Teks tersebut membahas kajian kinerja pelayanan kepanduan di pelabuhan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja pelayanan kepanduan diidentifikasi, seperti kondisi alur pelayaran, sarana dan prasarana, serta sistem dan prosedur kepanduan. Kajian ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja kepanduan guna meningkatkan keselamatan pelayaran.
1. J.Pen.Transla Vol.12 No 4 halaman 222 - 280 Desember 2010
*) Peneliti Madya pada Puslitbang Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan
Kajian Kinerja Pelayanan
Kepanduan di Pelabuhan
Syafril. KA *)
ABSTRAK
Pelayanan Pandu di pelabuhan adalah merupakan salah satu aspek yang berkaitan
dengan keselamatan kapal, baik yang keluar masuk pelabuhan maupun pada per-lintas
perairan.Dalam pelayanan pemanduan terdapat beberapa aspek yang mem-pengaruhi
kinerja pelayanan pemanduan. Aspek yang terutama adalah kompetensi
dan kesejahteraan Sumber Daya Manusia, pandu, kondisi sarana/ prasarana dan
fasilitas pemanduan, sistem dan prosedur, serta legalitas kegiatan pemanduan.Dari
hasil penelitian di lapangan ditemukan beberapa faktor yang masih kurang mendu-kung
upaya peningkatan kinerja pemanduan, antara lain: kondisi alur pelayaran yang
kurang aman, sarana dan prasarana serta fasilitas yang belum memamadai, belum
optimalnya koordinasi berbagai pihak terkait, dan belum sepenuhnya berjalan prinsip
no service no pay.
Kata kunci : Pelayanan Pandu di pelabuhan
Scout Service Performance
Review in Port
Syafril. KA*)
ABSTRACT
Scout Service at the port is one of the aspects relating to the safety of ships, both
in and out ports as well as on perlintas waters. In scouting service there are some
aspects that affect the performance of pilotage services. Aspects that are particularly
competent and well-being of Human Resources, scout, the facilities / infrastructure
and scouting facilities, systems and procedures, as well as the legality of scouting
activities. From the results of research in the field found several factors that are less
supportive of efforts to improve the performance of pilotage, among others conditions
that are less safe navigation channel, facilities and infrastructure and facilities that have
not adequate, not optimal coordination of various stakeholders, and not fully walk the
principle of no service no pay.
Keywords: Scout Service at the port
2. 257
Kajian Kinerja Pelayanan Kepanduan di Pelabuhan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kegiatan transportasi, terma-suk
transportasi laut, aspek keselamatan
merupakan hal yang terpenting. Sehingga
Departemen Perhubungan sebagai regula-tor
dan penanggung jawab transportasi di
Indonesia mempunyai moto: selamat, aman,
nyaman, tertib/lancar, dan harga terjangkau.
Begitu pentingnya keselamatan di sektor
transportasi, sehingga pada tahun 2007 Men-teri
Perhubungan mencanangkan program ”
Roadmap to Zero Accident”.
Salah satu kegiatan yang sangat erat
kaitannya dengan keselamatan transportasi
laut, adalah kegiatan pemanduan (pilotage).
Pemanduan dilakukan untuk kapal-kapal
yang akan masuk/ keluar pelabuhan, atau
kapal yang melakukan olah gerak di areal
pelabuhan, dan juga bagi kapal-kapal yang
berlayar di wilayah perairan tertentu.Peman-duan
kapal dilakukan karena adanya alur
pelayaran yang memiliki risiko tinggi, seperti
kondisi alur yang relatif sempit dan dangkal,
sangat panjang berkelok-kelok (untuk pelabu-han
sungai), serta adanya ”Obstacle” olah
gerak kapal karena terdapat bangkai kapal
tenggelam dan/atau batuan karang .
Di Indonesia, penyelenggaraan pe-manduan
diatur dalam Undang-undang
Pelayaran dan Peraturan Pemerintah tentang
Kenavigasian, yang aturan pelaksanaan-nya
dituangkan dalam Keputusan Menteri
Perhubungan nomor KM 24 Tahun 2002.
Keputusan Menteri Perhubungan tersebut
secara umum menetapkan aturan antara
lain: mengenai perairan pandu, tata cara dan
persyaratan penetapan perairan pandu, pe-nyelenggaraan
pemanduan, dan pengawas
pemanduan. Kegiatan pemanduan meru-pakan
kewenangan pemerintah, kemudian
didalam pelaksanaannya pemerintah melim-pahkan
kepada operator pelabuhan umum
dan pelabuhan khusus tertentu.
Di dalam Keputusan Menteri Perhubun-gan
mengenai pelimpahan kewenangan
pemanduan tersebut, antara lain ditetapkan
sebagai berikut : PT. (Persero) Pelabuhan
Indonesia I, II, III, IV, dalam melaksanakan
pemanduan diwajibkan :
1. Menyediakan petugas pandu yang
memenuhi persyaratan;
2. Menyediakan sarana bantu dan
prasarana pemanduan yang memenuhi
persyaratan;
3. Memberikan pelayanan pemanduan
secara wajar dan tepat;
4. Melaporkan apabila terjadi hambatan
dalam pelaksanaan pemanduan kepada
pengawas pemanduan;
5. Melaporkan kegiatan pemanduan
setiap 3 bulan kepada Direktur Jenderal
Perhubungan Laut.
Pengaturan tersebut dimaksudkan selain
untuk meningkatkan keselamatan pelayaran
sekaligus juga mendorong para operator
pelabuhan sebagai penyelenggara pemandu
untuk meningkatkan kinerja pelayanan pe-mandu.
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa
kinerja pelayanan pemanduan masih belum
optimal. Karena itu perlu dilakukan Kajian
Kinerja Pelayanan Kepanduan di Pelabuhan,
khususnya pelabuhan umumnya yang dike-lola
oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia
I s/d IV.
B. Tujuan Kajian
Tujuan dari Kajian Kinerja Pelayanan
Pemanduan ini adalah:
1. Untuk melihat sejauh mana PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia I,
II, III, IV melaksanakan ketentuan
pemanduan sebagaimana diwajibkan
oleh Keputusan Menteri Perhubungan,
serta menemukenalkan permasalahan-permasalahan
berdasarkan data dan
informasi faktual dari para pemangku
3. J.Pen.Transla Vol.12 No 4 halaman 222 - 280 Desember 2010
kepentingan/stakeholder.
2. Memberikan rekomendasi kepada
pimpinan Kementerian Perhubungan
dalam upaya meningkatkan kinerja
pemanduan baik dalam rangka
peningkatan keselamatan pelayaran,
sesuai program “Roadmap to Zero
Accident”, maupun kelancaran arus
kapal di pelabuhan.
C. Pola Pikir Kajian
Pola Pikir adalah proses pemahaman
dalam penyelesaian kajian yang berangkat
dari kondisi saat ini, proses dan output yang
akan dihasilkan dalam peningkatan kinerja
pemanduan di Indonesia.
Kajian Kinerja Pelayanan Kepanduan
di Pelabuhan ini didasarkan pada pola pikir
analisis sebagaimana tersaji pada Gambar 1
DASAR HUKUM
A. Peraturan Perundang-Undangan
Terkait
Landasan hukum dalam rangka peny-elenggaraan
pemanduan di Perairan Pandu
adalah sebagai berikut :
1. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992
tentang Pelayaran, yang kemudian
direvisi dengan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2008;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun
2000 tentang Kenavigasian;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun
2001 tentang Kepelabuhanan;
4. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
4. 259
Kajian Kinerja Pelayanan Kepanduan di Pelabuhan
KM.22 tahun 1990 tentang penetapan
kelas perairan pandu;
5. Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor KM. 24 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Kepanduan;
6. Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor KM. 54 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Laut;
7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
KM. 55 Tahun 2002 tentang Pengelolaan
Pelabuhan Khusus;
8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
KM. 62 Tahun 2002 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Administrator
Pelabuhan;
9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
KM. 63 Tahun 2002 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan.
B. Kelas Perairan Pandu
Berdasarkan Keputusan Menteri Per-hubungan
No. KM. 22 tahun 1990 tentang
penetapan kelas perairan pandu, sebagaima-na
telah diubah dengan beberapa Keputusan
Menteri Perhubungan, ditetapkan :
1. Perairan wajib pandu kelas I ;
2. Perairan wajib pandu kelas II ;
3. Perairan wajib pandu kelas III ; dan
4. Perairan pandu luar biasa.
Pelabuhan wajib pandu dan pelabuhan
pandu luar biasa tersebut tersebar di wilayah
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I s/d IV,
dengan rincian sebagai berikut:
C. Pelaksana Pemanduan
Berdasarkan Keputusan Menteri Per-hubungan
No. KM 24 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Pemanduan, dikatakan
bahwa penyelenggaraan pemanduan dilaku-kan
oleh Pemerintah dan pelaksanaannya
dapat dilimpahkan kepada Penyelenggara
pelabuhan laut dan/atau pengelola pelabu-han
khusus. Penyelenggaraan pemanduan
terdiri dari :
1. Unit Pelaksana Teknis/Satuan Kerja
pelabuhan di Pelabuhan Laut yang
diselenggarakan oleh Pemerintah;
2. Unit Pelaksana dari Badan Usaha
Pelabuhan di Pelabuhan Laut yang
diselenggarakan oleh Badan Usaha
Pelabuhan;
3. Pengelola pelabuhan khusus yang
melayani pemanduan untuk kepentingan
sendiri di pelabuhan khusus yang
dikelolanya.
Penyelenggaraan pemanduan di pelabu-han
yang diusahakan, dilimpahkan pelaksa-naannya
kepada PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia I, II, III, IV. Yang di dasarkan pada
Keputusan Menteri Perhubungan, tentang
Pelimpahan Kewenangan Pelaksanaan Pe-manduan
pada Perairan Pandu Pelabuhan
Laut dan Pelabuhan Khusus Tertentu kepada
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia, yaitu :
1. Nomor KM. 284 tahun 2002, untuk Pelindo I;
2. Nomor KM. 285 tahun 2002, untuk Pelindo
II;
3. Nomor KM. 286 tahun 2002, untuk Pelindo
III dan;
4. Nomor KM. 287 tahun 2002 untuk Pelindo IV.
Dalam Keputusan Menteri Perhubungan
tersebut menyatakan bahwa pelaksanaan
5. J.Pen.Transla Vol.12 No 4 halaman 222 - 280 Desember 2010
pelimpahan kewenangan pemanduan di
evaluasi secara berkala setiap 2 (dua) tahun.
Dalam melaksanakan pelayanan pemanduan
hendaknya diberikan secara wajar dan te-pat,
artinya adalah pelayanan pemanduan
dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Pemanduan harus dilakukan dengan
memberikan pelayanan secara wajar
dalam arti pemanduan dilaksanakan
secara fisik dan nyata yaitu pandu
melaksanakan tugas di kapal;
2. Pemanduan harus dilakukan secara
tepat dalam arti pemanduan dilakukan
oleh petugas pandu yang memenuhi
persyaratan, dengan menggunakan
sarana bantu pemanduan yang
memenuhi kapasitas, kemampuan
dan jumlah unit serta sesuai waktu
permintaan;
3. Sarana bantu pemanduan yang
memenuhi kapasitas dan kemampuan
sebagaimana dimaksud di atas meliputi
kapal pandu, kapal tunda dan kapal
kepil yang digunakan dalam keadaan
laik laut (sea-worthiness) dibuktikan
dengan sertifikat yang masih berlaku
sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
ANALISIS DAN EVALUASI
A. Faktor Pengaruh Kinerja Pelayanan
Pemanduan
Kinerja pelayanan pemanduan adalah
jumlah permintaan pandu dibandingkan den-gan
jumlah yang berhasil dipandu pada kurun
waktu tertentu, misalnya dalam kurun waktu 1
tahun.Kinerja pelayanan pemanduan diukur
dengan ketepatan waktu pelaksanaan pe-manduan,
setelah dilakukannya permintaan
pemanduan.Kinerja pelayanan pandu terse-but
dipengaruhi oleh banyak faktor penentu.
Tiga faktor penentu yang paling dominan
dalam menciptakan kinerja pemanduan kapal
adalah ketersediaan kapasitas dan kapabili-tas
sarana dan prasarana pemanduan yakni
kapal pandu, jumlah serta kualitas tenaga
pandu (SDM pandu) dan sistem serta prose-dur
(sispro) pandu.Secara skematis faktor
6. 261
Kajian Kinerja Pelayanan Kepanduan di Pelabuhan
penentu tersebut dapat digambarkan pada
gambar 2 berikut.
B. Identifikasi Permasalahan
Analisis yang dilakukan dalam mengi-dentifikasi
permasalahan yang terjadi pada
setiap pelabuhan survei diuraikan sebagai
berikut:
1. Alur Pelayaran
Dari data yang diperoleh dapat
ditemukenali permasalahan dan kondisi
alur yang menuju pelabuhan sebagai
berikut:
a. Kondisi alam, yaitu pelayanan pandu
pada cuaca buruk, kurang didukung
oleh sarana kapal pandu yang memiliki
tenaga mesin besar;
b. Kondisi alam yang berupa gelombang,
kecepatan arus dan angin juga sangat
berpengaruh terhadap kinerja pelayanan
pemanduan dan kecelakaan kapal antara
lain kapal-kapal saling bersenggolan.
c. Hampir disetiap alur pelabuhan banyak
terdapat kapal penangkap ikan (nelayan)
yang menangkap ikan di alur pelayaran
khususnya pada malam hari, sehingga
sangat mengganggu lalulintas pelayaran
dan aktivitas pelayanan pemanduan dan
hal ini sangat dikeluhkan oleh pengguna
jasa.
d. Pada beberapa alur pelabuhan terdapat
kerangka kapal yang belum diangkat.
Hal ini dikeluhkan oleh pengguna jasa
maupun Pandu.
e. Pada pelabuhan-pelabuhan yang berada
di sungai sering terjadi pendangkalan
alur sebagai akibat erosi di hulu sungai.
Pelabuhan Jambi dan Banjarmasin
adalah meerupakan pelabuhan yang
paling parah tingkat sedimentasinya.
Sehingga jumlah kapal yang dapat
melalui alur tersebut terbatas.
f. Mengingat panjang alur sungai bisa
mencapai 60 mil yang terhitung dengan
kondisi kedalaman yang dangkal
serta terjadinya penyempitan yang
menyerupai leher botol. Hal ini sangat
riskan bagi lalulintas kapal.
g. Letak dermaga dengan kolam pelabuhan
yang sempit dan adanya karang di
kiri kanan alur, mengakibatkan ruang
olah gerak kapal terbatas sehingga
mempunyai tingkat resiko yang sangat
tinggi.
h. Terbatasnya alokasi dana yang
disediakan untuk melakukan pengerukan
alur, sangat berpengaruh dalam
meningkatkan kinerja pemanduan.
Faktor birokrasi dan pelelangan juga
sangat berpengaruh dalam upaya
pengerukan alur.
i. Pada beberapa pelabuhan sering
kesulitan melakukan pemanduan di
malam hari, hal ini antara lain disebabkan
oleh kurang berfungsinya SBNP/ hilang.
j. Konstruksi peralatan bongkar muat/
Conveyor menonjol dari bibir dermaga,
juga sangat mempengaruhi kapal untuk
melakukan olah gerak.
2. Fasilitas Untuk Petugas Pandu
Tidak kalah pentingnya adalah tidak
tersedianya alat-alat komunikasi yang
memadai yang dapat digunakan untuk
kegiatan pemanduan seperti HT, VHF,
SSB, sebab selama ini alat-alat tersebut
sudah rusak atau tua serta sudah
ketinggalan teknologi.Begitu pula dengan
kapal-kapal yang melintasi alur pelayaran
menuju pelabuhan masih banyak yang
tidak dilengkapi sarana komunikasi
seperti radio terutama pada Tug Boat dan
kapal kayu.Untuk menunjang kegiatan
pandu diperlukan fasilitas lain seperti
7. J.Pen.Transla Vol.12 No 4 halaman 222 - 280 Desember 2010
kendaraan operasional dan rumah
dinas. Dibeberapa pelabuhan pandu
tidak disediakan fasilitas rumah dinas,
namun diberikan berupa uang kontrak
untuk rumah. Hal ini mengakibatkan
pandu disuatu pelabuhan tidak tinggal
dalam satu lokasi, yang pada gilirannya
berpengaruh pula pada kesiapan
pandu. Pada sisi lain petugas pandu
yang diberikan uang kontrak rumah
akan mencari rumah yang kurang
sepadan/standar atau sebaliknya uang
pengganti kontrak rumah tersebut
kurang mencukupi untuk mendapatkan
rumah yang layak.
3. Kecepatan Kapal Pandu
Kondisi kapal pandu yang digunakan
untuk operasional pemanduan sangat
bervariatif, dengan kecepatan rata-rata
berkisar antara 3,5 knot sampai dengan
15 knot/jam. Namun berdasarkan
pantauan di lapangan pada umumnya
kapal-kapal pandu sudah banyak
yang berusia tua, begitu juga dengan
ketersediaan masih kurang memadai.
4. Koordinasi
Untuk terlaksananya pemanduan yang
baik diperlukan adanya koordinasi
antara pihak terkait seperti Pelindo,
Adpel dan pengguna jasa (perusahaan
pelayaran). Berdasarkan pantauan,
koordinasi yang dilakukan telah berjalan
dengan baik. Saat ini dibeberapa
pelabuhan yang menjadi obyek survei
telah dan sedang dilakukan koordinasi
antara PT. Pelabuhan dengan Adpel
dalam upaya meningkatkan kompetensi
keterampilan ABK Kapal Tunda dengan
memberikan tambahan pengetahuan
saat akan disijil sebagai Awak Kapal
Tunda.Begitu pula dalam membuat
Prosedur Tetap (PROTAP) pemanduan,
koordinasi dilakukan antara Adpel selaku
pengawasan pemanduan dengan PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia sebagai
penyelenggara jasa pemanduan serta
INSA sebagai wadah yang mengkoordinir
pengguna jasa.
5. Legalitas
Sesuai pasal 16 UU Pelayaran tahun
1992 pandu hanya sebagai Advisor
sedangkan semua tanggung jawab
ada pada nahkoda. Pada UU No.17
Tahun 2008 Pasal199 ayat (3) dikatakan
bahwa pemanduan terhadap kapal tidak
mengurangi wewenang dan tanggung
jawab Nahkoda. Dilihat dari segi keadilan
nampaknya hal ini kurang tepat, sebab
dapat mengurangi rasa tanggung jawab
pandu dalam melaksanakan tugasnya.
Pada sisi lain sampai saat ini peraturan
pelaksanaannya di bawahnya masih di
dasarkan kepada UU yang lama.
6. Pandu di Luar PT. Pelabuhan Indonesia.
Dalam era otonomi daerah telah terjadi
kegiatan/ pelaksanaan pmanduan yang
dilakukan oleh pandu-pandu di luar PT.
Pelabuhan Indonesia. Seperti yang
terjadi di beberapa pelabuhan antara
lain:
a. Sepanjang alur masuk dan keluar
Pelabuhan Dumai dengan panjang alur
pemanduan 52 Mil laut dari Stasiun Pandu
Laut (Morong) ke Kolam Pelabuhan
Dumai, terdapat kegiatan pemanduan
kapal yang dilaksanakan oleh Pandu
Pemda, hal ini sangat mengganggu
bagi pandu Pelindo karena pandu yang
bertugas memandu tidak melaksanakan
komunikasi radio, sehingga pandu yang
bergerak dari/ke
Pelabuhan Dumai harus ekstra hati-hati;
b. Di Batam pandu Pelindo dan pandu
Otorita sering benturan kepentingan,
8. 263
Kajian Kinerja Pelayanan Kepanduan di Pelabuhan
khususnya penggunaan kapal tunda;
c. Di pelabuhan Banten terdapat dualisme
pelayanan pemanduan yang dilakukan
oleh pandu Pemda Kota Cilegon.
7. Sarana.
a. Dalam melaksanakan pemanduan
diperlukan sarana dan prasarana
penunjang kegiatan pemanduan,
meliputi kapal tunda, kapal pandu,
kapal kepil yang memenuhi spesifikasi
baik kualitas maupun kuantitasnya.
Di beberapa pelabuhan yang menjadi
obyek survey masih banyak ditemukan
kendala yang terkait dengan kurangnya
sarana dan prasarana pemanduan,
sehingga mengakibatkan pelayanan
pemanduan dirasakan oleh pengguna
jasa kurang maksimal.
b. Apabila terjadi permintaan pelayanan
pandu pada saat yang bersamaan dari
beberapa kapal, sementara jumlah
sarana kapal pandu terbatas, maka
terpaksa kapal pandu digunakan secara
bergantian.
c. Kondisi kapal tunda yang ada sudah
kurang memadai, sebagai akibat
meningkatnya arus dan ukuran kapal.
d. Hendaknya pemerintah dan operator
pemanduan memenuhi semua
kelengkapan sarana dan prasarana
sesuai dengan standar kelayakan
pelayanan pandu.
8. SBNP
a. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
pada alur pelabuhan baik dilihat dari
kecukupan maupun kehandalannya
masih kurang memadai, sehingga sangat
berpengaruh terhadap kinerja pelayanan
pemanduan terutama pada malam hari.
Kurang cukup dan handalnya SBNP
antara lain disebabkan oleh :
1) Sering terjadinya perusakan atau
pencurian pelampung suar (buoy) oleh
orang yang tidak bertanggungjawab,
serta hilang atau bergesernya buoy
karena tertabrak kapal (tabrak lari);
2) Proses peremajaan SBNP belum optimal
dilakukan sesuai program yang telah
ditetapkan sehingga kondisi SBNP yang
terpasang kurang maksimal.;
3) Kondisi sarana penunjang khususnya
kapal negara Kenavigasian secara
teknis kemampuannya terbatas dalam
melaksanakan pemeliharaan/perawatan
SBNP;
4) Belum memadainya jumlah SDM
Kenavigasian, khususnya petugas
lapangan (awak kapal, penjaga
menara suar, dan lain-lain), serta
rendahnya remunerisasi dan tunjangan
kesejahteraannya bila dibandingkan
dengan resiko pelaksanaan pekerjaan
di perairan (laut/sungai) yang sangat
berbahaya;
5) Belum memadainya anggaran biaya
operasional dan pemeliharaan
penyelenggaraan SBNP pada Distrik-
Distrik Navigasi, serta sangat terbatasnya
anggaran pembangunan SBNP;
b. Banyak dijumpai pada pintu masuk
(ambang luar) alur pelabuhan tidak ada
terpasang peralatan Radar Beacon;
c. Belum optimalnya pelayanan SBNP
sesuai ketentuan IALA (IALA Navguide).
9. SDM Pandu
Dibeberapa pelabuhan survey jumlah
personal pandu berkurang, karena ada
yang menjadi pejabat struktural maupun
pensiun;
10. Sispro
Belum adanya sistem dan prosedur tetap
9. J.Pen.Transla Vol.12 No 4 halaman 222 - 280 Desember 2010
pemanduan yang disesuaikan dengan
kondisi dan perkembangan yang baru,
sistem dan prosedur tetap pemanduan
masih menggunakan yang lama dan
sudah tidak sesuai lagi dengan jumlah
kunjungan kapal yang sudah semakin
meningkat.
11. Tarif
Menurut pendapat pengguna jasa, tarif
yang diberlakukan oleh PT. Pelindo dalam
pemanduan sudah cukup memadai.
Namun Pelindo harus menjalankan
prinsip no pay no service. Di pelabuhan
Makassar tarif jasa pemanduan yang
diberlakukan telah menggunakan sistem
individual port tariff yang dibentuk
berdasarkan kesepakatan bersama
antara pihak Operator Pelabuhan PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia IV
Makassar.
C. Hasil Penilaian Kinerja Pandu
berdasarkan Skala Likert
Hasil penilaian terhadap kinerja
pelayanan pandu diolah dari hasil
penilaian responden sesuai dengan
kuesioner yang disebarkan. Responden
terdiri dari Adpel selaku pengawas
pemanduan di pelabuhan, PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia selaku operator
pemanduan, dan perusahaan pelayaran
selaku pemakai jasa pemanduan. Dari
22 (dua puluh dua) pelabuhan obyek
survey terjaring 18 pelabuhan yang
memberikan penilaian melalui kuesioner.
Namun dari 18 pelabuhan tersebut
hanya data dari 14 pelabuhan yang
dapat diolah sebagai bahan analisis
dan evaluasi.Dari 14 pelabuhan tersebut
diperoleh 104 responden, yang berasal
dari kelompok regulator sebanyak
12 responden, kelompok operator
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia
sebanyak 20 responden, dan kelompok
pengguna jasa pemanduan (Perusahaan
pelayaran/nahkoda) sebanyak
72 responden.Jumlah responden
tersebut diharapkan dapat merupakan
representasi dari penilaian keseluruhan
pelabuhan yang menjadi obyek survey.
10. 265
Kajian Kinerja Pelayanan Kepanduan di Pelabuhan
Pertanyaan yang harus dinilai oleh
responden terdiri dari faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja pelayanan
pemanduan, baik berpengaruh langsung
maupun tidak langsung. Adapun hasil
penilaian tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
D. Upaya Perbaikan Kinerja Pelayanan
Berdasarkan uraian pada analisis identi-fikasi
masalah dan hasil penilaian responden
terhadap kinerja pelayanan pemanduan di
pelabuhan, maka perlu dilakukan langkah
tindaklanjut untuk memperbaiki kinerja pelay-anan
pemanduan di pelabuhan. Langkah
tindak lanjut ditujukan untuk memperbaiki
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kinerja pelayanan pemanduan. Faktor-faktor
tersebut mencakup aspek legalitas, sarana
dan prasarana, fasilitas dan tenaga pandu
(SDM). Secara lebih rinci langkah tindak
lanjut tersebut diuraikan sebagai berikut :
1. Aspek Legalitas
Aspek legalitas ini adalah peraturan
perundangan, penegakan hukum
termasuk sistem dan prosedur yaitu :
a. Harus disiapkan regulasi yang jelas
terkait tugas dan tanggung jawab
petugas pandu selaku advisor, sehingga
pandu lebih mempunyai rasa tanggung
jawab dalam melaksanakan tugas
pemanduannya.
b. Untuk memberikan kepastian kepada
pemakai jasa, maka Administrator
Pelabuhan selaku pengawas pemanduan
segera membuat atau memperbaiki
Protap (prosedur tetap) Pemanduan
yang berkoordinasi dengan PT.
(Persero) Pelabuhan Indonesia sebagai
penyelenggara Pemanduan dan INSA
sebagai wadah yang mengkoordinir
pengguna Jasa.
c. Dalam penegakan hukum, diharapkan
Adpel sebelum menerbitkan SIB agar
konsisten dalam memeriksa aspek-aspek
kelaikan kapal. Dan dipertegas
wewenang pandu untuk tidak memandu
kapal apabila aspek-aspek kelaikan
kapal tidak dipenuhi meskipun ada SIB.
d. Antara SDM pandu dengan pengawas
pandu (Adpel) harus sama-sama
konsisten melaksanakan aturan
keselamatan
e. Dalam upaya mengatasi terjadinya
kegiatan pandu ilegal, maka perlu
dikaji tentang pelimpahan pelaksanaan
penyelenggaraan pemanduan,
sebagaimana di atur pada pasal 8
KM. 24 Tahun 2002. Pemerintah
sebagai penyelenggara pemanduan
dan regulator hendaknya melakukan
tindakan tegas dalam upaya penegakan
hukum.
2. Aspek sarana dan Prasarana serta
Fasilitas
Untuk aspek sarana dan prasarana serta
fasilitas pemanduan perlu dilakukan
langkah-langkah tindak lanjut sebagai
berikut :
a. Pemerintah perlu mengingatkan PT.
(Persero) Pelabuhan Indonesia untuk
melengkapi sarana dan prasarana serta
fasilitas pemanduan sesuai dengan
ketentuan yang ada, sehingga pelayanan
pemanduan dapat dilaksanakan lebih
optimal, dan adanya tindakan pinalti.
b. Dengan banyaknya kapal tunda, kapal
kepil, dan fasilitas lainnya yang sudah
berusia tua dan ketinggalan teknologi,
maka perlu dilakukan penggantian
dengan kondisi dan standar yang
lebih baik, serta harus diikuti dengan
perawatan yang baik dan teratur.
11. J.Pen.Transla Vol.12 No 4 halaman 222 - 280 Desember 2010
c. Untuk mengantisipasi meningkatnya
kunjungan dan ukuran kapal diperlukan
pengadaan kapal tunda dengan daya
tarik/dorong yang besar, karena
umumnya kapal tunda yang ada, sudah
kurang layak.
d. Untuk sarana dan prasarana serta
fasilitas pemanduan lainnya yang masih
baik kondisinya, harus dimanfaatkan
secara optimal.
3. Aspek Sumber Daya Manusia
a. Petugas pandu agar lebih cepat tanggap
dan cekatan dalam memberikan
pelayanan yaitu membantu nahkoda
dalam manuver/olah gerak kapal pada
saat masuk dan keluar pelabuhan.
b. Pandu di pelabuhan-pelabuhan yang
terletak di sungai harus memahami
kondisi alur sungai, baik pada waktu
surut maupun pada waktu pasang yang
dapat mengganggu lalu lintas kapal.
c. Jumlah personil pandu perlu ditambah,
begitu pula dengan kualifikasi/
kompetensi pandu perlu ditingkatkan,
karena frekuensi permintaan pandu
semakin meningkat sebagai akibat
perkembangan ship call yang cenderung
meningkat baik jumlah maupun ukuran
kapal
d. Dari segi SDM diperlukan standarisasi
kualitas pandu terkait dengan sertifikat
diklat yang dimiliki, sehingga perlu
dibangun sistem yang dapat menjamin
pola pembinaan bagi para pandu.
e. Kemampuan penguasaan bahasa
Inggris pandu ditingkatkan sehingga
tidak terjadi mis komunikasi dalam
melakukan pemanduan, terutama kapal-kapal
asing. Peningkatan tersebut dapat
dilakukan melalui kursus atau pelatihan-pelatihan.
f. Pola penggajian pandu perlu dikaji ulang,
mengingat pada umumnya pandu adalah
pelaut-pelaut yang berpengalaman,
yang pada saat bekerja di kapal
mempunyai penghasilan yang jauh
lebih tinggi terutama pelaut-pelaut yang
bekerja pada kapal-kapal asing. Dengan
meningkatnya tingkat gaji/ upah pandu,
akan dapat menarik minat pelaut untuk
menjadi pandu, sehingga kekurangan
tenaga pandu dapat segera teratasi.
g. Tingkat kesejahteraan pandu dan
keluarganya harus diperhatikan,
mengingat pekerjaan pandu mempunyai
tingkat resiko yang tinggi.
h. Sistem pola karir pandu juga harus
lebih jelas, sehingga seorang pandu
dapat meningkatkan karirnya, baik di
manajemen maupun tetap sebagai
tenaga fungsional pandu. Bagi pandu
yang bertugas sebagai tenaga fungsional
pandu diberikan pola karier dengan
sistem kredit point, sehingga pangkatnya
tidak tertinggal dengan pegawai-pegawai
yang memegang jabatan struktural di
manajemen.
4. Sarana Bantu Navigasi/ Komunikasi
Pelayaran.
a. Kondisi Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran (SBNP) yang ada saat ini
kurang mendukung baik dari kecukupan
maupun kehandalannya, terutama
pada malam hari dan cuaca kabut,
sehingga hal tersebut menghambat
kinerja pelayanan pemanduan. Untuk itu
pmerintah dan PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia perlu melakukan koordinasi
dalam upaya peningkatan fungsi SBNP.
b. Adpel perlu melakukan pengawasan
dan penertiban terhadap keberadaan
SBNP, terutama di pelabuhan-pelabuhan
yang sering terjadi pencurian/
perusakan SBNP. Dan melakukan
12. 267
Kajian Kinerja Pelayanan Kepanduan di Pelabuhan
koordinasi dengan instansi keamanan/
polisi. Dengan begitu kecukupan dan
kehandalannya SBNP dapat terjaga.
c. Dalam rangka peningkatan keselamatan
pelayaran diwajibkan agar setiap kapal
yang beroperasi disekitar alur tersebut
untuk mempunyai danmenggunakan
radio komunikasi. Mengingat masih
terdapat banyak kapal yang belum
mempunyai fasilitas peralatan radio
komunikasi.
5. Koordinasi.
a. Dalam rangka meningkatkan dan
terlaksananya keselamatan pelayaran
dimasa mendatang sangat diperlukan
koordinasi yang baik antara Adpel
sebagai penanggung jawab keselamatan
pelayaran disatu sisi dan PT (Persero)
Pelindo sebagai penyelenggara
pemanduan dan pengguna jasa
pemanduan.
b. Pemerintah/ Adpel sebagai regulator
di pelabuhan harus dengan kontinyu
melakukan penertiban terhadap kapal-kapal
penangkap ikan/ nelayan yang
seringkali mengganggu lalulintas
kapal, dengan melakukan pendekatan
dan sosialisasi kepada para nelayan/
masyarakat sekitar pelabuhan.
c. Perlu dilakukan peningkatan koordinasi,
sosialisasi, dan komunikasi, khususnya
pada tingkat operator dilapangan,
agar dapat ditingkatkan “On Time
Performance“ pelayanan Pemanduan
sesuai dengan jadwal waktu pergerakan
kapal.
d. Alur pelayaran pada pelabuhan yang
terletak di sungai, harus lebih mendapat
perhatian dalam perawatan/ pengerukan,
mengingat tingkat sedimentasinya yang
tinggi, sebagai akibat erosi dari hulu.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kinerja pelayanan pandu di pelabuhan,
meskipun telah dilaksanakan cukup baik
oleh para petugas pandu, namun dirasakan
semakin berat dan berisiko tinggi, karena
:Secara umum kinerja pelayanan pemanduan
di pelabuhan-pelabuhan yang dikelola oleh
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I s/d IV
masih menghadapi beberapa kendala antara
lain adalah:
1. Kondisi alam seperti tinggi dan besar
gelombang, kecepatan arus dan
angin,serta alur yang panjang dan
berkelok-kelok;
2. Dari segi legalitas:
a. Pandu sebagai advisor, b i s a
menyebabkan kurangnya rasa tanggung
jawab dalam melaksanakan pekerjaan.
b. Prinsip no service no pay belum sepenuh
di jalankan oleh operator pemanduan,
dengan dalih pelabuhannya adalah
pelabuhan wajib pandu.
3. Banyaknya kegiatan nelayan pada alur
keluar masuk pelabuhan mengakibatkan
kurang amannya lalulintas dan manuver
kapal;
4. Kurang memadainya sarana dan prasana
yang terkait dengan pemanduan (kapal
pandu, kapal tunda, kapal kepil, SBNP),
cukup mempengaruhi pandu dalam
melaksanakan tugasnya. Pada sisi lain
sering terjadi hilangnya SBNP, terutama
pada alur sungai;
5. Kesejahteraan SDM Pandu yang
belum optimal merupakan faktor kunci
dalam meningkatkan kinerja pelayanan
pemanduan, sekaligus enggannya
pelaut berkualitas untuk menjadi pandu;
6. Masih adanya pola pikir dan sikap PT
13. J.Pen.Transla Vol.12 No 4 halaman 222 - 280 Desember 2010
(Persero) Pelabuhan Indonesia I, II, III,
IV, bahwa orientasi kegiatan pemanduan
adalah kegiatan bisnis (usaha), bukan
sebagai kegiatan keselamatan.
B. Saran
1. Untuk mengatasi kondisi alam serta
antisipasi terhadap peningkatan arus
dan ukuran kapal, operator pemanduan
PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I,
II, III, IV agar melakukan peremajaan
kapal pandu (termasuk kapal tunda),
serta sarana bantu dan prasarana
pemanduan lainnya disesuaikan dengan
perkembangan lingkungan strategis;
2. SDM pandu baik kualitas maupun
kuantitasnya agar ditingkatkan,
disesuaikan dengan kecenderungan
kapal yang akan dilayani pada kondisi
eksisting maupun masa datang.
3. Kesejahteraan pandu baik remunerisasi,
tunjangan dan asuransi agar senantiasa
d i t i n g k a tkan sehingga pandu
bekerja lebih tenang dan dapat lebih
meningkatkan kinerjanya.
4. Persyaratan kualifikasi pandu termasuk
sarana bantu dan prasarana pemanduan
yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Perhubungan dan/atau
Keputusan Dirjen Perhubungan Laut,
agar direvisi dan ditingkatkan termasuk
aspek sanksinya.
5. Menyempurnakan Keputusan Menteri
Perhubungan mengenai Pelimpahan
Kewenangan Pelaksanaan Pemanduan
pada perairan pandu kepada PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia I, II, III, IV, dengan
memperketat aspek pengawasan dan
penekanan bahwa pelayanan pandu
merupakan bagian tak terpisahkan
dari pelayanan kepelabuhanan yang
terkait erat dengan aspek keselamatan
pelayaran.
6. Meningkatkan peran Administrator
Pelabuhan dalam melaksanakan
pengawasan pemanduan, dengan
melengkapi sarana dan prasarana yang
diperlukan.
7. Alur pelayaran adalah sebagai jalur
lalulintas kapal dalam berlayar dan
akses keluar/masuk kapal dari dan ke
pelabuhan. Sebagai jalan lalu lintas
kapal, alur harus memenuhi persyaratan
keselamatan pelayaran. Untuk itu maka
alur harus ditetapkan, dipelihara dan
dijaga sehingga dapat dilalui kapal
dengan selamat, aman dan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 24
Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan
Pemanduan.
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992
tentang Pelayaran, yang kemudian
direvisi dengan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2008.
Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2000
tentang Kenavigasian.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001
tentang Kepelabuhanan.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
KM.22 tahun 1990 tentang penetapan
kelas perairan pandu;
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.
54 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan
Pelabuhan Laut.