SlideShare a Scribd company logo
1 of 72
BAB I
PENDAHULUAN
Klimatologi pertanian merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan tentang
hubungan antara keadaan cuaca dan masalah khusus kegiatan pertanian, terutama
membahas pengaruh perubahan cuaca dalam jangka pendek. Pengamatan dan
penelaahan ditekankan pada data unsur cuaca mikro yaitu keadaan dari lapisan
atmosfer permukaan bumi kira-kira setinggi tanaman atau obyek pertanian
tertentu yang bersangkutan. Selain itu dalam hubungan yang luas, klimatologi
pertanian mencakup pula lama musim pertanian, hubungan antara laju
pertumbuhan tanaman atau hasil panen dengan faktor atau unsur-unsur cuaca dari
pengamatan jangka panjang.
Iklim suatu tempat atau daerah dapat ditentukan dengan melihat data cuaca
yang telah terkumpul lama (10-30 tahun). Data tersebut didapatkan dari hasil
pengukuran cuaca dengan alat ukur yang khusus atau instrumentasi klimatologi.
Alat-alat yang digunakan harus tahan lama dari pengaruh-pengaruh buruk cuaca
untuk dapat setiap waktu mengukur perubahan cuaca. Pemasangan alat di tempat
terbuka memerlukan persyaratan tertentu agar tidak salah ukur, dengan
memperhatikan halangan dari bangunan-bangunan ataupun pohon-pohon di dekat
alat, agar data yang diperoleh dapat dibandingkan, kemudian perbedaan data yang
didapat bukanlah akibat kesalahan prosedur, tetapi betul-betul akibat iklimnya
yang berbeda.
Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari berbagai alat dalam
klimatologi beserta fungsinya. Sedangkan tujuan pengukuran adalah untuk
mengetahui cuaca maupun iklim sebagai pendukung kegiatan sehari-hari terutama
kegiatan pertanian. Pengukuran dapat dilakukan dengan cara tradisional atau
dengan teknologi. Pengukuran dengan tradisional misalnya dengan mengamati
tanda-tanda alam. Pengukuran dengan teknologi misalnya dengan pengguanaan
alat atau mesin khusus. Manfaat dari praktikum adalah praktikan dapat
mengetahui dan memahami cara kerja dari berbagai jenis alat klimatologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengukur Intensitas Penyinaran Matahari
2.1.1. Actinograph Bimetal
Komponen utama dari alat ini adalah dua trip bimetal yang bercat hitam
dan putih, yang merupakan sensor, glass dome, plat yang mengatur bimetal,
tangkai, dan pena pencatat. Actinograph bekerja dengan prinsip perbedaan
temperatur 2 strip paralel bimetalic bercat putih dan 2 strip paralel bimetalic
bercat hitam. Masing-masing satu sisi strip putih dan strip hitam dihubungkan.
(Wheler, 2001). Pena pencatat akan bergerak naik atau turun jika terjadi
perbedaan suhu udara yang disebabkan oleh radiasi. Pena tersebut disambung
dengan lempengan, yang apabila terjadi perubahan temperatur akan menyebabkan
perubahan panjang pada lempengan sehingga lempengan tersebut menggerakkan
pena (Tjasyono, 2004).
2.1.2. Gun Bellani
Gun Bellani adalah alat untuk mengukur intensitas penyinaran matahari
(Benyamin, 1994). Gun Bellani terdiri dari evaporator dan Kondensor. Evaporator
dicirikan berwarna hitam dan berbentuk bola tembaga, berada pada tingkat tanah.
Kondensor merupakan bagian bawah batang dikalibrasi menonjol kebawah
permukaan tanah. Cara kerja Gun Bellani adalah dengan memasang alat ini di
pagi hari. Pengukuran dilakukan sekali dalam 24 jam, yaitu pagi hari. Alat dibalik
dan dikembalikan sehingga permukaan air dalam tabung mendekati nol (Tukidi,
2007).
2.2. Pengukur Lama Penyinaran Matahari
2.2.1. Campbell Stokes
Campbell stokes merupakan perekam sinar matahari yang terdiri atas
kaca lensa bulat berdiameter 100 mm (Prawirowardoyo, 1996). Terdapat kartu
yang diperlakukan khusus berubah setiap hari, yaitu kartu pias. Kartu ini akan
terbakar jika terkena sinar matahri yang terang secara langsung. Panjang pias yang
terbakar dinyatakan dalam jam. Pembakaran tersebut dapat menentukan lama
penyinaran matahari cerah untuk hari tersebut (Harrison, 2015).
2.3. Pengukur Suhu Udara dan Tanah
2.3.1. Psychrometre Standar
Psychrometre mengandung 2 buah termometer di perisai radiasi.
Termometer tersebut dilapisi perisai logam untuk melindungi termometer dari
radiasi dan pertukaran udara oleh mesin jarum jam. Psychrometre berfungsi untuk
mengukur kelembaban udara (Harrison, 2015). Alat ini terdiri dari dua
termometer yang terletak secara berdampingan. Satu termometer sebagai bola
kering dan satu yang lain sebagai bola basah yang ditutupi dengan kain muslin
tipis yang dibasahi dengan air suling sebelum pengamatan. Waktu pembacaan
termometer bola kering akan lebih dulu terbaca kemudian bola basah. Suhu udara
yang ditunjukkan termometer bola kering lebih mudah berubah daripada
termometer boa basah (Srivasteva, 2008). Kain muslin perlu diganti dua minggu
atau sebulan sekali. Psychrometre murupakan alat yang paling banyak digunakan
untuk pengukuran kelembaban.
2.3.2. Termometer Tanah Gundul
Termometer ini menggunakan ciran air raksa dan diletakkan di tanah
yang permukaan tanahnya gundul. Termometer tanah gundul berfungsi untuk
mengukur suhu tanah dengan kedalaman berbeda-beda (Hendayana, 2012). Suhu
tanah yag diukur pada umumnya dengan kedalaman 0 cm, 2 cm, 5 cm, 10 cm, 20
cm, 50 cm, dan 100 cm. Temperatur suhu permukaan tanah yang tanpa vegetasi
dapat diukur dengan menggunakan termometer gundul (Cui, 2013).
2.4. Pengukur Tekanan Udara
2.4.1. Barometer
Barometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur tekanan udara.
Dalam klimatologi, barometer digunakan dalam peramalan cuaca, dimana tekanan
udara yang tinggi menandakan cuaca yang cukup bersahabat, sedangkan tekanan
udara yang rendah menandakan kemungkinan adanya badai. Alat ini bisa dibawa
atau diletakkan di suatu tempat yang selanjutnya alat ini akan menunjukkan
besarnya tekanan udara pada tempat tersebut (Sriworo, 2006). Barometer
menggunakan skala mm air raksa (mmHg) atau atmosfer (atm). Barometer secara
otomatis dapat mencatat tekanan-tekanan udara selama jangka waktu tertentu
(Utoyo, 2007).
2.4.2. Barograph
Barograph adalah instrumen portabel untuk merekam otomatis dan terus-
menerus atmosfer di lokasi tertentu. Barograph merupakan alat yang berfungsi
sebagai pencatat tekanan udara (Stanhill, 2001). Sensor menggunakan tabung
hampa udara. Bila tekanan atmosfer berubah, maka volume kotak berubah. Cara
kerja barograph adalah perubahan tekanan udara permukaan logam yang tipis,
dan perubahan ini diteruskan secara mekanik dengan pena yang bergerak diatas
kertas yang menempel pada sebuah drum (Tjasyono, 2004).
2.5. Pengukur Arah Angin
2.5.1. Cup Counter Anemometer
Cup counter anemometer merupakan anemometer sederhana. Cup
counter anemometer berfungsi untuk mengukur kecepatan rata-rata angin selama
satu periode pengamatan (Pangestu et al., 2014). Jarum penunjuk suatu kecepatan
bergerak bila ada angin. Pemasangan Cup counter anemometer adalah di tempat
lapang yag terbuka, karena mempengauhi besaran yang akan diukur. Alat ini
dipasang pada ketinggian 2 meter diatas tanah. Tetapi bila ada halangan, alat
dipasang pada ketinggian 10 – 15 meter diatas tanah. Pada Cup counter
anemometer terdapat tiga buah cup. Cup yang berjumlah tiga buah akan memutar
pada satu tiang yang dihubungkan pada counter (As’ar, 2011)
2.5.3. Anemometer
Anemometer merupakan alat yang berfungsi untuk mengukur satu
komponen atau lebih kecepatan angin (Uly, 2013). Ketika angin bertiup,
anemometer akan berputar dan kecepatan angin akan ditunjukkan oleh spidometer
yang tertera pada alat. Alat ini harus dipasang dengan ketinggian 10 meter dan
diletakkan di tempat terbuka dengan jarak dari penghalang sejauh 10 kali dari
tinggi penghalang agar hembusan angin tidak terhalang oleh bangunan maupun
tumbuhan dengan ukuran besar (Sriworo, 2006). Tiang anemometer dipasang
dengan menggunakan 3 buah kawat penahan tiang. Salah satu kawat penahan
tiang berada pada arah utara dari tiang anemometer dan antar kawat penahan tiang
membentuk sudut 120°.
2.6. Pengukur Kelembaban Udara
2.6.1. Thermohygrograph
Thermohygrograph adalah alat yang merupakan gabungan dari dua
instrumen yaitu thermograph dan hygrograph yang mempunyai fungsi untuk
mengukur suhu dan kelembaban udara relatif secara otomatis (Prasada, 2008).
Thermohygrograph memiliki satuan derajat celcius (°C) dan persentase (%)
(Tukidi, 2007). Thermohygrograph terdiri dari dua macam, yaitu
Thermohygrograph harian dan mingguan. Thermohygrograph harian mengukur
suhu dan kelembaban relatif per jam, sedangkan thermohygrograph mingguan
akan mendapatkan catatan ukuran suhu dan kelembaban relatif dalam jangka
waktu satu minggu. Bagian atas thermohygrograph digunakan untuk mengukur
suhu, sedangkan bagian bawah digunakan untuk mengukur kelembaban
(Hendayana, 2012).
2.7. Pengukur Evaporasi Air
2.7.1. Open Pan Evaporimeter
Open pan evaporimeter merupakan alat yang berfungsi untuk mengukur
tingkat penguapan, dengan menggunakan wadah air terbuka (Rayner, 2006).
Penguapan evaporasi setiap harinya dikumpulkan dalam waktu yang lebih lama
(biasanya beberapa minggu atau bulan), dan hasilnya dikalikan koefisien panci.
Semakin luas permukaan panci, maka semakin mendekati penguapan yang
sebenarnya terjadi pada permukaan danau, waduk, sungai, dan lainnya. Sekeliling
alat perlu ditumbuhi rumput-rumput pendek, karena pada permukaan tanah yang
gundul akan memyebabkan evaporasi atau penguapan yang terukur tinggi. Alat
open pan evaporimeter dilengkapi dengan termometer apung serta cup counter
anemometer yang tingginya 0,5 m (Tukidi, 2007).
2.8. Pengukur Curah Hujan dan Kualitas Air Hujan
2.8.1. Penakar Hujan Observasi (OBS)
Alat penakar hujan adalah alat untuk mrngukur jumlah curah hujan yang
turun ke permukaan tanah per satuan luas ( Sriworo, 2006). Pengamatan
dilakukan sekali dalam 24 jam yaitu pada pagi hari. Hujan yang diukur adalah
hujan kemarin bukan hujan hari ini. Banyaknya curah hujan dinyatakan dalam
satuan milimeter (mm). Jumlah air hujan yang tertampung, diukur dengan gelas
ukur yang sudah dikonversi kedalam satuan tinggi. Luas penampangnya adalah
100 cm, sehingga untuk dihasilkan satuan mm perlu dibagi 10. Penakar hujan
Observasi (OBS) merupakan jenis penakar hujan non recording atau manual
(Wilhelmus et al., 2014).
2.8.2. Penakar Hujan Tipe Hellman
Alat penakar curah hujan tipe Hellman memiliki fungsi untuk mencatat
intensitas curah hujan atau tingkat kelebatannya (Tukidi, 2007). Alat ini
merupakan suatu alat penakar hujan yang recording atau otomatis dapat mencatat
sendiri, dengan mencatat jumlah curah hujan yang terkumpul dalam bentuk garis
vertikal yang tercatat pada kertas pias. Pengamatan dengan menggunakan alat ini
dilakukan setiap hari pada jam tertentu. Penakar curah hujan tipe Hellman
dipasang dengan ketinggian 120 cm dari permukaan tanah sampai ke corong
penakar dan luas penampang corong 200 cm2 (Hendayana, 2012). Alat pengukur
curah hujan tipe Hellman dapat mengalami kerusakan atau gangguan sewaktu-
waktu yang mengakibatkan hilangnya beberapa data curah hujan
(Bunganaen, 2013).
2.8.3. Automatic Rain Sampler
Automatic rain sampler merupakan alat yang digunakan untuk
mengambil sampel hujan. Sampel hujan yang diambil adalah sampel Wet dan Dry
(Tjasyono, 2004). Prinsip kerja automatic rain sampler adalah jika terjadi hujan
maka sensor akan memberikan trigger kepada sistem kontrol untuk membuka atau
menutup tempat penampungan air yang digerakkan oleh motor listrik. Selama
hujan penutup akan tetap terbuka, sedangkan jika hujan berhenti maka penutup
akan bergerak ke posisi semula, sehingga air hujan yang tertampung tidak terkena
kotoran yang lain. ( Sriworo, 2004).
2.9. Pengukur Kualitas Udara
2.9.1. High Volume Sampler
High volume sampler merupakan alat yang berfungsi untuk mengambil
sampel Suspensious Particle Matter (SPM) (Tukidi, 2007). SPM merupakan
partikel padat yang melayang diudara. Prinsip kerja pada high volume sampler
adalah udara yang mengandung debu dari luar dihisap dengan menggunakan
pompa hisap flow rate 40 s/d 60 cvm, maka partikel debu dengan ukuran kurang
dari 10 micron meter akan terhisap pada permukaan filter microfiber dengan
porositas 0,3 micron. Debu tersebut akan menempel pada kertas filter dan
dihitung konsentrasinya dengan cara kertas filter ditimbang sebelum dan sesudah
sampling. Disamping itu, waktu sampling juga dicatat sehingga didapat
konsentrasi debu tersebut (Nurjazuli et all., 2010).
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Klimatologi dengan materi Alat-Alat Klimatologi dilaksanakan
pada hari Senin, 11 Mei 2015 pukul 08.00 – 12.00 WIB di Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Semarang.
3.1. Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat-alat klimatologi
sebagai objek untuk mengetahui fungsinya. Alat yang digunakan antara lain
kamera sebagai alat untuk mendokumentasikan alat klimatologi dalam bentuk
foto, alat tulis untuk mencatat nama alat beserta fungsinya.
3.2. Metode
Metode pada praktikum Pengamatan Alat-Alat Klimatologi yaitu dengan
mengunjungi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kemudian
mendokumentasikan semua alat klimatologi yang ada di taman alat serta mencatat
fungsi masing-masing alat untuk kemudian mencocokkan literatur mengenai
fungsi dan prinsip kerja alat sebagai pendukung pengamatan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Actinograph Bimetal
Berdasarkan praktikum Klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai
berikut :
Sumber: Data Primer Praktikum
Klimatologi, 2015
Ilustrasi 1. Actinograph Bimetal
Berdasarkan pengamatan di lapangan, alat ini bernama actinograph
bimetal. Alat ini berfungsi sebagai alat pengukur atau pencatat secara otomatis
intensitas matahari. Bimetal (dwilogam) merupakan komponen utama dari alat ini.
Bimetal adalah sensor yang peka terhadap sinar matahari, berwarna hitam mudah
menyerap radiasi surya. Panas karena radiasi yang diserap ini membuat bimetal
melengkung. Besarnya lengkungan sebanding radiasi yang diterima sensor.
Lengkungan ini disampaikan secara mekanis ke jarum penulis diatas pias yang
berputar menurut waktu. Hasil rekaman sehari ini berebentuk grafik. Luas grafik
atau integral dari grafik sebanding dengan jumlah radiasi surya yang ditangkap
oleh sensor selama sehari. Hal ini sesuai dengan pendapat Wheler (2001) yang
menyatakan bahwa komponen utama dari actinograph bimetal adalah dua trip
bimetal yang bercat hitam dan putih, yang merupakan sensor, glass dome, plat
yang mengatur bimetal, tangkai, dan pena pencatat. Pendapat tersebut diperkuat
oleh Tjasyono (2004) yang menyatakan bahwa pena pencatat akan bergerak jika
terjadi perbedaan suhu udara yang disebabkan oleh radiasi.
4.2. Gun Bellani
Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai
berikut :
Sumber : Data Primer Praktikum
Klimatologi, 2015
Ilustrasi 2. Gun Bellani
Berdasarkan pengamatan dilapangan, alat ini bernama gun bellani. Alat ini
berfungsi untuk mengukur intensitas matahari. Pengamatan atau pengukuran
dilakukan satu kali dalam 24 jam (pukul 07.00 pagi). Hal ini sesuai dengan
pendapat Benyamin (1994) yang menyatakan bahwa gun bellani adalah alat yang
digunakan untuk mengukur intensitas penyinaran matahari. Pengukuran dilakukan
dengan cara memasang alat di pagi hari, alat dibalik dan dikembalikan sehingga
permukaan air dalam tabung mendekati nol. Air dalam alat ini volumenya
konstan. Bila terkena cahaya matahari, akan menguap dan berkondensasi sehingga
air turun ke bawah. Hal ini sesuai dengan pendapat Tukidi (2007) yang
menyatakan bahwa cara kerja dari alat gun bellani adalah dengan memasang alat
di pagi hari, alat di balik dan dikembalikan sehingga permukaan air dalam tabung
mendekati nol.
4.3. Campbell Stokes
Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai
berikut :
Sumber: Data Primer Praktikum
Klimatologi, 2015
Ilustrasi 3. Campbell Stokes
Berdasarkan hasil pengamatan, alat ini bernama campbell stokes yang
berfungsi sebagai alat pencatat lama penyinaran matahari. Alat ini berebentuk
kaca bulat dan diadalamnya terdapat air raksa. Selain itu alat ini memiliki pias
yang akan terbakar jika intensitas penyinaran matahari tinggi. Pias diganti setiap
hari pada pukul 07.00 WIB. Hal ini sesuai dengan pendapat Prawirowardoyo
(1996) yang menyatakan bahwa campbell stokes merupakan perekam sinar
matahari yang terdiri atas kaca lensa bulat berdiameter 100 mm. Prinsip alat
adalah pembakaran pias. Panjang pias yang terbakar dinyatakan dalam jam. Pada
keadaan matahari terang, pias akan terbakar sehingga yang terukur adalah lama
penyinaran surya terang. Hal ini sesuai dengan pendapat Harrison (2015) yang
menyatakan bahwa pias ditaruh pada titik api bola lensa, agar pembakaran
tersebut dapat menentukan sinar matahari cerah untuk hari tersebut. Pembakaran
pias erlihat seperti garis lurus di bawah bola lensa. Kertas pias adalah kertas
khusus yang tak mudah terbakar kecuali pada titik api lensa. Alat dipasang di
tempat terbuka, yang tidak ada halangan ke arah timur matahari terbit dan ke barat
matahari terbenam. Kemiringan sumbu bola lensa disesuaikan dengan letak
lintang setempat. Posisi alat tidak berubah sepanjang waktu, tetapi pemakaian pias
dapat diganti-ganti setiap hari pada pukul 07.00 pagi.
4.4. Psychrometre Standar
Berdasakan praktikum klimatologi, didapat alat kliamtologi sebagai
berikut :
Sumber: Data Primer Praktikum
Klimatologi, 2015
Ilustrasi 4. Psycrometer Standar
Berdasarkan pengamatan di lapangan, alat ini bernama psychrometre
standar yang berfungsi sebagai pengukur suhu udara (°C) dan kelembaban udara
(%). Hal ini sesuai dengan pendapat Harrison (2015) yang menyatakan bahwa
psychrometre standar berfungsi untuk mengukur kelembaban udara. Alat ini
terdiri dari Termometer bola basah dan termometer bola kering. Termometer bola
basah digunakan untuk mengukur kelembaban udara, sedangkan termometer bola
kering digunakan untuk mengukur suhu udara. Pada termometer bola basah
ditutupi dengan kain muslin yang dibasahi dengan air suling. Air pembasah harus
dalam keadaan bersih dan jernih. Hal ini sesuai dengan pendapat
Srivasteva (2008) yang menyatakan bahwa dalam psychrometer standar,
termometer terletak secara berdampingan. Satu termometer sebagai bola kering
dan satu yang lain sebagai bola basah yang ditutupi dengan kain muslin tipis yang
dibasahi dengan air suling sebelum pengamatan.
4.5. Termometer Tanah Gundul
Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai
berikut :
Sumber : Data Primer Praktikum
Klimatologi, 2015
Ilustrasi 5. Termometer Tanah.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, alat ini bernama termometer tanah
gundul. Alat ini berfungsi untuk mengukur suhu tanah. Prinsipnya sama dengan
termometer air raksa yang lain, hanya aplikasinya digunakan untuk mengukur
suhu tanah dari kedalaman 0, 5, 10, 20, 50 dan 100 cm. Kedalaman 50 dan 100
cm harus tanam sebuah tabung silinder untuk menempatkan termometer agar
mudah untuk melakukan pembacaan. Kedalaman 0-20 cm, cukup dengan
membenamkan bola tempat air raksa sesuai dengan kedalaman yang diperlukan.
Hal ini sesuai dengan pendapat (Hendayana, 2012) yang menyatakan bahwa
termometer tanah gundul berfungsi untuk mengukur suhu tanah dengan
kedalaman yang berbeda. Termometer ini menggunakan cairan air raksa dan
diletakkan di tanah yang permukaan tanahnya gundul. Pendapat tersebut diperkuat
oleh Cui (2013) yang menyatakan bahwa temperatur suhu permukaan tanah tanpa
vegetasi dapat diukur dengan menggunakan termometer gundul.
4.6. Barometer
Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai
berikut :
Sumber: Data Primer Praktikum
Klimatologi, 2015
lustrasi 6. Barometer
Berdasarkan pengamatan alat-alat klimatologi diperoleh hasil bahwa
barometer merupakan suatu alat yang diguanakan sebagai pengamatan dilapangan
untuk mengukur tekanan udara dengan satuan milibar (mb). Tabung berisi air
raksa yang dilengkapi termometer untuk mengetahui suhu udara dalam ruangan.
Alat ini tidak boleh terkena sinar matahari dan angin langsung dipasang tegak
lurus pada dinding yang kuat memiliki tinggi bejana 1 meter dari lantai. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Sriworo (2006) yang menyatakan bahwa
barometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur tekanan udara. Pendapat
tersebut diperkuat oleh Utoyo (2007) yang menyatakan bahwa barometer
menggunakan skala mm air raksa (mmHg) atau atmosfer (atm).
4.7. Barograph
Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai
berikut :
Ilustrasi 7. Barograph
Berdasarkan pengamatan dilapangan alat ini bernama Microbarograph
yang berfungsi sebagai alat pencatat tekanan udara secara otomatis di dalam
ruangan dengan satuan milibar (mb). Prinsip kerja alat ini menggunakan sensor
Sumber: Data Primer Praktikum
Klimatologi, 2015
menggunakan tabung hampa udara atau kotak logam yang hampa udara yang
terbuat dari logam yang sangat lenting. Bila tekanan atmosfer berubah maka
tekanan udara pada permukaan logam berubah. Perubahan suhu permukaan logam
di hubungkan dengan tangkai pena dan menggores di pias. Hal ini sesuai dengan
pendapat Stanhill (2001) yang menyatakan bahwa barograph merupakan alat
pencatat tekanan udara. Hal tersebut diperkuat oleh Tjasyono (2004) yang
menyatakan bahwa sensor menggunakan tabung hampa udara. Bila tekanan
atmosfer berubah, maka volume kotak berubah.
4.8. Cup Counter Anemometer
Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebeagai
berikut :
Sumber: Data Primer Praktikum
Klimatologi, 2015
Ilustrasi 8. Cup Counter Anemometer
Berdasarkan pengamatan dilapangan alat ini bernama cup counter
anemometer. Alat ini berfungsi sebagai pengukur kecepatan angin rata-rata per
hari (km/jam). Prinsip kerja alat ini seperti spedometer sepeda motor dengan
satuan km/jam. Selisih pembacaan angka per 24 jam. Mengukur kecepatan angin
harus ada angin yang ditandai dengan tiga buah cup pada cup counter anemometer
yang bergerak. Hal ini sesuai dengan pendapat Pangestu et al. (2014) yang
menyatakan bahwa cup counter anemometer berfungsi untuk mengukur kecepatan
rata-rata angin selama satu periode pengamatan. Pendapat tersebut diperkuat oleh
As’ar (2011) menyatakan bahwa cup yang berjumlah tiga buah aka memutar pada
satu tiang yang dihubungkan pada counter.
4.9. Anemometer
Berdasarkan praktikum klimatologi, didapt alat klimatologi sebagai
berikut :
Sumber: Data Primer Praktikum
Klimatologi, 2015
Ilustrasi 9. Anemometer
Berdasarkan pengamatan dilapangan alat ini bernama Anemometer 8m dan
10m. Alat ini berfungsi sebagai pencatat arah dan kecepatan angin sesaat. Adanya
hembusan angin yang mengenai baling – baling pada perangkat tersebut, akan
menyebabkan baling-baling tersebut berputar. Putaran baling-baling tersebut akan
dikonversi menjadi sebuah besaran dalam bahasa matematika. Baling-baling
digunakan alat yang menangkap suatu rangsangan berupa hembusan angin. Hal
ini sesuai dengan pendapat Uly (2013) yang menyatakan bahwa fungsi
anemometer yaitu untuk mengukur satu komponen atau lebih kecepatan aliran
angin. Alat ini harus dipasang dengan ketinggian 10 meter dan berada di tempat
lapang yang bebas dari bangunan dan tumbuhan besar agar adanya hembusan
angin mengenai baling-baling pada perangkat tersebut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sriworo (2006) yang menyatakan bahwa alat ini harus diletakkan di
tempat terbuka agar hembusan angin tidak terhalang oleh bangunan maupun
tumbuhan degan ukuran besar.
4.10. Thermohygrograph
Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai
berikut :
Sumber: Data Primer Praktikum
Klimatologi, 2015
Ilustrasi 10. Thermohygrograph
Berdasarkan pengamatan dilapangan alat ini bernama Thermohygrograph
yang befungsi sebagai pencatat suhu udara dan kelembaban udara. Alat ini
merupakan gabungan dari Thermograph dan Hygrograph. Prinsip kerja alat ini
menggunakan sensor suhu terbuat dari logam, bila udara panas logam memuai dan
menggerakan pena keatas, bila udara dingin mengkerut gerakan pena turun.
Sensor kelembaban udara terbuat dari rambut manusia, bila udara basah. Rambut
memanjang dan bila udara kering rambut memendek, dengan menggunakan kertas
pias sebagai hasil yang dilihat. Pada kertas pias bagian atas menunjukkan suhu
sedangkan bagian bawah kertas menunjukkan kelembaban. Hal ini sesuai dengan
pendapat Prasada (2008) yang menyatakan bahwa Thermohygrograph merupakan
instrumen yang mengukur suhu dan kelembaban relatif. Pendapat tersebut
diperkuat oleh Hendayana (2012) yang menyatakan bahwa bagian atas kertas
digunakan untuk mengukur suhu, sedangkan bagian bawah kertas digunakan
untuk mengukur kelembaban.
4.11. Open Pan Evaporimeter
Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai
berikut :
Sumber: Data Primer Praktikum
Klimatologi, 2015
Ilustrasi 11. Open Pan Evaporimeter
Berdasarkan pengamatan dilapangan alat ini bernama open pan
evaporimeter yang berfungsi untuk mengukur penguapan air (mm). Alat ini
dilengkapi dengan termometer apung dan cup counter anemometer setinggi 0,5
meter. Termometer apung berfungsi untuk mengukur suhu air, sedangkan cup
counter anemometer berfungsi untuk mengukur kecepatan angin. Prinsip kerja
alat ini yaitu air yang terisi didalamnya akan mengalami penguapan dan diukur
pengurangan volume dan suhu air tersebut. Pengukuran air yang hilang melalui
penguapan bertujuan untuk mengetahui kesetimbangan air antara yang didapat
melalui curah hujan dan air yang hilang. Pengamatan dilakukan satu kali dalam 24
jam yaitu pagi hari. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rayner (2006) yang
menyatakan bahwa open pan evaporimeter merupakan alat yang berfungsi untuk
mengukur tingkat penguapan, dengan menggunakan wadah air terbuka. Pendapat
tersebut diperkuat oleh Tukidi (2007) menayatakan bahwa alat open pan
evaporimeter dilengkapi dengan termometer apung dan cup counter anemometer
dengan ketinggian 0,5 m. Penguapan evaporasi setiap harinya dikumpulkan dalam
waktu yang lebih lama (biasanya beberapa minggu atau bulan), dan hasilnya
dikalikan kofisien panci.
4.12. Penakar Hujan Observasi
Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai
berikut :
Sumber: Data Primer Praktikum
Klimatologi, 2015
Ilustrasi 12. Penakar Hujan Observasi
Berdasarkan pengamatan dilapangan alat ini bernama Penakar Hujan
Observasi (OBS) yang berfungsi sebagai alat pengukur hujan dengan satuan
millimeter (mm). Penakar hujan OBS bersifat manual. Curah hujan di ukur
dengan gelas penakar setiap jam 07.00 pagi, dimana setiap 1 mm air hujan yang
ditakar sama dengan 10 cc. Hal ini sesuai dengan pendapat Sriworo (2006) yang
menyatakan bahwa alat penakar hujan adalah alat untuk mengukur jumlah curah
hujan yang turun ke permukaan tanah per satuan luas. Pendapat tersebut diperkuat
oleh Wilhelmus et al. (2014) yang menyatakan bahwa penakar hujan OBS
merupakan jenis penakar hujan non recording atau manual.
4.13. Penakar Hujan Tipe Hellman
Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai
berikut :
Sumber: Data Primer Praktikum
Klimatologi, 2015
Ilustrasi 13. Penakar Hujan Tipe Hellman
Berdasarkan pengamatan dilapangan alat ini bernama Penakar Hujan Tipe
Hellman yang berfungsi sebagai pencatat instensitas curah hujan atau tingkat
kelebatannya dengan satuan milimeter (mm). Hal ini sesuai dengan pendapat
Tudiki (2007) yang menyatakan bahwa alat penakar curah hujan tipe Hellman
memiliki fungsi untuk mencatat intensitas curah hujan atau tingkat kelebatannya.
Penakar hujan tipe ini merupakan penakar hujan berjenis recording atau otomatis.
Bila air hujan terukur setinggi 10 mm, siphon bekerja mengeluarkan air dari
tabung penampungan dengan cepat, kemudian siap mengukur lagi dan kemudian
seterusnya. Pada penampung terdapat pelampung yang dihubungkan dengan
jarum pena penunjuk yang secara mekanis membuat garis pada kertas pias posisi
dari tinggi air hujan yang tertampung, tetapi data tersebut dapat hilang sewaktu
waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Bunganaen (2013) yang menyatakan
bahwa alat pengukur curah hujan tipe Hellman dapat mengalami kerusakan atau
gangguan sewaktu-waktu yang mengakibatkan hilangnya beberapa data curah
hujan.
4.14. Automatic Rain Sampler
Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai
berikut :
Sumber: Data Primer Praktikum
Klimatologi, 2015
Ilustrasi 14. Automatic Rain Sampler
Berdasakan pengamatan dilapangan alat ini bernama automatic rain
sampler yang berfungsi sebagai alat penampung air hujan yang akan diuji
kemasamannya (pH). Hal ini sesuai dengan pendapat Tjasyono (2004) yang
menyatakan bahwa automatic rain sampler merupakan alat yang digunakan untuk
mengambil sampel hujan. Menggunakan alat ini air hujan tidak akan tercemar
atau terkontaminasi. Prinsip kerja alat ini yaitu jika terjadi hujan maka sensor
akan memberi trigger kepada sistem kontrol untuk membuka tutup tempat
penampungan air hujan yang digerakan oleh motor listrik, selama hujan turun
penutup tersebut tetap terbuka, kemudian setelah hujan berhenti maka penutup
akan bergerak kembali keposisi semula. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sriworo (2006) yang menyatakan bahwa selama hujan penutup akan tetap
terbuka, sedangkan jika hujan berhenti maka penutup akan bergerak ke posisi
semula, sehingga air hujan yang ada ditempat penampung tidak terkena kotoran
yang lain karena tertutup rapat, kemudian air hujan tersebut dikirim ke
Laboratorium Kualitas Udara, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta untuk
dianalisa.
4.15. High Volume Sampler
Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai
berikut :
Sumber: Data Primer Praktikum
Klimatologi, 2015
Ilustrasi 15. High Volume Sampler
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan alat ini bernama high volume
sampler yang berfungsi sebagai peralatan sampling untuk mengambil sampel
SPM (Suspensious Particles Matter / Partikel Padat yang melayang di udara 0,1
micron). Prinsip kerja high volume sampler yaitu udara yang mengandung partikel
debu di hisap mengalir melalui kertas filter dengan menggunakan motor putaran
kecepatan tinggi. Debu yang menempel pada kertas saring akan diukur
konsentrasinya dengan cara kertas saring tersebut ditimbang sebelum dan sesudah
sampling. Disamping itu juga dicatat flowrate dan waktu lamanya sampling
sehingga didapat konsentrasi debu tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Tukidi
(2007) yang menyatakan bahwa high volume sampler merupakan alat yang
berfungsi untuk mengambil sampel Suspensious Particle Matter (SPM). Pendapat
tersebut diperkuat oleh Nurjazuli et all. (2010) menyatakan bahwa prinsip kerja
pada high volume sampler adalah udara dari luar dihisap dengan menggunakan
pompa hisap flowrate 40 s/d 60 cvm, maka partikel debu dengan ukuran kurang
dari 10 micron meter akan terhisap pada permukaan filter microfiber dengan
porositas 0,3 micron.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Alat yang digunakan untuk mengukur unsur cuaca atau iklim bermacam-
macam jenisnya, setiap peralatan unsur iklim atau cuaca memiliki cara kerja yang
berbeda-beda sesuai dengan fungsi masing-masing alat ukur dengan tata letaknya.
Pemasangan alat ukur umumnya dilakukan atau dipasang di tempat terbuka. Alat-
alat klimatologi dikelompokkan berdasarkan fungsinya. Alat yang berfungsi untuk
mengukur intensitas sinar matahri terdiri dari Actinograph Bimetal dan Gun
Bellani. alat yang berfungsi untuk mengukur lama sinar matahari yaitu Campbell
Stokes. Alat yang berfungsi untuk mengukur suhu udara dan suhu tanah terdiri
dari Psychrometre Standar dan termometer tanah gundul. Alat yang berfungsi
untuk mengukur tekanan udara terdiri dari barometer dan barograph. Alat yang
berfungsi untuk mengukur arah kecepatan angin terdiri dari cup counter
anemometer dan anemometer. Alat yang berfungsi untuk mengukur kelembaban
udara terdiri dari thermohygrograph. Alat yang berfungsi untuk mengukur
penguapan air adalah open pan evaporimeter. Alat yang berfungsi untuk
mengukur curah hujan dan kualitas air hujan terdiri dari penakar hujan observasi
(OBS), penakar hujan tipe hellman, dan automatic rain sampler. Serta alat yang
berfungsi untuk mengukur kualitas udara adalah higah volume sampler.
5.2. Saran
Praktikum sebaiknya dilaksanakan dengan pembagian waktu yang tersusun
dengan baik agar praktikum dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Praktikan
sebaiknya lebih aktif dalam pelaksanaan praktikum serta menanyakan hal- hal
yang belum dipahami selama praktikum kepada narasumber.
DAFTAR PUSTAKA
As’ar. 2011. Rancang Bangun Anemometer Analog. Sains 11(1), 1-4.
Benyamin, L. 1994. Dasar-Dasar Kliamatologi. Grafindo Persada, Jakarta.
Cui, Y. J. Ta, An Ninh, Gatmiri, B. 2013. Experimental and Numerical
Investigation of Soil Atmosphere. Engineering Geology Interaction. 165 :
20–28.
Harrison, G. 2015. Meteorological Measurements and Instrumentation. Allantic,
New Delhi.
Hendayana, D. 2012. Mengenal Nama dan Fungsi Alat-alat Pemantau Cuaca dan
Iklim. Penyuluh BP4K, Cianjur.
Nurjazuli., Onny, S dan Elanda, F. 2010. Analisis Perbedaan kapasitas Fungsi
Paru Pada Pedagang Kaki Lima Bedasarkan kadar Debu Total Dijalan
Nasional Kota Semarang. Jurnal kesehatan masyarakat Indonesia 1 (6) :
26–27.
Pangestu, Y.C, Sonjaya, C dan Sugihantoro, D. 2014. Rancang Bangun
Anemometer Mangkok dengan Uji Laboratorium dan Lapangan. UNDIP
Press, Semarang.
Prawiroardoyo, S. 1996. Meteorologi. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Rayner, D.P. 2006. Wind Run Changes: The Dominant Factor Affecting Pan
Evoporation Trends in Australia. Journal of Climate 20, 3379-3395.
Srivasteva, G. P. 2008. Surface Meteorological Instrument and Measurements
Practices. Allantic, New Delhi.
Sriworo, B. 2006. Tata Cara Tetap Pelaksanaan Pengamatan dan Pelaporan Data
Iklim dan Agroklimat. Badan Metereologi dan Geofisika, Jakarta.
Tjasyono. 2004. Klimatologi umum. Bandung : ITB.
Tukidi. 2007. Buku Ajar Meteorologi dan Klimatologi. Jurusan Geografi Fakultas
Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Stanhill, G. and Cohen, S. 2001. Global dimming: a review of the evidence for a
widespread and significant reduction in global radiation with discussion
of its probable causes and possible agricultural consequences. Agricultur
for Meteorologi., 107, pp. 255-278.
Uly, A. 2013. Perguruan Tinggi Negeri Dan Swasta. Cmedia, Jakarta.
Utoyo dan Bambang. 2006. Geografi. Setra Purna Inves, Bandung.
Wheler, D. 2001. Factors Governing Sunshine in South-West Iberia: A review of
Western Europe’s Sunniest Region.Weather, 56, pp. 189-197
Wilhelmus, B. Denik, S. K. Dan Yacobus, A. K. 2013. Analisis Hubungan Tebal
Hujan Dan Durasi Hujan Pada Stasiun Klimatologi Lisiana Kota Kupang.
Jurnal Teknik Sipil: 2 (2) : 181-190.
BAB I
PENDAHULUAN
Cuaca merupakan suatu keadaan udara pada waktu tertentu di suatu
wilayah yang mencakup seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer bumi.
Perubahan cuaca terjadi dalam jangka waktu yang singkat selama beberapa hari.
Perubahan dalam cuaca meliputi perubahan suhu, tekanan udara, angin, curah
hujan dan pancaran sinar matahari. Cuaca terjadi karena suhu dan kelembaban
yang berbeda antara satu tempat ke temapat lainnya. Perbedaan dapat terjadi
karena perbedaan sudut pemanasan matahari dan perbedaan lintang bumi.
Pengamatan perubahan cuaca dapat dilakukan secara konvensional dan
komputerisasi. Salah satu indikator dalam pengamatan cuaca adalah dengan
mengamati bentuk awan. Awan merupakan titik-titik air atau es di udara dalam
yang berbentuk gas. Awan dapat memeberi petunjuk cuaca hanya dengan arah
tiupan angin, dengan begitu kita dapat mengetahui dari arah mana cuaca akan
datang. Awan digambarkan berdasarkan ketinggian di langit dan bentuknya.
Awan juga dapat berubah dari hari ke hari bergantung pada perubahan cuaca.
Praktikum dilakukan dengan tujuan agar praktikan dapat memprakirakan
cuaca berdasarkan bentuk-bentuk gumpalan awan yang ada dilangit dan faktor-
faktor pembentuk cuaca lainnya.
Manfaat praktikum ini adalah praktikan dapat mengetahui cara
memprakirakan cuaca berdasarkan bentuk gumpalan awan di langit sehingga
dapat memahami faktor-faktor pembentuk cuaca.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cuaca
Cuaca adalah kondisi atmosfer khususnya dilapisan dekat dengan tanah
pada suatu tempat dan waktu tertentu. Cuaca dapat dipengaruhi oleh berbagai
unsur-unsur pembentuknya. Pengukuran cuaca dilakuka berdasarkan temperatur,
kelembaban, angin, matahari, curah hujan dan bentuk gumpalan awan di langit
(Rusbiantoro, 2008). Cuaca merupakan suatu gejala dinamika atmosfer bumi
dalam ruang dan waktu yang pendek (Admiranto, 2009).
2.2. Kelembaban
Awan terbentuk ketika udara lembab bergerak naik, saat itu udara akan
berubah menjadi dingin kemudian udara akan mengembang dan menyebabkan
perubahan bentuk awan sehingga terjadi pengembunan berupa titik-titik air yang
sangat kecil (Ford, 2005). Salah satu jenis awan yang dapat menyebabkan udara
yang lembab adalah awan stratus. Awan stratus lazimnya membawa cuaca yang
lembab yang dapat menyebakan terjadinya hujan gerimis (Spilsbury, 2011).
2.3. Arah Angin
Pola angin di dua belahan bumi merupakan bayangan dari satu sama lain.
Di daerah tropis berhembus angin menuju khatulistiwa yang disebut angin pasat.
Angin timur adalah angin dingin yang berhembus dari kutub sedangkan angin
barat berhembus didaerah yang beriklim sedang (Malam, 2005). Angin
merupakan udara yang bergerak. Udara panas mempunyai tekanan udara yang
rendah sedangkan udara dingin memiliki tekanan tinggi yang akan bergerak
menuju daerah yang lebih panas. Arah angin yang bergerak naik akan
menghasilkan awan kumulus yang melewati gunung dan menghasilkan hujan
(Frick et al., 2008).
2.4. Pancaran Radiasi Surya
Langit berwarna biru menunjukkan cuaca cerah dan panas. Selain itu
ketika cuaca cerah angin bertiup pelan dan cahaya matahari bersinar terang
(Sulaeman, 2004). Hampir semua energi panas yang diterima bumi berasal dari
radiasi matahari yang meliputi sinar ultraungu dan inframerah. Jumlah panas yang
diterima tergantung sudut jatuh, lama waktu penyinaran, dan keadaan cuaca.
Cuaca yang cerah tanpa awan menghasilkan radiasi maksimum. Adanya awan
tebal yang menutupi mencegah terjadinya radiasi balik (Frick et al., 2008).
2.5. Awan
Awan adalah titik-titik massa air atau kristal es di udara. Uap air dapat
berubah menjadi titik-titik air atau kristal es dan yang kemudian akan turun
sebagai hujan (Malam, 2005). Awan juga memberi petunjuk tentang cuaca dengan
mengetahui arah tiupan angin sehingga dapat diketahui dari mana cuaca itu akan
datang. Awan cumulus yang berbentuk memanjang, menandakan datangnya
kondisi cuaca yang baik (Nicholson, 2005).
2.6. Awan Cirrus
Awan cirrus merupakan awan yang tersusun dari trilyunan kristal es
(Sherman, 2002). Awan cirrus yang menumpuk pada ketinggian tertentu akan
menangkap lebih banyak radiasi matahari. Jika bumi sedang panas maka akan
lebih banyak terbentuk awan sirrus. (Milne, 2006). Awan cirrus tersusun atas serat
lembut dan halus, berwarna putih mengkilap bagaikan sutra tanpa bayangan.
Berada pada pada ketinggian lebih dari 6.000 meter (Yani dan Ahmad. 2008).
Awan sirrus selalu terbentuk dilangit yang biru pada hari yang panas dan cerah.
Awan ini menandakan bahwa hujan tidak akan turun (Brother, 2011).
2.6.1. Awan Cirrostratus
Awan cirrostratus berbentuk seperti tirai atau kelambu halus tetapi
terkadang bentuknya dapat menyerupai tirai asap yang merata. Awan
cirrocumulus berwarna keputih-putihan dan dapat menimbulkan gejala halo.
Awan ini terdiri atas kristal es dan merupakan awan tinggi lebih dari 6000 meter
(Yani dan Ahmad, 2008). Awan cirrostratus yang berbentuk tipis putih dan dapat
menyebabkan turunnya hujan (Kodoatie dan Sjarief, 2010).
2.6.2. Awan Cirrocumulus
Awan cirrocumulus berbentuk seperti butir padi dan berwarna putih tanpa
bayangan. Terdiri dari kristal es dan terbentuk dalam udara cerah. Awan
cirrocumulus tergolong jenis awan yang tinggi (Yani dan Ahmad, 2008).
Terkadang awan cirrocumulus berbentuk serpihan awan tipis yang dapat
menyebabkan kondisi cuaca yang berubah-ubah (Kodoatie dan Sjarief, 2010).
Awan cirrocumulus letaknya tinggi di langit dan membentuk langit yang bersisik
(Brother, 2011).
2.7. Awan Stratus
Awan stratus berbentuk seragam memiliki warna kelabu dan tidak
menyentuh permukaan bumi. Awan ini terdiri atas titik awan yang dapat
menimbulkan hujan oleh karena itu tidak memiliki kristal es. Awan stratus tidak
menimbulkan gejala halo (Yani dan Ahmad, 2008). Awan stratus menggantung
rendah di langit dan pada umumnya menutupi puncak dan bangunan tinggi,
dimusim dingin dapat menyebabkan turunnya hujan rintik-rintik atau serpihan
salju (Frick et al., 2008). Awan stratus membawa cuaca yang lembab dan hujan
gerimis (Spilsbury, 2011).
2.7.1. Awan Stratus Cumulus
Awan stratus cumulus merupakan salah satu jenis awan yang berada pada
ketinggian yang rendah. Awan ini menandakan datangnya cuaca yang kering
(Kadoatie dan Sjarief, 2010). Awan stratocumulus juga termasuk jenis awan
cumulus yaitu awan yang berbentuk seperti timbunan kapas yang berada pada
ketinggian yang sangat rendah dan memiliki bentuk yang menggumpal di langit
yang biru (Brothers, 2011).
2.7.3. Awan Nimbostratus
Awan nimbostratus memiliki bentuk seragam dan memiliki permukaan
yang luas. Awan ini berwarna kelabu tua dan tersusun atas awan-awan
dibawahnya yang saling terpisah atau tersambung (Yani dan Ahmad, 2008). Awan
nimbostratus yang berwarna kelabu gelap dapat menimbulkan terjadinya hujan
atau salju (Kodoatie dan Sjarief, 2010). Selain itu awan nimbustratus yang
berwarna kelabu kehitaman selalu membawa hujan lebat (Spilsburry, 2011).
2.7.4. Awan Altostratus
Altostratus berkembang sebagai lapisan tipis dan berlapis-lapis. Altostratus
merupakan penebalan dari cirristratus dan mungkin menebal menjadi altostratus
padat. Altostratus yang tipis biasanya memiliki ketinggian sekitar 4000-5500
meter dengan warna abu-abu atau biru tidak berwarna putih (Gilbert, 2008). Awan
altostratus berwarna kebiru-biruan dan memungkinkan terjadinya cuaca yang
bagus (Kodoatie dan Sjarief, 2010).
2.8. Awan Cumulus
Awan cumulus yang memanjang, menandakan cuaca yang baik. Namun,
apabila permukaan awan mulai menggelembung dan berbentuk seperti bunga kol
maka mungkin akan turun hujan disore hari. Awan cumulus cenderung
menurunkan lebih banyak hujan dabandingkan dengan awan yang tipis. Hal ini
karena kandungan airnya lebih tinggi. Bagian bawah awan cumulus tebal dan
biasanya berwarna abu-abu karena pancaran cahaya matahari tidak dapat
menembus kandungan airnya yang banyak (Nicholson, 2005). Awan cumulus
yang berwarna putih lembut menandakan kemungkinan cuaca yang bagus
(Kodoatie dan Sjarief, 2010).
2.8.1. Awan Altocumulus
Awan altocumulus berwarna putih kelabu dan terdiri atas unsur-unsur
bulatan terpipih. Awan ini menimbulkan virga dan prestisipasi (Yani dan Ahmad,
2008). Awan altocumulus memiliki bentuk seperti altostratus tetapi berada lebih
rendah dan lebih lembut berwarna putih lembut dan memungkinkan terjadinya
cuaca yang bagus (Kodoatie dan Sjarief, 2010). Awan altocumulus tergolong jenis
awan cumulus yang berada pada ketinggian yang rendah di langit (Brother, 2011).
2.8.2. Awan Cumulusnimbus
Awan cumulus nimbus berbentuk raksasa dan menimbulkan hujan es serta
tornado (Sherman, 2002). Awan cumulusnimbus yang tebal dan gelap
menandakan datangnya hujan yang deras serta badai (Nicholson, 2005). Awan
cumulusnimbus terlihat mampat, berat, menjulang tinggi dan berbentuk gumpalan
besar. Bagian atasnya tidak tajam menyerupai serat halus, bentuk bawahnya
tampak bergelombang dan gelap. Bagian atasnya dapat menimbulkan hujan besar,
hujan tersebut dapat mulai dan berhenti secara mendadak disertai kilat dan guntur
serta disertai butiran es (Yani dan Ahmad, 2008). Cumulusnimbus berada pada
ketinggian 6-8 km ditroposfer awan jenis ini terbentuk apabila awan cumulus
semakin bertambah karena pengembangan udara panas. Apabila awan ini
mengembang menegak dapat menyebabkan air turun saat hablur air naik. Awan
jenis ini selalu membawa hujan (Spilsburry, 2011).
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Klimatologi dengan materi Pengamatan Cuaca dilakukan pada
hari Kamis, Jum’at dan Sabtu tanggal 28 sampai 30 Mei 2015 di desa Banjarsari,
Kedungampel, Cawas, Klaten.
3.1. Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kondisi cuaca sekitar
yang meliputi bentuk awan. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
kamera yang digunakan untuk mendokumentasikan kondisi cuaca saat itu.
3.2. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum Pengamatan Cuaca adalah
dengan cara memilih lokasi yang akan dijadikan objek pengamatan,
mendokumentasikan bentuk awan dengan menggunakan kamera setiap pagi dan
sore selama tiga hari berturut-turut. Mencari data pendukung tentang bentuk-
bentuk gumpalan awan yang ada dilangit dan faktor-faktor pembentuk cuaca
lainnya. Menganalisis hasil pengamatan yang telah dilakukan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengamatan Hari Pertama
Berdasarkan praktikum pengamatan cuaca yang telah dilakukan diperoleh
foto hasil pengamatan sebagai berikut :
Gambar Awan Tempat Waktu
Banjarsari, Kedungampel,
Cawas, Klaten.
Hari Jum’at, 05 Juni
2015.
Pukul 08.15 WIB
Ilustrasi 16. Awan Altocumulus
Gambar Awan Tempat Waktu
Banjarsari, Kedungampel,
Cawas, Klaten.
Hari Jum’at, 05 Juni
2015.
Pukul 08.15 WIB
Ilustrasi 17. Awan Cirrostratus
Berdasarkan praktikum pengamatan cuaca pada pagi hari diperoleh hasil
bahwa awan altocumulus berwarna putih keabu-abuan yang berupa lembaran rata
berbentuk gumpalan bulat umumnya membentuk bayangan berserabut. Awan ini
terlihat berada di langit yang rendah pada cuaca yang cerah. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Yani dan Ahmad (2008) menyatakan bahwa Awan altocumulus
berwarna putih kelabu dan terdiri atas unsur-unsur bulatan terpipih. Menurut
Kodoatie dan Sjarief (2010) menyatakan bahwa awan altocumulus memiliki
bentuk seperti altostratus tetapi berada lebih rendah dan lebih lembut berwarna
putih lembut dan memungkinkan terjadinya cuaca yang bagus.
Pengamatan cuaca pada sore hari diperoleh hasil bahwa awan cirrostratus
berbentuk transparan dengan serabut keputihan, memiliki tekstur yang halus dan
menutupi sebagian atau seluruh permukaan langit. Awan cirrostratus terlihat
berada di langit yang tinggi dan menimbulkan fenomena halo. Hal ini sesuai
dengan pendapat Yani dan Ahmad (2008) yang menyatakan bahwa awan
cirrostratus berbentuk seperti tirai atau kelambu halus tetapi terkadang bentuknya
dapat menyerupai tirai asap yang merata. Awan cirrocumulus berwarna keputih-
putihan dan dapat menimbulkan gejala halo. Terdiri atas kristal es dan merupakan
awan tinggi lebih dari 6.000 meter. Kodoatie dan Sjarief (2010) menyatakan
bahwa awan cirrostratus yang berbentuk tipis putih dan dapat menyebabkan
turunnya hujan.
4.2. Pengamatan Hari Kedua
Berdasarkan praktikum pengamatan cuaca yang telah dilakukan diperoleh
foto hasil pengamatan sebagai berikut :
Gambar Awan Tempat Waktu
Banjarsari, Kedungampel,
Cawas, Klaten.
Hari Sabtu, 06 Juni 2015.
Pukul 08. 05 WIB
Ilustrasi 18. Awan Cirrocumulus
Gambar Awan Tempat Waktu
Banjarsari, Kedungampel,
Cawas, Klaten.
Hari Sabtu, 06 Juni
2015.
Pukul 16.00 WIB
Ilustrasi 19. Awan Cumulus
Berdasarkan praktikum pengamatan cuaca pada hari kedua di pagi hari
diperoleh hasil bahwa awan cirrocumulus berbentuk tipis berupa perca-perca
putih, memiliki lapisan tanpa bayangan, elemennya sangat kecil dan berbentuk
lipatan yang mengumpul dan memancar. Awan ini memiliki susunan yang teratur.
Hal ini sesuai dengan pendapat Yani dan Ahmad (2008) yang menyatakan bahwa
terkadang awan cirrocumulus berbentuk seperti butir padi dan berwarna putih
tanpa bayangan. Terdiri dari kristal es dan terbentuk dalam udara cerah. Awan
cirrocumulus tergolong jenis awan yang tinggi. Kodoatie dan Sjarief (2010)
menyatakan bahwa awan cirrocumulus berbentuk serpihan awan tipis yang dapat
menyebabkan kondisi cuaca yang berubah-ubah. Brothers (2011) menyatakan
bahwa awan cirrocumulus letaknya tinggi di langit dan membentuk langit yang
bersisik.
Penagamtan cuaca pada sore hari diperoleh hasil bahwa awan cumulus
yang gelap dengan bentuk seperti timbunan kapas dan menggumpal, sehingga
cahaya matahari tidak dapat menembus awan ini. Awan cumulus yang tebal
menandakan akan terjadi hujan yang lebat. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nicholson (2005) yang menyatakan bahwa awan cumulus tebal cenderung
menurunkan lebih banyak hujan dabandingkan dengan awan yang tipis. Hal ini
karena kandungan airnya lebih tinggi. Bagian bawah awan cumulus tebal dan
biasanya berwarna abu-abu karena pancaran cahaya matahari tidak dapat
menembus kandungan airnya yang banyak. Kodoatie dan Sjarief (2010)
menyatakan bahwa awan cumulus yang berwarna putih lembut menandakan cuaca
yang bagus.
4.3. Pengamatan Hari Ketiga
Berdasarkan praktikum pengamatan cuaca yang telah dilakukan diperoleh
foto hasil pengamatan sebagai berikut :
Gambar Awan Tempat Waktu
Banjarsari, Kedungampel,
Cawas, Klaten.
Hari Minggu, 07 Juni
2015.
Pukul 08. 35 WIB
Ilustrasi 20. Awan Sirrus
Gambar Awan Tempat Waktu
Banjarsari, Kedungampel,
Cawas, Klaten.
Hari Minggu, 07 Juni
2015.
Pukul 15.20 WIB
Ilustrasi 21. Awan Nimbostratus
Berdasarkan praktikum pengamatan cuaca pada pagi hari diperoleh hasil
bahwa awan cirrus berbentuk putih terpisah-pisah seperti benang halus terkadang
berbentuk serabut keperakan dan berada pada daerah lintang tinggi. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Malam (2005) menyatakan bahwa awan sirrus selalu
terbentuk dilangit yang biru pada hari yang panas dan cerah. Awan ini
menandakan bahwa hujan tidak akan turun. Yani dan Ahmad (2008) menyatakan
bahwa awan cirrus tersusun atas serat lembut dan halus, berwarna putih
mengkilap bagaikan sutra tanpa bayangan. Berada pada pada ketinggian lebih dari
6.000 meter. Brothers (2011) menyatakan bahwa awan cirrus yang menumpuk
pada ketinggian tertentu akan menangkap lebih banyak radiasi matahari. Jika
bumi sedang panas maka akan lebih banyak terbentuk awan cirrus.
Berdasarkan praktikum pengamatan cuaca pada sore hari diperoleh hasil
bahwa awan nimbostratus berwarna gelap dan dapat menyebabkan hujan yang
terus menerus. Awan ini memiliki lapisan yang cukup tebal sehingga matahari
tidak dapat menembus. Awan nimbostratus berada pada lintang rendah. Hal ini
sesuai dengan pendapat Yani dan Ahmad (2008) yang menyatakan bahwa awan
nimbostratus memiliki bentuk seragam dan memiliki permukaan yang luas. Awan
ini berwarna kelabu tua dan tersusun atas awan-awan dibawahnya yang saling
terpisah atau tersambung. Borowski (2009) menyatakan bahwa awan nimbostratus
berwarna kelabu gelap dapat menimbulkan hujan atau salju. Spilsburry (2011)
menyatakan bahwa awan nimbustratus yang berwarna kelabu kehitaman selalu
membawa hujan lebat.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Cuaca disekitar kita dapat berubah setiap saat. Dengan mengamati kondisi
di langit dapat diperoleh berbagai petunjuk tentang apa yang terjadi di atmosfer,
sehingga dapat diketahui bagaimana cuaca mungkin berubah. Salah satu cara yang
dapat dilakukan dalam mengamati cuaca adalah melalui pengamatan bentuk awan
antara lain, awan altocumulus, cirrostratus, cirrocumulus, cumulus, cirrus dan
nimbostratus.
5.2. Saran
Saran untuk praktikum pengamatan cuaca kedepannya sebaiknya dalam
mengamati kondisi langit dilakukan secara rutin pada jam yang sama sehingga
hasil pengamatannya lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Admiranto, G. 2009. Menjelajah Tata Surya. Kanisius, Yogyakarta.
Brothers, E. 2011. Cuaca. Evan Brothers Limited, London.
Ford, H dan K. Barnhan. 2005. Cuaca. Erlangga, Jakarta.
Frick, H., A. Ardiyanto dan Darmawan. 2008. Ilmu Fisika Bangunan. Kanisius,
Yogyakarta.
Gilbert, R. 2008. Wheather. DK Publishing, New York.
Kodoatie, S. R dan R. Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. ANDI, Yogyakarta.
Malam, J. 2005. Planet Bumi. Erlangga, Jakarta.
Milne, A. 2006. Our Drowning World. Filmer Road, London.
Nicholson, S. 2005. Cuaca. Marshall Editions, Inggris.
Rusbiantoro, D. 2008. Global Warming for Beginner. Panembahan, Yogyakarta.
Sherman, J. 2002. Bentuk-Bentuk di Angkasa. Erlangga, Jakarta.
Spilsbury, L. 2011. Weather. Evan Brothers Limited, London.
Sulaeman, M. 2004. Lebih Dekat dengan Alam. Setia Purna Inves, Jakarta Pusat.
Yani dan Ahmad. 2008. Menyingkap Fenomena Geosfer. Grafindo Media
Pratama, Bandung.
BAB 1
PENDAHULUAN
Iklim adalah fenomena alam atau unsur cuaca yang terjadi skala luas dan
dalam kurun waktu yang lama. Menurut peraturan internasional,pengamatan iklim
minimal dilakukan selama 30 tahun. Iklim di suatu tempat di bumi dipengaruhi
oleh letak geografis dan topografi tempat tersebut. Pengaruh posisi
relatif matahari terhadap suatu tempat di bumi menimbulkan musim, suatu ciri
khas yang membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan
beberapa sistem klasifikasi iklim. Klasifikasi iklim yang terkenal dalah iklim
matahari, iklim fisis, iklim musim, iklim menurut junghun dan iklim menurut
koppen. Pembagian iklim didasarkan pada gejala alam yang terjadi berdasarkan
perhitungan curah hujan dan letak lintang. Perubahan iklim adalah suatu
perubahan unsur unsur iklim yang memiliki kecenderungan naik atau turun secara
nyata. Perubahan iklim secara globabl disebabkan karena menguatya konsentrasi
zat di atmosfer yang berasal dari pembakaran batu bara, minyak bumi dan gas
yang mengandung limbah di atmosfer seperti CO2, NH4 dan N2O. Dampak buruk
yang ditimbulkan dari perubahan iklim global adalah semakin panasnya suhu di
bumi, mencairnya es di kutub sehingga permukaan air laut menjadi naik dan
mengakibatkan El nino dan La nina.
Tujuan praktikum adalah praktikan dapat mengetahui parameter penentu
tipe iklim dan menentukan tipe iklim yang ada pada suatu daerah serta
mengetahui jenis tanaman yang khas dan tepat tumbuh di daerah tersebut.
Manfaat praktikum ini adalah praktikan dapat mengetahui tipe tipe iklim di
suatu wilayah tertentu dan dapat menentukan tipe iklim berdasarkan curah hujan
dengan jenis klasifikasi iklim.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Iklim
Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu
perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman,
tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus,
aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik
dalam skala global maupun skala lokal (Irianto, 2003). Iklim di bumi tidak selalu
konstan; temperatur dan curah hujan berbeda-beda dari tahun ke tahun dan
berfluktuasi dalam jangka waktu yang lebih lama. Pertumbuhan tanaman dan
urutannya yang terjadi dalam suatu tahun ditentukan oleh interaksi antara iklim,
tanah, tanaman, dan pengelolaan. Suatu jenis tanaman akan tumbuh jika
kebutuhan minimum akan air, energi, dan nutrien tersedia, serta ada tempat untuk
tumbuh tegak (Wisnubroto, 1999).
Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan atau
presipitasi. Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan
penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan.
Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai
landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan
secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut
(Lakitan, 2002). Iklim besar pengaruhnya terhadap usaha pertanian misalnya
dalam pemilihan kultur, produktivitas hasil tanaman, pelaksanaan pekerjaan
pertanian. Tanaman menuntut jenis iklim tertentu, tidak semua tanaman dapat
ditanam disembarang tempat pada iklim yang berbagai macam. Sebaliknya, pada
iklim tertentu (yang sama) tidak semua jenis tanaman dapat hidup produktif disitu.
Jadi, setiap jenis dan varietas harus disesuaikan dengan iklimnya (Aak, 1983).
2.1.1.Curah Hujan
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut
waktu maupun tempat. Hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor
pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu klasifikasi iklim
untuk wilayah Indonesia dikembangkan dengan menggunakan curah hujan
sebagai kriteria utama (Lakitan, 2002). Curah hujan memegang peranan penting
dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pangan, hal ini disebabkan air sebagai
pengangkut unsur hara dari tanah ke akar dan diteruskan ke bagian-bagian
lainnya. Fotosintesis akan menurun jika 30% kandungan air dalam daun hilang,
kemudian proses fotosintesis akan terhenti jika kehilangan air mencapai 60%
(Bayong, 1992).
2.2. Klasifikasi Iklim
2.2.1. Klasifikasi Iklim Mohr
Klasifikasi iklim yang didasarkan curah hujan diajukan Mohr pada tahun
1933. Klasifikasi iklim ini di dasarkan pada jumlah Bulan Kering (BK) dan
jumlah Bulan Basah (BB) yang dihitung sebagai harga rata -rata dalam waktu
yang lama. Bulan Basah (BB) adalah bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm
(jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi). Bulan Kering (BK)
adalah bulan dengan curah hujan kurang dari 60 mm atau jumlah curah hujan
lebih kecil dari jumlah penguapan. Cara untuk mencari bulan basah dan kering
Mohr menggunakan rerata curah hujan masing-masing bulan selama beberapa
tahun. Pembagian iklim didasarkan atas banyaknya bulan basah dan bulan kering
suatu tempat, oleh Mohr dibagi menjadi lima golongan iklim
(Wisnubroto et al., 1981).
Tabel 1. Klasifikasi Iklim Menurut Mohr
Golongan Daerah Jumlah B Kering
I Basah 0
II Agak Basah 1 – 2
III Agak Kering 3 – 4
IV Kering 5 – 6
V Sangat Kering 6
Sumber : Wisnubroto et al., (1981).
2.2.2. Klasifikasi Iklim Oldeman
Beberapa sistem klasifikasi iklim adalah sistem klasifikasi Schmit
Ferguson, sistem klasifikasi Oldeman, dan sistem klasifikasi Mohr
(Tjasyono (2004). Kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan
sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, sehingga klasifikasi
Oldeman membagi suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah
hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah
hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm (Handoko,1990). Lamanya periode
pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis atau varietas yang digunakan,
sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalan satu tahun dipandang optimal
untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan
2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat
membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan (Tjasyono, 2004).
Ilustrasi 22. Diagram iklim Oldeman.
Klasifikasi tipe iklim oldeman adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Klasifikasi iklim menurut Oldeman
NO Tipe
Bulan basah berturut-
turut (bulan)
Bulan kering berturut-turut
(bulan)
1 A1 > 9 <2
2 A2 9 2-4
3 B1 7-9 <2
4 B2 7-9 2-4
5 B3 7-9 5-6
6 C1 5-6 <2
7 C2 5-6 2-4
8 C3 5-6 5-6
9 C4 5-6 >6
10 D1 3-4 <2
11 D2 3-4 2-4
12 D3 3-4 5-6
13 D4 3-4 >6
14 E1 <3 <2
15 E2 <3 2-4
16 E3 <3 5-6
17 E4 <3 >6
Sumber : Syarifuddin (1977)
Tabel 3. Keterangan klasifikasi iklim Oldeman
Tipe Iklim Penjabaran
A1, A2 Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang
karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah
sepanjang tahun
B1 Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal
musim tanam yang baik produksi tinggi bila panem musim
kemarau
B2 Dapat tanam padi dua kali setahun dngan varitas umur
pendek cukup untuk tanaman palawija
C1 Tanam padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun
C2, C3, C4 Tanam padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun.
Tetapi penanaman palawija yang kedua harus hati-hati
jangan jatuh pada bulan kering
D1 Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi
bisa tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi waktu
tanam palawija.
D2, D3, D4 Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija
setahun tergantung pada adanya persediaan air irigasi
E Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat
satu kali palawija, itupun tergantung adanya hujan.
Sumber : Syarifuddin (1977).
2.2.3. Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson
Klasifikasi ini merupakan modifikasi atau perbaikan dari sistem klasifikasi
Mohr. BB dan BK pada klasifikasi Schmidt-Ferguson ditentukan tahun demi
tahun selama periode pengamatan yang kemudian dijumlahkan dan dihitung rata-
ratanya. Cara perhitungan iklim menurut Schmidt Ferguson berdasarkan
perhitungan bulan-bulan terkering dan bulan-bulan basah setipa tahun kemudian
diratakan. Penentuan iklim Schimidt Ferguson dapat ditentukan dengan rumus
sebagai berikut:
Q =
Rata-rata bulan kering
Rata-rat bulan basah
x 100%
Klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson ditentukan dari nilai Q yang
dikelompokkan menjadi 8 tipe iklim, yaitu :
Tabel 4. Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson
Tipe Iklim Nilai Keterangan
A 0 < Q < 14,3 Sangat basah
B 14,3 < Q < 33.3 Basah
C 33,3 < Q < 60 Agak basah
D 60 < Q < 100 Sedang
E 100 < Q < 167 Agak kering
F 167 < Q < 300 Kering
G 300 < Q < 700 Sangat kering
H 700 < Q Luar biasa kering
Sumber : Hartono (2007).
Semakin besar nilai Q maka iklim akan semakin basah (Hartono, 2007).
Adapun kategori untuk bulan kering (jika dalam satu bulan mempunyai jumlah
curah hujan < 60 mm), bulan lembab (jika dalam satu bulan mempunyai jumlah
curah hujan 60 sampai 100 mm), dan bulan basah (jika dalam satu bulan
mempunyai jumlah curah hujan > 100 mm) (Lakitan, 2002). Klasifikasi iklim
Schmidt– Ferguson memiliki beberapa klasifikasi iklim antara lain sangat basah,
basah, agak basah, sedang, agak kering, kering, sangat kering, dan luar biasa
kering (Rafi’i, 1995). Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson
didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah
dan bulan kering klasifikasi iklim Mohr. Pencarian rata-rata bulan kering atau
bulan basah (X) dalam klasifikasian Schmidt-Ferguson dilakukan dengan
membandingkan jumlah bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan
dengan banyaknya tahun pengamatan (Subarjo, 2001).
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum klimatologi dengan materi Tipe Iklim dilaksanakan pada hari
Senin, tanggal 1 Juli 2015 di Badan Pusat Statistik Semarang
3.1. Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum tipe iklim adalah buku-buku
tentang curah hujan di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah kamera yang digunakan untuk mendokumentasikan hasil
curah hujan di Kabupaten Pati.
3.2. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum tipe iklim adalah mengumpulkan
data curah hujan minimal 10 tahun terakhir pada wilayah pati dan menganalisa
iklim berdasarkan pada kesesuaian curah hujan dengan kriteria masing-masing
jenis klasifikasi iklim Schmidt Ferguson dan Oldeman.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Klasifikasi Mohr
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 5. Data pengamatan iklim Mohr.
Kecamatan Golongan
Dukuhseti IV
Cluwak III
Jakenan II
Sumber : Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015.
Berdasarkan parktikum yang telah dilaksanakan diketahui bahwa untuk
mendapatkan kalsifikasi iklim beradasarkan pengklasifikaian Mohr perlu
diketahui jumlah bulan kering dan bulan basahnya sehingga diperoleh hasil bahwa
Kecamatan Dukuhseti mempunyai golongan IV, Kecamatan Cluwak memiliki
golongan III dan Kecamatan Jakenan memiliki golongan II. Hal ini sesuai dengan
pendapat (Wisnubroto et al., 1981) yang menyatakan bahwa berdasarkan
klasifikasi iklim Mohr, Golongan III atau daerah agak kering adalah di mana
adanya bulan-bulan kering lebih banyak yaitu antara 3-4 bulan. (lampiran 1,2,3).
Menurut As Syakur (2008), pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah
dalam klasifikasian iklim Schmidth-Fergusson dilakukan dengan membandingkan
jumlah atau frekuensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan
dengan banyaknya tahun pengamatan.
4.2.Klasifikasi Iklim Schmidt Ferguson dan Oldeman
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 6. Data pengamatan iklim Schmidt-Ferguson dan Oldeman.
Kecamatan
Schmidt-Ferguson Oldeman
Golongan
Dukuhseti C C4
Cluwak C D4
Jakenan D E4
Sumber : Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa
dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir diperoleh hasil dengan klasifikasi iklim
Schmidt Ferguson kecamatan Dukuhseti mempunyai golongan C atau agak basah
dengan perhitungan nilai 54,4%, Kecamatan Cluwak mempunyai golongan C
atau agak basah dengan perhitungan nilai 45% dan kecamatan Jakenan
mempunyai golongan D atau sedang dengan perhitungan nilai 75% (lampiran
1,2,3). Hal ini sesuai dengan pendapat Wisnubroto (1981) yang menyatakan
bahwa nilai perhitungan 33,3-60 termasuk dalam kondisi agak basah dan nilai
60-100 termasuk kondisi sedang dan nilai perhitungan 100-167 termasuk kondisi
agak kering. Kecamatan Jakenan memiliki kondisi sedang dengan perhitungan
75%. Kondis yang tepat untuk ditanami padi adalah kondisi sedang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Wisnubroto et al. (1981) yang meyatakan bahwa untuk daerah
yang bertipe iklim sedang, ada beberapa tanaman pertanian dalam jenis padi-
padian yang tumbuh dan berkembang dengan baik
Sedangkan dengan klasifikasi iklim Oldeman diperoleh hasil bahwa
kecamatan Dukuhseti mempunyai golongan C4 dengan bulan kering berurutan
lima dan bulan basah berurutan tujuh, Kecamatan Cluwak mempunyai golongan
D4 dengan bulan kering berurutan sebanyak empat dan bulan basah berurutan
sebanyak delapan dan kecamatan Jakenan mempunyai golongan E4 dengan bulan
kering berurutan sebanyak satu dan bulan basah berurutan sebanyak sepuluh. Hal
ini sesuai dengan pendapat (Syarifuddin, 1977) yang menyatakan bahwa
berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman, tipe iklim C4 adalah apabila memiliki 5-6
bulan basah berurutan dan >6 bulan kering, tipe iklim D4 adalah apabila memiliki
3-4 bulan basah berurutan dan >6 bulan kering dan tipe iklim E4 adalah apabila
memiliki <3 bulan basah berurutan dan >6 bulan kering. Tipe iklim C4 memiliki
karakteristik yaitu hanya mungkin tanam padi atau palawija sekali dalam setahun
tergantung pada adanya persediaan air irigasi. Hal ini sesuai dengan pendapat
(Syarifuddin, 1977) yang meyatakan bahwa Tipe iklim C4 memiliki karakteristik
hanya mungkin tanam padi 1x atau 2x palawija dalam setahun tergantung pada
adanya persediaan air irigasi.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Iklim adalah fenomena alam atau unsur cuaca yang terjadi skala luas dan
dalam kurun waktu yang lama dan minimal dilakukan selama 30 tahun.
Pembagian iklim didasarkan pada gejala alam yang terjadi berdasarkan
perhitungan curah hujan dan letak lintang. Klasifikasi iklim Oldeman dan
Schmidth Ferguson membagi iklim berdasarkan banyaknya bulan basah, kering
dan lembab. Berdasarkan klasifikasi tersebut dapat diketahui tipe dan zona iklim
yang dapt mempermudah dalm menentukan masa tanam.
5.2. Saran
Saran untuk praktikum tipe iklim adalah ketika mencari data 10 tahun
terakhir sebaiknya teliti agar kesalahan pengambilan data tidak terjadi sehingga
hasil data yang diperoleh juga akan akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Bayong, T. 1992 . Klimatologi Terapan. Pionir Jaya, Bandung.
Handoko, A. 1994.Penerimaan radiasi surya di permukaan bumi sangat bervariasi
menurut tempat dan waktu. Jakarta, Balai Pustaka.
Hartono. 2007. Jelajah Bumi dan Alam Semesta. Citra Praya, Bandung.
Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Lakitan,B. 2002. Jenis-Jenis-Hujan. Grafindo Persada, Jakarta.
Rafi’i, S. 1995. Meteorologi dan Klimatologi. Angkasa. Bandung.
Schmidt,F.H. and Ferguson,J.H.1951. Rainfall Types Based on Wet and
DryPeriod for Indonesian With Wester New Guinea.
KementrianPerhubungan Djawatan Meteorologi and Geofisika. Jakarta
Subarjo M.2001.Buku Ajar Meteorologi Dan Klimatologi. Universitas Lampung,
Bandar Lampung
Tjasyono,B. 2004. Klimatologi. ITB, Bandung.
Wisnubroto, S., Siti L.A.S., Mulyono N. 1981. Asas-Asas Meteorologi Pertanian.
PT Ghalia Indonesia, Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Curah Hujan Dukuhseti Kabupaten Pati
Bulan
Tahun Rata
- rata
Oldema
n2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Januari 322 322 431 187 156 558 164 259 651 292 334,2 BB
Februari 435 463 476 626 250 433 338 740 402 463 462,5 BB
Maret 167 183 238 135 183 434 217 88 52 135 183,2 BB
April 98 110 130 90 112 96 97 110 148 110 110,1 BB
Mei 139 106 152 67 120 82 53 64 172 106 106,1 BB
Juni 173 129 19 168 181 23 197 86 129 184 128,9 BB
Juli 21 42 0 45 13 28 22 0 30 220 42,11 BK
Agustus 53 53 26 0 67 43 75 74 20 121 53,25 BK
September 35 35 11 7 19 0 0 0 0 243 35 BK
Oktober 81 81 181 14 144 2 37 46 37 190 81 BK
November 280 80 64 33 177 14 48 143 83 80 80 BK
Desember 259 280 417 299 367 166 200 381 129 280 280 BB
Jumlah 1865 1885 2145 1671 1789 1879 1448 1991 1853 2424
Rata - rata
157,0
6
157
178,7
5
139,2
5
149,0
8
156,5
8
120,6
7
165,9
2
154,4
1
201,9
7
Rata-rata
Schmid
t dan
Ferguso
n
B
K
4 4 4 6 6 4 5 1 2 3
3,9
BL 2 0 3 0 0 1 2 0 0 0 0,8
BB 6 8 5 6 6 7 5 11 10 9 7,3
Sumber: Data BPS Jawa Tengah
A. Iklim Menurut Schmidt dan Ferguson
Q =
Rata-rata BK
Rata-rata BB
=
3,9
7,3
= 53,4%
Tipe iklim : C  Daerah agak basah, memiliki hutan rimba, dan daun-
daun tanamannya gugur pada musim kemarau.
x 100%
x 100%
Lampiran 1. (Lanjutan)
B. Iklim Menurut Oldeman
Jumlah Bulan Kering yang berurutan: 5
Jumlah Bulan Basah yang berurutan: 7
Tipe iklim : C4
C. Tipe Iklim Mohr
BB = 7
BK = 5
Golongan : IV (Kering)
Lampiran 2. Curah Hujan Cluwak Kabupaten Pati
Bulan
Tahun Rata
- rata
Olde
man2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Januari 670 754 527 499 526 899 336 725 1275 690 690 BB
Februari 790 794 916 603 241 733 619 503 869 674 674 BB
Maret 484 281 319 454 534 566 470 410 169 397 408 BB
April 254 222 261 174 457 54 271 206 196 233 233 BB
Mei 59 115 81 222 54 216 123 58 258 143 143 BB
Juni 140 69 19 114 242 156 70 30 131 335 131 BB
Juli 81 63 0 108 42 3 43 0 35 141 52 BK
Agustus 43 17 0 0 122 9 84 35 3 116 43 BK
September 32 0 0 58 38 0 11 34 8 140 32 BK
Oktober 54 0 54 5 143 28 20 0 9 227 54 BK
November 137 143 316 25 137 7 185 109 171 137 137 BB
Desember 390 279 504 370 651 324 246 579 166 390 390 BB
Jumlah 3134 2737 2997 2632 3187 2995 2478 2689 3390 3623
Rata - rata 261,3 228,1 249,8 219,3 265,6 249,6 206,5 224,1 282,5 301,8
Rata-rata
Schmidt
dan
Ferguso
n
B
K
3 3 5 4 3 6 3 5 4 0
3
BL 1 2 1 0 0 0 2 0 0 0 0,5
BB 8 7 6 8 9 6 7 7 8 12 6,5
Sumber: Data BPS Jawa Tengah
A. Iklim Menurut Schmidt dan Ferguson
Q =
Rata-rata BK
Rata-rata BB
=
3
6,5
= 46%
Tipe iklim : C  Daerah agak basah, memiliki hutan rimba, dan daun
daun tanamannya gugur pada musim kemarau.
x 100%
x 100%
Lampiran 2. (Lanjutan)
B. Iklim Menurut Oldeman
Jumlah Bulan Kering yang berurutan: 4
Jumlah Bulan Basah yang berurutan: 8
Tipe iklim : D4
C. Tipe Iklim Mohr
BB = 8
BK = 4
Golongan : III (Agak Kering)
Lampiran 3. Curah Hujan Jakenan Kabupaten Pati
Bulan
Tahun
Rata
- rata
Old
ema
n
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Januari 200 237 70 84 197 345 175 134 180 180 481 BB
Februari 242 296 263 196 170 279 112 419 247 247 502,7 BB
Maret 194 296 62 178 153 134 158 147 175 249 322,3 BB
April 97 184 72 89 105 95 89 79 101 101 188 BB
Mei 88 95 61 178 0 168 22 33 81 81 121,7 BB
Juni 100 0 0 87 49 0 67 0 44 93 113,8 BB
Juli 32 7 0 0 11 1 19 0 19 105 61 BK
Agustus 0 0 0 0 15 0 0 4 15 118 34 BL
September 0 0 0 0 0 0 8 37 25 176 30 BB
Oktober 94 0 160 26 129 0 44 0 2 237 64 BB
November 237 127 95 145 230 6 185 141 103 141 99 BB
Desember 180 207 161 146 301 100 184 184 91 184 282 BB
Jumlah 1464 1449 1044 1129 1334 1138 1069 1188 1083 1912
Rata - rata 122 120,8 87 94,08 111,1 94,8 89,05 98,97 90,25 159
Rata-rata
Schmi
dt dan
Fergus
on
BK 3 5 4 4 5 6 5 6 5 0 3,6
BL 3 1 5 3 0 1 2 1 2 2 1,7
BB 6 6 3 5 7 5 5 5 5 10 4,,8
Sumber: Data BPS Jawa Tengah
A. Iklim Menurut Schmidt dan Ferguson
Q =
Rata-rata BK
Rata-rata BB
=
3,6
4,8
= 75%
Tipe iklim : D Daerah sedang, memiliki tanaman palawija sebagai
komoditas utama.
x 100%
x 100%
Lampiran 3. (Lanjutan)
B. Iklim Menurut Oldeman
Jumlah Bulan Kering yang berurutan:1
Jumlah Bulan Basah yang berurutan: 10
Tipe iklim : E4
C. Tipe Iklim Mohr
BB = 10
BK = 1
Golongan : II (Agak Basah)
BAB I
PENDAHULUAN
Pada kegiatan pertanian, ketersediaan air sangat menentukan hasil
produksi. Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik
menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta
faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Curah hujan dalam hal ini
adalah yang menentukan ketersediaan air pada suatu daerah. Curah hujan yang
diketahui dapat digunakan untuk memetakan pola tanam sepanjang tahun sesuai
dengan kebutuhan airnya. Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan
pertanaman dalam kurun waktu tertentu dalam suatu areal yang dapat diatur jenis
tanaman yang hendak ditanam. Dalam konteks budidaya tanaman dalam ruang
lingkup pertanian baik berupa budidaya tanaman pangan, perkebunan, ataupun
budidaya tanaman holtikultura.
Kelembaban udara bersama dengan temperatur memiliki pengaruh pada
proses pertumbuhan dan perkembangan hama dan penyakit. Hal ini terjadi karena,
kondisi kelembaban dan temperatur pada nilai tertentu merupakan nilai yang
optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan hama dan penyakit tanaman. Oleh
karena itu, dengan mengetahui kelembaban dan juga temperatur pada suatu
wilayah, maka kita dapat menentukan langkah antisipatif untuk budidaya
tanaman. Sebab, jika kita mengetahui kelembaban suatu tempat, maka kita dapat
menentukan tanaman apa yang tepat untuk dibudidayakan pada nilai kelembaban
yang kita ketahui.
Tujuan dari praktikum pemetaan pola tanam adalah agar praktikan dapat
memetakan pola tanam pada suatu daerah berdasarkan pada bulan basah dan bulan
keringnya. Manfaat dari praktikum pemetaaan pola tanam adalah untuk
mengetahui tanaman yang tepat untuk ditanam pada kondisi bulan kering maupu
bulan basah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun
waktu tertentu, tanaman dalam satu areal dapat diatur menurut jenisnya. Beberapa
pola tanam yang biasa diterapkan antara lain pola tanam monokultur, yaitu
menaman tanaman sejenis pada satu areal tanam, pola tanam campuran, yaitu
beragam tanaman ditanam pada satu areal serta pola tanam bergilir, yaitu
menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis tanaman pada waktu berbeda di
aeral yang sama (Mahmudin, 2008). Pola tanam juga memiliki definisi lain yaitu
suatu urutan tanam pada sebidang lahan dalam satu tahun, termasuk di dalamnya
masa pengolahan tanah. Pelaksanaan pola tanam dari suatu daerah irigasi teknis
dalam satu tahun, biasanya dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Kepala
Daerah setempat. Disamping pertimbangan untuk mendukung kebijakan pangan
nasional, penentuan pola tanam tersebut juga dibuat berdasarkan faktor
ketersediaan air dan aspirasi petani (Purba, 2008).
Kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan sedangkan
untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, sehingga menurut Oldeman suatu
bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar
dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil
dari 100 mm (Handoko,1990). Lamanya periode pertumbuhan padi terutama
ditentukan oleh jenis atau varietas yang digunakan, sehingga periode 5 bulan
basah berurutan dalan satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika
lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika
kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi
tanpa irigasi tambahan (Tjasyono, 2004). Bantuan irigasi diperlukan jika curah
hujan kurang dari tiga bulan basah berturut-turut (Yani dan Rahmat, 2007).
Tanaman jagung mempunyai kemampuan beradaptasi lebih luas
dibandingkan tanaman serelia laina. Meskipun demikian, jagung akan tumbuh
lebih baik pada tanah-tanah subur, berdrainase baik, suhu hangat dan curah hujan
merata sepanjang tahun dengan curah hujan sekitar 10-125 mm. kisaran pH yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan jagung adalah adalah 5,5 8,0 dengan pH optimum
6,0 – 7.0. suhu rata-rata yang dibutuhkan tanaman jagung adalah sekitar 21 – 32
derajat celcius. Umur panen adalah 86-96 hari setelah tanam (Effendi, 1985).
Umumnya suatu daerah memiliki beberapa tanaman pertanian yang cocok
untuk ditanam salah saunya adalah jenis padi-padian yang mampu tumbuh dan
berkembang dengan baik (Wisnubroto et al. 1981).
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Klimatologi dengan materi Pemetaan Pola Tanam dilaksanakan
pada 1 Juni 2015 di BPS Semarang.
3.1. Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum identifikasi iklim adalah data
curah hujan 1 tahun terakhir di wilayah Kecamatan Gunungwungkal, Kabupaten
Pati, Provinsi Jawa Tengah.
3.2. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum pemetaan pola tanam adalah
mengumpulkan data curah hujan minimal 1 tahun terakhir (per bulan) kemudian
menghitung jumlah bulan basah dan bulan keringnya pada kurun waktu tersebut
dan buat peta pola tanam beberapa komoditas pertanian, terutama tanaman
pangan, berdasar pada perbandingan bulan basah dan bulan kering yang telah
dihitung.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.Pemetaan Pola Tanam Kecamatan Dukuhseti
Berdasarkan data curah hujan (CH) dari kecamatan Dukuhseti di
Kabupaten Pati, diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 7. Pola Tanam Tahunan di Kecamatan Dukuhseti
Kecamatan Bulan
Dukuhseti
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
334,2 462,
5
183,
2
110,
1
106,
1
128,
8
42,1 53,2 35 81 80 280
Keterangan :
Padi Jagung Cabai
Berdasarkan tabel pola tanam tersebut, terdapat tiga jenis tanman yang
dapat ditanam dalam masa tanam satu tahun yaitu padi, jagung dan cabai. Padi
merupakan jenis tanman pangan yang membutuhkan curah hujan yang tinggi yaitu
diatas 200 mm/bulan dalam jangka waktu 3 sampai bulan. Apabila ketersediaan
air kurang begitu mencukupi dapat ditasi dengan irigasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hasanah (2007) yang menyatakan bahwa tanaman padi untuk tumbuh
dengan baik membutuhkan curah hujan yang baik yaitu rata - rata 200 mm/bulan
atau lebih dengan distribusi selama 3 sampai 4 bulan. Rokhma (2008) menyatakan
bahwa manfaat irigasi berkala adlah memberi kesempatan akar untuk memperoleh
aerasi yang cukup pada tanaman. Begitu pula dengan tanaman jagung. Tanaman
jagung dapat tumbuh dengan baik pada kondisi curah hujan sekitar 100-
140mm/bulan. Waktu tanam yang diperlukan sekitar 3 sampai 4 bulan.
Kekurangan air dapat ditanggulangi dengan irigasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Warisno (2007) yang menyatakan bahwa curah hujan normal untuk
pertumbuhan tanaman jagung adalah sekitar 100-140 mm/bulan dan harus merata.
Oleh karena itu, waktu penanaman harus memperhatikan curah hujan dan
penyebarannya. Penanaman dimulai bila curah hujan sudah mencapai 100
mm/bulan.
Tanaman cabai adalah salah satu jenis palawija yang dapat tumbuh pada
tingkat curah hujan yang rendah. Cahyono (2004) menyatakan bahwa agar dapat
berproduksi baik, tanaman cabai rawit memiliki kondisi iklim dengan 0-5 bulan
basah dan 4-6 bulan kering dalam satu tahun.
4.2. Pemetaan Pola Tanam Kecamatan Cluwak
Berdasarkan data curah hujan (CH) dari kecamatan Cluwak di Kabupaten
Pati, diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 8. Pola Tanam Tahunan di Kecamatan Cluwak
Kecamatan Bulan
Cluwak
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
690 674 408 233 143 131 52 43 32 54 137 390
Keterangan :
Padi Jagung Cabai
Berdasarkan data curah hujan yang di kecamatan Cluwak, kabupaten Pati
diperoleh hasil bahwa pola tanma yang sesuai adlah tanaman padi, jagung dan
cabai. Padi dapat tumbuh dengan baik pada pengairan yang sesuai yaitu rata-rata
diatas 200 mm/bulan selama 3-4 bulan dalam setahun. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hartono (2007) yang menyatakan bahwa curah hujan sebanyak 200
mm/bulan dipandang cukup untuk membudidayakan pada sawah. Yani dan
Rahmat (2007) menyatakan bahwa bantuan irigasi diperlukan jika curah hujan
kurang dari tiga bulan basah berturut-turut. Tanaman palawija yang dapat ditanam
pada curah hujan 100 mm/bulan adalah jagung. Jagung memiliki masa tanam
sekitar empat bulan dengan curah hujan rata-rata 100-140 mm/bulan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Yani dan Rahmat (2007) yang menyatakan bahwa
palawija dapat tumbuh dengan curah hujan sekitar 100 mm/bulan. Tanaman cabai
adalah salah satu jenis palawija yang dapat tumbuh pada tingkat curah hujan yang
rendah. Cahyono (2004) menyatakan bahwa agar dapat berproduksi baik, tanaman
cabai rawit memiliki kondisi iklim dengan 0-5 bulan basah dan 4-6 bulan kering
dalam satu tahun. Warisno dan Dahana (2010) menyatakan bahwa apabila hujan
terlalu rendah maka penyiraman atau pengairan harus dilakuakn secara rutin.
4.3. Pemetaan Pola Tanam Kecamatan Jakenan
Berdasarkan data curah hujan (CH) dari kecamatan Jakenan di Kabupaten
Pati, diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 9. Pola Tanam Tahunan di Kecamatan Jakenan
Kecamatan Bulan
Jakenan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
690 674 408 233 143 131 52 43 32 54 137 390
Keterangan :
Padi Jagung Cabai
Berdasarkan data curah hujan di kecamatan Jakenan, kabupaten Pati
diperoleh hasil bahwa curah hujan di kacamatan Jakenan pada bulan Januari
hingga April tergolong tinggi yaitu berada diatas 200 mm/bulan dengan begitu
pola tanam yang sesuai adalah tanaman padi. Tanaman padi adalah tanaman yang
sesuai ditanam pada bulan basah berturut-turut. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hasanah (2007) yang menyatakan bahwa tanaman padi untuk tumbuh dengan baik
membutuhkan curah hujan yang baik yaitu rata - rata 200 mm/bulan atau lebih
dengan distribusi selama 3 sampai 4 bulan. Bulan Mei hingga Juli masih cocok
untuk ditanami jenis tanaman palawija seperti jagung karena rata-rata curah huan
yang sedang yaitu antara 100-140. Hal ini sesuai dengan pendapat Warisno (2007)
yang menyatakan bahwa curah hujan normal untuk pertumbhan tanaman jagung
adalah sekitar 100-140 mm/bulan dan harus merata. Bulan Agustus hingga
November curah huajn semakin menurun dan berada di bawah 100 mm/bulan.
Tanaman yang sesuai adalah tanaman palawija seperti cabai. Hal ini sesuai
dengan pendapat Cahyono (2004) yang menyatakan bahwa agar dapat
berproduksi baik, tanaman cabai rawit memiliki kondisi iklim dengan 0-5 bulan
basah dan 4-6 bulan kering dalam satu tahun. Warisno dan Dahana (2010)
menyatakan bahwa apabila hujan terlalu rendah maka penyiraman atau pengairan
harus dilakuakn secara rutin.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Setiap kecamatan di Kabupaten Pati yaitu kecamatan Dukuhseti, Cluwak
dan Jakenan memiliki curah huajn yang berbeda, namun rata-rata pola tanam yang
sesuai ditanam pada ketiga kabupaten tersebut adlah padi, jagung dan kedelai.
5.2. Saran
Saran untuk Praktikum Klimatologi adalah agar lebih teliti dalam
identifikasi pola tanam dan dalam pengidentifikasian memerlukan ketelitian yang
tinggi sehingga dapat dengan tepat dalam menentukan tanaman yang cocok untuk
ditanam.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono. 2004. Cabai Rawit. Kanisius, Yogyakarta.
Lakitan, B. 1997. Dasar-Dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Mahmudin, 2008. Kajian PolaTanam DalamUpaya Untuk Meningkatkan
Produksi Dan Produktivitas Di Daerah Irigasi Batang Tongar Di Barat
Kabupaten Pasaman Propinsi Sumatera Barat.
Mansyur. 2005. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Holtikultura.
UNDIP, Semarang.
Mulyadi. D. 1977. Sumber Daya Tanah Kering, Penyebaran dan Potensinya
untuk Kemungkinan Budi Daya Pertanian. Kongres Agronomi, Jakarta
Purba, 2008. Model Sekolah Lapang Polikultur. BITRA Indonesia Medan.
Rokhma, N. M. 2008. Menyelamatkan Pangan dengan Irigasi Hemat Air.
Kanisius, Yogyakarta.
Sanchez, P. A. 1993. Sifat dan Pengelolaan Tropika 2. Terjemahan Amir Hamzah.
ITB. Bandung. hlm. 110
Warisno dan K. Dahana. 2010. Peluang Usahadan Budidaya Cabai. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Syarifuddin, D. 1977. An Agroclimatic Map ofSulawesi. SRIA (LP3). Bogor.
Wirosoedarmo, 1985, Dasar Budidaya Tanam dan Pola Tanam,
http://blog.ub.ac.id/angrenanirindu/2013/05/31/tipus-tanam-dan-pola-
tanam-serta-pemulsaan/
Wisnubroto, S., Siti L.A.S., Mulyono N. 1981. Asas-Asas Meteorologi Pertanian.
PT Ghalia Indonesia, Jakarta
Yani dan Ahmad. 2008. Menyingkap Fenomena Geosfer. Grafindo Media
Pratama, Bandung.

More Related Content

What's hot

Laporan Praktikum Pengukuran luas daun
Laporan Praktikum Pengukuran luas daunLaporan Praktikum Pengukuran luas daun
Laporan Praktikum Pengukuran luas daunSandi Purnama Jaya
 
Laporan resmi klimatologi dasar 2014/2015
Laporan resmi klimatologi dasar 2014/2015Laporan resmi klimatologi dasar 2014/2015
Laporan resmi klimatologi dasar 2014/2015Suryati Purba
 
Acara 4 Praktikum Dasar-dasar Ekologi
Acara 4 Praktikum Dasar-dasar EkologiAcara 4 Praktikum Dasar-dasar Ekologi
Acara 4 Praktikum Dasar-dasar EkologiAinal Chaza
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...Moh Masnur
 
DASAR PSIKROMETRIK
DASAR PSIKROMETRIKDASAR PSIKROMETRIK
DASAR PSIKROMETRIKKiki Amelia
 
Laporan Praktikum Kultur Jaringan: Pembuatan Media Sederhana, Isolasi, dan In...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan: Pembuatan Media Sederhana, Isolasi, dan In...Laporan Praktikum Kultur Jaringan: Pembuatan Media Sederhana, Isolasi, dan In...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan: Pembuatan Media Sederhana, Isolasi, dan In...UNESA
 
Laporan praktikum 10 buah dan biji (morfologi tumbuhan)
Laporan praktikum 10 buah dan biji (morfologi tumbuhan)Laporan praktikum 10 buah dan biji (morfologi tumbuhan)
Laporan praktikum 10 buah dan biji (morfologi tumbuhan)Maedy Ripani
 
Paper mikrobiologi
Paper mikrobiologiPaper mikrobiologi
Paper mikrobiologiDwi Utama
 
Agroklimat acara 1 pengenalan stasiun dan peralatan stasiun
Agroklimat acara 1 pengenalan stasiun dan peralatan stasiunAgroklimat acara 1 pengenalan stasiun dan peralatan stasiun
Agroklimat acara 1 pengenalan stasiun dan peralatan stasiunRiski Lubis
 
KURVA LAJU PENGERINGAN DAN FLOWABILITAS
KURVA LAJU PENGERINGAN DAN FLOWABILITASKURVA LAJU PENGERINGAN DAN FLOWABILITAS
KURVA LAJU PENGERINGAN DAN FLOWABILITASTri Setyo Ningsih
 
Contoh penyelesaian soal sistem refrigerasi
Contoh penyelesaian soal sistem refrigerasiContoh penyelesaian soal sistem refrigerasi
Contoh penyelesaian soal sistem refrigerasiAli Hasimi Pane
 
Bahan ajar kelas x budidaya tanaman obat
Bahan ajar kelas x   budidaya tanaman obatBahan ajar kelas x   budidaya tanaman obat
Bahan ajar kelas x budidaya tanaman obatBabangPattimura
 
04. Rancangan Acak Lengkap
04. Rancangan Acak Lengkap04. Rancangan Acak Lengkap
04. Rancangan Acak LengkapIr. Zakaria, M.M
 

What's hot (20)

Laporan Praktikum Pengukuran luas daun
Laporan Praktikum Pengukuran luas daunLaporan Praktikum Pengukuran luas daun
Laporan Praktikum Pengukuran luas daun
 
Biota Tanah
Biota TanahBiota Tanah
Biota Tanah
 
Laporan resmi klimatologi dasar 2014/2015
Laporan resmi klimatologi dasar 2014/2015Laporan resmi klimatologi dasar 2014/2015
Laporan resmi klimatologi dasar 2014/2015
 
Laporan kunjungan bmkg
Laporan kunjungan bmkgLaporan kunjungan bmkg
Laporan kunjungan bmkg
 
Acara 4 Praktikum Dasar-dasar Ekologi
Acara 4 Praktikum Dasar-dasar EkologiAcara 4 Praktikum Dasar-dasar Ekologi
Acara 4 Praktikum Dasar-dasar Ekologi
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
 
DASAR PSIKROMETRIK
DASAR PSIKROMETRIKDASAR PSIKROMETRIK
DASAR PSIKROMETRIK
 
2. viskositas
2. viskositas2. viskositas
2. viskositas
 
Laporan Praktikum Kultur Jaringan: Pembuatan Media Sederhana, Isolasi, dan In...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan: Pembuatan Media Sederhana, Isolasi, dan In...Laporan Praktikum Kultur Jaringan: Pembuatan Media Sederhana, Isolasi, dan In...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan: Pembuatan Media Sederhana, Isolasi, dan In...
 
Hama teh
Hama tehHama teh
Hama teh
 
P 4 lap res
P 4 lap resP 4 lap res
P 4 lap res
 
Laporan praktikum 10 buah dan biji (morfologi tumbuhan)
Laporan praktikum 10 buah dan biji (morfologi tumbuhan)Laporan praktikum 10 buah dan biji (morfologi tumbuhan)
Laporan praktikum 10 buah dan biji (morfologi tumbuhan)
 
Paper mikrobiologi
Paper mikrobiologiPaper mikrobiologi
Paper mikrobiologi
 
Precooling pascapanen
Precooling pascapanenPrecooling pascapanen
Precooling pascapanen
 
Agroklimat acara 1 pengenalan stasiun dan peralatan stasiun
Agroklimat acara 1 pengenalan stasiun dan peralatan stasiunAgroklimat acara 1 pengenalan stasiun dan peralatan stasiun
Agroklimat acara 1 pengenalan stasiun dan peralatan stasiun
 
Laporan 2 pesti analisis probit
Laporan 2 pesti analisis probitLaporan 2 pesti analisis probit
Laporan 2 pesti analisis probit
 
KURVA LAJU PENGERINGAN DAN FLOWABILITAS
KURVA LAJU PENGERINGAN DAN FLOWABILITASKURVA LAJU PENGERINGAN DAN FLOWABILITAS
KURVA LAJU PENGERINGAN DAN FLOWABILITAS
 
Contoh penyelesaian soal sistem refrigerasi
Contoh penyelesaian soal sistem refrigerasiContoh penyelesaian soal sistem refrigerasi
Contoh penyelesaian soal sistem refrigerasi
 
Bahan ajar kelas x budidaya tanaman obat
Bahan ajar kelas x   budidaya tanaman obatBahan ajar kelas x   budidaya tanaman obat
Bahan ajar kelas x budidaya tanaman obat
 
04. Rancangan Acak Lengkap
04. Rancangan Acak Lengkap04. Rancangan Acak Lengkap
04. Rancangan Acak Lengkap
 

Similar to Klimatologi fix acc

Laporan agroklimatologi alat-alat agroklimatologi
Laporan agroklimatologi alat-alat agroklimatologiLaporan agroklimatologi alat-alat agroklimatologi
Laporan agroklimatologi alat-alat agroklimatologiJoel mabes
 
Laporan praktikum agroklimatologi
Laporan praktikum agroklimatologi Laporan praktikum agroklimatologi
Laporan praktikum agroklimatologi Febrina Tentaka
 
Alat-alat bmkg sampali agroklimatologi
Alat-alat bmkg sampali agroklimatologiAlat-alat bmkg sampali agroklimatologi
Alat-alat bmkg sampali agroklimatologiGielank Manaloe
 
Alat-alat Meteorologi-Klimatologi--BMKG Karangploso--2012.ppt
Alat-alat Meteorologi-Klimatologi--BMKG Karangploso--2012.pptAlat-alat Meteorologi-Klimatologi--BMKG Karangploso--2012.ppt
Alat-alat Meteorologi-Klimatologi--BMKG Karangploso--2012.pptfadillahdila7
 
Laporan Praktikum Pengukuran Suhu Udara Menggunakan Sling Psikometer
Laporan Praktikum Pengukuran Suhu Udara Menggunakan Sling PsikometerLaporan Praktikum Pengukuran Suhu Udara Menggunakan Sling Psikometer
Laporan Praktikum Pengukuran Suhu Udara Menggunakan Sling Psikometernurulizzaha
 
Alat pengukur-kelembaban-udara
Alat pengukur-kelembaban-udaraAlat pengukur-kelembaban-udara
Alat pengukur-kelembaban-udaraari susanto
 
Laporan Klimatologi Acara 1 Shinta Rebecca Naibaho
Laporan Klimatologi Acara 1 Shinta Rebecca NaibahoLaporan Klimatologi Acara 1 Shinta Rebecca Naibaho
Laporan Klimatologi Acara 1 Shinta Rebecca NaibahoShinta R Naibaho
 
Laporan praktikum agroklimatologi
Laporan praktikum agroklimatologiLaporan praktikum agroklimatologi
Laporan praktikum agroklimatologiApriani Matrikxzsia
 
Laporan Metklim Pendidikan Geografi
Laporan Metklim Pendidikan GeografiLaporan Metklim Pendidikan Geografi
Laporan Metklim Pendidikan GeografiJanatun Rahmilah
 
Sistem Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara
Sistem Pengukuran Suhu dan Kelembaban UdaraSistem Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara
Sistem Pengukuran Suhu dan Kelembaban UdaraNabila Apriliastri
 
Laporan 3
Laporan 3Laporan 3
Laporan 3isanuri
 
Laporan praktik peralatan pengamatan
Laporan praktik peralatan pengamatanLaporan praktik peralatan pengamatan
Laporan praktik peralatan pengamatanRatih Ramadhanti
 
PARAMETER KELEMBABAN
PARAMETER KELEMBABANPARAMETER KELEMBABAN
PARAMETER KELEMBABANAslam Muh
 
Rangkuman alat ukur
Rangkuman alat ukurRangkuman alat ukur
Rangkuman alat ukurMahfud atjha
 
Rangkuman alat ukur
Rangkuman alat ukurRangkuman alat ukur
Rangkuman alat ukurMahfud atjha
 

Similar to Klimatologi fix acc (20)

Laporan agroklimatologi alat-alat agroklimatologi
Laporan agroklimatologi alat-alat agroklimatologiLaporan agroklimatologi alat-alat agroklimatologi
Laporan agroklimatologi alat-alat agroklimatologi
 
Acara 1
Acara 1Acara 1
Acara 1
 
Laporan praktikum agroklimatologi
Laporan praktikum agroklimatologi Laporan praktikum agroklimatologi
Laporan praktikum agroklimatologi
 
Alat-alat bmkg sampali agroklimatologi
Alat-alat bmkg sampali agroklimatologiAlat-alat bmkg sampali agroklimatologi
Alat-alat bmkg sampali agroklimatologi
 
Alat-alat Meteorologi-Klimatologi--BMKG Karangploso--2012.ppt
Alat-alat Meteorologi-Klimatologi--BMKG Karangploso--2012.pptAlat-alat Meteorologi-Klimatologi--BMKG Karangploso--2012.ppt
Alat-alat Meteorologi-Klimatologi--BMKG Karangploso--2012.ppt
 
Laporan Praktikum Pengukuran Suhu Udara Menggunakan Sling Psikometer
Laporan Praktikum Pengukuran Suhu Udara Menggunakan Sling PsikometerLaporan Praktikum Pengukuran Suhu Udara Menggunakan Sling Psikometer
Laporan Praktikum Pengukuran Suhu Udara Menggunakan Sling Psikometer
 
Alat pengukur-kelembaban-udara
Alat pengukur-kelembaban-udaraAlat pengukur-kelembaban-udara
Alat pengukur-kelembaban-udara
 
Laporan Klimatologi Acara 1 Shinta Rebecca Naibaho
Laporan Klimatologi Acara 1 Shinta Rebecca NaibahoLaporan Klimatologi Acara 1 Shinta Rebecca Naibaho
Laporan Klimatologi Acara 1 Shinta Rebecca Naibaho
 
Klimatik
KlimatikKlimatik
Klimatik
 
Laporan praktikum agroklimatologi
Laporan praktikum agroklimatologiLaporan praktikum agroklimatologi
Laporan praktikum agroklimatologi
 
Laporan Metklim Pendidikan Geografi
Laporan Metklim Pendidikan GeografiLaporan Metklim Pendidikan Geografi
Laporan Metklim Pendidikan Geografi
 
Sistem Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara
Sistem Pengukuran Suhu dan Kelembaban UdaraSistem Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara
Sistem Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara
 
Laporan 3
Laporan 3Laporan 3
Laporan 3
 
Laporan praktik peralatan pengamatan
Laporan praktik peralatan pengamatanLaporan praktik peralatan pengamatan
Laporan praktik peralatan pengamatan
 
alat ukur.pptx
alat ukur.pptxalat ukur.pptx
alat ukur.pptx
 
PARAMETER KELEMBABAN
PARAMETER KELEMBABANPARAMETER KELEMBABAN
PARAMETER KELEMBABAN
 
Unsur-Unsur Iklim
Unsur-Unsur IklimUnsur-Unsur Iklim
Unsur-Unsur Iklim
 
Rangkuman alat ukur
Rangkuman alat ukurRangkuman alat ukur
Rangkuman alat ukur
 
Rangkuman alat ukur
Rangkuman alat ukurRangkuman alat ukur
Rangkuman alat ukur
 
Acara 4 ferli klimatologi
Acara 4 ferli klimatologiAcara 4 ferli klimatologi
Acara 4 ferli klimatologi
 

Recently uploaded

kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumkekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumfebrie2
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfkaramitha
 
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaModul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaAnggrianiTulle
 
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)ratnawijayanti31
 
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxSyabilAfandi
 
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipaLKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipaBtsDaily
 
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxresidentcardio13usk
 
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxMateri Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxIKLASSENJAYA
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfssuser4743df
 
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...laila16682
 
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptxR6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptxmagfira271100
 

Recently uploaded (11)

kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumkekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
 
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaModul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
 
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
 
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
 
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipaLKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
 
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
 
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxMateri Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
 
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
 
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptxR6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
 

Klimatologi fix acc

  • 1. BAB I PENDAHULUAN Klimatologi pertanian merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan tentang hubungan antara keadaan cuaca dan masalah khusus kegiatan pertanian, terutama membahas pengaruh perubahan cuaca dalam jangka pendek. Pengamatan dan penelaahan ditekankan pada data unsur cuaca mikro yaitu keadaan dari lapisan atmosfer permukaan bumi kira-kira setinggi tanaman atau obyek pertanian tertentu yang bersangkutan. Selain itu dalam hubungan yang luas, klimatologi pertanian mencakup pula lama musim pertanian, hubungan antara laju pertumbuhan tanaman atau hasil panen dengan faktor atau unsur-unsur cuaca dari pengamatan jangka panjang. Iklim suatu tempat atau daerah dapat ditentukan dengan melihat data cuaca yang telah terkumpul lama (10-30 tahun). Data tersebut didapatkan dari hasil pengukuran cuaca dengan alat ukur yang khusus atau instrumentasi klimatologi. Alat-alat yang digunakan harus tahan lama dari pengaruh-pengaruh buruk cuaca untuk dapat setiap waktu mengukur perubahan cuaca. Pemasangan alat di tempat terbuka memerlukan persyaratan tertentu agar tidak salah ukur, dengan memperhatikan halangan dari bangunan-bangunan ataupun pohon-pohon di dekat alat, agar data yang diperoleh dapat dibandingkan, kemudian perbedaan data yang didapat bukanlah akibat kesalahan prosedur, tetapi betul-betul akibat iklimnya yang berbeda. Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari berbagai alat dalam klimatologi beserta fungsinya. Sedangkan tujuan pengukuran adalah untuk mengetahui cuaca maupun iklim sebagai pendukung kegiatan sehari-hari terutama kegiatan pertanian. Pengukuran dapat dilakukan dengan cara tradisional atau dengan teknologi. Pengukuran dengan tradisional misalnya dengan mengamati tanda-tanda alam. Pengukuran dengan teknologi misalnya dengan pengguanaan alat atau mesin khusus. Manfaat dari praktikum adalah praktikan dapat mengetahui dan memahami cara kerja dari berbagai jenis alat klimatologi.
  • 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukur Intensitas Penyinaran Matahari 2.1.1. Actinograph Bimetal Komponen utama dari alat ini adalah dua trip bimetal yang bercat hitam dan putih, yang merupakan sensor, glass dome, plat yang mengatur bimetal, tangkai, dan pena pencatat. Actinograph bekerja dengan prinsip perbedaan temperatur 2 strip paralel bimetalic bercat putih dan 2 strip paralel bimetalic bercat hitam. Masing-masing satu sisi strip putih dan strip hitam dihubungkan. (Wheler, 2001). Pena pencatat akan bergerak naik atau turun jika terjadi perbedaan suhu udara yang disebabkan oleh radiasi. Pena tersebut disambung dengan lempengan, yang apabila terjadi perubahan temperatur akan menyebabkan perubahan panjang pada lempengan sehingga lempengan tersebut menggerakkan pena (Tjasyono, 2004). 2.1.2. Gun Bellani Gun Bellani adalah alat untuk mengukur intensitas penyinaran matahari (Benyamin, 1994). Gun Bellani terdiri dari evaporator dan Kondensor. Evaporator dicirikan berwarna hitam dan berbentuk bola tembaga, berada pada tingkat tanah. Kondensor merupakan bagian bawah batang dikalibrasi menonjol kebawah permukaan tanah. Cara kerja Gun Bellani adalah dengan memasang alat ini di pagi hari. Pengukuran dilakukan sekali dalam 24 jam, yaitu pagi hari. Alat dibalik dan dikembalikan sehingga permukaan air dalam tabung mendekati nol (Tukidi, 2007).
  • 3. 2.2. Pengukur Lama Penyinaran Matahari 2.2.1. Campbell Stokes Campbell stokes merupakan perekam sinar matahari yang terdiri atas kaca lensa bulat berdiameter 100 mm (Prawirowardoyo, 1996). Terdapat kartu yang diperlakukan khusus berubah setiap hari, yaitu kartu pias. Kartu ini akan terbakar jika terkena sinar matahri yang terang secara langsung. Panjang pias yang terbakar dinyatakan dalam jam. Pembakaran tersebut dapat menentukan lama penyinaran matahari cerah untuk hari tersebut (Harrison, 2015). 2.3. Pengukur Suhu Udara dan Tanah 2.3.1. Psychrometre Standar Psychrometre mengandung 2 buah termometer di perisai radiasi. Termometer tersebut dilapisi perisai logam untuk melindungi termometer dari radiasi dan pertukaran udara oleh mesin jarum jam. Psychrometre berfungsi untuk mengukur kelembaban udara (Harrison, 2015). Alat ini terdiri dari dua termometer yang terletak secara berdampingan. Satu termometer sebagai bola kering dan satu yang lain sebagai bola basah yang ditutupi dengan kain muslin tipis yang dibasahi dengan air suling sebelum pengamatan. Waktu pembacaan termometer bola kering akan lebih dulu terbaca kemudian bola basah. Suhu udara yang ditunjukkan termometer bola kering lebih mudah berubah daripada termometer boa basah (Srivasteva, 2008). Kain muslin perlu diganti dua minggu atau sebulan sekali. Psychrometre murupakan alat yang paling banyak digunakan untuk pengukuran kelembaban.
  • 4. 2.3.2. Termometer Tanah Gundul Termometer ini menggunakan ciran air raksa dan diletakkan di tanah yang permukaan tanahnya gundul. Termometer tanah gundul berfungsi untuk mengukur suhu tanah dengan kedalaman berbeda-beda (Hendayana, 2012). Suhu tanah yag diukur pada umumnya dengan kedalaman 0 cm, 2 cm, 5 cm, 10 cm, 20 cm, 50 cm, dan 100 cm. Temperatur suhu permukaan tanah yang tanpa vegetasi dapat diukur dengan menggunakan termometer gundul (Cui, 2013). 2.4. Pengukur Tekanan Udara 2.4.1. Barometer Barometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur tekanan udara. Dalam klimatologi, barometer digunakan dalam peramalan cuaca, dimana tekanan udara yang tinggi menandakan cuaca yang cukup bersahabat, sedangkan tekanan udara yang rendah menandakan kemungkinan adanya badai. Alat ini bisa dibawa atau diletakkan di suatu tempat yang selanjutnya alat ini akan menunjukkan besarnya tekanan udara pada tempat tersebut (Sriworo, 2006). Barometer menggunakan skala mm air raksa (mmHg) atau atmosfer (atm). Barometer secara otomatis dapat mencatat tekanan-tekanan udara selama jangka waktu tertentu (Utoyo, 2007). 2.4.2. Barograph Barograph adalah instrumen portabel untuk merekam otomatis dan terus- menerus atmosfer di lokasi tertentu. Barograph merupakan alat yang berfungsi sebagai pencatat tekanan udara (Stanhill, 2001). Sensor menggunakan tabung hampa udara. Bila tekanan atmosfer berubah, maka volume kotak berubah. Cara kerja barograph adalah perubahan tekanan udara permukaan logam yang tipis,
  • 5. dan perubahan ini diteruskan secara mekanik dengan pena yang bergerak diatas kertas yang menempel pada sebuah drum (Tjasyono, 2004). 2.5. Pengukur Arah Angin 2.5.1. Cup Counter Anemometer Cup counter anemometer merupakan anemometer sederhana. Cup counter anemometer berfungsi untuk mengukur kecepatan rata-rata angin selama satu periode pengamatan (Pangestu et al., 2014). Jarum penunjuk suatu kecepatan bergerak bila ada angin. Pemasangan Cup counter anemometer adalah di tempat lapang yag terbuka, karena mempengauhi besaran yang akan diukur. Alat ini dipasang pada ketinggian 2 meter diatas tanah. Tetapi bila ada halangan, alat dipasang pada ketinggian 10 – 15 meter diatas tanah. Pada Cup counter anemometer terdapat tiga buah cup. Cup yang berjumlah tiga buah akan memutar pada satu tiang yang dihubungkan pada counter (As’ar, 2011) 2.5.3. Anemometer Anemometer merupakan alat yang berfungsi untuk mengukur satu komponen atau lebih kecepatan angin (Uly, 2013). Ketika angin bertiup, anemometer akan berputar dan kecepatan angin akan ditunjukkan oleh spidometer yang tertera pada alat. Alat ini harus dipasang dengan ketinggian 10 meter dan diletakkan di tempat terbuka dengan jarak dari penghalang sejauh 10 kali dari tinggi penghalang agar hembusan angin tidak terhalang oleh bangunan maupun tumbuhan dengan ukuran besar (Sriworo, 2006). Tiang anemometer dipasang dengan menggunakan 3 buah kawat penahan tiang. Salah satu kawat penahan tiang berada pada arah utara dari tiang anemometer dan antar kawat penahan tiang membentuk sudut 120°.
  • 6. 2.6. Pengukur Kelembaban Udara 2.6.1. Thermohygrograph Thermohygrograph adalah alat yang merupakan gabungan dari dua instrumen yaitu thermograph dan hygrograph yang mempunyai fungsi untuk mengukur suhu dan kelembaban udara relatif secara otomatis (Prasada, 2008). Thermohygrograph memiliki satuan derajat celcius (°C) dan persentase (%) (Tukidi, 2007). Thermohygrograph terdiri dari dua macam, yaitu Thermohygrograph harian dan mingguan. Thermohygrograph harian mengukur suhu dan kelembaban relatif per jam, sedangkan thermohygrograph mingguan akan mendapatkan catatan ukuran suhu dan kelembaban relatif dalam jangka waktu satu minggu. Bagian atas thermohygrograph digunakan untuk mengukur suhu, sedangkan bagian bawah digunakan untuk mengukur kelembaban (Hendayana, 2012). 2.7. Pengukur Evaporasi Air 2.7.1. Open Pan Evaporimeter Open pan evaporimeter merupakan alat yang berfungsi untuk mengukur tingkat penguapan, dengan menggunakan wadah air terbuka (Rayner, 2006). Penguapan evaporasi setiap harinya dikumpulkan dalam waktu yang lebih lama (biasanya beberapa minggu atau bulan), dan hasilnya dikalikan koefisien panci. Semakin luas permukaan panci, maka semakin mendekati penguapan yang sebenarnya terjadi pada permukaan danau, waduk, sungai, dan lainnya. Sekeliling alat perlu ditumbuhi rumput-rumput pendek, karena pada permukaan tanah yang gundul akan memyebabkan evaporasi atau penguapan yang terukur tinggi. Alat open pan evaporimeter dilengkapi dengan termometer apung serta cup counter anemometer yang tingginya 0,5 m (Tukidi, 2007).
  • 7. 2.8. Pengukur Curah Hujan dan Kualitas Air Hujan 2.8.1. Penakar Hujan Observasi (OBS) Alat penakar hujan adalah alat untuk mrngukur jumlah curah hujan yang turun ke permukaan tanah per satuan luas ( Sriworo, 2006). Pengamatan dilakukan sekali dalam 24 jam yaitu pada pagi hari. Hujan yang diukur adalah hujan kemarin bukan hujan hari ini. Banyaknya curah hujan dinyatakan dalam satuan milimeter (mm). Jumlah air hujan yang tertampung, diukur dengan gelas ukur yang sudah dikonversi kedalam satuan tinggi. Luas penampangnya adalah 100 cm, sehingga untuk dihasilkan satuan mm perlu dibagi 10. Penakar hujan Observasi (OBS) merupakan jenis penakar hujan non recording atau manual (Wilhelmus et al., 2014). 2.8.2. Penakar Hujan Tipe Hellman Alat penakar curah hujan tipe Hellman memiliki fungsi untuk mencatat intensitas curah hujan atau tingkat kelebatannya (Tukidi, 2007). Alat ini merupakan suatu alat penakar hujan yang recording atau otomatis dapat mencatat sendiri, dengan mencatat jumlah curah hujan yang terkumpul dalam bentuk garis vertikal yang tercatat pada kertas pias. Pengamatan dengan menggunakan alat ini dilakukan setiap hari pada jam tertentu. Penakar curah hujan tipe Hellman dipasang dengan ketinggian 120 cm dari permukaan tanah sampai ke corong penakar dan luas penampang corong 200 cm2 (Hendayana, 2012). Alat pengukur curah hujan tipe Hellman dapat mengalami kerusakan atau gangguan sewaktu- waktu yang mengakibatkan hilangnya beberapa data curah hujan (Bunganaen, 2013).
  • 8. 2.8.3. Automatic Rain Sampler Automatic rain sampler merupakan alat yang digunakan untuk mengambil sampel hujan. Sampel hujan yang diambil adalah sampel Wet dan Dry (Tjasyono, 2004). Prinsip kerja automatic rain sampler adalah jika terjadi hujan maka sensor akan memberikan trigger kepada sistem kontrol untuk membuka atau menutup tempat penampungan air yang digerakkan oleh motor listrik. Selama hujan penutup akan tetap terbuka, sedangkan jika hujan berhenti maka penutup akan bergerak ke posisi semula, sehingga air hujan yang tertampung tidak terkena kotoran yang lain. ( Sriworo, 2004). 2.9. Pengukur Kualitas Udara 2.9.1. High Volume Sampler High volume sampler merupakan alat yang berfungsi untuk mengambil sampel Suspensious Particle Matter (SPM) (Tukidi, 2007). SPM merupakan partikel padat yang melayang diudara. Prinsip kerja pada high volume sampler adalah udara yang mengandung debu dari luar dihisap dengan menggunakan pompa hisap flow rate 40 s/d 60 cvm, maka partikel debu dengan ukuran kurang dari 10 micron meter akan terhisap pada permukaan filter microfiber dengan porositas 0,3 micron. Debu tersebut akan menempel pada kertas filter dan dihitung konsentrasinya dengan cara kertas filter ditimbang sebelum dan sesudah sampling. Disamping itu, waktu sampling juga dicatat sehingga didapat konsentrasi debu tersebut (Nurjazuli et all., 2010).
  • 9. BAB III MATERI DAN METODE Praktikum Klimatologi dengan materi Alat-Alat Klimatologi dilaksanakan pada hari Senin, 11 Mei 2015 pukul 08.00 – 12.00 WIB di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Semarang. 3.1. Materi Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat-alat klimatologi sebagai objek untuk mengetahui fungsinya. Alat yang digunakan antara lain kamera sebagai alat untuk mendokumentasikan alat klimatologi dalam bentuk foto, alat tulis untuk mencatat nama alat beserta fungsinya. 3.2. Metode Metode pada praktikum Pengamatan Alat-Alat Klimatologi yaitu dengan mengunjungi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kemudian mendokumentasikan semua alat klimatologi yang ada di taman alat serta mencatat fungsi masing-masing alat untuk kemudian mencocokkan literatur mengenai fungsi dan prinsip kerja alat sebagai pendukung pengamatan.
  • 10. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Actinograph Bimetal Berdasarkan praktikum Klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai berikut : Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015 Ilustrasi 1. Actinograph Bimetal Berdasarkan pengamatan di lapangan, alat ini bernama actinograph bimetal. Alat ini berfungsi sebagai alat pengukur atau pencatat secara otomatis intensitas matahari. Bimetal (dwilogam) merupakan komponen utama dari alat ini. Bimetal adalah sensor yang peka terhadap sinar matahari, berwarna hitam mudah menyerap radiasi surya. Panas karena radiasi yang diserap ini membuat bimetal melengkung. Besarnya lengkungan sebanding radiasi yang diterima sensor. Lengkungan ini disampaikan secara mekanis ke jarum penulis diatas pias yang berputar menurut waktu. Hasil rekaman sehari ini berebentuk grafik. Luas grafik atau integral dari grafik sebanding dengan jumlah radiasi surya yang ditangkap
  • 11. oleh sensor selama sehari. Hal ini sesuai dengan pendapat Wheler (2001) yang menyatakan bahwa komponen utama dari actinograph bimetal adalah dua trip bimetal yang bercat hitam dan putih, yang merupakan sensor, glass dome, plat yang mengatur bimetal, tangkai, dan pena pencatat. Pendapat tersebut diperkuat oleh Tjasyono (2004) yang menyatakan bahwa pena pencatat akan bergerak jika terjadi perbedaan suhu udara yang disebabkan oleh radiasi. 4.2. Gun Bellani Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai berikut : Sumber : Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015 Ilustrasi 2. Gun Bellani Berdasarkan pengamatan dilapangan, alat ini bernama gun bellani. Alat ini berfungsi untuk mengukur intensitas matahari. Pengamatan atau pengukuran dilakukan satu kali dalam 24 jam (pukul 07.00 pagi). Hal ini sesuai dengan pendapat Benyamin (1994) yang menyatakan bahwa gun bellani adalah alat yang digunakan untuk mengukur intensitas penyinaran matahari. Pengukuran dilakukan dengan cara memasang alat di pagi hari, alat dibalik dan dikembalikan sehingga
  • 12. permukaan air dalam tabung mendekati nol. Air dalam alat ini volumenya konstan. Bila terkena cahaya matahari, akan menguap dan berkondensasi sehingga air turun ke bawah. Hal ini sesuai dengan pendapat Tukidi (2007) yang menyatakan bahwa cara kerja dari alat gun bellani adalah dengan memasang alat di pagi hari, alat di balik dan dikembalikan sehingga permukaan air dalam tabung mendekati nol. 4.3. Campbell Stokes Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai berikut : Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015 Ilustrasi 3. Campbell Stokes Berdasarkan hasil pengamatan, alat ini bernama campbell stokes yang berfungsi sebagai alat pencatat lama penyinaran matahari. Alat ini berebentuk kaca bulat dan diadalamnya terdapat air raksa. Selain itu alat ini memiliki pias yang akan terbakar jika intensitas penyinaran matahari tinggi. Pias diganti setiap hari pada pukul 07.00 WIB. Hal ini sesuai dengan pendapat Prawirowardoyo
  • 13. (1996) yang menyatakan bahwa campbell stokes merupakan perekam sinar matahari yang terdiri atas kaca lensa bulat berdiameter 100 mm. Prinsip alat adalah pembakaran pias. Panjang pias yang terbakar dinyatakan dalam jam. Pada keadaan matahari terang, pias akan terbakar sehingga yang terukur adalah lama penyinaran surya terang. Hal ini sesuai dengan pendapat Harrison (2015) yang menyatakan bahwa pias ditaruh pada titik api bola lensa, agar pembakaran tersebut dapat menentukan sinar matahari cerah untuk hari tersebut. Pembakaran pias erlihat seperti garis lurus di bawah bola lensa. Kertas pias adalah kertas khusus yang tak mudah terbakar kecuali pada titik api lensa. Alat dipasang di tempat terbuka, yang tidak ada halangan ke arah timur matahari terbit dan ke barat matahari terbenam. Kemiringan sumbu bola lensa disesuaikan dengan letak lintang setempat. Posisi alat tidak berubah sepanjang waktu, tetapi pemakaian pias dapat diganti-ganti setiap hari pada pukul 07.00 pagi. 4.4. Psychrometre Standar Berdasakan praktikum klimatologi, didapat alat kliamtologi sebagai berikut : Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015 Ilustrasi 4. Psycrometer Standar
  • 14. Berdasarkan pengamatan di lapangan, alat ini bernama psychrometre standar yang berfungsi sebagai pengukur suhu udara (°C) dan kelembaban udara (%). Hal ini sesuai dengan pendapat Harrison (2015) yang menyatakan bahwa psychrometre standar berfungsi untuk mengukur kelembaban udara. Alat ini terdiri dari Termometer bola basah dan termometer bola kering. Termometer bola basah digunakan untuk mengukur kelembaban udara, sedangkan termometer bola kering digunakan untuk mengukur suhu udara. Pada termometer bola basah ditutupi dengan kain muslin yang dibasahi dengan air suling. Air pembasah harus dalam keadaan bersih dan jernih. Hal ini sesuai dengan pendapat Srivasteva (2008) yang menyatakan bahwa dalam psychrometer standar, termometer terletak secara berdampingan. Satu termometer sebagai bola kering dan satu yang lain sebagai bola basah yang ditutupi dengan kain muslin tipis yang dibasahi dengan air suling sebelum pengamatan. 4.5. Termometer Tanah Gundul Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai berikut : Sumber : Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015 Ilustrasi 5. Termometer Tanah.
  • 15. Berdasarkan pengamatan di lapangan, alat ini bernama termometer tanah gundul. Alat ini berfungsi untuk mengukur suhu tanah. Prinsipnya sama dengan termometer air raksa yang lain, hanya aplikasinya digunakan untuk mengukur suhu tanah dari kedalaman 0, 5, 10, 20, 50 dan 100 cm. Kedalaman 50 dan 100 cm harus tanam sebuah tabung silinder untuk menempatkan termometer agar mudah untuk melakukan pembacaan. Kedalaman 0-20 cm, cukup dengan membenamkan bola tempat air raksa sesuai dengan kedalaman yang diperlukan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Hendayana, 2012) yang menyatakan bahwa termometer tanah gundul berfungsi untuk mengukur suhu tanah dengan kedalaman yang berbeda. Termometer ini menggunakan cairan air raksa dan diletakkan di tanah yang permukaan tanahnya gundul. Pendapat tersebut diperkuat oleh Cui (2013) yang menyatakan bahwa temperatur suhu permukaan tanah tanpa vegetasi dapat diukur dengan menggunakan termometer gundul. 4.6. Barometer Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai berikut : Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015 lustrasi 6. Barometer
  • 16. Berdasarkan pengamatan alat-alat klimatologi diperoleh hasil bahwa barometer merupakan suatu alat yang diguanakan sebagai pengamatan dilapangan untuk mengukur tekanan udara dengan satuan milibar (mb). Tabung berisi air raksa yang dilengkapi termometer untuk mengetahui suhu udara dalam ruangan. Alat ini tidak boleh terkena sinar matahari dan angin langsung dipasang tegak lurus pada dinding yang kuat memiliki tinggi bejana 1 meter dari lantai. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sriworo (2006) yang menyatakan bahwa barometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur tekanan udara. Pendapat tersebut diperkuat oleh Utoyo (2007) yang menyatakan bahwa barometer menggunakan skala mm air raksa (mmHg) atau atmosfer (atm). 4.7. Barograph Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai berikut : Ilustrasi 7. Barograph Berdasarkan pengamatan dilapangan alat ini bernama Microbarograph yang berfungsi sebagai alat pencatat tekanan udara secara otomatis di dalam ruangan dengan satuan milibar (mb). Prinsip kerja alat ini menggunakan sensor Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015
  • 17. menggunakan tabung hampa udara atau kotak logam yang hampa udara yang terbuat dari logam yang sangat lenting. Bila tekanan atmosfer berubah maka tekanan udara pada permukaan logam berubah. Perubahan suhu permukaan logam di hubungkan dengan tangkai pena dan menggores di pias. Hal ini sesuai dengan pendapat Stanhill (2001) yang menyatakan bahwa barograph merupakan alat pencatat tekanan udara. Hal tersebut diperkuat oleh Tjasyono (2004) yang menyatakan bahwa sensor menggunakan tabung hampa udara. Bila tekanan atmosfer berubah, maka volume kotak berubah. 4.8. Cup Counter Anemometer Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebeagai berikut : Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015 Ilustrasi 8. Cup Counter Anemometer Berdasarkan pengamatan dilapangan alat ini bernama cup counter anemometer. Alat ini berfungsi sebagai pengukur kecepatan angin rata-rata per hari (km/jam). Prinsip kerja alat ini seperti spedometer sepeda motor dengan satuan km/jam. Selisih pembacaan angka per 24 jam. Mengukur kecepatan angin harus ada angin yang ditandai dengan tiga buah cup pada cup counter anemometer yang bergerak. Hal ini sesuai dengan pendapat Pangestu et al. (2014) yang menyatakan bahwa cup counter anemometer berfungsi untuk mengukur kecepatan
  • 18. rata-rata angin selama satu periode pengamatan. Pendapat tersebut diperkuat oleh As’ar (2011) menyatakan bahwa cup yang berjumlah tiga buah aka memutar pada satu tiang yang dihubungkan pada counter. 4.9. Anemometer Berdasarkan praktikum klimatologi, didapt alat klimatologi sebagai berikut : Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015 Ilustrasi 9. Anemometer Berdasarkan pengamatan dilapangan alat ini bernama Anemometer 8m dan 10m. Alat ini berfungsi sebagai pencatat arah dan kecepatan angin sesaat. Adanya hembusan angin yang mengenai baling – baling pada perangkat tersebut, akan menyebabkan baling-baling tersebut berputar. Putaran baling-baling tersebut akan dikonversi menjadi sebuah besaran dalam bahasa matematika. Baling-baling digunakan alat yang menangkap suatu rangsangan berupa hembusan angin. Hal ini sesuai dengan pendapat Uly (2013) yang menyatakan bahwa fungsi anemometer yaitu untuk mengukur satu komponen atau lebih kecepatan aliran angin. Alat ini harus dipasang dengan ketinggian 10 meter dan berada di tempat lapang yang bebas dari bangunan dan tumbuhan besar agar adanya hembusan angin mengenai baling-baling pada perangkat tersebut. Hal ini sesuai dengan
  • 19. pendapat Sriworo (2006) yang menyatakan bahwa alat ini harus diletakkan di tempat terbuka agar hembusan angin tidak terhalang oleh bangunan maupun tumbuhan degan ukuran besar. 4.10. Thermohygrograph Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai berikut : Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015 Ilustrasi 10. Thermohygrograph Berdasarkan pengamatan dilapangan alat ini bernama Thermohygrograph yang befungsi sebagai pencatat suhu udara dan kelembaban udara. Alat ini merupakan gabungan dari Thermograph dan Hygrograph. Prinsip kerja alat ini menggunakan sensor suhu terbuat dari logam, bila udara panas logam memuai dan menggerakan pena keatas, bila udara dingin mengkerut gerakan pena turun. Sensor kelembaban udara terbuat dari rambut manusia, bila udara basah. Rambut memanjang dan bila udara kering rambut memendek, dengan menggunakan kertas pias sebagai hasil yang dilihat. Pada kertas pias bagian atas menunjukkan suhu sedangkan bagian bawah kertas menunjukkan kelembaban. Hal ini sesuai dengan pendapat Prasada (2008) yang menyatakan bahwa Thermohygrograph merupakan instrumen yang mengukur suhu dan kelembaban relatif. Pendapat tersebut
  • 20. diperkuat oleh Hendayana (2012) yang menyatakan bahwa bagian atas kertas digunakan untuk mengukur suhu, sedangkan bagian bawah kertas digunakan untuk mengukur kelembaban. 4.11. Open Pan Evaporimeter Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai berikut : Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015 Ilustrasi 11. Open Pan Evaporimeter Berdasarkan pengamatan dilapangan alat ini bernama open pan evaporimeter yang berfungsi untuk mengukur penguapan air (mm). Alat ini dilengkapi dengan termometer apung dan cup counter anemometer setinggi 0,5 meter. Termometer apung berfungsi untuk mengukur suhu air, sedangkan cup counter anemometer berfungsi untuk mengukur kecepatan angin. Prinsip kerja alat ini yaitu air yang terisi didalamnya akan mengalami penguapan dan diukur pengurangan volume dan suhu air tersebut. Pengukuran air yang hilang melalui penguapan bertujuan untuk mengetahui kesetimbangan air antara yang didapat melalui curah hujan dan air yang hilang. Pengamatan dilakukan satu kali dalam 24 jam yaitu pagi hari. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rayner (2006) yang
  • 21. menyatakan bahwa open pan evaporimeter merupakan alat yang berfungsi untuk mengukur tingkat penguapan, dengan menggunakan wadah air terbuka. Pendapat tersebut diperkuat oleh Tukidi (2007) menayatakan bahwa alat open pan evaporimeter dilengkapi dengan termometer apung dan cup counter anemometer dengan ketinggian 0,5 m. Penguapan evaporasi setiap harinya dikumpulkan dalam waktu yang lebih lama (biasanya beberapa minggu atau bulan), dan hasilnya dikalikan kofisien panci. 4.12. Penakar Hujan Observasi Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai berikut : Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015 Ilustrasi 12. Penakar Hujan Observasi Berdasarkan pengamatan dilapangan alat ini bernama Penakar Hujan Observasi (OBS) yang berfungsi sebagai alat pengukur hujan dengan satuan millimeter (mm). Penakar hujan OBS bersifat manual. Curah hujan di ukur dengan gelas penakar setiap jam 07.00 pagi, dimana setiap 1 mm air hujan yang ditakar sama dengan 10 cc. Hal ini sesuai dengan pendapat Sriworo (2006) yang menyatakan bahwa alat penakar hujan adalah alat untuk mengukur jumlah curah
  • 22. hujan yang turun ke permukaan tanah per satuan luas. Pendapat tersebut diperkuat oleh Wilhelmus et al. (2014) yang menyatakan bahwa penakar hujan OBS merupakan jenis penakar hujan non recording atau manual. 4.13. Penakar Hujan Tipe Hellman Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai berikut : Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015 Ilustrasi 13. Penakar Hujan Tipe Hellman Berdasarkan pengamatan dilapangan alat ini bernama Penakar Hujan Tipe Hellman yang berfungsi sebagai pencatat instensitas curah hujan atau tingkat kelebatannya dengan satuan milimeter (mm). Hal ini sesuai dengan pendapat Tudiki (2007) yang menyatakan bahwa alat penakar curah hujan tipe Hellman memiliki fungsi untuk mencatat intensitas curah hujan atau tingkat kelebatannya. Penakar hujan tipe ini merupakan penakar hujan berjenis recording atau otomatis. Bila air hujan terukur setinggi 10 mm, siphon bekerja mengeluarkan air dari tabung penampungan dengan cepat, kemudian siap mengukur lagi dan kemudian seterusnya. Pada penampung terdapat pelampung yang dihubungkan dengan jarum pena penunjuk yang secara mekanis membuat garis pada kertas pias posisi dari tinggi air hujan yang tertampung, tetapi data tersebut dapat hilang sewaktu
  • 23. waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Bunganaen (2013) yang menyatakan bahwa alat pengukur curah hujan tipe Hellman dapat mengalami kerusakan atau gangguan sewaktu-waktu yang mengakibatkan hilangnya beberapa data curah hujan. 4.14. Automatic Rain Sampler Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai berikut : Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015 Ilustrasi 14. Automatic Rain Sampler Berdasakan pengamatan dilapangan alat ini bernama automatic rain sampler yang berfungsi sebagai alat penampung air hujan yang akan diuji kemasamannya (pH). Hal ini sesuai dengan pendapat Tjasyono (2004) yang menyatakan bahwa automatic rain sampler merupakan alat yang digunakan untuk mengambil sampel hujan. Menggunakan alat ini air hujan tidak akan tercemar atau terkontaminasi. Prinsip kerja alat ini yaitu jika terjadi hujan maka sensor akan memberi trigger kepada sistem kontrol untuk membuka tutup tempat penampungan air hujan yang digerakan oleh motor listrik, selama hujan turun penutup tersebut tetap terbuka, kemudian setelah hujan berhenti maka penutup akan bergerak kembali keposisi semula. Hal ini sesuai dengan pendapat
  • 24. Sriworo (2006) yang menyatakan bahwa selama hujan penutup akan tetap terbuka, sedangkan jika hujan berhenti maka penutup akan bergerak ke posisi semula, sehingga air hujan yang ada ditempat penampung tidak terkena kotoran yang lain karena tertutup rapat, kemudian air hujan tersebut dikirim ke Laboratorium Kualitas Udara, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta untuk dianalisa. 4.15. High Volume Sampler Berdasarkan praktikum klimatologi, didapat alat klimatologi sebagai berikut : Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015 Ilustrasi 15. High Volume Sampler Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan alat ini bernama high volume sampler yang berfungsi sebagai peralatan sampling untuk mengambil sampel SPM (Suspensious Particles Matter / Partikel Padat yang melayang di udara 0,1 micron). Prinsip kerja high volume sampler yaitu udara yang mengandung partikel debu di hisap mengalir melalui kertas filter dengan menggunakan motor putaran kecepatan tinggi. Debu yang menempel pada kertas saring akan diukur konsentrasinya dengan cara kertas saring tersebut ditimbang sebelum dan sesudah
  • 25. sampling. Disamping itu juga dicatat flowrate dan waktu lamanya sampling sehingga didapat konsentrasi debu tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Tukidi (2007) yang menyatakan bahwa high volume sampler merupakan alat yang berfungsi untuk mengambil sampel Suspensious Particle Matter (SPM). Pendapat tersebut diperkuat oleh Nurjazuli et all. (2010) menyatakan bahwa prinsip kerja pada high volume sampler adalah udara dari luar dihisap dengan menggunakan pompa hisap flowrate 40 s/d 60 cvm, maka partikel debu dengan ukuran kurang dari 10 micron meter akan terhisap pada permukaan filter microfiber dengan porositas 0,3 micron.
  • 26. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Alat yang digunakan untuk mengukur unsur cuaca atau iklim bermacam- macam jenisnya, setiap peralatan unsur iklim atau cuaca memiliki cara kerja yang berbeda-beda sesuai dengan fungsi masing-masing alat ukur dengan tata letaknya. Pemasangan alat ukur umumnya dilakukan atau dipasang di tempat terbuka. Alat- alat klimatologi dikelompokkan berdasarkan fungsinya. Alat yang berfungsi untuk mengukur intensitas sinar matahri terdiri dari Actinograph Bimetal dan Gun Bellani. alat yang berfungsi untuk mengukur lama sinar matahari yaitu Campbell Stokes. Alat yang berfungsi untuk mengukur suhu udara dan suhu tanah terdiri dari Psychrometre Standar dan termometer tanah gundul. Alat yang berfungsi untuk mengukur tekanan udara terdiri dari barometer dan barograph. Alat yang berfungsi untuk mengukur arah kecepatan angin terdiri dari cup counter anemometer dan anemometer. Alat yang berfungsi untuk mengukur kelembaban udara terdiri dari thermohygrograph. Alat yang berfungsi untuk mengukur penguapan air adalah open pan evaporimeter. Alat yang berfungsi untuk mengukur curah hujan dan kualitas air hujan terdiri dari penakar hujan observasi (OBS), penakar hujan tipe hellman, dan automatic rain sampler. Serta alat yang berfungsi untuk mengukur kualitas udara adalah higah volume sampler. 5.2. Saran Praktikum sebaiknya dilaksanakan dengan pembagian waktu yang tersusun dengan baik agar praktikum dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Praktikan sebaiknya lebih aktif dalam pelaksanaan praktikum serta menanyakan hal- hal yang belum dipahami selama praktikum kepada narasumber.
  • 27. DAFTAR PUSTAKA As’ar. 2011. Rancang Bangun Anemometer Analog. Sains 11(1), 1-4. Benyamin, L. 1994. Dasar-Dasar Kliamatologi. Grafindo Persada, Jakarta. Cui, Y. J. Ta, An Ninh, Gatmiri, B. 2013. Experimental and Numerical Investigation of Soil Atmosphere. Engineering Geology Interaction. 165 : 20–28. Harrison, G. 2015. Meteorological Measurements and Instrumentation. Allantic, New Delhi. Hendayana, D. 2012. Mengenal Nama dan Fungsi Alat-alat Pemantau Cuaca dan Iklim. Penyuluh BP4K, Cianjur. Nurjazuli., Onny, S dan Elanda, F. 2010. Analisis Perbedaan kapasitas Fungsi Paru Pada Pedagang Kaki Lima Bedasarkan kadar Debu Total Dijalan Nasional Kota Semarang. Jurnal kesehatan masyarakat Indonesia 1 (6) : 26–27. Pangestu, Y.C, Sonjaya, C dan Sugihantoro, D. 2014. Rancang Bangun Anemometer Mangkok dengan Uji Laboratorium dan Lapangan. UNDIP Press, Semarang. Prawiroardoyo, S. 1996. Meteorologi. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Rayner, D.P. 2006. Wind Run Changes: The Dominant Factor Affecting Pan Evoporation Trends in Australia. Journal of Climate 20, 3379-3395. Srivasteva, G. P. 2008. Surface Meteorological Instrument and Measurements Practices. Allantic, New Delhi. Sriworo, B. 2006. Tata Cara Tetap Pelaksanaan Pengamatan dan Pelaporan Data Iklim dan Agroklimat. Badan Metereologi dan Geofisika, Jakarta. Tjasyono. 2004. Klimatologi umum. Bandung : ITB. Tukidi. 2007. Buku Ajar Meteorologi dan Klimatologi. Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang, Semarang. Stanhill, G. and Cohen, S. 2001. Global dimming: a review of the evidence for a widespread and significant reduction in global radiation with discussion of its probable causes and possible agricultural consequences. Agricultur for Meteorologi., 107, pp. 255-278. Uly, A. 2013. Perguruan Tinggi Negeri Dan Swasta. Cmedia, Jakarta.
  • 28. Utoyo dan Bambang. 2006. Geografi. Setra Purna Inves, Bandung. Wheler, D. 2001. Factors Governing Sunshine in South-West Iberia: A review of Western Europe’s Sunniest Region.Weather, 56, pp. 189-197 Wilhelmus, B. Denik, S. K. Dan Yacobus, A. K. 2013. Analisis Hubungan Tebal Hujan Dan Durasi Hujan Pada Stasiun Klimatologi Lisiana Kota Kupang. Jurnal Teknik Sipil: 2 (2) : 181-190.
  • 29. BAB I PENDAHULUAN Cuaca merupakan suatu keadaan udara pada waktu tertentu di suatu wilayah yang mencakup seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer bumi. Perubahan cuaca terjadi dalam jangka waktu yang singkat selama beberapa hari. Perubahan dalam cuaca meliputi perubahan suhu, tekanan udara, angin, curah hujan dan pancaran sinar matahari. Cuaca terjadi karena suhu dan kelembaban yang berbeda antara satu tempat ke temapat lainnya. Perbedaan dapat terjadi karena perbedaan sudut pemanasan matahari dan perbedaan lintang bumi. Pengamatan perubahan cuaca dapat dilakukan secara konvensional dan komputerisasi. Salah satu indikator dalam pengamatan cuaca adalah dengan mengamati bentuk awan. Awan merupakan titik-titik air atau es di udara dalam yang berbentuk gas. Awan dapat memeberi petunjuk cuaca hanya dengan arah tiupan angin, dengan begitu kita dapat mengetahui dari arah mana cuaca akan datang. Awan digambarkan berdasarkan ketinggian di langit dan bentuknya. Awan juga dapat berubah dari hari ke hari bergantung pada perubahan cuaca. Praktikum dilakukan dengan tujuan agar praktikan dapat memprakirakan cuaca berdasarkan bentuk-bentuk gumpalan awan yang ada dilangit dan faktor- faktor pembentuk cuaca lainnya. Manfaat praktikum ini adalah praktikan dapat mengetahui cara memprakirakan cuaca berdasarkan bentuk gumpalan awan di langit sehingga dapat memahami faktor-faktor pembentuk cuaca.
  • 30. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cuaca Cuaca adalah kondisi atmosfer khususnya dilapisan dekat dengan tanah pada suatu tempat dan waktu tertentu. Cuaca dapat dipengaruhi oleh berbagai unsur-unsur pembentuknya. Pengukuran cuaca dilakuka berdasarkan temperatur, kelembaban, angin, matahari, curah hujan dan bentuk gumpalan awan di langit (Rusbiantoro, 2008). Cuaca merupakan suatu gejala dinamika atmosfer bumi dalam ruang dan waktu yang pendek (Admiranto, 2009). 2.2. Kelembaban Awan terbentuk ketika udara lembab bergerak naik, saat itu udara akan berubah menjadi dingin kemudian udara akan mengembang dan menyebabkan perubahan bentuk awan sehingga terjadi pengembunan berupa titik-titik air yang sangat kecil (Ford, 2005). Salah satu jenis awan yang dapat menyebabkan udara yang lembab adalah awan stratus. Awan stratus lazimnya membawa cuaca yang lembab yang dapat menyebakan terjadinya hujan gerimis (Spilsbury, 2011). 2.3. Arah Angin Pola angin di dua belahan bumi merupakan bayangan dari satu sama lain. Di daerah tropis berhembus angin menuju khatulistiwa yang disebut angin pasat. Angin timur adalah angin dingin yang berhembus dari kutub sedangkan angin barat berhembus didaerah yang beriklim sedang (Malam, 2005). Angin merupakan udara yang bergerak. Udara panas mempunyai tekanan udara yang rendah sedangkan udara dingin memiliki tekanan tinggi yang akan bergerak menuju daerah yang lebih panas. Arah angin yang bergerak naik akan
  • 31. menghasilkan awan kumulus yang melewati gunung dan menghasilkan hujan (Frick et al., 2008). 2.4. Pancaran Radiasi Surya Langit berwarna biru menunjukkan cuaca cerah dan panas. Selain itu ketika cuaca cerah angin bertiup pelan dan cahaya matahari bersinar terang (Sulaeman, 2004). Hampir semua energi panas yang diterima bumi berasal dari radiasi matahari yang meliputi sinar ultraungu dan inframerah. Jumlah panas yang diterima tergantung sudut jatuh, lama waktu penyinaran, dan keadaan cuaca. Cuaca yang cerah tanpa awan menghasilkan radiasi maksimum. Adanya awan tebal yang menutupi mencegah terjadinya radiasi balik (Frick et al., 2008). 2.5. Awan Awan adalah titik-titik massa air atau kristal es di udara. Uap air dapat berubah menjadi titik-titik air atau kristal es dan yang kemudian akan turun sebagai hujan (Malam, 2005). Awan juga memberi petunjuk tentang cuaca dengan mengetahui arah tiupan angin sehingga dapat diketahui dari mana cuaca itu akan datang. Awan cumulus yang berbentuk memanjang, menandakan datangnya kondisi cuaca yang baik (Nicholson, 2005). 2.6. Awan Cirrus Awan cirrus merupakan awan yang tersusun dari trilyunan kristal es (Sherman, 2002). Awan cirrus yang menumpuk pada ketinggian tertentu akan menangkap lebih banyak radiasi matahari. Jika bumi sedang panas maka akan lebih banyak terbentuk awan sirrus. (Milne, 2006). Awan cirrus tersusun atas serat lembut dan halus, berwarna putih mengkilap bagaikan sutra tanpa bayangan. Berada pada pada ketinggian lebih dari 6.000 meter (Yani dan Ahmad. 2008). Awan sirrus selalu terbentuk dilangit yang biru pada hari yang panas dan cerah. Awan ini menandakan bahwa hujan tidak akan turun (Brother, 2011).
  • 32. 2.6.1. Awan Cirrostratus Awan cirrostratus berbentuk seperti tirai atau kelambu halus tetapi terkadang bentuknya dapat menyerupai tirai asap yang merata. Awan cirrocumulus berwarna keputih-putihan dan dapat menimbulkan gejala halo. Awan ini terdiri atas kristal es dan merupakan awan tinggi lebih dari 6000 meter (Yani dan Ahmad, 2008). Awan cirrostratus yang berbentuk tipis putih dan dapat menyebabkan turunnya hujan (Kodoatie dan Sjarief, 2010). 2.6.2. Awan Cirrocumulus Awan cirrocumulus berbentuk seperti butir padi dan berwarna putih tanpa bayangan. Terdiri dari kristal es dan terbentuk dalam udara cerah. Awan cirrocumulus tergolong jenis awan yang tinggi (Yani dan Ahmad, 2008). Terkadang awan cirrocumulus berbentuk serpihan awan tipis yang dapat menyebabkan kondisi cuaca yang berubah-ubah (Kodoatie dan Sjarief, 2010). Awan cirrocumulus letaknya tinggi di langit dan membentuk langit yang bersisik (Brother, 2011). 2.7. Awan Stratus Awan stratus berbentuk seragam memiliki warna kelabu dan tidak menyentuh permukaan bumi. Awan ini terdiri atas titik awan yang dapat menimbulkan hujan oleh karena itu tidak memiliki kristal es. Awan stratus tidak menimbulkan gejala halo (Yani dan Ahmad, 2008). Awan stratus menggantung rendah di langit dan pada umumnya menutupi puncak dan bangunan tinggi, dimusim dingin dapat menyebabkan turunnya hujan rintik-rintik atau serpihan salju (Frick et al., 2008). Awan stratus membawa cuaca yang lembab dan hujan gerimis (Spilsbury, 2011).
  • 33. 2.7.1. Awan Stratus Cumulus Awan stratus cumulus merupakan salah satu jenis awan yang berada pada ketinggian yang rendah. Awan ini menandakan datangnya cuaca yang kering (Kadoatie dan Sjarief, 2010). Awan stratocumulus juga termasuk jenis awan cumulus yaitu awan yang berbentuk seperti timbunan kapas yang berada pada ketinggian yang sangat rendah dan memiliki bentuk yang menggumpal di langit yang biru (Brothers, 2011). 2.7.3. Awan Nimbostratus Awan nimbostratus memiliki bentuk seragam dan memiliki permukaan yang luas. Awan ini berwarna kelabu tua dan tersusun atas awan-awan dibawahnya yang saling terpisah atau tersambung (Yani dan Ahmad, 2008). Awan nimbostratus yang berwarna kelabu gelap dapat menimbulkan terjadinya hujan atau salju (Kodoatie dan Sjarief, 2010). Selain itu awan nimbustratus yang berwarna kelabu kehitaman selalu membawa hujan lebat (Spilsburry, 2011). 2.7.4. Awan Altostratus Altostratus berkembang sebagai lapisan tipis dan berlapis-lapis. Altostratus merupakan penebalan dari cirristratus dan mungkin menebal menjadi altostratus padat. Altostratus yang tipis biasanya memiliki ketinggian sekitar 4000-5500 meter dengan warna abu-abu atau biru tidak berwarna putih (Gilbert, 2008). Awan altostratus berwarna kebiru-biruan dan memungkinkan terjadinya cuaca yang bagus (Kodoatie dan Sjarief, 2010). 2.8. Awan Cumulus Awan cumulus yang memanjang, menandakan cuaca yang baik. Namun, apabila permukaan awan mulai menggelembung dan berbentuk seperti bunga kol maka mungkin akan turun hujan disore hari. Awan cumulus cenderung menurunkan lebih banyak hujan dabandingkan dengan awan yang tipis. Hal ini
  • 34. karena kandungan airnya lebih tinggi. Bagian bawah awan cumulus tebal dan biasanya berwarna abu-abu karena pancaran cahaya matahari tidak dapat menembus kandungan airnya yang banyak (Nicholson, 2005). Awan cumulus yang berwarna putih lembut menandakan kemungkinan cuaca yang bagus (Kodoatie dan Sjarief, 2010). 2.8.1. Awan Altocumulus Awan altocumulus berwarna putih kelabu dan terdiri atas unsur-unsur bulatan terpipih. Awan ini menimbulkan virga dan prestisipasi (Yani dan Ahmad, 2008). Awan altocumulus memiliki bentuk seperti altostratus tetapi berada lebih rendah dan lebih lembut berwarna putih lembut dan memungkinkan terjadinya cuaca yang bagus (Kodoatie dan Sjarief, 2010). Awan altocumulus tergolong jenis awan cumulus yang berada pada ketinggian yang rendah di langit (Brother, 2011). 2.8.2. Awan Cumulusnimbus Awan cumulus nimbus berbentuk raksasa dan menimbulkan hujan es serta tornado (Sherman, 2002). Awan cumulusnimbus yang tebal dan gelap menandakan datangnya hujan yang deras serta badai (Nicholson, 2005). Awan cumulusnimbus terlihat mampat, berat, menjulang tinggi dan berbentuk gumpalan besar. Bagian atasnya tidak tajam menyerupai serat halus, bentuk bawahnya tampak bergelombang dan gelap. Bagian atasnya dapat menimbulkan hujan besar, hujan tersebut dapat mulai dan berhenti secara mendadak disertai kilat dan guntur serta disertai butiran es (Yani dan Ahmad, 2008). Cumulusnimbus berada pada ketinggian 6-8 km ditroposfer awan jenis ini terbentuk apabila awan cumulus semakin bertambah karena pengembangan udara panas. Apabila awan ini mengembang menegak dapat menyebabkan air turun saat hablur air naik. Awan jenis ini selalu membawa hujan (Spilsburry, 2011).
  • 35. BAB III MATERI DAN METODE Praktikum Klimatologi dengan materi Pengamatan Cuaca dilakukan pada hari Kamis, Jum’at dan Sabtu tanggal 28 sampai 30 Mei 2015 di desa Banjarsari, Kedungampel, Cawas, Klaten. 3.1. Materi Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kondisi cuaca sekitar yang meliputi bentuk awan. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kamera yang digunakan untuk mendokumentasikan kondisi cuaca saat itu. 3.2. Metode Metode yang digunakan dalam praktikum Pengamatan Cuaca adalah dengan cara memilih lokasi yang akan dijadikan objek pengamatan, mendokumentasikan bentuk awan dengan menggunakan kamera setiap pagi dan sore selama tiga hari berturut-turut. Mencari data pendukung tentang bentuk- bentuk gumpalan awan yang ada dilangit dan faktor-faktor pembentuk cuaca lainnya. Menganalisis hasil pengamatan yang telah dilakukan.
  • 36. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Hari Pertama Berdasarkan praktikum pengamatan cuaca yang telah dilakukan diperoleh foto hasil pengamatan sebagai berikut : Gambar Awan Tempat Waktu Banjarsari, Kedungampel, Cawas, Klaten. Hari Jum’at, 05 Juni 2015. Pukul 08.15 WIB Ilustrasi 16. Awan Altocumulus Gambar Awan Tempat Waktu Banjarsari, Kedungampel, Cawas, Klaten. Hari Jum’at, 05 Juni 2015. Pukul 08.15 WIB Ilustrasi 17. Awan Cirrostratus
  • 37. Berdasarkan praktikum pengamatan cuaca pada pagi hari diperoleh hasil bahwa awan altocumulus berwarna putih keabu-abuan yang berupa lembaran rata berbentuk gumpalan bulat umumnya membentuk bayangan berserabut. Awan ini terlihat berada di langit yang rendah pada cuaca yang cerah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Yani dan Ahmad (2008) menyatakan bahwa Awan altocumulus berwarna putih kelabu dan terdiri atas unsur-unsur bulatan terpipih. Menurut Kodoatie dan Sjarief (2010) menyatakan bahwa awan altocumulus memiliki bentuk seperti altostratus tetapi berada lebih rendah dan lebih lembut berwarna putih lembut dan memungkinkan terjadinya cuaca yang bagus. Pengamatan cuaca pada sore hari diperoleh hasil bahwa awan cirrostratus berbentuk transparan dengan serabut keputihan, memiliki tekstur yang halus dan menutupi sebagian atau seluruh permukaan langit. Awan cirrostratus terlihat berada di langit yang tinggi dan menimbulkan fenomena halo. Hal ini sesuai dengan pendapat Yani dan Ahmad (2008) yang menyatakan bahwa awan cirrostratus berbentuk seperti tirai atau kelambu halus tetapi terkadang bentuknya dapat menyerupai tirai asap yang merata. Awan cirrocumulus berwarna keputih- putihan dan dapat menimbulkan gejala halo. Terdiri atas kristal es dan merupakan awan tinggi lebih dari 6.000 meter. Kodoatie dan Sjarief (2010) menyatakan bahwa awan cirrostratus yang berbentuk tipis putih dan dapat menyebabkan turunnya hujan. 4.2. Pengamatan Hari Kedua Berdasarkan praktikum pengamatan cuaca yang telah dilakukan diperoleh foto hasil pengamatan sebagai berikut : Gambar Awan Tempat Waktu Banjarsari, Kedungampel, Cawas, Klaten. Hari Sabtu, 06 Juni 2015. Pukul 08. 05 WIB
  • 38. Ilustrasi 18. Awan Cirrocumulus Gambar Awan Tempat Waktu Banjarsari, Kedungampel, Cawas, Klaten. Hari Sabtu, 06 Juni 2015. Pukul 16.00 WIB Ilustrasi 19. Awan Cumulus Berdasarkan praktikum pengamatan cuaca pada hari kedua di pagi hari diperoleh hasil bahwa awan cirrocumulus berbentuk tipis berupa perca-perca putih, memiliki lapisan tanpa bayangan, elemennya sangat kecil dan berbentuk lipatan yang mengumpul dan memancar. Awan ini memiliki susunan yang teratur. Hal ini sesuai dengan pendapat Yani dan Ahmad (2008) yang menyatakan bahwa terkadang awan cirrocumulus berbentuk seperti butir padi dan berwarna putih
  • 39. tanpa bayangan. Terdiri dari kristal es dan terbentuk dalam udara cerah. Awan cirrocumulus tergolong jenis awan yang tinggi. Kodoatie dan Sjarief (2010) menyatakan bahwa awan cirrocumulus berbentuk serpihan awan tipis yang dapat menyebabkan kondisi cuaca yang berubah-ubah. Brothers (2011) menyatakan bahwa awan cirrocumulus letaknya tinggi di langit dan membentuk langit yang bersisik. Penagamtan cuaca pada sore hari diperoleh hasil bahwa awan cumulus yang gelap dengan bentuk seperti timbunan kapas dan menggumpal, sehingga cahaya matahari tidak dapat menembus awan ini. Awan cumulus yang tebal menandakan akan terjadi hujan yang lebat. Hal ini sesuai dengan pendapat Nicholson (2005) yang menyatakan bahwa awan cumulus tebal cenderung menurunkan lebih banyak hujan dabandingkan dengan awan yang tipis. Hal ini karena kandungan airnya lebih tinggi. Bagian bawah awan cumulus tebal dan biasanya berwarna abu-abu karena pancaran cahaya matahari tidak dapat menembus kandungan airnya yang banyak. Kodoatie dan Sjarief (2010) menyatakan bahwa awan cumulus yang berwarna putih lembut menandakan cuaca yang bagus. 4.3. Pengamatan Hari Ketiga Berdasarkan praktikum pengamatan cuaca yang telah dilakukan diperoleh foto hasil pengamatan sebagai berikut : Gambar Awan Tempat Waktu Banjarsari, Kedungampel, Cawas, Klaten. Hari Minggu, 07 Juni 2015. Pukul 08. 35 WIB
  • 40. Ilustrasi 20. Awan Sirrus Gambar Awan Tempat Waktu Banjarsari, Kedungampel, Cawas, Klaten. Hari Minggu, 07 Juni 2015. Pukul 15.20 WIB Ilustrasi 21. Awan Nimbostratus Berdasarkan praktikum pengamatan cuaca pada pagi hari diperoleh hasil bahwa awan cirrus berbentuk putih terpisah-pisah seperti benang halus terkadang berbentuk serabut keperakan dan berada pada daerah lintang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Malam (2005) menyatakan bahwa awan sirrus selalu terbentuk dilangit yang biru pada hari yang panas dan cerah. Awan ini menandakan bahwa hujan tidak akan turun. Yani dan Ahmad (2008) menyatakan bahwa awan cirrus tersusun atas serat lembut dan halus, berwarna putih mengkilap bagaikan sutra tanpa bayangan. Berada pada pada ketinggian lebih dari 6.000 meter. Brothers (2011) menyatakan bahwa awan cirrus yang menumpuk pada ketinggian tertentu akan menangkap lebih banyak radiasi matahari. Jika bumi sedang panas maka akan lebih banyak terbentuk awan cirrus. Berdasarkan praktikum pengamatan cuaca pada sore hari diperoleh hasil bahwa awan nimbostratus berwarna gelap dan dapat menyebabkan hujan yang terus menerus. Awan ini memiliki lapisan yang cukup tebal sehingga matahari tidak dapat menembus. Awan nimbostratus berada pada lintang rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Yani dan Ahmad (2008) yang menyatakan bahwa awan nimbostratus memiliki bentuk seragam dan memiliki permukaan yang luas. Awan ini berwarna kelabu tua dan tersusun atas awan-awan dibawahnya yang saling
  • 41. terpisah atau tersambung. Borowski (2009) menyatakan bahwa awan nimbostratus berwarna kelabu gelap dapat menimbulkan hujan atau salju. Spilsburry (2011) menyatakan bahwa awan nimbustratus yang berwarna kelabu kehitaman selalu membawa hujan lebat. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Cuaca disekitar kita dapat berubah setiap saat. Dengan mengamati kondisi di langit dapat diperoleh berbagai petunjuk tentang apa yang terjadi di atmosfer, sehingga dapat diketahui bagaimana cuaca mungkin berubah. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam mengamati cuaca adalah melalui pengamatan bentuk awan antara lain, awan altocumulus, cirrostratus, cirrocumulus, cumulus, cirrus dan nimbostratus. 5.2. Saran Saran untuk praktikum pengamatan cuaca kedepannya sebaiknya dalam mengamati kondisi langit dilakukan secara rutin pada jam yang sama sehingga hasil pengamatannya lebih akurat.
  • 42. DAFTAR PUSTAKA Admiranto, G. 2009. Menjelajah Tata Surya. Kanisius, Yogyakarta. Brothers, E. 2011. Cuaca. Evan Brothers Limited, London. Ford, H dan K. Barnhan. 2005. Cuaca. Erlangga, Jakarta. Frick, H., A. Ardiyanto dan Darmawan. 2008. Ilmu Fisika Bangunan. Kanisius, Yogyakarta. Gilbert, R. 2008. Wheather. DK Publishing, New York. Kodoatie, S. R dan R. Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. ANDI, Yogyakarta. Malam, J. 2005. Planet Bumi. Erlangga, Jakarta. Milne, A. 2006. Our Drowning World. Filmer Road, London. Nicholson, S. 2005. Cuaca. Marshall Editions, Inggris. Rusbiantoro, D. 2008. Global Warming for Beginner. Panembahan, Yogyakarta. Sherman, J. 2002. Bentuk-Bentuk di Angkasa. Erlangga, Jakarta. Spilsbury, L. 2011. Weather. Evan Brothers Limited, London. Sulaeman, M. 2004. Lebih Dekat dengan Alam. Setia Purna Inves, Jakarta Pusat. Yani dan Ahmad. 2008. Menyingkap Fenomena Geosfer. Grafindo Media Pratama, Bandung.
  • 43. BAB 1 PENDAHULUAN Iklim adalah fenomena alam atau unsur cuaca yang terjadi skala luas dan dalam kurun waktu yang lama. Menurut peraturan internasional,pengamatan iklim minimal dilakukan selama 30 tahun. Iklim di suatu tempat di bumi dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi tempat tersebut. Pengaruh posisi relatif matahari terhadap suatu tempat di bumi menimbulkan musim, suatu ciri khas yang membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan beberapa sistem klasifikasi iklim. Klasifikasi iklim yang terkenal dalah iklim matahari, iklim fisis, iklim musim, iklim menurut junghun dan iklim menurut koppen. Pembagian iklim didasarkan pada gejala alam yang terjadi berdasarkan perhitungan curah hujan dan letak lintang. Perubahan iklim adalah suatu perubahan unsur unsur iklim yang memiliki kecenderungan naik atau turun secara nyata. Perubahan iklim secara globabl disebabkan karena menguatya konsentrasi zat di atmosfer yang berasal dari pembakaran batu bara, minyak bumi dan gas yang mengandung limbah di atmosfer seperti CO2, NH4 dan N2O. Dampak buruk yang ditimbulkan dari perubahan iklim global adalah semakin panasnya suhu di bumi, mencairnya es di kutub sehingga permukaan air laut menjadi naik dan mengakibatkan El nino dan La nina. Tujuan praktikum adalah praktikan dapat mengetahui parameter penentu tipe iklim dan menentukan tipe iklim yang ada pada suatu daerah serta mengetahui jenis tanaman yang khas dan tepat tumbuh di daerah tersebut. Manfaat praktikum ini adalah praktikan dapat mengetahui tipe tipe iklim di suatu wilayah tertentu dan dapat menentukan tipe iklim berdasarkan curah hujan dengan jenis klasifikasi iklim.
  • 44. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklim Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal (Irianto, 2003). Iklim di bumi tidak selalu konstan; temperatur dan curah hujan berbeda-beda dari tahun ke tahun dan berfluktuasi dalam jangka waktu yang lebih lama. Pertumbuhan tanaman dan urutannya yang terjadi dalam suatu tahun ditentukan oleh interaksi antara iklim, tanah, tanaman, dan pengelolaan. Suatu jenis tanaman akan tumbuh jika kebutuhan minimum akan air, energi, dan nutrien tersedia, serta ada tempat untuk tumbuh tegak (Wisnubroto, 1999). Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan atau presipitasi. Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan, 2002). Iklim besar pengaruhnya terhadap usaha pertanian misalnya dalam pemilihan kultur, produktivitas hasil tanaman, pelaksanaan pekerjaan pertanian. Tanaman menuntut jenis iklim tertentu, tidak semua tanaman dapat ditanam disembarang tempat pada iklim yang berbagai macam. Sebaliknya, pada iklim tertentu (yang sama) tidak semua jenis tanaman dapat hidup produktif disitu. Jadi, setiap jenis dan varietas harus disesuaikan dengan iklimnya (Aak, 1983).
  • 45. 2.1.1.Curah Hujan Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat. Hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan, 2002). Curah hujan memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pangan, hal ini disebabkan air sebagai pengangkut unsur hara dari tanah ke akar dan diteruskan ke bagian-bagian lainnya. Fotosintesis akan menurun jika 30% kandungan air dalam daun hilang, kemudian proses fotosintesis akan terhenti jika kehilangan air mencapai 60% (Bayong, 1992). 2.2. Klasifikasi Iklim 2.2.1. Klasifikasi Iklim Mohr Klasifikasi iklim yang didasarkan curah hujan diajukan Mohr pada tahun 1933. Klasifikasi iklim ini di dasarkan pada jumlah Bulan Kering (BK) dan jumlah Bulan Basah (BB) yang dihitung sebagai harga rata -rata dalam waktu yang lama. Bulan Basah (BB) adalah bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi). Bulan Kering (BK) adalah bulan dengan curah hujan kurang dari 60 mm atau jumlah curah hujan lebih kecil dari jumlah penguapan. Cara untuk mencari bulan basah dan kering Mohr menggunakan rerata curah hujan masing-masing bulan selama beberapa tahun. Pembagian iklim didasarkan atas banyaknya bulan basah dan bulan kering suatu tempat, oleh Mohr dibagi menjadi lima golongan iklim (Wisnubroto et al., 1981).
  • 46. Tabel 1. Klasifikasi Iklim Menurut Mohr Golongan Daerah Jumlah B Kering I Basah 0 II Agak Basah 1 – 2 III Agak Kering 3 – 4 IV Kering 5 – 6 V Sangat Kering 6 Sumber : Wisnubroto et al., (1981). 2.2.2. Klasifikasi Iklim Oldeman Beberapa sistem klasifikasi iklim adalah sistem klasifikasi Schmit Ferguson, sistem klasifikasi Oldeman, dan sistem klasifikasi Mohr (Tjasyono (2004). Kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, sehingga klasifikasi Oldeman membagi suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm (Handoko,1990). Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis atau varietas yang digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalan satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan (Tjasyono, 2004).
  • 47. Ilustrasi 22. Diagram iklim Oldeman. Klasifikasi tipe iklim oldeman adalah sebagai berikut : Tabel 2. Klasifikasi iklim menurut Oldeman NO Tipe Bulan basah berturut- turut (bulan) Bulan kering berturut-turut (bulan) 1 A1 > 9 <2 2 A2 9 2-4 3 B1 7-9 <2 4 B2 7-9 2-4 5 B3 7-9 5-6 6 C1 5-6 <2 7 C2 5-6 2-4 8 C3 5-6 5-6 9 C4 5-6 >6 10 D1 3-4 <2 11 D2 3-4 2-4 12 D3 3-4 5-6
  • 48. 13 D4 3-4 >6 14 E1 <3 <2 15 E2 <3 2-4 16 E3 <3 5-6 17 E4 <3 >6 Sumber : Syarifuddin (1977) Tabel 3. Keterangan klasifikasi iklim Oldeman Tipe Iklim Penjabaran A1, A2 Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun B1 Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik produksi tinggi bila panem musim kemarau B2 Dapat tanam padi dua kali setahun dngan varitas umur pendek cukup untuk tanaman palawija C1 Tanam padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun C2, C3, C4 Tanam padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun. Tetapi penanaman palawija yang kedua harus hati-hati jangan jatuh pada bulan kering D1 Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bisa tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi waktu tanam palawija. D2, D3, D4 Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun tergantung pada adanya persediaan air irigasi E Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun tergantung adanya hujan. Sumber : Syarifuddin (1977).
  • 49. 2.2.3. Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson Klasifikasi ini merupakan modifikasi atau perbaikan dari sistem klasifikasi Mohr. BB dan BK pada klasifikasi Schmidt-Ferguson ditentukan tahun demi tahun selama periode pengamatan yang kemudian dijumlahkan dan dihitung rata- ratanya. Cara perhitungan iklim menurut Schmidt Ferguson berdasarkan perhitungan bulan-bulan terkering dan bulan-bulan basah setipa tahun kemudian diratakan. Penentuan iklim Schimidt Ferguson dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: Q = Rata-rata bulan kering Rata-rat bulan basah x 100% Klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson ditentukan dari nilai Q yang dikelompokkan menjadi 8 tipe iklim, yaitu : Tabel 4. Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson Tipe Iklim Nilai Keterangan A 0 < Q < 14,3 Sangat basah B 14,3 < Q < 33.3 Basah C 33,3 < Q < 60 Agak basah D 60 < Q < 100 Sedang E 100 < Q < 167 Agak kering F 167 < Q < 300 Kering G 300 < Q < 700 Sangat kering H 700 < Q Luar biasa kering Sumber : Hartono (2007). Semakin besar nilai Q maka iklim akan semakin basah (Hartono, 2007). Adapun kategori untuk bulan kering (jika dalam satu bulan mempunyai jumlah
  • 50. curah hujan < 60 mm), bulan lembab (jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan 60 sampai 100 mm), dan bulan basah (jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan > 100 mm) (Lakitan, 2002). Klasifikasi iklim Schmidt– Ferguson memiliki beberapa klasifikasi iklim antara lain sangat basah, basah, agak basah, sedang, agak kering, kering, sangat kering, dan luar biasa kering (Rafi’i, 1995). Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klasifikasi iklim Mohr. Pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah (X) dalam klasifikasian Schmidt-Ferguson dilakukan dengan membandingkan jumlah bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan dengan banyaknya tahun pengamatan (Subarjo, 2001).
  • 51. BAB III MATERI DAN METODE Praktikum klimatologi dengan materi Tipe Iklim dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 1 Juli 2015 di Badan Pusat Statistik Semarang 3.1. Materi Bahan yang digunakan dalam praktikum tipe iklim adalah buku-buku tentang curah hujan di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kamera yang digunakan untuk mendokumentasikan hasil curah hujan di Kabupaten Pati. 3.2. Metode Metode yang digunakan dalam praktikum tipe iklim adalah mengumpulkan data curah hujan minimal 10 tahun terakhir pada wilayah pati dan menganalisa iklim berdasarkan pada kesesuaian curah hujan dengan kriteria masing-masing jenis klasifikasi iklim Schmidt Ferguson dan Oldeman.
  • 52. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Klasifikasi Mohr Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 5. Data pengamatan iklim Mohr. Kecamatan Golongan Dukuhseti IV Cluwak III Jakenan II Sumber : Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015. Berdasarkan parktikum yang telah dilaksanakan diketahui bahwa untuk mendapatkan kalsifikasi iklim beradasarkan pengklasifikaian Mohr perlu diketahui jumlah bulan kering dan bulan basahnya sehingga diperoleh hasil bahwa Kecamatan Dukuhseti mempunyai golongan IV, Kecamatan Cluwak memiliki golongan III dan Kecamatan Jakenan memiliki golongan II. Hal ini sesuai dengan pendapat (Wisnubroto et al., 1981) yang menyatakan bahwa berdasarkan klasifikasi iklim Mohr, Golongan III atau daerah agak kering adalah di mana adanya bulan-bulan kering lebih banyak yaitu antara 3-4 bulan. (lampiran 1,2,3). Menurut As Syakur (2008), pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah dalam klasifikasian iklim Schmidth-Fergusson dilakukan dengan membandingkan jumlah atau frekuensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan dengan banyaknya tahun pengamatan.
  • 53. 4.2.Klasifikasi Iklim Schmidt Ferguson dan Oldeman Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 6. Data pengamatan iklim Schmidt-Ferguson dan Oldeman. Kecamatan Schmidt-Ferguson Oldeman Golongan Dukuhseti C C4 Cluwak C D4 Jakenan D E4 Sumber : Data Primer Praktikum Klimatologi, 2015. Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir diperoleh hasil dengan klasifikasi iklim Schmidt Ferguson kecamatan Dukuhseti mempunyai golongan C atau agak basah dengan perhitungan nilai 54,4%, Kecamatan Cluwak mempunyai golongan C atau agak basah dengan perhitungan nilai 45% dan kecamatan Jakenan mempunyai golongan D atau sedang dengan perhitungan nilai 75% (lampiran 1,2,3). Hal ini sesuai dengan pendapat Wisnubroto (1981) yang menyatakan bahwa nilai perhitungan 33,3-60 termasuk dalam kondisi agak basah dan nilai 60-100 termasuk kondisi sedang dan nilai perhitungan 100-167 termasuk kondisi agak kering. Kecamatan Jakenan memiliki kondisi sedang dengan perhitungan 75%. Kondis yang tepat untuk ditanami padi adalah kondisi sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Wisnubroto et al. (1981) yang meyatakan bahwa untuk daerah yang bertipe iklim sedang, ada beberapa tanaman pertanian dalam jenis padi- padian yang tumbuh dan berkembang dengan baik Sedangkan dengan klasifikasi iklim Oldeman diperoleh hasil bahwa kecamatan Dukuhseti mempunyai golongan C4 dengan bulan kering berurutan lima dan bulan basah berurutan tujuh, Kecamatan Cluwak mempunyai golongan D4 dengan bulan kering berurutan sebanyak empat dan bulan basah berurutan
  • 54. sebanyak delapan dan kecamatan Jakenan mempunyai golongan E4 dengan bulan kering berurutan sebanyak satu dan bulan basah berurutan sebanyak sepuluh. Hal ini sesuai dengan pendapat (Syarifuddin, 1977) yang menyatakan bahwa berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman, tipe iklim C4 adalah apabila memiliki 5-6 bulan basah berurutan dan >6 bulan kering, tipe iklim D4 adalah apabila memiliki 3-4 bulan basah berurutan dan >6 bulan kering dan tipe iklim E4 adalah apabila memiliki <3 bulan basah berurutan dan >6 bulan kering. Tipe iklim C4 memiliki karakteristik yaitu hanya mungkin tanam padi atau palawija sekali dalam setahun tergantung pada adanya persediaan air irigasi. Hal ini sesuai dengan pendapat (Syarifuddin, 1977) yang meyatakan bahwa Tipe iklim C4 memiliki karakteristik hanya mungkin tanam padi 1x atau 2x palawija dalam setahun tergantung pada adanya persediaan air irigasi.
  • 55. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Iklim adalah fenomena alam atau unsur cuaca yang terjadi skala luas dan dalam kurun waktu yang lama dan minimal dilakukan selama 30 tahun. Pembagian iklim didasarkan pada gejala alam yang terjadi berdasarkan perhitungan curah hujan dan letak lintang. Klasifikasi iklim Oldeman dan Schmidth Ferguson membagi iklim berdasarkan banyaknya bulan basah, kering dan lembab. Berdasarkan klasifikasi tersebut dapat diketahui tipe dan zona iklim yang dapt mempermudah dalm menentukan masa tanam. 5.2. Saran Saran untuk praktikum tipe iklim adalah ketika mencari data 10 tahun terakhir sebaiknya teliti agar kesalahan pengambilan data tidak terjadi sehingga hasil data yang diperoleh juga akan akurat.
  • 56. DAFTAR PUSTAKA Bayong, T. 1992 . Klimatologi Terapan. Pionir Jaya, Bandung. Handoko, A. 1994.Penerimaan radiasi surya di permukaan bumi sangat bervariasi menurut tempat dan waktu. Jakarta, Balai Pustaka. Hartono. 2007. Jelajah Bumi dan Alam Semesta. Citra Praya, Bandung. Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Lakitan,B. 2002. Jenis-Jenis-Hujan. Grafindo Persada, Jakarta. Rafi’i, S. 1995. Meteorologi dan Klimatologi. Angkasa. Bandung. Schmidt,F.H. and Ferguson,J.H.1951. Rainfall Types Based on Wet and DryPeriod for Indonesian With Wester New Guinea. KementrianPerhubungan Djawatan Meteorologi and Geofisika. Jakarta Subarjo M.2001.Buku Ajar Meteorologi Dan Klimatologi. Universitas Lampung, Bandar Lampung Tjasyono,B. 2004. Klimatologi. ITB, Bandung. Wisnubroto, S., Siti L.A.S., Mulyono N. 1981. Asas-Asas Meteorologi Pertanian. PT Ghalia Indonesia, Jakarta
  • 57. LAMPIRAN Lampiran 1. Curah Hujan Dukuhseti Kabupaten Pati Bulan Tahun Rata - rata Oldema n2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Januari 322 322 431 187 156 558 164 259 651 292 334,2 BB Februari 435 463 476 626 250 433 338 740 402 463 462,5 BB Maret 167 183 238 135 183 434 217 88 52 135 183,2 BB April 98 110 130 90 112 96 97 110 148 110 110,1 BB Mei 139 106 152 67 120 82 53 64 172 106 106,1 BB Juni 173 129 19 168 181 23 197 86 129 184 128,9 BB Juli 21 42 0 45 13 28 22 0 30 220 42,11 BK Agustus 53 53 26 0 67 43 75 74 20 121 53,25 BK September 35 35 11 7 19 0 0 0 0 243 35 BK Oktober 81 81 181 14 144 2 37 46 37 190 81 BK November 280 80 64 33 177 14 48 143 83 80 80 BK Desember 259 280 417 299 367 166 200 381 129 280 280 BB Jumlah 1865 1885 2145 1671 1789 1879 1448 1991 1853 2424 Rata - rata 157,0 6 157 178,7 5 139,2 5 149,0 8 156,5 8 120,6 7 165,9 2 154,4 1 201,9 7 Rata-rata Schmid t dan Ferguso n B K 4 4 4 6 6 4 5 1 2 3 3,9 BL 2 0 3 0 0 1 2 0 0 0 0,8 BB 6 8 5 6 6 7 5 11 10 9 7,3 Sumber: Data BPS Jawa Tengah A. Iklim Menurut Schmidt dan Ferguson Q = Rata-rata BK Rata-rata BB = 3,9 7,3 = 53,4% Tipe iklim : C  Daerah agak basah, memiliki hutan rimba, dan daun- daun tanamannya gugur pada musim kemarau. x 100% x 100%
  • 58. Lampiran 1. (Lanjutan) B. Iklim Menurut Oldeman Jumlah Bulan Kering yang berurutan: 5 Jumlah Bulan Basah yang berurutan: 7 Tipe iklim : C4 C. Tipe Iklim Mohr BB = 7 BK = 5 Golongan : IV (Kering)
  • 59. Lampiran 2. Curah Hujan Cluwak Kabupaten Pati Bulan Tahun Rata - rata Olde man2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Januari 670 754 527 499 526 899 336 725 1275 690 690 BB Februari 790 794 916 603 241 733 619 503 869 674 674 BB Maret 484 281 319 454 534 566 470 410 169 397 408 BB April 254 222 261 174 457 54 271 206 196 233 233 BB Mei 59 115 81 222 54 216 123 58 258 143 143 BB Juni 140 69 19 114 242 156 70 30 131 335 131 BB Juli 81 63 0 108 42 3 43 0 35 141 52 BK Agustus 43 17 0 0 122 9 84 35 3 116 43 BK September 32 0 0 58 38 0 11 34 8 140 32 BK Oktober 54 0 54 5 143 28 20 0 9 227 54 BK November 137 143 316 25 137 7 185 109 171 137 137 BB Desember 390 279 504 370 651 324 246 579 166 390 390 BB Jumlah 3134 2737 2997 2632 3187 2995 2478 2689 3390 3623 Rata - rata 261,3 228,1 249,8 219,3 265,6 249,6 206,5 224,1 282,5 301,8 Rata-rata Schmidt dan Ferguso n B K 3 3 5 4 3 6 3 5 4 0 3 BL 1 2 1 0 0 0 2 0 0 0 0,5 BB 8 7 6 8 9 6 7 7 8 12 6,5 Sumber: Data BPS Jawa Tengah A. Iklim Menurut Schmidt dan Ferguson Q = Rata-rata BK Rata-rata BB = 3 6,5 = 46% Tipe iklim : C  Daerah agak basah, memiliki hutan rimba, dan daun daun tanamannya gugur pada musim kemarau. x 100% x 100%
  • 60. Lampiran 2. (Lanjutan) B. Iklim Menurut Oldeman Jumlah Bulan Kering yang berurutan: 4 Jumlah Bulan Basah yang berurutan: 8 Tipe iklim : D4 C. Tipe Iklim Mohr BB = 8 BK = 4 Golongan : III (Agak Kering)
  • 61. Lampiran 3. Curah Hujan Jakenan Kabupaten Pati Bulan Tahun Rata - rata Old ema n 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Januari 200 237 70 84 197 345 175 134 180 180 481 BB Februari 242 296 263 196 170 279 112 419 247 247 502,7 BB Maret 194 296 62 178 153 134 158 147 175 249 322,3 BB April 97 184 72 89 105 95 89 79 101 101 188 BB Mei 88 95 61 178 0 168 22 33 81 81 121,7 BB Juni 100 0 0 87 49 0 67 0 44 93 113,8 BB Juli 32 7 0 0 11 1 19 0 19 105 61 BK Agustus 0 0 0 0 15 0 0 4 15 118 34 BL September 0 0 0 0 0 0 8 37 25 176 30 BB Oktober 94 0 160 26 129 0 44 0 2 237 64 BB November 237 127 95 145 230 6 185 141 103 141 99 BB Desember 180 207 161 146 301 100 184 184 91 184 282 BB Jumlah 1464 1449 1044 1129 1334 1138 1069 1188 1083 1912 Rata - rata 122 120,8 87 94,08 111,1 94,8 89,05 98,97 90,25 159 Rata-rata Schmi dt dan Fergus on BK 3 5 4 4 5 6 5 6 5 0 3,6 BL 3 1 5 3 0 1 2 1 2 2 1,7 BB 6 6 3 5 7 5 5 5 5 10 4,,8 Sumber: Data BPS Jawa Tengah A. Iklim Menurut Schmidt dan Ferguson Q = Rata-rata BK Rata-rata BB = 3,6 4,8 = 75% Tipe iklim : D Daerah sedang, memiliki tanaman palawija sebagai komoditas utama. x 100% x 100%
  • 62. Lampiran 3. (Lanjutan) B. Iklim Menurut Oldeman Jumlah Bulan Kering yang berurutan:1 Jumlah Bulan Basah yang berurutan: 10 Tipe iklim : E4 C. Tipe Iklim Mohr BB = 10 BK = 1 Golongan : II (Agak Basah)
  • 63. BAB I PENDAHULUAN Pada kegiatan pertanian, ketersediaan air sangat menentukan hasil produksi. Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Curah hujan dalam hal ini adalah yang menentukan ketersediaan air pada suatu daerah. Curah hujan yang diketahui dapat digunakan untuk memetakan pola tanam sepanjang tahun sesuai dengan kebutuhan airnya. Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun waktu tertentu dalam suatu areal yang dapat diatur jenis tanaman yang hendak ditanam. Dalam konteks budidaya tanaman dalam ruang lingkup pertanian baik berupa budidaya tanaman pangan, perkebunan, ataupun budidaya tanaman holtikultura. Kelembaban udara bersama dengan temperatur memiliki pengaruh pada proses pertumbuhan dan perkembangan hama dan penyakit. Hal ini terjadi karena, kondisi kelembaban dan temperatur pada nilai tertentu merupakan nilai yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan hama dan penyakit tanaman. Oleh karena itu, dengan mengetahui kelembaban dan juga temperatur pada suatu wilayah, maka kita dapat menentukan langkah antisipatif untuk budidaya tanaman. Sebab, jika kita mengetahui kelembaban suatu tempat, maka kita dapat menentukan tanaman apa yang tepat untuk dibudidayakan pada nilai kelembaban yang kita ketahui. Tujuan dari praktikum pemetaan pola tanam adalah agar praktikan dapat memetakan pola tanam pada suatu daerah berdasarkan pada bulan basah dan bulan keringnya. Manfaat dari praktikum pemetaaan pola tanam adalah untuk mengetahui tanaman yang tepat untuk ditanam pada kondisi bulan kering maupu bulan basah.
  • 64. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun waktu tertentu, tanaman dalam satu areal dapat diatur menurut jenisnya. Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan antara lain pola tanam monokultur, yaitu menaman tanaman sejenis pada satu areal tanam, pola tanam campuran, yaitu beragam tanaman ditanam pada satu areal serta pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis tanaman pada waktu berbeda di aeral yang sama (Mahmudin, 2008). Pola tanam juga memiliki definisi lain yaitu suatu urutan tanam pada sebidang lahan dalam satu tahun, termasuk di dalamnya masa pengolahan tanah. Pelaksanaan pola tanam dari suatu daerah irigasi teknis dalam satu tahun, biasanya dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Daerah setempat. Disamping pertimbangan untuk mendukung kebijakan pangan nasional, penentuan pola tanam tersebut juga dibuat berdasarkan faktor ketersediaan air dan aspirasi petani (Purba, 2008). Kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, sehingga menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm (Handoko,1990). Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis atau varietas yang digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalan satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan (Tjasyono, 2004). Bantuan irigasi diperlukan jika curah hujan kurang dari tiga bulan basah berturut-turut (Yani dan Rahmat, 2007). Tanaman jagung mempunyai kemampuan beradaptasi lebih luas dibandingkan tanaman serelia laina. Meskipun demikian, jagung akan tumbuh lebih baik pada tanah-tanah subur, berdrainase baik, suhu hangat dan curah hujan
  • 65. merata sepanjang tahun dengan curah hujan sekitar 10-125 mm. kisaran pH yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jagung adalah adalah 5,5 8,0 dengan pH optimum 6,0 – 7.0. suhu rata-rata yang dibutuhkan tanaman jagung adalah sekitar 21 – 32 derajat celcius. Umur panen adalah 86-96 hari setelah tanam (Effendi, 1985). Umumnya suatu daerah memiliki beberapa tanaman pertanian yang cocok untuk ditanam salah saunya adalah jenis padi-padian yang mampu tumbuh dan berkembang dengan baik (Wisnubroto et al. 1981).
  • 66. BAB III MATERI DAN METODE Praktikum Klimatologi dengan materi Pemetaan Pola Tanam dilaksanakan pada 1 Juni 2015 di BPS Semarang. 3.1. Materi Bahan yang digunakan dalam praktikum identifikasi iklim adalah data curah hujan 1 tahun terakhir di wilayah Kecamatan Gunungwungkal, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. 3.2. Metode Metode yang digunakan dalam praktikum pemetaan pola tanam adalah mengumpulkan data curah hujan minimal 1 tahun terakhir (per bulan) kemudian menghitung jumlah bulan basah dan bulan keringnya pada kurun waktu tersebut dan buat peta pola tanam beberapa komoditas pertanian, terutama tanaman pangan, berdasar pada perbandingan bulan basah dan bulan kering yang telah dihitung.
  • 67. BAB IV PEMBAHASAN 4.1.Pemetaan Pola Tanam Kecamatan Dukuhseti Berdasarkan data curah hujan (CH) dari kecamatan Dukuhseti di Kabupaten Pati, diperoleh data sebagai berikut : Tabel 7. Pola Tanam Tahunan di Kecamatan Dukuhseti Kecamatan Bulan Dukuhseti Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 334,2 462, 5 183, 2 110, 1 106, 1 128, 8 42,1 53,2 35 81 80 280 Keterangan : Padi Jagung Cabai Berdasarkan tabel pola tanam tersebut, terdapat tiga jenis tanman yang dapat ditanam dalam masa tanam satu tahun yaitu padi, jagung dan cabai. Padi merupakan jenis tanman pangan yang membutuhkan curah hujan yang tinggi yaitu diatas 200 mm/bulan dalam jangka waktu 3 sampai bulan. Apabila ketersediaan air kurang begitu mencukupi dapat ditasi dengan irigasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasanah (2007) yang menyatakan bahwa tanaman padi untuk tumbuh dengan baik membutuhkan curah hujan yang baik yaitu rata - rata 200 mm/bulan atau lebih dengan distribusi selama 3 sampai 4 bulan. Rokhma (2008) menyatakan bahwa manfaat irigasi berkala adlah memberi kesempatan akar untuk memperoleh aerasi yang cukup pada tanaman. Begitu pula dengan tanaman jagung. Tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik pada kondisi curah hujan sekitar 100- 140mm/bulan. Waktu tanam yang diperlukan sekitar 3 sampai 4 bulan.
  • 68. Kekurangan air dapat ditanggulangi dengan irigasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Warisno (2007) yang menyatakan bahwa curah hujan normal untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah sekitar 100-140 mm/bulan dan harus merata. Oleh karena itu, waktu penanaman harus memperhatikan curah hujan dan penyebarannya. Penanaman dimulai bila curah hujan sudah mencapai 100 mm/bulan. Tanaman cabai adalah salah satu jenis palawija yang dapat tumbuh pada tingkat curah hujan yang rendah. Cahyono (2004) menyatakan bahwa agar dapat berproduksi baik, tanaman cabai rawit memiliki kondisi iklim dengan 0-5 bulan basah dan 4-6 bulan kering dalam satu tahun. 4.2. Pemetaan Pola Tanam Kecamatan Cluwak Berdasarkan data curah hujan (CH) dari kecamatan Cluwak di Kabupaten Pati, diperoleh data sebagai berikut : Tabel 8. Pola Tanam Tahunan di Kecamatan Cluwak Kecamatan Bulan Cluwak Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 690 674 408 233 143 131 52 43 32 54 137 390 Keterangan : Padi Jagung Cabai Berdasarkan data curah hujan yang di kecamatan Cluwak, kabupaten Pati diperoleh hasil bahwa pola tanma yang sesuai adlah tanaman padi, jagung dan cabai. Padi dapat tumbuh dengan baik pada pengairan yang sesuai yaitu rata-rata diatas 200 mm/bulan selama 3-4 bulan dalam setahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Hartono (2007) yang menyatakan bahwa curah hujan sebanyak 200 mm/bulan dipandang cukup untuk membudidayakan pada sawah. Yani dan
  • 69. Rahmat (2007) menyatakan bahwa bantuan irigasi diperlukan jika curah hujan kurang dari tiga bulan basah berturut-turut. Tanaman palawija yang dapat ditanam pada curah hujan 100 mm/bulan adalah jagung. Jagung memiliki masa tanam sekitar empat bulan dengan curah hujan rata-rata 100-140 mm/bulan. Hal ini sesuai dengan pendapat Yani dan Rahmat (2007) yang menyatakan bahwa palawija dapat tumbuh dengan curah hujan sekitar 100 mm/bulan. Tanaman cabai adalah salah satu jenis palawija yang dapat tumbuh pada tingkat curah hujan yang rendah. Cahyono (2004) menyatakan bahwa agar dapat berproduksi baik, tanaman cabai rawit memiliki kondisi iklim dengan 0-5 bulan basah dan 4-6 bulan kering dalam satu tahun. Warisno dan Dahana (2010) menyatakan bahwa apabila hujan terlalu rendah maka penyiraman atau pengairan harus dilakuakn secara rutin. 4.3. Pemetaan Pola Tanam Kecamatan Jakenan Berdasarkan data curah hujan (CH) dari kecamatan Jakenan di Kabupaten Pati, diperoleh data sebagai berikut : Tabel 9. Pola Tanam Tahunan di Kecamatan Jakenan Kecamatan Bulan Jakenan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 690 674 408 233 143 131 52 43 32 54 137 390 Keterangan : Padi Jagung Cabai Berdasarkan data curah hujan di kecamatan Jakenan, kabupaten Pati diperoleh hasil bahwa curah hujan di kacamatan Jakenan pada bulan Januari hingga April tergolong tinggi yaitu berada diatas 200 mm/bulan dengan begitu
  • 70. pola tanam yang sesuai adalah tanaman padi. Tanaman padi adalah tanaman yang sesuai ditanam pada bulan basah berturut-turut. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasanah (2007) yang menyatakan bahwa tanaman padi untuk tumbuh dengan baik membutuhkan curah hujan yang baik yaitu rata - rata 200 mm/bulan atau lebih dengan distribusi selama 3 sampai 4 bulan. Bulan Mei hingga Juli masih cocok untuk ditanami jenis tanaman palawija seperti jagung karena rata-rata curah huan yang sedang yaitu antara 100-140. Hal ini sesuai dengan pendapat Warisno (2007) yang menyatakan bahwa curah hujan normal untuk pertumbhan tanaman jagung adalah sekitar 100-140 mm/bulan dan harus merata. Bulan Agustus hingga November curah huajn semakin menurun dan berada di bawah 100 mm/bulan. Tanaman yang sesuai adalah tanaman palawija seperti cabai. Hal ini sesuai dengan pendapat Cahyono (2004) yang menyatakan bahwa agar dapat berproduksi baik, tanaman cabai rawit memiliki kondisi iklim dengan 0-5 bulan basah dan 4-6 bulan kering dalam satu tahun. Warisno dan Dahana (2010) menyatakan bahwa apabila hujan terlalu rendah maka penyiraman atau pengairan harus dilakuakn secara rutin.
  • 71. BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Setiap kecamatan di Kabupaten Pati yaitu kecamatan Dukuhseti, Cluwak dan Jakenan memiliki curah huajn yang berbeda, namun rata-rata pola tanam yang sesuai ditanam pada ketiga kabupaten tersebut adlah padi, jagung dan kedelai. 5.2. Saran Saran untuk Praktikum Klimatologi adalah agar lebih teliti dalam identifikasi pola tanam dan dalam pengidentifikasian memerlukan ketelitian yang tinggi sehingga dapat dengan tepat dalam menentukan tanaman yang cocok untuk ditanam.
  • 72. DAFTAR PUSTAKA Cahyono. 2004. Cabai Rawit. Kanisius, Yogyakarta. Lakitan, B. 1997. Dasar-Dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Mahmudin, 2008. Kajian PolaTanam DalamUpaya Untuk Meningkatkan Produksi Dan Produktivitas Di Daerah Irigasi Batang Tongar Di Barat Kabupaten Pasaman Propinsi Sumatera Barat. Mansyur. 2005. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Holtikultura. UNDIP, Semarang. Mulyadi. D. 1977. Sumber Daya Tanah Kering, Penyebaran dan Potensinya untuk Kemungkinan Budi Daya Pertanian. Kongres Agronomi, Jakarta Purba, 2008. Model Sekolah Lapang Polikultur. BITRA Indonesia Medan. Rokhma, N. M. 2008. Menyelamatkan Pangan dengan Irigasi Hemat Air. Kanisius, Yogyakarta. Sanchez, P. A. 1993. Sifat dan Pengelolaan Tropika 2. Terjemahan Amir Hamzah. ITB. Bandung. hlm. 110 Warisno dan K. Dahana. 2010. Peluang Usahadan Budidaya Cabai. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Syarifuddin, D. 1977. An Agroclimatic Map ofSulawesi. SRIA (LP3). Bogor. Wirosoedarmo, 1985, Dasar Budidaya Tanam dan Pola Tanam, http://blog.ub.ac.id/angrenanirindu/2013/05/31/tipus-tanam-dan-pola- tanam-serta-pemulsaan/ Wisnubroto, S., Siti L.A.S., Mulyono N. 1981. Asas-Asas Meteorologi Pertanian. PT Ghalia Indonesia, Jakarta Yani dan Ahmad. 2008. Menyingkap Fenomena Geosfer. Grafindo Media Pratama, Bandung.