Total kasus difteri di Jawa Timur sepanjang tahun 2017 mencapai 318 kasus, dimana 12 di antaranya meninggal dunia. Pemerintah menetapkan kejadian ini sebagai Kejadian Luar Biasa. Strategi penanggulangan difteri di Jawa Timur meliputi penyelidikan epidemiologi, peningkatan surveilans, pencegahan kematian melalui diagnosis dini dan rujukan, serta imunisasi lanjutan untuk kontak erat dan kelompok berisiko.
2. APAKAH DIFTERI
..?
D I F T E R I
• Penyakit infeksi toksik akut, menular
• Penyebab : Corynebacterium diphtheriae
• Tanda : pseudomembran pada kulit
dan/atau mukosa
3. PATOGENESIS
• C diphtheriae masuk melalui hidung & mulut
• Tipe : GRAVIS, MITIS, INTERMEDIUS, BELFANTI
• Basil tetap pada permukaan mukosa saluran nafas,
kadang mukosa mata/genitalia
• Setelah masa tunas 2 - 4 hari strain
lysogenized menghasilkan toksin
• Bakteri membuat toxin (racun)
bila terinfeksi oleh virus
(pembawa tox gen)
4. GEJALA KLINIS
Bervariasi dari tanpa gejala fatal
• Demam < 38 C (tidak tinggi)
• Nyeri telan, Tenggorokan sakit , Kelenjar limfe
membesar & melunak. penyumbatan jalan nafas / sesak nafas
• PSEUDOMEMBRAN , Lesi khas sebagai suatu membran
asimetrik keabu-abuan dikelilingi oleh daerah inflamasi
• BULLNECK : Oedema & pembengkakan di leher pd kasus
sedang & berat
5. Faktor-faktor :
- PRIMER : imunitas, virulensi
- TOXIGENESITAS : lokasi anatomis
- LAIN2X : umur, penyakit sistemik penyerta,
kepadatan hunian, penyakit pd nasofaring
GEJALA KLINIS
6. GEJALA KLINIS
Keluhan dan gejala tergantung :
tempat infeksi
status imunitas penjamu
distribusi toksin kedalam sirkulasi
8. PENULARAN
• Penyakit “ re emerging “ (meningkat kembali)
• Masa penularan beragam, tetap menular sampai
hilangnya bakteri di lesi (2 minggu atau kurang).
• Carrier kronis ( pengidap tapi tak sakit )
dapat menularkan penyakit sampai 6 bulan
10. DEFINISI OPERASIONAL
SUSPEK
• adalah orang dengan gejala Laringitis,
Nasofaringitis atau Tonsilitis ditambah
pseudomembrane putih keabuan yang
tak mudah lepas dan mudah berdarah di
faring, laring, tonsil.
bwk keren
PROBABLE
Adalah orang dengan suspek difteri ditambah salah satu
dari :
Pernah kontak dengan kasus (<2 minggu)
Ada didaerah endemis difteria
Stridor , Bullneck
Pendarahan Submucusa atau petechiae pada kulit
Gagal jantung toxic,
Gagal ginjal akut
Myocarditis and/or kelumpuhan motorik 1 s/d 6
minggu setelah onset
Mati
KONFIRM
• orang kasus probable yang hasil isolasi ternyata
positiv C difteriae yang toxigenic (dari usap
hidung, tenggorok, ulcus kulit, jaringan,
conjunctiva, telinga, vagina)
• atau
• serum antitoxin meningkat 4 kali lipat atau lebih (hanya
bila kedua sampel serum diperoleh sebelum pemberian
toxoid difteri atau antitoxin)
12. total kasus difteri di Jatim sepanjang 2017 berjumlah 318 kasus,
12 di antaranya anak meninggal dunia. Sehingga pemerintah
menetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Difteri sendiri
adalah infeksi yang umumnya menyerang selaput lendir hidung
dan tenggorokan.
14. strategi
• Penyelidikan epidemiologi saat terjadinya kasus
Difteri
• Memperkuat surveilans epidemiologi Diphteri
• Mencegah kematian akibat Diphteri melalui
penemuan dan penatalaksanaan kasus secara
dini
• Rujukan kasus Difteri ke Rumah Sakit Rujukan
• Menghentikan transmisi dengan cara pemberian
prophilaksis terhadap kontak dan pemberian
imunisasi (ORI) pada yang berisiko
15. • Klasifikasi penderita yang sesuai dengan tingkat
keparahan penderita
• Manajemen kasus yang ketat
• Fasilitasi keperawatan termasuk ruang isolasi
• Mengambil dan memeriksa specimen usap
tenggorok dan hidung penderita serta usap
hidung kontak erat penderita dan dikirim ke
BBLK Surabaya
strategi
16. BAGAIMANA SITUASI
DIFTERI
DI INDONESIA
SAAT INI ...?
KASUS DIPHTERI NASIONAL 2011
NO PROVINSI KASUS % MATI CFR (%)
1 JATIM 665 82% 20 3%
2 KALTIM 52
3 JABAR 45 6
4 BANTEN 12 7 50%
5 KALBAR 6 1
6 SULTRA 4 1 33.3%
7 DKI 1 1 100%
8 SUMBAR 1
9 SUMSEL 2
10 LAMPUNG 1
11 JATENG 4
12. KALSEL 1
13 SULSEL 6 1
14 SUMUT 2
15 BENGKULU 1 1
16 BALI 1 1
17 YOGYA 1
18 BABEL 1
T O T A L 808
KASUS DIPHTERI NASIONAL 2012 ( 12 Sept 2012 )
NO PROVINSI KASUS % MATI CFR (%)
1 JATIM 661 76.% 28 4,2%
2 KALSEL 61 13 21%
3 SULSEL 45 7
4 JATENG 32 7
5 JABAR 28 5
6 KALBAR 11 4
7 BANTEN 11 3
8 KALTIM 6
9 RIAU 4
10 SUMSEL 3
11 SULBAR 3
12. SUMBAR 2 2
13 BABEL 1 1
14 BENGKULU 1
15 BALI 1
TO T A L 870 58
26. bwk keren
SEBARAN “ C difteriae – Toxigenic “
PADA KLB DIPHTERI DI JATIM s/d 23 Juli 2013
27. Mapping Area C. diphtheria Patogenic & Toxigenic
in East Java 2011 -2012
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M + G + B M
M
M+G
M+B
M+I
M+B
M+B
M+B
M+B
SEBARAN “ C difteriae – Toxigenic “
PADA KLB DIPHTERI DI JATIM s/d 5 Juli 2013
C difteri var.
- Mitis (M)
- Gravis (G)
- Intermedius (I)
- Belfanti (B)
G
28. SUMBER LAPORAN PENEMUAN KASUS DIFTERI
TAHUN 2010 - 20123
DARI
MANAKAH
LAPORAN ADANYA
“ KASUS DIFTERI “
RS
(63,5)
RS;
66,8
PKM
(32,5)
PKM; 29,8
DPS-BPS (3) DPS-BPS; 3,4
LAIN2X; 1 LAIN2X; 0
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2010 2011 2012 2013
29. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
KLB DIFTERI DI JAWA TIMUR TH. 2012
NO VARIABEL JML % KETERANGAN
1 Jml Kasus 955
2 Jml Kematian (CFR) 37 3.8
3 Jml spesimen diambil 872 91.3
4 Jml Kasus tanpa spesimen 81 8.7
5 Jml Hasil Lab. Negativ 606 63.2
6 Jml Hasil Lab. Positiv (Kultur) 69 Kota Malang
7 Jml Hasil Lab. Positiv (Mikroskopis) 50 Kota Malang,
Jombang
8 Jml Hasil Lab. Positiv (Toxigenic) 88 BBLK
9 Jml Hasil Lab. Positiv (BNP) 61 BBLK
32. NO GEJALA TAK ADA
SPES.
(N = 76)
NEGATIV
(N = 634)
POSITIV (%)
TOXIGENIC
(N=86)
NON TOXIGENIC
(N=15)
MIKROSKOPIS
(N=124)
1 P A N A S 94.9 93.4 93.3 86.7 93.5
2 NYERI TELAN 61.5 72.4 70.9 93.3 63.3
3 PSEUDOMEMBRAN 97 98.3 100 100 100
4 BULLNECK 46.1 41.8 36.0 60 37.9
5 STRIDOR 30.7 27.4 25.6 26.7 45.9
6 BATUK PILEK 33.3 21.4 16.2 13.3 27.4
7 CYANOSIS 6.4 4.9 3.5 20 16.9
8 SESAK 5.1 2.7 1.2 0 4.0
9 EPITAKSIS 7.7 5.7 9.3 13.3 36.3
10 PUSING 0 5.7 4.6 0 4.0
11 SHOCK 0 0.8 3.5 0 2.4
12 KU BAIK 92.3 83.9 83.7 80 73.4
13 KU LEMAH 3.8 7.9 8.1 0 6.4
GEJALA KLINIS & HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PADA KLB DIFTERI DI JATIM TAHUN 2012
33. DISTRIBUSI PENDERITA DIPHTERI MENURUT STATUS IMUNISASI
DI JAWA TIMUR TAHUN 2009– 2012
Bagaimana
Status imunisasi
Penderita ...?
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2009 2010 2011 2012
TAK IMM
IMM
TAK LENGKAP
Keterangan :
- IMM LENGKAP : Status IMM sesuai umur dan ada bukti catatan
- IMM TAK LENGKAP : Pernah IMM atau IMM sesuai umur berdasarkan ingatan
- TAK IMM : Tak pernah mendapatkan IMM
35. Analisis data kematian th 2012
kematian
N
O VARIABEL
J U M L A H
1 TOTAL
KEMATIAN
37 orang
2
CFR 3.8%
3
KAB/KOTA
SIT (11), JOM (7), BKL (4), BDW (1), JEM (3), MADM (1), PRO (1),
SUM (2), SBY (1), SAM (2), GRE (1), BWI (1), BOJ (1)
4 SUMBER
LAPORAN
RS (92%)
5 UMUR PX DEWASA (59%)
6 STAT.IMM TAK IMUNISASI (94.6% )
7
ADS MENDAPAT ADS (81.1%)
8 SAKIT – MATI
(HARI)
<= 7 hr (54%), 8-14 hr (27%), >15 hr (19%)
36. Perlu Dicermati
1. Saat ini perlu di kelompokkan dengan jelas short time carrier
atau long term carrier , yg terus masih menularkan
2. Kasus dengan status imunisasi lengkap validasi kualitas
3. Masih ditemukan titer IgG rendah setelah vaksinasi ORI
4. Masih ditemukan pasca profilaksis masih positip
5. Vaksinasi rutin yg memenuhi standart hanya memberikan
daya lindung selama 4-5 tahun
37. MASALAH
1. Kematian masih terus meningkat
2. Keterlambatan penemuan kasus (laporan kasus dari
Rumah Sakit)
3. Kasus dewasa tinggi (deteksi oleh klinisi sulit )
4. Penemuan kasus terlambat sehingga ADS tidak
efektiv ( mustinya sebelum hari ke 5, px sudah harus
mendapatkan ADS)
5. Kematian pada orang dewasa sebagian besar
sebelum hari ke 7 (adanya penyakit kronis yang lain
menjadi memperberat difterinya )
38. Diagnosis penderita & deteksi KLB
• Hanya 10% (...?) penderita dgn kultur positiv, ok :
– Mendapat antibiotika
– Salah cara pengambilan ( swab ), misal : ditengah beslag
– Salah media pertumbuhan
– Salah tatacara kirim
– Adanya kuman GAS
• Adanya kasus yg terlambat, sudah dengan komplikasi
(miokarditis), beslag sudah hilang
• Culture proven dan toxigenicity test
• PCR toksin dengan swab
• Makin langkanya expertise
• Overdiagnosis kasus terutama kasus dewasa
39. M A S A LA H (1)
• PROFILAKSIS TAK OPTIMAL
• Hanya sebagian kecil kontak yg kena profilaksis
• Pemantauan minum obat sulit
• Efek samping obat
• Kemungkinan DO besar
• KASUS MASIH TINGGI
• sosialisasi aktif kasus meningkat
• Intervensi terbatas tidak optimal
• Kerier sudah menyebar dimana-mana
• Profilaksis tidak optimal
• Masih muncul kasus baru di wil. Non ORI wil.ORI kurang luas
• Masih muncul kasus baru di wil. ORI status “D“ MASIH < 3X
40. • KEMATIAN MASIH TINGGI
• Penemuan terlambat PETUGAS TAK TAHU
• Tak merujuk PETUGAS TAK PEDULI
• Nosokomial TAK ADA RUANG ISOLASI
• Status imunisasi “D” NEGATIV
• Terjadi di daerah sulit WIL.KEPULAUAN
• Pengetahuan masy.masih kurang TERLAMBAT
M A S A LA H (2)
41. MENURUNKAN KESAKITAN
Temukan kasus dg cepat & lakukan profilaksis yg
benar
Pemantauan Minum Obat harus benar
ORI dilakukan minimal wilayah Desa
ORI dilakukan pd semua golongan umur ( <60 th )
Skrining dengan benar saat ORI
Lengkapi dengan benar sesuai status “ D “ nya
Semua petugas Kesehatan harus tahu “ Gejala
Klinis Difteri “
Perhatian khusus untuk daearah “ Kantong “
42. MENURUNKAN KESAKITAN
- Ketersediaan logistik obat “ Difteri “
- Ketersediaan Ruang khusus penderita ( Ruang
“Isolasi “ )
- Penggunaan “ APD “ petugas Kesehatan
- PENGUATAN IMUNISASI RUTIN & TAMBAHAN
- Advokasi kepada SpTHT, Sp Interna, dokter IRD
- Advokasi kepada Bupati/Walikota langsung
- Optimalkan SBM (Surveilans Berbasis Masy.)
43. MENURUNKAN KEMATIAN
- Ketersediaan logistik obat “ Difteri “
- Ketersediaan Ruang khusus penderita ( Ruang
“Isolasi “ )
- Penggunaan “ APD “ petugas Kesehatan
- PENGUATAN IMUNISASI RUTIN & TAMBAHAN
- Advokasi kepada SpTHT, Sp Interna, dokter IRD
- Advokasi kepada Bupati/Walikota langsung
- Optimalkan SBM (Surveilans Berbasis Masy.)