SlideShare a Scribd company logo
1 of 51
Download to read offline
1
PROPOSAL SKRIPSI
KOMBINASI FRAKSI KASAR AGREGAT PALU
DAN FRAKSI HALUS AGREGAT KERANG DAYU PASER
PADA CAMPURAN BERASPAL AC-WC
Oleh:
Annike Fatmawati
0909025019
PROGRAM STUDI SI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013
2
PROPOSAL SKRIPSI
KOMBINASI FRAKSI KASAR AGREGAT PALU
DAN FRAKSI HALUS AGREGAT KERANG DAYU PASER
PADA CAMPURAN BERASPAL AC-WC
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi
Strata 1 Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman
Oleh:
Annike Fatmawati
0909025019
PROGRAM STUDI SI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013
3
1. Judul Skripsi
Kombinasi Fraksi Kasar Agregat Palu dan Fraksi Halus Agregat Kerang Dayu Paser Pada
Campuran Beraspal AC-WC
2. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, yang melakukan pembangunan di
segala bidang. Salah satunya adalah pembangunan infrastruktur, terutama pembangunan
jalan. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang berperan penting dalam
pengembangan potensi suatu wilayah khususnya Kalimantan Timur.
UNIVERSITAS MULAWARMAN
FAKULTAS TEKNIK
PS S1 TEKNIK SIPIL PERTAMBANGAN LINGKUNGAN
PS D3 TEKNIK PERTAMBANGAN
PROPOSAL
TUGAS SKRIPSI
Nama : Annike Fatmawati
NIM : 0909025019
Peminatan : Rekayasa Transportasi
Judul Skripsi : Kombinasi Fraksi Kasar Agregat Palu dan Fraksi Halus
Agregat Kerang Dayu Paser Pada Campuran Beraspal AC-WC
Usulan Pembimbing 1 : Ir. Ahmad Helmi Nasution , M.Sc
Usulan Pembimbing 2 :
Dilaksanakan : Semester Genap 2012/ 2013
4
Dengan berkembangnya pembangunan infrastruktur terutama pembangunan jalan di
Kalimantan Timur maka diperlukan peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitas
bagi sarana dan prasarana transportasi. Salah satu prasarana transportasi adalah jalan, yang
merupakan bagian penting untuk menunjang dan memperlancar laju pertumbuhan ekonomi.
Perkerasan jalan merupakan bagian dari jalur lalu lintas yang bila diperhatikan secara
struktural pada penampang struktur terletak paling atas dalam satu badan jalan. Perkerasan
jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk menahan
beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu pecah atau batu belah atau batu kali
ataupun bahan lainnya. Bahan ikat yang dipakai adalah aspal atau semen.
Material utama pembentuk lapisan perkerasan jalan adalah aggregat yaitu 90-95% dari
campuran perkerasan. Sebagian besar agregat yang digunakan sebagai campuran bahan
perkerasan pada konstruksi jalan, terutama di wilayah kota Samarinda adalah menggunakan
agregat Palu yang berasal dari Sulawesi. Adapun permasalahan yang sering terjadi adalah
mahalnya biaya distribusi dari aggregat tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya solusi
alternatif lain yaitu dengan pemanfaatan penggunaan agregat lokal sebagai bahan campuran
bahan perkerasan.
Dalam upaya peningkatan kekuatan struktur perkerasan jalan di samping perlu adanya
solusi dari keterbatasan aggregat tersebut maka perlu adanya pemilihan jenis material lain
sebagai alternative pilihan yang dapat digunakan sebagai lapisan perkerasan. Di
Kalimantan Timur, khususnya di Kecamatan Kerang Dayu Kabupaten Paser banyak
terdapat kekayaan alam berupa batu gunung. Batu ini mudah didapat dan tidak memerlukan
biaya transportasi yang besar.
Dan untuk mengetahui karakteristik dan juga kelayakan dari material tersebut, maka
dilakukan pengujian, agar dapat diketahui apakah meterial tersebut dapat masuk dalam
spesifikasi yang disyaratkan. Dan apabila dari pengujian tersebut didapatkan bahwa
Agregat Kerang Dayu tidak sesuai dengan spesifikasi yang ada, diharapkan dengan adanya
5
kombinasi antara agregat Palu sebagai fraksi kasar dan agregat Kerang Dayu sebagai fraksi
halus dapat memiliki karakteristik sesuai spesifikasi bahan perkerasan jalan.
Pengujian bahan/ material untuk suatu konstruksi perkerasan jalan sangatlah penting
mengingat semua bahan yang akan digunakan untuk konstruksi jalan tersebut mempunyai
suatu nilai karakteristik yang berbeda. Untuk mengetahui mutu dan kekuatan dari material
yang akan digunakan untuk suatu jalan tersebut haruslah terlebih dahulu dilakukan
pengujian secara teliti baik itu di laboratorium ataupun dilapangan agar dapat memenuhi
syarat-syarat dan standar perencanaan jalan yang telah ditetapkan.
3. Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang dikaji dalam melakukan penelitian lapisan perkerasan pada skripsi
ini adalah :
a) Apakah aggregat lokal ini layak untuk dijadikan material penyusun campuran
perkerasan jalan.
b) Berapa besar nilai stabilitas dan karakteristik marshall lainnya pada campuran
perkerasan AC –WC, jika mengkombinasikan batuan lokal dari Kerang Dayu Paser
ini dengan batuan Palu, apakah nantinya akan dapat memenuhi persyaratan
4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a) Mengetahui kelayakan material lokal sebagai bahan penyusun campuran perkerasan jalan.
b) Mengetahui perbandingan nilai stabilitas dan parameter-parameter Marshall lainnya
antara campuran kombinasi fraksi kasar agregat Palu dan fraksi halus agregat Kerang
Dayu terhadap campuran Palu pada campuran beraspal AC-WC.
5. Batasan Masalah
Batasan masalah didalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium.
6
b. Campuran aspal beton yang ditinjau adalah aspal beton lapis aus (Asphalt Concrete-
Wearing Course, AC-WC).
c. Penelitian hanya meninjau dari segi kelayakan material sebagai penyusun campuran
perkerasan.
d. Untuk material digunakan agregat kasar dari batu Palu, agregat kasar Palu, agregat
halus dan filler Kerang Dayu, agregat halus dan debu batu (filler) Palu, pasir Mahakam
dan aspal Singapore pen 60/70.
e. Penentuan kadar aspal rencana berdasarkan revisi SNI 03-1737-1989, yaitu dengan
menggunakan rumus Pb.
f. Setiap variasi kadar aspal (berdasarkan hasil perhitungan dari rumus Pb), dibuat
masing – masing 3 buah benda uji.
g. Pengujian Marshall terhadap benda uji.
h. Pengujian material dilakukan berdasarkan manual pemeriksaan bahan
jalan Bina Marga 1983 dengan metode campuran aspal panas (hot mix).
i. Perencanaan presentasi garis campuran aspal beton lapis aus AC-WC menggunakan
metode coba-coba(trial and eror).
6. Tinjauan Masalah
Dalam proses perancangan perkerasan jalan, bahan perkerasan jalan merupakan bagian
yang diutamakan didalam pertimbangan analisis parameter perancangan, karena salah satu
parameter kekuatan konstruksi jalan, terletak pada pemilihan yang tepat dari material yang
akan digunakan didalam suatu rancangan perkerasan jalan. Material yang utama didalam
bahan perkerasan lentur terdiri dari bahan :
1. Tanah yang umumnya dominan pada elemen perkerasan tanah dasar (subgrade) dan
elemen bahu jalan; dan dapat pula digunakan pada elemen lapis pondasi bawah
(subbase), umumnya dalam hal penggunaan metoda pelaksanaan stabilisasi,
ataupun pada struktur perkerasan dengan berbasis low cost road (jalan dengan biaya
rendah).
2. Pasir digunakan situasional,misalnya sebagai material terpilih untuk lapis pondasi
bawah, atau sebagai bahan utama perkerasan untuk fungsi drainase ( sebagai fungsi
7
filter pada drainase bawah permukaan, seperti subdrain, bahan filtrase pada badan
jalan dalam situasi muka air tanah yang tinggi), lapis penutup sesudah
penghamparan beberapa jenis lapis permukaan, bahan tambahan suatu campuran
aspal hotmix. Difungsikan juga sebagai bahan utama pada struktur perkerasan kaku,
sebagai bahan dasar pembetonan.
3. Agregat pecah ( Crushed Agregate ) sangat dominan pada elemen perkerasan lentur,
sebagai material lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah, lapis permukaan, bahu
yang diperkeras/berpenutup, konstruksi pelebaran jalan. Juga sebagai bahan baku
utama perkerasan kaku.
4. Aspal sebagai material lapis resap pengikat ( prime coat ), lapis perekat ( tack coat )
dan material pengikat ( bonding agent ) bahan campuran perkerasan beraspal.
6.1 Jenis Konstruksi Perkerasan
Berdasarkan bahan pengikatnya konstuksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas :
6.1.1 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Perkerasan Lentur adalah perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal, yang sifatnya
lentur terutama pada saat panas. Aspal dan agregat ditebar dijalan pada suhu tinggi (sekitar
100 0
C). Perkerasan lentur menyebarkan beban lalu lintas ketanah dasar yang dipadatkan
melalui beberapa lapisan sebagai berikut:
a. Lapisan permukaan (Surface Course)
b. Lapisan Pondasi atas (Base Course)
c. Lapisan pondasi bawah (Subbase Course)
d. Lapisan tanah dasar (Subgrade)
Adapun tiap-tiap lapisan tersebut di atas dapat digambarkan sebagai berikut :
8
Gambar 6.1 Struktur lapis perkerasan lentur
6.1.1.1 Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah er berfungsi sebagai tempat perletakan lapisan
perkerasan, dan mendukung konstruksi perkerasan jalan di atasnya. Menurut spesifikasi,
tanah dasar adalah lapisan paling atas dari timbunan jalan setebal 30 cm, yang mempunai
persyaratan tertentu sesuai fungsinya, yaitu yang berkenaan dengan kepadatan dan daya
dukungnya (CBR).
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan
daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah
sebagai berikut :
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat
beban.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah
dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat
pelaksanaan.
d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas dari
macam tanah tertentu.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar(granular soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.
9
Tidak semua jenis tanah dapat digunakan sebagai tanah dasar pendukung badan jalan secara
baik, karena harus dipertimbangkan beberapa sifat yang penting untuk kepentingan struktur
jalan, seperti :
a. Daya dukung dan kestabilan tanah yang cukup
b. Komposisi dan gradasi butiran tanah
c. Sifat kembang susut (swelling) tanah
d. Kemudahan untuk dipadatkan
e. Kemudahan meluluskan air (drainase)
f. Plastisitas dari tanah
g. Sifat ekspansif tanah dan lain-lain.
Pemilihan jenis tanah yang dapat dijadikan tanah dasar melalui penyelidikan tanah menjadi
pnting karena tanah dasar akan sangat menentukan tebal lapis perkerasan diatasnya, sifat
fisik perkerasan di kemudian hari dan kelakuan perkerasan seperti deformasi permukaan
dan lain sebagainya.
6.1.1.2 Lapisan Pondasi Bawah (Subbase course)
Lapis pondasi bawah adalah suatu lapisan perkerasan jalan yang terletak antara lapis tanah
dasar dan lapis pondasi “atas” (base), yang berfungsi sebagai bagian perkerasan yang
meneruskan beban di atasnya, dan selanjutnya menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis
tanah dasar.
Lapis pondasi bawah dibuat di atas tanah dasar yang berfungsi diantaranya sebagai :
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan
beban roda.
b. Menjaga efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan
selebihnya dapat dikurangi tebalnya .
c. Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapis pondasi.
d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
Bermacam-macam material setempat dengan nilai CBR > 20% dan plastisitas indeks (PI) <
10% yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah.
10
6.1.1.3 Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
Lapis pondasi atas adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak langsung di
bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis pondasi bawah atau jika tidak
menggunakan lapis pondasi bawah langsung di atas tanah dasar.
Fungsi lapisan pondasi atas antara lain :
a. Sebagai bagaian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda.
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
c. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah
Bahan yang akan digunakan untuk lapisan pondasi atas adalah jenis bahan yang cukup kuat
dan awet sehingga dapat menahan beban – beban roda. Untuk lapisan pondasi atas tanpa
bahan pengikat umumnya meggunakan material dengan nilai CBR > 50% dan plastisitas
indeks (PI) < 4%.
6.1.1.4 Lapisan Permukaan ( Surface)
Lapisan permukaan adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan beban roda
kendaraan. Lapisan permukaan ini berfungsi sebagai :
a. Lapisan yang langsung menahan akibat beban roda kendaraan.
b. Lapisan yang langsung menahan gesekan akibat rem kendaraan (lapis aus).
c. Lapisan yang mencegag air hujan yang jatu di atasnya tidak meresap ke lapisan
bawahnya dan bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut.
d. Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah sehingga dapat dipikul oleh
lapisan dibawahnya.
Apabila diperlukan, dapat juga dipasang suatu lapis penutup atau lapis aus (wearing
course) di atas lapis permukaan tersebut. Fungsi lapis aus ini adalah sebagai lapisan
pelindung bagi lapis permukaan untuk mencegah masuknya air dan untuk memberikan
kekesatan (skid resistance) permukaan jalan. Lapis aus tidak diperhitungkan ikut memikul
beban lalu lintas.
11
Untuk dapat memenuhi fungsi di atas, pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan
menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan kedap air dengan
stabilitas yang tinggi dan daya tahan lama. Jenis lapis permukaan yang umum digunakan di
Indonesia antara lain :
1. Lapisan bersifat nonstruktural, berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air
a. Burtu (laburan aspal satu lapis),merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan
aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal
maksimum 2 cm.
b. Burda (laburan aspal dua lapis ), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan
aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan dengan tebal padat
maksimum 3,5 cm.
c. Latasir ( lapis tipis aspal pasir ), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan
aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada
suhu tertentu dengan tebal padat 1-2 cm.
d. Buras (laburan aspal ), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal
taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inch.
e. Latasbum ( lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur
secara dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm.
f. Lataston (lapis tipis aspal beton ), dikenal dengan nama hot rolled sheet(HRS),
merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi
timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang
dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas. Tebal padat antara 2,5-3,0 cm.
Jenis lapis permukaan di atas walaupun bersifat nonstruktural,namun dapat
menambah daya tahan perkerasn terhadap penurunan mutu, sehingga secara
keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan. Jenis
perkerasan ini terutama digunakan untuk pemeliharaan jalan.
2. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan
menyebarkan beban roda kendaraan.
12
a. Penetrasi Macadam (Lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat
pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal
dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Di atas lapen
ini biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu lapis
dapat bervariasi antara 4- 10 cm.
b. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran
antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan
secara dingin. Tebal pada tiap lapisannya antara 3-5 cm.
c. Laston (Lapis aspal beton), merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang
terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi
menerus,dicampur,dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal pada tiap
lapisannya antara 3-5 cm.
6.1.2 Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Perkerasan Kaku adalah perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal, yang sifatnya
kaku. Perkerasan kaku berupa plat beton dengan atau tanpa tulangan diatas tanah dasar
dengan atau tanpa pondasi bawah. Beban lalu lintas diteruskan keatas plat beton.
Perkerasan kaku bisa dikelompokkan atas:
1. Perkerasan kaku semen yang terbuat dari beton semen baik yang bertulang ataupun
tanpa tulangan
2. Perkerasan kaku komposit yang terbuat dari komposit sehingga lebih kuat dari
perkerasan semen, sehingga baik untuk digunakan pada landasan pesawat udara di
Bandara.
6.2 Agregat
Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil pasir atau mineral lainnya baik
berupa hasil alam maupun buatan. Agregat terdiri dari agrerat kasar, agregat halus, pasir
dan agregat ini adalah komponen padat dan keras dengan ukuran yan bervariasi yang
merupakan material utama dalam konstruksi perkerasan jalan dan berfungsi sebagai
13
penahan beban serta mengisi rongga. Setiap material dapat menjadi agregat sejauh
memenuhi persyaratan yang diminta.
Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90-95 % agregat
berdasarkan persentase berat atau 75-85 % agregat berdasarkan persentase volume. Dengan
demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran
agregat dengan material lain. (Silvia Sukirman,” Beton Aspal Campuran Panas”, 2003)
6.2.1 Jenis Agregat
Agregat dibedakan berdasarkan proses pembentukan, pengolahan, dan ukuran butirannya.
1. Berdasarkan proses terjadinya agregat dibedakan atas :
a. Agregat Batuan Beku (volcanic rock): agregat ini terjadi akibat pendinginan dan
pembekuan dari bahan-bahan yang meleleh akibat panas (magma bumi).
Agregat ini digolongkan dalam 2 jenis pokok:
- Agregat dari batuan ekstrusif: terjadinya akibat dilempar ke udara dan
mendingin secara cepat. Jenis pokoknya: pyolite, andesite dan basalt. Sifat
utamanya: berbutir halus, keras dan cenderung rapuh.
- Agregat dari batuan intrusif: terjadinya akibat batuan yang mendingin secara
lambat dan diperoleh sebagai singkapan. Jenis pokoknya: granit, diorit dan
gabro. Sifat utamanya: berbutir kasar, keras dan kaku.
b. Agregat dari batuan endapan (sedimentary rock): agregat terjadi dari hasil endapan
halus dari hasil pelapukan batuan bebas, tumbuh-tumbuhan, binatang. Dengan
mengalami proses pelekatan dan penekanan oleh alam maka menjadi agregat/batuan
endapan. Jenis agregat dari batuan endapan antara lain: batuan kapur, batuan silika
dan batuan pasir. Berdasarkan proses pembentukannya agregat sedimen dapat
dibedakan atas :
- Agregat sedimen yang di bentuk dengan proses mekanik, seperti breksi,
konglomerat, batu pasir, batu lempung. Agregat ini juga mengandung
banyak silica.
14
- Agregat sedimen yang dibentuk dengan proses organis, seperti batu
gamping, batu bara, opal.
- Agregat sedimen yang dibentuk dengan proses kimiawi, seperti batu
gamping, garam, gips, flint.
c. Agregat dari batuan methamorphik: agregat terjadi dari hasil modifikasi oleh alam
(perubahan fisik dan kimia dari batuan endapan dan beku sebagai hasil dari
tekanan yang kuat, akibat gesekan bumi dan panas yang berlebihan). Sebagai
contoh: batuan kapur menjadi marmer dan batuan pasir menjadi kwarsa.
2. Berdasarkan pengolahannya agregat dapat dibedakan atas :
a. Agregat alam
Agregat yang menggunakan bahan baku dari batu alam atau penghancurannya. Jenis
batuan yang baik digunakan untuk agregat harus keras, kompak, kekal dan tidak
pipih. Agregat alam terdiri dari :
(1) kerikil dan pasir alam, agregat yang berasal dari penghancuran oleh alam dari
batuan induknya. Biasanya ditemukan di sekitar sungai atau di daratan. Agregat
beton alami berasal dari pelapukan atau disintegrasi dari batuan besar, baik dari
batuan beku, sedimen maupun metamorf. Bentukya bulat tetapi biasanya
banyak tercampur dengan kotoran dan tanah liat. Oleh karena itu jika
digunakan untuk beton harus dilakukan pencucian terlebih dahulu.
(2) Agregat batu pecah, yaitu agregat yang terbuat dari batu alam yang dipecah
dengan ukuran tertentu.
b. Agregat Buatan
Agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan khusus (tertentu) karena
kekurangan agregat alam. Biasanya agregat buatan adalah agregat ringan. Contoh
agregat buatan adalah : Klinker dan breeze yang berasal dari limbah pembangkit
tenaga uap, agregat yang berasal dari tanah liat yang dibakar (leca = Lightweight
Expanded Clay Agregate), cook breeze berasal dari limbah sisa pembakaran arang,
hydite berasal dari tanah liat (shale) yang dibakar pada tungku putar, lelite terbuat
dari batu metamorphore atau shale yang mengandung karbon, kemudian dipecah
dan dibakar pada tungku vertikal pada suhu tinggi.
15
Berdasarkan berat jenisnya, agregat digolongkan menjadi :
a. Agregat berat : agregat yang mempunyai berat jenis lebih dari 2,8. Biasanya
digunakan untuk beton yang terkena sinar radiasi sinar X. Contoh agregat berat :
Magnetit, butiran besi.
b. Agregat Normal : agregat yang mempunyai berat jenis 2,50 – 2,70.Beton dengan
agregat normal akan memiliki berat jenis sekitar 2,3 dengan kuat tekan 15 MPa – 40
MPa. Agregat normal terdiri dari : kerikil, pasir, batu pecah (berasal dari alam),
klingker, terak dapur tinggi (agregat buatan).
c. Agregat ringan : agregat yang mempunyai berat jenis kurang dari 2,0. Biasanya
digunakan untuk membuat beton ringan. Terdiri dari : batu apung, asbes, berbagai
serat alam (alam), terak dapur tinggi dg gelembung udara, perlit yang
dikembangkan dengan pembakaran, lempung bekah, dll (buatan).
Berdasarkan ukuran butirnya agregat dapat dibedakan yaitu agregat kasar, agregat halus
dan bahan pengisi (filler). Persyaratan dari masing-masing agregat ini sering kali berbeda,
sesuai intitusi yang menentukannya.
The Asphalt Institute membedakan agregat menjadi :
a. Agregat Kasar
Fraksi agregat kasar untuk agregat ini adalah agregat yang tertahan di atas saringan
2,36 mm (No. 8), menurut saringan ASTM. Fraksi agregat kasaar untuk keperluan
pengujian harus terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah dan harus disediakan
dalam ukuran – ukuran normal. Agregat kasar ini menjadikan perkerasan lebih
stabil dan mempunyai skid resistance (tahan terhadap selip) yang tinggi sehingga
lebih menjamin keamanan berkendara. Agregat kasar yang mempunyai bentuk
butiran (particle shape) yang bulat memudahkan proses pemadatan, tapi rendah
stabilitasnya, sedangkan yang berbentuk menyudut (angular) sulit dipaatkan tetapi
mempunyai stabilitas yang tinggi. Agregat kasar harus mempunyai ketahanan
terhadap abrasi bila digunakan sebagai campuran wearing course, untuk itu nilai
Los Angeles Abrasion Test harus dipenuhi.
16
Tabel 6.2.1a Persyaratan Agregat Kasar
Pengujian Metode
Persyaratan
Satuan
min Maks
Penyerapan Air
SNI 03-1969-
1990 3 %
Berat Jenis
SNI 03-1969-
1990
a. Bulk 2,5 - gr/cc
b. SSD 2,5 -
c. Apparent 2,5 -
Abrasi dengan mesin Los SNI 03-2417-
1991
- 40 %
Angeles
Kelekatan agregat
terhadap
SNI-03-2439-
1991
95 - %
Aspal
Partikel pipih ASTM D-4791 - 25 %
Partikel lonjong ASTM D-4791 - 10 %
b. Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat hasil pemecah batu yang mempunyai sifat lolos
saringan No.8 (2,36 mm) tertahan saringan No.200 (0,075 mm). Fungsi utama
agregat halus adalah untuk menyediakan stabilitas dan mengurangi deformasi
permanen dari perkerasan melalui keadaan saling mengunci (interlocking) dan
gesekan antar butiran. Untuk hal ini maka sifat eksternal yang diperlukan adalah
angularity (bentuk menyudut) dan particle surface roughness (kekasaran
permukaan butiran).
Tabel 6.2.1b Persyaratan Agregat Halus
Pengujian Metode
Persyaratan
Satuan
min maks
Penyerapan Air SNI 03-1969- 3 %
17
1990
Berat Jenis
SNI 03-1969-
1990
a. Bulk 2,5 - gr/cc
b. SSD 2,5 -
c. Apparent 2,5 -
Nilai setara pasir
SNI 03-4428-
1997
50 - %
c. Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi dapat terdiri atas debu batu kapur, debu dolomite, semen Portland,
abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak plastis
lainnya. Bahan pengisi yang merupakan mikro agregat ini harus lolos saringan
No. 200 (0,075 mm). Dari sekian banyak jenis bahan pengisi maka kapur padam
banyak digunakan dari pada Portland semen. Portland semen mudah diperoleh dan
mempunyai grading butiran yang bagus namun demikian harganya sangat mahal.
Fungsi bahan pengisi adalah untuk meningkatkan kekentalan bahan bitumen dan
untuk mengurangi sifat rentan terhadap temperatur. Keuntungan lain dengan adanya
bahan pengisi adalah karena banyak terserap dalam bahan bitumen maka akan
menaikkan volumenya.
Banyak spesifikasi untuk wearing course menyarankan banyaknya bahan pengisi
kira-kira 5% dari berat adalah mineral yang lolos saringan No. 200. Para peneliti
telah sepakat menaikkan kuantitas bahan pengisi akan menyebabkan meningkatkan
stabilitas dan mengurangi rongga udara dalam campuran, namun ada batasnya.
Terlalu tinggi kandungan bahan pengisi akan menyebabkan campuran menjadi
getas dan mudah retak bila terkena beban lalu lintas, namun dilain pihak bila terlalu
sedikit bahan pengisi akan menghasilkan campuran yang lembek pada cuaca panas.
18
Tabel 6.2.1c Persyaratan bahan pengisi (filler)
Pengujian Metode
Persyaratan
Satuan
min maks
Material lolos saringan No.
200
SNI 03 M 02-1994-03 70 %
Bebas dari bahan organic SNI 03 M 02-1994-03 4 %
Persyaratan Agregat berdasarkan SNI-1737-1989-F
1. Agregat Kasar
a. Agregat kasar harus terdiri dari batu pecah, atau kerikil pecah yang bersih, kering,
kuat, awet, dan bebas dari bahan lain yang tidak diperlukan.
b. Keausan pada 500x putaran mesin Los Angeles, maksimum 40%.
c. Kelekatan pada aspal minimum 95%.
d. Jumlah berat butiran tertahan No. 4 yang mempunyai paling sedikit dua bidang
pecah min 50% (khusus kerikil pecah).
e. Indeks kepipihan tertahan 9,5mm atau 3/8” maks 25%.
f. Penyerapan air maksimum 3%.
g. Berat jenis curah (bulk) min 2,5.
h. Bagian yang lunak 5%.
2. Agregat Halus
a. Agregat halus, harus dari pasir alam, pasir buatan, atau gabungan dari bahan
tersebut.
b. Agregat halus harus bersih, kuat, kering, dan bebas dari bahan lain yang
mengganggu, serta terdiri dari butir yang bersudut tajam dan permukaan kasar.
c. Agregat halus yang berasal dari batu kapur pecah, hanya boleh digunakan, apabila
dicampur dengan pasir alam dengan perbandingan yang sama.
d. Agregat yang berasal dari hasil pemecahan batu, harus berasal dari batuan induk,
yang memenuhi prsyaratan agregat kasar.
e. Agregat halus mempunyai angka ekivalen pasir minimum 50%.
3. Bahan Pengisi (filler)
19
a. Bahan pengisi harus dari abu batu, abu batu kapur, kapur padam, semen atau bahan
non-plastis lainnya.
b. Bahan pengisi harus kering, dan bebas dari bahan lain yang basah memenuhi
gradasi sesuai Tabel 6.2.1
Tabel 6.2.1d
SIFAT UMUM
KADAR AIR MAX 1%
GUMPALAN PARTIKEL TIDAK ADA
BUKAAN
SARINGAN(mm)
% LOLOS
SARINGAN
Gradasi
No. 30(0,59 mm) 100
No. 50(0,279 mm) 90-100
No. 100(0,149 mm) 90-100
No. 200(0,074 mm) 65-100
6.2.2 Sifat Agregat sebagai material perkerasan jalan
Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan memikul
beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Oleh karena itu perlu pemeriksaan yang
teliti sebelum diputuskan suatu agregat dapat dipergunakan sebagai material perkerasan
jalan. sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah
gradasi,
6.2.2.1 Gradasi agregat
Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya. Ukuran butir agregat dapat
diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Satu set saringan umumnya terdiri dari
saringan berukuran 4 inchi, 3½ inchi, 3 inchi, 2½ inchi, 2 inchi, 1½ inchi, 1 inchi, ¾ inchi,
½ inchi, 3/8 inchi, No. 4, No. 8, No. 16, No. 30, No. 50, No. 100, No. 200.
Gradasi agregat diperoleh dari hasil analisis pemeriksaan dengan menggunakan 1 set
saringan. Saringan berukuran bukaan paling besar di letakkan teratas, dan yang paling halus
20
(N0. 200), terbawah sebelum pan. Analisis saringan dapat dilakukan secara basah atau
kering (saringan basah atau saringan kering). Analisis basah dilakukan untuk menentukan
jumlah bahan dalam agregat yang lolos saringan No. 200, mengikuti manual SNI-M-02-
1994-03 atau AASHTO T11-90. Persentase lolos saringan ditentukan melalui pengujian
analisis saringan agregat halus dan kasar (saringan kering) sesuai manual SNI 03-1968-
1990 atau AASHTO T27-88.
Tabel 6.2.2.1a Ukuran Bukaan Saringan
Ukuran saringan
Bukaan
(mm)
Ukuran saringan
Bukaan
(mm)
4 inchi 100 3/8 inchi 9,5
3½ inchi 90 No. 4 4,75
3 inchi 75 No. 8 2,36
2½ inchi 63 No. 16 1,18
2 inchi 50 No. 30 0,6
1½ inchi 37,5 No. 50 0,3
1 inchi 25 No. 100 0,15
¾ inchi 19 No. 200 0,075
½ inchi 12,5
Pemeriksaan jumlah bahan dalam agregat yang lolos saringan No. 200, dengan
mempergunakan saringan basah dapat dilanjutkan dengan mengeringkan benda uji dan
selanjutnya melakukan pengujian analisis saringan agregat halus dan kasar. Gradasi agregat
dinyatakan dalam persentase lolos, atau persentase tertahan, yang dihitung berdasarkan
berat agregat.
21
Gradasi agregat menentukan besarnya rongga atau pori yang mungkin terjadi dalam agregat
campuran. Agregat campuran yang terdiri dari agregat berukuran sama akan berongga atau
berpori banyak, karena tak terdapat agregat berukuran lebih kecil yang dapat mengisi
rongga yang terjadi. Sebaliknya, jika campuran agregat terdistribusi dari agregat berukuran
besar sampai kecil secara merata, maka rongga atau pori yang terjadi sedikit. Hal ini
disebabkan karena rongga yang terbentuk oleh susunan agregat berukuran besar, akan diisi
oleh agregat berukuran lebih kecil.
Distribusi butir-butir agregat dengan ukuran tertentu yang dimiliki oleh suatu campuran
menentukan jenis gradasi agregat. Gradasi agregat dapat dikelompokkan ke dalam agregat
bergradasi baik dan agregat bergradasi buruk.
1. Agregat bergradasi baik
Agregat bergradasi baik adalah agregat yang ukuran butirnya terdistribusi meratadalam
satu rentang ukuran butir. Agregat bergradasi baik disebut juga agregat bergradasi rapat.
Campuran agregat bergradasi baik memiliki pori yang sedikit, mudah dipadatkan, dan
mempunyai stabilitas tinggi. Tingkat stabilitas ditentukan dari ukuran butir agregat
terbesar yang ada. Berdasarkan ukuran butir agregat yang dominan menyusun campuran
agregat, maka agregat yang bergradasi baik dapat dibedakan atas :
a) Agregat bergradasi kasar
Agregat bergradasi kasar adalah agregat bergradasi baik yang mempunyai susunan
ukuran menerus dari kasar sampai dengan halus, tetapi dominan berukuran agregat
kasar.
b) Agregat bergradasi halus
Agregat bergradasi kasar adalah agregat bergradasi baik yang mempunyai susunan
ukuran menerus dari kasar sampai dengan halus, tetapi dominan berukuran agregat
halus.
2. Agregat bergradasi buruk
22
Agregat bergradasi buruk adalah agregat yang tidak memenuhi persyaratan gradasi baik.
Terdapat berbagai macam gradasi agregat yang dikelompokkan kedalam agregat
bergradasi buruk, seperti :
a) Agregat bergradasi seragam
Agregat bergradasi seragam adalah agregat yang hanya terdiri dari butir-butir agregat
berukuran sama atau hampir sama. Campuran agregat ini mempunyai pori antar butir
yang cukup besar, sehingga sering juga disebut agregat bergradasi terbuka. Rentang
distribusi ukuran butir yang ada pada agregat bergradasi seragam tersebar pada
rentang yang sempit.
b) Agregat bergradasi terbuka
Agregat bergradasi terbuka adalah agregat yang distribusi ukuran butirnya
sedemikian rupa sehingga pori-porinya tidak terisi dengan baik.
c) Agregat bergradasi senjang
Agregat bergradasi senjang adalah agregat yang distribusi ukuran butirnya tidak
menerus, atau ada bagian ukuran yang tidak ada, jika ada hanya sedikit sekali.
Gambar 6.2.2.1 Gradasi Agregat
Tabel 6.2.2.1b Sifat Agregat Campuran
Sifat Agregat bergradasi buruk Agregat bergradasi baik
Stabilitas Buruk Baik
Permeabilitas Baik Buruk
Tingkat kepadatan Buruk Baik
Rongga pori Besar Sedikit
Persyaratan gradasi agregat untuk material lapis aspal beton dapat dilihat pada tabel-tabel
berikut :
(I) Gradasi Rapat (II) Gradasi Seragam (III) Gradasi Senjang
23
Tabel 6.2.2.1c Gradasi agregat kasar
Ukuran Saringan
% Lolos (Berat)
Maksimum 10 mm Maksimum 19 mm
20 mm (3/4 ”) 100 100
12,7 mm (1/2 ”) 100 30-100
9,5 mm (3/8 “) 85-100 0-55
4,75 mm (No. 4) 20-45 0-10
0,075 mm (No.200) 0-2 0-2
Sumber: Asiyanto, Metode Konstruksi Proyek Jalan, 2008
Tabel 6.2.2.1d Gradasi agregat halus
Ukuran Saringan % Lolos (Berat)
9,50 mm (3/8 “) 100
4,75 mm (No. 4) 90-100
2,36 mm (No.8) 80-100
0,60 mm (No.30) 25-100
0,075 mm (No. 200) 0-11
Sumber: Asiyanto, Metode Konstruksi Proyek Jalan, 2008
Tabel 6.2.2.1e Gradasi bahan pengisi (filler)
Ukuran Saringan % Lolos (Berat)
No. 30 (0,59 mm) 100
No. 50 (0,279 mm) 95-100
No. 100 (0,149 mm) 90-100
No. 200 (0,074 mm) 65-100
Sumber: Asiyanto, Metode Konstruksi Proyek Jalan, 2008
24
6.2.2.2 Ukuran Maksimum Agregat
Ukuran maksimum butir agregat dapat dinyatakan dengan mempergunakan :
1. Ukuran maksimum agregat
Ukuran maksimum agregat, yaitu menunjukkan ukuran saringan terkecil dimana
agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak 100%.
2. Ukuran nominal maksimum agregat
Ukuran nominal maksimum agregat, menunjukkan ukuran saringan terbesar dimana
agregat yang tertahan saringan tersebut sebanyak tidak lebih dari 10%. Ukuran
maksimum agregat adalah satu saringan atau ayakan yang lebih besar dari ukuran
nominal maksimum.
Ukuran maksimum agregat ikut menentukan tebal minimum lapisan perkerasan yang
mungkin dapat dilaksanakan. Sebagai patokan awal, tebal lapisan minimum sama dengan
atau dua kali ukuran agregat maksimum. Penggunaan agregat berukuran besar akan
membutuhkan butir-butir agregat yang terdistribusi dalam rentang yang lebih lebar untuk
mendapatkan gradasi yang baik. Disamping itu pula kemungkinan terjadinya segregasi,
yaitu pemisahan butir-butir berukuran besar dan kecil semakin mudah.
6.2.2.3 Kebersihan Agregat (Cleanliness)
Kebersihan agregat ditentukan dari banyaknya butir-butir halus yang lolos saringan No.
200, seperti adanya lempung, lanau, ataupun adanya tumbuh-tumbuhan pada campuran
agregat. Agregat yang banyak mengandung material lolos saringan No. 200, jika
dipergunakan sebagai bahan campuran beton aspal, akan menghasilkan beton aspal
berkualitas rendah. Hal ini disebabkan meterial halus membungkus partikel agregat yang
lebih kasar, sehingga ikatan antar agregat dan bahan pengikat, yaitu aspal akan berkurang
dan berakibat mudah lepasnya ikatan antara aspal dan agregat.
25
Tabel 6.2.2.3 Jenis Pengujian Kebersihan Agregat
Jenis Pengujian SNI AASHTO
Pengujian jumlah bahan
dalam agregat yang lolos
saringan No.200
SNI-M-02-1994-03 T 11-90
Pengujian agregat halus atau
pasir yang mengandung
bahan plastis dengan cara
setara pasir.
Pd M-03-1996-03 T 176-86
Pengujian adanya gumpalan
lempung dalam agregat
T 112-87
6.2.2.4 Daya Tahan Agregat
Daya tahan agregat merupakan ketahanan agregat terhadap adanya penurunan mutu akibat
proses mekanis dan kimiawi. Agregat dapat mengalami degradasi, yaitu perubahan gradasi,
akibat pecahnya butir-butir agregat. Kehancuran agregat dapat disebabkan adanya proses
mekanis, seperti gaya-gaya yang terjadi selama proses pelaksanaan perkerasan jalan
(penimbunan, penghamparan, pemadatan). Pelayanan terhadap beban lalu lintas, dan proses
kimiawi, seperti pengaruh kelembapan, kepanasan, dan perubahan suhu sepanjang hari.
Daya tahan agregat terhadap beban mekanis diperiksa dengan menggunakan alat abrasi Los
Angeles, sesuai dengan SNI-03-2417-1991 atau AASHTO T96-87. Gaya mekanis pada
pemeriksaan dengan alat abrasi Los Angeles diperoleh dari bola-bola baja yang
dimasukkan bersama dengan agregat yang hendak diuji.
Daya tahan terhadap proses kimiawi diperiksa dengan pengujian soundness atau dinamakan
juga pengujian sifat kekekalan bentuk batu terhadap larutan natrium sulfat (NaSO4) atau
magnesium sulfat (MgSO4), sesuai dengan SNI-03-3407-1994 atau AASHTO T104-86.
26
6.2.2.5 Bentuk Dan Tekstur Agregat
Berdasarkan bentuknya, partikel atau butir agregat dikelompokkan sebagai berbentuk bulat,
lonjong, pipih, kubus, tak beraturan, atau mempunyai bidang pecahan. Agregat yang
ditemui disungai umumnya telah mengalami erosi, sehingga berbentuk bulat (rounded) dan
licin. Bidang kontak antar agregat berbentuk bulat sangat sempit, hanya berupa titik
singgung, sehingga menghasilkan penguncian antar agregat tidak baik, dan menghasilkan
kondisi kepadatan lapisan perkerasan yang kurang baik.
Agregat berbentuk kubus (cubical) pada umumnya merupakan agregat hasil pemecahan
batu masif, atau hasil pemecahan mesin pemecah batu. Bidang kontak agregat ini luas,
sehingga mempunyai daya kunci yang baik. Kestabilan yang diperoleh lebih baik dan lebih
tahan terhadap deformasi. Agregat ini merupakan agregat yang terbaik untuk dipergunakan
sebagai material perkerasan jalan.
Agregat yang berbentuk lonjong (elongated) dapat ditemui disungai atau bekas endapan
sungai. Agregat dikatakan lonjong jika ukuran terpanjangnya lebih besar dari 1,8 kali
diameter rata-rata. Indeks kelonjongan (elongated index) adalah persentase berat agregat
lonjong terhadap berat total. Sifat campuran agregat berbentuk lonjong ini hampir sama
dengan agregat berbentuk bulat.
Agregat berbentuk pipih (flaky) dapat merupakan hasil produksi dari mesin pemecah batu,
dan biasanya agregat ini memang cenderung pecah dengan bentuk pipih. Agregat pipih
yaitu agregat yang ketebalannya lebih tipis dari 0,6 kali diameter rata-rata. Indeks
kepipihan (flakiness index) adalah berat total agregat yang lolos slot dibagi berat total
agregat yang tertahan slot pada ukuran nominal tertentu.
Agregat berbentuk tak beraturan (irregular) adalah bentuk agregat yang tak mengikuti
salah satu bentuk diatas. Agregat kasar terbaik yang dipergunakan untuk material
perkerasan jalan adalah berbentuk kubus, tetapi jika tak ada, maka agregat yang
mempunyai minimal satu bidang pecahan dapat dipergunakan. Tekstur permukaan agregat
27
dapat dibedakan atas licin, kasar, atau berpori. Agregat berbentuk bulat umumnya
mempunyai permukaan yang licin, dan seringkali dijumpai di sungai. Permukaan agregat
yang licin menghasilkan daya penguncian antar agregat rendah, dan mempunyai tingkat
kestabilan rendah.
Permukaan agregat kasar mempunyai gaya gesek yang baik, ikatan antar butir agregat kuat,
sehingga lebih mampu menahan deformasi akibat beban lalu lintas. Agregat berbentuk
kubus biasanya mempunyai tekstur permukaan yang kasar, sehingga agregat berbentuk
kubus dengan permukaan bertekstur kasar akan menghasilkan stabilitas lapisan yang baik.
Agregat ini merupakan agregat yang terbaik untuk dipergunakan sebagai material
perkerasan jalan.
Gambar 6.2.2.5 Bentuk-bentuk agregat
Agregat berpori (porous) dapat dibedakan atas agregat berpori sedikit dan agregat berpori
banyak. Agregat berpori banyak pada umumnya mempunyai tingkat kekerasan rendah,
sehingga mudah pecah, dan terjadi degredasi. Degradasi merupakan kondisi yang tak
diinginkan pada perkerasan aspal, sehingga terjadi ikatan yang tak baik antar aspal dan
agregat, Pemeriksaan banyaknya pori agregat dapat diperkirakan dari banyaknya air yang
terabsorbsi oleh agregat. Pengujian nilai absorbsi air dilakukan manual AASHTO T 84-88
untuk agregat halus dan T 85-88 untuk agregat kasar.
Penyerapan (absorbsi) air
28
%100x
Bk
BkBj 

Keterangan :
Bj = berat benda uji kering permukaan
Bk = berat benda uji kering oven
Air yang terabsorbsi oleh agregat, sukar untuk dihilangkan seluruhnya walaupun melalui
proses pengeringan. Hal ini mempengaruhi pula ikatan antara agregat dan aspal.Tekstur
permukaan agregat selain memberikan ketahanan terhadap gelincir (skid resistance) pada
permukaan perkerasan, tekstur permukaan agregat juga merupakan faktor lainnya yang
menentukan kekuatan, workabilitas, dan durabilitas campuran beraspal.
Permukaan agregat kasar akan memberikan kekuatan pada campuran beraspal karena
kekerasan permukaan agregat dapat menahan agregat tersebut dari pergeseran atau
perpindahan. Kekasaran permukaan agregat juga akan memberikan tahanan gesek yang
kuat pada roda kendaraan sehingga akan meningkatkan keamanan terhadap slip. Di lain
pihak, film aspal lebih mudah merekat pada permukaan yang kasar sehingga akan
menghasilkan ikatan yang baik antara aspal dan agregat dan pada akhirnya akan
menghasilkan campuran beraspal yang kuat.
Agregat dengan tekstur permukaan yang sangat kasar memiliki koefisien gesek yang tinggi
yang membuat agregat tersebut sulit untuk berpindah tempat sehingga akan menurunkan
workabilitasnya.
6.2.2.6 Daya Lekat Aspal Terhadap Agregat (Affinity For Asphalt)
Daya lekat aspal terhadap agregat dipengaruhi oleh sifat agregat terhadap air. Granit dan
agregat yang mengandung silika merupakan agregat yang bersifat hydropholic yaitu agregat
tersebut tidak mudah diresapi air, hal ini mengakibatkan agregat tersebut tak mudah dilekati
aspal dan agregat mudah lepas. Sebaliknya agregat seperti diorit, andesit,merupakan
29
agregat hydrauphobic yaitu agregat yang tidak mudah terikat dengan air, tetapi mudah
terikat dengan aspal.
Kemampuan agregat untuk menyerap air (aspal) adalah suatu informasi yang sangat
penting yang harus diketahui dalam pembuatan campuran beraspal. Jika daya serap agregat
sangat tinggi, agregat ini akan terus menyerap aspal baik pada saat maupun setelah proses
pencampuran agregat dengan aspal di unit pencampuran (AMP). Agar campuran yang
dihasilkan tetap baik agregat yang porus memerlukan aspal yang lebih banyak
dibandingkan dengan yang kurang porus.
Perbaikan sifat penyerapan agregat dapat dilakukan dengan penambahan semen atau kapur
pada agregat. Dari kedua bahan tambah ini, pemakaian kapur lebih dianjurkan bila agregat
tersebut akan digunakan sebagai bahan campuran beraspal.
Pengujian kelekatan aspal dengan agregat dilakukan mengikuti standar SNI-03-2439-1991
atau manual AASHTO T182-84. Kelekatan agregat terhadap aspal dinyatakan dalam
persen, yaitu persentase luas permukaan agregat yang dilapisi aspal terhadap seluruh luas
permukaan.
6.2.2.7 Berat Jenis Agregat
Didalam perhitungan rancangan campuran dibutuhkan parameter penunjuk berat, yaitu
berat jenis agregat. Berat jenis agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat
dengan volume berat air. Agregat dengan berat jenis kecil, mempunyai volume yang besar
atau berat yang ringan.
Vs + Vp + Vi + Vc = volume total butir agregat
Vp + Vi +Vc = volume pori agregat
Dimana :
Vs = Volume bagian masif
Vi = Volume pori yang tidak dapat diserap air
30
Vp = Volume pori yang tidak dapat diresapi aspal, tetapi dapat diresapi air
Vc = Volume pori yang dapat diresapi aspal dan air
Terdapat empat jenis berat jenis (specific gravity), yaitu :
1. Berat jenis bulk (bulk specivic gravity), adalah berat jenis dengan memperhitungkan
berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat (Vs+Vi+Vp+ Vc).
2. Berat jenis kering permukaan (saturated surface dry), adalah berat jenis dengan
memperhitungkan agregat dalam keadaan kering permukaan, jadi merupakan berat
agregat kering + berat air yang dapat meresap ke dalam pori agregat, dan seluruh
volume agregat (Vs+Vi+Vp+Vc).
3. Berat jenis semu (apperent specivic gravity), adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, dan volume agregat yang tak
dapat diresapi oleh air (Vs+Vi).
4. Berat jenis efektif (effective specivic gravity), adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, jadi merupakan berat agregat
kering, dan volume agregat yang tak dapat diresapi aspal (Vs+Vi+Vp).
Pengukuran volume agregat dalam proses penentuan berat jenis agregat dilakukan dengan
mempergunakan hukum Archimedes, yaitu berat benda di dalam air akan berkurang
sebanyak berat zat cair yang dipindahkan. Dengan mengasumsikan berat jenis dan berat
volume air adalah selalu sama dengan satu, maka volume agregat sama dengan berat zat
cair yang dipindahkan.
Pengujian berat jenis agregat kasar dilaksanakan dengan mengikuti Standar Nasional
Indonesia, Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar, SNI 03-1969-
1990 ; SK SNI M-09-1989-F, atau AASHTO T 85-88.
Sebaiknya berat jenis dihitung dengan ketelitian sampai tiga desimal. Adapun prosedur
penentuan volume agregat ditentukan sebagai berikut :
1. Agregat dicuci, untuk menghilangkan bagian-bagian halus yang melekat.
31
2. Agregat dikeringkan dalam oven, untuk mendapatkan berat kering agregat, Bk.
3. Agregat direndam dalam air, untuk mendapatkan kondisi kering permukaan (Bj)
4. Agregat di timbang dalam air, diperoleh berat Ba.
5. Volume agregat yang masif dan yang tak dapat diresapi air ditentukan sebgai berat
kering dikurangi berat dalam air.
(Vs + Vi) = Bk – Ba
6. Volume agregat termasuk pori atau volume total dari agregat yaitu volume yang
dapat diresapi air ditentukan sebgai berat kering permukaan dikurangi berat dalam
air.
(Vs + Vi + Vp + Vc) = Bi - Ba
Jadi :
Berat Jenis Bulk
)()( BaBj
Bk
aVcVpViVs
Bj





Berat Jenis Kering Permukaan
)()( BaBj
Bj
VcVpViVs
Bj




Berat Jenis Semu (apparent)
)()( BaBk
Bk
aViVs
Bk





Berat Jenis Efektif
aVpViVs
Bk
)( 

Metode penentuan berat jenis efektif agregat tidak terdapat pada manual AASHTO ataupun
ASTM. Umumnya berat jenis efektif agregat kasar diasumsikan sama dengan nilai rata-rata
dari berat jenis bulk dan berat jenis semu.
32
Ketiga jenis berat jenis agregat halus ditentukan dengan mempergunakan metode pengujian
SNI-03-1969-1990 ; SK SNI M-09-1989-F atau AASHTO T 84-88. Volume agregat halus
ditentukan dengan mempergunakan piknometer.
Bahan pengisi (filler) berbutir sangat halus, sehingga sukar menentukan berat jenis kering
permukaan, oleh karena itu pada umumnya dipergunakan berat jenis semu untuk bahan
pengisi (filler). Jadi tidak perlu menggunakan berat jenis bulknya.
6.3 Aspal
Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau coklat tua,
dengan unsur bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun merupakan residu dari
penyulingan minyak bumi. Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk
padat sampai agak padat, sampai bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika
dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun.
Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan.
Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4-10% berdasarkan berat
campuran, atau 10-15% berdasarkan volume campuran.
6.3.1 Fungsi aspal sebagai material perkerasan
Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai :
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara
sesama aspal.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dengan pori-pori yang ada didalam
butir agregat itu sendiri.
Untuk dapat memenuhi kedua fungsi aspal dengan baik, maka aspal haruslah memiliki sifat
adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat dilaksanakan mempunyai tingkat kekentalan
tertentu, agar aspal dapat berfungsi dengan baik maka aspal harus memiliki karakteristik
sebagai berikut :
1. Aspal homogen atau tidak bervariasi.
33
2. Aspal tidak peka terhadap perubahan suhu di lapangan.
3. Aspal harus memberikan lapisan yang elastis sehingga perkerasan tidak mudah retak.
4. Aspal aman saat pengerjaan terutama dari bahaya kebakaran.
5. Aspal tidak cepat rapuh atau lapuk akibat penuaan.
6. Aspal mempunyai adhesi yang baik terhadap agregat yang dilapisi.
7. Aspal mudah dikerjakan pada saat proses pengerjaan.
8. Aspal harus sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan.
9. Aspal memberikan kinerja yang baik terhadap campuran.
Karakteristik aspal yang diinginkan tersebut melatar belakangi adanya spesifikasi dan
pengujian aspal diperlukan. Misalnya, untuk mengetahui agar aspal tidak peka terhadap
perubahan suhu dilapangan maka dilakukan pengujian penetrasi dan titik lembek, agar
aspal dapat memberikan memberikan lapisan yang elastis dan tidak getas sehingga
perkerasan tidak mudah retak, maka dilakukan pengujian daktilasi. Aspal yang digunakan
untuk campuran beton aspal harus ,memenuhi persyaratan sesuai yang diberikan dalam
buku spesifikasi pekerjaan Tabel 6.3 menunjukkan spesifikasi aspal yang digunakan
sebagai bahan campuran beton aspal.
Tabel 6.3 Sifat aspal untuk campuran beton aspal
Jenis Pemeriksaan Satuan
Syarat
Pen 60 Pen 80
Min Maks Min Maks
Penetrasi 25 C, 5 det 0,1 mm 60 79 80 99
Titik Lembek C 48 58 46 54
Titik Nyala C 200 - 225 -
Kehilangan Berat 163 C, 5 Jam % berat - 0,4 - 0,6
Kelarutan dalam CCl4 % berat 99 - 99 -
Daktilitas 25 C, 5 cm/menit Cm 100 - 100 -
Penetrasi setelah kehilangan berat % 75 - 75 -
34
terhadap
asli
Penetrasi aspal hasil ekstraksi
benda uji
%
terhadap
asli
55 - 55 -
Daktilitas aspal hasil ekstraksi
benda uji
Cm 40 - 40 -
Berat jenis 25 C - 1 - 1 -
Sumber : Silvia Sukirman, Beton Aspal Campuran Panas
6.3.2 Jenis-Jenis Aspal
Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal buatan. Aspal
alam yaitu aspal yang didapat di suatu tempat di alam dan dapat digunakan sebagaimana
diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Aspal buatan adalah aspal yang merupakan
residu pengilangan minyak bumi.
6.3.2.1 .Aspal alam
Aspal alam ada yang diperoleh digunung-gunung seperti aspal di Pulau Buton atau lebih
dikenal dengan Asbuton, dan ada pula yang diperoleh di danau seperti di Trinidad serta
yang berasal dari Bermuda. Aspal alam terbesar di dunia terdapat di Trinidad, berupa aspal
danau (Trinidad Lake Asphalt). Aspal dari Trinidad mengandung kira-kira 40% organik
dan zat-zat anorganik yang tidak dapat larut, sedangkan yang berasal dari Bermuda
mengandung kira-kira 6% zat-zat yang tidak dapat larut.
Indonesia memiliki aspal alam yaitu di pulau buton, yang berupa aspal gunung. Asbuton
merupakan batu yang mengandung aspal. Deposit asbuton membentang dari kecamatan
Lewale sampai Sampolawa. Cadangan deposit berkisar 200 juta ton dengan kadar aspal
bervariasi antara 10-35% aspal.
35
Asbuton merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk
batuan, karena asbuton merupakan material yang ditemukan begitu saja di alam, maka
kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Untuk
mengatasi hal ini, maka asbuton mulai di produksi dalam berbagai bentuk di pabrik
pengolahan asbuton. Produk asbuton dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
a Produk asbuton yang masih mengandung material filler, seperti asbuton kasar, asbuton
halus, asbuton mikro, dan butonite mastic asphalt.
b Produk asbuton yang telah dimurnikan menjadi aspal murni melalui proses ekstraksi
atau proses kimiawi.
6.3.2.2 Aspal buatan
Adapun yang termasuk dengan aspal buatan yaitu aspal minyak. Aspal minyak adalah aspal
yang merupakan residu destilasi minyak bumi. Residu minyak bumi yang digunakan untuk
pembuatan aspal adalah yang bersifat aspalthic atau banyak mengandung aspal serta bukan
yang bersifat parafinic atau yang banyak mengandung parafin lilin (wax), berbagai jenis
aspal buatan dapat dibedakan menjadi berikut :
1. Aspal keras
Aspal keras adalah aspal yang didapat dari penyulingan minyak bumi dengan parafin
rendah (napthan base crude oil), yaitu tidak lebih dari 2% berat. Dalam perkerasan
beraspal, pembagian jenis aspal keras dapat berdasarkan nilai penetrasi (Penetration
Grade), nilai viskositas (Viscosity Grade) atau temperatur maksimum dan minimum
perkerasan rencana (Performance Grade)
2. Aspal cair
Aspal cair (cutback asphalt) yaitu aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal cair
merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak
bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar. Bahan pencair membedakan aspal cair
menjadi :
1. Rapid curing cut back asphalt (RC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair bensin.
RC merupakan aspal cair yang paling cepat menguap.
36
2. Medium curing cut back asphalt (MC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair
minyak tanah (kerosin).
3. Slow curing cut back asphalt (SC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair solar
(minyak diesel). SC merupakan aspal cair yang paling lambat menguap.
3. Aspal emulsi
Aspal emulsi (emulsified asphalt) adalah suatu campuran aspal dengan air dan
bahan pengemulsi, yang dilakukan di pabrik pencampur. Aspal emulsi lebih cair
daripada aspal cair. Di dalam aspal emulsi,butir-butir aspal larut dalam air. Untuk
menghindari butiran aspal saling menarik membentuk butir-butir yang lebih besar maka
butiran tersebut diberi muatan listrik.
Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas:
1. Aspal kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang butiran
aspalnya bermuatan arus listrik positif.
2. Aspal anionic disebut juga aspal emulsi alkali, merupkan aspal emulsi yang butiran
aspalnya bermuatan negatif.
3. Nonionic merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi berarti tidak
mengantarkan listrik.
Berdasarkan kecepatan mengerasnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas :
1. Rapid Setting (RS), aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi sehingga
pengikatan yang terjadi cepat, dan aspal cepat menjadi padat atau keras kembali.
2. Medium Setting (MS), direncanakan untuk pencampuran dengan agregat kasar,
karena jenis ini tidak akan memecah jika berhubungan dengan agregat sehingga
campuran ini tetap dapat dihamparkan dalam beberapa menit.
3. Slow Setting (SS), direncanakan untuk pencampuran dengan stabilitas maksimum.
Digunakan dengan agregat bergradasi padat dan mengandung kadar agregat halus
yang tinggi.
6.4 Beton Aspal
Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal,
dengan atau tanpa bahan tambahan. Material-material pembentuk beton aspal dicampur di
37
instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan, dan
dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan.
Jika digunakan semen aspal, maka suhu pencampuran umumnya antara 145°C-155°C,
sehingga disebut beton aspal campuran panas. Campuran ini dikenal pula dengan nama hot
mix.
6.4.1 Jenis Beton Aspal
Jenis beton aspal dapat dibedakan berdasarkan suhu pencampuran material pembentuk
beton aspal, dan fungsi beton aspal. Berdasarkan temperatur ketika mencampur dan
memadatkan campuran, beton aspal dapat dibedakan atas :
1. Beton aspal campuran panas (hot mix), adalah beton aspal yang material
pembentuknya dicampur pada suhu sekitar 1400
C.
2. Beton aspal campuran sedang (warm mix), adalah beton aspal yang material
pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 600
C.
3. Beton aspal campuran dingin (cold mix), adalah beton aspal yang material
pembentuknya dicampur pada suhu ruangan sekitar 250
C.
Berdasarkan fungsi beton aspal dapat dibedakan menjadi :
1. Beton aspal untuk lapisan aus (wearing course), adalah lapisan perkerasan yang
berhubungan langsung dengan ban kendaraan, merupakn lapisan yang kedap air,
tahan terhadap cuaca, dan mempunyai kekesatan yang diisyaratkan.
2. Beton aspal untuk lapisan pondasi (binder course), adalah lapisan perkerasan yang
terletak di bawah lapisan aus. Tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi perlu
memiliki stabilitas untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda
kendaraan.
3. Beton aspal untuk pembentuk dan perata lapisan beton aspal yang sudah lama, yang
pada umumnya sudah aus dan seringkali tidak lagi berbentuk crown.
Saat ini, di Indonesia terdapat berbagai macam jenis beton aspal campuran panas yang
digunakan untuk lapisan perkerasan jalan. perbedaannya terletak pada jenis gradasi agregat
38
dan kadar aspal yang digunakan. Pemilihan jenis beton aspal yang akan digunakan di suatu
lokasi, sangat ditentukan oleh jenis karakteristik beton aspal yang lebih diutamakan.
Pemilihan jenis beton aspal ini mempunyai konsekuensi pori dalam campuran menjadi
sedikit, kadar aspal yang dapat dicampurkan juga berkurang, sehingga selimut aspal
menjadi lebih tipis.
Jenis beton aspal campuran panas yang ada di Indonesia saat ini antara lain :
1. Laston (Lapisan Aspal Beton) adalah beton aspal bergradasi menerus yang umum
digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat. Laston juga dikenal
dengan nama AC (Asphalt Concrete) karakteristik beton aspal yang terpenting pada
campuran ini adalah stabilitas. Tebal nominal minimum Laston yaitu 4-6 cm.
2. Lataston (Lapisan Tipis Aspal Beton) adalah beton aspal bergradasi senjang.
Biasanya disebut dengan HRS (Hot Rolled Sheet). Karakteristik beton aspal yang
terpenting pada campuran ini adalah durabilitas dan fleksibilitas. Sesuai dengan
fungsinya lataston mempunyai 2 macam campuran yaitu :
a. Lataston sebagai lapis aus, dikenal dengan nama HRS-WC (Hot Rolled Sheet-
Wearing Course). Tebal nominal minimum HRS-WC adalah 3 cm.
b. Lataston sebagai lapis pondasi, dikenal dengan nama HRS-Base (Hot Rolled
Sheet- Base). Tebal nominal minimum HRS-Base adalah 3,5 cm.
3. Latasir (Lapisan Tipis Aspal Pasir) adalah beton aspal untuk jalan-jalan lalu lintas
ringan, khususnya dimana agregat kasar atau sulit diperoleh. Lapisan ini khusus
mempunyai ketahanan alur (rutting) rendah. Oleh karena itu tidak diperkenankan
digunakan untuk daerah lalu lintas berat atau daerah tanjakan. Latasir biasa pula
disebut sebagai SS (Sand Sheet) atau HRRS (Hot Rolled Sand Sheet). Sesuai
gradasi agregatnya, campuran latasir dapat dibedakan atas :
a. Latasir kelas A, dikenal dengan nama HRSS-A atau SS-A. Tebal nominal
minimum HRRS-A adalah 1,5 cm
b. Latasir kelas B, dikenal dengan nama HRRS-B atau SS-B. Tebal nominal
minimum HRSS-B adalah 2 cm. Gradasi agregat HRRS-B lebih kasar dari
HRRS-A.
39
4. Lapisan perata adalah aspal beton yang digunakan sebagi lapisan perata dan
pembentuk penampang melintang pada permukaan jalan lama. Semua jenis
campuran beton aspal dapat digunakan, tetapi untuk membedakan dengan campuran
untuk lapisan perkerasan jalan baru, maka setiap jenis campuran beton aspal
tersebut ditambahkan huruf L (lavelling). Jadi jenis campuran AC-WC (L), AC-BC
(L), AC-Base (L), HRS-WC (L).
5. SMA (Split Mastic Asphalt) adalah beton aspal bergradasi terbuka dengan selimut
aspal yang tebal. Campuran ini mempergunakan bahan tambahan berupa fiber
selulosa yang berfungsi untuk menstabilisasi kadar aspal yang tinggi. Lapisan ini
terutama digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat. Ada 3 jenis
SMA, yaitu :
a. SMA 0/5 dengan tebal perkerasan 1,5 – 3 cm.
b. SMA 0/8 dengan tebal perkerasan 2 – 4 cm.
c. SMA 0/11 dengan tebal perkerasan 3 – 5 cm.
6. HSMA (High Stiffness Modulus Asphalt) adalah beton aspal yang mempergunakan
aspal penetrasi rendah yaitu 30/45. Lapisan ini terutama digunakan untuk jalan-jalan
dengan beban lalu lintas berat. Campuran jenis ini masih jarang digunakan di
Indonesia, karena aspal yang diperlukan terpaksa diimport. Berdasarkan gradasinya
HSMA dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu HSMA-28; HSMA-20; dan HSMA-14.
Gradasi agregat campuran HSMA-28 paling kasar dibandingkan dengan jenis
HSMA yang lain.
6.4.2 Karakteristik Campuran Beton Aspal
Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran aspal beton adalah sebagai
berikut :
1. Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi
perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas
sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani. Jalan yang
melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan berat,
membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Sebaliknya perkerasan jalan
40
yang diperuntukan untuk melayani lalu lintas kendaraan ringan tentu tidak perlu
mempunyai nilai stabilitas yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton
aspal adalah :
a. Gesekan internal, yang dapat berasal dari kekasaran permukaan dari butir-butir
agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat,
kepadatan campuran, dan tebal film aspal. Stabilitas terbentuk dari kondisi
gesekan internal yang terjadi diantara butir-butir agregat, saling mengunci dan
mengisinya butir-butir agregat, dan masing-masing butir saling terikat, akibat
gesekan antar butir dan adanya aspal. Kepadatan campuran menentukan pula
tekanan kontak, dan nilai stabilitas campuran. Pemilihan agregat bergradasi baik
atau rapat akan memperkecil rongga antar agregat, sehingga aspal yang dapat
ditambahkan dengan campuran menjadi sedikit. Hal ini berakibat film aspal
menjadi tipis. Kadar aspal optimal akan memberikan nilai stabilitas yang
maksimum.
b. Kohesi, adalah gaya ikat aspal yang berasal dari daya lekatnya, sehingga mampu
memelihara tekanan kontak antar butir agregat. Daya kohesi terutama ditentukan
oleh penetrasi aspal, perubahan viskositas akibat temperatur, tingkat pembebanan,
komposisi kimiawi aspal, efek dari waktu dan umur aspal. Sifat rheologi aspal
menentukan kepekaan aspal untuk mengeras dan rapuh, yang akan mengurangi
daya kohesinya.
Stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan mengusahakan penggunaan :
a. Agregat dengan gradasi yang rapat (dense graded).
b. Agregat dengan permukaan yang kasar.
c. Agregat berbentuk kubus
d. Aspal dengan penetrasi rendah
e. Aspal dalam jumlah yang mencukupi untuk ikatan antar butir.
Agregat dengan gradasi baik, atau bergradasi rapat akan memberikan rongga antar butiran
agregat (Void Mineral Agregate) yang kecil yang menghasilkan stabilitas yang
41
tinggi, tetapi membutuhkan kadar aspal yang rendah untuk mengikat agregat. Void
Mineral Agregat (VMA) yang kecil mengakibatkan aspal yang dapat menyelimuti
agregat terbatas dan menghasilkan film aspal yang tipis. Film aspal yang tipis mudah
lepas yang mengakibatkan lapis tidak lagi kedap air, oksidasi mudah terjadi, dan lapis
perkerasan menjadi rusak. Pemakaian aspal yang banyak mengakibatkan aspal tidak
lagi dapat menyelimuti agregat dengan baik (karena VMA kecil) dan juga
menghasilkan rongga antar campuran VIM (Voids In The Mix) yang kecil. Adanya
beban lalu lintas yang menambah pemadatan lapisan mengakibatkan lapisan aspal
meleleh keluar yang disebut bleeding
2. Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi beban lalu
lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan,
serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air, atau
perubahan temperature. Durabilitas beton aspal dipengaruhi oleh tebalnya film atau
selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan kedap airnya campuran.
Selimut aspal yang tebal akan membungkus agregat secara baik, beton aspal akan
menjadi lebih kedap air, sehingga kemampuan menahan keausan semakin baik. Tetapi
semakin tebal selimut aspal, maka semakin mudah terjadi bleeding yang mengakibatkan
jalan semakin licin. Besarnya pori yang tersisa dalam campuran setelah pemadatan,
mengakibatkan durabilitas beton aspal menurun. Semakin besar pori yang tersisa
semakin tidak kedap air dan semakin banyak udara dalam beton aspal, yang
menyebabkan semakin mudahnya selimut aspal beroksidasi dengan udara dan menjadi
getas, dan durabilitasnya menurun.
3. Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri
akibat penurunan (konsolidasi atau settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah
dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat dari repetisi beban lalu lintas, ataupun
penurunan akibat berat sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli. Untuk
mendapatkan fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan :
a. Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang
besar.
b. Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi yang tinggi).
42
4. Ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance) adalah kemampuan beton aspal
menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa
alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika menggunakan kadar aspal yang tinggi.
5. Kekesatan atau tahanan geser (skid resistance) adalah kemampuan permukaan beton
aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan
sehingga kendaraan tidak tergelincir, ataupun slip. Factor-faktor untuk mendapatkan
kekesatan jalan sama dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran
permukaan dari butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir,
gradasi agregat, kepadatan campuran, dan tebal film aspal. Ukuran maksimum butir
agregat ikut menentukan kekesatan permukaan. Dalam hal ini agregat yang digunakan
tidak saja harus mempunyai permukaan yang kasar, tetapi juga mempunyai daya tahan
untuk permukaannya tidak mudah dan licin akibat repetisi kendaraan.
6. Kedap air (impermeabilitas) adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki
air ataupun udara kedalam lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan
percepatan proses penuaan aspal, dan pengelupasan film atau selimut aspal dari
permukaan agregat. Jumlah pori yang tersisa setelah beton aspal dipadatkan dapat
menjadi indikator kekedapan air campuran. Tingkat permeabilitas beton aspal
berbanding terbalik dengan tingkat durabilitasnya.
7. Mudah dilaksanakan (workability) adalah kemampuan campuran beton aspal untuk
mudah dihamparkan dan dipadatkan. Tingkat kemudahan dalam pelaksanaan,
menentukan tingkat efisiensi pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemudahan
dalam proses penghamparan dan pemdatan adalah viskositas aspal, kepekaan aspal
terhadap perubahan temperatur, dan gradasi serta kondisi agregat. Revisi atau koreksi
terhadap rancangan campuran dapat dilakukan jika ditemukan kesukaran dalam
pelaksanaan.
6.5 Lapis Aspal Beton (LASTON)
Lapis aspal beton (LASTON) adalah beton aspal bergradasi menerus yang umum
digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas yang berat. Lapis aspal beton juga
43
dikenal dengan nama AC (Asphalt Concrete). Karakteristik terpenting dari beton aspal
adalah nilai stabilitas pada campurannya. Adapun tebal nominal minimum dari lapis aspal
beton adalah 4-6 cm.
Umumnya bahan pembentuk AC terdiri atas agregat kasar, agregat halus, filler (bahan
pengisi) jika diperlukan dan aspal keras. Bahan-bahan yang akan digunakan harus terlebih
dahulu diteliti mutu dan gradasinya. Aspal yang akan digunakan untuk lapis aspal beton
harus terdiri dari salah satu aspal keras penetrasi 60/70 atau 80/100 yang seragam, tidak
mengandung air, bila dipanaskan sampai dengan 1750
tidak berbusa.
Sesuai fungsinya laston dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Laston sebagai lapis aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing
Course). Tebal nominal minimum AC-WC adalah 4 cm.
2. Laston sebagai lapis pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt Concrete-Binder
Course). Tebal nominal minimum AC-BC adalah 5 cm.
3. Laston sebagai lapis pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt Concrete-Base).
Tebal nominal minimum AC-Base adalah 6 cm.
Umumnya bahan pembentuk AC terdiri dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi
(filler) jika diperlukan dan aspal keras. Bahan-bahan yang akan digunakan harus terlebih
dahulu diteliti mutu dan gradasinya. Aspal yang akan digunakan untuk lapis aspal beton
harus terdiri dari salah satru aspal keras penetrasi 60/70 atau 80/100 yang seragam, tidak
mengandung air, bila dipanaskan sampai dengan 1750
c tidak berbusa.
Fungsi dari lapis aspal beton adalah :
1. Sebagai pendukung beban lalu lintas.
2. Sebagai pelindung konstruksi yang berada dibawahnya dari kerusakan akibat pengaruh
air dan cuaca yang selalu berubah.
3. Menyediakan permukaan jalan yang rata.
Sifat dari lapis aspal beton antara lain sebagai berikut :
44
1. Tahan terhadap keausan akibat beban lalu lintas
2. Kedap air
3. Memiliki nilai struktural (tahan terhadap geser)
4. Memiliki stabilitas yang tinggi
5. Peka terhadap penyimpangan dan pelaksanaan
6. Memiliki karakteristik kelenturan atau fleksibilitas
7. Ketahanan terhadap kelelehan (fatique resistance)
Aspal beton merupakan campuran padat dan merata yang kekuatannya tergantung pada
ikatan antar agregat, mutu aspal, dan mutu agregat. Campuran aspal beton direncanakan
agar memiliki rongga udara 3%-5% dan permeabilitasnya yang rendah. Sehingga dapat
memiliki ketahanan dan kekuatan retak yang baik. Umumnya dalam praktek untuk
merencanakan campuran menggunakan Marshall Test dan untuk memilih kandungan
jumlah bahan pengikat yang dapat dihitung berdasarkan nilai rata-rata kandungan pengikat
untuk stabilitas maksimum, kepadatan maksimum, dan rata-rata nilai alir (flow value)
Disarankan nilai maksimum kadar rongga udara adalah 5% untuk megurangi kemungkinan
terjadinya pergesaran pada umur rencana, tetapi pada tempat-tempat yang menahan beban
harus dicapai nilai minimum rongga udara sebesar 3%. Hal yang sama ditunjukkan untuk
keadaan yang timbul setelah terjadi lalu lintas berat dan direncanakan agar tidak terjadi
deformasi yang payah. Suatu campuran kadang-kadang tidak mungkin untuk mengurangi
kadar rongga udara dari 98% densitas marshall menjadi 5% oleh karena itu disarankan
untuk memberikan lapisan penutup pada wearing coarse (lapis permukaan) sebagai
perlindungan terhadap pengerasan pada umur rencana. Suatu campuran kadang-kadang
tidak mungkin untuk mengurangi kadar rongga udara dari 98% densitas marshall menjadi
5% oleh karena itu disarankan untuk memberikan lapisan penutup wearing course (lapis
permukaan) sebagai pelindung terhadap pengerasan pada umur rencana.
Adapun karakteristik campuran yang digunakan didalam penelitian dapat dilihat pada tabel
6.5 untuk tipe wearing course, binder course, dan base course.
45
Tabel 6.5 Persyaratan Karakteristik campuran lapis aspal beton
Sifat – sifat Campuran
Laston
WC BC Base
Penyerapan aspal % Max 1,2
Jumlah tumbukan perbidang 75 112
Rongga dalam campuran (VIM) (%)
Min 3,5
Max 5,5
Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60
Stabilitas Marshall (Kg) Min 800 1500
Kelelehan (mm) Min 3 5
Marshall Quotient (Kg/mm) Min 250 300
Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman
selama 24 jam, 60o
C
Min 80
Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan
membal (refusal)
Min 2,5
Sumber : Departemen Permukiman & Prasarana Wilayah (2004)
6.6 Metode Pengujian Campuran Aspal
6.6.1 Metode Marshall
Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan
Marshall. Pemeriksaan ini pertama kali dikenalkan oleh Bruce Marshall, selanjutnya
46
dikembangkan oleh U.S. Corps of Engineer. Saat ini prosedur Marshall mengikuti PC-
0201-76 atau AASHTO T 245-74, atau ASTM D 1559-62T.
Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan
plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Kelelehan plastis merupakan keadaan
perubahan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh
yang dinyatakan dalam mm atau 0,001”.
Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji)
yang berkapasitas 2500 kg atau 5000 pon. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur
yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran. Disamping itu terdapat arloji kelelehan
(flow meter) untuk mengukur kelelehan palastis (flow).
6.6.2 Parameter Percobaan Marshall
Adapun data-data yang diperoleh dalam pengujian adalah sebagai berikut :
1. Berat volume
Kurva berat volume terhadap kadar aspal pada umumnya serupa dengan kurva untuk
stabilitas. Hanya kadar aspal optimum biasanya tidak selalu lebih besar dari kadar aspal
optimum untuk stabilitas. Dengan pertimbangan ini maka parameter berat volume dapat
dianggap telah tercakup pada parameter stabilitas.
2. Stabilitas
Nilai stabilitas digunakan untuk menunjukan kekuatan, ketahanan terhadap terjadinya
alur (ruting). Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang
ditunjukkan oleh jarum dial. Untuk nilai stabilitas, nilai yang ditunjukkan pada jarum
dial perlu dikonversikan terhadap alat Marshall. Selain itu pada umumnya alat Marshall
yang digunakan bersatuan Lbf (pound force), sehingga harus disesuaikan satuannya
terhadap satuan kilogram. Selanjutnya nilai tersebut juga harus disesuaikan dengan
angka koreksi terhadap ketebalan atau volume benda uji.
3. Flow (Kelelehan)
47
Parameter flow diperlukan untuk mengetahui deformasi vertikal campuran saat dibebani
hingga hancur (pada maksimum stabilitas). Seperti halnya cara memperoleh nilai
stabilitas seperti di atas Nilai flow berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan
oleh jarum dial. Hanya saja untuk alat uji jarum dial flow biasanya sudah dalam satuan
mm (milimeter), sehingga tidak perlu dikonversikan lebih lanjut.
4. VIM (Void In the Mix)
VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel
agregat yang terselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam bilangan desimal satu angka
dibelakang koma. VIM merupakan indikator dari durabilitas dan kemungkinan bleeding.
5. VMA (Void Mineral Aggregate)
Rongga antar mineral agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel agregat pada
suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk
volume aspal yang diserap agregat). VMA dinyatakan dalam bilangan bulat, VMA
merupakan indikator dari durabilitas.
6. VFA (Void Filled with Asphalt)
Rongga terisi aspal (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat
(VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat.
7. Hasil bagi Marshall
Hasil bagi Marshall merupakan hasil bagi antara stabilitas dan flow. Hasil bagi Marshall
dinyatakan dalam kN/mm. Parameter ini merupakan indikator dari kelenturan yang
potensial terhadap keretakan.
8. Stabilitas setelah rendaman
Parameter ini dasarnya mengukur tingkat adhesi agregat dengan bitumen. Dengan
pertimbangan bahwa penilaian agregat dan bitumen sudah diadakan pada tahap awal
perencanaan (persyaratan agregat dan bitumen). Maka perameter stabilitas setelah
rendaman dianggap sudah tidak diperlukan lagi.
7. Metodologi Penelitian
Tahapan-tahapan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
Mulai
48
Studi literatur
TIDAK
YA
8. Relevansi
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan oleh instansi
pemerintah atau swasta apabila hasil yang diteliti / diuji sesuai dengan syarat yang
Persiapan Material Untuk Trial AC-WC:
1. Aspal pen 60/70 Singapore 5. Medium aggregate Palu
2. Coarse aggregate Palu 6. Fine aggregate Palu
3. Medium aggregate Sengayam-Paser 7. Pasir Mahakam
4. Fine aggregate Sengayam-Paser
Pengujian Material :
 Pengujian analisa saringan.
 Pengujian berat jenis dan penyerapan agregat.
 Pengujian Abrasi (keausan agregat).
Persentase Proporsi Campuran Material Fraksi Kasar
Palu dan Fraksi Halus – Sedang Sengayam-Paser Persentase Proporsi Campuran Material Palu.
Lolos
Analisa data
Selesai
Rancangan Campuran Aspal Beton AC-WC
Pembuatan Benda Uji / Briket
1. Sampel material fraksi kasar Palu dan fraksi halus Sengayam Paser
5 kadar aspal x 3 sampel = 15 sampel
2. Sampel material Palu
5 kadar aspal x 3 sampel = 15 sampel
3. Sampel uji perendaman
2 pengujian x 3 sampel = 12 sampel
TOTAL = 42 sampel
Marshall Immersion
Analisa Marshall
Tes Marshall
49
ditetapkan dalam merencanakan campuran aspal beton lapis aus (Asphalt Concrete-
Wearing Course,AC-WC) dengan menggunakan batuan Sengayamsebagai lapis permukaan
konstruksi perkerasan jalan. Dan juga dapat memberikan manfaat bukan hanya bagi penulis
tetapi juga bagi pihak-pihak yang saling terkait dan untuk rekan-rekan mahasiswa yang
berminat dengan rekayasa transportasi.
9. Jadwal Kegiatan
Dalam melakukan penelitian tentunya akan mengalami beberapa kendala. Untuk itu, agar
penelitian dapat berjalan sesuai dengan waktu yang diharapkan maka diperlukan jadwal
kegiatan. Penelitian terhadap penggunaan material Sengayam dengan material Palu sebagai
campuran laston AC-WC ini akan dilaksanakan selama 5 bulan. Adapun jadwal
pelaksanaan kegiatan penelitian adalah sebagai berikut :
No. Kegiatan
Desember-12 Januari -13 Februari Maret-13 Apr-13
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1 Studi Literatur
2
Penyusunan
Proposal
3
Persiapan
Bahan
4
Pembuatan
Benda
Uji
5 Pengujian
6 Analisa Data
7
Penulisan
Laporan
10. Daftar Pustaka
1. Asiyanto, (2008). Metode Konstruksi Proyek Jalan. Universitas Indonesia: Jakarta.
50
2. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, 1995, Spesifikasi
Umum (A), Buku III.
3. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga,1976, Manual
Pemeriksaan Bahan Jalan No. 01/MN/BM/1976.
4. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga,1987, Petunjuk
Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (LASTON).
5. Direktorat Jendral Prasarana Wilayah, 2002. Manual Pekerjaan Campuran
Beraspal Panas, buku 2. Petunjuk Ringkas Dep. Kimpraswil.
6. Sukirman, Silvia, 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. NOVA: Bandung.
7. Sukirman, Silvia, 2003. Beton Aspal Campuran Panas. Granit: Bandung.
Samarinda, 1 Januari 2013
Yang mengusulkan,
Ketua Program Studi Mahasiswa
Johannes E. Simangunsong, ST. MT Annike Fatmawati
19730728 200012 1 001 0909025019
51

More Related Content

What's hot

Analisis kerusakan jalan Ciledug Raya - Thn 2015
Analisis kerusakan jalan Ciledug Raya - Thn 2015Analisis kerusakan jalan Ciledug Raya - Thn 2015
Analisis kerusakan jalan Ciledug Raya - Thn 2015Adnan Kusuma Putra
 
176571108 metode-pekerjaan-jalan-beton
176571108 metode-pekerjaan-jalan-beton176571108 metode-pekerjaan-jalan-beton
176571108 metode-pekerjaan-jalan-betonOlfa Finatry
 
Perencanaan perkerasan jalamn
Perencanaan perkerasan jalamnPerencanaan perkerasan jalamn
Perencanaan perkerasan jalamnTita Wirya
 
Perkerasan Jalan_Ayu Fatimah Zahra
Perkerasan Jalan_Ayu Fatimah ZahraPerkerasan Jalan_Ayu Fatimah Zahra
Perkerasan Jalan_Ayu Fatimah ZahraAyu Fatimah Zahra
 
METODE PELAKSANAAN DAN EVALUASI JALAN
METODE PELAKSANAAN DAN EVALUASI JALANMETODE PELAKSANAAN DAN EVALUASI JALAN
METODE PELAKSANAAN DAN EVALUASI JALANChay Chay
 
C3010 bab4
C3010 bab4C3010 bab4
C3010 bab4pokjak80
 
Pelaksanaan jalan-beton-semen-ok
Pelaksanaan jalan-beton-semen-okPelaksanaan jalan-beton-semen-ok
Pelaksanaan jalan-beton-semen-okPutik Ervia Mei
 
Makalah perkerasan jalan
Makalah perkerasan jalan Makalah perkerasan jalan
Makalah perkerasan jalan efdharey
 
RIGIS PAVEMENT Gupita Diah Kusuma
RIGIS PAVEMENT Gupita Diah KusumaRIGIS PAVEMENT Gupita Diah Kusuma
RIGIS PAVEMENT Gupita Diah Kusumaafifsalim12
 
Stabilitas tanah dengan kapur
Stabilitas tanah dengan kapurStabilitas tanah dengan kapur
Stabilitas tanah dengan kapurherewith sofian
 
Stabilitas tanah dengan kapur (lime in soil stabilization) stjr 2018 - itb
Stabilitas tanah dengan kapur (lime in soil stabilization)   stjr 2018 - itbStabilitas tanah dengan kapur (lime in soil stabilization)   stjr 2018 - itb
Stabilitas tanah dengan kapur (lime in soil stabilization) stjr 2018 - itbHanifa Indira Ryandhini
 
Perbandingan Pondasi Sumuran dan Pondasi Tiang Pancang Beton Kasus : Abutmen...
Perbandingan Pondasi Sumuran dan Pondasi Tiang Pancang Beton  Kasus : Abutmen...Perbandingan Pondasi Sumuran dan Pondasi Tiang Pancang Beton  Kasus : Abutmen...
Perbandingan Pondasi Sumuran dan Pondasi Tiang Pancang Beton Kasus : Abutmen...ikhsan setiawan
 
Pelaksanaan pekerjaan beton untuk jalan dan jembatan
Pelaksanaan pekerjaan beton untuk jalan dan jembatanPelaksanaan pekerjaan beton untuk jalan dan jembatan
Pelaksanaan pekerjaan beton untuk jalan dan jembatanismailacox.blogspot.com
 
Pondasi Sumuran dan Bore Pile
Pondasi Sumuran dan Bore PilePondasi Sumuran dan Bore Pile
Pondasi Sumuran dan Bore Pileariffikri12
 
Modul TKP M4KB2 - Perkeras Jalan
Modul TKP M4KB2 - Perkeras JalanModul TKP M4KB2 - Perkeras Jalan
Modul TKP M4KB2 - Perkeras JalanPPGHybrid1
 
konfigurasi pondasi cerucuk
konfigurasi pondasi cerucukkonfigurasi pondasi cerucuk
konfigurasi pondasi cerucukNurhadi Akbar
 
Perhitungan Beton Mutu Tinggi Metode ACI
Perhitungan Beton Mutu Tinggi Metode ACIPerhitungan Beton Mutu Tinggi Metode ACI
Perhitungan Beton Mutu Tinggi Metode ACIArnas Aidil
 

What's hot (20)

Analisis kerusakan jalan Ciledug Raya - Thn 2015
Analisis kerusakan jalan Ciledug Raya - Thn 2015Analisis kerusakan jalan Ciledug Raya - Thn 2015
Analisis kerusakan jalan Ciledug Raya - Thn 2015
 
176571108 metode-pekerjaan-jalan-beton
176571108 metode-pekerjaan-jalan-beton176571108 metode-pekerjaan-jalan-beton
176571108 metode-pekerjaan-jalan-beton
 
Perencanaan perkerasan jalamn
Perencanaan perkerasan jalamnPerencanaan perkerasan jalamn
Perencanaan perkerasan jalamn
 
Perkerasan Jalan_Ayu Fatimah Zahra
Perkerasan Jalan_Ayu Fatimah ZahraPerkerasan Jalan_Ayu Fatimah Zahra
Perkerasan Jalan_Ayu Fatimah Zahra
 
Teknik Perkerasan Jalan
Teknik Perkerasan JalanTeknik Perkerasan Jalan
Teknik Perkerasan Jalan
 
Lapisan Perkerasan Jalan Raya
Lapisan Perkerasan Jalan RayaLapisan Perkerasan Jalan Raya
Lapisan Perkerasan Jalan Raya
 
METODE PELAKSANAAN DAN EVALUASI JALAN
METODE PELAKSANAAN DAN EVALUASI JALANMETODE PELAKSANAAN DAN EVALUASI JALAN
METODE PELAKSANAAN DAN EVALUASI JALAN
 
C3010 bab4
C3010 bab4C3010 bab4
C3010 bab4
 
Pelaksanaan jalan-beton-semen-ok
Pelaksanaan jalan-beton-semen-okPelaksanaan jalan-beton-semen-ok
Pelaksanaan jalan-beton-semen-ok
 
Makalah perkerasan jalan
Makalah perkerasan jalan Makalah perkerasan jalan
Makalah perkerasan jalan
 
RIGIS PAVEMENT Gupita Diah Kusuma
RIGIS PAVEMENT Gupita Diah KusumaRIGIS PAVEMENT Gupita Diah Kusuma
RIGIS PAVEMENT Gupita Diah Kusuma
 
Stabilitas tanah dengan kapur
Stabilitas tanah dengan kapurStabilitas tanah dengan kapur
Stabilitas tanah dengan kapur
 
Stabilitas tanah dengan kapur (lime in soil stabilization) stjr 2018 - itb
Stabilitas tanah dengan kapur (lime in soil stabilization)   stjr 2018 - itbStabilitas tanah dengan kapur (lime in soil stabilization)   stjr 2018 - itb
Stabilitas tanah dengan kapur (lime in soil stabilization) stjr 2018 - itb
 
Perkersan jalan
Perkersan jalanPerkersan jalan
Perkersan jalan
 
Perbandingan Pondasi Sumuran dan Pondasi Tiang Pancang Beton Kasus : Abutmen...
Perbandingan Pondasi Sumuran dan Pondasi Tiang Pancang Beton  Kasus : Abutmen...Perbandingan Pondasi Sumuran dan Pondasi Tiang Pancang Beton  Kasus : Abutmen...
Perbandingan Pondasi Sumuran dan Pondasi Tiang Pancang Beton Kasus : Abutmen...
 
Pelaksanaan pekerjaan beton untuk jalan dan jembatan
Pelaksanaan pekerjaan beton untuk jalan dan jembatanPelaksanaan pekerjaan beton untuk jalan dan jembatan
Pelaksanaan pekerjaan beton untuk jalan dan jembatan
 
Pondasi Sumuran dan Bore Pile
Pondasi Sumuran dan Bore PilePondasi Sumuran dan Bore Pile
Pondasi Sumuran dan Bore Pile
 
Modul TKP M4KB2 - Perkeras Jalan
Modul TKP M4KB2 - Perkeras JalanModul TKP M4KB2 - Perkeras Jalan
Modul TKP M4KB2 - Perkeras Jalan
 
konfigurasi pondasi cerucuk
konfigurasi pondasi cerucukkonfigurasi pondasi cerucuk
konfigurasi pondasi cerucuk
 
Perhitungan Beton Mutu Tinggi Metode ACI
Perhitungan Beton Mutu Tinggi Metode ACIPerhitungan Beton Mutu Tinggi Metode ACI
Perhitungan Beton Mutu Tinggi Metode ACI
 

Similar to SKRIPSI AGREGAT PALU DAN KERANG DAYU

109-Article Text-112-1-10-20190409.pdf
109-Article Text-112-1-10-20190409.pdf109-Article Text-112-1-10-20190409.pdf
109-Article Text-112-1-10-20190409.pdfWira2898
 
Perbandingan antara perkerasan lentur dan kaku
Perbandingan antara perkerasan lentur dan kakuPerbandingan antara perkerasan lentur dan kaku
Perbandingan antara perkerasan lentur dan kakuFranky Sihombing
 
1-perkersan-jalan.pptx
1-perkersan-jalan.pptx1-perkersan-jalan.pptx
1-perkersan-jalan.pptxarief294504
 
03. Analisa Biaya Proyek, Pengendalian Pelaksanaan Proyek, Pelaksanaan Pekerj...
03. Analisa Biaya Proyek, Pengendalian Pelaksanaan Proyek, Pelaksanaan Pekerj...03. Analisa Biaya Proyek, Pengendalian Pelaksanaan Proyek, Pelaksanaan Pekerj...
03. Analisa Biaya Proyek, Pengendalian Pelaksanaan Proyek, Pelaksanaan Pekerj...DewiMustikawati2
 
01. Webinar Gb. Standar Perkerasan Jalan_Ok.pdf
01. Webinar Gb. Standar Perkerasan Jalan_Ok.pdf01. Webinar Gb. Standar Perkerasan Jalan_Ok.pdf
01. Webinar Gb. Standar Perkerasan Jalan_Ok.pdfRaihanZahran2
 
Skripsi 2014 (putih)
Skripsi 2014 (putih)Skripsi 2014 (putih)
Skripsi 2014 (putih)PebriItom
 
jteknologi_2015_12_2_7_soumokil.pdf
jteknologi_2015_12_2_7_soumokil.pdfjteknologi_2015_12_2_7_soumokil.pdf
jteknologi_2015_12_2_7_soumokil.pdfNizarTarmidzi
 
Ppt material perkerasan jalan pjr 1
Ppt material perkerasan jalan pjr 1Ppt material perkerasan jalan pjr 1
Ppt material perkerasan jalan pjr 1onalputra96
 
perkerasan berbutir.pptx
perkerasan berbutir.pptxperkerasan berbutir.pptx
perkerasan berbutir.pptxFadliST
 
SEMPRO_BAYU_PRATAMA__1803010145[1].pptx
SEMPRO_BAYU_PRATAMA__1803010145[1].pptxSEMPRO_BAYU_PRATAMA__1803010145[1].pptx
SEMPRO_BAYU_PRATAMA__1803010145[1].pptxSkuzy1
 
Bahan Perkerasan Jalan.ppt
Bahan Perkerasan Jalan.pptBahan Perkerasan Jalan.ppt
Bahan Perkerasan Jalan.pptdpibskanida
 
1. STANDAR DESAIN JALAN PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN.ppt
1. STANDAR DESAIN JALAN PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN.ppt1. STANDAR DESAIN JALAN PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN.ppt
1. STANDAR DESAIN JALAN PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN.pptmardiahdiah16
 
Tugas 1 - RPJ - Kelompok 3333333333.pptx
Tugas 1 - RPJ - Kelompok 3333333333.pptxTugas 1 - RPJ - Kelompok 3333333333.pptx
Tugas 1 - RPJ - Kelompok 3333333333.pptxSiAnjing1
 
contoh presentasi seminar proposal skripsi teknik sipil
contoh presentasi seminar proposal skripsi teknik sipilcontoh presentasi seminar proposal skripsi teknik sipil
contoh presentasi seminar proposal skripsi teknik sipilNengHodijatulKubro07
 

Similar to SKRIPSI AGREGAT PALU DAN KERANG DAYU (20)

109-Article Text-112-1-10-20190409.pdf
109-Article Text-112-1-10-20190409.pdf109-Article Text-112-1-10-20190409.pdf
109-Article Text-112-1-10-20190409.pdf
 
Perbandingan antara perkerasan lentur dan kaku
Perbandingan antara perkerasan lentur dan kakuPerbandingan antara perkerasan lentur dan kaku
Perbandingan antara perkerasan lentur dan kaku
 
Perkerasan kaku
Perkerasan kakuPerkerasan kaku
Perkerasan kaku
 
Kadar aspal
Kadar aspalKadar aspal
Kadar aspal
 
Kadar aspal
Kadar aspalKadar aspal
Kadar aspal
 
Rjr 2 (1)
Rjr 2 (1)Rjr 2 (1)
Rjr 2 (1)
 
1-perkersan-jalan.pptx
1-perkersan-jalan.pptx1-perkersan-jalan.pptx
1-perkersan-jalan.pptx
 
03. Analisa Biaya Proyek, Pengendalian Pelaksanaan Proyek, Pelaksanaan Pekerj...
03. Analisa Biaya Proyek, Pengendalian Pelaksanaan Proyek, Pelaksanaan Pekerj...03. Analisa Biaya Proyek, Pengendalian Pelaksanaan Proyek, Pelaksanaan Pekerj...
03. Analisa Biaya Proyek, Pengendalian Pelaksanaan Proyek, Pelaksanaan Pekerj...
 
01. Webinar Gb. Standar Perkerasan Jalan_Ok.pdf
01. Webinar Gb. Standar Perkerasan Jalan_Ok.pdf01. Webinar Gb. Standar Perkerasan Jalan_Ok.pdf
01. Webinar Gb. Standar Perkerasan Jalan_Ok.pdf
 
materialfgf
materialfgfmaterialfgf
materialfgf
 
Skripsi 2014 (putih)
Skripsi 2014 (putih)Skripsi 2014 (putih)
Skripsi 2014 (putih)
 
jteknologi_2015_12_2_7_soumokil.pdf
jteknologi_2015_12_2_7_soumokil.pdfjteknologi_2015_12_2_7_soumokil.pdf
jteknologi_2015_12_2_7_soumokil.pdf
 
Ppt material perkerasan jalan pjr 1
Ppt material perkerasan jalan pjr 1Ppt material perkerasan jalan pjr 1
Ppt material perkerasan jalan pjr 1
 
perkerasan berbutir.pptx
perkerasan berbutir.pptxperkerasan berbutir.pptx
perkerasan berbutir.pptx
 
SEMPRO_BAYU_PRATAMA__1803010145[1].pptx
SEMPRO_BAYU_PRATAMA__1803010145[1].pptxSEMPRO_BAYU_PRATAMA__1803010145[1].pptx
SEMPRO_BAYU_PRATAMA__1803010145[1].pptx
 
Bahan Perkerasan Jalan.ppt
Bahan Perkerasan Jalan.pptBahan Perkerasan Jalan.ppt
Bahan Perkerasan Jalan.ppt
 
1. STANDAR DESAIN JALAN PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN.ppt
1. STANDAR DESAIN JALAN PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN.ppt1. STANDAR DESAIN JALAN PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN.ppt
1. STANDAR DESAIN JALAN PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN.ppt
 
Tugas 1 - RPJ - Kelompok 3333333333.pptx
Tugas 1 - RPJ - Kelompok 3333333333.pptxTugas 1 - RPJ - Kelompok 3333333333.pptx
Tugas 1 - RPJ - Kelompok 3333333333.pptx
 
contoh presentasi seminar proposal skripsi teknik sipil
contoh presentasi seminar proposal skripsi teknik sipilcontoh presentasi seminar proposal skripsi teknik sipil
contoh presentasi seminar proposal skripsi teknik sipil
 
4. bab 1
4. bab 14. bab 1
4. bab 1
 

Recently uploaded

UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxzidanlbs25
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfAuliaAulia63
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiCristianoRonaldo185977
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptAhmadSyajili
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxmariaboisala21
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxrikosyahputra0173
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxImahMagwa
 

Recently uploaded (7)

UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
 

SKRIPSI AGREGAT PALU DAN KERANG DAYU

  • 1. 1 PROPOSAL SKRIPSI KOMBINASI FRAKSI KASAR AGREGAT PALU DAN FRAKSI HALUS AGREGAT KERANG DAYU PASER PADA CAMPURAN BERASPAL AC-WC Oleh: Annike Fatmawati 0909025019 PROGRAM STUDI SI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2013
  • 2. 2 PROPOSAL SKRIPSI KOMBINASI FRAKSI KASAR AGREGAT PALU DAN FRAKSI HALUS AGREGAT KERANG DAYU PASER PADA CAMPURAN BERASPAL AC-WC Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Strata 1 Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman Oleh: Annike Fatmawati 0909025019 PROGRAM STUDI SI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2013
  • 3. 3 1. Judul Skripsi Kombinasi Fraksi Kasar Agregat Palu dan Fraksi Halus Agregat Kerang Dayu Paser Pada Campuran Beraspal AC-WC 2. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, yang melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satunya adalah pembangunan infrastruktur, terutama pembangunan jalan. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang berperan penting dalam pengembangan potensi suatu wilayah khususnya Kalimantan Timur. UNIVERSITAS MULAWARMAN FAKULTAS TEKNIK PS S1 TEKNIK SIPIL PERTAMBANGAN LINGKUNGAN PS D3 TEKNIK PERTAMBANGAN PROPOSAL TUGAS SKRIPSI Nama : Annike Fatmawati NIM : 0909025019 Peminatan : Rekayasa Transportasi Judul Skripsi : Kombinasi Fraksi Kasar Agregat Palu dan Fraksi Halus Agregat Kerang Dayu Paser Pada Campuran Beraspal AC-WC Usulan Pembimbing 1 : Ir. Ahmad Helmi Nasution , M.Sc Usulan Pembimbing 2 : Dilaksanakan : Semester Genap 2012/ 2013
  • 4. 4 Dengan berkembangnya pembangunan infrastruktur terutama pembangunan jalan di Kalimantan Timur maka diperlukan peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitas bagi sarana dan prasarana transportasi. Salah satu prasarana transportasi adalah jalan, yang merupakan bagian penting untuk menunjang dan memperlancar laju pertumbuhan ekonomi. Perkerasan jalan merupakan bagian dari jalur lalu lintas yang bila diperhatikan secara struktural pada penampang struktur terletak paling atas dalam satu badan jalan. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk menahan beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu pecah atau batu belah atau batu kali ataupun bahan lainnya. Bahan ikat yang dipakai adalah aspal atau semen. Material utama pembentuk lapisan perkerasan jalan adalah aggregat yaitu 90-95% dari campuran perkerasan. Sebagian besar agregat yang digunakan sebagai campuran bahan perkerasan pada konstruksi jalan, terutama di wilayah kota Samarinda adalah menggunakan agregat Palu yang berasal dari Sulawesi. Adapun permasalahan yang sering terjadi adalah mahalnya biaya distribusi dari aggregat tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya solusi alternatif lain yaitu dengan pemanfaatan penggunaan agregat lokal sebagai bahan campuran bahan perkerasan. Dalam upaya peningkatan kekuatan struktur perkerasan jalan di samping perlu adanya solusi dari keterbatasan aggregat tersebut maka perlu adanya pemilihan jenis material lain sebagai alternative pilihan yang dapat digunakan sebagai lapisan perkerasan. Di Kalimantan Timur, khususnya di Kecamatan Kerang Dayu Kabupaten Paser banyak terdapat kekayaan alam berupa batu gunung. Batu ini mudah didapat dan tidak memerlukan biaya transportasi yang besar. Dan untuk mengetahui karakteristik dan juga kelayakan dari material tersebut, maka dilakukan pengujian, agar dapat diketahui apakah meterial tersebut dapat masuk dalam spesifikasi yang disyaratkan. Dan apabila dari pengujian tersebut didapatkan bahwa Agregat Kerang Dayu tidak sesuai dengan spesifikasi yang ada, diharapkan dengan adanya
  • 5. 5 kombinasi antara agregat Palu sebagai fraksi kasar dan agregat Kerang Dayu sebagai fraksi halus dapat memiliki karakteristik sesuai spesifikasi bahan perkerasan jalan. Pengujian bahan/ material untuk suatu konstruksi perkerasan jalan sangatlah penting mengingat semua bahan yang akan digunakan untuk konstruksi jalan tersebut mempunyai suatu nilai karakteristik yang berbeda. Untuk mengetahui mutu dan kekuatan dari material yang akan digunakan untuk suatu jalan tersebut haruslah terlebih dahulu dilakukan pengujian secara teliti baik itu di laboratorium ataupun dilapangan agar dapat memenuhi syarat-syarat dan standar perencanaan jalan yang telah ditetapkan. 3. Perumusan Masalah Rumusan masalah yang dikaji dalam melakukan penelitian lapisan perkerasan pada skripsi ini adalah : a) Apakah aggregat lokal ini layak untuk dijadikan material penyusun campuran perkerasan jalan. b) Berapa besar nilai stabilitas dan karakteristik marshall lainnya pada campuran perkerasan AC –WC, jika mengkombinasikan batuan lokal dari Kerang Dayu Paser ini dengan batuan Palu, apakah nantinya akan dapat memenuhi persyaratan 4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : a) Mengetahui kelayakan material lokal sebagai bahan penyusun campuran perkerasan jalan. b) Mengetahui perbandingan nilai stabilitas dan parameter-parameter Marshall lainnya antara campuran kombinasi fraksi kasar agregat Palu dan fraksi halus agregat Kerang Dayu terhadap campuran Palu pada campuran beraspal AC-WC. 5. Batasan Masalah Batasan masalah didalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium.
  • 6. 6 b. Campuran aspal beton yang ditinjau adalah aspal beton lapis aus (Asphalt Concrete- Wearing Course, AC-WC). c. Penelitian hanya meninjau dari segi kelayakan material sebagai penyusun campuran perkerasan. d. Untuk material digunakan agregat kasar dari batu Palu, agregat kasar Palu, agregat halus dan filler Kerang Dayu, agregat halus dan debu batu (filler) Palu, pasir Mahakam dan aspal Singapore pen 60/70. e. Penentuan kadar aspal rencana berdasarkan revisi SNI 03-1737-1989, yaitu dengan menggunakan rumus Pb. f. Setiap variasi kadar aspal (berdasarkan hasil perhitungan dari rumus Pb), dibuat masing – masing 3 buah benda uji. g. Pengujian Marshall terhadap benda uji. h. Pengujian material dilakukan berdasarkan manual pemeriksaan bahan jalan Bina Marga 1983 dengan metode campuran aspal panas (hot mix). i. Perencanaan presentasi garis campuran aspal beton lapis aus AC-WC menggunakan metode coba-coba(trial and eror). 6. Tinjauan Masalah Dalam proses perancangan perkerasan jalan, bahan perkerasan jalan merupakan bagian yang diutamakan didalam pertimbangan analisis parameter perancangan, karena salah satu parameter kekuatan konstruksi jalan, terletak pada pemilihan yang tepat dari material yang akan digunakan didalam suatu rancangan perkerasan jalan. Material yang utama didalam bahan perkerasan lentur terdiri dari bahan : 1. Tanah yang umumnya dominan pada elemen perkerasan tanah dasar (subgrade) dan elemen bahu jalan; dan dapat pula digunakan pada elemen lapis pondasi bawah (subbase), umumnya dalam hal penggunaan metoda pelaksanaan stabilisasi, ataupun pada struktur perkerasan dengan berbasis low cost road (jalan dengan biaya rendah). 2. Pasir digunakan situasional,misalnya sebagai material terpilih untuk lapis pondasi bawah, atau sebagai bahan utama perkerasan untuk fungsi drainase ( sebagai fungsi
  • 7. 7 filter pada drainase bawah permukaan, seperti subdrain, bahan filtrase pada badan jalan dalam situasi muka air tanah yang tinggi), lapis penutup sesudah penghamparan beberapa jenis lapis permukaan, bahan tambahan suatu campuran aspal hotmix. Difungsikan juga sebagai bahan utama pada struktur perkerasan kaku, sebagai bahan dasar pembetonan. 3. Agregat pecah ( Crushed Agregate ) sangat dominan pada elemen perkerasan lentur, sebagai material lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah, lapis permukaan, bahu yang diperkeras/berpenutup, konstruksi pelebaran jalan. Juga sebagai bahan baku utama perkerasan kaku. 4. Aspal sebagai material lapis resap pengikat ( prime coat ), lapis perekat ( tack coat ) dan material pengikat ( bonding agent ) bahan campuran perkerasan beraspal. 6.1 Jenis Konstruksi Perkerasan Berdasarkan bahan pengikatnya konstuksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas : 6.1.1 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Perkerasan Lentur adalah perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal, yang sifatnya lentur terutama pada saat panas. Aspal dan agregat ditebar dijalan pada suhu tinggi (sekitar 100 0 C). Perkerasan lentur menyebarkan beban lalu lintas ketanah dasar yang dipadatkan melalui beberapa lapisan sebagai berikut: a. Lapisan permukaan (Surface Course) b. Lapisan Pondasi atas (Base Course) c. Lapisan pondasi bawah (Subbase Course) d. Lapisan tanah dasar (Subgrade) Adapun tiap-tiap lapisan tersebut di atas dapat digambarkan sebagai berikut :
  • 8. 8 Gambar 6.1 Struktur lapis perkerasan lentur 6.1.1.1 Lapisan Tanah Dasar (Subgrade) Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah er berfungsi sebagai tempat perletakan lapisan perkerasan, dan mendukung konstruksi perkerasan jalan di atasnya. Menurut spesifikasi, tanah dasar adalah lapisan paling atas dari timbunan jalan setebal 30 cm, yang mempunai persyaratan tertentu sesuai fungsinya, yaitu yang berkenaan dengan kepadatan dan daya dukungnya (CBR). Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut : a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat beban. b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air. c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan. d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas dari macam tanah tertentu. e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar(granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.
  • 9. 9 Tidak semua jenis tanah dapat digunakan sebagai tanah dasar pendukung badan jalan secara baik, karena harus dipertimbangkan beberapa sifat yang penting untuk kepentingan struktur jalan, seperti : a. Daya dukung dan kestabilan tanah yang cukup b. Komposisi dan gradasi butiran tanah c. Sifat kembang susut (swelling) tanah d. Kemudahan untuk dipadatkan e. Kemudahan meluluskan air (drainase) f. Plastisitas dari tanah g. Sifat ekspansif tanah dan lain-lain. Pemilihan jenis tanah yang dapat dijadikan tanah dasar melalui penyelidikan tanah menjadi pnting karena tanah dasar akan sangat menentukan tebal lapis perkerasan diatasnya, sifat fisik perkerasan di kemudian hari dan kelakuan perkerasan seperti deformasi permukaan dan lain sebagainya. 6.1.1.2 Lapisan Pondasi Bawah (Subbase course) Lapis pondasi bawah adalah suatu lapisan perkerasan jalan yang terletak antara lapis tanah dasar dan lapis pondasi “atas” (base), yang berfungsi sebagai bagian perkerasan yang meneruskan beban di atasnya, dan selanjutnya menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis tanah dasar. Lapis pondasi bawah dibuat di atas tanah dasar yang berfungsi diantaranya sebagai : a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban roda. b. Menjaga efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya . c. Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapis pondasi. d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar. Bermacam-macam material setempat dengan nilai CBR > 20% dan plastisitas indeks (PI) < 10% yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah.
  • 10. 10 6.1.1.3 Lapisan Pondasi Atas (Base Course) Lapis pondasi atas adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak langsung di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis pondasi bawah atau jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah langsung di atas tanah dasar. Fungsi lapisan pondasi atas antara lain : a. Sebagai bagaian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda. b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan. c. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah Bahan yang akan digunakan untuk lapisan pondasi atas adalah jenis bahan yang cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban – beban roda. Untuk lapisan pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya meggunakan material dengan nilai CBR > 50% dan plastisitas indeks (PI) < 4%. 6.1.1.4 Lapisan Permukaan ( Surface) Lapisan permukaan adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan beban roda kendaraan. Lapisan permukaan ini berfungsi sebagai : a. Lapisan yang langsung menahan akibat beban roda kendaraan. b. Lapisan yang langsung menahan gesekan akibat rem kendaraan (lapis aus). c. Lapisan yang mencegag air hujan yang jatu di atasnya tidak meresap ke lapisan bawahnya dan bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut. d. Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah sehingga dapat dipikul oleh lapisan dibawahnya. Apabila diperlukan, dapat juga dipasang suatu lapis penutup atau lapis aus (wearing course) di atas lapis permukaan tersebut. Fungsi lapis aus ini adalah sebagai lapisan pelindung bagi lapis permukaan untuk mencegah masuknya air dan untuk memberikan kekesatan (skid resistance) permukaan jalan. Lapis aus tidak diperhitungkan ikut memikul beban lalu lintas.
  • 11. 11 Untuk dapat memenuhi fungsi di atas, pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan lama. Jenis lapis permukaan yang umum digunakan di Indonesia antara lain : 1. Lapisan bersifat nonstruktural, berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air a. Burtu (laburan aspal satu lapis),merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm. b. Burda (laburan aspal dua lapis ), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan dengan tebal padat maksimum 3,5 cm. c. Latasir ( lapis tipis aspal pasir ), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat 1-2 cm. d. Buras (laburan aspal ), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inch. e. Latasbum ( lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm. f. Lataston (lapis tipis aspal beton ), dikenal dengan nama hot rolled sheet(HRS), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas. Tebal padat antara 2,5-3,0 cm. Jenis lapis permukaan di atas walaupun bersifat nonstruktural,namun dapat menambah daya tahan perkerasn terhadap penurunan mutu, sehingga secara keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan. Jenis perkerasan ini terutama digunakan untuk pemeliharaan jalan. 2. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda kendaraan.
  • 12. 12 a. Penetrasi Macadam (Lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Di atas lapen ini biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu lapis dapat bervariasi antara 4- 10 cm. b. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal pada tiap lapisannya antara 3-5 cm. c. Laston (Lapis aspal beton), merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menerus,dicampur,dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal pada tiap lapisannya antara 3-5 cm. 6.1.2 Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Perkerasan Kaku adalah perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal, yang sifatnya kaku. Perkerasan kaku berupa plat beton dengan atau tanpa tulangan diatas tanah dasar dengan atau tanpa pondasi bawah. Beban lalu lintas diteruskan keatas plat beton. Perkerasan kaku bisa dikelompokkan atas: 1. Perkerasan kaku semen yang terbuat dari beton semen baik yang bertulang ataupun tanpa tulangan 2. Perkerasan kaku komposit yang terbuat dari komposit sehingga lebih kuat dari perkerasan semen, sehingga baik untuk digunakan pada landasan pesawat udara di Bandara. 6.2 Agregat Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil pasir atau mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun buatan. Agregat terdiri dari agrerat kasar, agregat halus, pasir dan agregat ini adalah komponen padat dan keras dengan ukuran yan bervariasi yang merupakan material utama dalam konstruksi perkerasan jalan dan berfungsi sebagai
  • 13. 13 penahan beban serta mengisi rongga. Setiap material dapat menjadi agregat sejauh memenuhi persyaratan yang diminta. Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90-95 % agregat berdasarkan persentase berat atau 75-85 % agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain. (Silvia Sukirman,” Beton Aspal Campuran Panas”, 2003) 6.2.1 Jenis Agregat Agregat dibedakan berdasarkan proses pembentukan, pengolahan, dan ukuran butirannya. 1. Berdasarkan proses terjadinya agregat dibedakan atas : a. Agregat Batuan Beku (volcanic rock): agregat ini terjadi akibat pendinginan dan pembekuan dari bahan-bahan yang meleleh akibat panas (magma bumi). Agregat ini digolongkan dalam 2 jenis pokok: - Agregat dari batuan ekstrusif: terjadinya akibat dilempar ke udara dan mendingin secara cepat. Jenis pokoknya: pyolite, andesite dan basalt. Sifat utamanya: berbutir halus, keras dan cenderung rapuh. - Agregat dari batuan intrusif: terjadinya akibat batuan yang mendingin secara lambat dan diperoleh sebagai singkapan. Jenis pokoknya: granit, diorit dan gabro. Sifat utamanya: berbutir kasar, keras dan kaku. b. Agregat dari batuan endapan (sedimentary rock): agregat terjadi dari hasil endapan halus dari hasil pelapukan batuan bebas, tumbuh-tumbuhan, binatang. Dengan mengalami proses pelekatan dan penekanan oleh alam maka menjadi agregat/batuan endapan. Jenis agregat dari batuan endapan antara lain: batuan kapur, batuan silika dan batuan pasir. Berdasarkan proses pembentukannya agregat sedimen dapat dibedakan atas : - Agregat sedimen yang di bentuk dengan proses mekanik, seperti breksi, konglomerat, batu pasir, batu lempung. Agregat ini juga mengandung banyak silica.
  • 14. 14 - Agregat sedimen yang dibentuk dengan proses organis, seperti batu gamping, batu bara, opal. - Agregat sedimen yang dibentuk dengan proses kimiawi, seperti batu gamping, garam, gips, flint. c. Agregat dari batuan methamorphik: agregat terjadi dari hasil modifikasi oleh alam (perubahan fisik dan kimia dari batuan endapan dan beku sebagai hasil dari tekanan yang kuat, akibat gesekan bumi dan panas yang berlebihan). Sebagai contoh: batuan kapur menjadi marmer dan batuan pasir menjadi kwarsa. 2. Berdasarkan pengolahannya agregat dapat dibedakan atas : a. Agregat alam Agregat yang menggunakan bahan baku dari batu alam atau penghancurannya. Jenis batuan yang baik digunakan untuk agregat harus keras, kompak, kekal dan tidak pipih. Agregat alam terdiri dari : (1) kerikil dan pasir alam, agregat yang berasal dari penghancuran oleh alam dari batuan induknya. Biasanya ditemukan di sekitar sungai atau di daratan. Agregat beton alami berasal dari pelapukan atau disintegrasi dari batuan besar, baik dari batuan beku, sedimen maupun metamorf. Bentukya bulat tetapi biasanya banyak tercampur dengan kotoran dan tanah liat. Oleh karena itu jika digunakan untuk beton harus dilakukan pencucian terlebih dahulu. (2) Agregat batu pecah, yaitu agregat yang terbuat dari batu alam yang dipecah dengan ukuran tertentu. b. Agregat Buatan Agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan khusus (tertentu) karena kekurangan agregat alam. Biasanya agregat buatan adalah agregat ringan. Contoh agregat buatan adalah : Klinker dan breeze yang berasal dari limbah pembangkit tenaga uap, agregat yang berasal dari tanah liat yang dibakar (leca = Lightweight Expanded Clay Agregate), cook breeze berasal dari limbah sisa pembakaran arang, hydite berasal dari tanah liat (shale) yang dibakar pada tungku putar, lelite terbuat dari batu metamorphore atau shale yang mengandung karbon, kemudian dipecah dan dibakar pada tungku vertikal pada suhu tinggi.
  • 15. 15 Berdasarkan berat jenisnya, agregat digolongkan menjadi : a. Agregat berat : agregat yang mempunyai berat jenis lebih dari 2,8. Biasanya digunakan untuk beton yang terkena sinar radiasi sinar X. Contoh agregat berat : Magnetit, butiran besi. b. Agregat Normal : agregat yang mempunyai berat jenis 2,50 – 2,70.Beton dengan agregat normal akan memiliki berat jenis sekitar 2,3 dengan kuat tekan 15 MPa – 40 MPa. Agregat normal terdiri dari : kerikil, pasir, batu pecah (berasal dari alam), klingker, terak dapur tinggi (agregat buatan). c. Agregat ringan : agregat yang mempunyai berat jenis kurang dari 2,0. Biasanya digunakan untuk membuat beton ringan. Terdiri dari : batu apung, asbes, berbagai serat alam (alam), terak dapur tinggi dg gelembung udara, perlit yang dikembangkan dengan pembakaran, lempung bekah, dll (buatan). Berdasarkan ukuran butirnya agregat dapat dibedakan yaitu agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi (filler). Persyaratan dari masing-masing agregat ini sering kali berbeda, sesuai intitusi yang menentukannya. The Asphalt Institute membedakan agregat menjadi : a. Agregat Kasar Fraksi agregat kasar untuk agregat ini adalah agregat yang tertahan di atas saringan 2,36 mm (No. 8), menurut saringan ASTM. Fraksi agregat kasaar untuk keperluan pengujian harus terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah dan harus disediakan dalam ukuran – ukuran normal. Agregat kasar ini menjadikan perkerasan lebih stabil dan mempunyai skid resistance (tahan terhadap selip) yang tinggi sehingga lebih menjamin keamanan berkendara. Agregat kasar yang mempunyai bentuk butiran (particle shape) yang bulat memudahkan proses pemadatan, tapi rendah stabilitasnya, sedangkan yang berbentuk menyudut (angular) sulit dipaatkan tetapi mempunyai stabilitas yang tinggi. Agregat kasar harus mempunyai ketahanan terhadap abrasi bila digunakan sebagai campuran wearing course, untuk itu nilai Los Angeles Abrasion Test harus dipenuhi.
  • 16. 16 Tabel 6.2.1a Persyaratan Agregat Kasar Pengujian Metode Persyaratan Satuan min Maks Penyerapan Air SNI 03-1969- 1990 3 % Berat Jenis SNI 03-1969- 1990 a. Bulk 2,5 - gr/cc b. SSD 2,5 - c. Apparent 2,5 - Abrasi dengan mesin Los SNI 03-2417- 1991 - 40 % Angeles Kelekatan agregat terhadap SNI-03-2439- 1991 95 - % Aspal Partikel pipih ASTM D-4791 - 25 % Partikel lonjong ASTM D-4791 - 10 % b. Agregat Halus Agregat halus adalah agregat hasil pemecah batu yang mempunyai sifat lolos saringan No.8 (2,36 mm) tertahan saringan No.200 (0,075 mm). Fungsi utama agregat halus adalah untuk menyediakan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari perkerasan melalui keadaan saling mengunci (interlocking) dan gesekan antar butiran. Untuk hal ini maka sifat eksternal yang diperlukan adalah angularity (bentuk menyudut) dan particle surface roughness (kekasaran permukaan butiran). Tabel 6.2.1b Persyaratan Agregat Halus Pengujian Metode Persyaratan Satuan min maks Penyerapan Air SNI 03-1969- 3 %
  • 17. 17 1990 Berat Jenis SNI 03-1969- 1990 a. Bulk 2,5 - gr/cc b. SSD 2,5 - c. Apparent 2,5 - Nilai setara pasir SNI 03-4428- 1997 50 - % c. Bahan Pengisi (Filler) Bahan pengisi dapat terdiri atas debu batu kapur, debu dolomite, semen Portland, abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak plastis lainnya. Bahan pengisi yang merupakan mikro agregat ini harus lolos saringan No. 200 (0,075 mm). Dari sekian banyak jenis bahan pengisi maka kapur padam banyak digunakan dari pada Portland semen. Portland semen mudah diperoleh dan mempunyai grading butiran yang bagus namun demikian harganya sangat mahal. Fungsi bahan pengisi adalah untuk meningkatkan kekentalan bahan bitumen dan untuk mengurangi sifat rentan terhadap temperatur. Keuntungan lain dengan adanya bahan pengisi adalah karena banyak terserap dalam bahan bitumen maka akan menaikkan volumenya. Banyak spesifikasi untuk wearing course menyarankan banyaknya bahan pengisi kira-kira 5% dari berat adalah mineral yang lolos saringan No. 200. Para peneliti telah sepakat menaikkan kuantitas bahan pengisi akan menyebabkan meningkatkan stabilitas dan mengurangi rongga udara dalam campuran, namun ada batasnya. Terlalu tinggi kandungan bahan pengisi akan menyebabkan campuran menjadi getas dan mudah retak bila terkena beban lalu lintas, namun dilain pihak bila terlalu sedikit bahan pengisi akan menghasilkan campuran yang lembek pada cuaca panas.
  • 18. 18 Tabel 6.2.1c Persyaratan bahan pengisi (filler) Pengujian Metode Persyaratan Satuan min maks Material lolos saringan No. 200 SNI 03 M 02-1994-03 70 % Bebas dari bahan organic SNI 03 M 02-1994-03 4 % Persyaratan Agregat berdasarkan SNI-1737-1989-F 1. Agregat Kasar a. Agregat kasar harus terdiri dari batu pecah, atau kerikil pecah yang bersih, kering, kuat, awet, dan bebas dari bahan lain yang tidak diperlukan. b. Keausan pada 500x putaran mesin Los Angeles, maksimum 40%. c. Kelekatan pada aspal minimum 95%. d. Jumlah berat butiran tertahan No. 4 yang mempunyai paling sedikit dua bidang pecah min 50% (khusus kerikil pecah). e. Indeks kepipihan tertahan 9,5mm atau 3/8” maks 25%. f. Penyerapan air maksimum 3%. g. Berat jenis curah (bulk) min 2,5. h. Bagian yang lunak 5%. 2. Agregat Halus a. Agregat halus, harus dari pasir alam, pasir buatan, atau gabungan dari bahan tersebut. b. Agregat halus harus bersih, kuat, kering, dan bebas dari bahan lain yang mengganggu, serta terdiri dari butir yang bersudut tajam dan permukaan kasar. c. Agregat halus yang berasal dari batu kapur pecah, hanya boleh digunakan, apabila dicampur dengan pasir alam dengan perbandingan yang sama. d. Agregat yang berasal dari hasil pemecahan batu, harus berasal dari batuan induk, yang memenuhi prsyaratan agregat kasar. e. Agregat halus mempunyai angka ekivalen pasir minimum 50%. 3. Bahan Pengisi (filler)
  • 19. 19 a. Bahan pengisi harus dari abu batu, abu batu kapur, kapur padam, semen atau bahan non-plastis lainnya. b. Bahan pengisi harus kering, dan bebas dari bahan lain yang basah memenuhi gradasi sesuai Tabel 6.2.1 Tabel 6.2.1d SIFAT UMUM KADAR AIR MAX 1% GUMPALAN PARTIKEL TIDAK ADA BUKAAN SARINGAN(mm) % LOLOS SARINGAN Gradasi No. 30(0,59 mm) 100 No. 50(0,279 mm) 90-100 No. 100(0,149 mm) 90-100 No. 200(0,074 mm) 65-100 6.2.2 Sifat Agregat sebagai material perkerasan jalan Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Oleh karena itu perlu pemeriksaan yang teliti sebelum diputuskan suatu agregat dapat dipergunakan sebagai material perkerasan jalan. sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, 6.2.2.1 Gradasi agregat Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya. Ukuran butir agregat dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Satu set saringan umumnya terdiri dari saringan berukuran 4 inchi, 3½ inchi, 3 inchi, 2½ inchi, 2 inchi, 1½ inchi, 1 inchi, ¾ inchi, ½ inchi, 3/8 inchi, No. 4, No. 8, No. 16, No. 30, No. 50, No. 100, No. 200. Gradasi agregat diperoleh dari hasil analisis pemeriksaan dengan menggunakan 1 set saringan. Saringan berukuran bukaan paling besar di letakkan teratas, dan yang paling halus
  • 20. 20 (N0. 200), terbawah sebelum pan. Analisis saringan dapat dilakukan secara basah atau kering (saringan basah atau saringan kering). Analisis basah dilakukan untuk menentukan jumlah bahan dalam agregat yang lolos saringan No. 200, mengikuti manual SNI-M-02- 1994-03 atau AASHTO T11-90. Persentase lolos saringan ditentukan melalui pengujian analisis saringan agregat halus dan kasar (saringan kering) sesuai manual SNI 03-1968- 1990 atau AASHTO T27-88. Tabel 6.2.2.1a Ukuran Bukaan Saringan Ukuran saringan Bukaan (mm) Ukuran saringan Bukaan (mm) 4 inchi 100 3/8 inchi 9,5 3½ inchi 90 No. 4 4,75 3 inchi 75 No. 8 2,36 2½ inchi 63 No. 16 1,18 2 inchi 50 No. 30 0,6 1½ inchi 37,5 No. 50 0,3 1 inchi 25 No. 100 0,15 ¾ inchi 19 No. 200 0,075 ½ inchi 12,5 Pemeriksaan jumlah bahan dalam agregat yang lolos saringan No. 200, dengan mempergunakan saringan basah dapat dilanjutkan dengan mengeringkan benda uji dan selanjutnya melakukan pengujian analisis saringan agregat halus dan kasar. Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase lolos, atau persentase tertahan, yang dihitung berdasarkan berat agregat.
  • 21. 21 Gradasi agregat menentukan besarnya rongga atau pori yang mungkin terjadi dalam agregat campuran. Agregat campuran yang terdiri dari agregat berukuran sama akan berongga atau berpori banyak, karena tak terdapat agregat berukuran lebih kecil yang dapat mengisi rongga yang terjadi. Sebaliknya, jika campuran agregat terdistribusi dari agregat berukuran besar sampai kecil secara merata, maka rongga atau pori yang terjadi sedikit. Hal ini disebabkan karena rongga yang terbentuk oleh susunan agregat berukuran besar, akan diisi oleh agregat berukuran lebih kecil. Distribusi butir-butir agregat dengan ukuran tertentu yang dimiliki oleh suatu campuran menentukan jenis gradasi agregat. Gradasi agregat dapat dikelompokkan ke dalam agregat bergradasi baik dan agregat bergradasi buruk. 1. Agregat bergradasi baik Agregat bergradasi baik adalah agregat yang ukuran butirnya terdistribusi meratadalam satu rentang ukuran butir. Agregat bergradasi baik disebut juga agregat bergradasi rapat. Campuran agregat bergradasi baik memiliki pori yang sedikit, mudah dipadatkan, dan mempunyai stabilitas tinggi. Tingkat stabilitas ditentukan dari ukuran butir agregat terbesar yang ada. Berdasarkan ukuran butir agregat yang dominan menyusun campuran agregat, maka agregat yang bergradasi baik dapat dibedakan atas : a) Agregat bergradasi kasar Agregat bergradasi kasar adalah agregat bergradasi baik yang mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan halus, tetapi dominan berukuran agregat kasar. b) Agregat bergradasi halus Agregat bergradasi kasar adalah agregat bergradasi baik yang mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan halus, tetapi dominan berukuran agregat halus. 2. Agregat bergradasi buruk
  • 22. 22 Agregat bergradasi buruk adalah agregat yang tidak memenuhi persyaratan gradasi baik. Terdapat berbagai macam gradasi agregat yang dikelompokkan kedalam agregat bergradasi buruk, seperti : a) Agregat bergradasi seragam Agregat bergradasi seragam adalah agregat yang hanya terdiri dari butir-butir agregat berukuran sama atau hampir sama. Campuran agregat ini mempunyai pori antar butir yang cukup besar, sehingga sering juga disebut agregat bergradasi terbuka. Rentang distribusi ukuran butir yang ada pada agregat bergradasi seragam tersebar pada rentang yang sempit. b) Agregat bergradasi terbuka Agregat bergradasi terbuka adalah agregat yang distribusi ukuran butirnya sedemikian rupa sehingga pori-porinya tidak terisi dengan baik. c) Agregat bergradasi senjang Agregat bergradasi senjang adalah agregat yang distribusi ukuran butirnya tidak menerus, atau ada bagian ukuran yang tidak ada, jika ada hanya sedikit sekali. Gambar 6.2.2.1 Gradasi Agregat Tabel 6.2.2.1b Sifat Agregat Campuran Sifat Agregat bergradasi buruk Agregat bergradasi baik Stabilitas Buruk Baik Permeabilitas Baik Buruk Tingkat kepadatan Buruk Baik Rongga pori Besar Sedikit Persyaratan gradasi agregat untuk material lapis aspal beton dapat dilihat pada tabel-tabel berikut : (I) Gradasi Rapat (II) Gradasi Seragam (III) Gradasi Senjang
  • 23. 23 Tabel 6.2.2.1c Gradasi agregat kasar Ukuran Saringan % Lolos (Berat) Maksimum 10 mm Maksimum 19 mm 20 mm (3/4 ”) 100 100 12,7 mm (1/2 ”) 100 30-100 9,5 mm (3/8 “) 85-100 0-55 4,75 mm (No. 4) 20-45 0-10 0,075 mm (No.200) 0-2 0-2 Sumber: Asiyanto, Metode Konstruksi Proyek Jalan, 2008 Tabel 6.2.2.1d Gradasi agregat halus Ukuran Saringan % Lolos (Berat) 9,50 mm (3/8 “) 100 4,75 mm (No. 4) 90-100 2,36 mm (No.8) 80-100 0,60 mm (No.30) 25-100 0,075 mm (No. 200) 0-11 Sumber: Asiyanto, Metode Konstruksi Proyek Jalan, 2008 Tabel 6.2.2.1e Gradasi bahan pengisi (filler) Ukuran Saringan % Lolos (Berat) No. 30 (0,59 mm) 100 No. 50 (0,279 mm) 95-100 No. 100 (0,149 mm) 90-100 No. 200 (0,074 mm) 65-100 Sumber: Asiyanto, Metode Konstruksi Proyek Jalan, 2008
  • 24. 24 6.2.2.2 Ukuran Maksimum Agregat Ukuran maksimum butir agregat dapat dinyatakan dengan mempergunakan : 1. Ukuran maksimum agregat Ukuran maksimum agregat, yaitu menunjukkan ukuran saringan terkecil dimana agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak 100%. 2. Ukuran nominal maksimum agregat Ukuran nominal maksimum agregat, menunjukkan ukuran saringan terbesar dimana agregat yang tertahan saringan tersebut sebanyak tidak lebih dari 10%. Ukuran maksimum agregat adalah satu saringan atau ayakan yang lebih besar dari ukuran nominal maksimum. Ukuran maksimum agregat ikut menentukan tebal minimum lapisan perkerasan yang mungkin dapat dilaksanakan. Sebagai patokan awal, tebal lapisan minimum sama dengan atau dua kali ukuran agregat maksimum. Penggunaan agregat berukuran besar akan membutuhkan butir-butir agregat yang terdistribusi dalam rentang yang lebih lebar untuk mendapatkan gradasi yang baik. Disamping itu pula kemungkinan terjadinya segregasi, yaitu pemisahan butir-butir berukuran besar dan kecil semakin mudah. 6.2.2.3 Kebersihan Agregat (Cleanliness) Kebersihan agregat ditentukan dari banyaknya butir-butir halus yang lolos saringan No. 200, seperti adanya lempung, lanau, ataupun adanya tumbuh-tumbuhan pada campuran agregat. Agregat yang banyak mengandung material lolos saringan No. 200, jika dipergunakan sebagai bahan campuran beton aspal, akan menghasilkan beton aspal berkualitas rendah. Hal ini disebabkan meterial halus membungkus partikel agregat yang lebih kasar, sehingga ikatan antar agregat dan bahan pengikat, yaitu aspal akan berkurang dan berakibat mudah lepasnya ikatan antara aspal dan agregat.
  • 25. 25 Tabel 6.2.2.3 Jenis Pengujian Kebersihan Agregat Jenis Pengujian SNI AASHTO Pengujian jumlah bahan dalam agregat yang lolos saringan No.200 SNI-M-02-1994-03 T 11-90 Pengujian agregat halus atau pasir yang mengandung bahan plastis dengan cara setara pasir. Pd M-03-1996-03 T 176-86 Pengujian adanya gumpalan lempung dalam agregat T 112-87 6.2.2.4 Daya Tahan Agregat Daya tahan agregat merupakan ketahanan agregat terhadap adanya penurunan mutu akibat proses mekanis dan kimiawi. Agregat dapat mengalami degradasi, yaitu perubahan gradasi, akibat pecahnya butir-butir agregat. Kehancuran agregat dapat disebabkan adanya proses mekanis, seperti gaya-gaya yang terjadi selama proses pelaksanaan perkerasan jalan (penimbunan, penghamparan, pemadatan). Pelayanan terhadap beban lalu lintas, dan proses kimiawi, seperti pengaruh kelembapan, kepanasan, dan perubahan suhu sepanjang hari. Daya tahan agregat terhadap beban mekanis diperiksa dengan menggunakan alat abrasi Los Angeles, sesuai dengan SNI-03-2417-1991 atau AASHTO T96-87. Gaya mekanis pada pemeriksaan dengan alat abrasi Los Angeles diperoleh dari bola-bola baja yang dimasukkan bersama dengan agregat yang hendak diuji. Daya tahan terhadap proses kimiawi diperiksa dengan pengujian soundness atau dinamakan juga pengujian sifat kekekalan bentuk batu terhadap larutan natrium sulfat (NaSO4) atau magnesium sulfat (MgSO4), sesuai dengan SNI-03-3407-1994 atau AASHTO T104-86.
  • 26. 26 6.2.2.5 Bentuk Dan Tekstur Agregat Berdasarkan bentuknya, partikel atau butir agregat dikelompokkan sebagai berbentuk bulat, lonjong, pipih, kubus, tak beraturan, atau mempunyai bidang pecahan. Agregat yang ditemui disungai umumnya telah mengalami erosi, sehingga berbentuk bulat (rounded) dan licin. Bidang kontak antar agregat berbentuk bulat sangat sempit, hanya berupa titik singgung, sehingga menghasilkan penguncian antar agregat tidak baik, dan menghasilkan kondisi kepadatan lapisan perkerasan yang kurang baik. Agregat berbentuk kubus (cubical) pada umumnya merupakan agregat hasil pemecahan batu masif, atau hasil pemecahan mesin pemecah batu. Bidang kontak agregat ini luas, sehingga mempunyai daya kunci yang baik. Kestabilan yang diperoleh lebih baik dan lebih tahan terhadap deformasi. Agregat ini merupakan agregat yang terbaik untuk dipergunakan sebagai material perkerasan jalan. Agregat yang berbentuk lonjong (elongated) dapat ditemui disungai atau bekas endapan sungai. Agregat dikatakan lonjong jika ukuran terpanjangnya lebih besar dari 1,8 kali diameter rata-rata. Indeks kelonjongan (elongated index) adalah persentase berat agregat lonjong terhadap berat total. Sifat campuran agregat berbentuk lonjong ini hampir sama dengan agregat berbentuk bulat. Agregat berbentuk pipih (flaky) dapat merupakan hasil produksi dari mesin pemecah batu, dan biasanya agregat ini memang cenderung pecah dengan bentuk pipih. Agregat pipih yaitu agregat yang ketebalannya lebih tipis dari 0,6 kali diameter rata-rata. Indeks kepipihan (flakiness index) adalah berat total agregat yang lolos slot dibagi berat total agregat yang tertahan slot pada ukuran nominal tertentu. Agregat berbentuk tak beraturan (irregular) adalah bentuk agregat yang tak mengikuti salah satu bentuk diatas. Agregat kasar terbaik yang dipergunakan untuk material perkerasan jalan adalah berbentuk kubus, tetapi jika tak ada, maka agregat yang mempunyai minimal satu bidang pecahan dapat dipergunakan. Tekstur permukaan agregat
  • 27. 27 dapat dibedakan atas licin, kasar, atau berpori. Agregat berbentuk bulat umumnya mempunyai permukaan yang licin, dan seringkali dijumpai di sungai. Permukaan agregat yang licin menghasilkan daya penguncian antar agregat rendah, dan mempunyai tingkat kestabilan rendah. Permukaan agregat kasar mempunyai gaya gesek yang baik, ikatan antar butir agregat kuat, sehingga lebih mampu menahan deformasi akibat beban lalu lintas. Agregat berbentuk kubus biasanya mempunyai tekstur permukaan yang kasar, sehingga agregat berbentuk kubus dengan permukaan bertekstur kasar akan menghasilkan stabilitas lapisan yang baik. Agregat ini merupakan agregat yang terbaik untuk dipergunakan sebagai material perkerasan jalan. Gambar 6.2.2.5 Bentuk-bentuk agregat Agregat berpori (porous) dapat dibedakan atas agregat berpori sedikit dan agregat berpori banyak. Agregat berpori banyak pada umumnya mempunyai tingkat kekerasan rendah, sehingga mudah pecah, dan terjadi degredasi. Degradasi merupakan kondisi yang tak diinginkan pada perkerasan aspal, sehingga terjadi ikatan yang tak baik antar aspal dan agregat, Pemeriksaan banyaknya pori agregat dapat diperkirakan dari banyaknya air yang terabsorbsi oleh agregat. Pengujian nilai absorbsi air dilakukan manual AASHTO T 84-88 untuk agregat halus dan T 85-88 untuk agregat kasar. Penyerapan (absorbsi) air
  • 28. 28 %100x Bk BkBj   Keterangan : Bj = berat benda uji kering permukaan Bk = berat benda uji kering oven Air yang terabsorbsi oleh agregat, sukar untuk dihilangkan seluruhnya walaupun melalui proses pengeringan. Hal ini mempengaruhi pula ikatan antara agregat dan aspal.Tekstur permukaan agregat selain memberikan ketahanan terhadap gelincir (skid resistance) pada permukaan perkerasan, tekstur permukaan agregat juga merupakan faktor lainnya yang menentukan kekuatan, workabilitas, dan durabilitas campuran beraspal. Permukaan agregat kasar akan memberikan kekuatan pada campuran beraspal karena kekerasan permukaan agregat dapat menahan agregat tersebut dari pergeseran atau perpindahan. Kekasaran permukaan agregat juga akan memberikan tahanan gesek yang kuat pada roda kendaraan sehingga akan meningkatkan keamanan terhadap slip. Di lain pihak, film aspal lebih mudah merekat pada permukaan yang kasar sehingga akan menghasilkan ikatan yang baik antara aspal dan agregat dan pada akhirnya akan menghasilkan campuran beraspal yang kuat. Agregat dengan tekstur permukaan yang sangat kasar memiliki koefisien gesek yang tinggi yang membuat agregat tersebut sulit untuk berpindah tempat sehingga akan menurunkan workabilitasnya. 6.2.2.6 Daya Lekat Aspal Terhadap Agregat (Affinity For Asphalt) Daya lekat aspal terhadap agregat dipengaruhi oleh sifat agregat terhadap air. Granit dan agregat yang mengandung silika merupakan agregat yang bersifat hydropholic yaitu agregat tersebut tidak mudah diresapi air, hal ini mengakibatkan agregat tersebut tak mudah dilekati aspal dan agregat mudah lepas. Sebaliknya agregat seperti diorit, andesit,merupakan
  • 29. 29 agregat hydrauphobic yaitu agregat yang tidak mudah terikat dengan air, tetapi mudah terikat dengan aspal. Kemampuan agregat untuk menyerap air (aspal) adalah suatu informasi yang sangat penting yang harus diketahui dalam pembuatan campuran beraspal. Jika daya serap agregat sangat tinggi, agregat ini akan terus menyerap aspal baik pada saat maupun setelah proses pencampuran agregat dengan aspal di unit pencampuran (AMP). Agar campuran yang dihasilkan tetap baik agregat yang porus memerlukan aspal yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kurang porus. Perbaikan sifat penyerapan agregat dapat dilakukan dengan penambahan semen atau kapur pada agregat. Dari kedua bahan tambah ini, pemakaian kapur lebih dianjurkan bila agregat tersebut akan digunakan sebagai bahan campuran beraspal. Pengujian kelekatan aspal dengan agregat dilakukan mengikuti standar SNI-03-2439-1991 atau manual AASHTO T182-84. Kelekatan agregat terhadap aspal dinyatakan dalam persen, yaitu persentase luas permukaan agregat yang dilapisi aspal terhadap seluruh luas permukaan. 6.2.2.7 Berat Jenis Agregat Didalam perhitungan rancangan campuran dibutuhkan parameter penunjuk berat, yaitu berat jenis agregat. Berat jenis agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat dengan volume berat air. Agregat dengan berat jenis kecil, mempunyai volume yang besar atau berat yang ringan. Vs + Vp + Vi + Vc = volume total butir agregat Vp + Vi +Vc = volume pori agregat Dimana : Vs = Volume bagian masif Vi = Volume pori yang tidak dapat diserap air
  • 30. 30 Vp = Volume pori yang tidak dapat diresapi aspal, tetapi dapat diresapi air Vc = Volume pori yang dapat diresapi aspal dan air Terdapat empat jenis berat jenis (specific gravity), yaitu : 1. Berat jenis bulk (bulk specivic gravity), adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat (Vs+Vi+Vp+ Vc). 2. Berat jenis kering permukaan (saturated surface dry), adalah berat jenis dengan memperhitungkan agregat dalam keadaan kering permukaan, jadi merupakan berat agregat kering + berat air yang dapat meresap ke dalam pori agregat, dan seluruh volume agregat (Vs+Vi+Vp+Vc). 3. Berat jenis semu (apperent specivic gravity), adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, dan volume agregat yang tak dapat diresapi oleh air (Vs+Vi). 4. Berat jenis efektif (effective specivic gravity), adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, jadi merupakan berat agregat kering, dan volume agregat yang tak dapat diresapi aspal (Vs+Vi+Vp). Pengukuran volume agregat dalam proses penentuan berat jenis agregat dilakukan dengan mempergunakan hukum Archimedes, yaitu berat benda di dalam air akan berkurang sebanyak berat zat cair yang dipindahkan. Dengan mengasumsikan berat jenis dan berat volume air adalah selalu sama dengan satu, maka volume agregat sama dengan berat zat cair yang dipindahkan. Pengujian berat jenis agregat kasar dilaksanakan dengan mengikuti Standar Nasional Indonesia, Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar, SNI 03-1969- 1990 ; SK SNI M-09-1989-F, atau AASHTO T 85-88. Sebaiknya berat jenis dihitung dengan ketelitian sampai tiga desimal. Adapun prosedur penentuan volume agregat ditentukan sebagai berikut : 1. Agregat dicuci, untuk menghilangkan bagian-bagian halus yang melekat.
  • 31. 31 2. Agregat dikeringkan dalam oven, untuk mendapatkan berat kering agregat, Bk. 3. Agregat direndam dalam air, untuk mendapatkan kondisi kering permukaan (Bj) 4. Agregat di timbang dalam air, diperoleh berat Ba. 5. Volume agregat yang masif dan yang tak dapat diresapi air ditentukan sebgai berat kering dikurangi berat dalam air. (Vs + Vi) = Bk – Ba 6. Volume agregat termasuk pori atau volume total dari agregat yaitu volume yang dapat diresapi air ditentukan sebgai berat kering permukaan dikurangi berat dalam air. (Vs + Vi + Vp + Vc) = Bi - Ba Jadi : Berat Jenis Bulk )()( BaBj Bk aVcVpViVs Bj      Berat Jenis Kering Permukaan )()( BaBj Bj VcVpViVs Bj     Berat Jenis Semu (apparent) )()( BaBk Bk aViVs Bk      Berat Jenis Efektif aVpViVs Bk )(   Metode penentuan berat jenis efektif agregat tidak terdapat pada manual AASHTO ataupun ASTM. Umumnya berat jenis efektif agregat kasar diasumsikan sama dengan nilai rata-rata dari berat jenis bulk dan berat jenis semu.
  • 32. 32 Ketiga jenis berat jenis agregat halus ditentukan dengan mempergunakan metode pengujian SNI-03-1969-1990 ; SK SNI M-09-1989-F atau AASHTO T 84-88. Volume agregat halus ditentukan dengan mempergunakan piknometer. Bahan pengisi (filler) berbutir sangat halus, sehingga sukar menentukan berat jenis kering permukaan, oleh karena itu pada umumnya dipergunakan berat jenis semu untuk bahan pengisi (filler). Jadi tidak perlu menggunakan berat jenis bulknya. 6.3 Aspal Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau coklat tua, dengan unsur bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun merupakan residu dari penyulingan minyak bumi. Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, sampai bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4-10% berdasarkan berat campuran, atau 10-15% berdasarkan volume campuran. 6.3.1 Fungsi aspal sebagai material perkerasan Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai : 1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara sesama aspal. 2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dengan pori-pori yang ada didalam butir agregat itu sendiri. Untuk dapat memenuhi kedua fungsi aspal dengan baik, maka aspal haruslah memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat dilaksanakan mempunyai tingkat kekentalan tertentu, agar aspal dapat berfungsi dengan baik maka aspal harus memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Aspal homogen atau tidak bervariasi.
  • 33. 33 2. Aspal tidak peka terhadap perubahan suhu di lapangan. 3. Aspal harus memberikan lapisan yang elastis sehingga perkerasan tidak mudah retak. 4. Aspal aman saat pengerjaan terutama dari bahaya kebakaran. 5. Aspal tidak cepat rapuh atau lapuk akibat penuaan. 6. Aspal mempunyai adhesi yang baik terhadap agregat yang dilapisi. 7. Aspal mudah dikerjakan pada saat proses pengerjaan. 8. Aspal harus sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan. 9. Aspal memberikan kinerja yang baik terhadap campuran. Karakteristik aspal yang diinginkan tersebut melatar belakangi adanya spesifikasi dan pengujian aspal diperlukan. Misalnya, untuk mengetahui agar aspal tidak peka terhadap perubahan suhu dilapangan maka dilakukan pengujian penetrasi dan titik lembek, agar aspal dapat memberikan memberikan lapisan yang elastis dan tidak getas sehingga perkerasan tidak mudah retak, maka dilakukan pengujian daktilasi. Aspal yang digunakan untuk campuran beton aspal harus ,memenuhi persyaratan sesuai yang diberikan dalam buku spesifikasi pekerjaan Tabel 6.3 menunjukkan spesifikasi aspal yang digunakan sebagai bahan campuran beton aspal. Tabel 6.3 Sifat aspal untuk campuran beton aspal Jenis Pemeriksaan Satuan Syarat Pen 60 Pen 80 Min Maks Min Maks Penetrasi 25 C, 5 det 0,1 mm 60 79 80 99 Titik Lembek C 48 58 46 54 Titik Nyala C 200 - 225 - Kehilangan Berat 163 C, 5 Jam % berat - 0,4 - 0,6 Kelarutan dalam CCl4 % berat 99 - 99 - Daktilitas 25 C, 5 cm/menit Cm 100 - 100 - Penetrasi setelah kehilangan berat % 75 - 75 -
  • 34. 34 terhadap asli Penetrasi aspal hasil ekstraksi benda uji % terhadap asli 55 - 55 - Daktilitas aspal hasil ekstraksi benda uji Cm 40 - 40 - Berat jenis 25 C - 1 - 1 - Sumber : Silvia Sukirman, Beton Aspal Campuran Panas 6.3.2 Jenis-Jenis Aspal Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal buatan. Aspal alam yaitu aspal yang didapat di suatu tempat di alam dan dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Aspal buatan adalah aspal yang merupakan residu pengilangan minyak bumi. 6.3.2.1 .Aspal alam Aspal alam ada yang diperoleh digunung-gunung seperti aspal di Pulau Buton atau lebih dikenal dengan Asbuton, dan ada pula yang diperoleh di danau seperti di Trinidad serta yang berasal dari Bermuda. Aspal alam terbesar di dunia terdapat di Trinidad, berupa aspal danau (Trinidad Lake Asphalt). Aspal dari Trinidad mengandung kira-kira 40% organik dan zat-zat anorganik yang tidak dapat larut, sedangkan yang berasal dari Bermuda mengandung kira-kira 6% zat-zat yang tidak dapat larut. Indonesia memiliki aspal alam yaitu di pulau buton, yang berupa aspal gunung. Asbuton merupakan batu yang mengandung aspal. Deposit asbuton membentang dari kecamatan Lewale sampai Sampolawa. Cadangan deposit berkisar 200 juta ton dengan kadar aspal bervariasi antara 10-35% aspal.
  • 35. 35 Asbuton merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan, karena asbuton merupakan material yang ditemukan begitu saja di alam, maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Untuk mengatasi hal ini, maka asbuton mulai di produksi dalam berbagai bentuk di pabrik pengolahan asbuton. Produk asbuton dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : a Produk asbuton yang masih mengandung material filler, seperti asbuton kasar, asbuton halus, asbuton mikro, dan butonite mastic asphalt. b Produk asbuton yang telah dimurnikan menjadi aspal murni melalui proses ekstraksi atau proses kimiawi. 6.3.2.2 Aspal buatan Adapun yang termasuk dengan aspal buatan yaitu aspal minyak. Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi. Residu minyak bumi yang digunakan untuk pembuatan aspal adalah yang bersifat aspalthic atau banyak mengandung aspal serta bukan yang bersifat parafinic atau yang banyak mengandung parafin lilin (wax), berbagai jenis aspal buatan dapat dibedakan menjadi berikut : 1. Aspal keras Aspal keras adalah aspal yang didapat dari penyulingan minyak bumi dengan parafin rendah (napthan base crude oil), yaitu tidak lebih dari 2% berat. Dalam perkerasan beraspal, pembagian jenis aspal keras dapat berdasarkan nilai penetrasi (Penetration Grade), nilai viskositas (Viscosity Grade) atau temperatur maksimum dan minimum perkerasan rencana (Performance Grade) 2. Aspal cair Aspal cair (cutback asphalt) yaitu aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal cair merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar. Bahan pencair membedakan aspal cair menjadi : 1. Rapid curing cut back asphalt (RC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair bensin. RC merupakan aspal cair yang paling cepat menguap.
  • 36. 36 2. Medium curing cut back asphalt (MC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair minyak tanah (kerosin). 3. Slow curing cut back asphalt (SC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair solar (minyak diesel). SC merupakan aspal cair yang paling lambat menguap. 3. Aspal emulsi Aspal emulsi (emulsified asphalt) adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi, yang dilakukan di pabrik pencampur. Aspal emulsi lebih cair daripada aspal cair. Di dalam aspal emulsi,butir-butir aspal larut dalam air. Untuk menghindari butiran aspal saling menarik membentuk butir-butir yang lebih besar maka butiran tersebut diberi muatan listrik. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas: 1. Aspal kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang butiran aspalnya bermuatan arus listrik positif. 2. Aspal anionic disebut juga aspal emulsi alkali, merupkan aspal emulsi yang butiran aspalnya bermuatan negatif. 3. Nonionic merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi berarti tidak mengantarkan listrik. Berdasarkan kecepatan mengerasnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas : 1. Rapid Setting (RS), aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi sehingga pengikatan yang terjadi cepat, dan aspal cepat menjadi padat atau keras kembali. 2. Medium Setting (MS), direncanakan untuk pencampuran dengan agregat kasar, karena jenis ini tidak akan memecah jika berhubungan dengan agregat sehingga campuran ini tetap dapat dihamparkan dalam beberapa menit. 3. Slow Setting (SS), direncanakan untuk pencampuran dengan stabilitas maksimum. Digunakan dengan agregat bergradasi padat dan mengandung kadar agregat halus yang tinggi. 6.4 Beton Aspal Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Material-material pembentuk beton aspal dicampur di
  • 37. 37 instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan, dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Jika digunakan semen aspal, maka suhu pencampuran umumnya antara 145°C-155°C, sehingga disebut beton aspal campuran panas. Campuran ini dikenal pula dengan nama hot mix. 6.4.1 Jenis Beton Aspal Jenis beton aspal dapat dibedakan berdasarkan suhu pencampuran material pembentuk beton aspal, dan fungsi beton aspal. Berdasarkan temperatur ketika mencampur dan memadatkan campuran, beton aspal dapat dibedakan atas : 1. Beton aspal campuran panas (hot mix), adalah beton aspal yang material pembentuknya dicampur pada suhu sekitar 1400 C. 2. Beton aspal campuran sedang (warm mix), adalah beton aspal yang material pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 600 C. 3. Beton aspal campuran dingin (cold mix), adalah beton aspal yang material pembentuknya dicampur pada suhu ruangan sekitar 250 C. Berdasarkan fungsi beton aspal dapat dibedakan menjadi : 1. Beton aspal untuk lapisan aus (wearing course), adalah lapisan perkerasan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan, merupakn lapisan yang kedap air, tahan terhadap cuaca, dan mempunyai kekesatan yang diisyaratkan. 2. Beton aspal untuk lapisan pondasi (binder course), adalah lapisan perkerasan yang terletak di bawah lapisan aus. Tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan. 3. Beton aspal untuk pembentuk dan perata lapisan beton aspal yang sudah lama, yang pada umumnya sudah aus dan seringkali tidak lagi berbentuk crown. Saat ini, di Indonesia terdapat berbagai macam jenis beton aspal campuran panas yang digunakan untuk lapisan perkerasan jalan. perbedaannya terletak pada jenis gradasi agregat
  • 38. 38 dan kadar aspal yang digunakan. Pemilihan jenis beton aspal yang akan digunakan di suatu lokasi, sangat ditentukan oleh jenis karakteristik beton aspal yang lebih diutamakan. Pemilihan jenis beton aspal ini mempunyai konsekuensi pori dalam campuran menjadi sedikit, kadar aspal yang dapat dicampurkan juga berkurang, sehingga selimut aspal menjadi lebih tipis. Jenis beton aspal campuran panas yang ada di Indonesia saat ini antara lain : 1. Laston (Lapisan Aspal Beton) adalah beton aspal bergradasi menerus yang umum digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat. Laston juga dikenal dengan nama AC (Asphalt Concrete) karakteristik beton aspal yang terpenting pada campuran ini adalah stabilitas. Tebal nominal minimum Laston yaitu 4-6 cm. 2. Lataston (Lapisan Tipis Aspal Beton) adalah beton aspal bergradasi senjang. Biasanya disebut dengan HRS (Hot Rolled Sheet). Karakteristik beton aspal yang terpenting pada campuran ini adalah durabilitas dan fleksibilitas. Sesuai dengan fungsinya lataston mempunyai 2 macam campuran yaitu : a. Lataston sebagai lapis aus, dikenal dengan nama HRS-WC (Hot Rolled Sheet- Wearing Course). Tebal nominal minimum HRS-WC adalah 3 cm. b. Lataston sebagai lapis pondasi, dikenal dengan nama HRS-Base (Hot Rolled Sheet- Base). Tebal nominal minimum HRS-Base adalah 3,5 cm. 3. Latasir (Lapisan Tipis Aspal Pasir) adalah beton aspal untuk jalan-jalan lalu lintas ringan, khususnya dimana agregat kasar atau sulit diperoleh. Lapisan ini khusus mempunyai ketahanan alur (rutting) rendah. Oleh karena itu tidak diperkenankan digunakan untuk daerah lalu lintas berat atau daerah tanjakan. Latasir biasa pula disebut sebagai SS (Sand Sheet) atau HRRS (Hot Rolled Sand Sheet). Sesuai gradasi agregatnya, campuran latasir dapat dibedakan atas : a. Latasir kelas A, dikenal dengan nama HRSS-A atau SS-A. Tebal nominal minimum HRRS-A adalah 1,5 cm b. Latasir kelas B, dikenal dengan nama HRRS-B atau SS-B. Tebal nominal minimum HRSS-B adalah 2 cm. Gradasi agregat HRRS-B lebih kasar dari HRRS-A.
  • 39. 39 4. Lapisan perata adalah aspal beton yang digunakan sebagi lapisan perata dan pembentuk penampang melintang pada permukaan jalan lama. Semua jenis campuran beton aspal dapat digunakan, tetapi untuk membedakan dengan campuran untuk lapisan perkerasan jalan baru, maka setiap jenis campuran beton aspal tersebut ditambahkan huruf L (lavelling). Jadi jenis campuran AC-WC (L), AC-BC (L), AC-Base (L), HRS-WC (L). 5. SMA (Split Mastic Asphalt) adalah beton aspal bergradasi terbuka dengan selimut aspal yang tebal. Campuran ini mempergunakan bahan tambahan berupa fiber selulosa yang berfungsi untuk menstabilisasi kadar aspal yang tinggi. Lapisan ini terutama digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat. Ada 3 jenis SMA, yaitu : a. SMA 0/5 dengan tebal perkerasan 1,5 – 3 cm. b. SMA 0/8 dengan tebal perkerasan 2 – 4 cm. c. SMA 0/11 dengan tebal perkerasan 3 – 5 cm. 6. HSMA (High Stiffness Modulus Asphalt) adalah beton aspal yang mempergunakan aspal penetrasi rendah yaitu 30/45. Lapisan ini terutama digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat. Campuran jenis ini masih jarang digunakan di Indonesia, karena aspal yang diperlukan terpaksa diimport. Berdasarkan gradasinya HSMA dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu HSMA-28; HSMA-20; dan HSMA-14. Gradasi agregat campuran HSMA-28 paling kasar dibandingkan dengan jenis HSMA yang lain. 6.4.2 Karakteristik Campuran Beton Aspal Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran aspal beton adalah sebagai berikut : 1. Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Sebaliknya perkerasan jalan
  • 40. 40 yang diperuntukan untuk melayani lalu lintas kendaraan ringan tentu tidak perlu mempunyai nilai stabilitas yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton aspal adalah : a. Gesekan internal, yang dapat berasal dari kekasaran permukaan dari butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran, dan tebal film aspal. Stabilitas terbentuk dari kondisi gesekan internal yang terjadi diantara butir-butir agregat, saling mengunci dan mengisinya butir-butir agregat, dan masing-masing butir saling terikat, akibat gesekan antar butir dan adanya aspal. Kepadatan campuran menentukan pula tekanan kontak, dan nilai stabilitas campuran. Pemilihan agregat bergradasi baik atau rapat akan memperkecil rongga antar agregat, sehingga aspal yang dapat ditambahkan dengan campuran menjadi sedikit. Hal ini berakibat film aspal menjadi tipis. Kadar aspal optimal akan memberikan nilai stabilitas yang maksimum. b. Kohesi, adalah gaya ikat aspal yang berasal dari daya lekatnya, sehingga mampu memelihara tekanan kontak antar butir agregat. Daya kohesi terutama ditentukan oleh penetrasi aspal, perubahan viskositas akibat temperatur, tingkat pembebanan, komposisi kimiawi aspal, efek dari waktu dan umur aspal. Sifat rheologi aspal menentukan kepekaan aspal untuk mengeras dan rapuh, yang akan mengurangi daya kohesinya. Stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan mengusahakan penggunaan : a. Agregat dengan gradasi yang rapat (dense graded). b. Agregat dengan permukaan yang kasar. c. Agregat berbentuk kubus d. Aspal dengan penetrasi rendah e. Aspal dalam jumlah yang mencukupi untuk ikatan antar butir. Agregat dengan gradasi baik, atau bergradasi rapat akan memberikan rongga antar butiran agregat (Void Mineral Agregate) yang kecil yang menghasilkan stabilitas yang
  • 41. 41 tinggi, tetapi membutuhkan kadar aspal yang rendah untuk mengikat agregat. Void Mineral Agregat (VMA) yang kecil mengakibatkan aspal yang dapat menyelimuti agregat terbatas dan menghasilkan film aspal yang tipis. Film aspal yang tipis mudah lepas yang mengakibatkan lapis tidak lagi kedap air, oksidasi mudah terjadi, dan lapis perkerasan menjadi rusak. Pemakaian aspal yang banyak mengakibatkan aspal tidak lagi dapat menyelimuti agregat dengan baik (karena VMA kecil) dan juga menghasilkan rongga antar campuran VIM (Voids In The Mix) yang kecil. Adanya beban lalu lintas yang menambah pemadatan lapisan mengakibatkan lapisan aspal meleleh keluar yang disebut bleeding 2. Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air, atau perubahan temperature. Durabilitas beton aspal dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan kedap airnya campuran. Selimut aspal yang tebal akan membungkus agregat secara baik, beton aspal akan menjadi lebih kedap air, sehingga kemampuan menahan keausan semakin baik. Tetapi semakin tebal selimut aspal, maka semakin mudah terjadi bleeding yang mengakibatkan jalan semakin licin. Besarnya pori yang tersisa dalam campuran setelah pemadatan, mengakibatkan durabilitas beton aspal menurun. Semakin besar pori yang tersisa semakin tidak kedap air dan semakin banyak udara dalam beton aspal, yang menyebabkan semakin mudahnya selimut aspal beroksidasi dengan udara dan menjadi getas, dan durabilitasnya menurun. 3. Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi atau settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat dari repetisi beban lalu lintas, ataupun penurunan akibat berat sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli. Untuk mendapatkan fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan : a. Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang besar. b. Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi yang tinggi).
  • 42. 42 4. Ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance) adalah kemampuan beton aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika menggunakan kadar aspal yang tinggi. 5. Kekesatan atau tahanan geser (skid resistance) adalah kemampuan permukaan beton aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak tergelincir, ataupun slip. Factor-faktor untuk mendapatkan kekesatan jalan sama dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran permukaan dari butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran, dan tebal film aspal. Ukuran maksimum butir agregat ikut menentukan kekesatan permukaan. Dalam hal ini agregat yang digunakan tidak saja harus mempunyai permukaan yang kasar, tetapi juga mempunyai daya tahan untuk permukaannya tidak mudah dan licin akibat repetisi kendaraan. 6. Kedap air (impermeabilitas) adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara kedalam lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal, dan pengelupasan film atau selimut aspal dari permukaan agregat. Jumlah pori yang tersisa setelah beton aspal dipadatkan dapat menjadi indikator kekedapan air campuran. Tingkat permeabilitas beton aspal berbanding terbalik dengan tingkat durabilitasnya. 7. Mudah dilaksanakan (workability) adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan. Tingkat kemudahan dalam pelaksanaan, menentukan tingkat efisiensi pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemudahan dalam proses penghamparan dan pemdatan adalah viskositas aspal, kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur, dan gradasi serta kondisi agregat. Revisi atau koreksi terhadap rancangan campuran dapat dilakukan jika ditemukan kesukaran dalam pelaksanaan. 6.5 Lapis Aspal Beton (LASTON) Lapis aspal beton (LASTON) adalah beton aspal bergradasi menerus yang umum digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas yang berat. Lapis aspal beton juga
  • 43. 43 dikenal dengan nama AC (Asphalt Concrete). Karakteristik terpenting dari beton aspal adalah nilai stabilitas pada campurannya. Adapun tebal nominal minimum dari lapis aspal beton adalah 4-6 cm. Umumnya bahan pembentuk AC terdiri atas agregat kasar, agregat halus, filler (bahan pengisi) jika diperlukan dan aspal keras. Bahan-bahan yang akan digunakan harus terlebih dahulu diteliti mutu dan gradasinya. Aspal yang akan digunakan untuk lapis aspal beton harus terdiri dari salah satu aspal keras penetrasi 60/70 atau 80/100 yang seragam, tidak mengandung air, bila dipanaskan sampai dengan 1750 tidak berbusa. Sesuai fungsinya laston dibagi menjadi 3, yaitu : 1. Laston sebagai lapis aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing Course). Tebal nominal minimum AC-WC adalah 4 cm. 2. Laston sebagai lapis pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course). Tebal nominal minimum AC-BC adalah 5 cm. 3. Laston sebagai lapis pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt Concrete-Base). Tebal nominal minimum AC-Base adalah 6 cm. Umumnya bahan pembentuk AC terdiri dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler) jika diperlukan dan aspal keras. Bahan-bahan yang akan digunakan harus terlebih dahulu diteliti mutu dan gradasinya. Aspal yang akan digunakan untuk lapis aspal beton harus terdiri dari salah satru aspal keras penetrasi 60/70 atau 80/100 yang seragam, tidak mengandung air, bila dipanaskan sampai dengan 1750 c tidak berbusa. Fungsi dari lapis aspal beton adalah : 1. Sebagai pendukung beban lalu lintas. 2. Sebagai pelindung konstruksi yang berada dibawahnya dari kerusakan akibat pengaruh air dan cuaca yang selalu berubah. 3. Menyediakan permukaan jalan yang rata. Sifat dari lapis aspal beton antara lain sebagai berikut :
  • 44. 44 1. Tahan terhadap keausan akibat beban lalu lintas 2. Kedap air 3. Memiliki nilai struktural (tahan terhadap geser) 4. Memiliki stabilitas yang tinggi 5. Peka terhadap penyimpangan dan pelaksanaan 6. Memiliki karakteristik kelenturan atau fleksibilitas 7. Ketahanan terhadap kelelehan (fatique resistance) Aspal beton merupakan campuran padat dan merata yang kekuatannya tergantung pada ikatan antar agregat, mutu aspal, dan mutu agregat. Campuran aspal beton direncanakan agar memiliki rongga udara 3%-5% dan permeabilitasnya yang rendah. Sehingga dapat memiliki ketahanan dan kekuatan retak yang baik. Umumnya dalam praktek untuk merencanakan campuran menggunakan Marshall Test dan untuk memilih kandungan jumlah bahan pengikat yang dapat dihitung berdasarkan nilai rata-rata kandungan pengikat untuk stabilitas maksimum, kepadatan maksimum, dan rata-rata nilai alir (flow value) Disarankan nilai maksimum kadar rongga udara adalah 5% untuk megurangi kemungkinan terjadinya pergesaran pada umur rencana, tetapi pada tempat-tempat yang menahan beban harus dicapai nilai minimum rongga udara sebesar 3%. Hal yang sama ditunjukkan untuk keadaan yang timbul setelah terjadi lalu lintas berat dan direncanakan agar tidak terjadi deformasi yang payah. Suatu campuran kadang-kadang tidak mungkin untuk mengurangi kadar rongga udara dari 98% densitas marshall menjadi 5% oleh karena itu disarankan untuk memberikan lapisan penutup pada wearing coarse (lapis permukaan) sebagai perlindungan terhadap pengerasan pada umur rencana. Suatu campuran kadang-kadang tidak mungkin untuk mengurangi kadar rongga udara dari 98% densitas marshall menjadi 5% oleh karena itu disarankan untuk memberikan lapisan penutup wearing course (lapis permukaan) sebagai pelindung terhadap pengerasan pada umur rencana. Adapun karakteristik campuran yang digunakan didalam penelitian dapat dilihat pada tabel 6.5 untuk tipe wearing course, binder course, dan base course.
  • 45. 45 Tabel 6.5 Persyaratan Karakteristik campuran lapis aspal beton Sifat – sifat Campuran Laston WC BC Base Penyerapan aspal % Max 1,2 Jumlah tumbukan perbidang 75 112 Rongga dalam campuran (VIM) (%) Min 3,5 Max 5,5 Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13 Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60 Stabilitas Marshall (Kg) Min 800 1500 Kelelehan (mm) Min 3 5 Marshall Quotient (Kg/mm) Min 250 300 Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60o C Min 80 Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan membal (refusal) Min 2,5 Sumber : Departemen Permukiman & Prasarana Wilayah (2004) 6.6 Metode Pengujian Campuran Aspal 6.6.1 Metode Marshall Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshall. Pemeriksaan ini pertama kali dikenalkan oleh Bruce Marshall, selanjutnya
  • 46. 46 dikembangkan oleh U.S. Corps of Engineer. Saat ini prosedur Marshall mengikuti PC- 0201-76 atau AASHTO T 245-74, atau ASTM D 1559-62T. Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Kelelehan plastis merupakan keadaan perubahan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,001”. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau 5000 pon. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran. Disamping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur kelelehan palastis (flow). 6.6.2 Parameter Percobaan Marshall Adapun data-data yang diperoleh dalam pengujian adalah sebagai berikut : 1. Berat volume Kurva berat volume terhadap kadar aspal pada umumnya serupa dengan kurva untuk stabilitas. Hanya kadar aspal optimum biasanya tidak selalu lebih besar dari kadar aspal optimum untuk stabilitas. Dengan pertimbangan ini maka parameter berat volume dapat dianggap telah tercakup pada parameter stabilitas. 2. Stabilitas Nilai stabilitas digunakan untuk menunjukan kekuatan, ketahanan terhadap terjadinya alur (ruting). Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Untuk nilai stabilitas, nilai yang ditunjukkan pada jarum dial perlu dikonversikan terhadap alat Marshall. Selain itu pada umumnya alat Marshall yang digunakan bersatuan Lbf (pound force), sehingga harus disesuaikan satuannya terhadap satuan kilogram. Selanjutnya nilai tersebut juga harus disesuaikan dengan angka koreksi terhadap ketebalan atau volume benda uji. 3. Flow (Kelelehan)
  • 47. 47 Parameter flow diperlukan untuk mengetahui deformasi vertikal campuran saat dibebani hingga hancur (pada maksimum stabilitas). Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas seperti di atas Nilai flow berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Hanya saja untuk alat uji jarum dial flow biasanya sudah dalam satuan mm (milimeter), sehingga tidak perlu dikonversikan lebih lanjut. 4. VIM (Void In the Mix) VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam bilangan desimal satu angka dibelakang koma. VIM merupakan indikator dari durabilitas dan kemungkinan bleeding. 5. VMA (Void Mineral Aggregate) Rongga antar mineral agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). VMA dinyatakan dalam bilangan bulat, VMA merupakan indikator dari durabilitas. 6. VFA (Void Filled with Asphalt) Rongga terisi aspal (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. 7. Hasil bagi Marshall Hasil bagi Marshall merupakan hasil bagi antara stabilitas dan flow. Hasil bagi Marshall dinyatakan dalam kN/mm. Parameter ini merupakan indikator dari kelenturan yang potensial terhadap keretakan. 8. Stabilitas setelah rendaman Parameter ini dasarnya mengukur tingkat adhesi agregat dengan bitumen. Dengan pertimbangan bahwa penilaian agregat dan bitumen sudah diadakan pada tahap awal perencanaan (persyaratan agregat dan bitumen). Maka perameter stabilitas setelah rendaman dianggap sudah tidak diperlukan lagi. 7. Metodologi Penelitian Tahapan-tahapan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: Mulai
  • 48. 48 Studi literatur TIDAK YA 8. Relevansi Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan oleh instansi pemerintah atau swasta apabila hasil yang diteliti / diuji sesuai dengan syarat yang Persiapan Material Untuk Trial AC-WC: 1. Aspal pen 60/70 Singapore 5. Medium aggregate Palu 2. Coarse aggregate Palu 6. Fine aggregate Palu 3. Medium aggregate Sengayam-Paser 7. Pasir Mahakam 4. Fine aggregate Sengayam-Paser Pengujian Material :  Pengujian analisa saringan.  Pengujian berat jenis dan penyerapan agregat.  Pengujian Abrasi (keausan agregat). Persentase Proporsi Campuran Material Fraksi Kasar Palu dan Fraksi Halus – Sedang Sengayam-Paser Persentase Proporsi Campuran Material Palu. Lolos Analisa data Selesai Rancangan Campuran Aspal Beton AC-WC Pembuatan Benda Uji / Briket 1. Sampel material fraksi kasar Palu dan fraksi halus Sengayam Paser 5 kadar aspal x 3 sampel = 15 sampel 2. Sampel material Palu 5 kadar aspal x 3 sampel = 15 sampel 3. Sampel uji perendaman 2 pengujian x 3 sampel = 12 sampel TOTAL = 42 sampel Marshall Immersion Analisa Marshall Tes Marshall
  • 49. 49 ditetapkan dalam merencanakan campuran aspal beton lapis aus (Asphalt Concrete- Wearing Course,AC-WC) dengan menggunakan batuan Sengayamsebagai lapis permukaan konstruksi perkerasan jalan. Dan juga dapat memberikan manfaat bukan hanya bagi penulis tetapi juga bagi pihak-pihak yang saling terkait dan untuk rekan-rekan mahasiswa yang berminat dengan rekayasa transportasi. 9. Jadwal Kegiatan Dalam melakukan penelitian tentunya akan mengalami beberapa kendala. Untuk itu, agar penelitian dapat berjalan sesuai dengan waktu yang diharapkan maka diperlukan jadwal kegiatan. Penelitian terhadap penggunaan material Sengayam dengan material Palu sebagai campuran laston AC-WC ini akan dilaksanakan selama 5 bulan. Adapun jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian adalah sebagai berikut : No. Kegiatan Desember-12 Januari -13 Februari Maret-13 Apr-13 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1 Studi Literatur 2 Penyusunan Proposal 3 Persiapan Bahan 4 Pembuatan Benda Uji 5 Pengujian 6 Analisa Data 7 Penulisan Laporan 10. Daftar Pustaka 1. Asiyanto, (2008). Metode Konstruksi Proyek Jalan. Universitas Indonesia: Jakarta.
  • 50. 50 2. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, 1995, Spesifikasi Umum (A), Buku III. 3. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga,1976, Manual Pemeriksaan Bahan Jalan No. 01/MN/BM/1976. 4. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga,1987, Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (LASTON). 5. Direktorat Jendral Prasarana Wilayah, 2002. Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas, buku 2. Petunjuk Ringkas Dep. Kimpraswil. 6. Sukirman, Silvia, 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. NOVA: Bandung. 7. Sukirman, Silvia, 2003. Beton Aspal Campuran Panas. Granit: Bandung. Samarinda, 1 Januari 2013 Yang mengusulkan, Ketua Program Studi Mahasiswa Johannes E. Simangunsong, ST. MT Annike Fatmawati 19730728 200012 1 001 0909025019
  • 51. 51