SlideShare a Scribd company logo
1 of 93
HUBUNGAN STRUKTUR-AKTIVITAS
SENYAWA PENEKAN SISTEM SARAF PUSAT
TIM KIMIA MEDISINAL 2
Penekan sistem saraf pusat adalah senyawa yang dapat menghambat aktivitas sistem saraf pusat.
Berdasarkan efek farmakologisnya penekan sistem saraf pusat dibagi menjadi lima golongan, yaitu
anestetika sistemik, sedatifa dan hipnotika, relaksan pusat, obat antipsikotik dan obat anti kejang.
ANESTETIKA SISTEMIK
Anestetika sistemik adalah senyawa yang dapat menekan aktivitas fungsional sistem saraf pusat sehingga
menyebabkan hilangnya kesadaran, menimbulkan efek analgesik dan relaksasi otot serta menurunkan
aktivitas refleks.
Mekanisme kerja anestetika sistemik
Struktur kimia, sifat kimia fisika dan efek farmakologis golongan anestetika sistemik sangat bervariasi. Hal
ini menunjukkan bahwa anestetika sistemik menekan sistem saraf pusat secara tidak selektif dan
aktivitasnya lebih ditentukan oleh sifat kimia fisika dan bukan oleh interaksinya dengan reseptor spesifik.
Dengan kata lain anestetika sistemik termasuk golongan senyawa yang berstruktur tidak spesifik. Teori
terjadinya efek anestesi sistemik dibagi dua, yaitu teori fisik dan teori biokimia.
TEORI FISIK
Pada teori ini efek anestesi dihasilkan oleh interaksi fisik. Teori fisik dapat dibedakan menjadi tiga yaitu
teori lemak, teori ukuran molekul dan teori klatrat.
TEORI FISIK-TEORI LEMAK
Overton dan Meyer (1899) memberikan tiga postulat yang berhubungan dengan efek anestesi suatu
senyawa, yang dikenal dengan teori lemak, sebagai berikut.
1) senyawa kimia yang tidak reaktif dan mudah larut dalam lemak, seperti eter, hidrokarbon dan
hidrokarbon terhalogenasi, dapat memberikan efek narkosis pada jaringan hidup, sesuai dengan
kemampuannya untuk terdistribusi ke dalam jaringan sel;
2) efek terlihat jelas terutama pada sel-sel yang banyak mengandung lemak, seperti sel saraf,
3) efisiensi anestesi atau hipnotik tergantung pada koefisien partisi lemak/air atau distribusi senyawa dalam
fasa lemak dan fasa air jaringan.
Teori ini hanya mengemukakan afinitas suatu senyawa terhadap tempat kerja saja dan tidak menunjukkan
bagaimana mekanisme kerja biologisnya. Teori ini juga tidak dapat menjelaskan mengapa suatu senyawa
yang mempunyai koefisien partisi lemak/air tinggi tidak selalu menimbulkan efek anestesi.
TEORI FISIK-TEORI UKURAN MOLEKUL
Wulf dan Featherstone (1957) mengemukakan teori anestesi sistemik yang dikenal sebagai teori ukuran
molekul. Beberapa bahan anestesi yang tidak reaktif dapat menimbulkan efek anestesi sistemik karena ada
hubungan yang mendasar antara sifat molekul dengan efek penekan sistem saraf pusat. Wulf dan
Featherstone menduga bahwa ada hubungan antara tetapan volume molekul suatu senyawa dengan ada
tidaknya kemampuan untuk menimbulkan anestesi.
TEORI FISIK-TEORI KLATRAT
Pauling (1961) mengemukakan suatu teori anestesi yang penekanannya tidak pada fasa lemak sistem saraf
pusat tetapi pada fasa air, yang dikenal dengan teori klatrat atau teori air. Obat anestesi yang berupa gas
atau larutan mudah menguap dan bersifat inert, seperti xenon dan kloroform, mempunyai potensiasi sama
dan hanya berbeda pada kemampuan untuk mencapai reseptor. Pada percobaan in vitro, xenon dan
kloroform dalam lingkungan air dapat membentuk mikrokristal hidrat (klatrat) yang stabil. Pauling
menganggap bahwa secara in vivo, xenon dan kloroform akan menduduki ruang-ruang yang berisi molekul
air, kemudian bersama-sama dengan rantai samping protein dan solut-solut mengubah struktur media air
yang mengelilinginya sehingga lebih terorganisasi, distabilkan oleh ikatan van der Waals, membentuk
mikrokristal hidrat. Mikrokristal hidrat yang stabil ini menyebabkan perubahan daya hantar rangsangan
elektrik yang diperlukan untuk memelihara kesadaran mental sehingga terjadi efek anestesi.
TEORI BIOKIMIA
Pada teori ini kerja anestesi dihasilkan oleh perubahan biokimia. Quastel (1963), mencoba menjelaskan
mekanisme kerja anestetika sistemik secara biokimia dengan memperkenalkan teori penghambatan
oksidasi. Pada percobaan in vitro terlihat bahwa senyawa anestetika sistemik dapat menekan uptake
oksigen di otak dengan cara menghambat oksidasi koenzim NADH (nikotinamid-adenin-dinukleotida)
menjadi NAD+. Pencegahan proses oksidasi ini menimbulkan penekanan fungsi siklus asam sitrat karena
NAD + terlibat dalam proses dekarboksilasi oksidatif dalam siklus asam trikarboksilat (siklus Krebs). Karena
oksidasi NADH juga dikontrol oleh proses fosforilasi ADP menjadi ATP, maka anestetika sistemik juga
menghambat proses fosforilasi oksidatif tersebut dan menurunkan pembentukan ATP. Pengurangan uptake
oksigen di atas menyebabkan penurunan aktivitas sistem saraf pusat sehingga terjadi anestesi.
Berdasarkan cara pemberiannya anestetika sistemik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu anestetika inhalasi
dan anestetika intravena.
TEORI BIOKIMIA-ANESTETIKA INHALASI
Anestetika inhalasi adalah senyawa yang dapat menimbulkan efek anestesi, dan diberikan secara inhalasi. Disebut
pula anestetika yang mudah menguap karena pada umumnya berupa gas atau cairan yang mudah menguap.
Beberapa diantaranya bersifat mudah meledak bila bercampur dengan udara atau gas lain. Aktivitas dan
keamanan sangat bervariasi. Anestetika inhalasi mempunyai dua keuntungan dibanding anestetika intravena,
yaitu:
a) kedalaman anestesi dapat diubah dengan cepat dengan mengubah kadar obat;
b) kemungkinan terjadinya depresi pernapasan sesudah operasi kecil karena obat dieliminasikan dengan cepat.
Anestetika inhalasi menimbulkan efek samping antara lain adalah delirium, mual, takikardia (kecuali halotan),
aritmia jantung, depresi pernapasan, oliguri yang ter pulihkan, kadang-kadang ada yang menimbulkan
hepatotoksik, nefrotoksik dan bersifat karsinogenik. Dalam sediaan pada umumnya digunakan oksigen sebagai
pelarut.
Contoh anestetika inhalasi yang berupa gas adalah: siklopropan, etilen (H2C=CH₂) dan nitrogen oksida
(N₂O). Berdasarkan struktur kimia anestetika inhalasi yang berupa cairan mudah menguap dapat dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu turunan eter dan turunan hidrokarbon terhalogenasi.
TEORI BIOKIMIA-ANESTETIKA INTRAVENA
Anestetika intravena adalah senyawa yang dapat menimbulkan efek anestesi dan diberikan secara
intravena. Senyawa ini menghilangkan kesadaran secara cepat (awal kerja obat cepat), tetapi masa kerjanya
juga singkat sehingga untuk operasi yang memerlukan waktu lama harus dikombinasi dengan anestetika
sistemik lain. Anestetika intravena menimbulkan efek samping seperti depresi pernapasan, aritmia jantung,
spasma pada bronki dan laring, hipotensi, mual dan rasa pusing sesudah operasi. Berdasarkan struktur
kimia anestetika intravena dibagi menjadi dua kelompok yaitu turunan barbiturat dan turunan
sikloheksanon.
a) Turunan Barbiturat Turunan barbiturat yang mempunyai masa kerja sangat pendek atau kurang dari
setengah jam, pada umumnya menimbulkan efek anestesi sistemik. Contoh: metoheksital Na, tiamital Na
dan tiopental Na.
b) Turunan Siklohesanon. Contoh: ketamin HCl
SEDATIFA DAN HIPNOTIKA
Sedatifa dan hipnotika adalah senyawa yang dapat menekan sistem saraf pusat sehingga menimbulkan efek
sedasi lemah sampai tidur pulas. Sedatifa adalah senyawa yang menimbulkan sedasi, yaitu suatu keadaan
terjadinya penurunan kepekaan terhadap rangsangan dari luar karena ada penekanan sistem saraf pusat yang
ringan. Dalam dosis besar, sedatifa berfungsi sebagai hipnotika, yaitu dapat menyebabkan tidur pulas. Sedatifa
digunakan untuk menekan kecemasan yang diakibatkan oleh ketegangan emosi dan tekanan kronik yang
disebabkan oleh penyakit atau faktor sosiologis, untuk menunjang pengobatan hipertensi, untuk mengontrol
kejang dan untuk menunjang efek anestesi sistemik. Sedatifa mengadakan potensiasi dengan obat analgesik dan
obat penekan sistem saraf pusat yang lain. Hipnotika digunakan untuk pengobatan gangguan tidur, seperti
insomnia. Efek samping yang umum golongan sedatif-hipnotika adalah mengantuk dan perasaan tidak enak waktu
bangun. Kelebihan dosis dapat menimbulkan koma dan kematian karena terjadi depresi pusat medulla yang vital
di otak. Pengobatan jangka Panjang menyebabkan toleransi dan ketergantungan fisik.
Mekanisme kerja
Secara umum golongan sedatif-hipnotika bekerja dengan mempengaruhi fungsi pengaktifan retikula, rangsangan pusat tidur dan
menghambat fungsi pusat arousal. Beberapa obat sedatif-hipnotika, seperti turunan alkohol, aldehida dan karbamat, adalah
senyawa yang berstruktur tidak spesifik, dan kerjanya dipengaruhi oleh sifat kimia fisika. Meskipun struktur berbeda, tetapi pada
umumnya mempunyai dua gambaran umum yang sama, yaitu:
a. mempunyai gugus yang dapat melibatkan ikatan hidrogen;
b. mempunyai gugus yang dapat menurunkan tetapan dielektrik air.
Modifikasi tetapan dielektrik dan struktur biopolimer dari air yang mengelilinginya menyebabkan perubahan konformasi
makromolekul dan hal ini berhubungan dengan peran fisiologisnya. Struktur turunan barbiturat mirip dengan timin, dapat
berinteraksi melalui ikatan hidrogen dengan gugus adenin dari banyak makromolekul, seperti FAD dan NADH, yang terlibat pada
proses biokimia penting. Sedatif-hipnotika yang banyak digunakan secara luas, seperti turunan barbiturat dan benzodiazepin,
merupakan senyawa berstruktur spesifik dan kerjanya dipengaruhi oleh ikatan dengan reseptor spesifik. Kerja sedatifa sebagai
anti kecemasan pada tingkat molekul masih belum diketahui secara penuh. tetapi dari percobaan diketahui bahwa sedatifa-
hipnotika bekerja pada jalur katekolamin.
Turunan benzodiazepin dan barbiturat dapat menurunkan pergantian norepinefrin, serotonin dan lain-lain
amin biogenik di otak yang kemungkinan bertanggungjawab pada beberapa efek farmakologisnya. Dari
studi biokimia dan elektrofisiologis, turunan benzodiazepin mengikat reseptor spesifik di otak dan
meningkatkan transmisi sinaptik GABA-ergik (γ-aminobutyric acid) dengan meningkatkan aliran klorida
pada membran postsinaptik.
Hubungan struktur dan aktivitas
Dari penelitian Hansch dan kawan-kawan diketahui bahwa ada hubungan parabolik antara perubahan
struktur sedatif-hipnotika, sifat lipofil (log P) dan aktivitas penekan sistem saraf pusat. Efek penekan sistem
saraf pusat yang ideal dicapai bila senyawa mempunyai nilai koefisien partisi oktanol/air optimal 100 atau
log P=2. Struktur sedatifa dan hipnotika pada umumnya mengandung gugus-gugus sebagai berikut.
a. Gugus non ionik yang sangat polar dengan nilai (-) π besar.
b. Gugus hidrokarbon (alkil, aril) atau hidrokarbon terhalogenasi (haloalkil) yang bersifat non polar, dengan
nilai π berkisar antara (+) 1-3.
Bila gugus a dan b digabungkan didapatkan nilai jumlah π (log P) = ± 2, sehingga dihasilkan efek penekan
sistem saraf pusat yang mendekati ideal. Berdasarkan struktur kimia sedatif-hipnotika dibagi menjadi
enam kelompok yaitu turunan barbiturat, turunan benzodiazepin, turunan ureida asiklik, turunan alkohol,
turunan piperidindion dan kuinazolin, dan turunan aldehida.
1. TURUNAN BARBITURAT
Turunan barbiturat merupakan sedatifa yang banyak digunakan secara luas sebelum diketemukan turunan
benzodiazepin. Turunan barbiturat bekerja sebagai penekan pada aksis serebrospinal dan menekan
aktivitas saraf, otot rangka, otot polos dan otot jantung. Turunan barbiturat dapat menghasilkan derajat
depresi yang berbeda yaitu sedasi, hipnotik atau anestesi, tergantung pada struktur senyawa, dosis dan
cara pemberian.
Mekanisme kerja
Turunan barbiturat bekerja dengan menekan transmisi sinaptik pada sistem pengaktifan retikula di otak
dengan cara mengubah permeabilitas membran sel sehingga mengurangi rangsangan sel postsinaptik dan
menyebabkan deaktivasi korteks serebral.
Hubungan struktur dan aktivitas
Sandberg (1951), membuat suatu postulat bahwa untuk memberikan efek penekan sistem saraf pusat, turunan
asam barbiturat harus bersifat asam lemah dan mempunyai nilai koefisien partisi lemak/air dengan batas
tertentu. Turunan 5,5-disubstitusi dan 1,5,5-trisubstitusi asam barbiturat serta 5,5-disubstitusi asam
tiobarbiturat, keasaman relatif lemah karena membentuk tautomeri triokso yang sukar terionisasi sehingga
mudah menembus sawar darah-otak dan menimbulkan efek penekan sistem saraf pusat. Turunan tak
tersubstitusi, 1-substitusi, 5-substitusi, 1,3-disubstitusi, 1,5-disubstitusi mempunyai sifat keasaman yang relatif
tinggi karena dapat membentuk tautomeri yang mudah terionisasi sehingga kemampuan menembus membran
lemak relatif rendah dan tidak menimbulkan efek penekan sistem saraf pusat. Turunan 1,3,5,5-tetrasubstitusi
tidak bersifat asam, pada in vivo dimetabolisis menjadi turunan 1,3,5-trisubstitusi yang aktif. Golongan 5,5-
disubstitusi dari turunan barbiturat bersifat asam lemah, mempunyai nilai pKa ±7-8,5, contoh: asam 5,5-
dietilbarbiturat (fenobarbital) pKa=7,4, pada pH fisiologis lebih dari 50% terdapat dalam bentuk tidak terionisasi
sehingga mudah menembus jaringan lemak dan menunjukkan aktivitas sebagai penekan system saraf pusat. Sifat
keasaman tersebut di sebabkan karena terbentuknya tautomeri laktam-laktim dan keto-enol.
Dari studi hubungan struktur dan aktivitas turunan barbiturat didapatkan hal-hal sebagai berikut.
a. Masa kerja obat terutama tergantung pada substituen-substituen di posisi 5 yang mempengaruhi lipofilitasnya.
Aktivitas hipnotik akan meningkat dengan meningkatnya lipofilitas dan aktivitas optimum dicapai bila jumlah
atom C pada kedua substituen antara 6-10. Bila jumlah atom C ditingkatkan lagi aktivitas akan menurun
menghasilkan senyawa konvulsan atau menjadi tidak aktif.
b. Pada seri yang sama, isomer dengan rantai cabang mempunyai aktivitas lebih besar dan masa kerja yang lebih
singkat. Senyawa dengan percabangan yang lebih banyak aktivitasnya lebih besar, contoh: pentobarbital
aktivitasnya lebih besar dibanding amobarbital.
c. Pada seri yang sama, analog alil, alkenil dan sikloalkenil tidak jenuh mempunyai aktivitas lebih besar dibanding
analog jenuh dengan jumlah atom C yang sama.
d. Substituen alisiklik dan aromatik memberikan aktivitas yang lebih besar dibanding substituen alifatik dengan
jumlah atom C yang sama.
e. Pemasukan atom halogen pada substituen 5-alkil dapat meningkatkan aktivitas.
f. Pemasukan gugus-gugus yang bersifat polar, seperti gugus OH, NH₂, RNH, CO, COOH dan SO,H, pada substituen 5-alkil akan
menurunkan aktivitas secara drastis.
g. Metilasi pada N, atau N3 akan meningkatkan kelarutan dalam lemak dan menyebabkan awal kerja obat menjadi lebih cepat
dan masa kerja obat menjadi lebih singkat. Makin besar jumlah atom C makin meningkat kelarutan dalam lemak, menurunkan
sifat hidrofil sampai melewati batas yang diperlukan untuk timbulnya aktivitas, sehingga aktivitas akan menurun secara drastis.
Meskipun demikian, adanya gugus alkil besar pada atom N akan meningkatkan sifat konvulsi dari turunan barbiturat. Alkilasi
pada kedua atom N menghilangkan sifat keasaman sehingga senyawa menjadi tidak aktif.
h. Penggantian atom O dengan atom S pada atom C₂ menyebabkan awal kerja obat menjadi lebih cepat dan masa kerja obat
lebih singkat. Penggantian atom O dengan atom S pada atom C2 dan C4 (2,4-ditio) akan menurunkan aktivitas. Turunan. 2,4,6-
tritio, 2-imino, 4-imino, 2,4-diimino dan 2,4,6-triimino akan menghilangkan aktivitas. Penggantian dengan atom S atau gugus
imino lebih dari satu oksigen karbonil akan menurunkan sifat hidrofil, melewati batas kelarutan yang diperlukan, sehingga
menghilangkan aktivitas.
i. Stereoisomer mempunyai aktivitas yang lebih kurang sama.
Berdasarkan masa kerja turunan barbiturat dibagi menjadi empat kelompok yaitu:
1. Turunan barbiturat dengan masa kerja panjang (6 jam atau lebih), contoh: barbital, mefobarbital,
metarbital dan fenobarbital.
2. Turunan barbiturat dengan masa kerja sedang (3-6 jam), contoh: alobarbital (Dial), amobarbital,
aprobarbital dan butabarbital.
3. Turunan barbiturat dengan masa kerja pendek (0,5-3 jam), contoh: siklobarbital, heptabarbital, heksetal,
pentobarbital dan sekobarbital (Seconal).
4. Turunan barbiturat dengan masa kerja sangat pendek (kurang dari 0,5 jam), contoh: tiopental, tiamital
dan metoheksital.
2. TURUNAN BENZODIAZEPIN
Turunan benzodiazepin adalah obat pilihan yang banyak digunakan sebagai sedatif hipnotik karena
mempunyai efikasi dan batas keamanan lebih besar dibanding turunan sedatif-hipnotika lain, antara lain
menyangkut efek samping, pengembangan toleransi, ketergantungan obat, interaksi obat dan kematian
akibat kelebihan dosis. Selain efek sedatif-hipnotik, turunan benzodiazepin juga mempunyai efek
menghilangkan ketegangan (anxiolitik, tranquilizer minor), relaksasi otot dan antikejang Di klinik turunan ini
terutama digunakan untuk menghilangkan ketegangan, kegelisahan dan insomnia. Efek samping umum
adalah mengantuk, kelemahan otot, malas dan kadang-kadang dapat terjadi amnesia, hipotensi,
penglihatan kabur dan konstipasi. Penggunaan jangka panjang, terutama dalam dosis tinggi, dapat
menimbulkan ketergantungan fisik dan mental.
Mekanisme kerja Turunan benzodiazepin menekan transmisi sinaptik pada sistem pengaktifan retikula di
otak dengan cara mengubah permeabilitas membran sel sehingga mengurangi rangsangan sel postsinaptik
dan terjadi deaktivasi korteks serebral. Turunan benzodiazepin mengikat reseptor spesifik di otak dan
meningkatkan transmisi sinaptik GABA-ergik (gama-aminobutyric acid) dengan cara meningkatkan aliran
klorida pada membran postsinaptik dan menurunkan pergantian norepinefrin, katekolamin, serotonin dan
lain-lain amin biogenik di otak, dan hal ini kemungkinan bertanggungjawab pada beberapa efek
farmakologisnya. Turunan benzodiazepin dibagi menjadi dua kelompok yaitu turunan 1,4-benzodiazepin 4-
oksida dan turunan 1,4-benzodiazepin-4-on..
a. Turunan 1,4-benzodiazepin-4-oksidaDari turunan ini hanya satu obat yang digunakan di klinik yaitu
klordiazepoksid HCI.
b. Turunan 1,4-benzodiazepin-4-on. Turunan ini dapat digunakan sebagai:
1) sedatif, contoh: diazepam, oksazepam, medazepam, klorazepat dipotasium dan lorazepam.
2) hipnotik, contoh: flurazepam, nitrazepam dan flunitrazepam.
3) antikejang, contoh: klonazepam.
Hubungan struktur dan aktivitas Modifikasi pada cincin struktur turunan ini dijelaskan sebagai berikut.
a. Modifikasi pada cincin A Pemasukan substituen penarik elektron, seperti Cl, Br, F, CF, dan NO₂, pada
posisi 7 dapat meningkatkan aktivitas, sedang pemasukan gugus pendorong elektron pada posisi tersebut
akan menurunkan aktivitas. Pemasukan substituen pada posisi 8 dan 9 juga menurunkan aktivitas.
b. Modifikasi pada cincin B
1) Pemasukan gugus metil pada posisi 1 akan meningkatkan aktivitas. Bila substituen lebih besar dari metil terjadi
penurunan aktivitas. Meskipun demikian, adanya substituen yang besar pada senyawa tertentu, misal flurazepam,
pada in vivo akan dimetabolisis (dealkilasi) menjadi metabolit aktif.
2) Penggantian atom O gugus karbonil dengan dua gugus hidrogen pada diazepam menghasilkan senyawa
medazepam yang aktivitasnya lebih rendah dibanding diazepam.
3) Penggantian satu atom hidrogen pada posisi 3 dengan gugus hidroksil akan menurunkan aktivitas tetapi juga
menurunkan efek samping karena gugus hidroksi mudah termetabolisme sehingga mempercepat eliminasi
senyawa Penggantian satu atom hidrogen pada posisi 3 dengan gugus karboksil meningkatkan masa kerja obat
karena senyawa memerlukan waktu untuk diubah menjadi metabolit aktif.
4) Penggantian gugus fenil pada posisi 5 dengan gugus sikloalkil atau heteroaromatik lain secara umum
menurunkan aktivitas. Kecuali penggantian dengan gugus piridil, seperti pada bromazepam, menunjukkan
aktivitas yang sama dengan diazepam.
5) Penggabungan cincin pada posisi 1 dan 2 inti diazepin, seperti pada turunan triazololbenzodiazepin,
secara umum mempunyai aktivitas yang lebih tinggi dibanding turunan 1-metilbenzodiazepin. Contoh
turunan triazololbenzodiazepin:
a. sebagai sedatif adalah alprazolam, oxazolam dan klobazam.
b. sebagai hipnotik adalah midazolam, estazolam dan triazolam.
c. Modifikasi pada cincin C
Substitusi atau disubstitusi gugus fluorin atau klorida pada posisi orto cincin C akan meningkatkan aktivitas.
Substitusi pada posisi meta dan para akan menurunkan aktivitas.
3. TURUNAN UREIDA ASIKLIK
Ureida asiklik adalah turunan urea dan asam monokarboksilat dengan formula umum:
R-CONHCONH2.
Contoh: R=(H5C₂)2C(Br)-: Karbromal (Adalin)
R=(H5C₂)CHCH(Br)-: Bromisovalum (Bromural)
Turunan ureida asiklik digunakan untuk pengobatan kecemasan dan ketegangan saraf yang ringan, bila
turunan barbiturat sudah tidak efektif. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena pada in vivo
senyawa akan melepas bromida dan menyebabkan hiperbromida. Dosis untuk sedasi: 250-500 mg, dosis
hipnotik: 600-900 mg.
4. TURUNAN ALKOHOL
Alkohol alifatik di samping mempunyai aktivitas sebagai antibakteri juga mempunyai efek hipnotik.
Hubungan struktur dan aktivitas
a. Aktivitas hipnotik akan meningkat dengan meningkatnya panjang rantai atom C sampai jumlah atom C=8
(n-oktanol).
b. Adanya ikatan rangkap akan meningkatkan aktivitas dan toksisitas obat, dan gugus etilen mempunyai
aktivitas yang paling besar.
c. Aktivitas alkohol tersier lebih besar dibanding alkohol sekunder dan aktivitas alkohol sekunder lebih
besar dibanding alkohol primer.
d. Adanya percabangan akan memperbesar efek depresi.
e. Pemasukan gugus hidroksil cenderung menurunkan aktivitas dan toksisitas.
f. Penggantian atom hidrogen dengan halogen dapat meningkatkan aktivitas.
Metanol tidak digunakan sebagai sedatif-hipnotik karena dapat menimbulkan kebutaan. Etanol, dalam
bentuk sebagai bir, anggur, brendi dan wiski, juga digunakan sebagai sedatif-hipnotik, tetapi karena cepat
menimbulkan alkoholisme kronik dan hanya efektif bila digunakan dalam jumlah yang besar,
penggunaannya sebagai sedatif hipnotik tidak dianjurkan. Turunan alkohol yang digunakan sebagai hipnotik
hanyalah etklorvinol (Placidyl), walaupun pada dosis yang besar senyawa ini menyebabkan ketergantungan
fisik. Etklorvinol mempunyai awal kerja cukup cepat dengan masa kerja ± 5 jam. Dosis sedatif: 100-200 mg,
untuk hipnotik: 500 mg.
5. TURUNAN PIPERIDINDION DAN KUINAZOLIN
Turunan piperidindion mempunyai struktur yang berhubungan dengan turunan barbiturat. Aktivitas sedatif-
hipnotik lebih rendah dibanding turunan benzodiazepin maupun barbiturat. Sifat relaksasi otot, analgesik dan
tranquilizernya rendah dan efek samping hampir sama dengan turunan barbiturat. Contoh: glutetimid, metiprilon
dan talidomid.
1. Glutetimid, mempunyai aktivitas penekan sistem saraf pusat seperlima kali pentobarbital. Dosis sedatif untuk
pengobatan kecemasan: 125-250 mg. Dosis hipnotik: 500 mg.
2. Metiprilon, mempunyai aktivitas dan masa kerja yang sebanding dengan amobarbital. Dosis sedatif: 50-100
mg, untuk hipnotik: 200-400 mg.
3. Talidomid, dahulu banyak digunakan untuk sedatif-hipnotik, tetapi karena mempunyai efek teratogenik yang
dapat menyebabkan bayi cacat dalam kandungan, maka ditarik dari peredaran.
6. TURUNAN ALDEHIDA
Turunan aldehida mempunyai efek sedatif-hipnotik, dengan awal kerja cepat dan waktu paro yang pendek.
Contoh: paraldehid, kloral hidrat, kloral betain, petrikloral dan triklofos Na.
RELAKSAN PUSAT
Relaksan pusat adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat dan menimbulkan relaksasi
otot rangka (otot bergaris). Golongan ini digunakan untuk meningkatkan relaksasi otot rangka, pada
keadaan kekejangan atau spasma dan untuk pengobatan tetanus. Relaksan pusat juga berguna untuk
membantu istirahat, fisioterapi dan mengurangi berbagai keluhan akibat kekejangan otot rangka. Banyak
obat-obat relaksan otot mempunyai efek farmakologis lain, seperti sedatif, hipnotik, antipsikotik dan
anxiolitik. Efek samping relaksan pusat antara lain adalah mengantuk, lesu, pusing dan penglihatan kabur.
Mekanisme kerja
Relaksan otot rangka bekerja secara sentral pada otak dan saraf tulang belakang. Turunan propandiol, seperti
mefenesin, dan golongan lain-lain, seperti klormezanon dan klorzoksazon, bekerja dengan memblok atau
memperlambat transmisi rangsangan saraf sinaptik internunsial pada saraf tulang belakang, pada batang otak,
talamus dan basal ganglia. Baklofen, bekerja sebagai antagonis neurotransmiter pada reseptor GABA. Beberapa
relaksan otot bekerja pada perifer penghubung saraf otot rangka dan dinamakan kuraremimetik. Contoh:
atrakurium besilat (Tracrium), pankuronium bromida (Pavulon), suksametonium klorida (Succinyl-Asta) dan
vekuronium bromida (Norcuron). Berdasarkan struktur kimianya relaksan pusat dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu turunan propandiol, turunan benzodiazepin dan golongan lain-lain.
1. TURUNAN PROPANDIOL
Sudah banyak senyawa turunan propandiol disintesis dalam usaha mencari senyawa dengan efek relaksasi otot
yang ideal, diantaranya adalah modifikasi pada inti aromatik dari senyawa induk 3-fenoksi-1,2-propandiol
(antodin), yang dapat dilihat pada Tabel 8.6. Dari Tabel 8.6 terlihat bahwa substitusi gugus-gugus metil, metoksi
dan klorida pada inti aromatik dapat meningkatkan aktivitas obat. Substitusi pada posisi orto pada umumnya
menimbulkan aktivitas yang lebih tinggi dibanding substitusi pada posisi meta atau para. Substitusi gugus-gugus
amino, hidroksil, hidroksimetil, karboksi, karbometoksi, asetamido dan asetil, secara umum menurunkan aktivitas
antodin. Turunan propandiol yang pertama kali digunakan sebagai relaksan otot rangka adalah 3-o-toloksi-1 2-
propandiol (mefenesin). Mefenesin mempunyai masa kerja singkat karena mempunyai gugus hidroksil di ujung
yang mudah mengalami metabolisme, yaitu mudah dioksidasi menjadi turunan asam yang tidak aktif. Kadar
plasma tertinggi mefenesin dicapai 30 menit, setelah pemberian oral. Oleh karena itu dibuat analog pra-obatnya,
yaitu turunan karbamat, untuk melindungi gugus farmakofor tersebut sehingga masa kerja obat menjadi lebih
lama. Mefenesin karbamat, meskipun aktivitasnya hanya setengah dari mefenesin tetapi mempunyai masa kerja
yang lebih lama.
Modifikasi pada inti aromatik juga dilakukan sehingga didapatkan senyawa dengan aktivitas lebih tinggi dan
masa kerja yang lebih lama, seperti metokarbamol dan klorfenesin karbamat. Kadar plasma tertinggi
metokarbamol dicapai dalam ± 1 jam setelah pemberian oral, sedang klorfenesin karbamat kadar plasma
tertinggi dicapai setelah ± 2 jam. Metokarbamol menimbulkan efek samping mengantuk, pusing, hipotensi,
tromboflebitis serta menimbulkan retensi urea dan asidosis.
Klorfenesin karbamat, cepat diabsorpsi dalam saluran cerna, kadar serum tertinggi dicapai dalam 1-3 jam
setelah pemberian oral, dengan waktu paro ± 3,5 jam. Dari penelitian diketahui bahwa inti aromatik tidak
diperlukan untuk aktivitas (bukan gugus farmakofor) oleh karena itu dibuat analog meprobamat pada seri
alifatik untuk memperpanjang aktivitas relaksasi otot. Meprobamat walaupun mempunyai aktivitas
relaksasi otot sedikit lebih kecil dibanding mefenesin tetapi masa kerja lebih lama ± 8-10 kali, dengan
waktu paro plasma ± 11 jam. Meprobamat juga efektif sebagai penekan sistem saraf pusat dan dalam
dosis besar menimbulkan efek sedasi sehingga dapat digunakan untuk mengurangi ketegangan emosi dan
mengontrol hipereksitabilitas. Meprobamat relatif aman dan tidak menimbulkan efek samping serius.
Karisoprodol dan tibamat adalah analog meprobamat yang mempunyai awal kerja lebih cepat dan masa
kerja yang lebih lama dibanding meprobamat. Karisoprodol adalah relaksan otot yang kuat, kadar serum
maksimum dicapai 1-2 jam setelah pemberian oral.
2. TURUNAN BENZODIAZEPIN
Turunan benzodiazepin yang sering digunakan sebagai relaksan otot adalah klordiazepoksid HCI, klorazepat
dipotasium, diazepam, flurazepam HCI, lorazepam dan oksazepam.
3. GOLONGAN LAIN-LAIN
Contoh: klormezanon, klorzoksazon, baklofen dan eperison.
1. Klormezanon, selain sebagai relaksan otot rangka juga mempunyai efek penekan sistem saraf pusat yang
ringan sehingga digunakan pula untuk pengobatan ketegangan dan kecemasan. Absorpsi pada saluran
cerna cepat dan ± 50% obat diikat oleh protein plasma. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2-4 jam
setelah pemberian oral, dengan waktu paro plasma 20-30 jam. Dosis: 250 mg 3-4 dd.
2. Klorzoksazon (Solaxin), dapat menekan transmisi refleks polisinaptik secara selektif, tidak mempengaruhi
jalur monosinaptik dan efek pada batang otak sangat kecil. Absorpsi obat pada saluran cerna cepat, kadar
plasma tertinggi dicapai dalam 0,7 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro plasma ± 1 jam. Dosis:
200 mg 3-4 dd.
3. Baklofen (Lioresal), mempunyai struktur kimia yang analog dengan GABA, dapat menyebabkan relaksasi
otot dengan cara menekan transmisi refleks mono dan polisinaptik serta dengan menghambat kerja
interneuron. Absorpsi pada saluran cerna cepat, dan ± 30% obat diikat oleh protein plasma. Kadar plasma
tertinggi dicapai dalam 2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro plasma 2-4 jam. Dosis: 5 mg 3 dd.
4. Eperison HCI (Myonal), selain sebagai relaksan otot rangka dan vasodilator, eperison juga mempunyai
efek penekan sistem saraf pusat dan dapat bekerja pada otot polos. Dosis: 50 mg 3 dd.
OBAT ANTIPSIKOTIK
Obat antipsikotik juga dikenal dengan nama neuroleptik, mayor tranquilizer atau ataraktik. Perbedaan dengan
golongan sedatif-hipnotik adalah dapat menghasilkan efek penekan sistem saraf pusat secara selektif, yaitu
memberikan efek sedasi kuat tanpa menurunkan kesadaran atau menekan pusat vital, meskipun dalam dosis yang
besar. Obat antipsikotik digunakan untuk pengobatan gangguan kejiwaan yang berat, seperti skizofrenia, dan
meringankan gejala akibat penyakit tersebut. Efektif untuk menekan eksitasi, agitasi dan agresivitas. Meskipun
demikian obat antipsikotik tidak menyembuhkan tetapi hanya meringankan penyakit karena sampai saat ini faktor
penyebab psikosis fungsional masih belum diketahui dengan jelas. Diduga bahwa faktor keturunan dapat
memberikan kecenderungan terjadinya skizofrenia. Banyak obat antipsikotik juga mempunyai aktivitas
antiemetik, simpatolitik dan dapat memblok α-adrenergik. Obat antipsikotik mengadakan potensiasi dengan
golongan sedatif-hipnotika, analgetika narkotik atau anestetika sistemik. Dua aspek penting pada pengobatan
dengan obat antipsikotik adalah bahwa obat tersebut tidak menimbulkan ketergantungan fisik atau mental dan
pada orang dewasa sangat jarang terjadi kelebihan dosis yang berakibat fatal.
Mekanisme kerja obat antipsikotik Obat antipsikotik menimbulkan efek farmakologis dengan
mempengaruhi mekanisme pusat dopaminergik, yaitu dengan bekerja sebagai antagonis pada reseptor
dopamin, memblok dopamin sehingga tidak dapat berinteraksi dengan reseptor. Pemblokan tersebut
terjadi pada pra dan postsinaptik reseptor dopamin sehingga kadar dopamin dalam tubuh meningkat dan
menyebabkan terjadinya efek antipsikotik. Obat antipsikotik dalam membentuk kompleks dengan reseptor
dopamin kemungkinan melibatkan dua bentuk konformasi, yaitu: a. Bentuk konformasi keadaan padat dari
obat antipsikotik, yang hampir sama dengan bentuk dopamin yang memanjang. b. Bentuk konformasi S
dari 4 atom berturutan yang menghubungkan cincin dengan atom N tersier basa dari obat antipsikotik,
yang juga hampir sama dengan bentuk dopamin yang memanjang.
Kedua bentuk konformasi menunjang penjelasan konsep bahwa aktivitas antipsikotik disebabkan oleh efek
pemblokan pada reseptor dopamin. Banyak peneliti memberikan postulat bahwa ada dua reseptor dopamin,
yaitu:
1. Reseptor D1, yang berhubungan dengan enzim dopamin-sensitif adenilat siklase. Rangsangan reseptor ini dapat
meningkatkan pembentukan siklik-AMP.
2. Reseptor D2, tidak berhubungan dengan enzim di atas. Rangsangan reseptor ini dapat menurunkan kapasitas
sel untuk menyintesis siklik-AMP dan menurunkan respons terhadap agonis ẞ-adrenergik. Turunan fenotiazin
menunjukkan afinitas terhadap reseptor D1 yang lebih besar dibanding reseptor D2, turunan tioxanten afinitas
terhadap reseptor D1 dan D2, hampir sama, sedang turunan fluorobutirofenon dan benzamid selektif sebagai
penghambat reseptor D2.
Hubungan struktur dan aktivitas
Menurut Janssen, obat antipsikotik secara umum mempunyai dua gambaran struktur yang dipandang penting
untuk menimbulkan aktivitas, yaitu:
a. Rantai lurus, terdiri dari tiga atom C yang mengikat dasar cincin nitrogen dan atom Y (N, C atau O), dan
merupakan bagian dari salah satu gugus-gugus berikut, yaitu benzoil, 2-fenotiazin atau sistem trisiklis-tioksanten,
rantai samping fenoksipropil, 2-fenilpenten-2 atau cincin sikloheksan.
b. Cincin heterosiklik dengan jumlah atom=6, seperti piperazin atau piperidin, yang tersubstitusi pada posisi 1 dan
4. Substituen terbaik pada posisi 4 cincin heterosiklik adalah gugus-gugus fenil, anilin, metil atau hidroksietil.
Berdasarkan struktur kimianya obat antipsikotik dibagi menjadi tiga kelompok yaitu turunan fenotiazin, turunan
fluorobutirofenon dan turunan lain-lain
1. TURUNAN FENOTIAZIN
Turunan fenotiazin mempunyai struktur kimia karakteristik yaitu sistem trisiklik tidak planar yang bersifat lipofil
dan rantai samping alkilamino yang terikat pada atom N tersier pusat cincin yang bersifat hidrofil. Rantai samping
tersebut bervariasi dan kebanyakan merupakan salah satu struktur sebagai berikut: propildialkilamino,
alkilpiperidil atau alkilpiperazin. Turunan fenotiazin digunakan untuk pengobatan gangguan mental dan emosi
yang cukupan sampai berat, seperti skizofrenia, paranoia, psikoneurosis (ketegangan dan kecemasan) serta
psikosis akut dan kronik. Banyak turunan fenotiazin mempunyai aktivitas antiemetik, simpatolitik atau
antikolinergik. Turunan fenotiazin juga mengadakan potensiasi dengan obat-obat sedatif-hipnotika, analgetika
narkotik atau anestetika sistemik. Penggunaan dosis tinggi menimbulkan efek samping berupa gejala
ekstrapiramidal dengan efek seperti pada penyakit Parkinson. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan
hipotensi, agranulositosis, dermatitis, penyakit kuning, perubahan mata dan kulit serta sensitif terhadap cahaya.
Contoh turunan fenotiazin yang digunakan sebagai antipsikosis adalah promazin. klorpromazin, trifluoperazin,
teoridazin, mesoridazin, perazin (Taxilan). butaperazin, flufenazin, asetofenazin dan carfenazin, sedang yang
digunakan sebagai antiemetik adalah proklorperazin dan perfenazin.
Hubungan struktur dan aktivitas
a. Gugus pada R2 dapat menentukan kerapatan elektron sistem cincin. Senyawa mempunyai aktivitas yang besar
bila gugus pada R2 bersifat penarik elektron dan tidak terionisasi. Makin besar kekuatan penarik elektron makin
tinggi aktivitasnya. Substitusi pada R₂ dengan gugus Cl atau CF3 akan meningkatkan aktivitas. Substituen CF, lebih
aktif dibanding Cl karena mempunyai kekuatan penarik elektron lebih besar tetapi efek samping gejala
ekstrapiramidal ternyata juga lebih besar. Substitusi pada R₂ dengan gugus tioalkil (SCH3), senyawa tetap
mempunyai aktivitas tranquilizer dan dapat menurunkan efek samping ekstrapiramidal. Substitusi dengan gugus
asil (COR), senyawa tetap menunjukkan aktivitas tranquilizer.
b. Substitusi pada posisi 1, 3 dan 4 pada kedua cincin aromatik akan menghilangkan aktivitas tranquilizer.
c. Bila jumlah atom C yang mengikat nitrogen adalah 3, senyawa menunjukkan aktivitas tranquilizer optimal. Bila
jumlah atom C = 2, senyawa menunjukkan aktivitas penekan sistem saraf pusat yang cukupan tetapi efek
antihistamin dan anti-Parkinson lebih dominan.
d. Percabangan pada posisi β rantai alkil akan mengubah aktivitas farmakologisnya. Substitusi β-metil dapat
meningkatkan aktivitas antihistamin dan antipruritik. Substitusi tersebut menyebabkan senyawa bersifat optis
aktif dan stereoselektif. Isomer levo lebih aktif dibanding isomer dekstro.
e. Substitusi pada rantai alkil dengan gugus yang besar, seperti fenil atau dimetilamin, dan gugus yang bersifat
polar, seperti gugus hidroksi, akan menghilangkan aktivitas tranquilizer.
f. Penggantian gugus metil pada dimetilamino dengan gugus alkil yang lebih besar dari metil akan menurunkan
aktivitas karena meningkatkan efek halangan ruang.
g. Penggantian gugus dimetilamino dengan gugus piperazin akan meningkatkan aktivitas tranquilizer, tetapi juga
meningkatkan gejala ekstrapiramidal.
h. Penggantian gugus metil yang terletak pada ujung gugus piperazin dengan gugusCH2CH2OH hanya sedikit
meningkatkan aktivitas.
i. Kuarternerisasi rantai samping nitrogen akan menurunkan kelarutan dalam lemak, menurunkan penetrasi
obat pada sistem saraf pusat sehingga menghilangkan aktivitas tranquilizer.
j. Masa kerja turunan fenotiazin dapat diperpanjang dengan membuat bentuk ester dengan asam lemak
berantai panjang seperti asam enantat dan dekanoat.
2. TURUNAN FLUROBUTIROFENON
Turunan fluorobutirofenon pada awalnya dibuat dalam usaha meningkatkan potensi analgesik dari
meperidin, tetapi turunan ini ternyata menunjukkan aktivitas antipsikosis yang serupa dengan
klorpromazin. Turunan fluorobutirofenon mempunyai efek farmakologis serupa dengan turunan fenotiazin
tetapi toksisitasnya lebih rendah. Turunan ini digunakan untuk pengobatan psikotik yang kronik dan akut,
skizofrenia dan keadaan mania (kegilaan) serta untuk menekan agitasi dan agresivitas. Efek samping hampir
sama dengan turunan fenotiazin tetapi relatif lebih rendah. Pada dosis besar menimbulkan efek samping
gejala ekstrapiramidal. Turunan fluorobutirofenon mengadakan potensiasi dengan obat penekan sistem
saraf pusat lain, seperti obat-obat analgetika, anestetika, turunan barbiturat dan turunan alkohol.
Modifikasi struktur turunan fluorobutirofenon dijelaskan sebagai berikut.
a. Penggantian gugus keto dengan gugus-gugus tioketon, olefin atau fenoksi akan menurunkan aktivitas
tranquilizer.
b. Reduksi gugus karbonil akan menurunkan aktivitas.
c. Perpanjangan, perpendekan atau percabangan pada rantai propil akan menurunkan aktivitas.
d. Modifikasi yang memungkinkan tanpa menghilangkan aktivitas adalah pada gugus amin tersier. Basa
nitrogen tersebut terdapat pada cincin piperidin, tetrahidropiridin atau piperazin dan biasanya
mengandung substituen lain pada posisi 4.
3. TURUNAN CINCIN ANALOG FENOTIAZIN
a. Loksapin suksinat (Daxolin), adalah antipsikotik turunan dibenzoksazepin, bekerja sebagai antagonis pada pusat
aksi dopaminergik dengan memblok reseptor postsinaptik mesolimbik D1 dan D2, di otak, dan menghambat
aktivitas reseptor serotonin 5-HT2. Absorpsi di saluran cerna cukup baik, kadar plasma tertinggi dicapai 1-2 jam
setelah pemberian oral, diekskresikan terutama melalui urine dan waktu paro eliminasinya 12-19 jam.
b. Klozapin (Clozaril, Luften), adalah antipsikotik yang bekerja sebagai antagonis pada pusat aksi dopaminergik
dengan memblok reseptor postsinaptik mesolimbik D4 di otak, hambatan terhadap reseptor D1, D2, D3 dan D5,
relatif lemah. Senyawa juga menghambat aktivitas reseptor-reseptor α-adrenergik, histamin H1 dan kolinergik.
Absorpsi di saluran cerna cukup baik, kadar plasma tertinggi dicapai 2,5 jam setelah pemberian oral, pengikatan
protein plasma 95% dan waktu paro eliminasinya 12 jam.
c. Olanzapin (Olandoz, Onzapin, Zyprexa), adalah antipsikotik yang bekerja sebagai antagonis pada pusat aksi dopaminergik, menghambat
aktivitas reseptor serotonin 5-HT2A/2C, reseptor α-adrenergik, histamin H1, dan muskarinik M1 – M5. Absorpsi di saluran cerna cukup baik,
kadar plasma tertinggi dicapai 5-8 jam setelah pemberian oral, pengikatan protein plasma 93% dan waktu paro eliminasinya 30-38 jam.
d. Kuetiapin (Seroquel), adalah antipsikotik untuk pengobatan skizopren dan gangguan kepribadian bipolar. Bekerja sebagai antagonis
pada pusat aksi dopaminergik D1 dan D2, menghambat aktivitas reseptor serotonin 5-HT1A/2 reseptor α1/2-adrenergik, dan histamin H1.
Absorpsi di saluran cerna cukup baik, pengikatan protein plasma 83% dan waktu paro eliminasinya 6-7 jam.
e. Zotepin (Lodopin), adalah antipsikotik yang bekerja sebagai antagonis pada pusat aksi dopaminergik dengan memblok reseptor D1 dan
D2 di otak. Senyawa juga menghambat aktivitas reseptor α-adrenergik, histamin H1, dan menghambat reuptake noradrenalin. Absorpsi di
saluran cerna cukup baik, kadar plasma tertinggi dicapai 2-3 jam setelah pemberian oral, pengikatan protein plasma 97% dan waktu paro
eliminasinya 14 jam.
f. Turunan lain-lain. Contoh: sulpirid, pimozid dan buspirone.
OBAT ANTIKEJANG
Obat antikejang adalah senyawa yang secara selektif dapat menekan sistem saraf pusat dan digunakan
untuk mengontrol dan mencegah serangan tiba-tiba dari epilepsi tanpa menimbulkan depresi pernapasan.
Epilepsi adalah gejala kompleks yang dikarakterisasi oleh kambuhnya serangan hebat disritmia otak disertai
dengan gangguan atau hilangnya kesadaran dan kadang-kadang disertai dengan pergerakan tubuh (kejang),
biasanya waktunya pendek dan terjadi pada orang tertentu. Obat anti kejang bersifat simptomatik, hanya
meringankan gejala saja tetapi tidak menyembuhkan sehingga pengobatan epilepsi diberikan untuk
seumur hidup.
Serangan epilepsi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Serangan kejang parsial
1) gejala sederhana (gejala motorik, sensorik dan autonomik)
2) gejala kompleks (gejala pada kesadaran, gejala kognitif, afektif atau psikosensori dan gejala psikomotor).
b. Serangan kejang generalis
1) primer (petit mal sederhana atau kompleks, serangan mioklonik dan atonik, serangan klonik, tonik dan klonik-
tonik atau grand mal dan serangan unilateral)
2) sekunder.
c. Serangan kejang yang tidak diklasifikasikan.
d. Status epileptikus.
Efek samping obat antikejang antara lain adalah kerusakan sumsum tulang, hati dan ginjal, neuropati, gangguan
saluran cerna dan alopesia.
Mekanisme kerja obat antikejang
Salah satu hipotesis mekanisme kerja obat antikejang adalah serupa dengan anestetika sistemik dan
sedatif-hipnotika, yaitu termasuk obat berstruktur tidak spesifik, yang efek farmakologisnya dipengaruhi
oleh sifat kimia fisika dan tidak oleh pembentukan kompleks dengan reseptor spesifik. Pada umumnya
obat antikejang mempunyai dua struktur karakteristik yaitu gugus yang bersifat polar, biasanya gugus
imido, dan gugus yang bersifat lipofil. Antikejang dengan struktur sederhana, kemungkinan berinteraksi
secara tidak selektif dan menimbulkan beberapa tipe kerja, sedang struktur yang lebih kompleks
menunjukkan keselektifan lebih besar dan spektrum kerja yang lebih sempit. Kemungkinan lain, gugus yang
satu dapat terlokalisasi lebih luas pada satu daerah reseptor sedang gugus lain interaksinya lebih besar
pada daerah reseptor lain sehingga masing-masing gugus menyebabkan kerja kualitatif yang berbeda.
Contoh: gugus pertama kemungkinan bekerja pada serangan kejang parsial atau generalis sedang gugus
kedua efektif bekerja pada serangan grand mal.
Pada kasus lain obat antikejang, seperti lamotrigin, dapat berinteraksi dengan makromolekul reseptor
menyebabkan perubahan konformasi struktur dan menghasilkan stabilisasi membran saraf presinaptik
dengan memblok saluran Na, menghambat pengeluaran neurotransmiter sehingga terjadi efek antikejang.
Gabapentin, merupakan GABA-mimetik, bekerja sebagai antikejang dengan menghambat uptake GABA
Obat antikejang seperti klonazepam, diazepam, fenobarbital dan asam valproat, bekerja dengan
meningkatkan aktivitas sistem penghambatan mediator GABA Etoksuksimid, trimetadion dan juga asam
valproat bekerja dengan memblok aktivitas yang menimbulkan serangan dari leusin enkefalin, karena
diduga sistem neurotransmiter enkefalinergik terlibat dalam peristiwa hilangnya epilepsi. Fenitoin tidak
mengubah sistem penghambatan neurotransmiter, tetapi menghilangkan hiperpolarisasi post-tetanik dan
mengurangi potensiasi post-tetanik dari transmisi sinaptik. Efek ini mempengaruhi pengangkutan ion Na,
Ca dan K, serta meningkatkan kestabilan membran.
Berdasarkan struktur kimianya obat antikejang dibagi menjadi delapan kelompok, yaitu turunan barbiturat,
turunan hidantoin, turunan oksazolidindion, turunan suksinimida, turunan benzodiazepin, turunan asam
valproat, turunan dibenzazepin dan turunan lain-lain. Obat antikejang turunan barbiturat, hidantoin,
oksazolidindion dan suksinimida mempunyai persamaan menarik yaitu sama-sama mengandung struktur
ureida.
1. TURUNAN BARBITURAT
Turunan barbiturat dapat digunakan untuk mengontrol epilepsi, tetapi efeknya kurang selektif. Turunan ini
efektif terutama untuk mengontrol serangan grand mal dan parsial (psikomotor), kurang bermanfaat untuk
serangan petit mal. Mekanisme kerja turunan barbiturat dalam mengurangi fungsi korteks motor masih
belum begitu jelas. Contoh: fenobarbital, mefobarbital, metarbital dan primidon.
2. TURUNAN HIDANTOIN
Turunan hidantoin sangat efektif terutama untuk mengontrol serangan grand mal dan parsial (psikomotor),
kurang bermanfaat untuk serangan petit mal. Contoh: mefenitoin Na, mefenitoin dan etotoin.
3. TURUNAN OKSAZOLIDINDION
Turunan oksazolidindion efektif untuk pengobatan serangan petit mal, dan tidak efektif terhadap serangan
grand mal. Turunan ini menimbulkan efek samping seperti iritasi lambung, mual, pusing dan gangguan
penglihatan, yang lebih serius dapat menimbulkan anemia aplastik, depresi sumsum tulang belakang dan
kerusakan ginjal. Contoh: trimetadion dan parametadion.
4. TURUNAN SUKSINIMIDA
Turunan suksinimida mempunyai aktivitas yang cukupan terhadap serangan petit mal dan tidak efektif
terhadap serangan grand mal. Aktivitasnya relatif sama dengan turunan oksazolidindion dengan efek
samping yang lebih rendah. Contoh: fensuksimid, metsuksimid dan etoksuksimid.
5. TURUNAN BENZODIAZEPIN
Turunan benzodiazepin adalah penekan sistem saraf pusat yang terutama digunakan sebagai sedatif-
hipnotik dan relaksasi otot. Beberapa diantaranya juga efektif untuk pengobatan serangan epilepsi, tetapi
penggunaan terbatas karena cepat menimbulkan toleransi. Contoh: klordiazepoksid, diazepam, klobazam,
flurazepam, lorazepam dan klonazepam.
6. TURUNAN ASAM VALPROAT
Turunan asam valproat yang digunakan untuk antikejang antara lain adalah asam valproat dan valpromid.
Asam valproat (Depakene, Leptilan), digunakan untuk pengobatan serangan petit mal dan mioklonik. Efek
antikejang berhubungan dengan meningkatnya kadar GABA di otak. Aktivitas asam valproat terhadap
serangan petit mal lebih besar dibanding klonazepam, tetapi aktivitas terhadap serangan mioklonik lebih
kecil. Efek samping relatif kecil, terutama adalah gangguan saluran cerna. Sesudah pemberian secara oral,
asam valproat cepat diabsorpsi dengan sempurna pada saluran cerna, kadar darah tertinggi dicapai dalam
waktu 1,5-2 jam, dengan waktu paro dalam plasma ± 12 jam. Dosis awal: 5-15 mg/kg bb/hari, dalam dosis
terbagi. Dosis pemeliharaan: 15-25 mg/ kg bb/hari.
7. TURUNAN DIBENZAZEPIN
Contoh: karbamazepin dan okskarbazepin.
1. Karbamazepin (Tegretol, Temporol), turunan dibenzazepin yang mempunyai spektrum antikejang luas dan
digunakan untuk mengontrol serangan epilepsi parsial, grand mal dan petit mal. Karbamazepin juga merupakan
obat terpilih untuk pengobatan neuralgia trigeminal dan glosofaringeal. Efek samping relatif lebih rendah
dibanding fenitoin, seperti mengantuk dan iritasi lambung. Karbamazepin diabsorpsi secara lambat pada saluran
cerna, kadar plasma tertinggi dicapai setelah 6-12 jam, dengan waktu paro biologis ± 36 jam. Dosis: 400 mg/ hari.
2. Okskarbazepin (Trileptal), adalah turunan keto dari karbamazepin, sifat dan kegunaan mirip dengan
karbamazepin. Dosis awal: 300 mg/hari, kemudian ditingkatkan 600-1200 mg per hari, dalam dosis terbagi.
8. TURUNAN LAIN-LAIN
Contoh: lamotrigin, gabapentin, vigabatrin, gabakulin dan topiramat.
1. Lamotrigin (Lamictal), pada awalnya dimaksudkan sebagai senyawa penghambat enzim dihidrofolat
reduktase, ternyata mempunyai efek anti kejang yang kuat. Digunakan untuk mencegah serangan partial
seizure dan tonik klonik. Dosis awal: 50 mg 1 dd, selama 2 minggu, dilanjutkan 50 mg 2 dd, selama 2
minggu. Dosis pemeliharaan: 100 mg 2 dd.
2. Vigabatrin (Sabril), bekerja sebagai antikejang dengan cara menghambat secara ireversibel enzim GABA
transaminase, yang bertanggung jawab terhadap degradasi neurotransmiter GABA. Digunakan untuk
antikejang yang tidak dapat dikontrol oleh obat antikejang lain. Dosis: 500 mg 2-4 dd.
3. Gabapentin (Neurotin), senyawa analog GABA (γ-aminobutiric acid), merupakan GABA-mimetik yang
mampu menembus sawar darah-otak dan menghambat uptake GABA. Digunakan untuk mencegah
serangan partial seizure. Dosis: 300 mg 3 dd.
4. Topiramat (Topamax), struktur relatif berbeda dengan obat antikejang lain, merupakan monosakarida
yang tersubstitusi dengan gugus sulfamat. Digunakan sebagai obat penunjang pada pengobatan partial
seizure. Dosis: 100-200 mg 2 dd.
TERIMA KASIH
PUSTAKA
KIMIA MEDISINAL 2 EDISI 2. SISWANDONO. AIRLANGGA UNIVERSITY PRESS.2016.SURABAYA

More Related Content

What's hot

Aktivitas hormon steroid
Aktivitas hormon steroidAktivitas hormon steroid
Aktivitas hormon steroidHealth
 
Praktikum farmakologi antiinflamasi
Praktikum farmakologi antiinflamasiPraktikum farmakologi antiinflamasi
Praktikum farmakologi antiinflamasiSiska Hermawati
 
Laporan praktikum musrin salila pps Unnes
Laporan praktikum musrin salila pps UnnesLaporan praktikum musrin salila pps Unnes
Laporan praktikum musrin salila pps UnnesMusrin Salila
 
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap  Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap  Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...Surya Amal
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet ParasetamolLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet ParasetamolNovi Fachrunnisa
 
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta laktam
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta  laktamPenislin,sefalosporin dan antibiotik beta  laktam
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta laktamfikri asyura
 
Bahan Ajar 6 perhitugan isotonis.pptx
Bahan Ajar 6 perhitugan isotonis.pptxBahan Ajar 6 perhitugan isotonis.pptx
Bahan Ajar 6 perhitugan isotonis.pptxFajrianAulia
 
Farmasetika: Salep2
Farmasetika: Salep2Farmasetika: Salep2
Farmasetika: Salep2marwahhh
 
Presentasi kempa langsung
Presentasi kempa langsungPresentasi kempa langsung
Presentasi kempa langsungZidny Ilmayaqin
 
Analisis Spektrofotometri UV - Visible
Analisis Spektrofotometri UV - VisibleAnalisis Spektrofotometri UV - Visible
Analisis Spektrofotometri UV - Visiblenoerarifinyusuf
 
Nanoemulsion kel.06 smstr 5 a
Nanoemulsion kel.06 smstr 5 aNanoemulsion kel.06 smstr 5 a
Nanoemulsion kel.06 smstr 5 aRezumProDeta
 
Laporan resmi tablet pct granulasi basah
Laporan resmi tablet pct   granulasi basahLaporan resmi tablet pct   granulasi basah
Laporan resmi tablet pct granulasi basahKezia Hani Novita
 
Farmasetika: Salep1
Farmasetika: Salep1Farmasetika: Salep1
Farmasetika: Salep1marwahhh
 

What's hot (20)

Gel
GelGel
Gel
 
Aktivitas hormon steroid
Aktivitas hormon steroidAktivitas hormon steroid
Aktivitas hormon steroid
 
Praktikum farmakologi antiinflamasi
Praktikum farmakologi antiinflamasiPraktikum farmakologi antiinflamasi
Praktikum farmakologi antiinflamasi
 
Laporan praktikum musrin salila pps Unnes
Laporan praktikum musrin salila pps UnnesLaporan praktikum musrin salila pps Unnes
Laporan praktikum musrin salila pps Unnes
 
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap  Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap  Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet ParasetamolLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
 
Ekskresi dan klirens ginjal
Ekskresi dan klirens ginjalEkskresi dan klirens ginjal
Ekskresi dan klirens ginjal
 
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta laktam
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta  laktamPenislin,sefalosporin dan antibiotik beta  laktam
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta laktam
 
Bahan Ajar 6 perhitugan isotonis.pptx
Bahan Ajar 6 perhitugan isotonis.pptxBahan Ajar 6 perhitugan isotonis.pptx
Bahan Ajar 6 perhitugan isotonis.pptx
 
Farmasetika: Salep2
Farmasetika: Salep2Farmasetika: Salep2
Farmasetika: Salep2
 
Presentasi kempa langsung
Presentasi kempa langsungPresentasi kempa langsung
Presentasi kempa langsung
 
Redoks Bromometri
Redoks BromometriRedoks Bromometri
Redoks Bromometri
 
Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Uji Mutu Sediaan Suspensi
Uji Mutu Sediaan SuspensiUji Mutu Sediaan Suspensi
Uji Mutu Sediaan Suspensi
 
Analisis Spektrofotometri UV - Visible
Analisis Spektrofotometri UV - VisibleAnalisis Spektrofotometri UV - Visible
Analisis Spektrofotometri UV - Visible
 
Nanoemulsion kel.06 smstr 5 a
Nanoemulsion kel.06 smstr 5 aNanoemulsion kel.06 smstr 5 a
Nanoemulsion kel.06 smstr 5 a
 
Laporan resmi tablet pct granulasi basah
Laporan resmi tablet pct   granulasi basahLaporan resmi tablet pct   granulasi basah
Laporan resmi tablet pct granulasi basah
 
Farmasetika: Salep1
Farmasetika: Salep1Farmasetika: Salep1
Farmasetika: Salep1
 
granulasi kering.pptx
granulasi kering.pptxgranulasi kering.pptx
granulasi kering.pptx
 
Suppo
SuppoSuppo
Suppo
 

Similar to 3. HUBUNGAN STRUKTUR-AKTIVITAS SENYAWA PENEKAN SSP.pptx

Similar to 3. HUBUNGAN STRUKTUR-AKTIVITAS SENYAWA PENEKAN SSP.pptx (20)

Iii. obat susunan saraf pusat
Iii. obat susunan saraf pusatIii. obat susunan saraf pusat
Iii. obat susunan saraf pusat
 
Iv. anestetik lokal
Iv. anestetik lokalIv. anestetik lokal
Iv. anestetik lokal
 
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
 
Modul farmakologi 2 kb 3.-
Modul farmakologi 2 kb 3.-Modul farmakologi 2 kb 3.-
Modul farmakologi 2 kb 3.-
 
FARMAKOLOGI SISTEM SYARAF OTONOM.pdf
FARMAKOLOGI SISTEM SYARAF OTONOM.pdfFARMAKOLOGI SISTEM SYARAF OTONOM.pdf
FARMAKOLOGI SISTEM SYARAF OTONOM.pdf
 
Obat pelumpuh otot dan ganglion
Obat pelumpuh otot dan ganglionObat pelumpuh otot dan ganglion
Obat pelumpuh otot dan ganglion
 
Analgesik antipiretik-anasthesi
Analgesik antipiretik-anasthesiAnalgesik antipiretik-anasthesi
Analgesik antipiretik-anasthesi
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Anestesi_lokal.pptx
Anestesi_lokal.pptxAnestesi_lokal.pptx
Anestesi_lokal.pptx
 
Farmakologi Dasar
Farmakologi Dasar Farmakologi Dasar
Farmakologi Dasar
 
Hipnotik sedativ
Hipnotik sedativHipnotik sedativ
Hipnotik sedativ
 
Diktat kuliah
Diktat kuliahDiktat kuliah
Diktat kuliah
 
TERAPI OBAT ANASTESI.pptx
TERAPI OBAT ANASTESI.pptxTERAPI OBAT ANASTESI.pptx
TERAPI OBAT ANASTESI.pptx
 
Biologi Sel: Metabolisme Obat
Biologi Sel: Metabolisme ObatBiologi Sel: Metabolisme Obat
Biologi Sel: Metabolisme Obat
 
Praktikum sedasi
Praktikum sedasi Praktikum sedasi
Praktikum sedasi
 
267176289-Teori-Interaksi-Obat-reseptor.docx
267176289-Teori-Interaksi-Obat-reseptor.docx267176289-Teori-Interaksi-Obat-reseptor.docx
267176289-Teori-Interaksi-Obat-reseptor.docx
 
Ii. obat otonom
Ii. obat otonomIi. obat otonom
Ii. obat otonom
 
Tujuan intruksional
Tujuan intruksionalTujuan intruksional
Tujuan intruksional
 
Tujuan intruksional
Tujuan intruksionalTujuan intruksional
Tujuan intruksional
 

Recently uploaded

Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASbilqisizzati
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfWidyastutyCoyy
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...Kanaidi ken
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfsdn3jatiblora
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)PUNGKYBUDIPANGESTU1
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...asepsaefudin2009
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasarrenihartanti
 
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptxSirlyPutri1
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptAgusRahmat39
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 

Recently uploaded (20)

Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
 
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 

3. HUBUNGAN STRUKTUR-AKTIVITAS SENYAWA PENEKAN SSP.pptx

  • 1. HUBUNGAN STRUKTUR-AKTIVITAS SENYAWA PENEKAN SISTEM SARAF PUSAT TIM KIMIA MEDISINAL 2
  • 2. Penekan sistem saraf pusat adalah senyawa yang dapat menghambat aktivitas sistem saraf pusat. Berdasarkan efek farmakologisnya penekan sistem saraf pusat dibagi menjadi lima golongan, yaitu anestetika sistemik, sedatifa dan hipnotika, relaksan pusat, obat antipsikotik dan obat anti kejang.
  • 3. ANESTETIKA SISTEMIK Anestetika sistemik adalah senyawa yang dapat menekan aktivitas fungsional sistem saraf pusat sehingga menyebabkan hilangnya kesadaran, menimbulkan efek analgesik dan relaksasi otot serta menurunkan aktivitas refleks. Mekanisme kerja anestetika sistemik Struktur kimia, sifat kimia fisika dan efek farmakologis golongan anestetika sistemik sangat bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa anestetika sistemik menekan sistem saraf pusat secara tidak selektif dan aktivitasnya lebih ditentukan oleh sifat kimia fisika dan bukan oleh interaksinya dengan reseptor spesifik. Dengan kata lain anestetika sistemik termasuk golongan senyawa yang berstruktur tidak spesifik. Teori terjadinya efek anestesi sistemik dibagi dua, yaitu teori fisik dan teori biokimia.
  • 4. TEORI FISIK Pada teori ini efek anestesi dihasilkan oleh interaksi fisik. Teori fisik dapat dibedakan menjadi tiga yaitu teori lemak, teori ukuran molekul dan teori klatrat.
  • 5. TEORI FISIK-TEORI LEMAK Overton dan Meyer (1899) memberikan tiga postulat yang berhubungan dengan efek anestesi suatu senyawa, yang dikenal dengan teori lemak, sebagai berikut. 1) senyawa kimia yang tidak reaktif dan mudah larut dalam lemak, seperti eter, hidrokarbon dan hidrokarbon terhalogenasi, dapat memberikan efek narkosis pada jaringan hidup, sesuai dengan kemampuannya untuk terdistribusi ke dalam jaringan sel; 2) efek terlihat jelas terutama pada sel-sel yang banyak mengandung lemak, seperti sel saraf, 3) efisiensi anestesi atau hipnotik tergantung pada koefisien partisi lemak/air atau distribusi senyawa dalam fasa lemak dan fasa air jaringan. Teori ini hanya mengemukakan afinitas suatu senyawa terhadap tempat kerja saja dan tidak menunjukkan bagaimana mekanisme kerja biologisnya. Teori ini juga tidak dapat menjelaskan mengapa suatu senyawa yang mempunyai koefisien partisi lemak/air tinggi tidak selalu menimbulkan efek anestesi.
  • 6. TEORI FISIK-TEORI UKURAN MOLEKUL Wulf dan Featherstone (1957) mengemukakan teori anestesi sistemik yang dikenal sebagai teori ukuran molekul. Beberapa bahan anestesi yang tidak reaktif dapat menimbulkan efek anestesi sistemik karena ada hubungan yang mendasar antara sifat molekul dengan efek penekan sistem saraf pusat. Wulf dan Featherstone menduga bahwa ada hubungan antara tetapan volume molekul suatu senyawa dengan ada tidaknya kemampuan untuk menimbulkan anestesi.
  • 7. TEORI FISIK-TEORI KLATRAT Pauling (1961) mengemukakan suatu teori anestesi yang penekanannya tidak pada fasa lemak sistem saraf pusat tetapi pada fasa air, yang dikenal dengan teori klatrat atau teori air. Obat anestesi yang berupa gas atau larutan mudah menguap dan bersifat inert, seperti xenon dan kloroform, mempunyai potensiasi sama dan hanya berbeda pada kemampuan untuk mencapai reseptor. Pada percobaan in vitro, xenon dan kloroform dalam lingkungan air dapat membentuk mikrokristal hidrat (klatrat) yang stabil. Pauling menganggap bahwa secara in vivo, xenon dan kloroform akan menduduki ruang-ruang yang berisi molekul air, kemudian bersama-sama dengan rantai samping protein dan solut-solut mengubah struktur media air yang mengelilinginya sehingga lebih terorganisasi, distabilkan oleh ikatan van der Waals, membentuk mikrokristal hidrat. Mikrokristal hidrat yang stabil ini menyebabkan perubahan daya hantar rangsangan elektrik yang diperlukan untuk memelihara kesadaran mental sehingga terjadi efek anestesi.
  • 8. TEORI BIOKIMIA Pada teori ini kerja anestesi dihasilkan oleh perubahan biokimia. Quastel (1963), mencoba menjelaskan mekanisme kerja anestetika sistemik secara biokimia dengan memperkenalkan teori penghambatan oksidasi. Pada percobaan in vitro terlihat bahwa senyawa anestetika sistemik dapat menekan uptake oksigen di otak dengan cara menghambat oksidasi koenzim NADH (nikotinamid-adenin-dinukleotida) menjadi NAD+. Pencegahan proses oksidasi ini menimbulkan penekanan fungsi siklus asam sitrat karena NAD + terlibat dalam proses dekarboksilasi oksidatif dalam siklus asam trikarboksilat (siklus Krebs). Karena oksidasi NADH juga dikontrol oleh proses fosforilasi ADP menjadi ATP, maka anestetika sistemik juga menghambat proses fosforilasi oksidatif tersebut dan menurunkan pembentukan ATP. Pengurangan uptake oksigen di atas menyebabkan penurunan aktivitas sistem saraf pusat sehingga terjadi anestesi. Berdasarkan cara pemberiannya anestetika sistemik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu anestetika inhalasi dan anestetika intravena.
  • 9. TEORI BIOKIMIA-ANESTETIKA INHALASI Anestetika inhalasi adalah senyawa yang dapat menimbulkan efek anestesi, dan diberikan secara inhalasi. Disebut pula anestetika yang mudah menguap karena pada umumnya berupa gas atau cairan yang mudah menguap. Beberapa diantaranya bersifat mudah meledak bila bercampur dengan udara atau gas lain. Aktivitas dan keamanan sangat bervariasi. Anestetika inhalasi mempunyai dua keuntungan dibanding anestetika intravena, yaitu: a) kedalaman anestesi dapat diubah dengan cepat dengan mengubah kadar obat; b) kemungkinan terjadinya depresi pernapasan sesudah operasi kecil karena obat dieliminasikan dengan cepat. Anestetika inhalasi menimbulkan efek samping antara lain adalah delirium, mual, takikardia (kecuali halotan), aritmia jantung, depresi pernapasan, oliguri yang ter pulihkan, kadang-kadang ada yang menimbulkan hepatotoksik, nefrotoksik dan bersifat karsinogenik. Dalam sediaan pada umumnya digunakan oksigen sebagai pelarut.
  • 10. Contoh anestetika inhalasi yang berupa gas adalah: siklopropan, etilen (H2C=CH₂) dan nitrogen oksida (N₂O). Berdasarkan struktur kimia anestetika inhalasi yang berupa cairan mudah menguap dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu turunan eter dan turunan hidrokarbon terhalogenasi.
  • 11.
  • 12. TEORI BIOKIMIA-ANESTETIKA INTRAVENA Anestetika intravena adalah senyawa yang dapat menimbulkan efek anestesi dan diberikan secara intravena. Senyawa ini menghilangkan kesadaran secara cepat (awal kerja obat cepat), tetapi masa kerjanya juga singkat sehingga untuk operasi yang memerlukan waktu lama harus dikombinasi dengan anestetika sistemik lain. Anestetika intravena menimbulkan efek samping seperti depresi pernapasan, aritmia jantung, spasma pada bronki dan laring, hipotensi, mual dan rasa pusing sesudah operasi. Berdasarkan struktur kimia anestetika intravena dibagi menjadi dua kelompok yaitu turunan barbiturat dan turunan sikloheksanon. a) Turunan Barbiturat Turunan barbiturat yang mempunyai masa kerja sangat pendek atau kurang dari setengah jam, pada umumnya menimbulkan efek anestesi sistemik. Contoh: metoheksital Na, tiamital Na dan tiopental Na. b) Turunan Siklohesanon. Contoh: ketamin HCl
  • 13.
  • 14. SEDATIFA DAN HIPNOTIKA Sedatifa dan hipnotika adalah senyawa yang dapat menekan sistem saraf pusat sehingga menimbulkan efek sedasi lemah sampai tidur pulas. Sedatifa adalah senyawa yang menimbulkan sedasi, yaitu suatu keadaan terjadinya penurunan kepekaan terhadap rangsangan dari luar karena ada penekanan sistem saraf pusat yang ringan. Dalam dosis besar, sedatifa berfungsi sebagai hipnotika, yaitu dapat menyebabkan tidur pulas. Sedatifa digunakan untuk menekan kecemasan yang diakibatkan oleh ketegangan emosi dan tekanan kronik yang disebabkan oleh penyakit atau faktor sosiologis, untuk menunjang pengobatan hipertensi, untuk mengontrol kejang dan untuk menunjang efek anestesi sistemik. Sedatifa mengadakan potensiasi dengan obat analgesik dan obat penekan sistem saraf pusat yang lain. Hipnotika digunakan untuk pengobatan gangguan tidur, seperti insomnia. Efek samping yang umum golongan sedatif-hipnotika adalah mengantuk dan perasaan tidak enak waktu bangun. Kelebihan dosis dapat menimbulkan koma dan kematian karena terjadi depresi pusat medulla yang vital di otak. Pengobatan jangka Panjang menyebabkan toleransi dan ketergantungan fisik.
  • 15. Mekanisme kerja Secara umum golongan sedatif-hipnotika bekerja dengan mempengaruhi fungsi pengaktifan retikula, rangsangan pusat tidur dan menghambat fungsi pusat arousal. Beberapa obat sedatif-hipnotika, seperti turunan alkohol, aldehida dan karbamat, adalah senyawa yang berstruktur tidak spesifik, dan kerjanya dipengaruhi oleh sifat kimia fisika. Meskipun struktur berbeda, tetapi pada umumnya mempunyai dua gambaran umum yang sama, yaitu: a. mempunyai gugus yang dapat melibatkan ikatan hidrogen; b. mempunyai gugus yang dapat menurunkan tetapan dielektrik air. Modifikasi tetapan dielektrik dan struktur biopolimer dari air yang mengelilinginya menyebabkan perubahan konformasi makromolekul dan hal ini berhubungan dengan peran fisiologisnya. Struktur turunan barbiturat mirip dengan timin, dapat berinteraksi melalui ikatan hidrogen dengan gugus adenin dari banyak makromolekul, seperti FAD dan NADH, yang terlibat pada proses biokimia penting. Sedatif-hipnotika yang banyak digunakan secara luas, seperti turunan barbiturat dan benzodiazepin, merupakan senyawa berstruktur spesifik dan kerjanya dipengaruhi oleh ikatan dengan reseptor spesifik. Kerja sedatifa sebagai anti kecemasan pada tingkat molekul masih belum diketahui secara penuh. tetapi dari percobaan diketahui bahwa sedatifa- hipnotika bekerja pada jalur katekolamin.
  • 16. Turunan benzodiazepin dan barbiturat dapat menurunkan pergantian norepinefrin, serotonin dan lain-lain amin biogenik di otak yang kemungkinan bertanggungjawab pada beberapa efek farmakologisnya. Dari studi biokimia dan elektrofisiologis, turunan benzodiazepin mengikat reseptor spesifik di otak dan meningkatkan transmisi sinaptik GABA-ergik (γ-aminobutyric acid) dengan meningkatkan aliran klorida pada membran postsinaptik. Hubungan struktur dan aktivitas Dari penelitian Hansch dan kawan-kawan diketahui bahwa ada hubungan parabolik antara perubahan struktur sedatif-hipnotika, sifat lipofil (log P) dan aktivitas penekan sistem saraf pusat. Efek penekan sistem saraf pusat yang ideal dicapai bila senyawa mempunyai nilai koefisien partisi oktanol/air optimal 100 atau log P=2. Struktur sedatifa dan hipnotika pada umumnya mengandung gugus-gugus sebagai berikut.
  • 17. a. Gugus non ionik yang sangat polar dengan nilai (-) π besar. b. Gugus hidrokarbon (alkil, aril) atau hidrokarbon terhalogenasi (haloalkil) yang bersifat non polar, dengan nilai π berkisar antara (+) 1-3. Bila gugus a dan b digabungkan didapatkan nilai jumlah π (log P) = ± 2, sehingga dihasilkan efek penekan sistem saraf pusat yang mendekati ideal. Berdasarkan struktur kimia sedatif-hipnotika dibagi menjadi enam kelompok yaitu turunan barbiturat, turunan benzodiazepin, turunan ureida asiklik, turunan alkohol, turunan piperidindion dan kuinazolin, dan turunan aldehida.
  • 18. 1. TURUNAN BARBITURAT Turunan barbiturat merupakan sedatifa yang banyak digunakan secara luas sebelum diketemukan turunan benzodiazepin. Turunan barbiturat bekerja sebagai penekan pada aksis serebrospinal dan menekan aktivitas saraf, otot rangka, otot polos dan otot jantung. Turunan barbiturat dapat menghasilkan derajat depresi yang berbeda yaitu sedasi, hipnotik atau anestesi, tergantung pada struktur senyawa, dosis dan cara pemberian.
  • 19.
  • 20. Mekanisme kerja Turunan barbiturat bekerja dengan menekan transmisi sinaptik pada sistem pengaktifan retikula di otak dengan cara mengubah permeabilitas membran sel sehingga mengurangi rangsangan sel postsinaptik dan menyebabkan deaktivasi korteks serebral.
  • 21. Hubungan struktur dan aktivitas Sandberg (1951), membuat suatu postulat bahwa untuk memberikan efek penekan sistem saraf pusat, turunan asam barbiturat harus bersifat asam lemah dan mempunyai nilai koefisien partisi lemak/air dengan batas tertentu. Turunan 5,5-disubstitusi dan 1,5,5-trisubstitusi asam barbiturat serta 5,5-disubstitusi asam tiobarbiturat, keasaman relatif lemah karena membentuk tautomeri triokso yang sukar terionisasi sehingga mudah menembus sawar darah-otak dan menimbulkan efek penekan sistem saraf pusat. Turunan tak tersubstitusi, 1-substitusi, 5-substitusi, 1,3-disubstitusi, 1,5-disubstitusi mempunyai sifat keasaman yang relatif tinggi karena dapat membentuk tautomeri yang mudah terionisasi sehingga kemampuan menembus membran lemak relatif rendah dan tidak menimbulkan efek penekan sistem saraf pusat. Turunan 1,3,5,5-tetrasubstitusi tidak bersifat asam, pada in vivo dimetabolisis menjadi turunan 1,3,5-trisubstitusi yang aktif. Golongan 5,5- disubstitusi dari turunan barbiturat bersifat asam lemah, mempunyai nilai pKa ±7-8,5, contoh: asam 5,5- dietilbarbiturat (fenobarbital) pKa=7,4, pada pH fisiologis lebih dari 50% terdapat dalam bentuk tidak terionisasi sehingga mudah menembus jaringan lemak dan menunjukkan aktivitas sebagai penekan system saraf pusat. Sifat keasaman tersebut di sebabkan karena terbentuknya tautomeri laktam-laktim dan keto-enol.
  • 22.
  • 23. Dari studi hubungan struktur dan aktivitas turunan barbiturat didapatkan hal-hal sebagai berikut. a. Masa kerja obat terutama tergantung pada substituen-substituen di posisi 5 yang mempengaruhi lipofilitasnya. Aktivitas hipnotik akan meningkat dengan meningkatnya lipofilitas dan aktivitas optimum dicapai bila jumlah atom C pada kedua substituen antara 6-10. Bila jumlah atom C ditingkatkan lagi aktivitas akan menurun menghasilkan senyawa konvulsan atau menjadi tidak aktif. b. Pada seri yang sama, isomer dengan rantai cabang mempunyai aktivitas lebih besar dan masa kerja yang lebih singkat. Senyawa dengan percabangan yang lebih banyak aktivitasnya lebih besar, contoh: pentobarbital aktivitasnya lebih besar dibanding amobarbital. c. Pada seri yang sama, analog alil, alkenil dan sikloalkenil tidak jenuh mempunyai aktivitas lebih besar dibanding analog jenuh dengan jumlah atom C yang sama. d. Substituen alisiklik dan aromatik memberikan aktivitas yang lebih besar dibanding substituen alifatik dengan jumlah atom C yang sama. e. Pemasukan atom halogen pada substituen 5-alkil dapat meningkatkan aktivitas.
  • 24. f. Pemasukan gugus-gugus yang bersifat polar, seperti gugus OH, NH₂, RNH, CO, COOH dan SO,H, pada substituen 5-alkil akan menurunkan aktivitas secara drastis. g. Metilasi pada N, atau N3 akan meningkatkan kelarutan dalam lemak dan menyebabkan awal kerja obat menjadi lebih cepat dan masa kerja obat menjadi lebih singkat. Makin besar jumlah atom C makin meningkat kelarutan dalam lemak, menurunkan sifat hidrofil sampai melewati batas yang diperlukan untuk timbulnya aktivitas, sehingga aktivitas akan menurun secara drastis. Meskipun demikian, adanya gugus alkil besar pada atom N akan meningkatkan sifat konvulsi dari turunan barbiturat. Alkilasi pada kedua atom N menghilangkan sifat keasaman sehingga senyawa menjadi tidak aktif. h. Penggantian atom O dengan atom S pada atom C₂ menyebabkan awal kerja obat menjadi lebih cepat dan masa kerja obat lebih singkat. Penggantian atom O dengan atom S pada atom C2 dan C4 (2,4-ditio) akan menurunkan aktivitas. Turunan. 2,4,6- tritio, 2-imino, 4-imino, 2,4-diimino dan 2,4,6-triimino akan menghilangkan aktivitas. Penggantian dengan atom S atau gugus imino lebih dari satu oksigen karbonil akan menurunkan sifat hidrofil, melewati batas kelarutan yang diperlukan, sehingga menghilangkan aktivitas. i. Stereoisomer mempunyai aktivitas yang lebih kurang sama.
  • 25. Berdasarkan masa kerja turunan barbiturat dibagi menjadi empat kelompok yaitu: 1. Turunan barbiturat dengan masa kerja panjang (6 jam atau lebih), contoh: barbital, mefobarbital, metarbital dan fenobarbital. 2. Turunan barbiturat dengan masa kerja sedang (3-6 jam), contoh: alobarbital (Dial), amobarbital, aprobarbital dan butabarbital. 3. Turunan barbiturat dengan masa kerja pendek (0,5-3 jam), contoh: siklobarbital, heptabarbital, heksetal, pentobarbital dan sekobarbital (Seconal). 4. Turunan barbiturat dengan masa kerja sangat pendek (kurang dari 0,5 jam), contoh: tiopental, tiamital dan metoheksital.
  • 26.
  • 27.
  • 28. 2. TURUNAN BENZODIAZEPIN Turunan benzodiazepin adalah obat pilihan yang banyak digunakan sebagai sedatif hipnotik karena mempunyai efikasi dan batas keamanan lebih besar dibanding turunan sedatif-hipnotika lain, antara lain menyangkut efek samping, pengembangan toleransi, ketergantungan obat, interaksi obat dan kematian akibat kelebihan dosis. Selain efek sedatif-hipnotik, turunan benzodiazepin juga mempunyai efek menghilangkan ketegangan (anxiolitik, tranquilizer minor), relaksasi otot dan antikejang Di klinik turunan ini terutama digunakan untuk menghilangkan ketegangan, kegelisahan dan insomnia. Efek samping umum adalah mengantuk, kelemahan otot, malas dan kadang-kadang dapat terjadi amnesia, hipotensi, penglihatan kabur dan konstipasi. Penggunaan jangka panjang, terutama dalam dosis tinggi, dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan mental.
  • 29. Mekanisme kerja Turunan benzodiazepin menekan transmisi sinaptik pada sistem pengaktifan retikula di otak dengan cara mengubah permeabilitas membran sel sehingga mengurangi rangsangan sel postsinaptik dan terjadi deaktivasi korteks serebral. Turunan benzodiazepin mengikat reseptor spesifik di otak dan meningkatkan transmisi sinaptik GABA-ergik (gama-aminobutyric acid) dengan cara meningkatkan aliran klorida pada membran postsinaptik dan menurunkan pergantian norepinefrin, katekolamin, serotonin dan lain-lain amin biogenik di otak, dan hal ini kemungkinan bertanggungjawab pada beberapa efek farmakologisnya. Turunan benzodiazepin dibagi menjadi dua kelompok yaitu turunan 1,4-benzodiazepin 4- oksida dan turunan 1,4-benzodiazepin-4-on..
  • 30. a. Turunan 1,4-benzodiazepin-4-oksidaDari turunan ini hanya satu obat yang digunakan di klinik yaitu klordiazepoksid HCI. b. Turunan 1,4-benzodiazepin-4-on. Turunan ini dapat digunakan sebagai: 1) sedatif, contoh: diazepam, oksazepam, medazepam, klorazepat dipotasium dan lorazepam. 2) hipnotik, contoh: flurazepam, nitrazepam dan flunitrazepam. 3) antikejang, contoh: klonazepam.
  • 31. Hubungan struktur dan aktivitas Modifikasi pada cincin struktur turunan ini dijelaskan sebagai berikut. a. Modifikasi pada cincin A Pemasukan substituen penarik elektron, seperti Cl, Br, F, CF, dan NO₂, pada posisi 7 dapat meningkatkan aktivitas, sedang pemasukan gugus pendorong elektron pada posisi tersebut akan menurunkan aktivitas. Pemasukan substituen pada posisi 8 dan 9 juga menurunkan aktivitas.
  • 32. b. Modifikasi pada cincin B 1) Pemasukan gugus metil pada posisi 1 akan meningkatkan aktivitas. Bila substituen lebih besar dari metil terjadi penurunan aktivitas. Meskipun demikian, adanya substituen yang besar pada senyawa tertentu, misal flurazepam, pada in vivo akan dimetabolisis (dealkilasi) menjadi metabolit aktif. 2) Penggantian atom O gugus karbonil dengan dua gugus hidrogen pada diazepam menghasilkan senyawa medazepam yang aktivitasnya lebih rendah dibanding diazepam. 3) Penggantian satu atom hidrogen pada posisi 3 dengan gugus hidroksil akan menurunkan aktivitas tetapi juga menurunkan efek samping karena gugus hidroksi mudah termetabolisme sehingga mempercepat eliminasi senyawa Penggantian satu atom hidrogen pada posisi 3 dengan gugus karboksil meningkatkan masa kerja obat karena senyawa memerlukan waktu untuk diubah menjadi metabolit aktif. 4) Penggantian gugus fenil pada posisi 5 dengan gugus sikloalkil atau heteroaromatik lain secara umum menurunkan aktivitas. Kecuali penggantian dengan gugus piridil, seperti pada bromazepam, menunjukkan aktivitas yang sama dengan diazepam.
  • 33. 5) Penggabungan cincin pada posisi 1 dan 2 inti diazepin, seperti pada turunan triazololbenzodiazepin, secara umum mempunyai aktivitas yang lebih tinggi dibanding turunan 1-metilbenzodiazepin. Contoh turunan triazololbenzodiazepin: a. sebagai sedatif adalah alprazolam, oxazolam dan klobazam. b. sebagai hipnotik adalah midazolam, estazolam dan triazolam.
  • 34.
  • 35. c. Modifikasi pada cincin C Substitusi atau disubstitusi gugus fluorin atau klorida pada posisi orto cincin C akan meningkatkan aktivitas. Substitusi pada posisi meta dan para akan menurunkan aktivitas.
  • 36. 3. TURUNAN UREIDA ASIKLIK Ureida asiklik adalah turunan urea dan asam monokarboksilat dengan formula umum: R-CONHCONH2. Contoh: R=(H5C₂)2C(Br)-: Karbromal (Adalin) R=(H5C₂)CHCH(Br)-: Bromisovalum (Bromural) Turunan ureida asiklik digunakan untuk pengobatan kecemasan dan ketegangan saraf yang ringan, bila turunan barbiturat sudah tidak efektif. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena pada in vivo senyawa akan melepas bromida dan menyebabkan hiperbromida. Dosis untuk sedasi: 250-500 mg, dosis hipnotik: 600-900 mg.
  • 37. 4. TURUNAN ALKOHOL Alkohol alifatik di samping mempunyai aktivitas sebagai antibakteri juga mempunyai efek hipnotik. Hubungan struktur dan aktivitas a. Aktivitas hipnotik akan meningkat dengan meningkatnya panjang rantai atom C sampai jumlah atom C=8 (n-oktanol). b. Adanya ikatan rangkap akan meningkatkan aktivitas dan toksisitas obat, dan gugus etilen mempunyai aktivitas yang paling besar. c. Aktivitas alkohol tersier lebih besar dibanding alkohol sekunder dan aktivitas alkohol sekunder lebih besar dibanding alkohol primer. d. Adanya percabangan akan memperbesar efek depresi. e. Pemasukan gugus hidroksil cenderung menurunkan aktivitas dan toksisitas. f. Penggantian atom hidrogen dengan halogen dapat meningkatkan aktivitas.
  • 38. Metanol tidak digunakan sebagai sedatif-hipnotik karena dapat menimbulkan kebutaan. Etanol, dalam bentuk sebagai bir, anggur, brendi dan wiski, juga digunakan sebagai sedatif-hipnotik, tetapi karena cepat menimbulkan alkoholisme kronik dan hanya efektif bila digunakan dalam jumlah yang besar, penggunaannya sebagai sedatif hipnotik tidak dianjurkan. Turunan alkohol yang digunakan sebagai hipnotik hanyalah etklorvinol (Placidyl), walaupun pada dosis yang besar senyawa ini menyebabkan ketergantungan fisik. Etklorvinol mempunyai awal kerja cukup cepat dengan masa kerja ± 5 jam. Dosis sedatif: 100-200 mg, untuk hipnotik: 500 mg.
  • 39. 5. TURUNAN PIPERIDINDION DAN KUINAZOLIN Turunan piperidindion mempunyai struktur yang berhubungan dengan turunan barbiturat. Aktivitas sedatif- hipnotik lebih rendah dibanding turunan benzodiazepin maupun barbiturat. Sifat relaksasi otot, analgesik dan tranquilizernya rendah dan efek samping hampir sama dengan turunan barbiturat. Contoh: glutetimid, metiprilon dan talidomid. 1. Glutetimid, mempunyai aktivitas penekan sistem saraf pusat seperlima kali pentobarbital. Dosis sedatif untuk pengobatan kecemasan: 125-250 mg. Dosis hipnotik: 500 mg. 2. Metiprilon, mempunyai aktivitas dan masa kerja yang sebanding dengan amobarbital. Dosis sedatif: 50-100 mg, untuk hipnotik: 200-400 mg. 3. Talidomid, dahulu banyak digunakan untuk sedatif-hipnotik, tetapi karena mempunyai efek teratogenik yang dapat menyebabkan bayi cacat dalam kandungan, maka ditarik dari peredaran.
  • 40.
  • 41.
  • 42. 6. TURUNAN ALDEHIDA Turunan aldehida mempunyai efek sedatif-hipnotik, dengan awal kerja cepat dan waktu paro yang pendek. Contoh: paraldehid, kloral hidrat, kloral betain, petrikloral dan triklofos Na.
  • 43.
  • 44. RELAKSAN PUSAT Relaksan pusat adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat dan menimbulkan relaksasi otot rangka (otot bergaris). Golongan ini digunakan untuk meningkatkan relaksasi otot rangka, pada keadaan kekejangan atau spasma dan untuk pengobatan tetanus. Relaksan pusat juga berguna untuk membantu istirahat, fisioterapi dan mengurangi berbagai keluhan akibat kekejangan otot rangka. Banyak obat-obat relaksan otot mempunyai efek farmakologis lain, seperti sedatif, hipnotik, antipsikotik dan anxiolitik. Efek samping relaksan pusat antara lain adalah mengantuk, lesu, pusing dan penglihatan kabur.
  • 45. Mekanisme kerja Relaksan otot rangka bekerja secara sentral pada otak dan saraf tulang belakang. Turunan propandiol, seperti mefenesin, dan golongan lain-lain, seperti klormezanon dan klorzoksazon, bekerja dengan memblok atau memperlambat transmisi rangsangan saraf sinaptik internunsial pada saraf tulang belakang, pada batang otak, talamus dan basal ganglia. Baklofen, bekerja sebagai antagonis neurotransmiter pada reseptor GABA. Beberapa relaksan otot bekerja pada perifer penghubung saraf otot rangka dan dinamakan kuraremimetik. Contoh: atrakurium besilat (Tracrium), pankuronium bromida (Pavulon), suksametonium klorida (Succinyl-Asta) dan vekuronium bromida (Norcuron). Berdasarkan struktur kimianya relaksan pusat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu turunan propandiol, turunan benzodiazepin dan golongan lain-lain.
  • 46. 1. TURUNAN PROPANDIOL Sudah banyak senyawa turunan propandiol disintesis dalam usaha mencari senyawa dengan efek relaksasi otot yang ideal, diantaranya adalah modifikasi pada inti aromatik dari senyawa induk 3-fenoksi-1,2-propandiol (antodin), yang dapat dilihat pada Tabel 8.6. Dari Tabel 8.6 terlihat bahwa substitusi gugus-gugus metil, metoksi dan klorida pada inti aromatik dapat meningkatkan aktivitas obat. Substitusi pada posisi orto pada umumnya menimbulkan aktivitas yang lebih tinggi dibanding substitusi pada posisi meta atau para. Substitusi gugus-gugus amino, hidroksil, hidroksimetil, karboksi, karbometoksi, asetamido dan asetil, secara umum menurunkan aktivitas antodin. Turunan propandiol yang pertama kali digunakan sebagai relaksan otot rangka adalah 3-o-toloksi-1 2- propandiol (mefenesin). Mefenesin mempunyai masa kerja singkat karena mempunyai gugus hidroksil di ujung yang mudah mengalami metabolisme, yaitu mudah dioksidasi menjadi turunan asam yang tidak aktif. Kadar plasma tertinggi mefenesin dicapai 30 menit, setelah pemberian oral. Oleh karena itu dibuat analog pra-obatnya, yaitu turunan karbamat, untuk melindungi gugus farmakofor tersebut sehingga masa kerja obat menjadi lebih lama. Mefenesin karbamat, meskipun aktivitasnya hanya setengah dari mefenesin tetapi mempunyai masa kerja yang lebih lama.
  • 47. Modifikasi pada inti aromatik juga dilakukan sehingga didapatkan senyawa dengan aktivitas lebih tinggi dan masa kerja yang lebih lama, seperti metokarbamol dan klorfenesin karbamat. Kadar plasma tertinggi metokarbamol dicapai dalam ± 1 jam setelah pemberian oral, sedang klorfenesin karbamat kadar plasma tertinggi dicapai setelah ± 2 jam. Metokarbamol menimbulkan efek samping mengantuk, pusing, hipotensi, tromboflebitis serta menimbulkan retensi urea dan asidosis.
  • 48.
  • 49.
  • 50. Klorfenesin karbamat, cepat diabsorpsi dalam saluran cerna, kadar serum tertinggi dicapai dalam 1-3 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro ± 3,5 jam. Dari penelitian diketahui bahwa inti aromatik tidak diperlukan untuk aktivitas (bukan gugus farmakofor) oleh karena itu dibuat analog meprobamat pada seri alifatik untuk memperpanjang aktivitas relaksasi otot. Meprobamat walaupun mempunyai aktivitas relaksasi otot sedikit lebih kecil dibanding mefenesin tetapi masa kerja lebih lama ± 8-10 kali, dengan waktu paro plasma ± 11 jam. Meprobamat juga efektif sebagai penekan sistem saraf pusat dan dalam dosis besar menimbulkan efek sedasi sehingga dapat digunakan untuk mengurangi ketegangan emosi dan mengontrol hipereksitabilitas. Meprobamat relatif aman dan tidak menimbulkan efek samping serius.
  • 51.
  • 52.
  • 53. Karisoprodol dan tibamat adalah analog meprobamat yang mempunyai awal kerja lebih cepat dan masa kerja yang lebih lama dibanding meprobamat. Karisoprodol adalah relaksan otot yang kuat, kadar serum maksimum dicapai 1-2 jam setelah pemberian oral.
  • 54. 2. TURUNAN BENZODIAZEPIN Turunan benzodiazepin yang sering digunakan sebagai relaksan otot adalah klordiazepoksid HCI, klorazepat dipotasium, diazepam, flurazepam HCI, lorazepam dan oksazepam.
  • 55. 3. GOLONGAN LAIN-LAIN Contoh: klormezanon, klorzoksazon, baklofen dan eperison. 1. Klormezanon, selain sebagai relaksan otot rangka juga mempunyai efek penekan sistem saraf pusat yang ringan sehingga digunakan pula untuk pengobatan ketegangan dan kecemasan. Absorpsi pada saluran cerna cepat dan ± 50% obat diikat oleh protein plasma. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2-4 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro plasma 20-30 jam. Dosis: 250 mg 3-4 dd. 2. Klorzoksazon (Solaxin), dapat menekan transmisi refleks polisinaptik secara selektif, tidak mempengaruhi jalur monosinaptik dan efek pada batang otak sangat kecil. Absorpsi obat pada saluran cerna cepat, kadar plasma tertinggi dicapai dalam 0,7 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro plasma ± 1 jam. Dosis: 200 mg 3-4 dd.
  • 56.
  • 57. 3. Baklofen (Lioresal), mempunyai struktur kimia yang analog dengan GABA, dapat menyebabkan relaksasi otot dengan cara menekan transmisi refleks mono dan polisinaptik serta dengan menghambat kerja interneuron. Absorpsi pada saluran cerna cepat, dan ± 30% obat diikat oleh protein plasma. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro plasma 2-4 jam. Dosis: 5 mg 3 dd. 4. Eperison HCI (Myonal), selain sebagai relaksan otot rangka dan vasodilator, eperison juga mempunyai efek penekan sistem saraf pusat dan dapat bekerja pada otot polos. Dosis: 50 mg 3 dd.
  • 58.
  • 59. OBAT ANTIPSIKOTIK Obat antipsikotik juga dikenal dengan nama neuroleptik, mayor tranquilizer atau ataraktik. Perbedaan dengan golongan sedatif-hipnotik adalah dapat menghasilkan efek penekan sistem saraf pusat secara selektif, yaitu memberikan efek sedasi kuat tanpa menurunkan kesadaran atau menekan pusat vital, meskipun dalam dosis yang besar. Obat antipsikotik digunakan untuk pengobatan gangguan kejiwaan yang berat, seperti skizofrenia, dan meringankan gejala akibat penyakit tersebut. Efektif untuk menekan eksitasi, agitasi dan agresivitas. Meskipun demikian obat antipsikotik tidak menyembuhkan tetapi hanya meringankan penyakit karena sampai saat ini faktor penyebab psikosis fungsional masih belum diketahui dengan jelas. Diduga bahwa faktor keturunan dapat memberikan kecenderungan terjadinya skizofrenia. Banyak obat antipsikotik juga mempunyai aktivitas antiemetik, simpatolitik dan dapat memblok α-adrenergik. Obat antipsikotik mengadakan potensiasi dengan golongan sedatif-hipnotika, analgetika narkotik atau anestetika sistemik. Dua aspek penting pada pengobatan dengan obat antipsikotik adalah bahwa obat tersebut tidak menimbulkan ketergantungan fisik atau mental dan pada orang dewasa sangat jarang terjadi kelebihan dosis yang berakibat fatal.
  • 60. Mekanisme kerja obat antipsikotik Obat antipsikotik menimbulkan efek farmakologis dengan mempengaruhi mekanisme pusat dopaminergik, yaitu dengan bekerja sebagai antagonis pada reseptor dopamin, memblok dopamin sehingga tidak dapat berinteraksi dengan reseptor. Pemblokan tersebut terjadi pada pra dan postsinaptik reseptor dopamin sehingga kadar dopamin dalam tubuh meningkat dan menyebabkan terjadinya efek antipsikotik. Obat antipsikotik dalam membentuk kompleks dengan reseptor dopamin kemungkinan melibatkan dua bentuk konformasi, yaitu: a. Bentuk konformasi keadaan padat dari obat antipsikotik, yang hampir sama dengan bentuk dopamin yang memanjang. b. Bentuk konformasi S dari 4 atom berturutan yang menghubungkan cincin dengan atom N tersier basa dari obat antipsikotik, yang juga hampir sama dengan bentuk dopamin yang memanjang.
  • 61. Kedua bentuk konformasi menunjang penjelasan konsep bahwa aktivitas antipsikotik disebabkan oleh efek pemblokan pada reseptor dopamin. Banyak peneliti memberikan postulat bahwa ada dua reseptor dopamin, yaitu: 1. Reseptor D1, yang berhubungan dengan enzim dopamin-sensitif adenilat siklase. Rangsangan reseptor ini dapat meningkatkan pembentukan siklik-AMP. 2. Reseptor D2, tidak berhubungan dengan enzim di atas. Rangsangan reseptor ini dapat menurunkan kapasitas sel untuk menyintesis siklik-AMP dan menurunkan respons terhadap agonis ẞ-adrenergik. Turunan fenotiazin menunjukkan afinitas terhadap reseptor D1 yang lebih besar dibanding reseptor D2, turunan tioxanten afinitas terhadap reseptor D1 dan D2, hampir sama, sedang turunan fluorobutirofenon dan benzamid selektif sebagai penghambat reseptor D2.
  • 62. Hubungan struktur dan aktivitas Menurut Janssen, obat antipsikotik secara umum mempunyai dua gambaran struktur yang dipandang penting untuk menimbulkan aktivitas, yaitu: a. Rantai lurus, terdiri dari tiga atom C yang mengikat dasar cincin nitrogen dan atom Y (N, C atau O), dan merupakan bagian dari salah satu gugus-gugus berikut, yaitu benzoil, 2-fenotiazin atau sistem trisiklis-tioksanten, rantai samping fenoksipropil, 2-fenilpenten-2 atau cincin sikloheksan. b. Cincin heterosiklik dengan jumlah atom=6, seperti piperazin atau piperidin, yang tersubstitusi pada posisi 1 dan 4. Substituen terbaik pada posisi 4 cincin heterosiklik adalah gugus-gugus fenil, anilin, metil atau hidroksietil. Berdasarkan struktur kimianya obat antipsikotik dibagi menjadi tiga kelompok yaitu turunan fenotiazin, turunan fluorobutirofenon dan turunan lain-lain
  • 63. 1. TURUNAN FENOTIAZIN Turunan fenotiazin mempunyai struktur kimia karakteristik yaitu sistem trisiklik tidak planar yang bersifat lipofil dan rantai samping alkilamino yang terikat pada atom N tersier pusat cincin yang bersifat hidrofil. Rantai samping tersebut bervariasi dan kebanyakan merupakan salah satu struktur sebagai berikut: propildialkilamino, alkilpiperidil atau alkilpiperazin. Turunan fenotiazin digunakan untuk pengobatan gangguan mental dan emosi yang cukupan sampai berat, seperti skizofrenia, paranoia, psikoneurosis (ketegangan dan kecemasan) serta psikosis akut dan kronik. Banyak turunan fenotiazin mempunyai aktivitas antiemetik, simpatolitik atau antikolinergik. Turunan fenotiazin juga mengadakan potensiasi dengan obat-obat sedatif-hipnotika, analgetika narkotik atau anestetika sistemik. Penggunaan dosis tinggi menimbulkan efek samping berupa gejala ekstrapiramidal dengan efek seperti pada penyakit Parkinson. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan hipotensi, agranulositosis, dermatitis, penyakit kuning, perubahan mata dan kulit serta sensitif terhadap cahaya. Contoh turunan fenotiazin yang digunakan sebagai antipsikosis adalah promazin. klorpromazin, trifluoperazin, teoridazin, mesoridazin, perazin (Taxilan). butaperazin, flufenazin, asetofenazin dan carfenazin, sedang yang digunakan sebagai antiemetik adalah proklorperazin dan perfenazin.
  • 64.
  • 65.
  • 66. Hubungan struktur dan aktivitas a. Gugus pada R2 dapat menentukan kerapatan elektron sistem cincin. Senyawa mempunyai aktivitas yang besar bila gugus pada R2 bersifat penarik elektron dan tidak terionisasi. Makin besar kekuatan penarik elektron makin tinggi aktivitasnya. Substitusi pada R₂ dengan gugus Cl atau CF3 akan meningkatkan aktivitas. Substituen CF, lebih aktif dibanding Cl karena mempunyai kekuatan penarik elektron lebih besar tetapi efek samping gejala ekstrapiramidal ternyata juga lebih besar. Substitusi pada R₂ dengan gugus tioalkil (SCH3), senyawa tetap mempunyai aktivitas tranquilizer dan dapat menurunkan efek samping ekstrapiramidal. Substitusi dengan gugus asil (COR), senyawa tetap menunjukkan aktivitas tranquilizer. b. Substitusi pada posisi 1, 3 dan 4 pada kedua cincin aromatik akan menghilangkan aktivitas tranquilizer. c. Bila jumlah atom C yang mengikat nitrogen adalah 3, senyawa menunjukkan aktivitas tranquilizer optimal. Bila jumlah atom C = 2, senyawa menunjukkan aktivitas penekan sistem saraf pusat yang cukupan tetapi efek antihistamin dan anti-Parkinson lebih dominan.
  • 67. d. Percabangan pada posisi β rantai alkil akan mengubah aktivitas farmakologisnya. Substitusi β-metil dapat meningkatkan aktivitas antihistamin dan antipruritik. Substitusi tersebut menyebabkan senyawa bersifat optis aktif dan stereoselektif. Isomer levo lebih aktif dibanding isomer dekstro. e. Substitusi pada rantai alkil dengan gugus yang besar, seperti fenil atau dimetilamin, dan gugus yang bersifat polar, seperti gugus hidroksi, akan menghilangkan aktivitas tranquilizer. f. Penggantian gugus metil pada dimetilamino dengan gugus alkil yang lebih besar dari metil akan menurunkan aktivitas karena meningkatkan efek halangan ruang. g. Penggantian gugus dimetilamino dengan gugus piperazin akan meningkatkan aktivitas tranquilizer, tetapi juga meningkatkan gejala ekstrapiramidal. h. Penggantian gugus metil yang terletak pada ujung gugus piperazin dengan gugusCH2CH2OH hanya sedikit meningkatkan aktivitas.
  • 68. i. Kuarternerisasi rantai samping nitrogen akan menurunkan kelarutan dalam lemak, menurunkan penetrasi obat pada sistem saraf pusat sehingga menghilangkan aktivitas tranquilizer. j. Masa kerja turunan fenotiazin dapat diperpanjang dengan membuat bentuk ester dengan asam lemak berantai panjang seperti asam enantat dan dekanoat.
  • 69. 2. TURUNAN FLUROBUTIROFENON Turunan fluorobutirofenon pada awalnya dibuat dalam usaha meningkatkan potensi analgesik dari meperidin, tetapi turunan ini ternyata menunjukkan aktivitas antipsikosis yang serupa dengan klorpromazin. Turunan fluorobutirofenon mempunyai efek farmakologis serupa dengan turunan fenotiazin tetapi toksisitasnya lebih rendah. Turunan ini digunakan untuk pengobatan psikotik yang kronik dan akut, skizofrenia dan keadaan mania (kegilaan) serta untuk menekan agitasi dan agresivitas. Efek samping hampir sama dengan turunan fenotiazin tetapi relatif lebih rendah. Pada dosis besar menimbulkan efek samping gejala ekstrapiramidal. Turunan fluorobutirofenon mengadakan potensiasi dengan obat penekan sistem saraf pusat lain, seperti obat-obat analgetika, anestetika, turunan barbiturat dan turunan alkohol.
  • 70. Modifikasi struktur turunan fluorobutirofenon dijelaskan sebagai berikut. a. Penggantian gugus keto dengan gugus-gugus tioketon, olefin atau fenoksi akan menurunkan aktivitas tranquilizer. b. Reduksi gugus karbonil akan menurunkan aktivitas. c. Perpanjangan, perpendekan atau percabangan pada rantai propil akan menurunkan aktivitas. d. Modifikasi yang memungkinkan tanpa menghilangkan aktivitas adalah pada gugus amin tersier. Basa nitrogen tersebut terdapat pada cincin piperidin, tetrahidropiridin atau piperazin dan biasanya mengandung substituen lain pada posisi 4.
  • 71.
  • 72. 3. TURUNAN CINCIN ANALOG FENOTIAZIN a. Loksapin suksinat (Daxolin), adalah antipsikotik turunan dibenzoksazepin, bekerja sebagai antagonis pada pusat aksi dopaminergik dengan memblok reseptor postsinaptik mesolimbik D1 dan D2, di otak, dan menghambat aktivitas reseptor serotonin 5-HT2. Absorpsi di saluran cerna cukup baik, kadar plasma tertinggi dicapai 1-2 jam setelah pemberian oral, diekskresikan terutama melalui urine dan waktu paro eliminasinya 12-19 jam. b. Klozapin (Clozaril, Luften), adalah antipsikotik yang bekerja sebagai antagonis pada pusat aksi dopaminergik dengan memblok reseptor postsinaptik mesolimbik D4 di otak, hambatan terhadap reseptor D1, D2, D3 dan D5, relatif lemah. Senyawa juga menghambat aktivitas reseptor-reseptor α-adrenergik, histamin H1 dan kolinergik. Absorpsi di saluran cerna cukup baik, kadar plasma tertinggi dicapai 2,5 jam setelah pemberian oral, pengikatan protein plasma 95% dan waktu paro eliminasinya 12 jam.
  • 73. c. Olanzapin (Olandoz, Onzapin, Zyprexa), adalah antipsikotik yang bekerja sebagai antagonis pada pusat aksi dopaminergik, menghambat aktivitas reseptor serotonin 5-HT2A/2C, reseptor α-adrenergik, histamin H1, dan muskarinik M1 – M5. Absorpsi di saluran cerna cukup baik, kadar plasma tertinggi dicapai 5-8 jam setelah pemberian oral, pengikatan protein plasma 93% dan waktu paro eliminasinya 30-38 jam. d. Kuetiapin (Seroquel), adalah antipsikotik untuk pengobatan skizopren dan gangguan kepribadian bipolar. Bekerja sebagai antagonis pada pusat aksi dopaminergik D1 dan D2, menghambat aktivitas reseptor serotonin 5-HT1A/2 reseptor α1/2-adrenergik, dan histamin H1. Absorpsi di saluran cerna cukup baik, pengikatan protein plasma 83% dan waktu paro eliminasinya 6-7 jam. e. Zotepin (Lodopin), adalah antipsikotik yang bekerja sebagai antagonis pada pusat aksi dopaminergik dengan memblok reseptor D1 dan D2 di otak. Senyawa juga menghambat aktivitas reseptor α-adrenergik, histamin H1, dan menghambat reuptake noradrenalin. Absorpsi di saluran cerna cukup baik, kadar plasma tertinggi dicapai 2-3 jam setelah pemberian oral, pengikatan protein plasma 97% dan waktu paro eliminasinya 14 jam. f. Turunan lain-lain. Contoh: sulpirid, pimozid dan buspirone.
  • 74. OBAT ANTIKEJANG Obat antikejang adalah senyawa yang secara selektif dapat menekan sistem saraf pusat dan digunakan untuk mengontrol dan mencegah serangan tiba-tiba dari epilepsi tanpa menimbulkan depresi pernapasan. Epilepsi adalah gejala kompleks yang dikarakterisasi oleh kambuhnya serangan hebat disritmia otak disertai dengan gangguan atau hilangnya kesadaran dan kadang-kadang disertai dengan pergerakan tubuh (kejang), biasanya waktunya pendek dan terjadi pada orang tertentu. Obat anti kejang bersifat simptomatik, hanya meringankan gejala saja tetapi tidak menyembuhkan sehingga pengobatan epilepsi diberikan untuk seumur hidup.
  • 75. Serangan epilepsi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Serangan kejang parsial 1) gejala sederhana (gejala motorik, sensorik dan autonomik) 2) gejala kompleks (gejala pada kesadaran, gejala kognitif, afektif atau psikosensori dan gejala psikomotor). b. Serangan kejang generalis 1) primer (petit mal sederhana atau kompleks, serangan mioklonik dan atonik, serangan klonik, tonik dan klonik- tonik atau grand mal dan serangan unilateral) 2) sekunder. c. Serangan kejang yang tidak diklasifikasikan. d. Status epileptikus. Efek samping obat antikejang antara lain adalah kerusakan sumsum tulang, hati dan ginjal, neuropati, gangguan saluran cerna dan alopesia.
  • 76. Mekanisme kerja obat antikejang Salah satu hipotesis mekanisme kerja obat antikejang adalah serupa dengan anestetika sistemik dan sedatif-hipnotika, yaitu termasuk obat berstruktur tidak spesifik, yang efek farmakologisnya dipengaruhi oleh sifat kimia fisika dan tidak oleh pembentukan kompleks dengan reseptor spesifik. Pada umumnya obat antikejang mempunyai dua struktur karakteristik yaitu gugus yang bersifat polar, biasanya gugus imido, dan gugus yang bersifat lipofil. Antikejang dengan struktur sederhana, kemungkinan berinteraksi secara tidak selektif dan menimbulkan beberapa tipe kerja, sedang struktur yang lebih kompleks menunjukkan keselektifan lebih besar dan spektrum kerja yang lebih sempit. Kemungkinan lain, gugus yang satu dapat terlokalisasi lebih luas pada satu daerah reseptor sedang gugus lain interaksinya lebih besar pada daerah reseptor lain sehingga masing-masing gugus menyebabkan kerja kualitatif yang berbeda. Contoh: gugus pertama kemungkinan bekerja pada serangan kejang parsial atau generalis sedang gugus kedua efektif bekerja pada serangan grand mal.
  • 77.
  • 78. Pada kasus lain obat antikejang, seperti lamotrigin, dapat berinteraksi dengan makromolekul reseptor menyebabkan perubahan konformasi struktur dan menghasilkan stabilisasi membran saraf presinaptik dengan memblok saluran Na, menghambat pengeluaran neurotransmiter sehingga terjadi efek antikejang. Gabapentin, merupakan GABA-mimetik, bekerja sebagai antikejang dengan menghambat uptake GABA Obat antikejang seperti klonazepam, diazepam, fenobarbital dan asam valproat, bekerja dengan meningkatkan aktivitas sistem penghambatan mediator GABA Etoksuksimid, trimetadion dan juga asam valproat bekerja dengan memblok aktivitas yang menimbulkan serangan dari leusin enkefalin, karena diduga sistem neurotransmiter enkefalinergik terlibat dalam peristiwa hilangnya epilepsi. Fenitoin tidak mengubah sistem penghambatan neurotransmiter, tetapi menghilangkan hiperpolarisasi post-tetanik dan mengurangi potensiasi post-tetanik dari transmisi sinaptik. Efek ini mempengaruhi pengangkutan ion Na, Ca dan K, serta meningkatkan kestabilan membran.
  • 79. Berdasarkan struktur kimianya obat antikejang dibagi menjadi delapan kelompok, yaitu turunan barbiturat, turunan hidantoin, turunan oksazolidindion, turunan suksinimida, turunan benzodiazepin, turunan asam valproat, turunan dibenzazepin dan turunan lain-lain. Obat antikejang turunan barbiturat, hidantoin, oksazolidindion dan suksinimida mempunyai persamaan menarik yaitu sama-sama mengandung struktur ureida.
  • 80. 1. TURUNAN BARBITURAT Turunan barbiturat dapat digunakan untuk mengontrol epilepsi, tetapi efeknya kurang selektif. Turunan ini efektif terutama untuk mengontrol serangan grand mal dan parsial (psikomotor), kurang bermanfaat untuk serangan petit mal. Mekanisme kerja turunan barbiturat dalam mengurangi fungsi korteks motor masih belum begitu jelas. Contoh: fenobarbital, mefobarbital, metarbital dan primidon.
  • 81. 2. TURUNAN HIDANTOIN Turunan hidantoin sangat efektif terutama untuk mengontrol serangan grand mal dan parsial (psikomotor), kurang bermanfaat untuk serangan petit mal. Contoh: mefenitoin Na, mefenitoin dan etotoin.
  • 82.
  • 83. 3. TURUNAN OKSAZOLIDINDION Turunan oksazolidindion efektif untuk pengobatan serangan petit mal, dan tidak efektif terhadap serangan grand mal. Turunan ini menimbulkan efek samping seperti iritasi lambung, mual, pusing dan gangguan penglihatan, yang lebih serius dapat menimbulkan anemia aplastik, depresi sumsum tulang belakang dan kerusakan ginjal. Contoh: trimetadion dan parametadion.
  • 84.
  • 85. 4. TURUNAN SUKSINIMIDA Turunan suksinimida mempunyai aktivitas yang cukupan terhadap serangan petit mal dan tidak efektif terhadap serangan grand mal. Aktivitasnya relatif sama dengan turunan oksazolidindion dengan efek samping yang lebih rendah. Contoh: fensuksimid, metsuksimid dan etoksuksimid.
  • 86.
  • 87. 5. TURUNAN BENZODIAZEPIN Turunan benzodiazepin adalah penekan sistem saraf pusat yang terutama digunakan sebagai sedatif- hipnotik dan relaksasi otot. Beberapa diantaranya juga efektif untuk pengobatan serangan epilepsi, tetapi penggunaan terbatas karena cepat menimbulkan toleransi. Contoh: klordiazepoksid, diazepam, klobazam, flurazepam, lorazepam dan klonazepam.
  • 88. 6. TURUNAN ASAM VALPROAT Turunan asam valproat yang digunakan untuk antikejang antara lain adalah asam valproat dan valpromid. Asam valproat (Depakene, Leptilan), digunakan untuk pengobatan serangan petit mal dan mioklonik. Efek antikejang berhubungan dengan meningkatnya kadar GABA di otak. Aktivitas asam valproat terhadap serangan petit mal lebih besar dibanding klonazepam, tetapi aktivitas terhadap serangan mioklonik lebih kecil. Efek samping relatif kecil, terutama adalah gangguan saluran cerna. Sesudah pemberian secara oral, asam valproat cepat diabsorpsi dengan sempurna pada saluran cerna, kadar darah tertinggi dicapai dalam waktu 1,5-2 jam, dengan waktu paro dalam plasma ± 12 jam. Dosis awal: 5-15 mg/kg bb/hari, dalam dosis terbagi. Dosis pemeliharaan: 15-25 mg/ kg bb/hari.
  • 89. 7. TURUNAN DIBENZAZEPIN Contoh: karbamazepin dan okskarbazepin. 1. Karbamazepin (Tegretol, Temporol), turunan dibenzazepin yang mempunyai spektrum antikejang luas dan digunakan untuk mengontrol serangan epilepsi parsial, grand mal dan petit mal. Karbamazepin juga merupakan obat terpilih untuk pengobatan neuralgia trigeminal dan glosofaringeal. Efek samping relatif lebih rendah dibanding fenitoin, seperti mengantuk dan iritasi lambung. Karbamazepin diabsorpsi secara lambat pada saluran cerna, kadar plasma tertinggi dicapai setelah 6-12 jam, dengan waktu paro biologis ± 36 jam. Dosis: 400 mg/ hari. 2. Okskarbazepin (Trileptal), adalah turunan keto dari karbamazepin, sifat dan kegunaan mirip dengan karbamazepin. Dosis awal: 300 mg/hari, kemudian ditingkatkan 600-1200 mg per hari, dalam dosis terbagi.
  • 90. 8. TURUNAN LAIN-LAIN Contoh: lamotrigin, gabapentin, vigabatrin, gabakulin dan topiramat. 1. Lamotrigin (Lamictal), pada awalnya dimaksudkan sebagai senyawa penghambat enzim dihidrofolat reduktase, ternyata mempunyai efek anti kejang yang kuat. Digunakan untuk mencegah serangan partial seizure dan tonik klonik. Dosis awal: 50 mg 1 dd, selama 2 minggu, dilanjutkan 50 mg 2 dd, selama 2 minggu. Dosis pemeliharaan: 100 mg 2 dd. 2. Vigabatrin (Sabril), bekerja sebagai antikejang dengan cara menghambat secara ireversibel enzim GABA transaminase, yang bertanggung jawab terhadap degradasi neurotransmiter GABA. Digunakan untuk antikejang yang tidak dapat dikontrol oleh obat antikejang lain. Dosis: 500 mg 2-4 dd.
  • 91. 3. Gabapentin (Neurotin), senyawa analog GABA (γ-aminobutiric acid), merupakan GABA-mimetik yang mampu menembus sawar darah-otak dan menghambat uptake GABA. Digunakan untuk mencegah serangan partial seizure. Dosis: 300 mg 3 dd. 4. Topiramat (Topamax), struktur relatif berbeda dengan obat antikejang lain, merupakan monosakarida yang tersubstitusi dengan gugus sulfamat. Digunakan sebagai obat penunjang pada pengobatan partial seizure. Dosis: 100-200 mg 2 dd.
  • 93. PUSTAKA KIMIA MEDISINAL 2 EDISI 2. SISWANDONO. AIRLANGGA UNIVERSITY PRESS.2016.SURABAYA