikan tanpa perhitungan sudah berapa
kali berkas perkara tersebut mengalami bolak-balik.11
Pengembalian berkas perkara dari kejaksaan kepada penyidik untuk
dilengkapi, disertai petunjuk-petunjuk dari penuntut umum
merupakan pra penuntutan sebagaimaan dimaksud oleh Pasal 14
huruf (b) KUHAP. Pasal ini dapat disimpulkan bahwa pra
penuntutan terletak antara dimulainya penuntutan dalam arti
sempit (perkara dikirim ke Pengadilan) dan peyidikan yang
dilakukan oleh penyidik. Jadi, yang dimaksud dengan istilah
11 Leden Marpaung, Proses penanganan Perkara Pidana Bagian Kedua, Sinar Grafika, Jakarta,
1992, hlm. 284
18. prapenuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk memberi
petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan oleh penyidik.12
Dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik
menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti
kepada penuntut umum.
Setelah berkas perkara diterima oleh Kejaksaan dari penyidik,
segera menentukan apakah berkas perkara telah memenuhi
persyaratan untuk dapat atau tidak, dilimpahkan ke Pengadilan
(Pasal 139 KUHAP). Dalam hal Jaksa (Jaksa peneliti) berpendapat
bahwa tidak cukup alasan untuk diajukan ke Pengadilan Negeri
(karena perbuatan tersebut tidak dapat dihukum atau bukan
suatu tindak pidana atau si tersangka tidak dapat dihukum atau hak
menuntut telah hilang) maka ia melaporkan hal tersebut kepada
Kepala Kejaksaan Negeri. Dalam hal jaksa (penuntut umum)
setelah menerima berkas perkara dari penyidik dan berpendapat
telah memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke Pengadilan
Negeri, maka ia akan membuat dan merumuskan perbuatan
yang didakwakan dalam surat dakwaan.
Pasal 1 butir (7) KUHAP merumuskan bahwa penuntutan adalah
tindakan penuntut umum untuk melimpahkan berkas perkara
pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undangundang ini dengan
12 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 153-154
19. permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang
pengadilan.
b. Tahap Penentuan
Apabila pengadilan negeri berpendapat bahwa surat pelimpahan
perkara termasuk wewenangnya maka Ketua Pengadilan Negeri
menunjuk Hakim yang akan menyidangkan. Hakim yang ditunjuk
untuk menyidangkan menerbitkan Surat Penetapan yang isinya
menetapkan hari sidang, memerintahkan Penuntut Umum untuk
memanggil terdakwa dan saksi-saksi datang di sidang Pengadilan
(Pasal 152 KUHAP). Didalam KUHAP terdapat tiga macam
pemeriksaan sidang pengadilan. Pertama
pemeriksaan perkara biasa; kedua, pemeriksaan acara singkat; dan
ketiga, pemeriksaan cepat. Di bawah ini digambarkan secara singkat
tahap-tahap dan hal-hal yang harus dilakukan dalam pemeriksaan
sidang dengan acara biasa.
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan di sidang Pengadilan adalah:
1)keterangan singkat pemeriksaan persidangan melalui pembacaan
surat dakwaan oleh Penuntut Umum;
2)eksepsi penasehat hukum terhadap dakwaan penuntut umum;
3)pemeriksaan eksepsi;
4)pemeriksaan saksi;
5)pemeriksaan ahli
6)pemeriksaan surat;
20. 7)pemeriksaan terdakwa;
8)pemeriksaan barang bukti
Tahap pembuktian merupakan salah satu wujud penerapan asas
“praduga tidak bersalah” (presumption of innosence) yang
dirumuskan pada butir c penjelasan umum KUHAP sebagai berikut:
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau
dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah
sampai adaya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya
dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Fenomena yang terjadi di Indonesia yang belum selesai yaitu
banyaknya kasus atau perkara hukum yang kita saksikan masih mengarah
pada istilah “hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah”. Maksudnya
adalah peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia masih didominasi
oleh orang-orang berkuasa dimana orang yang memiliki pengaruh dapat
leluasa mengatur hukum sedangkan orang/masyarakat biasa tidak dapat
berdaya apa-apa, hal tersebut menimbulkan ketidak seimbangan penerapan
hukum. Hal ini yang mendorong kami untuk mengenalkan terhadap
orang/masyarakat umum yang awam tentang hukum yaitu terhadap
pentingnya pendampingan hukum guna menjamin hak bagi masyarakat.
21. Berdasarkan pengamatan kami selama di Kantor “Solusi” Advokat
& Legal Consultant, beberapa kasus yang kami ikuti menunjukkan bahwa
masyarakat umum (klien) ditempat tersebut masih awam hukum.
Ditunjukan dalam proses berperkara mereka merasa tidak dapat bebas
memberikan keterangan sebagaimana mestinya, dikhawatirkan dapat
terjadi pembatasan hak-hak yang seharusnya diperoleh oleh masyarakat
seperti mereka. Apabila masyarakat tersebut mendapat pendampingan
hukum khususnya oleh orang-orang yang berkompeten dalam hal ini
sebagai Advokat, maka hak-hak yang seharusnya dapat mereka peroleh
bisa mereka dapatkan.
Dalam memberi pembahasan mengenai pentingnya Pendampingan
Hukum Untuk Menjamin Hak Individu Dalam Proses Penanganan Perkara
Pidana, hendaknya di mulai terlebih dahulu dengan Batasan atau definisi
dari pendampingan hukum, hak individu, serta definisi penanganan
perkara pidana. Bantuan hukum merupakan instrumen penting dalam
Sistem Peradilan Pidana karena merupakan bagian dari perlindungan Hak
Asasi Manusia (HAM) bagi setiap individu, termasuk hak atas bantuan
hukum. Hak atas bantuan hukum merupakan salah satu hak yang
terpenting yang dimiliki oleh setiap warga negara. Karena dalam setiap
proses hukum, khususnya hukum pidana, pada umumnya setiap orang
yang di tetapkan sebagai tertuduh dalam suatu perkara pidana, tidaklah
mungkin dapat melakukan pembelaan sendiri dalam suatu proses hukum
dan dalam pemeriksaan hukum terhadapnya. Dengan demikian tidaklah
22. mungkin seorang tersangka dalam suatu tindak pidana melakukan
pembelaan terhadap dirinya sendiri dalam suatu proses hukum
pemeriksaan dirinya sedangkan dia adalah seorang tersangka dalam suatu
tindak pidana yang dituduhkan kepadanya tersebut. Oleh karena itu
tersangka/ terdakwa berhak memperoleh bantuan hukum. Menurut
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 201113 tentang Bantuan Hukum,
bantuan hukum merupakan sebuah jasa hukum yang diberikan oleh
pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan
hukum yang menghadapi masalah hukum. Hak Individu, yaitu Setiap
individu manusia memiliki seperangkat hak individu yang melekat pada
kediriannya sebagai manusia. Libertarian menyebutnya sebagai hak
atas self-ownership. Aktivis HAM menyebutnya hak atas kebebasan sipil
dan politik. Termasuk dalam hak-hak ini adalah kebebasan berpikir,
berpendapat dan berhati nurani, kebebasan berekspresi, kebebasan
berserikat.Kewajiban negara adalah menjamin terlindunginya semua hak
individu tersebut tanpa membeda-bedakan pemegang hak berdasarkan ras,
gender, abilitas fisik dan mental, etnis, agama. Libertarian
menyebutnya equality under the law, aktivis HAM menyebutnya prinsip
non-diskriminasi. Sedangkan penanganan perkara pedana itu sendiri ialah,
penanganan perkara dalam ranah perbuatan / tindakan yang melanggar
hukum yang diancam dengan sanksi pidana.
13 Undang-undang nomor 16 tahun 2011
23. Perkara pidana adalah suatu tindak pidana yang pelanggarnya telah
diproses menurut ketentuan hukum acara pidana yang berlaku. Perkara
pidana berawal dari terjadinya tindak pidana (delik) yang berupa kejahatan
atau pelanggaran14. Setelah terjadi pelanggaran terhadap norma hukum
pidana (delik atau tindak pidana), maka alat-alat perlengkapan negara
seperti polisi, jaksa dan hakim segera bertindak. Pihak yang menjadi
korban cukuplah melaporkan kepada yang berwajib (polisi) tentang tindak
pidana yang terjadi. Pihak yang melaporkan (yang dirugikan) menjadi
saksi dalam perkara itu, sedang yang menjadi Penggugat adalah Penuntut
Umum (Jaksa). Terhadap beberapa tindak pidana tertentu tidak diambil
tindakan oleh pihak yang berwajib, jika tidak diajukan pengaduan oleh
pihak yang dirugikan, misalnya perzinahan, perkosaan, pencurian dan
keluarga.15
Proses perkara pidana meliputi :
a. Pemeriksaan perkara pidana, berawal dari terjadinya tindak
pidana yang berupa kejahatan atau pelanggaran yang diterima
oleh penyidik melalui tiga jalur yaitu laporan untuk tindak
pidana biasa, aduan untuk tindak pidana aduan, dan tertangkap
tangan;
14 Boma, Our Law Construction,Proses Penyelesaian Perkara Pidana,
http://bomalaw.blogspot.co.id/2009/12/proses-penyelesaian-perkara-pidana.html?m=1, diakses
pada 01 Januari 2020 pukul 23.09 WIB.
15 C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2014, Sejarah Hukum di Indonesia, PT. Suara Harapan
Bangsa, Jakarta, Hlm. 189.
24. b. Penyelidikan yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana;
c. Penyidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan
tersangkanya;
d. Penangkapan yaitu suatu tindakan penyidik berupa
pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau
terdakwa jika terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan peradilan;
e. Penahanan yaitu penempatan tersangka atau terdakwa di
tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim;
f. Penggeledahan yaitu tindakan penyidik untuk memasuki
rumah tempat tinggal atau tempat tertutup lainnya atau
terhadap badan dan atau pakaian untuk tindakan pemeriksaan
atau penyitaan atau penangkapan;
g. Penyitaan yaitu serangkaian tindakan penyidik untuk
mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya
terhadap benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau
tidak berwujud, untuk kepentingan pembuktian dalam proses
penyidikan, penuntutan, dan peradilan;
25. h. Pra penuntutan yaitu wewenang Penuntut Umum untuk
melengkapi berkas perkara hasil penyidikan dengan cara
memerintahkan kepada penyidik untuk melakukan penyidikan
tambahan berdasarkan petunjuk dari penuntut umum;
i. Penuntutan, dilakukan oleh Penuntut Umum dengan tugas
pokok menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan,
mengadakan pra penuntutan, membuat surat dakwaan,
melimpahkan perkara ke pengadilan, memanggil terdakwa atau
saksi untuk bersidang;
j. Proses persidangan, meliputi pemanggilan, pembacaan surat
dakwaan, eksepsi, pemeriksaan saksi, pemeriksaan ahli,
pemeriksaan terdakwa, penuntutan, pembelaan, replik, duplik,
dan putusan hakim.
Secara garis besar Hukum Acara Pidana dapat diartikan sebagai aturan
yang mengatur bagaimana caranya negara dengan perantaraan alat-alat
kekuasaannya menggunakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan
hukuman, dengan demikian ia memuat acara pidana yang berpedoman pada Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)16. Landasan filosofis KUHAP
adalah berdasarkan Ketuhanan dan kemanusiaan. Dengan landasan sila
Ketuhanan, KUHAP mengakui setiap pejabat aparat penegak hukum maupun
tersangka atau terdakwa adalah sama-sama manusia yang dependen kepada
Tuhan. Semua makhluk manusia tanpa kecuali adalah ciptaan Tuhan, yang
16Reva Vivi, Definisi Hukum Acara Pidana Menurut Para Ahli,
http://topihukum.blogspot.co.id/2013/05/definisi-hukum-acara-pidana-menurut.html?m= 1, diaks-
es pada 26 Desember 2019 pukul 15.17 WIB.
26. kelahirannya di permukaan bumi semata-mata adalah kehendak dan rahmat
Tuhan. Mengandung arti :
a. Tidak ada perbedaan asasi di antara sesama manusia;
b. Sama-sama mempunyai tugas sebagai manusia untuk
mengembangkan dan mempertahankan kodrat, harkat dan
martabat sebagai manusia ciptaan Tuhan;
c. Sebagai manusia mempunyai hak kemanusiaan yang harus
dilindungi tanpa kecuali;
d. Fungsi atau tugas apapun yang diemban oleh setiap manusia,
hanya semata-mata dalam ruang lingkup menunaikan amanat
Tuhan Yang Maha Esa.17
Dan hal ini secara tidak langsung juga merujuk sebagai jaminan
ditegakannya Pasal 54 dan 56 KUHAP mengenai bantuan hukum
itu sendiri.
Upaya yang dapat diberikan kepada masyarakat dalam
bantuan hukum meliputi, melalui Pos Lembaga Bantuan Hukum
(POSBAKUM) atau bisa juga Lembaga Bantuan Hukum yang
ditangani langsung oleh advokat / penasehat hukum, penjelasan
sebagai berikut ;
Pos Bantuan Hukum berdasarkan Pasal 1 ayat (6) Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2014 (PERMA No.1 Tahun 2014) tentang Pedoman Pemberian
Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan adalah layanan
17M. Yahya Harahap, 2004, Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan
Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 20.
27. yang dibentuk oleh dan ada pada setiap Pengadilan tingkat pertama untuk
memberikan layanan hukum berupa informasi, konsultasi, dan advis hukum, serta
pembuatan dokumen hukum yang dibutuhkan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Umum,
Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam hal ini, Pos Bantuan
Hukum sebagai Pemberi Bantuan Hukum harus memberikan bantuan hukum
secara cuma-cuma kepada masyarakat tidak mampu.
Bantuan hukum menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh
Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.
Istilah bantuan hukum itu sendiri dipergunakan sebagai terjemahan dari dua istilah
yang berbeda yaitu legal aid dan legal assistance. Istilah legal aid biasanya
dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum dalam arti sempit
berupa pemberian jasa-jasa di bidang hukum kepada seorang yang terlibat dalam
suatu perkara secara cuma-cuma atau gratis khususnya bagi mereka yang kurang
mampu. Sedangkan pengertian legal assistance dipergunakan untuk menunjukkan
pengertian bantuan hukum oleh para advokat yang mempergunakan honorarium.18
Pemberi Bantuan Hukum dalam hal ini bisa berupa lembaga bantuan hukum
maupun organisasi kemasyarakatan yang memberi bantuan hukum. Namun
tentunya ada perbedaan mendasar antara lembaga bantuan hukum dan pos bantuan
hukum. Lembaga bantuan hukum adalah lembaga maupun yayasan yang
memberikan bantuan hukum kepada pencari keadilan tanpa menerima
18 Abdurrahman, 1983, Aspek-Aspek Bantuan HukumDi Indonesia,Cendana Press, Yogyakarta,
Hlm. 34.
28. pembayaran honorarium19. Sedangkan pos bantuan hukum adalah layanan yang
dibentuk oleh dan ada pada setiap Pengadilan tingkat pertama yang juga tentunya
memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Jika lembaga bantuan hukum
berbentuk yayasan yang sifatnya independen, maupun dibentuk oleh organisasi
politik atau organisasi massa, adapula yang dikaitkan dengan lembaga pendidikan,
sedangkan pos bantuan hukum dibentuk hanya oleh negara pada pengadilan
negeri.
Hak warga negara memperoleh bantuan hukum diakui secara
konstitusional. Secara normatif dibuktikan dengan Pasal 54 Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana yaitu :
Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat
bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan
pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam
undang-undang ini. Dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
yang berbunyi:
(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana
lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang
diancam pidana dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak
mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada
semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk
penasihat hukum bagi mereka.
19 Amrie Hakim, Tentang Kantor Hukum, Lembaga Bantuan Hukum, dan Konsultan Hukum,
http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt4c656a99ed46f/tentang-kantor-hukum,-lembaga-
bantuan-hukum,-dan-konsultan-hukum, diakses pada 26 Desember 2019 pukul 16.28 WIB.
29. (2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya secara cuma-cuma.
Akan tetapi, hak-hak untuk mendapatkan bantuan hukum pada tahap
penyidikan masih dibatasi oleh ketentuan Pasal 115 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana yaitu :
(1) Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap
tersangka, penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan
dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan.
(2) Dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara penasihat hukum
dapat hadir dengan cara melihat tetapi tidak dapat mendengar
pemeriksaan terhadap tersangka.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa peran dan kehadiran penasihat
hukum dalam pemeriksaan tersangka di tingkat penyidikan adalah pasif.
Konsekuensi dari adanya 3 (tiga) pasal tersebut di dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana memerlukan tindakan konkrit dari negara
untuk melaksanakan layanan bantuan hukum tersebut secara aktif melalui
Pengadilan yang menyediakan Pos Bantuan Hukum yang melayani
pemberian informasi, konsultasi, dan nasihat hukum atau membantu
pembuatan dokumen hukum yang dibutuhkan serta memberikan referensi
mengenai advokat yang akan mendampingi Penerima Bantuan Hukum di
persidangan dengan persyaratan Penerima Bantuan Hukum menyiapkan
salah satu dari dokumen Surat Keterangan Tidak Mampu,
30. Jamkesmas/Kartu Raskin/Kartu Program Keluarga Harapan/Bantuan
Langsung Tunai/Kartu Perlindungan Sosial, maupun dokumen lain yang
memberikan keterangan tidak mampu secara ekonomi bagi Penerima
Bantuan Hukum.
Penyelenggaraan bantuan hukum berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum adalah bertujuan untuk :
a. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk
mendapatkan akses keadilan;
b. Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan
prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;
c. Menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan
secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan
d. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Jenis Layanan Bantuan Hukum meliputi:
a. Bantuan Hukum Litigasi yakni bantuan hukum pada proses peradilan,
baik di tingkat Kepolisian, Kejaksaan maupun Persidangan yang
meliputi semua kasus baik Pidana, Perdata dan Tata Usaha Negara.
b. Bantuan Hukum Non Litigasi, berupa 9 jenis kegiatan:
1. Penyuluhan hukum, adalah salah satu kegiatan penyebarluasan
informasi dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap
norma hukum dan peraturan perundang-undangan dengan tujuan
31. untuk mewujudkan dan mengembangkan kesadaran hukum pada
masyarakat maupun pemerintah sehingga tercipta budaya hukum
dalam bentuk tertib dan taat atau patuh terhadap norma hukum dan
peraturan perundang-undangan;
2. Konsultasi hukum, adalah suatu bentuk hubungan tolong menolong
yang dilakukan oleh seorang profesional (dalam hal ini adalah
advokat) kepada seseorang dalam hubungannya menyelesaikan
masalah hukum;
3. Investigasi perkara baik secara elektronik maupun nonelektronik,
adalah proses upaya pembuktian, pencarian dan pengumpulan data,
informasi dan temuan lainnya;
4. Penelitian hukum, adalah suatu penelitian dengan hukum sebagai
obyeknya yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran
tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari gejala hukum tertentu
dengan menganalisis agar dapat diusahakan pemecahannya;
5. Mediasi, adalah upaya untuk menyelesaikan konflik. Dalam hal ini,
Pos Bantuan hukum merupakan pihak ketiga yang netral yang tidak
punya kewenangan untuk mengambil keputusan. Pos Bantuan
Hukum hanya membantu pihak-pihak yang bersengketa untuk
mencapai penyelesaian yang tentunya diterima oleh kedua belah
pihak;
6. Negosiasi, adalah bentuk interaksi atau bentuk persetujuan dengan
mana pihak yan bersengketa menyerahkan, menjaminkan atau
32. menjanjikan suatu barang yang tujuannya adalah untuk mengakhiri
perkara atau mencegah timbulnya perkara dengan Pos Bantuan
Hukum sebagai penengah;
7. Pemberdayaan masyarakat, adalah proses pembangunan sumber
daya manusia atau masyarakat dalam bentuk penggalian kemampuan
pribadi, kreatifitas, kompetensi dan daya pikir serta tindakan yang
lebih baik dari sebelumnya. Dalam hal ini, Pos Bantuan Hukum
berperan dalam meningkatkan kesadaran, ketaatan dan kepatuhan
masyarakat akan hukum sehingga tercipta sumber daya manusia
yang lebih baik;
8. Pendampingan di luar pengadilan; dan/atau
9. Drafting dokumen hukum, adalah membuat dan menyusun dokumen
hukum.
Pada prinsipnya setiap orang dapat memberikan bantuan hukum bilamana ia
mempunyai keahlian dalam bidang hukum, akan tetapi untuk tertibnya
pelaksanaan bantuan hukum diberikan beberapa batasan dan persyaratan dalam
berbagai peraturan. Pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu
hanya dapat dilakukan oleh advokat yang sudah terdaftar pada Pengadilan Tinggi
setempat. 20 Advokat berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
tentang Advokat adalah orang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam
maupun di luar Pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan
Undang-Undang ini.
20 Hasil wawancaradengan Bapak Zainal Mustofa.,S.Pd., SH, Advokat di organisasi “Advokat
Solusi”
33. Disamping itu, kegiatan bantuan hukum harus dilakukan secara lebih
terpadu dan transparan bersama kegiatan penyuluhan hukum. Hal ini perlu
disadari karena program bantuan hukum berdasarkan Instruksi Menteri
Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.03-UM.06.02 Tahun 1999 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Golongan Masyarakat
Kurang Mampu Melalui Pengadilan Negeri Dan Pengadilan Tata Usaha Negara,
yaitu :
a. Tujuan Kemanusiaan
Program Bantuan Hukum diberikan dalam rangka meringankan beban
hidup golongan masyarakat yang kurang mampu, sehingga mereka juga
dapat menikmati kesempatan memperoleh keadilan dan perlindungan
hukum.
b. Tujuan Peningkatan Kesadaran Hukum
Program Bantuan Hukum diharapkan dapat mendidik masyarakat untuk
meningkatkan kadar kesadaran hukum, sehingga setiap anggota
masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai
warga negara dan warga masyarakat.
Agar bantuan hukum yang diberikan bermanfaat bagi seluruh masyarakat, maka
perlu dalam pelaksanaannya dilakukan secara merata dengan penyaluran melalui
berbagai institusi penegakan hukum yang ada seperti pengadilan, kejaksaan,
organisasi advokat, maupun organisasi-organisasi masyarakat yang bergerak di
bidang bantuan hukum. Sebagaimana telah diketahui bahwa pelaksanaan bantuan
34. hukum kepada masyarakat tidak hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat akan pendampingan advokat dalam setiap proses pendampingan
hukum melainkan lebih dari hal tersebut adalah bagaimana menjadikan
masyarakat untuk mengerti hukum dan dapat mengkritisi produk hukum yang ada.
Dan sebaiknya bantuan hukum tidak hanya dilihat dari perspektif pelaksana
pemberi bantuan hukum, melainkan dari kaca mata masyarakat yang
membutuhkannya, sehingga diharapkan materi pengaturan yang tercakup di
dalamnya akan tepat pada sasaran yang dituju.21 Pemberian bantuan hukum dapat
dilakukan melalui bantuan hukum yang dilakukan oleh advokat secara perorangan
dan bantuan hukum yang dilakukan oleh advokat secara kelembagaan melalui Pos
Bantuan Hukum setempat. Dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 tentang Advokat juga secara jelas dinyatakan bahwa :
Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada
pencari keadilan yang tidak mampu. Ketentuan mengenai persyaratan dan
tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan yang termuat dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 di atas dapat dimaknai sebagai sebuah sentuhan moral kepada advokat, agar
dapat menjalankan profesinya harus tetap memperhatikan kepentingan orang-
orang yang tidak mampu.22 Ditambah lagi berdasarkan Kode Etik Advokat Pasal 4
21 Hendra Winata, 2000, Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan, Elex
Media Komputindo, Jakarta, Hlm. 34.
22 Supriadi, 2014, Etika dan Tanggung Jawab Profesi HukumDi Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta,
Hlm. 69-70.
35. poin f, advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian
yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa dan Pasal 7
poin h dimana tertera bahwa advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan
bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo) bagi orang yang tidak mampu.
Dengan demikian maka ini merupakan imbauan moral dan sekaligus mengasah
kepekaan sosial oleh karena itu profesi advokat tidak bisa dilepaskan dari kode
etik yang memiliki nilai moral di dalamnya. Kode etik adalah tatanan moral yang
dibuat sendiri oleh kelompok profesi tertentu khusus bagi anggotanya. Tatanan
tersebut mengikat intern anggotanya. Di dalamnya ada larangan-larangan moral
profesi. Pelanggaran atasnya, akan dikenai sanksi organisasi profesi tersebut
setelah melalui persidangan yang diadakan khusus untuk itu.23 Dalam hal ini
adalah profesi advokat. Kode etik advokat ini ditujukan sebagai acuan kontrol
moral atau semacam pengawasan perilaku yang sanksinya lebih dikonsentrasikan
secara psikologis dan kelembagaan. Pelaku profesi yang melanggar, selain dapat
dipertanggungjawabkan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku (kalau
ada indikasi yang dapat menunjukkan jenis dan modus pelanggarannya), juga
dapat dipertanggungjawabkan secara moral berdasarkan kode etik profesinya.
23H. Abdul Wahid dan H. Moh. Muhibbin, 2009, Etika Profesi Hukum Rekonstruksi Citra
Peradilan Di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, Hlm.112.
36. KESIMPULAN
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
Adapun fungsi dari pendampingan hukum (pemberian bantuan hukum)
yaitu untuk meningkatkan kesadaran hukum daripada masyarakat sehingga
mereka akan menyadari hak-hak mereka sebagai manusia dan warga
negara Indonesia. Bantuan hukum lebih bertujuan pada kegiatan
pendampingan terhadap masyarakat dalam menyelesaikan masalahnya
melalui proses hokum sehingga proses tersebut berjalan sebagaimana
mestinya tanpa ada diskriminasi hokum terhadap mereka.
Mengenai pentingnya Pendampingan Hukum Untuk Menjamin Hak
Individu Dalam Proses Penanganan Perkara Pidana, Hak atas bantuan
hukum merupakan salah satu hak yang terpenting yang dimiliki oleh setiap
warga negara. Karena dalam setiap proses hukum, khususnya hukum
pidana, pada umumnya setiap orang yang di tetapkan sebagai tertuduh
dalam suatu perkara pidana, tidaklah mungkin dapat melakukan
pembelaan sendiri dalam suatu proses hukum dan dalam pemeriksaan
hukum terhadapnya.
Pemberian bantuan hukum dapat dilakukan melalui bantuan hukum yang
dilakukan oleh advokat secara perorangan dan bantuan hukum yang
dilakukan oleh advokat secara kelembagaan melalui Pos Bantuan Hukum
setempat termaktub dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 tentang Advokat.
37. Pendampingan klien pada penanganan perkara pidana sangatlah penting,
baik dari POSBAKUM atau pun langsung oleh advokat / konsultan
hukum. Tidak ada Batasan bagi masyarakat yang kurang mampu dalam
hal finansial / administrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Widhayanti, Emi. 1998. ”Hak – Hak Tersangka/ Terdakwa Di Dalam
KUHAP”. Yogyakarta: Liberty.
Waluyo, Bambang. 2002. “Penelitian Hukum Dalam Praktek”. Jakarta:
Sinar Grafika.
Amiruddin. 2006. ” Pengantar Metode Penelitian Hukum ”. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Marzuki. 1983. “Metodologi Riset”. Yogyakarta: PT Hanindita Offset.
Winata, Hendra. 2000. “Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Manusia Bukan
Belas Kasihan”. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Supriadi. 2014. “Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum Di
Indonesia”. Jakarta: Sinar Grafika.
H. Abdul Wahid dan H. Moh. Muhibbin. 2009. “Etika Profesi Hukum
Rekonstruksi Citra Peradilan Di Indonesia”. Malang: Bayumedia
Publishing.
Sofyan, Andi dan Asis. 2014. “Hukum Acara Pidana”. Jakarta :
Prenadamedia Group.
38. Husain, Harun. 1991.” Penyidikan dan Penuntutan dalam Proses
Pidana,”. Jakarta: Rineka Cipta.
Marpaung, Leden. 1992. “Proses penanganan Perkara Pidana Bagian
Kedua”. Jakarta: Sinar Grafika.
Andi Hamzah, Andi. 2006. “Hukum Acara Pidana Indonesia”. Jakarta:
Sinar Grafika.
M. Yahya Harahap, Yahya. 2004. “Pembahasan Permasalahan
Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan”. Jakarta: Sinar Grafika.
Abdurrahman. 1983. “Aspek-Aspek Bantuan Hukum Di Indonesia”.
Jakarta: Cendana Press.
Ummah, Khaira. 2018. “Pendampingan Penasehat Hukum Terhadap
Tersangka Dan Terdakwa Dalam Perkara Korupsi”, Jurnal Hukum, Vol.
13 No.1(Hlm. 297-310)
Riadi, Muclisin. 2016. “ Pengertian dan Sejarah Bantuan Hukum”
https://www.kajianpustaka.com/2016/04/pengertian-dan-sejarah-bantuan-
hukum.html, diakses pada Senin, 23 Desember 2019 pukul 22:57 WIB
Tinjauan Teoritis tentang Bantuan Hukum,
https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/607/jbptunikompp-gdl-herwinsusa-
30310-9-unikom_h-i.pdf, diakses pada selasa 24 Desember 2019 pukul
22:35 WIB
39. Hiariej, Eddy. “Pengantar Hukum Acara Pidana”, online,
http://repository.ut.ac.id/4124/1/HKUM4406-M1.pdf, diakses pada 2
Januari 2019 pukul 20.15 WIB
Boma, Our Law Construction, Proses Penyelesaian Perkara Pidana,
http://bomalaw.blogspot.co.id/2009/12/proses-penyelesaian-perkara-
pidana.html?m=1, diakses pada 01 Januari 2020 pukul 23.09 WIB.
C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil. 2014. “Sejarah Hukum di
Indonesia”. Jakarta: PT. Suara Harapan Bangsa.
Vivi, Rere. 2004. “Definisi Hukum Acara Pidana Menurut Para Ahli”.
http://topihukum.blogspot.co.id/2013/05/definisi-hukum-acara-pidana-
menurut.html?m= 1, diakses pada 26 Desember 2019 pukul 15.17 WIB.
Hakim, Amrie. Tentang Kantor Hukum, Lembaga Bantuan Hukum, dan
KonsultanHukum,
http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt4c656a99ed46f/tentang-kantor-
hukum,-lembaga-bantuan-hukum,-dan-konsultan-hukum, diakses pada 26
Desember 2019 pukul 16.28 WIB.
Undang-undang nomor 16 tahun 2011