1. ISSUE END OF LIFE
( DO NOT RESUSCITATION)
KELOMPOK 2
M. ADVAN
NOVI ERLIANI
NOVIA MURNIATI
NURAINI
NURASIAH
RAPIAH
SANTI NAILUFAR
YOSEP EKY
ENDANG PUJI
DENI ATMAJA
2. DNR (DO NOT RESUSCITATION)
Do Not Resuscitation (DNR) merupakan suatu keputusan
yang ditujukan pada klien dimana klien akan mendapatkan
suatu tindakan penghentian alat bantu hidup, penghindaran
Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR), serta hanya
mendapatkan kenyamanan. (Chu, 2002; Amestiasih &
Cornelia, 2017)
DNR dilaksanakan atas permintaan klien dan keluarga serta
atas pertimbangan dari tim medis. DNR dapat dilakukan atas
pertimbangan status kesehatan klien maupun biaya
perawatan (Weiss & Hite, 2000; Amestiasih & Cornelia, 2017)
3. Klien dan keluarga yang meminta untuk dilakukannya DNR pada
klien memiliki hak otonomi yang harus dihormati yang terkadang
menjadi suatu dilema bagi tim kesehatan.
Namun disisi lain DNR dapat dilakukan apabila tim medis
menemukan suatu kenyataan bahwa klien memiliki harapan
hidup yang rendah, dimana kemungkinan tertolongnya sangat
kecil (Michael, 2002; Amestiasih & Cornelia, 2017).
Menurut Fields (2007) dalam Amestiasih & Cornelia (2017),
menerapkan DNR pada seorang klien bukan berarti tidak ada
asuhan yang dapat kita berikan, melainkan justru harus
ditemukan cara lain yang terbaik yang dapat kita berikan. Hal ini
untuk meningkatkan kualitas end of life klien. Ruland dan Moore
pada tahun 1998 telah mencetuskan teori peacefull end of life.
4. End of life merupakan bagian penting dari keperawatan paliatif
yang diperuntukkan bagi klien yang mendekati akhir kehidupan. End of
life care bertujuan untuk membantu orang hidup dengan sebaik-
baiknya dan meninggal dengan bermartabat (Curie, 2014).
Tujuan diskusi End Of Life adalah pemahaman klien tentang
penyakit dan pilihan terapi, pemahaman nilai, kepercayaan dan tujuan
perawatan yang diinginkan klien; dan identifikasi harapan klien. Tujuan
perawatan yang dibuat secara kolaboratif dan berpusat pada klien ini
terbukti meningkatkan hasil klinis, kualitas hidup, serta kepuasan klien.
5. Singer, et al, merumuskan 5 bidang yang harus
diperhatikan dalam perawatan paliatif, yaitu:
1. Manajemen nyeri dan gejala
2. Pertimbangan tindakan yang sia-sia (futile care), misalnya
intubasi dan resusitasi jantung paru pada klien kanker
paru stadium akhir
3. Pertimbangan keinginan klien
4. Biaya
5. Hubungan dokter-klien dan
dokter-keluarga
6. PRO DAN KONTRA DNR
Beberapa pertimbangan yang digunakan kelompok pro terhadap DNR
adalah pertimbangan legal dan etis. Pertimbangan legal misalnya, bahwa
rekomendasi American Heart Association (AHA), sebagai salah satu panduan
yang banyak digunakan di seluruh dunia, menyatakan bahwa RJP tidak
diindikasikan pada semua klien. Klien dengan kondisi terminal, penyakit yang
tidak reversibel, dan penyakit dengan prognosis kematian hampir dapat
dipastikan, tidak perlu dilakukan RJP (Tarigan, 2019).
Aspek lain yang banyak digunakan untuk menolak DNR adalah aspek etis
dan agama. Kaidah etis dan terutama kaidah agama menjadi banyak dasar pihak
yang menolak dilakukan DNR. Agama tidak memberikan kuasa pada manusia
untuk dapat menentukan hidup dan mati seseorang sebagaimana keputusan
DNR dianggap dapat menentukan hidup dan mati seseorang (Tarigan, 2019).
7. KAJIAN ETIK PADA DNR
DNR dianggap sebagai bagaian dari upaya
resusitasi klien sehingga prinsip etik yang dikaji
haruslah pengkajian terhadap keseluruhan upaya
RJP
.
1. Prinsip Beneficience
2. Prinsip non maleficence (do no harm)
3. Prinsip otonomi
4. Prinsip keadilian
8. ASPEK HUKUM DI INDONESIA
Belum ada peraturan yang secara jelas mengatur bagaimana DNR
dilakukan di Indonesia. Dasar perundang-undangan yang banyak
digunakan sebagai landasan dalam mempertahkan kehidupan manusia
adalah UUD tahun 1945 pasal 28 A perubahan kedua yang
menyebutkan “setiap orang berhak hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
Hal ini diperkuat oleh Undang-undang no. 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran pasal 39 yang menyatakan bahwa “praktik
kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara
dokter atau dokter gigi dengan klien dalam upaya untuk pemeliharaan
kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit dan pemulihan kesehatan.”
9. ASPEK HUKUM DI INDONESIA
Pertolongan kegawatdaruratan harus diberikan oleh dokter
berdasarkan pada Kode Etik Kedokteran Indonesia pasal 17
menjelaskan bahwa “Setiap dokter wajib melakukan
pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas peri
kemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan
mampu memberikannya.”
Pada penjelasan pasal 17 dinyatakan bahwa kewajiban
dokter untuk memberikan pertolongan gawat darurat hanya
gugur oleh beberapa hal, salah satunya adalah pada klien yang
telah mendapat keputusan medis DNR yang diberikan pada
klien paliatif (Tarigan, 2019).
10. MELAKUKAN DNR PADA KLIEN
Pada pelaksanaannya harus dipahami bahwa permintaan DNR pada
dasarnya adalah permintaan klien atas kepentingan dirinya. Belum ada aturan
yang mengikat apakah keluarga dapat memintakan keputusan DNR pada
keluarganya. Persetujuan DNR harus dilakukan dengan mempertimbangkan
segala aspek, terutama untung ruginya sebuah upaya penyelamatan. DNR hanya
dilakukan untuk melindungi otonomi klien dan mencegah bahaya lebih lanjut
pada klien (Tarigan, 2019).
Penilaian keberhasilan terapi oleh dokter tidak serta merta menjadi alasan
DNR dilakukan oleh dokter. Masukan klien dan keluarga adalah bagian yang
penting. Penilaian kesia-siaan sepihak oleh dokter tidak berada lebih prioritas
dibanding keputusan keluarga. Komunikasi menjadi bagian penting dalam
pengambilan keputusan DNR. Klien baru akan dapat memberikan keputusan
setelah dilakukan komunikasi yang baik oleh dokter.
11. MELAKUKAN DNR PADA KLIEN
Komunikasi dilakukan pada klien bila dirasa klien mampu menerima
informasi tersebut. Bila klien tidak mampu atau tidak ingin atau bila diskusi
terkait DNR akan menyebabkan gangguan fisik dan mental pada klien, maka
diskusi dengan klien tidak dilakukan. Kondisi tersebut harus tertulis dengan
baik di catatan klien. Bila klien tidak dapat terlibat pada pengambilan
keputusan, keputusan DNR harus dilakukan pada kerabat yang memiliki
wewenang atas klien.
DNR harus dituliskan dengan jelas pada status klien. Dokumentasi
yang dituliskan termasuk diskusi yang terjadi dan kesimpulan yang diambil.
Penjelasan yang diberikan dokter, termasuk pertanyaan yang dikeluarkan
klien serta jawabannya harus dituliskan dalam catatan. Pendokumentasian
tersebut harus diikuti dengan pemberian tanda khusus yang dapat dikenali
oleh semua petugas kesehatan.
12. MELAKUKAN DNR PADA KLIEN
Bila dalam perjalanan penyakitnya klien berkeinginan mengubah
keputusan DNRnya, harus dilakukan pendokumentasian yang baik.
Keputusan DNR harus dapat direvisi dan revisi tersebut harus diketahui oleh
semua petugas kesehatan yang mungkin bersinggungan dengan klien,
misalnya dengan menarik tanda yang sudah dibuat sebelumnya (Tarigan,
2019).