Dokumen tersebut membahas justifikasi keberadaan sarana perkeretaapian milik negara di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian. Beberapa poin pentingnya adalah: (1) keberadaan sarana milik negara diperlukan untuk menjalankan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan perkeretaapian; (2) sarana tersebut digunakan untuk mendukung pembangunan prasarana dan peningkatan keselamatan operasional;
Memaksimalkan Waktu untuk Mendapatkan Kampus Impian melalui SBMPTN (1).pptx
Justifikasi sarana milik negara 3
1. 1
JUSTIFIKASI KEBERADAAN
SARANA PERKERETAAPIAN MILIK NEGARA (SMN)
DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERKERETAAPIAN
1.1 Umum
Pemerintah Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian memiliki tugas
dan tanggung jawab di bidang pembangunan perkeretaapian Indonesia. Direktorat
Jenderal Perkeretaapian memiliki tugas pokok dalam perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang perkeretaapian. Dalam melaksanakan tugas pokok, Ditjen
Perkeretaapian menyelenggarakan fungsi:
1) perumusan kebijakan di bidang penyelengggaraan lalu lintas, angkutan, sarana, dan
prasarana transportasi kereta api, serta peningkatan keselamatan transportasi kereta
api;
2) pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan lalu lintas, angkutan, sarana, dan
prasarana transportasi kereta api, serta peningkatan keselamatan transportasi kereta
api;
3) penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penyelenggaraan lalu
lintas, angkutan, sarana, dan prasarana transportasi kereta api, serta peningkatan
keselamatan transportasi kereta api;
4) pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penyelenggaraan
lalu lintas, angkutan, sarana, dan prasarana transportasi kereta api, serta
peningkatan keselamatan transportasi kereta api;
5) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang penyelenggaraan lalu lintas,
angkutan, sarana dan prasarana transportasi kereta api, serta peningkatan
keselamatan transportasi kereta api;
6) pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Perkeretaapian; dan
7) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
1.2 Dasar Justifikasi
Menindaklanjuti Surat Kepala Biro Keuangan dan Perlengkapan No. PL.201/13/20 PHB
2016 tanggal 24 November 2016 perihal Rencana BASTO Sarana BMN kepada PT.
Kereta Api Indonesia (Persero).
1.3 Dasar Hukum
Beberapa Peraturan Perundangan yang terkait dengan Keberadaan Sarana
Perkeretaapian Milik Negara di Lingkungan Direktorat Jenderal Pereketaapian :
1) Undang-Undang 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian;
2) PP Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan perkeretaapian;
3) PP Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api;
4) PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara ;
5) PP Nomor 15 Tahun 2016 tentang Jenis Dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan
Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Perhubungan;
6) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 189 Tahun 2015 Tentang Organisasi Dan
Tata Kerja Kementerian Perhubungan;
7) Peraturan Menteri Keuangan No. 3/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak Oleh Bendahara Penerimaan;
8) Peraturan Menteri Perhubungan No.84 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada
Direktorat Jenderal Perkeretaapian;
2. 2
9) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan
Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan
Terbatas.
1.4 Keberadaan Sarana Perkeretaapian Milik Negara
Pengadaan Sarana Perkeretaapian Milik Negara dilaksanakan dengan berdasarkan pada
Peraturan Perundangan yang berlaku dan dalam rangka menjalankan fungsi
pemerintahan secara umum yang meliputi: PENGATURAN PENGENDALIAN DAN
PENGAWASAN (Tur-Dal-Was). Tugas pemerintah dalam bidang perkeretaapian dalam
pelaksanaan pengaturan, Pengendalian dan pengawasan meliputi aspek prasarana,
sarana dan operasional perkeretaapian.
Pengadaan/keberadaan sarana perkeretaapian milik negara di lingkungan Ditjen
Perkeretaapian pada umumnya didasarkan beberapa kondisi sebagai berikut :
1) Pengadaan sarana perkeretaapian milik negara umumnya adalah dalam rangka
menjalankan fungsi pemerintahan secara umum yang terdiri dari : Pengaturan,
Pengendalian, dan Pengawasan. Keberadaan sarana di pemerintahan berfungsi
untuk menjaga obyektifitas dan kredibilitas sebagai konsekuensi dari peran mengatur,
mengendalikan dan mengawasi. Untuk itu keberadaan sarana perkeretaapian milik
negara dibutuhkan dalam menjalankan peran pemerintahan;
2) Belajar dari pengalaman sejarah bahwa dalam rangka pembangunan dan
peningkatan jalur, bangunan, dan fasilitas perkeretaapian Ditjen Perkeretaapian
sering mengalami kesulitan dan keterbatasan sarana untuk mengangkut material
maupun sarana pengujian. Kesulitan dan keterbatasan tersebut yang menjadi
kendala dalam penyelesaian pembangunannya. Sehingga akhirnya diputuskan
bahwa pemerintah berkepentingan/perlu memiliki sarana tersendiri yang terpisah dari
operator.
3) Penekanan dan perubahan orientasi bahwa pemerintah dalam hal ini Direktorat
Jenderal Perkereaapian menjadi Regulator (pengaur dan penata regulasi) yang baik
dan kuat, perlu didukung dengan fungsi pengendalian dan pengawasan yang baik
dan kuat pula. Regulator yang baik dan kuat tanpa dibarengi dengan fungsi
pengawasan dan pengendalian yang kuat, maka fungsi regulator mengalami kendala
dalam implementasinya;
4) Doing is Believing. Pelaksanaan dan mempraktekkan merupakan pelajaran dan
pengalaman yang baik. Regulator yang baik semestinya juga memiliki kemampuan
dan pengalaman yang baik. Sebagai contoh, analogi sederhana : Seseorang tidak
mungkin mengajari cara mengemudi mobil dengan baik sementara dirinya sendiri
tidak bisa mengemudi mobil. Artinya bahwa keberadaan sarana perkeretaapian milik
negara di lingkungan Ditjen Perkeretaapian merupakan aset yang berfungsi sebagai
wahana dan sarana untuk memahami karakteristik sarana perkeretaapian itu sendiri
dari sisi regulator;
5) Beberapa tugas pokok dan fungsi pemerintahan terkait dengan keberadaan sarana
perkeretaapian milik negara sebagai berikut :
a) Sarana perkeretaapian yang berfungsi untuk mendukung fungsi pembangunan
dan peningkatan jalur dan bangunan perkeretaapian;
b) Sarana perkeretaapian yang berfungsi untuk memeriksa jalur dan bangunan
sehingga dapat mengawasi fungsinya dengan baik;
c) Sarana perkeretaapian yang berfungsi untuk memeriksa jalur dan bangunan
sehingga dapat menyusun perencanaan dalam perawatan serta pemantauan hasil
perawatan;
d) Sarana perkeretaapian yang berfungsi untuk memeriksa jalur dan bangunan
sehingga dapat menyusun dan menilai Safety Assessment dalam rangka
menjamin keselamatan perkeretaapian;
e) Sarana perkeretaapian yang berfungsi untuk melakukan pengujian jalur dan
bangunan sehingga dapat dinilai kelaikannya;
3. 3
f) Sarana perkeretaapian yang berfungsi untuk melakukan pengujian dinamis sarana
perkeretaapian;
g) Sarana perkeretaapian yang berfungsi untuk melaksanakan fungsi kedaruratan /
pertolongan;
h) Sarana perkeretaapian milik negara juga memiliki berfungsi untuk memperoleh
pendapatan bukan pajak yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk peningkatan
kinerja Ditjen Perkeretaapian.
6) Penyerahan dan pelimpahan Sarana milik negara di lingkungan Ditjen
Perkeretaapian kepada PT. KAI (Persero) akan secara langsung menghilangkan
tugas pokok fungsi Balai Perawatan Perkeretaapian (BPWKA)yang merupakan salah
satu fungsi organisasi di lingkungan Ditjen Perkeretapian. Selain itu, Sub Direktorat
Pengelolaan Sarana Milik Negara Direktorat Sarana Perkeretaapian menjadi tidak
lagi memiliki tugas dan fungsi yang relevan;
1.5 Daftar Sarana Perkeretaapian Milik Negara
Sejumlah sarana perkeretaapian milik negara telah berada di lingkungan Direktorat
Jenderal Perkeretaapian. Sesuai dengan karakteritik dan fungsi nya masing-masing
setiap jenis sarana perkeretaapian memilki karakteristik dan penggunaan sesuai dengan
kebutuhan.
4. 4
No. Sarana Jenis Sarana Indeks No. Identitas Tahun Lokasi Unit Keterangan
1 Lokomotif 1.1 Lokomotif
1.1.1 CC 300 12 01
2012 PT. INKA Madiun
2
1.1.2 CC 300 12 03
1.1.3
CC 300 12 02
1
Uji
Kehandalan
1.1.4 CC 300 14 01
2014
BTP Wil. Sumut 1
1.1.5 CC 300 14 02 BTP Wil. Sumsel (Lampung) 1
2 Gerbong
2.1 Datar
2.1.1 GD 40 09 01 s.d 10 2009
PT. INKA Madiun 302.1.2 GD 40 12 01 s.d 10 2012
2.1.3 GD 40 14 01 s.d 10 2014
2.1.4 GD 40 16 01 s.d 10
2016
BTP Wil. Sumut 10
2.1.5 GD 40 16 11 s.d 20 BTP Wil. Sumsel (Lampung) 10
2.1.6 GD 40 14 01 s.d 8 2014
Gudang Prasarana
Perkeretaapian Pekalongan
8
2.2 Terbuka
2.2.1 GB 35 09 01 s.d 10 2009 Daop 1 Jakarta 10
Disewa
Daop 1
Jakarta
2.2.2 GB 35 16 01 s.d 10 2016 BTP Wil. Sumut 10
2.2.3 GB 35 12 01 s.d 10 2012 Daop 7 Madiun 10
Disewa
Daop 7
Madiun
2.2.4 GB 35 16 11 s.d 10 2016 BTP Wil. Sumsel (Lampung) 10
3 Kereta Khusus
3.1 Kereta Inspeksi
3.1.1 SI 3 11 01 2011 BTP Wil. Sumut 1
Kaldera
Toba
3.1.2 SI 3 09 01 2009
PT. INKA Madiun
1 Semeru
3.1.3 SI 3 16 01
2016 2 Merbabu
3.1.4 SI 3 16 02
3.2 Kereta Ukur 3.2.1 SU 3 14 01 2014 1 Ceremai
5. 5
No. Sarana Jenis Sarana Indeks No. Identitas Tahun Lokasi Unit Keterangan
3.3 Kereta
Kedinasan
3.3.1 SI 0 09 01
2009
6
Mahakam
3.3.2 SI 0 09 02 Kapuas
3.3.3 MP3 0 10 03 2010 Martapura
3.3.4 SI 0 11 01
2011
Barito
3.3.5 SI 0 11 02 Kahayan
3.3.6 KI 0 16 01 2016
3.4 Kereta Penolong 3.4.1 SN 0 15 01 2015 Aceh 1
3.5 TMC
3.5.1 SR 3 10 01 2010 Solo 1
3.5.2 SR 3 12 01 2012 Depok 1
3.5.3 SR 3 16 01 2016 Sulsel 1
3.6 Crane
3.6.1 SC 3 05 01
2005
Solo
2 Set
3.6.2 NNW 085 01
3.6.3 NNKW 301001
3.6.4 SC 3 05 02
Bandung3.6.5 NNW 085 02
3.6.6 NNKW 301002
3 Kereta Khusus
3.7 Lori Inspeksi
3.7.1 SK 2 15 01
2015
PT. INKA Madiun 1
3.7.2 SK 2 15 02 BTP Wil. Jatim 1
3.7.3 SK 2 15 03 BTP Wil. Jateng 1
3.7.4 SK 2 15 04 BTP Wil. Sumut 1
3.7.5 SK 2 15 05 BTP Wil. Sumsel 1
3.8 Multi Tie Tamper
3.8.1 SR 3 14 01
2014
Stasiun Sentolo Daop 6
Yogyakarta
1
3.8.2 SR 3 14 02 1
3.8.3 SR 3 14 03 1
3.8.4 SR 3 14 04 1
3.8.5 SR 3 14 05
Divre 1 Sumut 2
3.8.6 SR 3 14 07
6. 6
No. Sarana Jenis Sarana Indeks No. Identitas Tahun Lokasi Unit Keterangan
3.8.7
SR 3 14 06
Stasiun Gedebage Daop 2
Bandung 1
3.9 Kendaraan
Penanganan
Kecelakaan (Rescue
Car)
3.9.1
2012
dan
214
BTP Wil. Sumut 1
3.9.2 BTP Wil. Sumsel (1 unit di
Lampung dan 1 unit di
Palembang)
2
3.9.3
3.9.4
BTP Wil. Jakarta dan
Banten 1
3.9.5 BTP Wil. Jateng 1
3.9.6 BTP Wil. Jatim 1
7. 7
1.6 Kondisi Saat Ini
Selama ini terkait penggunaan/sewa Sarana Milik Negara oleh penyelenggara sarana
dikenakan biaya yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 15 Tahun 2016
Tanggal 27 Mei 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
Berlaku pada Kementerian Perhubungan.
Jenis sarana perkeretaapian milik negara yang diusulkan/diminta PT. KAI (Persero) untuk
di BASTO dapat disampaikan beberapa penjelasan sebagai berikut:
1) Peralatan khusus (Railway Crane) kopel Kereta Penolong dengan identitas SC
3 05 01+SN 0 08 01 dan SC 3 05 02+SN 0 08 02
a) Pengadaan Crane dilaksanakan pada tahun 2004;
b) Tujuan pengadaan alat berat Crane sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK)
adalah agar dapat mengoptimalisasi dan meningkatkan efisiensi proses
penanganan kecelakaan kereta api sehingga dapat meminimalisir kerugian yang
diakibatkan lambatnya penanganan kecelakaan kereta api;
c) Pengadaan Crane oleh Pemerintah dalam hal ini Ditjen Perkeretaapian juga
dikarenakan PT.KAI selaku operator belum mampu melakukan pengadaan sendiri
karena keterbatasan keuangan PT.KAI. keberadaan Crane di Ditjen
Perkeretaapian adalah dalam rangka penanganan darurat (bencana, bahaya dan
penanganan kecelakaan). Bahwa fungsi pemerintah yang bertanggung jawab
terhadap keselamatan seluruh warga negara, sehingga Crane akan tetap berada
di lingkungan Ditjen Perkeretapian sehingga jika terdapat operator lain yang akan
memanfaatkan dapat berkoordinasi dengan Ditjen Perkeretaapian;
d) Pengoperasian Crane untuk penanganan kecelakaan dapat dilakukan oleh PT.
KAI (Persero) sampai Pemerintah memiliki sendiri personel yang memiliki
kualifikasi untuk mengoperasikannya. Perawatan Crane dilakukan oleh Ditjen
Perkeretaapian, mengingat bahwa bahaya dan kecelakaan senantiasa tidak
terduga maka keberadaan di lingkungan Ditjenka sangat relevan untuk fungsi ini;
e) Pada saat ini dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun
2016, penggunaan Crane oleh pihak ketiga atau oleh PT.KAI untuk keperluan
diluar penanganan kecelakaan/penanganan bahaya dikenakan tarif penggunaan
sarana perkeretaapian milik negara. Menjadi PNBP Ditjenka Kemenhub.
2) Kereta Inspeksi SI 3 16 01 – 02 (Merbabu)
a) Pengadaan Kereta Inspeksi dilaksanakan pada tahun 2014-2015;
b) Tujuan pengadaan kereta Inspeksi sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK)
adalah untuk mendukung kelancaran pembangunan prasarana perkeretaapian
dan untuk melakukan inspeksi sewaktu – waktu pembangunan prasarana
perkeretaapian;
c) Kereta inspeksi saat ini digunakan untuk oleh pimpinan Direktorat Jenderal
Perkeretaapian Kementerian Perhubungan dalam rangka memantau
pembangunan prasarana perkeretaapian; inspeksi fungsi dan kondisi prasarana
perkeretaapian, penysunanan perencanaan dan monitoring hasil perawatan
prasarana, dan inspeksi safety assessment, serta inspeksi dalam rangka
pemantauan pelaksanaan persiapan Angkutan Lebaran maupun Natal dan Tahun
Baru;
d) Penjelasan dalam butir c) di atas merupakan wujud dari pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi Ditjenka. Sehingga pelaksanaan tugas pengaturan pengawasan dan
pengendalian menjadi lebih obyektif dan independen;
e) Jika Kereta ini diserahkan kepada PT. KAI maka Ditjenka akan menempuh
prosedur peminjaman pemakaian yang lebih panjang dan pelaksanaan tupoksi
menjadi terhambat.
8. 8
3) Kereta Kedinasan SI 0 09 01 (Mahakam), SI 0 09 02 (Kapuas), MP3 0 10 03
(Martapura), SI 0 11 01(Barito), SI 0 11 02 (Kahayan) dan KI 0 16 01
a) Pengadaan Kereta Kedinasan SI 0 09 01 (Mahakam) tahun 2008, SI 0 09 02
(Kapuas) tahun 2008, MP3 0 10 03 (Martapura) tahun 2009, SI 0 11 01 (Barito)
tahun 2010, SI 0 11 02 (Kahayan) tahun 2010 dan KI 0 16 01 dilaksanakan pada
tahun 2015;
b) Tujuan pengadaan kereta Kedinasan sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK)
adalah untuk mendukung tugas pembinaan Pemerintah di bidang perkeretaapian
dan memudahkan Pemerintah khususnya Ditjen Perkeretaapian melakukan
pengawasan, pengendalian dan pengaturan pembangunan perkeretaapian;
c) Kereta Kedinasan digunakan oleh aparatur negara khususnya Kereta Mahakam
untuk kunjungan kerja khusus Presiden, wakil presiden atau pejabat Tinggi
Pemerintah;
d) Kereta Kedinasan (Martapura) pernah digunakan PT.KAI dan dikenakan tarif
PNBP.
4) Track Motor Car (TMC) SR 3 10 01
a) Pengadaan TMC dilaksanakan pada tahun 2009;
b) Tujuan pengadaan alat berat TMC sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK)
adalah untuk meningkatkan pelayanan dan kelancaran angkutan kereta kereta api,
menjamin kelaikan operasi prasarana. Kereta ini memiliki fungsi pengawasan dan
pengendalian. Dapat berfungsi untuk menyingkirkan hambatan/rintangan jalan;
c) TMC milik negara SR 3 10 01 saat ini disimpan di Depo Lokomotif Solobalapan
dan digunakan sebagai Lokomotif Penolong jika Railbus Solo Bathara Kresna (KA
Keperintisan lintas Purwosari – Wonogiri ) mengalami masalah dilintas/mogok.
5) Gerbong Datar (GD)
a) Pengadaan GD 40 09 01 s.d 10 tahun 2008, GD 40 12 01 s.d 10 tahun 2011, GD
40 14 01 s.d 8 tahun 2013 dan GD 40 16 01 s.d 20 dilaksanakan pada tahun 2015;
b) Tujuan pengadaan Gerbong Datar sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK)
adalah agar target penyelesaian pembangunan prasarana dapat sesuai target
sehingga pemanfaatan dari pembangunan tersebut dapat dirasakan masyarakat,
dan pembangunan prasarana perkeretaapian yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Pengadaan gerbong datar pada dasarnya digunakan untuk mendukung Tugas
Pokok dan Fungsi Ditjen Perkeretaapian dalam pembangunan prasarana
perkeretaapian;
c) Gerbong Datar digunakan untuk mengangkut rel kereta api dalam rangka untuk
mendukung pembangunan atau peningkatan jalur kereta api yang dilaksanakan
Ditjen Perkeretaapian atau Balai Perkeretaapian;
d) Pemanfaatan Gerbong Datar oleh Satker Pembagunan prasarana di lingkungan
Ditjen Perkeretaapian saat ini belum optimal karena terkendala dalam
pengoperasian;
e) Khusus untuk gerbong datar dapat dipergunakan dengan mekanisme pemanfaat
sarana milik negara oleh BUMN dengan dikenakan tarif sewa;
f) Pengadaan gerbong ini didorong kenyataan bahwa terjadi kesulitan dan
keterbatasan ketersediaan sarana dalam rangka mempercepat pembangunan
prasarana perkeretaapian.
6) Gerbong Terbuka (ZZOW)
a) Pengadaan ZZOW GB 35 09 01 s.d 10 tahun 2008, GB 35 12 01 s.d 10 tahun
2011 dan GB 35 16 01 s.d 20 dilaksanakan pada tahun 2015;
b) Tujuan pengadaan Gerbong Terbuka sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK)
adalah agar target penyelesaian pembangunan prasarana dapat sesuai target
9. 9
sehingga pemanfaatan dari pembangunan tersebut dapat dirasakan masyarakat,
dan pembangunan prasarana perkeretaapian yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Pengadaan gerbong datar rel pada dasarnya digunakan untuk mendukung Tugas
Pokok dan Fungsi Ditjen Perkeretaapian;
c) Gerbong Terbuka digunakan untuk mengangkut ballast dalam rangka untuk
mendukung pembangunan atau peningkatan jalur kereta api agar lebih cepat
penyelesainnya;
d) Pemanfaatan Gerbong Terbuka oleh Satker Pembagunan prasarana di lingkungan
Ditjen Perkeretaapian saat ini belum optimal karena terkendala dalam
pengoperasian;
e) Pengadaan gerbong ini didorong kenyataan bahwa terjadi kesulitan dan
keterbatasan ketersediaan sarana dalam rangka mempercepat pembangunan
prasarana perkeretaapian;
f) Khusus untuk gerbong terbuka dapat dipergunakan dengan mekanisme
pemanfaatan sarana milik negara oleh BUMN dengan dikenakan tarif sewa.
7) Peralatan khusus (MTT) sebanyak 7 unit dengan no. Identitas SR 3 14 01 s/d 07;
a) Pengadaan MTT dilaksanakan pada tahun 2013;
b) MTT diadakan dalam rangka penyediaan fasilitas untuk melaksanakan perawatan
prasarana perkeretaapian. Pelaksanaan tugas perawatan pada dasarnya adalah
tugas pemerintah yang dilaksanakan oleh badan penyelenggara. Jadi, sarana ini
adalah dalam rangka mempersiapkankewajiban pemerintah dalam melaksanakan
perawatan prasarana;
c) MTT saat ini digunakan oleh PT KAI (Persero) namun belum dikenakan tarif PNBP.
Sarana ini masih menjadi aset Ditjen Perkeretaapian.
1.7 Konsekuensi BASTO
Berdasarkan uraian dan Telaah Direktorat Sarana di atas, Apabila Sarana Milik Negara
diserahkan kepada PT KAI (Persero) melalui BASTO/PMN dapat disampaikan beberapa
hal berikut:
1) PMN merupakan salah satu opsi dalam pengelolaan Sarana Milik Negara, Namun
Sarana yang diminta Oleh PT KAI (Persero) memiliki tujuan awal pengadaan yang
berkaitan dengan upaya mendukung Tugas Pokok dan Fungsi Ditjen Perkeretaapian
Kementerian Perhubungan;
2) Jenis-Jenis Sarana yang diarahkan menjadi proses untuk PMN adalah jenis sarana
untuk penumpang seperti jenis K3, KRD, Railbus. Jenis sarana tersebut, sejak awal
pengadaan memang diarahkan/digunakan untuk pelayanan kepada masyarakat;
3) Ditjen Perkeretaapian harus selalu menyewa sarana milik PT KAI (Persero) jika
semua sarana diserahkan dan hal tersebut menambah biaya pengoperasian;
4) Jika nilai Aset yang akan di PMN memiliki nilai tertentu dibutuhkan persetujuan
Menkeu, Presiden, atau DPR dan Pilihan ini berimplikasi pada fungsi regulator (TUR-
DAL-WAS) berpotensi tidak berjalan efektif. Jika regulator selalu menggunakan
fasilitas operator, maka bisa menyebabkan obyektifitas penilaian yang rendah;
5) Penyerahan Sarana Milik Negara dapat lebih menghemat anggaran perawatan
namun bisa menyebabkan Balai Perawatan Perkeretaapian dan Subdit Pengelolaan
Sarana Milik Negara menjadi tidak relevan lagi tupoksinya sehingga perlu dihapus
atau reorganisasi;
6) Dampak yang akan terjadi bisa menyebabkan Direktorat Jenderal Perkeretaapian
kehilangan PNBP yang bermanfaat bagi peningkatan kinerja dan kompetensi dimana
Balai Teknik Perkeretaapian dan Para Satker Pembangunan Prasarana atau DJKA
akan mengalami kesulitan untuk melaksanakan tugas pengangkutan rel, bantalan,
ballas, maupun pelaksanaan inspeksi oleh pimpinan Ditjen Perkeretaapian sebagai
regulator;
10. 10
7) Keberadaan Sarana Perkeretaapian Milik Negara di lingkungan Ditjen Perkeretaapian
dapat berfungsi menjadi ajang pembelajaran dan pemahaman tentang pengaturan
dan regulasi yang terkait dengan sarana. Dengan mengelola sarana sendiri, Ditjenka
memiliki nilai lebih dalam memahami karakteristik sarana perekeretaapian sehingga
diharapkan dapat memiliki kemampuan lebih baik sebagai regulator.
1.8 Beberapa Opsi
1) Mekanisme pemanfaatan Sarana Milik Negara dapat dilakukan dengan mekanisme
Kerjasama Pemanfaatan (KSP) sesuai PP 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara. Disatu sisi, masih dimungkinkan adanya pendapat negara dan
disisi yang lain terdapat efisiensi biaya perawatan. Dengan demikian, dapat
menghasilkan Pendapatan bagi Negara dan sarana milik negara tetap terawat;
2) PT. KAI dapat menggunakan Sarana Perkeretaapian dengan melakukan Pinjam
Sewa sebagaimana di ataur dalam ketentuan PP 15 tahun 2016 tentang Jenis Dan
Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian
Perhubungan;
3) Penyertaan Modal Negara, yang harus dijalankan sesuai dengan peraturan dan
ketentuan yang berlaku.
Jakarta, Desember 2016
Direktorat Sarana Perkeretaapian, Ditjen Perkeretaapian