Proses penggintiran naik dengan mesin up twister dilakukan untuk mempelajari bagian-bagian dan proses mesin tersebut. Benang single diletakkan pada spindel dan ditarik ke atas melalui proses penggintiran sebelum digulung. Proses ini lebih sederhana dibanding penggintiran turun dan menghasilkan kualitas yang lebih baik.
LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN KAIN TENUN PROSES PENGGINTIRAN NAIK (UP TWISTER) DENGAN MESIN TWO FOR ONE TWISTER
1. LAPORAN PRAKTIKUM
PEMBUATAN KAIN TENUN
PROSES PENGGINTIRAN NAIK (UP TWISTER)
DENGAN MESIN TWO FOR ONE TWISTER
07 November 2014
Disusun Oleh
Nama : Ghita Seva Novianie
NPM : 13050021
Grup : 2B2
Hendra, S.ST., M.Tech
Abdurrohman, S.ST
Amat Bin Atma
DIII TEKNOLOGI PRODUKSI TEKSTIL
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL
3. 1. MAKSUD DAN TUJUAN
1.1. Maksud
Melakukan dan memperlajari proses penggintiran naik dengan
mesin up twister.
1.2. Tujuan
Dapat mengetahui bagian- bagian pada mesin gintir naik
Dapat mengetahui proses/ jalannya penggintiran naik.
2. TEORI DASAR
Two For One Twister atau lebih populer disebut mesin TFO, adalah mesin
gintir dengan menggunakan sistem up twister, karena proses menggintir
benang dilakukan dengan menempatkan bahan baku benang yang akan
diproses dibawah yang selanjutnya ditarik ke atas melewati alur prosesnya
dan hasil penggintirannya digulung pada take-up yang ditempatkan diatas
mesin. Sedangkan pemberian twist pada benang bertujuan untuk
mendapatkan sifat-sifat benang yang diinginkan yang pada akhirnya untuk
mendapatkan sifat-sifat kain tertentu. Bahan baku yang akan diproses adalah
benang single yang terlebih dahulu dirangkap pada mesin rangkap atau
benang single yang langsung dipasang pada sipndel dalam posisi pararel.
Pada mesin TFO, spindel adalah komponen yang termasuk penting
dalam mesin, karena spindel dapat menentukan kualitas dari benang yang
dihasilkan. Ada beberapa persyaratan yang dapat menunjukkan kualitas
spindel yaitu :
Spindel sebagai salah satu element yang kontak langsung dengan
benang harus bisa menghasillkan kualitas benang yang baik.
Spindel tidak terlalu tinggi sehingga dimensi baloning yang dihasilkan
dapat diminimalisir dengan demikian tension benang pada saat proses
tidak terlalu tinggi.
Space spindel harus optimal untuk dapat memproses benang dalam
jumlah yang banyak
Untuk menghitung produksi teoritis pada mesin TFO dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut :
Prod/ Jam/ Spindel =
Rpm sepindelx jam x 60 x 453,6
TPM x 768 x No benang
4. Proses penggintiran adalah proses merangkap/menggabungkan dua
benang atau lebih menjadi satu sambil diberi tambahan antihan puntiran
dalam jumlah tertentu. Hasil dari proses ini disebut benang gintir. Tujuan
dilakukan proses pengintiran adalah untuk :
Meningkatkan kekuatan benang.
Memperbesar diameter benang.
Memperoleh efek tertentu.
Sementara proses perangkapan benang dibagi menjadi ada dua cara
yaitu:
1. Penggintiran langsung
Pada proses ini, benang yang digunakan merupakan benang-benang
single, dan proses perangkapan benangnya langsung dilakukan
diatas mesin twisting.
Keuntungan dari cara ini adalah :
Prosesnya lebih singkat
Tidak perlu mesin perangkap
Kekurangan dari cara ini adalah :
Setiap helai benang sulit dikontrol kondisinya maupun tegangannya
sehingga hasil gintirannya kurang rata
2. Penggintiran tidak langsung
Pada proses ini, benang yang digunakan adalah merupakan benang
rangkap. Jadi, pada proses ini perangkapan benang tidak dilakukan di
atas mesin gintir/twisting.
Keuntungan dari cara ini adalah :
Tegangan tiap helai benang terkontrol
Kemungkinan putus benang kecil
Kemungkinan salah gintir kecil
Efisiensi dan mutu benang dapat ditingkatkan
Kerugian dari cara ini adalah :
Diperlukan suatu proses tambahan, yaitu proses perangkapan
benang.
5. Penggintiran yang diberikan pada benang bila dinyatakan dalam
satuan panjang dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Twist persentimeter (TPC)
2. Twist Perinchi (TPI)
3. Twist permeter (TPM)
Penggintiran Turun (Down Twister)
Pengigintiran turun (down twister) adalah salah satu metode penggintiran
dengan sistim jalannya benang yang dikerjakan dari rak kelosan yang
terdapat dua benang atau lebih yang akan digintir yang terdapt pada
bobin atas yang nantinya akan di twist menjadi satu dibagian bawah.
Penggintiran Dua Tahap (two stage twister)
Proses penggintiran dua tahap merupakan penggabungan dari
penggintiran turun dan penggintiran naik dengan tahapan sebagai berikut:
1. Tahap pertama
Proses penggintiran turun (down twister) dilaksanakan dengan
pemberian puntiran yang sangat sedikit, kemudian hasilnya digulung
pada bobin yang akan dipasang sebagai bobin penyuap pada mesin
up twister. Karena jumlah puntiran (twist) yang sangat sedikit maka
6. kecepatan mesin dapat ditingkatkan. Proses awal ini hampir mirip
dengan proses perangkapan benang, tetapi dengan sedikit puntiran
akan membuat tegangan benang tunggal yang dirangkap relatif sama
sehingga akan meningkatkan unjuk kerja pada proses up twisting
selanjutnya.
2. Tahap kedua
Proses penggintiran naik (up twister) untuk menambah jumlah
puntiran sampai pada tingkat yang diinginkan Karena tegangan
benang-benang tunggalnya relative sama, maka jumlah puntiran yang
diberikan dapat lebih tinggi.
Pada mesin TFO full otomatis ada beberapa kondisi proses yang dapat
kita setting pada panel, yaitu :
Jumlah putaran spindle
Arah twist
Sudut gulungan
Jumlah twist
Kecepatan traverse
Jalannya benang pada mesin TFO (Two For One).
3. ALAT DAN BAHAN
1) Alat yang dipakai:
Mesin gintir up twister (TFO mechine)
2) Bahan yang digunakan
Benang Single
4. LANGKAH KERJA
Penggintiran Naik ( Up Twister )
1) Ubah susunan roda gigi, sesuai dengan TPM yang diinginkan
(dilihat dari tabel).
2) Letakkan bobin cakra kosong pada tempat yang telah disediakan
3) Lalu masukkan bobin (kelosan) benang yang akan digintir pada
spindel.
4) Nyalakan mesin
7. 5) Pegang ujung benang, tahan sebentar supaya timbul antihan pada
benang, lalu lilitkan pada lapet, lewatkan pada pengantar benang
dan lilitkan pada bobin cakra yang masih kosong yang telah
diletakkan pada tempatnya.
6) Setel letak traverse agar benang hasil gintiran tidak menumpuk
pada satu sisi
7) Atur besar balooning dengan menambahkan jumlah lilitan pada
lapet.
8) Amati proses, segera sambung bila ada benang yang putus
9) Matikan mesin setelah selesai penggintiran
5. PENGUMPULAN DATA
5.1. Gambar Mesin Up Twister
Keterangan:
1. Belt penggerak spindle
2. Spindle
3. Snail wayer
4. Guide roller
5. Feed roller
6. Traveler
7. Drum friksi
8. Bobbin isi benang
9. Snail wire holder bar
10. Bunch roller
11. Stop motion
Alur Jalannya Benang
Ubah susunan roda gigi, sesuai dengan TPM yang diinginkan (dilihat dari tabel).
Letakkan bobin cakra kosong pada tempat yang telah disediakan
Lalu masukkan bobin (kelosan) benang yang akan digintir pada spindel.
Nyalakan mesin
8. Pegang ujung benang, tahan sebentar supaya timbul antihan pada
benang, lalu lilitkan pada lapet, lewatkan pada pengantar benang dan
lilitkan pada bobin cakra yang masih kosong yang telah diletakkan pada
tempatnya.
Setel letak traverse agar benang hasil gintiran tidak menumpuk pada satu
sisi
Atur besar balooning dengan menambahkan jumlah lilitan pada lapet.
Amati proses, segera sambung bila ada benang yang putus
Matikan mesin setelah selesai penggintiran
9. 6. DISKUSI
besar atau kecilnya ukuran benang pada bobin akan mempengaruhi proses
berjalannya penggintiran. Karena jika ukuran benang tersebut terlalu besar
maka jalannya benang akan terhambat dengan ruang pada drum spindel
yang sempit, sehingga benang yang seharusnya berputar akan sulit untuk
melakukan penggintiran atau twisting. Begitupun jika ukuran benang
terlalu kecil, maka nantinya akan mengganggu efesiensi waktu pada proses
produksi, mesin akan sering berhenti dan hal tersebut akan mengganggu
proses produksi tersebut
7. KESIMPULAN
Proses Penggintiran Up Twister lebih sederhana dibandingkan
dengan proses penggintiran Down Twister, dan hasil
penggintirannya pun lebih baik dengan menggunakan mesin two for
one twister.
8. DAFTAR PUSTAKA
Elang, dkk, Buku Pedoman Praktikum Persiapan Pertenunan, STTT, 2005