Peradilan Islam pada masa pra-kolonial di Indonesia terbagi menjadi tiga periode yaitu periode tahkim, periode ahl al-halli wa al-aqdi, dan periode tauliah. Pada masa ini, hukum Islam diterapkan secara luas di berbagai kerajaan Islam di Indonesia dalam bidang muamalah, keluarga, dan peradilan."
1. PERADILAN ISLAM MASA PRA KOLONIAL
MAKALAH
Diajukan guna memenuhi tugas
dalam mata kuliah Peradilan Islam
Disusun Oleh:
1. Miss. Sainap Mama (12370037)
2. Mr. Ilham Nuereng (12370038)
3. Mr. Ibrahim (12370040)
4. Danang Bangun Kusuma Negara (12370041)
Dosen:
Dr. H. Kamsi
JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum islam telah ada di Indonesia bersamaan dengan datangnya islam ke Nusantara.
Setidaknya, hukum ini jauh lebih lama dibandingkan hukum yang telah digunakan oleh bangsa
ini sekarang. Namun, keberadaannya belum dapat tempat secara proporsional karena dianggap
kurang mampu menghadapi perubahan zaman. Ditambah lagi dengan anggapan miring
terhadap hukum pidana islam yang terkesan kejam dan membutuhkan upaya reformasi dalam
konsepnya. Bahkan perlu adanya reinterpretasi atas hukum perdata islam, terlebih dengan
hukum pidananya yang dirasa tidak sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Namun demikian, sekalipun tampak kejam, masih banyak kelompok muslim yang
merindukan kembali diberlakukannya hukum pidana yang dulu pernah diterapkan pada masa
kerajaan islam mulai berkembang sebelum penjajahan Belanda. Hal ini dapat dilihat dari
munculnya beberapa daerah yang mencoba menerapkan hukum islam dalam peraturan
daerahnya. Ditambah lagi dengan ketidak percayaan masyarakat terhadap hukum dan peradilan
yang saat ini berlaku. Banyak kalangan masyarakat yang menilai tidak tercapainya keadilan
dan kekecewaan yang harus dirasa ketika menilai hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku
kejahatan tidak sebanding dengan tindakan kejahatan yang dilakukannya.
Dalam sejarah perkembangannya, hukum islam di Indonesia mengalami penurunan yang
cukup tidak menyenangkan. Pada mulanya hukum islam di indonesia diakui secara
keseluruhan. Tidak ada pembatasan dalam pelaksanaannya. Yang terpenting adalah hukum
islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits Nabi harus diikuti dan ditaati oleh semua
orang yang telah menyatakan diri sebagai muslim. Ketika terdapat seorang yang melnggar
ketentuan hukum baik pidana maupun perdata, maka hukum yang diterapkan adalah huku
islam. Namun setelah kedatangan bangsa Belanda, hukum islam mulai dikurangi perannya
dengan meniadakan ketentuan hukum pidana.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Peradilan islam pada masa pra kolonial?
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Peradilan Islam pada Masa Pra kolonial
Hukum Islam di Indonesia sebenarnya telah lama hidup di antara masyarakat Islam itu
sendiri, hal ini tentunya berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan agama Islam. Jika
dilihat sebelum Islam masuk, masyarakat Indonesia telah membudaya kepercayaan animisme
dan dinamisme. Kemudian lahirlah kerajaan-kerajaan yang masing-masing dibangun atas dasar
agama yang dianut mereka, misalkan Hindu, Budha dan disusul dengan kerajaan Islam yang
didukung para wali pembawa dan penyiar agama Islam.
Hukum islam pada masa ini merupakan sebuah fase penting dalam sejarah hukum islam
di Indonesia. Dengan adanya kerajaan-kerajaan islam menggantikan kerajaan Hindu-Budha
berarti untuk pertama kalinya hukum islam telah ada di Indonesia sebagai hukum positif. Hal
ini terbukti dengan fakta-fakta dengan adanya literatur-literatur fiqih yang ditulis oleh para
ulama’ nusantara pada abad 16 dan 17 an. Zaman para penguasa ketika itu memposisikan
hukum islam sebagi hukum Negara.
Hukum Islam di berlakukan oleh raja-raja di Indonesia dengan cara mengangkat ulama-
ulama untuk menyelesaikan sengketa. Bentuk peradilannya berbeda-beda tergantung dengan
bentuk peradilan adat. Karena palaksanaan peradilan yang bercorak Islam dilakukan dengan
cara mencampurkan (mengawinkan) dengan bentuk peradilan Adat di Indonesia pada kerajaan-
kerajaan di jawa pada pelaksanaannya ahli hukum Islam memliki tempat yang terhomat yang
kemudian di kenal dengan sebutan penghulu di mana tugasnya disamping sebagai ulama juga
menyelesaikan perkara-perkara perdata, perkawinan, dan kekeluargaan, proses penyelesaian
(peradilan) di selesaikan di masjid.
Secara yuridis raja-raja di Indonesia memberlakukan hukum Islam akan tetapi tidak
dalam konteks peraturan atau perundang-undangan kerajaan. Hukum islam di berlakukan
4. dalam kontek ijtihad ulama, permasalahan-permaslahan yang terjadi terkadang tidak bisa di
selesaikan oleh perundanga-undangan kerajaan maka terkadang di tanyakan kepada Ulama.
Saat itulah ulama melakukan ijtihad atau menyandarkan pendapatnya kepada kitab-kitab fiqh.
Dengan pola ini mazhab imam 4 syafii’I, Hanafi, Maliki, dan Hambali berkembang di
Indonesia hingga saat ini. Sistem hukum islam terus berjalan bersamaan dengan system hukum
adat di Indonesia hingga masuknya kolonialisasi yang dilakukan oleh Negara-negara barat di
Indonesia. Semula pedagang dari Portugis, Kemudian Spayol, di susul oleh Belanda, dan
Inggris.
Pada masa Kerajaan/kesultanan Islam di Nusantarahukum Islam dipraktekkan oleh
masyarakat dalam bentuk yang hampir bisa dikatakan sempurna (syumul), mencakup masalah
mu’amalah, ahwal al-syakhsiyyah (perkawinan, perceraian dan warisan), peradilan, dan tentu
saja dalam masalah ibadah.
Jadi bisa dikatakan periodisasi peradilan Islam di Indonesia sebelum datangnya
pemerintahan kolonial yang disepakati para ahli terbagi menjadi tiga periode, yaitu:
1. Periode Tahkim
Terkait lembaga peradilan, penyelesaian perkara antar warga yang beragama Islam
dilaksanakan melalui lembaga tahkim kepada faqih, muballigh, atau ulama yang dianggap
mampu melaksanakan peradilan. Tradisi tahkim kepada muhakkam (orang yang menguasai
ilmu pengetahuan secara luas yang dalam kehidupan sehari-hari disebut Ulama) ini merupakan
cikal bakal Peradilan Agama di Indonesia dalam masa awal proses Islamisasi di Indonesia.
2. Periode Ahl al-Halli wa al-‘Aqdi
Setelah kelompok-kelompok masyarakat Islam terbentuk dan mampu mengatur kehidupan
sendiri, pelaksanaan kekuasaan kehakiman dilaksanakan dengan jalan mengangkat Ahl al-Halli
wa al-‘Aqdi. Yaitu orang-orang yang terpercaya dan luas pengetahuannya untuk menjadi
sesepuh masyarakat. Serta kemudian Ahl al-Halli wa al-‘Aqdi mengangkat para hakim untuk
menyelesaikan segala sengketa yang ada di masyarakat. Penunjukan ini berdasarkan atas dasar
5. musyawarah dan kesepakatan. Dasar pengangkatan seseorang sebagai hakim didasarkan pada
kitab-kitab fiqh yang mu’tabar, seperti kitab al-Ahkam al-Sulthaniyah karangan Imam
mawardi.
Hakim-hakim dalam periode ini diangkat oleh rapat marga, rapat negeri, dan sebagainya
sesuai adat kebiasaan setempat. Tentang kedudukan dan peranan para hakim pada masa ini
adalah sama seperti pada masa periode tahkim, yaitu di samping sebagai tokoh masyarakat juga
sebagai penasehat agama Islam dan Imam Masjid.
3. Periode Tauliah
Setelah terbentuknya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, pengangkatan hakim dilaksanakan
dengan cara tauliah dari Imam. Atau pelimpahan wewenang dari sultan atau raja selaku kepala
Negara. Kepala Negara mempunyai wewenang mengangkat orang-orang yang telah memenuhi
syarat tertentu untuk menjadi hakim di wilayah kerajaan yang ditentukan oleh kepala Negara
atau sultan.
6. B. Kesimpulan
Jadi kesimpulannya periodisasi peradilan Islam di Indonesia sebelum datangnya
pemerintahan kolonial terbagi menjadi tiga periode, yaitu: Periode Tahkim ,Periode Ahl al-
Halli wa al-‘Aqdi ,Periode Tauliah selain itu peradilan islam pada masa sebelum pemerintahan
Hindia-belanda di indonesia, tata hukum di indonesia mendapat pengaruh dari hukum agama
yaitu Hindu dan islam serta hukum adat. Pengaruh agama Hindu tersebut dapat dilihat pada
sistem peradilannya dimana dibedakan antara perkara Pradata dan perkara Padu. Perkara
Pradata adalah perkara yang menjadi urusan peradilan raja yang diadili oleh raja sendiri yaitu
perkara yang membahayakan mahkota, kemanan dan ketertiban negara, hukum Pradata ini
bersumber dari hukum Hindu dimana Raja adalah pusat kekuasaan sedangkan perkara Padu
adalah perkara mengenai kepentingan rakyat perseorangan, perkara ini diadili oleh pejabat
negara yang disebut jaksa.