1. Analisis korelasi faktor risiko dengan mucositis oral pada pasien kanker kepala dan leher (Dewi, et.al.)
DOI: 10.24198/ pjd.vol34no2.39165
Pengiriman: 05 Januari 2021; Diterima: 31 Juli 2022; Diterbitkan online: 31 Juli 2022
p-ISSN: 1979-0201; e-ISSN: 2549-6212; Dapat diperoleh dari: http:// jurnal.unpad.ac.id/ pjd/ article/ view/ 39165
*Penulis koresponden: Tenny Setiani Dewi, Departemen Kedokteran Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Padjadjaran, St. Sekeloa Selatan I, Bandung, Jawa Barat, Indonesia; Telepon: +62 813-9441-3457; email: tenny.setiani@fkg.unpad.ac.id
Kata Kunci: kanker kepala dan leher; mukositis mulut; faktor risiko; studi retrospektif
Departemen Kedokteran Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Indonesia
2Program Spesialis Kedokteran Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran,
Indonesia 3Departemen Kedokteran Gigi Komunitas, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Padjadjaran, Indonesia 4Departemen Onkologi - Radiasi, Rumah Sakit Dr.
Hasan Sadikin, Indonesia 5Departemen Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Institut Kedokteran
Asia, Universitas Sains dan Teknologi, Malaysia
Radiasi pengion pada daerah kepala dan leher dapat mengganggu fungsi dan integritas mukosa mulut serta
menyebabkan mukositis mulut. Di Bandung, prevalensi dan faktor risiko mukositis oral pada pasien kanker kepala
dan leher (HNC) yang menjalani radioterapi belum diteliti. Beberapa buku menyatakan bahwa prevalensi mucositis
oral akibat radioterapi pada pasien HNC terjadi hampir 100%. Berbagai faktor risiko yang berhubungan dengan
mucositis mulut telah dipelajari, memberikan hasil yang berbeda secara signifikan. Penelitian ini menganalisis
hubungan faktor risiko dengan mucositis oral pada pasien kanker kepala dan leher yang menjalani radioterapi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif cross-sectional dengan data sekunder berupa rekam
medik pasien HNC di RSHS periode Januari 2015 hingga Desember 2019. Metode yang digunakan adalah metode
Consecutive Sampling untuk mengumpulkan data yang memenuhi kriteria inklusi, termasuk diagnosis HNC( ICD-10),
menerima radioterapi dari siklus pertama sampai siklus terakhir; memiliki rekam medis yang lengkap berikut
variabelnya (lokasi pengkodean HNC berdasarkan ICD-10, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, kebiasaan
merokok, siklus radioterapi, pengobatan oral, indeks massa tubuh, dan penyakit penyerta). Seluruh data kemudian
dianalisis menggunakan korelasi Spearman. Hasil: 171 rekam medis menunjukkan 59 pasien mengalami mukositis
oral setelah radioterapi. 26,9% laki-laki dan 7,6% perempuan, dengan usia rentan 40-60 tahun. Analisis korelasi
Spearman, terdapat hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh (BMI) (ÿ = 0,001), kebiasaan merokok
(ÿ = 0,001), dan siklus radioterapi (ÿ = 0,001). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara faktor risiko terjadinya
mukositis oral pada pasien HNC yang menjalani radioterapi di RSHS antara lain indeks massa tubuh (BMI),
kebiasaan merokok, dan siklus radioterapi.
ABSTRAK
Pendahuluan: Radioterapi merupakan terapi kanker yang menggunakan radiasi pengion untuk merusak sel kanker.
Analisis korelasi faktor risiko dengan mucositis oral pada
pasien kanker kepala dan leher yang menjalani radioterapi
Tenny Setiani Dewi1 Yannie Febby Martina Lefaan2, Sri Susilawati3, Adji Kusumadjati4,
Erry Mochamad Arief5
1
95
Machine Translated by Google
2. Kanker kepala dan leher (HNC) merupakan keganasan
yang menyerang rongga mulut, orofaring, nasofaring,
hidung, sinus paranasal, hipofaring, laring, telinga, dan
juga dapat menyerang kelenjar ludah.
Setelah dibersihkan, kami menemukan bahwa hanya
171 rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi
peneliti dan dianalisis menggunakan IBM Statistical
Package for the Social Sciences (SPSS) 24.0. Korelasi
Spearman digunakan untuk membandingkan delapan
faktor risiko mukositis oral. Kriteria pengujian menolak
hipotesis nol (H0) jika nilai signifikansi ÿ<0,05 berarti
ada hubungan antara faktor risiko dengan terjadinya
mukositis. Penelitian ini telah mendapat izin dari Komisi
Etik Penelitian Universitas Padjadjaran Bandung
dengan nomor etik 74/UN6.KEP/EC/2021.
Analisis statistik, jumlah rekam medis yang
diperiksa sebanyak 349 berkas, ditabulasi, diberi kode,
dan dibersihkan menggunakan Microsoft excel 2019.
Keganasan pada rongga mulut dapat menyerang
mukosa bukal, gusi, dasar mulut, langit-langit keras,
dan dua pertiga anterior lidah. Kanker orofaring
merupakan kanker pangkal lidah, amandel, langit-langit
lunak, uvula, dan dinding posterolateral faring.1,2,3,4
Kasus HNC secara global meningkat dari tahun ke
tahun. Data Global Cancer Observatory (GLOBOCAN)
tahun 2018 menyebutkan HNC menempati posisi
kelima dari seluruh penyakit keganasan. Data Badan
Registrasi Kanker Nasional Indonesia menyebutkan
bahwa HNC di Indonesia menduduki peringkat keempat
dari sepuluh besar penyakit kanker di Indonesia dan
umum terjadi pada pria.5,6 Riwayat merokok, konsumsi
alkohol, paparan karsinogen, pola makan, penyakit
menular (Human Papilloma Virus (HPV) dan Epstein
Barr Virus (EBV)), dan genetik merupakan faktor risiko
HNC.6,7,8,9
HASIL
Penelitian ini menemukan bahwa 34,5% pasien HNC
yang mendapat radioterapi di RSHS mulai bulan Januari
Penatalaksanaan kanker meliputi pembedahan,
radioterapi, kemoterapi, terapi hormon, bioterapi, atau
kombinasi dari metode-metode tersebut.
Efek toksisitas terapi kanker dapat menyebabkan
mukositis oral.1,2,3,4 Mukositis oral terjadi akibat
terganggunya fungsi dan integritas mukosa mulut
akibat efek toksik terapi kanker yang menyebabkan
kerusakan langsung pada DNA sel epitel basal. 1,10
Paparan radiasi menimbulkan efek fisik, kimia, dan
biologis pada sel, dimana eksitasi dan ionisasi diikuti
dengan kerusakan langsung pada DNA atau secara
tidak langsung dengan mengionisasi sitoplasma sel
sehingga membentuk radikal bebas yang menyebabkan
kerusakan DNA. Kerusakan DNA kemudian memulai
sel untuk perbaikan, redistribusi, re-oksigenase,
repopulasi, dan radiosensitivitas, yang dikenal sebagai
5R.11,12 Selain itu, beberapa faktor risiko seperti usia,
jenis kelamin, berat badan, kebersihan mulut,
hiposalivasi, penyakit sistemik, dan kebiasaan
berbahaya seperti merokok dapat memperparah kondisi mucositis.3,4
Penderita mucositis mulut yang parah dapat
mengurangi asupan makanan melalui rongga mulut
sehingga melemahkan tubuh pasien akibat kekurangan
nutrisi. Kondisi yang lemah mengganggu jadwal radiasi
pasien, mempengaruhi intensitas terapi anti kanker,
meningkatkan risiko infeksi, dan meningkatkan biaya
pengobatan.
96
METODE
Desain penelitian adalah penelitian retrospektif cross-
sectional dengan menggunakan data sekunder.
Populasi penelitian ini adalah pasien HNC rawat inap
dan rawat jalan yang menjalani radioterapi pada bulan
Januari 2015 sampai dengan Desember 2019. Data
dikumpulkan dari rekam medis secara konsekutif
sampling pada bulan Januari-Maret 2021 di pusat
rekam medis dan rekam medis radiasi-onkologi RSUP
Dr Hasan Sadikin. (RSHS), dengan kriteria inklusi dan
eksklusi.
PERKENALAN
Kriteria inklusi meliputi diagnosis (ICD-10)
adalah pasien HNC; menerima radioterapi dari siklus
pertama sampai siklus terakhir; mempunyai rekam
medis yang lengkap berikut variabelnya (lokasi
pengkodean HNC berdasarkan ICD-10, jenis kelamin,
usia, tingkat pendidikan, kebiasaan merokok, siklus
radioterapi, pengobatan oral, indeks massa tubuh, dan
penyakit penyerta). Kriteria eksklusi mencakup pasien
HNC yang tidak menerima radioterapi.
perlakuan. Menunda terapi antikanker akan
mengakibatkan sel kanker terus berkembang biak dan
berpotensi membahayakan nyawa pasien.1,3,13
Mengetahui faktor risiko yang dapat mencegah
mucositis mulut menjadi lebih parah sangat penting
bagi dokter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor risiko terjadinya mucositis oral pada pasien HNC
yang menjalani radioterapi.
Jurnal Kedokteran Gigi Padjadjaran 2022; 34(2): 95-102.
Machine Translated by Google
3. 97
3
25,73%
16,37%
46
1
15-19
7
Berat badan kurang
%
26-30
8,77%
1,17%
15,20%
7
171
0,58%
Singkatan: n= sampel, %= persentasi.
0,58%
66,67%
Pendidikan Utama
9
Ya
34
4,09%
50-54
1,17%
48
0%
4,09%
20-24
12
23
18
4,68%
84,80%
8
33,92%
Penderita Kanker Kepala dan Leher
8,77%
13,45%
15
Analisis korelasi faktor risiko dengan mucositis oral pada pasien kanker kepala dan leher (Dewi, et.al.)
TIDAK
28
28,07%
TIDAK
55-59
0%
7,02%
17
2
Pelajaran kedua
8,77%
16-20
5
5
26
13
44
1
3
Kebiasaan merokok
18
penyakit penyerta
48
1,75%
Total
2,92%
2,92%
40-44
24
13,45%
4,09%
10,53%
1
Usia (Tahun)
98,83%
51,46%
10
145
N
58
15
11,11%
2
19
71,93%
Variabel
5,26%
21-25
Ya
1
45-49
1,17%
19,88%
106
1,17%
Pendidikan
23,39%
Indeks massa tubuh
10-14
2
0,58%
5,85%
9,94%
4
7,60%
Pra obesitas
%
34
3
10,53%
1,75%
70-74
1,75%
2,34%
15
9
Pria
88
169
8,19%
6-10
14
7,60%
1
19,88%
9
Ya
Kegemukan
123
34,50%
91
11-15
6
0,58%
75+
2
Pendidikan tinggi (perguruan tinggi)
14,04%
10
Perempuan
1,17%
3,51%
48,54%
1,75%
0
35-39
3
46
53,22%
TIDAK
26,90%
5,85%
3
7
4
3,51%
40
60-64
2,34%
83
15,79%
1,75%
25-29
34
23
0
13
N
4,09%
31-35
2,92%
61,99%
5
100%
Tabel 1. Karakteristik subjek
7
Radioterapi (Siklus)
5,26%
65-69
4,09%
114
1,17%
28,07%
9
0,58%
30-34
2
7
19,88%
5
7,02%
Perawatan Mulut
5,26%
6
Jenis kelamin
26,90%
2
Mukositis
0-5
12
27
Normal
Machine Translated by Google
4. pasien yang menjalani radioterapi. pendekar tombak
memiliki risiko lebih tinggi terkena mucositis oral (25,73%)
dibandingkan pasien yang tidak merokok (8,77%). Mukositis
oral muncul pada seluruh siklus radioterapi, dimulai dari siklus
kelima dan paling banyak terjadi pada siklus ke-33.
Kami menemukan bahwa C.11 (karsinoma nasofaring)
merupakan keganasan HNC terbanyak di RSHS. C.30, C.32,
C.31, C.01, C.03, dan C.09 lebih umum terjadi setelah C.11.
Jenis HNC yang paling sedikit adalah C.00 (Neoplasma ganas
pada bibir), C.02 (Neoplasma ganas pada bagian lidah lain dan
tidak spesifik), C.05 (Neoplasma ganas pada langit-langit
mulut), C.06 (Neoplasma ganas pada langit-langit mulut), C.06
(Neoplasma ganas pada bagian lidah lainnya) Neoplasma
ganas mukosa pipi), C.10 (Neoplasma ganas orofaring), C.12
(Neoplasma ganas sinus piriformis), C.13 (Neoplasma ganas
hipofaring), C.14 (Neoplasma ganas kelenjar lain dan tidak
jelas situs di bibir, rongga mulut, dan faring).
98
Berdasarkan tingkat pendidikan, mukositis oral lebih banyak
ditemukan pada tingkat pendidikan dasar (19,88%) dibandingkan
pendidikan lainnya. Pasien dengan riwayat merokok
antara faktor risiko dan mucositis oral pada HNC
Klasifikasi Internasional untuk Penyakit, sepuluh edisi
(ICD-10), digunakan di RSHS untuk mengklasifikasikan semua
penyakit. Menurut ICD-10, HNC dikodekan dengan kode C.00
hingga C.14 dan C.30 hingga C.32.
Mucositis oral muncul pada semua kelompok umur,
terutama pada rentang usia 35-39 tahun (5,85%), dominan
pada laki-laki (26,9%) dibandingkan perempuan (7,6%).
Bivariat
Pengkodean diagnosis ICD-10 pada pasien HNC di
RSHS didasarkan pada lokasi kanker, seperti terlihat pada
Tabel 2.
Sebanyak 98,83% pasien HNC tidak melakukan
pengobatan oral sebelum dan selama radioterapi, serta 33,93%
mengalami mukositis oral. Pasien dengan IMT normal (19,88%)
mempunyai mukositis oral paling banyak, sedangkan pasien
obesitas tidak mengalami mukositis oral. Pasien tanpa penyakit
penyerta (84,8%) lebih banyak mengalami mukositis oral
(26,9%) dibandingkan pasien dengan penyakit penyerta (7,6%).
analisis menggunakan korelasi
Spearman pada Tabel 3 menentukan signifikansinya
2015-Desember 2019 menderita mucositis oral. Karakteristik
pasien pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Sebanyak
seratus tujuh puluh satu rekam medis dikumpulkan, dan 59
rekam medis pasien HNC mengalami mukositis oral. Usia
pasien berkisar antara 10 hingga >75 tahun, didominasi oleh
pasien laki-laki (71,93%). 61,99% penderita HNC mempunyai
tingkat pendidikan dasar (SD hingga SMP). 51,46% tidak
merokok. Semua pasien menerima radioterapi dari siklus
pertama hingga mencapai siklus ke-35 (70 Gy). Sebanyak
98,83% pasien tidak mendapat pengobatan oral, 66,67%
memiliki indeks massa tubuh rata-rata, dan 84,8% tidak memiliki
penyakit penyerta.
1
Jurnal Kedokteran Gigi Padjadjaran 2022; 34(2): 95-102.
0,58
R
1
6
1
-
Bukan mukositis
1
7.02
0,205
0,289
C.04 (Neoplasma ganas dasar mulut)
-
1
-
82
1.17
BMI
1.75
Singkatan: n= Sampel; %= Persentase
1
1.17
1
7.6
Siklus Radioterapi 0,304 Singkatan: *=
signifikan; tanda tangan. Signifikansi; r= Korelasi koefisien spearmant
48
0,001*
-
0,138
C.03 (Neoplasma ganas pada gusi bagian atas)
-
1
0,001*
C.32 (neoplasma ganas pada laring)
Pendidikan
-
3
(n=59)
12
-0,067
0,035
11
0,072
2
1
-
Tabel 3. Hasil analisis korelasi faktor risiko dengan mukositis
oral
Perawatan mulut
1
2
(n=171)
13
Mukositis
132 77.19
0,098
-
tanda tangan.
0,58
1
C.01(Neoplasma ganas pangkal lidah)
0,58
C.08 (Neoplasma ganas kelenjar ludah utama lainnya dan tidak dijelaskan)
C.31 (Neoplasma ganas pada sinus aksesorius)
Jenis kelamin
-
50 29.24
4.09
1
0,58
N
0,001*
0,378
-
6
C.11 (Neoplasma ganas nasofaring)
4
0,58
0,58
Kebiasaan merokok
C.30 (Neoplasma ganas rongga hidung dan telinga tengah)
Usia
0,58
-
0,58
Tabel 2. Kode diagnosis ICD-10 untuk pasien HNC yang dimasukkan dalam penelitian ini
Variabel
0,114
0,383
0,138
-
9
1
C.07 (Neoplasma ganas kelenjar parotis)
penyakit penyerta
1 7
2
(n= 112)
5
0,645
0,58
C.09 (Neoplasma ganas amandel)
Machine Translated by Google
5. Namun karena perbedaan anatomi, perkembangan
jenis kanker tertentu bergantung pada anatomi lokasi
kanker, misalnya pada kanker tiroid, payudara, atau
serviks, sehingga wanita akan lebih berisiko mengalami
mucositis mulut dibandingkan pria karena perempuan akan
mendominasi jumlah penderita dibandingkan laki-laki.18
Tingginya risiko HNC pada pasien laki-laki dikaitkan dengan
kebiasaan gaya hidup (merokok), sedangkan pada
perempuan dikaitkan dengan faktor genetik.5,6,9,17
Faktor pejamu meliputi usia, jenis kelamin14, kondisi medis
(komorbid), genetika, dan kondisi rongga mulut.3,4,13,15
Faktor terkait radioterapi meliputi dosis dan lokasi radioterapi.
Berbagai penelitian mengenai faktor risiko mukositis mulut
telah dilakukan, dan banyak faktor risiko mukositis mulut
yang telah diteliti dan memberikan hasil yang berbeda
secara signifikan. Faktor risiko yang berhubungan dengan
mukositis oral pada pasien radioterapi dibagi menjadi faktor
host dan faktor terkait radioterapi yang didapat pasien.
Penelitian kami tidak menemukan hubungan yang
signifikan antara usia dan mucositis oral (sig. 0,138).
Mengetahui faktor risiko yang dapat mencegah mukositis
mulut menjadi lebih parah sangat penting bagi dokter untuk
menghindari perkembangan mukositis mulut menjadi lebih
parah.16,17
Beberapa buku teks menyatakan bahwa prevalensi
mukositis oral terjadi hampir 100% pada pasien yang
menjalani radioterapi, namun kenyataannya tidak semua
pasien mengalami mukositis oral.1,4,16,17 Tingkat
keparahan mukositis oral pada setiap pasien juga berbeda-beda.
Penelitian ini fokus pada pasien HNC sehingga pasien
lebih banyak berusia 35-39 tahun, dan sangat jarang pada
anak-anak.5,6,13,17 usia tidak berhubungan dengan
mucositis oral karena usia merupakan faktor yang dapat
memperparah kondisi mucositis. lisan. Beberapa peneliti
berasumsi bahwa anak-anak dan orang tua lebih rentan
terkena mucositis parah. Anak-anak yang masih sangat
muda (balita) mempunyai tingkat turnover yang tinggi,
berbeda dengan orang lanjut usia, dimana terjadi penurunan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki dan menggantikan
dirinya sendiri serta mempertahankan struktur dan fungsi
standar (tingkat penyembuhan yang lambat).17,19
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan tidak berhubungan dengan mucositis. Hasil ini
sama dengan Cakmak S. dkk. 2018 yang menemukan
bahwa tingkat pendidikan tidak berhubungan signifikan
dengan perkembangan mucositis oral (ÿ= 0.383 > 0.05).20
Kejadian mucositis oral paling tinggi terjadi pada pasien
dengan tingkat pendidikan rendah.
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2019
menunjukkan bahwa hanya satu dari empat siswa berusia
15 tahun yang tamat SMA/sederajat, dan hanya sekitar 9%
yang menyelesaikan pendidikan hingga jenjang universitas.21
Hasil penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa faktor
risiko krusial yang dapat menyebabkan terjadinya mucositis
oral pada pasien yang menerima radioterapi adalah fraksi
total radioterapi, kebiasaan merokok dan Indeks Massa
Tubuh (BMI).15,17
Faktor risiko yang diteliti dalam penelitian ini meliputi
usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, BMI, penyakit
penyerta, kebiasaan merokok, pengobatan oral, dan siklus
radioterapi. Hasil penelitian ditemukan sama dengan
beberapa penelitian sebelumnya bahwa faktor risiko yang
berhubungan dengan mukositis oral pada pasien HNC
yang menjalani radioterapi di RSHS adalah (BMI),
kebiasaan merokok, dan siklus radioterapi. HNC lebih
sering terjadi pada pria dibandingkan wanita.5,6, 9
Data di atas menjelaskan bahwa sebagian besar
masyarakat Indonesia hanya mencapai tingkat pendidikan
dasar dibandingkan dengan pendidikan menengah dan
perguruan tinggi; Oleh karena itu, mereka lebih banyak
yang berpendidikan dasar dibandingkan jenjang pendidikan lainnya.
Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan
kejadian mucositis oral pada pasien HNC yang menjalani
radioterapi. Berbeda dengan sebelumnya
Pendidikan tidak menjadi faktor risiko terjadinya mucositis
oral, namun tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku
kesehatan individu.
Analisis korelasi menemukan bahwa usia (ÿ=0,138), jenis
kelamin (ÿ=0,05), tingkat pendidikan (ÿ=0,376), penyakit
penyerta (ÿ=0,072), pengobatan oral (ÿ=0,645) tidak
signifikan (ÿ>0,05) berhubungan dengan perkembangan
mucositis oral. Faktor risiko indeks massa tubuh (BMI)
(r=0.289; ÿ=0.001), kebiasaan merokok (r= 0.378; ÿ=0.001),
dan siklus radioterapi (r= 0.304; ÿ=0.001) berpengaruh
signifikan (ÿ<0.05 ) cukup kuat berhubungan dengan
berkembangnya mucositis oral.
DISKUSI
penelitian yang dilakukan oleh Saedi HS et al13, dalam
penelitiannya mengenai frekuensi kemoterapi, mereka
menemukan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin
dan mucositis oral (ÿ= 0.012). Pria dan wanita sama-sama
mempunyai risiko yang sama untuk terkena mucositis oral.
99
Analisis korelasi faktor risiko dengan mucositis oral pada pasien kanker kepala dan leher (Dewi, et.al.)
Machine Translated by Google
6. Terdapat hubungan yang signifikan antara siklus
radioterapi dengan kejadian mucositis oral. Onset
mucositis oral dimulai pada 10 Gy dan berlanjut dengan
peningkatan dosis radiasi.
Disfagia menyebabkan penurunan asupan nutrisi sehingga
mengakibatkan anemia, penurunan jumlah protein
terutama albumin, penurunan daya tahan tubuh, mukosa
mulut lebih mudah terserang mucositis mulut, dan
tertundanya proses penyembuhan.29,30,31 pasien HNC
menerima radioterapi cenderung memiliki berat badan
kurang.31 Berbeda dengan penelitian kami, hampir setiap
pasien yang melaporkan mengalami mucositis oral adalah
pasien dengan BMI normal. Kondisi ini terjadi karena data
berat dan tinggi badan pada formulir asuhan gizi diambil
pada kunjungan pertama dan tidak diperbaharui. Mencatat
status gizi sebelum dan sesudah radioterapi sangat
penting untuk mengurangi komplikasi.20
100
Dosis radiasi yang besar menyebabkan kerusakan epitel,
deskuamasi, nekrotik, dan ulserasi pada mukosa mulut.
Selama radioterapi, perubahan pada kelenjar ludah,
terutama radiasi kepala dan leher, menginduksi xerostomia
dan memperburuk mukositis oral.16,22 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dalam lima siklus (10 Gy), dua dari
tiga pasien mengalami mukositis oral, dan sebagian besar
pasien mengalami mukositis oral. mucositis oral muncul
pada 33 siklus (66 Gy).
Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
Riwayat pengobatan oral dengan kejadian mucositis oral
karena data bersifat homogen.
Dua puluh enam pasien (15%) memiliki riwayat
penyakit penyerta antara lain adenomiosis, kista
endometrium, anemia, hipertensi, dehidrasi, malnutrisi,
diabetes melitus, penyakit jantung, dan tuberkulosis paru.
Cakmak S. et al20, menyatakan bahwa penyakit penyerta
meningkatkan perkembangan mucositis mulut dan
komplikasi mulut. Penyakit sistemik dan pengobatan rutin
dapat menyebabkan penurunan air liur sehingga
menyebabkan xerostomia pada pasien.
Nagarajan K25, menyatakan bahwa mukositis oral muncul
pada siklus kelima (9,99 Gy) hingga 21 siklus (42 Gy),
dan mukositis oral muncul pertama kali dalam satu minggu
dan akan bertambah parah pada minggu keempat.25
Ada hubungan yang signifikan antara merokok
dan mucositis mulut. Kebiasaan merokok merupakan
faktor risiko penting dan krusial untuk mucositis
mulut.15,17,20,22 Bahan dalam rokok, terutama nikotin,
menurunkan tingkat faktor pertumbuhan epidermal (EGF)
dalam air liur. EGF adalah polipeptida mitogenik yang
disekresikan terutama oleh kelenjar submandibular dan
berfungsi sebagai sitoprotektif/perlindungan di seluruh
saluran pencernaan. Rongga mulut merupakan bagian
dari sistem pencernaan dan pertama kali terkena berbagai
gangguan fisik, kimia, dan mikroba.23,24 Mutasi reseptor
faktor pertumbuhan epidermal (EGFR) juga ditemukan
pada 80-100% pasien HNC dan berhubungan dengan
peningkatan ekspresi EGFR sejalan dengan prognosis
keparahan kanker. Ekspresi EGFR yang berlebihan pada
HNC telah menyebabkan farmakoterapi yang ditujukan
pada reseptor permukaan sel ini sebagai target pengobatan
kanker. Penurunan sekresi EGF akibat merokok dan
EGFR sebagai target pengobatan kanker meningkatkan
risiko mukositis mulut menjadi lebih parah pada pasien
dengan riwayat merokok.
Kondisi xerostomia menyebabkan penurunan aliran air
liur, dimana fungsi air liur adalah sebagai pelumas,
mengurangi efek mekanis yang dapat merusak sawar
mukosa rongga mulut.32,33
dan mengelola komplikasi mulut jangka pendek dan
jangka panjang dari pengobatan kanker. Kebersihan mulut
sangat penting dalam mucositis mulut pada pasien HNC
yang menerima radioterapi.13,23,25 Perawatan mulut
sebelum, selama, dan setelah terapi kanker mencegah komplikasi/
Menunjukkan homogenitasnya dengan nilai variance
sampel mendekati 0 (Sample Variance (SV): 0.0176).
Karakteristik data menunjukkan hanya dua pasien (1%)
yang menjalani pengobatan oral, dan 33,98% pasien
mengalami mucositis oral. Menurut National Comprehensive
Cancer Network (NCCN), perawatan kesehatan mulut
sangat penting dalam pencegahan
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara penyakit penyerta dengan kejadian
mukositis oral pada pasien HNC yang mendapat
radioterapi. Komorbiditas tidak berhubungan dengan
munculnya mucositis oral. Namun, hal ini dapat menjadi
faktor yang memperparah terjadinya mucositis mulut.
Keterbatasan penelitian ini adalah banyaknya rekam
medis yang tidak dicatat seluruhnya
Terdapat hubungan yang signifikan antara BMI
dengan mucositis oral pada pasien HNC yang mendapat
radioterapi. Shu Z dkk, dalam penelitian prospektifnya
mengenai status nutrisi dan kaitannya dengan mukositis
oral akibat radioterapi pada pasien kanker nasofaring,
menemukan bahwa kondisi berat badan kurang
berhubungan dengan proses penyembuhan yang lambat
dan peningkatan kerusakan jaringan.29,30
efek samping terapi kanker.16,26,27,28
Jurnal Kedokteran Gigi Padjadjaran 2022; 34(2): 95-102.
Machine Translated by Google
7. 8. Surjadi N, Amtha R. Radioterapi Mengurangi Laju
Aliran Saliva dan Mungkin Menginduksi Infeksi C.
albicans. J Dent Ind.2012; 19(1): 1–6. DOI:
10.14693/jdi.v19i1.124
REFERENSI
7. Adam MLR, Winata A. Faktor-faktor keterlambatan
penatalaksanaan pada pasien kanker kepala dan
leher di rumah sakit umum
invivo.11517.
KESIMPULAN
2. Alvarino-Martin C, Sarrion-Perez M. Pencegahan
dan pengobatan mucositis oral pada pasien yang
menerima kemoterapi. J Clin Exp Penyok. 2014;
6(1): e74-80. DOI: 10.4317/jced.51313
Biogenesis. 2015; 3(1): 47–52. DOI: 10.24252/
Prinsip dan Praktek Onkologi Radiasi Perez dan
Brady. edisi ke-7 . Jil. 184, Radiologi.
22 Mei 2017; 7(89): 1–23. DOI: 10.3389/
14. Devaraju C, Lokanatha D, Bapsy P, Suresh A,
Viswanath G, Sandhya B, dkk. Penilaian risiko
untuk memprediksi mucositis pada pasien India
dengan karsinoma esofagus yang menerima
kemoradioterapi bersamaan. Res Kanker
Gastrointest. 2019; 3(1): 4-6
Terdapat hubungan antara faktor risiko terjadinya
mukositis oral pada pasien HNC yang menjalani
radioterapi di RSHS meliputi indeks massa tubuh
(BMI), kebiasaan merokok, dan siklus radioterapi.
1–22. DOI: 10.1007/978-1-907673-46-7_3
6. Leeman JE, Katabi N, Wong RJ, Lee NY, Romesser
PB. Kanker kepala dan leher.
mempengaruhi informasi yang diperoleh dan hasil
akhir penelitian serta beberapa penilaian mukositis
tidak tepat dan tidak dapat menentukan tingkat
keparahan mukositis mulut. Hal ini memerlukan studi
prospektif di masa depan.
9. To'buangan N, A'Liyah SH, Wijayanti N, Fachiroh
J. Epidemiologi, stadium, dan derajat diferensiasi
kanker kepala dan leher.
1. Basile D, Nardo P Di, Corvaja C, Garattini SK,
Pelizzari G, Lisanti C, dkk. Cedera mukosa selama
pengobatan anti kanker: dari patobiologi hingga
samping tempat tidur. J Kanker. 2019; 11(857):
1–22. DOI: 10.3390/kanker11060857
12. Halperin EC, Wazer DE, Perez CA, Brady LW.
11. Kodrat H, Novirianthy R. Prinsip dasar radioterapi.
Med J Ked Ind.2016;6(XLI):318–
Kedokteran (Baltimore). 2017; 96(50): 1–5. DOI:
10.1097/MD.0000000000008446.
17. Maria OM, Eliopoulos N, Muanza T. Mucositis
Mulut Akibat Radiasi. Onkol Depan.
Philadelphia: Wolters Kluwer; 2019. 65–545 hal.
bio.v3i1.566
3. Carreón-Burciaga RG, Castañeda-Castaneira E,
González-González R, Molina-Frechero N, Gaona
E, Bologna-Molina R. Keparahan mucositis mulut
pada anak-anak setelah kemoterapi dan radioterapi
dan implikasinya di pusat onkologi tunggal di
durango negara bagian, Meksiko. Int J Pediatr.
2018;2018: 1–5. DOI: 10.1155/2018/3252765
fonc.2017.00089.
10. Sonis ST. Perbandingan dan penilaian skala
penilaian untuk mucositis. edisi ke-6 . Dalam:
Mukositis mulut. Boston, Massachusetts: Layanan
Kesehatan Springer; 2012. hal. 39–46.
5. Bray F, Ferlay J, Soerjomataram I. Statistik kanker
global 2018 : perkiraan global kejadian dan
kematian di seluruh dunia untuk 36 kanker di 185
negara. Klinik Kanker J. 2018; 68(6): 394–424.
DOI: 10.3322/caac.21492.
15. Tao Z, Gao J, Qian L, Huang Y, Zhou Y, Yang L,
dkk. Faktor yang berhubungan dengan reaksi
akut mukosa mulut akibat radioterapi pada
karsinoma sel skuamosa kepala dan leher.
4. Sonis ST. Epidemiologi dan penilaian risiko
mucositis. Dalam: Mukositis mulut. Boston,
Massachusetts: Layanan Kesehatan Springer; 2012. hal.
13. Saedi HS, Gerami H, Soltanipour S, Habibi AF,
Mirhosseyni M, Montazeri S, dkk. frekuensi
mucositis yang diinduksi kemoradioterapi dan
faktor risiko terkait pada pasien dengan kanker
kepala dan leher: Sebuah survei di. Penyok Res
J (Isfahan). 2019; 16(5): 354–9.
pusat sanglah tahun 2016. EJ Med. 2017; 6(2): 1–
9.
16. Pereira IF, Firmino RT, Meira HC, Cavalcanti B,
Egito DO, Reimar V, dkk. Mucositis Mulut Akibat
Radiasi pada Pasien Brasil: Prevalensi dan Faktor
Terkait. Di Vivo (Brooklyn). 2019; 33: 605–9. DOI:
10.21873/
23.
Masuk: Niederhuber JE, Armitage JO, Doroshow
JH, Kastan MB, Tepper JE, editor. Onkologi Klinis
Abeloff. edisi ke-6 . Philadelphia, PA 19103:
Elsevier; 2020. hal. 999–1033.
101
Analisis korelasi faktor risiko dengan mucositis oral pada pasien kanker kepala dan leher (Dewi, et.al.)
Machine Translated by Google
8. 30. Zheng Z, Zhao X, Zhao Q, Zhang Y, Liu S, Liu Z,
Meng L, Xin Y, Jiang X. Pengaruh Intervensi Nutrisi
Dini terhadap Mucositis Mulut dan Status Gizi
Penderita Kanker Kepala dan Leher yang Diobati
Dengan Radioterapi. Onkol Depan. 2021 1
Februari;10:595632. DOI: 10.3389/
Praktek Keperawatan Int J. 2019; 25(1): 1–9. DOI:
10.1111/ijn.12710.
fonc.2020.595632.
Radioter Onkol Indonesia. 2018; 9(1): 1–4. DOI:
10.32532/jori.v9i1.62
21. Silviliyana M, Maylasari I, Agustina R, Dewi FWR,
Sulistyowati NP. Statistik Pendidikan Indonesia
Pendidikan 2019. Susilo D, Harahap IE, Sinang R,
editor Potret. Badan Pusat Statistik. Jakarta,
Indonesia: Badan Pusat Statistik; 2019. 73–92 hal.
31. Shu Z, Zeng Z, Yu B, Huang S, Hua Y, Jin T, dkk.
Status Gizi dan Kaitannya dengan Mucositis Mulut
Akibat Radiasi pada Penderita Karsinoma Nasofaring
Selama Radioterapi: Studi Prospektif. Onkol Depan.
2020;10(November):1–9. DOI: 10.3389/
23. Schaal C, Chellappan SP. Proliferasi sel yang
dimediasi nikotin dan perkembangan tumor pada
kanker yang berhubungan dengan merokok. Res Kanker Mol.
2014; 12(1): 14–23. DOI: 10.1158/1541-7786. fonc.2020.594687
kanker kepala dan leher. Jpn Dent Sci Rev.2020;
56(1): 62–7. DOI: 10.1016/j.jdsr.2020.02.001
MCR-13-0541.
24. Rathore DS, MV DR, Singh DPK. Penilaian EGFR
pada karsinoma sel skuamosa kepala dan leher dan
hubungannya dengan variabel klinikopatologis. Int J
Med Res Rev.2017; 5(7): 731–9.
27. Murdoch-Kinch CA, Zwetchkenbaum S.
Penatalaksanaan gigi pasien kanker kepala dan
leher yang diobati dengan terapi radiasi. Asosiasi J
Mich Dent. 2011; 93(7): 28–37.
28. Pfister DG, Spencer S, Adelstein D, Adkins D, Anzai
Y, Brizel DM, dkk. Kanker kepala dan leher, versi
2.2020. JNCCN J Natl Kompr Jaringan Kanker.
2020; 18(7): 873–98. DOI: 10.6004/jnccn.2020.0031.
32. Jha N, Ryu JJ, Wahab R, Al-Khedhairy AA, Choi EH,
Kaushik NK. Pengobatan hiperpigmentasi mulut dan
gummy smile menggunakan laser dan peran plasma
sebagai teknik pengobatan baru dalam kedokteran
gigi: Tinjauan pengantar. target onco. 2017; 8(12):
20496–509.
DOI: 10.18632/oncotarget.14887.
29. Kurniasari FN, Surono A, Pangastuty R.
33. Dawes C, Pedersen AML, Villa A, Ekström J, Proctor
GB, Vissink A, dkk. Fungsi air liur manusia: Sebuah
tinjauan yang disponsori oleh World Workshop on
Oral Medicine VI. Biol Lisan Lengkungan. 2015;
60(6): 863–74.DOI: 10.1016/j.
DOI: 10.17511/ijmrr.2017.i07.12 25.
Nagarajan K. Kemo-radioterapi menginduksi mucositis
oral selama IMRT untuk kanker kepala dan leher -
Sebuah penilaian. Med Oral Patol Oral Cir Bucal.
2015; 20(3):e273–7. DOI: 10.4317/
medali.20126.
Status gizi sebagai prediktor kualitas hidup pasien
kanker kepala dan leher. Indones J Hum Nutr. 2015;
2(1): 60–7. DOI: 10.21776/
archoralbio.2015.03.004.
26. Kawashita Y, Soutome S, Umeda M, Saito T. Strategi
manajemen oral untuk radioterapi pasien
22. Pulungan AMP, Hariyanto AD, Nugroho CA, Farisi
DS, Sandjaja F, Auzan M, dkk. Hubungan antara
perilaku merokok dengan kejadian mukositis berat
pada keganasan pasien kepala dan leher yang
menjalani radioterapi.
18. Ibrahim AA Al, Shamoun S. Kejadian dan Faktor
Risiko Mucositis Mulut pada Penderita Kanker
Payudara yang Mendapat Kemoterapi di Rumah
Sakit Al-Bashir. Int J Hematol Stem Cell Res. 2016;
10(4): 1–7.
19.Nur KS. Keperawatan Gerontik. Dalam: Nur KS,
redaktur. Kementerian Kesehatan republik indonesia;
2016. 20. Çakmak
S, Nural N. Insiden dan faktor risiko perkembangan
mucositis mulut pada pasien rawat jalan yang
menjalani kemoterapi kanker.
ub.ijhn.2015.002.01.6
102
Jurnal Kedokteran Gigi Padjadjaran 2022; 34(2): 95-102.
Machine Translated by Google