Buku ini membahas sejarah perkembangan pengetahuan manusia dari berbagai masa melalui analisis berbagai persoalan. Termasuk membahas filsafat ilmu, kebenaran ilmu, dan masalah kemanusiaan terkait perkembangan ilmu. Tulisan ini penting untuk mahasiswa dan pendidik dalam memahami perkembangan ilmu saat ini.
1. Penerbit : Teraju (Mizan Group)
Edisi : Soft cover
ISBN : 9799964601
Bahasa : Indonesia
Halaman : 222 halaman
Panorama Filsafat Ilmu : Landasan Perkembangan Ilmu Sepanjang Zaman
(Seri Buku Daras)
oleh: Conny Semiawan, Th.I. Setiawan, dan Yufiarti
Buku ini menceritakan sejarah perkembangan pengetahuan dan ilmu
pengetahuan manusia dari zaman ke zaman melalui analisa berbagai masalah.
Dengan lugas para penulisnya membahas filsafat ilmu yang mencerminkan
kekhasan bidang tersebut, tidak sekadar menceritakan perkembangan ilmu itu
sendiri. Beberapa bagian dari buku ini mengungkapkan masalah kebenaran dan
ketidakpastian ilmu, serta masalah-masalah kemanusiaan lain yang terletak di luar
bidang perkembangan ilmu pengetahuan. Setiap bab diwarnai ciri-ciri yang tekait
dengan kehidupan manusia dan menandai keunggulan tersembunyi dalam dirinya,
yaitu temuan dalam berbagai bidang ilmu yang dilandasi oleh potensi kreatif dan
rasa ingin tahu manusia. Sangat penting bagi mahasiswa dan praktisi pendidikan
dari berbagai disiplin ilmu sebagai panduan dalam memahami ilmu pengetahuan
yang berkembang saat ini.
Cony Semiawan adalah guru besar tetap di Universitas Negeri Jakarta dan
guru besar luar biasa pada Program Pascasarjana di Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia. Selain itu, menulis berbagai buku yang berkaitan dengan tema-tema
pendidikan, menjadi pembicara di berbagai forum internasional, dalam dan luar
negeri, dan menerima penghargaan tingkat nasional dan internasional untuk
berbagai kategori.
Theodorus Immanuel Setiawan adalah Doktor Psikiatri, Doktor Pendidikan,
dan dokter. Selain praktek dokter, juga mengajar Filsafat Ilmu di Program S1 dan S3
Universitas Negeri Jakarta sejak tahun 1984, Psikologi Keberbakatan di Program S2
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, serta mengajar Agama dan IPTEK di
Sekolah Tinggi Teologi Jakarta.
Yufiarti adalah dosen luar biasa Program Pascasarjana Universitas Negeri
Jakarta sejak tahun 1996. Mengajar Filsafat Ilmu pada Program S1, S2, dan S3
Universitas Negeri Jakarta maupun di universitas swasta lainnya. Ia juga menjabat
Sekretaris Jurusan Psikologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.
-1-
2. Buku ini menceritakan sejarah perkembangan pengetahuan dan ilmu
pengetahuan manusia dari zaman ke zaman melalui analisa berbagai masalah.
Dengan lugas para penulisnya membahas filsafat ilmu yang mencerminkan
kekhasan bidang tersebut, tidak sekadar menceritakan perkembangan ilmu itu
sendiri. Beberapa bagian dari buku ini mengungkapkan masalah kebenaran dan
ketidakpastian ilmu, serta masalah-masalah kemanusiaan lain yang terletak di luar
bidang perkembangan ilmu pengetahuan. Setiap bab diwarnai ciri-ciri yang tekait
dengan kehidupan manusia dan menandai keunggulan tersembunyi dalam dirinya,
yaitu temuan dalam berbagai bidang ilmu yang dilandasi oleh potensi kreatif dan
rasa ingin tahu manusia. Sangat penting bagi mahasiswa dan praktisi pendidikan
dari berbagai disiplin ilmu sebagai panduan dalam memahami ilmu pengetahuan
yang berkembang saat ini.
Pengarang : AHMAD TAFSIR
Tahun : Cet 1, 2004
Dimensi : 16 x 21 cm, HVS 70 gr, 247 hlm + xviii
ISBN : 979-692-344-0
FILSAFAT ILMU, MENGURAI ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI
Oleh : Ahmad Tafsir
Setiap manusia memang selalu ingin tahu. Keingintahuan manusia itu
barangkali sudah terbentuk sejak penciptaannya, lantas ia mencari. Hasilnya, ia tahu
sesuatu. Sesuatu itulah ilmu pengetahuan. Jadi pengetahuan ialah semua yang
diketahui. Semakin bertambah umur manusia, semakin banyak pula
pengetahuannya. Katakanlah ketika ia telah berusia 40 tahunan, pengetahuannya
sudah banyak sekali. Begitu banyaknya, sampai-sampai ia tidak tahu lagi berapa
banyak pengetahuannya dan tidak tahu lagi apa saja yang diketahuinya. Bahkan,
terkadang ia juga tidak tahu apa sebenarnya pengetahuan itu.
-2-
3. Dilihat dari segi motif, pengetahuan diperoleh melalui dua cara.
Pertama, pengetahuan yang diperoleh begitu saja, tanpa niat, tanpa tujuan, tanpa
keingintahuan dan tanpa usaha. Kedua, pengetahuan yang didasari motif ingin tahu.
Pengetahuan ini diperoleh karena memang diusahakan, biasanya dengan cara
belajar. Pengetahuan yang diusahakan inilah yang dibahas dalam buku Filsafat Ilmu
karya Prof. Dr. Ahmad Tafsir ini.
Dalam buku ini diperkenalkan tiga macam jenis pengetahuan, yaitu
pengetahuan sain, pengetahuan filsafat dan pengetahuan mistik. Ketiga
pengetahuan tersebut memiliki objek, paradigma, metode, dan kriteria tersendiri.
Pemahaman kita terhadap ketiga pengetahuan ini sangat penting agar kita dapat
memperlakukan masing-masing pengetahuan itu sesuai dengan kevelingnya
masing-masing.
Pengetahuan sain ialah pengetahuan yang rasional dan didukung
bukti empiris. Dalam bentuknya yang sudah baku, pengetahuan sain memiliki
paradigma sain dan metode yang disebut metode ilmiah. Formula utamanya adalah
pembuktian bahwa suatu itu rasional dan bersifat empiris. Contohnya yang paling
sederhana, seseorang ingin tahu, jika bibit jeruk ditanam, buah apa yang dihasilkan?
Ia lalu menanam bibit jeruk. Ia tunggu beberapa tahun, dan ternyata buah jeruk yang
dihasilkannya. Pengetahuan jenis inilah yang disebut pengetahuan sains (scientific
knowledge).
Bila kita berpikir secara lebih serius, bagaimana jeruk selalu berbuah
jeruk? Untuk menjawab pertanyaan ini kita tidak dapat melakukan penelitian secara
empiris karena jawabannya tidak terletak pada bibit atau pohonnya. Jeruk selau
berbuah jeruk sebab ada hukum yang mengatur agar jeruk berbuah jeruk. Para ahli
mengatakan hukum itu ada dalam gen jeruk. Hukum itu tidak kelihatan (tidak
empiris), tetapi akal mengatakan hukum itu ada dan bekerja. Inilah pengetahuan
filsafat.
Kebenaran pengetahuan filsafat hanya dapat dipertanggungjawabkan secara
rasional, namun tidak dapat dibuktikan secara empiris. Objek penelitiannya adalah
objek-objek abstrak dan temuannya juga abstrak, paradigmanya ialah paradigma
rasional dan metodenya juga rasional (Kerlinger menyebutnya method of reason).
Lalu, suatu ketika ada orang ingin tahu lebih jauh lagi. Siapakah yang
membuat hukum bahwa jeruk selalu berbuah jeruk? Pertanyaan ini masih bias
dijawab dengan pengetahuan filsafat. Salah satu teori filsafat mengatakan hukum
tersebut dibuat oleh Yang Maha Pintar, yang disebut Tuhan. Ini masih pengetahuan
filsafat.
Mungkin ada orang yang ingin tahu lebih jauh lagi, siapa Tuhan itu?
Pertanyaan “nekat” semacam ini tidak bias dilayani dengan pengetahuan sain
maupun filsafat karena objek yang ingin diketahui bukan objek empiris, juga tidak
dapat dijangkau akal rasional. Obyek itu abstrak-suprarasional atau metarasional.
-3-
4. Obyek abstrak-suprarasional itu dapat diketahui dengan rasa bukan dengan
pancaindra atau akal rasional. Bergson menyebut alat itu intuisi, Kant menyebutnya
moral, filosof muslim seperti ibnu Sina menyebutnya akal mustafad, para sufi
menyebutnya qalb, dzawq, kadang-kadang dhamir, kadang-kadang sirr.
Pengetahuan jenis ini disebut mistik. Paradigmanya ialah paradigma mistik,
sedangkan metodenya disebut metode latihan (riyadhah) dan keyakinan.
Kebenarannya pada umumnya tidak dapat dibuktikan secara empiris.
-4-
5. Allah SWT menciptakan manusia ke dunia mempunyai maksud tertentu, yakni
selain agar beribadah kepadaNya diamanatkan sebagai Khalifah Fil Ardhi sehingga
tercipta masyarakat yang tentram serta sejahtera. Akan tetapi tugas yang
diamanatkan kepada Al-Insan (manusia) sering kali dimanipulasikan sesuai
kehendak hawa nafsu syaitan,sehingga fungsi sebagai khalifah tidak dapat
dilaksanakan dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya, jika setiap manusia
memahami akan maksud diciptakan Allah SWT ke dunia ini, maka segala gerak
langkahnya selalu disesuaikan dengan syariat dinullah. Tujuan diciptakan manusia
secara argumen yang ditegaskan Allah SWT seperti firmanNya: "Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu."
(QS.51:56).
Dengan penjelasan firman Allah SWT tersebut sudah jelas dan tegas apa
yang seharusnya diperbuat oleh manusia dalam kehidupan sehar-hari, yaitu
penghambaan secara totalitas kepada Al-Khaliq. Harus diakui dalam realita
kehidupan sehari-hari penyimpangan hampir tidak dapat dihindarkan dari perbuatan
manusia, karena dunia sekuler lebih dominan dibandingkan dengan hakekat
kebesaran Allah SWT,sebagai penguasa tunggal.
Hilangnya penyadaran manusia terhadap asal serta tujuan diciptakan oleh
Allah SWT adalah konsekuensi tidak ma'rifah (mengenal) terhadap dirinya.
Sehingga menjadikan hidupnya tanpa memperhatikan norma-norma yang
seharusnya dipatuhi.
Mu'ahadah berarti selalu mengingat perjanjian dengan Allah SWT. Kesadaran
kita bahwa hidup bukan sekedar ada tetapi karena ada yang mengadakannya,
adalah sikap dan sifat seorang muslim sejati. Allah menghidupkan kita dengan
fasilitas yang di berikan-Nya bukanlah tanpa tujuan. Dan tujuan kita di ciptakan
adalah untuk beribadah hanya kepada-Nya.
Dan hanya Allah sajalah yang harus kita per-Tuhankan, karena ini adalah inti
kehidupan, yaitu memper-tuhankan Allah dan tidak boleh mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu pun. Ini adalah perjanjian yang harus selalu kita ingat, sebagaimana
di ungkapkan oleh Allah
Dengan kesadaran bahwa hidup bukan sekedar ada tetapi karena ada yang
mengadakannya, adalah sikap dan sifat seorang muslim sejati. Allah menghidupkan
kita dengan fasilitas yang di berikan-Nya bukanlah tanpa tujuan. Dan tujuan kita di
ciptakan adalah untuk beribadah hanya kepada-Nya.
Dan hanya Allah sajalah yang harus kita per-Tuhankan, karena ini adalah inti
kehidupan, yaitu memper-tuhankan Allah dan tidak boleh mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu pun. Ini adalah perjanjian yang harus selalu kita ingat, sebagaimana
di ungkapkan oleh Allah
-5-
6. "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang)
anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh
mereka (seraya berfirman), "Bukanlah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "betul
(Engkau Tuhan kami), kami bersaksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan, "sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini."
(QS Al-A'raf : 172)
Jika pilihan setiap manusia jatuh ke jalan ketaqwaan sudah dapat
dibayangkan nilai akhir akan sampai kepada sebuah kemenangan yang hakiki.
Diraihnya suatu kemenangan melalui aktivitas yang berat, tetapi atas dasar nilai-nilai
ketaqwaan (ketaatan) itu, keberhasilan menyertainya. Secara tegas Allah SWT
menyatakan ketaqwaan seseorang akan sampai kepada kemenangan: "Dan barang
siapa yang taat kepada Allah dan bertaqwa kepada Allah dan RasulNya dan takut
kepada Allah dan bertaqwa kepadaNya maka mereka adalah orang-orang yang
mendapat kemenangan." (QS.24:52).
Untuk sampai ke arah kemenangan, sewajarnya setiap manusia mencari
jalan dengan maksimal yang disertai sesuai ketentuan syari'at Islam. Manusia
dengan segala keberhasilan dunia yang di raihnya tidaklah kemudian menjadi mulia,
manakala ia merasa bahwa apapun yang di raihnya adalah hasil usahanya sendiri,
tanpa ada campur tangan orang lain. Sadarilah kita di sebut kaya karena ada yang
miskin, kita di sebut cantik karena ada yang jelek. dan kita juga bisa di sebut baik
(mulia) karena ada yang buruk. Kemudian ketahuilah tidaklah orang memuliakan
kita, kecuali Allah yang menghendaki.
Makanya jangan merasa diri lebih mulia dari orang lain, karena itu adalah
kebodohan. sebab hanya orang bodohlah yang merasa dirinya tidak perlu atau
membutuhkan bantuan. Dan ketika rasa itu mendominasi dirinya, maka
kecenderungan menyekutukan Allah nampak semakin sempurna. Oleh karena itu
sudah sepatutnya kita mampu menyikapi perbedaan dan bias menjadikan
perbedaan itu sebagai rahmat. Karena perbedaan itulah yang pada dasarnya
menyatukan kita sebagai sesame umat muslim.
إيّاك نعبد و إيّاك نستعين
“Hanya kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon
pertolongan”.
Dari potongan ayat tersebut, disebutkan bahwa “Hanya kepada-Mu-lah kami
beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan” dan bukan “Hanya
kepada-Mu-lah hamba beribadah dan hanya kepada-Mu hamba mohon
pertolongan”. Dari ayat tersebut saja sudah ditemukan satu petunjuk bahwa manusia
-6-
7. bukanlah makhluk yang berdiri sendiri saat beribadah, tetapi sebagai kaum yang
menyembah Allah. Bukankah kita berbeda? Tetapi keimanan kita kepada Allah
menyatukan kita dalam satu agama, satu aqidah dan kepercayaan.
Kemudian kita berjanji :
ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين إن صلتي
“Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata karena
Allah Rabb semesta alam”.
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa, ada baiknya kita kembali
mengingat-ingat janji dan sumpah kita. Semakin sering kita mengingat janji, insya
Allah kita akan senantiasa menapaki kehidupan ini dengan nilai-nilai ketakwaan.
Inilah yang disebut dengan mua’ahadah. Langkah awal yang harus dilakukan setiap
orang merenungkan mu'ahadah (mengingat perjanjian) terhadap Allah SWT,
maupun terhadap dirinya sendiri.
Mu’aqabah berarti memberikan sanksi kepada diri sendiri tatkala melakukan
keburukan atau lalai dalam melakukan kebaikan. Sanksi itu haruslah dengan
sesuatu yang mubah, tidak boleh dengan yang haram. Seperti disebutkan bahwa
suatu ketika Abu Thalhah sedang sholat, di depannya lewat seekor burung lalu ia
melihatnya dan lalai dari sholatnya sehingga lupa sudah berapa rakaat beliau sholat.
Karena kejadian tersebut beliau mensedekahkan kebunnya untuk kepentingan orang
miskin sebagai sanksi atas kelalaian dan ketidakkhusyuannya.
Dalam setiap pekerjaan akan berhadapan dengan sebuah perbuatan
kesalahan walaupun mungkin ada yang bersifat sengaja atau karena alpa. Ketika
berhadapan dengan perbuatan kesalahan yang dilakukan secara sengaja perlu
diambil sanksi (mu'aqabah). Namun ajaran Islam yang agung telah memberikan
uswah, walaupun perbuatan kesalahan karena alpa sebagai pendidikan adanya
tindakan mu'aqabah.
Hal ini dapat dilihat dari riwayat, bahwa Umar bin Khatab ra., pergi ke
kebunnya. Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan
shalat Ashar. Maka beliau berkata: "Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku
pulang orang-orang sudah shalat Ashar. Kini kebunku aku jadikan shadaqah buat
orang-orang miskin."
Dari kisah tersebut kita mengetahui bahwa kesadaran untuk mengakui
kesalahan atas perbuatan dirinya kemudian diterapkan mu'aqabah secara
konsekuen akan membawa dampak positif. Dalam pengertiannya, dapat dijadikan
panutan orang lain, lebih-lebih jika dijadikan panutan oleh para elit kekuasaan.
-7-
8. Sekaligus menerapkan aturan hukum diterapkan kepada siapapun tanpa kecuali,
bukan perilaku rezim yang menerapkan norma kesewenangan. Hal ini yang
mendasari kebersamaan kita juga, kebersamaan dalam hukum, yang berlaku mutlak
untuk semua orang.
Pemberian sanksi diberikan atas dasar keadilan yang diberikan Allah SWT
setelah sebelumnya diberikan peringatan agar berjalan di wilayah Al-Haq: "....dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan....(QS.2:195).
Demikian juga di tempat terpisah Allah SWT mengingatkan manusia supaya
waspada yaitu: "....dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.4:29).
-8-