Mengenali diri sendiri kognisi (cognition) sebagai 'science of the experience of consciousness' menjadi kemerdekaan (freedom)
1. Mengenali diri sendiri:
Kognisi (cognition) sebagai “Science of the Experience of Consciousness”
menjadi Kemerdekaan (Freedom)
Didi Sugandi
2018-05-06
Disclaimer: Artikelini jika dibaca dengan emosionil bisa menyebabkan
pusing-pusing, nafsu makan yangberkurang, sukar tidur, mengakibatkan
misuh-misuh dsb. Agak loncat-loncat, pasti, uraiannyatapi what the heck lah,
saya kebelet sebelum idea-nyahilang kabur lagi karenatiap kepingpikiran
punyakehidupannyasendiri—each hasit’sownlife. Lain kali mungkin bisa
disusun lagilebih rapih karena inipun tidak harus“final” kapan-kapan
sekalipun—memangnya thesisujian kelulusan?. Jikadibacadengan pikiran
dan perasaan yangsenyap (silence feeling and thought)–walaupun sayatidak
bisa memberikan jaminan (guarantee): “kenagigi uangkembali”—mudah-
mudahan—manfaatnyacukupterasa. Reader discretion isadvised. Now I feel
better.
Tulisan ini dimaksudkan sebagai sekedar catatan pribadi, bukan makalah
ilmiah walaupun tampilmengagak-agak—berlagak—ilmiah; Justru problem
yangingin dibahasnyaadalah persoalan mengenai mengetahui (knowing),
pengetahuan (knowledge)yangkemudian dalam berbagai formalisasi-nya1
1 Selalu ada realitas dan adailmu tentang realitas tersebut; Itu adalah dua
hal yangberbeda. Contohformalisasi (formalization)itu misalnyademikian:
sesuatu sudah adadi alam atau dalam kehidupan manusiaakan tetapi
manusiabelum mengetahuinya“apa sebenarnyaitu”, padawaktu itu manusia
tidak memiliki namanya; Kemudian perlahan-lahan manusiamenjadimampu
“menemukan namanya”, mendefiniskannya, memilikisebutannya,
predikatnyadsb. Banyak hal terjadi berlangsungm sudahadasebelum
manusiamenemukan pemahaman atashal-hal itu; Sebelum adailmu ekonomi
(economics), ekonomiitu sendirisudahada, sudaheksis. Ilmu ekonomi
(economics)hanyalah formalisasi kejadian-kejadian nyataitu; Fenomena,
ekonomisudahberlangsungbahkan sebelum penamaan atau istilah-istilahnya
atau “ilmu pengetahuan tentang hal itu” ditemukan dan disusun olehmanusia.
2. mewujudkan apayangsekarangdiberipredikat ilmu (science), ilmiah
(scientific)dan pengetahuan (knowledge).2. Sekarangumum diyakini
bahwasanya science (yangsekarang disebut sebagai “ilmu” di sini) hanya
datang setelah pengetahuan (knowledge)berkembang, tulisan ini pandangan
berkebalikan dari apayang sangat lazim dipercayaiitu. Pertamanyadan
utamanya, semuapengetahuan dimulaidari“ilmu”. Science is primary.
Tulisan ini mencoba berangkat dari apayang seringdisebut “mengetahui”,
“mengerti atau memahami” (“knowing”, “understanding” dsb.), yaitu
berkenaan dengan proses-prosesdalam fenomenologi(phenomenology). By
the way, wikipediabahasa Inggris sampaisaat ini belum memiliki entry untuk
katakunci“knowing”, kecualiuntuk “understanding”
Mengetahui (knowing)adalah proses-proses,peristiwa, atau prosesualitas
(processuality—inthe way it happens)untuk “pemerolehan” pengetahuan;
Pengetahuan (knowledge)adalahhasil dari proses-proses, kejadian-kejadian
itu. “Hasil” di sini maksudnyaadalah manfaat, atau nafkah (benefit)dari
pengetahuan. Perhatikan: disini sengaja fokusnyabukan semata
pengetahuan itu sendiri, tetapi manfaat pengetahuan.
Adaduahal: mengetahuidan “mengetahui”, kemudian, pengetahuan dan
“pengetahuan”; keduapasangan kata itu masing-masingyang satunyatanpa
tanda-kutip, dan yangsatu lagi bertanda-kutip, hal tersebut bukannyatanpa
tujuan apapun.
Kognisi (berasal dari kata “cognition”)adalah kemampuan (faculty)fitrah
(disposition, “sesuatu yangditempatkan”)padamahluk hidup yang
menjadikan suatu mahluk mampu mengetahuiatau “mengetahui”; Seekor
“Kemerdekaan” (freedom)punsudahada, eksis, sangat jauh sebelum manusia
menemukan namanya.
2 Saya anjurkan untuk tidakbergegas melihat wikipedia baik bahasa Inggris (
en.wikipedia.org)maupun bahasaIndonesia( id.wikipedia.org) mencari
definisiatau deskripsibaik untuk “ilmu” (“science”)maupun “pengetahuan”
(“knowledge”)karenaapayang dituliskan disana—baik versi bahasa Inggris
maupun bahasaIndonesia—tidak akan membantu banyak untuk memahami
apa yangakan dipaparkan disini. Tidak ada niatan saya menyatakan bahwa
tulisan didalam wikipediaitu salah; Artikel saya ini hanyaingin memberikan
sebuah sudutpandanglain yangberbeda dari yanglazim.
3. lebah—bahkan amoeba dengan struktur biologisyang jauhlebih sederhana
dibandingbinatang lainnya—mengetahui(tanpatandakutip!) kemanaatau
bagaimana ia harusmenemukan makanannya.3
Apa itu Kognisi (Cognition)4
Kognisi (cognition)berawaldari pengertian gnosis
Cognitionis "the mental action or process of acquiring knowledgeand
understandingthroughthought, experience, and the senses". It
encompassesprocesses such as attention, the formation of knowledge,
memory and workingmemory, judgmentand evaluation, reasoningand
"computation", problem solving and decision making, comprehension
and production of language. Cognitive processesuse existing knowledge
and generate new knowledge.
The word cognition comesfrom the Latin verb cognosco (con 'with'
and gnōscō 'know')(itself a cognate of the Greek verbγι(γ)νώσκω,
gi(g)nόsko, meaning'Iknow, perceive')meaning'to conceptualize' or 'to
recognize'.
https://en.wikipedia.org/wiki/Cognition
Konsep cognition dalam wikipediabahasa Indonesiasampai sekarangmasih
gagal menjelaskan, dan membingungkan. Dalam WikipediabahasaIndonesia
justru tidak menjelaskan sebenarnyaapaitu; Beberapakomentar saya diberi
highlight dan berhuruf warnabiru)
3 Lihat Microbial intelligence,
https://en.wikipedia.org/wiki/Microbial_intelligence
4 Wikipediasebetulnyabukan referensiyangmemadai untuk menjelaskan
seutuhnyaapasebenarnya cognition (kognisi). Penjelasan yang terbaik sejauh
ini bisa diperolehdibahas dalam kajian-kajian cabang ilmu cybernetics
khususnyamulaidari“second-order cybernetics”, (bahkan “third-order
cybernetics” yangjugadikenalsebagai “sociocybernetics” ); Sila telusuri bagian
Rujukan (reference), khususnyakaryaFoerster: “Understanding
Understanding …”.
4. Kognisi adalah keyakinan seseorangtentang sesuatu yangdidapatkan
dari prosesberpikir tentang seseorang atau sesuatu. — [kalimat ini
menyesatkan; Kognisi bahkan bisa berlangsungdalam proses proto-
pikiran—pra-berpikir—sebagaimanayangberlangsungpadabinatang; -
DS]
Proses yangdilakukan adalahmemperoleh pengetahuan dan
memanipulasi [“mengolah”] pengetahuan melaluiaktivitas mengingat,
menganalisis, memahami, menilai, menalar, membayangkan dan
berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisibiasa diartikan sebagai
kecerdasan atau inteligensi. Bidangilmu yang mempelajarikognisi
beragam, di antaranyaadalah psikologi, filsafat, komunikasi, neurosains,
serta kecerdasan buatan.
Kepercayaan/pengetahuan seseorang tentang sesuatu dipercayadapat
memengaruhisikap mereka dan padaakhirnyamemengaruhiperilaku/
tindakan merekaterhadap sesuatu. mengubahpengetahuan seseorang
akan sesuatu dipercayadapatmengubahperilaku mereka.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kognisi
Pengetahuan dan “Pengetahuan”:Ilmu(science) dan pengetahuan
(knowledge):
Umumnyakonsep “pengetahuan” (“knowledge”)yangsekarangmarak lebih
dimengertimelulu sebagai “pengetahuan intelektual” (“intellectual
knowledge”). Bahkan bahasa Indonesiasehari-hari (colloquial language)
sekarang tidak menjelaskan lagi kebedaan dan kesamaan (kesatuan)
antara kata “ilmu” (“science”)dan “pengetahuan” (“knowledge”)
Pengetahuan intelektual (alias “pengetahuan” dengan tandakutip)
sebenarnyahanyasebuah “lapisan lebih luar” dari suatu jenis pengetahuan
yanglainnyayanglebih mendasar, “lebih dalam”, yangoleh filosofi Hellenistic
dinamakan “gnosis”, yaitu pengetahuan (tanpa tandakutip) yaknimengenai
mengenalidiri sendiri(self-knowledge)
5. Secara ringkas, gnosis berkenaan dengan kemampuan untuk mengetahui (a
faculty toknow) pada seseorang perihal mengenali dirinya sendiri.
“Gnothi seauton” (alias Know thyself)atau “kenalilah dirimu” adalahanjuran
untuk prosesatau aktifitas yang berkenaan dengan pengetahuan dalam
pengertian gnosis. Didalam kosakata kita, gnosis ini setara dengan yang
dinamakan ilmu, berasal daribahasa Arab ‘ilm; Kita akan perdalam mengenai
hal ini dibawah namun sebelumnya, kitaakan periksaapa itu gnosis.
Berikutsaya coba terjemahkancuplikan artikel dariwikipediabahasa
Inggris mengenai Gnosis:
Gnosis adalah sebuah katabenda, noun (feminine)dari bahasa Yunani
yangberarti "pengetahuan". Kata ini seringdigunakan untuk
menjelaskan “pengetahuan diri” (personal knowledge)dibandingkan
dengan pengetahuan intelektual (intellectual knowledge)(εἶδεινeídein),
sebagaimana dalam bahasa Perancis connaître dibandingsavoir, atau
dalam bahasa Sanyol conocer dibandingdengan saber, atau dalam
bahasa Jerman kennen alih-alih wissen.
Sebuah istilah yangterkait dengan gnosisadalah katasifat (adjective)
gnostikos, yaitu "cognitive", sebuah katasifat yang umum dalam filsafat
YunaniKlasik. Plato menggunakan katasifat jamak (plural adjective)
γνωστικοί – gnostikoi dan katasifat tunggal feminine γνωστικὴ
ἐπιστήμη – gnostike episteme dalam karyanya Politikos dimana
Gnostike episteme juga digunakan untuk menunjukkan (indicate)
aptitude seseorang. Istilah ini di dalam karya-karyaPlato tidak
mengindikasikan pengertian mystic, esoterik ataupun makna
tersembunyi(hiddenmeaning), namun, alih-alih, mengekspresikan
suatu kecerdasan yang lebih tinggi (sort of higher intelligence)serta
kemampuan yangberkias(analogous)dengan bakat (talent).
Di dalam khazanah filosofiArabik—bahkan dimulaisejak praIslam lahir dan
sampaisaat sekarang—masih selalu dikajidan dijalani, “diamalkan”, misalnya
oleh disiplin tasawuf: ‘ilmdan ma’rifa.
6. Pentingdiperhatikan disini: intellectual knowledge berada di dalam ma’rifa
yaknipengetahuan, tetapi ma’rifa akan bisa melampauilebih dalam—yaitu
mencapaipengetahuan langsung (“direct knowledge”): unveiling,
witnessing and tasting—lebihjauh, lebih dalam darisekedar mencapai
intellectual knowledge (alias“pengetahuan” dengan tandakutip), jika
manusia mengerti caramenyaksikan, mengalami manfaat (benefit) dari
‘ilm5
Salahsatu benefit (manfaat, nafkah)yang diperolehdariilmu adalah perasaan
kemerdekaan (freedom)sejati, yangakan dipaparkan lebihlanjut dibawah;
Sebaliknya jika manfaattersebut tak terjangkau yang akan diperolehadalah
rasa takut, cemas, tertekan, paranoid, pesimis, pikiran atau pengetahuan yang
kusutdlldsb.
William Chittick di dalam The SufiPath of Knowledge: Ibnal-‘Arabî’s
Metaphysicsof Imagination, menjelaskan duajenispengetahuan itu, ‘ilm dan
ma’rifa dalam pandangan Ibn al-‘Arabi:
Like other authors, lbn al-'Arabi employstwo wordsfor knowledge, 'ilm
and ma'rifa. Sometimeshe distinguishes between them, but for the
most part he does not. The Koran ascribes only 'ilm to God, never
ma'rifa, so in the case of God, the latter term is rarely employed. When
discussingknowledgeas a human attribute, many Sufisplaced ma'rifa at
a higher stage than 'ilm, and in this context it would be fair to translate
the first as gnosis and the second as knowledge. Then ma'rifa is
5 “Benefit of knowledge”; Kata“naf” dari bahsa Arab yang kemudian terkait
dengan kata “nafkah” adalah “benefit”; Pengetahuan yang tidakmemberi
nafkah kepadamanusianya—disinisayatulis bertanda-kutip sebagai
“pengetahuan”— menurutIbn al-‘Arabi hanyalah “pengetahuan tidak
berguna”; Pengetahuan yang seperti itu tidak akan membawaseseorang
mencapaimari’fat (kearifan); lihat “The usefullnessof knowledge” diWilliam
Chittick, “The Sufi Path of Knowledge”, halaman 149-153
7. equivalentto the direct knowledge called unveiling, witnessing, and
tasting6 […]
[emphasisdarisaya DS]
Kemudian juga, William Chittick, dalam Ibn al-‘Arabion The Benefit of
Knowledge:
In general, he considers ‘ilm the broader and higher term, not least
because the Quran attributes ‘ilm, but notma‘rifa, to God ...
[…] The gnostics are those who have achieved the knowledge
designated by the famous hadīth, “He who knows[‘arafa] himself knows
[‘arafa] hisLord.”
Istilah ‘ilm yang kemudian kitaadopsisekarang ke dalam bahasa Indonesia
sebagai “ilmu” sebenarnyalebih dekat kepada pengertian gnosis.
“Science” adalah hal-ikhwal ‘ilm, yaitu hal-ikhwal gnosis.
Jadi sebenarnyamemangadaduajenis pengetahuan: pengetahuan dalam arti
gnosis, yakni ‘ilmdan pengetahuan dalam arti lebih dari sekedar
“intellectual knowledge” yaknima’rifa—jikamanusianyamampu
“memperolehmanfaat dari ilmu (‘ilm)”
Kapabilitas belajar (learning capability).
6 Mengenaikalimat “direct knowledge called unveiling, witnessing, and
tasting“ ini berkaita dengan fenomena tajalli (sebuahfenomena“dimana
hal-hal itu menampakkan dirinyasendiri”); ParaSufimeyakinibahwa ketika
Allah membukakan tabir (unveiling)sesuatu yangsemulasebuah “rahasia”
bagi manusia, tetiba “hal-hal tersebut memperlihatkan dirinyasendiri”
walaupun saatitu manusianya“tidak berpikir”—pemerolehan penglihatan itu,
kejadian itu, tidak membutuhkan upayauntuk berpikir, menganalisa,
menafsirkan, cukup dengan menyaksikannyasaja.
8. Jika seseorang bisa belajar secara seksama—menjadi mengetahui dan oleh
karenanya mampubertindak menangani persoalan yangdihadapinya,
menjadiknow what to do, how to do it,etc.,—yaitu selain mampu cepat
memahami problem dan menjadikannya ingenious7—sanggup merespon,
bertindak (menemukan “solusi”)persoalan yangdihadapinya, iajuga bisa
berpeluangmenjadi mengerti bagaimana pikirannya sendiri bekerja
ketika berhadapan atau dihadapkan dengan berbagai ragam persoalan dunia
nyata itu,—iaakan menjadimengerticara-cara berpikirnyasendiri, paham
metodologi pribadinyasendiri: padadasarnya ia menjadicepat mengerti
metodologi belajarnya sendiri. Ringkasnya, pikiran diaakan selalu dalam
sebuah proses konstan belajar cara-cara baru untuk berguna(a constant
processof learning new waysof being useful). Menumbuhkan akalyangtak
perlu sering mengalamikebuntuan. Sebuah pikiran (otak) seharusnyabekerja
untuk manusianya, dan bukan sebaliknya, karenajikahal sebaliknyayang
terjadi, sebuah kegiatan berpikir yangrelatif ringan-ringan saja akan menjadi
melelahkan.
Mengetahuibagaimana dirinya berproses menjadi mengerti sesuatuyang
perlu ia mengerti akan menentukan tingkat kemampuanbelajarnya,
kapabilitas belajarnya, learning capability-nya; Padasuatu kemampuan
belajar yang tinggi ia akan sanggup dengan cepat mengerti pertanyaan dasar
(the question), mengertimasalah (understand the problem), dan dengan
demikian akan menjadimudahmenemukan solusi. Iaakan menjadi mampu
belajar dari pengalamannya sendiri.
Pentinguntuk tidak salah paham di sini: kompleksitas persoalan yangingin
dikemukakan disinibukan sebagaimana yanglazimnyadipercayasekarang,
sekedar contoh: persoalan-persoalan yangindeterministik misalnya
persoalan-persoalan yangdihadapioleh ibu-ibu rumahtangga, oleh asisten
rumah-tangga sebetulnyajustru memilikikompleksitas jauh lebih kompleks
dibanding“mengajar matematika seperti misalnyacalculus” yang nature of
the problem-nyadeterministik
7 Memiliki ingenuity—the qualityof being clever, original,and inventive, often
in the processof applying ideas to solve problemsor meet challenges.
9. Menemukan-kembali (re-discovering)“caranyasendiri” dan menetap,
berketetapan (“berkediaman”)disitu8 adalah sangat pentingkarenahal
tersebut sangat erat berkenaan dengan perkara kemerdekaan diri
seseorang atau ketika kolektif, kemerdekaansemuaorang. Sekalipun pada
dasarnyacara atau metodamemiliki prinsip umum (genericprinciple)yang
sama, namun prosespenemuannyatidak mungkin identik (akan tidak serupa)
padadiri masing-masingorang, orang per orang. Seseorang akan perlu
menemukan sendirikekhasan, kekhususan metodagenerik itu yangberlaku
bagi dirinyasendiri.9 Bahkan individualitaspencarian inipentingdan niscaya;
Sejatinya bagian besar daripenemuan (discovery)initidak pernahmungkin
ditunjukan olehoranglain perihal “lintasan”nya; Orang lain hanyamungkin
memberitahu arah garis besarnya saja. Kita tidak tahu apakah langkahnya
8 Padamulanyamanusiabahkan juga mahluk-mahluk hidup, “menggunakan”
kemampuan kognisinyasebelum pandaiberaktifitasintelektual,
menggunakan nalar, bernalar (reasoning), berlogika, berpikir dll. Namun
aktifitas intelektual itu sering tanpadisadarimenggeser, menggantikan peran
kognisi sehingga akhirnyamanusialupadan “kehilangan” kemampuan itu,
dan hanya bisa (rightly or wrongly)mengandalkan sisiintelektualitas saja.
Kemampuan kognisipadabinatang misalnyatetap ajeg mereka gunakan—
karenamereka memperolehmanfaat, kegunaannyadarikemampuan
tersebut—sejak dahulu kala sampaisekarang dan mungkin sampaiberjuta
tahun yangakan datang. Dengan kemampuan kognisiitu binatang mampu
mencarimakanannya, menghindar dari predator (pemangsa), atau berkawin
(mating).
9 Adabeberapa stata (situasi, state)emosi(emotion)atau perasaan (feeling)
yangsangat menentukan misalnyarasatakut(fear), kuatir (worry), cemas
(anxiety)dsbyangmau tidak mau suka tidak sukaharus orangnyasendiri
pahami, melaluicaranyasendiri, memahami perasaan-perasaan tersebut agar
bisa berurusan dengan (“dealing with”)hal-hal tersebut dan tentu saja—pada
gilirannya—untuk dealing with real world; Tidak adaoranglain seorangpun
yangakan bisa meyakinkan seseoranglainnyauntuk “tidak kuatir atau untuk
tidak cemas”; Padaakhirnyasemata-mata hanya orangtersebut itu sendiri
yangharus menjelaskan kepadadirinya, memahamimengapaia menyimpan
berbagai perasaan itu; Ketakutan misalnya, perlu dimengertibukan
dihilangkan.
10. benar kecuali membaca gejalanyaketika arahnyamulaijauh dari tepat. Gejala-
gejala atau tanda-tandaitu terasa antara lain ketika pada dirimulaiterasa
“harus menyalahkan dunia, menyalahkan oranglain, perlu berontak, semacam
“menginginkan segalasesuatudi luar diri, di dunia ini berubah menjadi
sesuai dengan pengetahuan saya”. Itulah tanda-tandabahwa kita mulai
tidak mengerti bagaimana pikiran kita sendiribekerja, bukan perkara content-
nyatetapi prosesnya: Jikaditeruskan—tak dipedulikan lagiprosesnya—
salahsatu kemungkinan pencapaian yangmasuk akaladalah “pengetahuan
kita banyak tapi ilmu kita kosong”.
Jika dieksplorasiyanglebih jauh, ini mengungkapkan jalan untuk “menjadi
diri sendiri”, salahsatu dari duakriteria “menjadimanusiayangsebaik-
baiknyamanusia”.
Sayang seribu kali sayang, sekolah-sekolah di Indonesiatidak pernah
mengajarkan hal ini: sedikit sekali atau tidak pernahmengajarkan berpikir
mengenaiapa yangdimaksud dengan mengerti(understand)itu sendiri;
Sekolah tidak pernahmemperkenalkan kepadamurid-murid, pelajaran
mengenaiapa itubelajar (learning) sesungguhnya. Inorder to understand
what it means to understand.10
Bagi sebuah pikiran yang tidak sanggup memperolehkejelasan
bagaimana pikiran—bekerja, berproses, bagaimana pikiran bisa menjadi
mengetahui yang bisaia percayai, dan sekaligus,bagaimana ia bisa
menjadi percayapada apa yang ia ketahui—makaperasaan terbelenggu,
atau tertekan akan selalumenghantuinya. Kondisikapasitas untuk
memahami dirisendiriyang demikian rendahitu akan berpotensi
menimbulkan rasatertekan, keinginan mendesak (desperate)untuk merdeka,
kemarahan, keinginan untuk memberontak.11 Semakin seseorang tidak bisa
menjelaskan kepadadirinyasendiri(“mengertidirinyasendiribagaimana ia
menjadimengerti”) akan semakin besar potensirasa ketertekanannya.
10 Cf. Heinz von Foerster, “Understanding Understanding”
11 Desperation
11. Terdapatkorelasi, relasi yang saling menentukan—yangsangat
intens—berbanding terbalik (inversely proportional)di antara
“perasaan tertekan dan ingin berontak untuk mencapaikemerdekaan”
dengan “tingkat kemampuan seseorangtersebutuntuk mengerti
bagaimana jalan-pikirannyasendirimemahamisesuatu”.12 Semakin
rendahkemampuan kognitifnya13 semakin besar potensiadanya
tekanan (di dalam diri)untuk menjadimemberontak.
Walaupun memangbetul, tentu saja, di mana-manadan kapan-kapan selalu
ada saja si setan, ada saja yang gemar menekan, bullying, adasaja yangselalu
mencoba ingin menundukkan oranglain, yangberusaha menguasaioranglain,
yangingin membuatorang lain tunduk kepadanya, yangselalu ingin menjajah
dll., namun sesungguhnya sebagianbesar penyebab dari rasatertekan,
rasaterikat, terbelenggu,terjajah,terdzolimi,“terdikte olehdiktator”
dan lain-lain yangdirasakan oleh seseorang itu, sebagian besar berasal dari
ketidak-sanggupan sang pikiran memahami bagaimanapemahamannya
(proses kognitif) dalam dirinya berjalan. Manakala(whenever)jalan
penalaran diasendiri gelap bagi dirinya, ia akan merasa terbelenggu sekali.
Perhatikan pemberontakan “duniadatar” (flat earth); Sebenarnya tidak
pernah ada pemaksaan terhadap seseorang untuk membuat pengakuan
bahwa dunia itu bulat. Tetapi hampir semuapernyataan bahwa duniaitu
datar, dikerangkakan (framed)sebagai manifestasidari ”perlawanan terhadap
kaum otoriter pendikte—diktator—bahwaduniainibulat/bundar” – dan oleh
karenaitu, menyatakan bahwa duniainidatar dipandangsebagai sebentuk
perlawanan terhadap hilangnya, ter-rampasnya“free will” padabanyak orang,
dipandangsebagai hilangnyakemerdekaan (freedom) yang dirasakan pada
diri merekayangkemudian akhirnya, eventually, menjadiparapejuangbumi
datar. Hampir semuaproposisibumidatar sarat bermuatannarasi
perjuangan, perlawanan, pemberontakan. Menyatakan bahwabumi ini
datar mewujud sebagaisebuah bentuk perjuangan, menjadisebuahjihad
12 Dalam istilah Heinz von Foerster: “understanding understanding”
13 Cognitive faculty adalah“kemampuan (faculty, capability)untuk mengenal
dirinyasendiri”
12. untuk memerdekakan pikirannya; Kitabisa rasakan kadar pemaksaannya(its
coercion)yangtentu saja akan mereka justifikasi dengan argumen tandingan
(counter argument): “Siapayangmulai?.. Kami begini kan karenakami
awalnyajuga dipaksauntuk menerimabahwabumi inibulat!”. Hmm.. really?
Memangbetul di jaman ini sudahsemakin banyak faktor telah menjadikan
kesulitan untuk mengkajidan memahami dirisendiri sudahsemakin lebih
sulit. Realitasvirtual sudahsemakin marak mengaburkan perbedaan antara
kenyataan dan ketidak-nyataan. Absurditas dan nonsense semakin
bercampur aduk, menyulitkan manusiamenemukan tengah-tengahannya
yang bukan nonsense dan bukan absurd; “Yangsebenarnya”, “yang
sebetulnya” dan “yang sesungguhnya” semakin menjadirancu, campuraduk.
GeorgWilhelm Friedrich Hegel,14 di dalam tulisannya Phänomenologiedes
Geistes—yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris sebagai
Phenomenology of Spirit—menyatakan bahwa kemerdekaan(freedom)15
hanya bisa dicapai jika manusiamengenal dirinya sendiri;
Sesungguhnya, intidari “mengenalidiri sendiri” adalah kemampuan
memahami jalan berpikir dirinya sendiri (proses-proses cognition,
cognizing, re-cognition).16
14 MengenaiHegel didalam wikipediabahasa Indonesiaada di laman berikut:
https://id.wikipedia.org/wiki/Georg_Wilhelm_Friedrich_Hegel (namun
sayangsekali laman bahasa Indonesiaini tidak mampu menjelaskan dengan
presisi dan akurat, lebih baik upayakan sebisa-bisanya, membaca laman versi
bahasa Inggrisnya)
15 Di sini freedom (kemerdekaan)diartikan sebagai the power or right to act,
speak, or thinkas one wantswithout hindrance or restraint. Sinonim freedom
biasanya liberty (kebebasan), dapat diartikan sebagai the state of being free
withinsociety fromoppressive restrictionsimposed by authorityonone'sway of
life, behavior, or political views.
16 Cognition yangkita terjemahkan sebagai kognisi berasal daribahasa Latin
cognitio(n-), from cognoscere ‘getto know.’adalah the mental actionor process
of acquiring knowledge and understanding through thought, experience, and
the senses. Atau juga: a result of thisprocess; a perception, sensation,notion, or
intuition, lihat https://en.wikipedia.org/wiki/Cognition atau lihat yang dalam
13. Cognition di dalam bahasa Jerman disebut erkennen;17 Sedangkan
knowledge—pengetahuan—dalam bahasaJerman disebut wissen.
Hegel memandangsejarah(history)sebagai kisah perlangkahan, progress,
pikiran manusia menujukemerdekaan—the story of the progressof
mind towardsfreedom.18 Yang dikatakan oleh Hegel dengan “mind”
maksudnya bukan hanyapikiran-pikiran individualterpisah-pisah(the
separate mindsof individuals), namun the sum total of that consciousness.
Kita akan bisa melihat bahwasanya padakebudayaan tradisional, terutama
“Timur” (oriental)lazim terdapatepistemologi (yaknikeyakinan-keyakinan
mengenaicara mengetahui(knowing), dan apa yangmungkin bisa
bahasa Indonesia(walau belum bisa saya yakiniketepatan
pendeskripsiannya)di https://id.wikipedia.org/wiki/Kognisi
Ketika mesin penterjemahGoogle menterjemahkan ke bahasa Indonesia,
muncultiga konotasi berkenaan dengan cognition yakni1. Pengartian, 2.
Kesadaran, 3. Pengetahuan.
17 Beberapa di antara kita mungkin masihingat dahulu ada ujaran dengan
slang Betawian: “Nggak diréken”.. (huruf é pertama dilafalkan seperti “esok”,
“belok”—kategori “e taling”; sedangkan huruf e yangkeduadilafalkan seperti
padakata “penuh” “perahu”—kategori“e pepet”); Kata “diréken” dikalimat
tersebut bersaudaradekat dengan erkennen; “Nggak diréken” setara dengan
“not recognized”; Dibahasa Belanda“reken” berarti “counted”, “dihitung”,
“Nggak direken”, kuranglebih setara dengan “tidak diperhitungkan” “tidak
dianggap”.
18 Menempatkan pengertiansejarah(history) menjadi freedomsebagai
(alias di dalam) pengertian cognition inimemudahkan kita—membuka
jalan bagi kita—untuk memahamiapasebenarnya “memory” (ingatan)pada
manusia—yangberprosessamasekaliberbeda dengan memoripadamesin
(komputer, misalnya). Sila lihat tulisan Heinz von Foerster, “What Is Memory
that It May Have Hindsight and Foresight aswell”, didalam bukunya
Understanding Understanding:EssaysonCyberneticsand Cognition, hal. 101
http://www.alice.id.tue.nl/references/foerster-2003.pdf ; Padasuatu
percakapan informaldengan beberapateman, penulispernahmengemukakan
bahwa untuk memperbaiki“keadaan Indonesiayangkita rasakan sekarang
ini” kita perlu memperbaikimemorikolektif kita, melaluiperbaikan memori
kita masing-masing. We need to defrag our memories.
14. diketahui—beliefsabout knowing and what may be known—dan ontologi
(yaknikeyakinan-keyakinan mengenai wujud(being), apa ia itu, apa ia itu
sebelumnya, dan mungkin menjadi apa ia itu kemudian—beliefsabout
being, what is, was, and may be—berawal dari fenomenologi (pemahaman
sebagaimana kosmos, the whole, dialami—experienced—menampilkan,
memperlihatkan ‘tatanan’ (order)dijagad raya ini, dengan atau melalui cara
“berada didalam” kesadaran (cosciousness)yang universal.
Sepanjangseseorang tidak mampu menjelaskan kepadadirinyasendiri
bagaimana jalan berpikirnyabekerja—yaitu bagaimana seseorang menjadi
"mengerti bagaimana dirinyamenjadimengertisesuatu”—ia tidak akan
mudahmengenaldirinya, dan padagilirannya, ia tak akan pernahmudah
memperolehjalan kemudahan mencapaikemerdekaan (freedom)dan atau
bahkan kebenaran (truth)
“Hegel thought freedomwould beachieved when mind understands
itself as a unity, and philosophy, if it correctly interpreted the world,would
lead to this understanding. (Peter Singer, dengan emphasisdarisaya)
Salahsatu persoalan mengapapikiran Hegel sangat tidak mudahdipahami
oleh tradisi bernalar (kosmologi, ontologi, filosofi) Barat19 adalah karenabagi
Hegel untuk menjadi mengerti dirinyasendiri manusiaperlu beradadi
dalam mengetahui ("in the knowing") sesuatu yangasing dan semakin bagi
disiplin penalaran paskaRevolusiIlmiah (ScientificRevolution): mengalami
kesadarannyasendiri“experiencing his/her cosciousness”,
19 Gotthard Günther yang nota bene mengembangkan logikapolikontekstural
(polycontextural logic)berangkatdaripemikiran Hegel—dan tentu saja
Kant—menyatakan bahwa "Phenomenology of the Mind"KaryaHegel sebagai
buku tersulit di dunia, dan jangan coba-coba membacanya; Dalam kaitan
dengan logika transendental, begini katanya:
“The first systematic treatise of this new typeof logic [transcendental
logic] was Hegel’s "Phenomenology of the Mind."Butdon´ttry to read it.
It has been called the most difficultbook ever written in the history of
mankind.” (in his article “Can Mechanical Brains Have Consciousness?”)
15. Mengetahui(knowing) bukan diawali dan dibangun melalui"penambahan
pengetahuan ke dalam diri"; Bagi Hegel, epistemologi—yaknipersoalan
bagaimana manusiamenjadimengetahui atau mengerti—bersumber di
wilayah fenomenologi(phenomenology), mengalami, experiencing, yangjika
dicari padanan pengertiannyadalam bahasaIbn-al’Arabi itu adalah “tasting”
(dhawq)seperti sesuatu rasa “manis” (sweet)yangdialami oleh lidah ketika
mencicipi madu.
Ketidak-mengertian “orang barat” mengenai epistemologi yang bersumber
pada fenomenologi ini—yangsebenarnyasangat ubiquitous diduniaini
namun tak mampu tertembusoleh “pengetahuan”—tetapiHegel bisa
melihatnya dan mencobamem-formalisasikan-nya20, menjadikan dirinya
bahan tertawaan; Bahkan Karl Marxyang mengikutijalan Hegel juga menjadi
lelucon bagi banyak orang diBarat sampai sekarang, misalnya: “Betulkah
Marxmampu berpikir?”demikian kata mereka. Sekarang, merekayang
mengaku sebagai Marxists sangat boleh jadisebenarnyatidak mengerti
pikiran Karl Marx21
Umumnyadalam filsafatBarat (Westernphilosophy)sejak RevolusiIlmiah22
(ScientificRevolution)sebagian besar wacana“pengetahuan” (knowledge),
20 Tetapi Hegel sendiritidak percayabahwa cognition (science) harusberhenti
padaformalisme. Epistemologi Hegel adalah epistemologi transendentalyang
kemudian mewariskan teori“transcendental logic” yangantaralain dipelajari,
digali lebih dalam oleh banyak pemikir termasuk oleh Gotthard Günther
misalnya
21 Lenin pernah mengatakan: “It is impossiblecompletely to understand
Marx’s Capital, and especially its first Chapter, without having thoroughly
studied and understood the whole of Hegel’s Logic. Consequently, half a
century later noneof the Marxistsunderstood Marx!! - [Vladimir Ilyich Lenin,
Conspectusof Hegel’s Logic 1914]
https://www.marxists.org/archive/lenin/quotes.htm
22 revolusiini dimulaidi Eropadari masa Renaisans hingga akhir abad ke-18,
periodeyangdikenalsebagai Abad Pencerahan. Lihat juga, The Scientific
Revolution, 1543-1600
16. “ilmu pengetahuan” (science) menganggap bahwa understanding sebagai
proses“data empirik yang diperolehdariindera-inderaeksternal” (“empirical
data drawnfromthe outward senses”); FilosofiTimur sejak lama sekali sudah
mengerti bahwasanya ada suatu cara untuk menjadi mengerti,atau
mengetahui, melalui “way of knowing which isbased on the inner senses
and the opening of the ‘eye of the heart’ which can ‘see’ the invisibleworld
hidden to the outward eye.”
Para penterjemahbahasa Inggris buku Phänomenologie desGeistes
sebenarnyatidak merasayakin apakah mereka harus menterjemahkan "Geist"
sebagai "Ruh" (spirit) atau "Pikiran"(mind), meskipun pengertian "Ruh"
(spirit) dan "Pikiran"(mind) sangat berbeda dalam bahasa Inggris.
Sejak awal penterjemahan buku ini kedalam bahasa Inggris, sekedar judulnya
saja buku itu telah menyulitkan pendeskripsikan maksudHegel. Judul
Phenomenology of Spirit, yangakhirnyadigunakan sebenarnyahanya
salahsatu daritiga alternatif judulyangHegel tetapkan bagi karyanya. Dalam
bahasa Jerman judulnya PhänomenologiedesGeistes. "Spirit"adalah
terjemahan darikata Jerman ‘Geist’, yangkemudian dimaknakandalam
English (bahasa Inggris) sebagai “pikiran” ("mind"). Jika Geist diterjemahkan
sebagai "spirit," maka sebenarnya judul orisinil buku itu, Scienceof the
Experienceof Consciousness, sudah sangat mendeskripsikan,(describe)
kandungan (kontennya) dengan lebih baik. Ketika Hegel kemudian
mengganti judulnyamenjadi Scienceof thePhenomenology of Spirit, itu
mungkin karenasaat itu ia juga turutmenuliskan bagian Preface (Prakata)
dari buku terjemahannyaitu. Buku tersebutsampai sekarang dikenalsebagai
the “Phenomenology of Spirit“, untuk lebihmeringkaskan judulnya.23
http://www.historyguide.org/earlymod/lecture10c.html dan Scientific
Revolution dihttps://www.encyclopedia.com/science-and-
technology/physics/science-general/scientific-revolutions
23 Tom Rockmore, Cognition: AnIntroductionto Hegel'sPhenomenologyof
Spirit, halaman 5
17. Padaumumnyasekarangkitasudah terlalu terbiasakan menganggap
bahwasanya pengetahuan (knowledge)adalah sesuatu yang
terakumulasikan atau diakumulasikan, sepertisering terungkapkan dalam
pernyataaan-pernyataan pengharapanyangsemacam ini: “Besarkan diriku
dengan pengetahuan”, “Tambahkan pengetahuan ke dalam diriku” dan
sebagainya. Seakan-akan kita percayabahwa lebih banyak itu lebih baik, more
is better. Give me more, and more, and more. “I need more and more and more”;
Tetapi cara pandangsepertiitu—menambahkan pengetahuan—sebenarnya
tidak memudahkan seseorangmenjadibisa mengerti dirinyasendiri.
“Big data” tidak dengan sendirinyaakan membuat seseorang menjadimudah
mengerti proseskognisi yangberlangsungpadadirinya, tidak memudahkan
seseorang menjadimengenaldirinyasendiri. Dibanjiridata bisa membuat
seseorang menjadisemakin tidak mengerti siapa dirinyasebenarnya
terutama jika ia tidak berada di dalam mengetahui.
“Hegel thought that mind, inthissense, progressestowardsfreedomby
encountering, and thenovercoming, contradictionsthat are a barrier
towardsitsself-understanding and hence itsfreedom. Each stage of
development generatesa contradictionthat hasto be overcome, until the
final stage, whenmind understandsitself, hasovercome all barriers, and
thereforeisfree. (Peter Singer)
Budaya “non-western”
Pikiran Hegel mengenai“experiencing the conciousness” inirevolusioner sekali
bagi kebudayaan Barat, akan tetapi—sebagaimana dibagian depan tulisan ini
diperlihatkan—sebenarnyabukan reka-rekaan (invention)Hegelsendiri; Ia
tidak inventing (menciptakan suatu “cara atau modaberpikir” baru, ia
menemukan (discover)dan mencoba mendeskripsikan, mem-formalisasi-kan,
cara-cara pandangdan pendekatan terhadap prosesualitas24 epistemologi
yangbasisnya adalah fenomenologi—tolearn and understand something by
24 Processuality…inthe way it happened
18. learning about learning— yangsejak ribuan tahun indigenously terdapatdi
mana-manapadabudaya-budaya“non barat”, yangmungkin bisa kita sebut
"timur" (oriental) di sini, dan jugaterdapat padabeberapa kultur berbahasa
"Indo-Germanic"(bahasa nenekmoyang—ancestral—bahasa-bahasaIndo-
European; Proto-Indo-European), yaitu “Baratyangtidak umum, non
konvensional”25
Mencius (Meng Chu) muridnya Confucius (Kong HuChu) berkata:
“all learning is nothing other thanto seekfor the lost heart”.
Semualearning –apapun, yangmanapunitu—matematika, teknologi, bahasa,
etika, moral, economics (ilmu ekonomi)dll semuanya, sebenarnyaadalah
pencarian ke dalam diri (inwardly). Ketika seseorang menemukanjalan itu,
memasuki jalan itu, dan menjalani jalan itu, ia akan menjadi jalan itu,,..
dan ia akan eventually, cepatatau lambat, akan sampaipada kemerdekaan,
freedom.
Ia yang memahamijalan nalarnya, jalan berpikir dirinyasendiri—inthe
understanding, inthe knowing of it, cognizing and re-cognizing inreal time,
fromtime to time, all the time—akan bisa membukajalan mencapai
kemerdekaan yangtertinggi, ultimate freedom26
25 Kategorisasi dengan cara dikotomi“West versusEast” sebenarnyajuga
kurangbisa menampungideayangingin dijelaskan disini.
26 “He who knowshimself knowshis Lord” This is not a hadith attributed to the
Prophet,ﷺ but it is a saying attributed to Yahya ibn Mu'ādhar-Rāzias: Shams
ad-Dīn as-Sakhāwi mentioned in his book Al-Maqāsid al-Hassana, Vol. 2, pp.
657 asattested by Al-HāfidhAbu Sa'd as-Sam'āni—and, Ibn Hajar al-Haytami
in his book Al-Fatāwa al-Hadīthiyya, pp.206. Therearenumerousother
scholars that said this hadith is a fabricated one(e.g., Ibn Taymiyyah, Ismā'īl
al-'Ajalōni, etc.) In somereferences, it is referred to as a sayingof The Prophet
(pbuh) and in some others it is considered as a hadith from Imam Ali (A.S.).
Butin both cases consequence of the peoplewho narrate this hadith is not
mentioned (This hadith is a Morsal مُرسَل), although the concept of this
19. AKHIRNYA
Anjuran semacam “carilah ilmu sampaike negeri Cina” (dan bukannya
“carilah pengetahuan sampai ke negeri Cina”)adalah anjuran untuk belajar
dari carabelajar orang lain, untuk mengetahui caraberpikir, jalan
berpikir, bagaimana(how) orang lain berpikir, bagaimanapikiran
berjalan(kata “cara” berasal darikata Sansekerta yangberkonotasi “motion”,
“moving”, “bergerak”, “pergerakan”)–bukan untuk belajar mengetahui apa
(what)yangdipikirkan oleh orang lain; Dianjurkan terutamauntuk
menemukan, menemui, mengalami (experiencing),mengerti apa itu
“ilmu”,bukan utamanya “menambahpengetahuan”. Itupun karena
China—selain banyak negeri lainnyajuga sebenarnya—sejak lamasudah
memiliki “jalan, cara berpikir” yangbagus.
SemogaTuhan membesarkankita di dalam mengetahui”, … “increaseus
in knowing” … bukan “limpahkan kepadakita pengetahuan” dan sebagainya
yangsemacam itu.27
statement is true. https://islam.stackexchange.com/questions/46436/where-
is-this-hadith-attested-he-who-knows-himself-knows-his-lord
27 Terjemahan, bagaimanapun jugaselalu adalah suatu tafsir, suatu tafsiran;
Dan bagi tafsir apapun, tidak adatafsir yang mutlak (absolut).
Penulistidak setuju dengan tafsir bahasa Indonesiayangumum dituliskan
dalam terjemahan Al-Quran (surah Ta-Ha 20:114)yangsekarangberedar, di
mana“Robbi zidniilman” ditafsirkan berkonotasi “menambahpengetahuan”–
dan bukannya, alih-alih “di dalam proses mengetahui itu sendiri. “In knowing”
ini lebih seperti yangdimaksud dengan apprehending, proses“coming to
know” proses “menuju mengetahui”; Bedakan dengan comprehend, “inthe
know” —yaitu “menjadi mengetahui di dalam mengalami, di dalam
mengetahui sesuatuitu sendiri”; Namun sekalipun sepertiitu trend
populernya, penulismelihatletak persoalannya: itu berasal dari paradigma
“menambah pengetahuan” alih-alih “menjadi (becoming a knower)di dalam
mengetahui (in knowing itself)”; Paradigma“menambahpengetahuan”
(memperlakukan pengetahuan sebagaikatabenda, noun, alih-alih melihatnya
sebagai proses, sebagai kata-keterangan, adverb, ataupun sebagaikata-kerja,
20. Postscript
Musuhterbesar manusiaadadi dalam dirinyasendiri. Menuju freedom
(kemerdekaan)dalam konteksapapun—idividualdan kolektif—adalah
perjalanan melalui, dimulaidarimengenali dirisendiri, cara berpikirnya
sendiri, jalan pikirnyasendiri.
Ketika semua gagas (ideas), konsepsi(conception), perception (persepsi)—
bahkan termasuk gagas atau konsep “kemerdekaan” (freedom)itu sendiri—
“semuadan segala pikiran-pikiran kita itu”—tidak lagi kita periksa seksama
bagaimana hal itu menjadikita percayai(kalau kita percayaitu) .. maka
verb)telah ribuan tahun—mungkin sejak Aristoteles dan pengikutnya, para
cerdik pandai—mempopulerkanmodapikir logikanilai biner (binary valued,
two-valued logic)yangmengakibatkan keterpisahanabsolut antara subjek
dan objek. Dan ini mengakibatkan pernyataan seperti, “Tuhan itu ada” atau
“Tuhan itu tidak ada” kedua-duanyasubjectless (nirsubjek), keduanyatidak
menjelaskan siapa subjekyangmenyatakan itu? .. “who is the one that saying
that?”. Statementtadihanyapersoalan objektifitas dan atau subjektifitas saja
tetapi—dan ini paradoksnya—samasekalitidak terhubung(related), tidak
memiliki keterhubungan (relationship)dengan subjek. Sangatlama
diperlukan waktu untuk mengertiapaitu subjektifitas, mulaidarijaman
Aristoteles—sampai padasuatu saat tahun 1933 Gotthard Günther–sering
disebut sebagai “the Einsteinof Philosophy”—mulaimengemukakan teori
subjektifitas (dan tentu saja objektifitas)—dalam buku yangbersumber dari
thesis PhD-nya“Grundzügeeiner neuen Theorie des Denkens in Hegels
Logik“ (“Fundamentalsof a new theory of thinking in Hegel'slogic”); Ia juga
kemudian pernahmenulisartikel “Cognitionand Volition, AContributionto
CyberneticsTheory of Subjectivity“ yangmenjelaskan, bagaimanamengatasi,
(transcending)ke luar dari“keterjebakan di dalam two-valued logic”-dikotomi
(dualisme)warisan Aristoteles (Aristotelianlogic); Iatidak menghilangkan,
menafikan two-valued logic tetapidengan multi-valued logic-nya
memampukan “berpikir” (thinking, knowing , logic etc) melangkah, menembus
wawasan yanglebih jauh, lebih dalam dan luas. Idee und Grundrißeiner
nicht-Aristotelischen Logik, (“Idea and outline of a non-Aristotelianlogic”)
terbit tahun 1959 memperolehpengakuan publik sebagai magnum opus
(“karyabesar”, masterpiece)dia
21. mereka sebenarnyatidak berbeda dengan KudaTroya (TrojanHorse)28.
Ketikakita lengah tertidur kelelahan sehabis merayakan (celebrating)
proklamasi kemerdekaankita! mereka menyerbu kita, membunuhkita.
Kalaupun bisa survive, kita bisa tetap hidup tetapi sangat mungkin akan
kehilangan kemerdekaan kita lagi, yang baru saja kita proklamasikan dan
rayakan.29 Seharusnyapikiran beradadi dalam kesadaran, bukan kesadaran
berada didalam pikiran.
Bacaan dalam rujukan-rujukandibawahini, terutama eBook“Cognition:An
Introduction toHegel's Phenomenology of Spirit” (linknyaadadibagian
rujukan dibawah ini) sangat menarik untuk dibaca sambil “gegelehean”,
“gogoleran”, atau sambil “ngacay-ngacay”; Semogasetelah membaca
seksamadengan cara masuk ke dalam, mengalami gagas-gagas (ideas)
kognisi, kita menjadilebih memahami mengapaketika padadiri kita terdapat
suatu desperation (rasadesperate, rasaputusasa, ingin marah, ingin perang,
berkelahi) kita bisa sadari bahwa sebagian besar musababnya (the root of the
cause) sebenatnyaada di dalam dirikita sendiri.
Referensi
Bohm, David, Reality and KnowledgeConsidered asProcess, in Wholenessand
the Implicate Order, page61-82
Chittick, William C. Ibn ‘Arabīonthe Benefit of Knowledge,
http://www.worldwisdom.com/public/viewpdf/default.aspx?articletitle=Ibn
_Arabi_on_the_Benefit_of_Knowledge_by_William_Chittick.pdf
Chittick, William, The Sufi Path of Knowledge: Ibnal-‘Arabî’sMetaphysicsof
Imagination, Albany: SUNY Press, 1989
28 https://en.wikipedia.org/wiki/Trojan_Horse
29 Sebagaimana diibaratkan oleh Gotthard Günther dalam “Can Mechanical
Brains Have Consciousness?”: “There is little doubtthat our present"thinking"
machines are hardly more than wooden horses.”
22. Foerster, Heinz von, “What Is Memory that It May HaveHindsight and
Foresight as well”, in Understanding Understanding: EssaysonCyberneticsand
Cognition, halaman 101 http://www.alice.id.tue.nl/references/foerster-
2003.pdf
Günther, Gotthard, Cognitionand Volition, AContributionto Cybernetics
Theory of Subjectivity, https://www.vordenker.de/ggphilosophy/c_and_v.pdf
Gotthard Günther, CanMechanical Brains Have Consciousness?
https://pdfs.semanticscholar.org/3098/554e8c4d81227628ccff2f787b0ab62
a0d9e.pdf
Rockmore, Tom, Cognition: An Introductionto Hegel'sPhenomenology of Spirit,
Berkeley: University of CaliforniaPress, c1997 1997.
http://ark.cdlib.org/ark:/13030/ft7d5nb4r8/
Singer, Peter, Karl Marx at 200: What did he get right?,
https://www.irishtimes.com/culture/karl-marx-at-200-what-did-he-get-
right-1.3471229