Dokumen tersebut membahas kasus korupsi Suryadharma Ali terkait penyalahgunaan dana haji selama menjabat sebagai Menteri Agama Indonesia antara tahun 2010-2013. KPK menetapkan Suryadharma Ali sebagai tersangka setelah menemukan indikasi penyimpangan dana haji sebesar Rp230 miliar. Suryadharma Ali kemudian dihukum 10 tahun penjara karena telah merugikan negara sebesar Rp27,283 m
1. AKUNTANSI PEMERINTAHAN
Studi Kasus Penyimpangan Suryadharma Ali Terkait Penyalahgunaan Dana
Operasional Menteri ( APBN )
Devita Andina S 022116011
Ulpa Zulianti 022116012
Lolitasari 022116013
Tia Yulistiani 022116029
Sharah Salsabila 022116030
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN
Jl. Pakuan PB No. 452, Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Tahun Ajaran 2016/2017
2. PENDAHULUAN
Berbicara mengenai keuangan negara memang menjadi salah satu hal terpenting
dalam proses penyelenggaraan kegiatan negara yang berkenaan dengan kepentingan publik.
Bahkan hal yang berkenaan dengan Keuangan Negara memiliki kedudukan yang istimewa
dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang tertuang dalam Bab III pasal 23c yang berisikan
bahwa: “Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang. Keuangan
negara merupakan semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik
negara sehubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Dengan demikian perlu
pengawasan ketat terhadap pengelolaan keuangan negara dari semua pihak baik itu
masyarakat, swasta, terlebih lagi oleh pemerintah karena berkenaan dengan fungsi
pemerintah sebagai penyelenggara kegiatan pemerintahan dan penyelenggaraan kegiatan
publik. Jika keuangan negara dikelola secara baik dan benar, dengan sistem pengawasan yang
mengutamakan transparansi dan akuntabilitas maka akan mengurangi peluang untuk
menyalahgunakan keuangan negara dan berdampak terhadap peningkatan perekonomian
negara, serta berdampak pula terhadap peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat di
masa kini dan mendatang. Meskipun telah didukung dengan adanya rangkaian Undang-
Undang di bidang keuangan negara, khususnya Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang
BPK, tetapi independensi BPK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk
memeriksa keuangan negara demi terwujudnya transparansi dan akuntabiltas keuangan
negara dinilai masih kurang optimal. Salah satu kendala yang membatasi BPK baik di pusat
ataupun di daerah dalam melaksanakan pemeriksaan yaitu masalah keterbatasan akses
informasi dalam proses pemeriksaan. Pembatasan informasi dari obyek pemeriksaan tersebut
menimbulkan akan berdampak pada hasil rekomendasi yang didasarkan atas bukti-bukti
dalam proses pemeriksaan, mulai dari hasil laporan yag berisi pendapat wajar tanpa
pengecualian (unqualified opinion report), Pendapat Wajar tanpa Pengecualian dengan
Bahasa Penjelasan (Unqualified Opinion Report with Explanatory Language), Pendapat
Wajar dengan Pengecualian (Qualiafield Opinion), Pendapat tidak Wajar (Adverse Opinion),
bahkan Pernyataan tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion).
3. PEMBAHASAN
Kronologis Kasus Suryadharma Ali
Popularitas Suryadharma Ali sudah tidak terbantahkan lagi di kalangan masyarakat
Indonesia. Laki - laki yang lahir pada 19 September 1956 ini telah menghebohkan publik
karena kasus penyelenggaraan biaya haji di kementerian agama tahun 2012 –2013.
Mencuatnya kasus penyelewengan biaya haji yang menyeret nama Suryadharma Ali ini
akibat adanya laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah
mencium adanya penyimpangan dalam perjalanan haji di bawah wewenang Kementerian
Agama. Dalam laporan tersebut, Muhammad Yusuf yang saat itu menjabat sebagai Ketua
PPATK mengatakan, sepanjang 2004-2012, ada dana biaya penyelenggaraan ibadah haji
(BPIH) sebesar Rp 80 triliun dengan bunga sekitar Rp 2,3 triliun. Berdasarkan audit PPATK,
ada transaksi mencurigakan sebesar Rp 230 miliar yang tidak jelas penggunaannya. PPATK
mengatakan, ada indikasi dana haji ditempatkan di suatu bank tanpa ada standardisasi
penempatan yang jelas. KPK menyambut temuan tersebut dan melakukan penyelidikan
selama hampir setahun. Namun, belum ada pihak-pihak yang diperiksa. Mulai Januari 2015,
KPK justru melakukan penyelidikan atas dugaan penyimpangan dana haji tahun anggaran
2012-2013. Saat itu, selain pengadaan barang dan jasa, komisi antirasuah itu juga menyelidiki
biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dan pihak-pihak yang diduga mendapatkan
fasilitas pergi haji. Tak perlu menunggu lama, KPK langsung meminta keterangan pihak-
pihak terkait. Perjalanan kasus ini bermula pada Februari 2015 KPK meminta keterangan
anggota Komisi VIII DPR, Hasrul Azwar, terkait pengelolaan dana haji. Selain itu, KPK juga
meminta keterangan anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat asal fraksi Partai
Keadilan Sejahtera, Jazuli Juwaini. Pada bulan Maret 2015 KPK meminta keterangan
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Anggito Abimanyu.
Kemudian pada 6 Mei 2015, KPK meminta keterangan Menteri Agama Suryadharma Ali
terkait penyelidikan proyek pengadaan barang dan jasa dalam penyelenggaraan haji. Selama
sepuluh jam, Suryadharma, di antaranya, dicecar soal pemondokan haji yang tak layak. Pada
15 Mei 2015 Ketua KPK Abraham Samad menyatakan bahwa dalam satu atau dua pekan ke
depan KPK akan menetapkan tersangka terkait proyek pengadaan barang dan jasa dalam
penyelenggaraan haji di Kementerian Agama pada tahun anggaran 2012-2013. Pada 22 Mei
2015, KPK menggeledah ruang kerja Suryadharma di lantai II Gedung Pusat Kementerian
Agama di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, selama sembilan jam dan menetapkan
Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan
barang dan jasa haji di Kementerian Agama tahun anggaran 2012-2013. Nilai dana haji yang
dikelola Analisis lebih dari Rp 1 triliun. Suryadharma diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau
Pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Tak hanya itu, Suryadharma
juga telah dicegah bepergian ke luar negeri. Realitas–realitas berkenaan dengan kasus
Suryadharma Ali tersebut dapat diketahui oleh masyarakat karena adanya pemberitaan media
4. massa. Tentunya kegiatan jurnalistik yang menjadi bagian kerja media massa tidak dapat
dipisahkan dari proses mengolah fakta menjadi informasi. Media massa menginformasikan
realitas yang berlangsung di suatu tempat, namun realitas tersebut telah dibentuk, dibingkai
dan di poles sedemikian rupa oleh media tersebut. Media melakukan tindakan kostruktif
berdasarkan ideologi yang menjadi landasan media tersebut. Pada akhirnya realitas social
tersebut dianggap sebagai “fakta”, terlepas dari berarti tidaknya isi pemberitaan tersebut.
Pemberitaan mengenai penahanan Suryadharma Ali oleh KPK terdapat di situs kompas.com.
Analisis Kasus
• Sebab Kasus Korupsi Suryadharma Ali
Berdasarkan kasus di atas, dinyatakan bahwa Ketua PPATK Muhammad Yusuf
mengatakan, sepanjang 2004-2012, ada dana biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH)
sebesar Rp 80 triliun dengan bunga sekitar Rp 2,3 triliun.
Berdasarkan audit PPATK, ada transaksi mencurigakan sebesar Rp 230 miliar yang
tidak jelas penggunaannya. PPATK mengatakan, ada indikasi dana haji ditempatkan di
suatu bank tanpa ada standardisasi penempatan yang jelas. KPK menyambut temuan
tersebut dan melakukan penyelidikan selama hampir setahun. Namun, belum ada pihak-
pihak yang diperiksa.
Mulai Januari 2014, KPK justru melakukan penyelidikan atas dugaan penyimpangan
dana haji tahun anggaran 2012-2013. Saat itu, selain pengadaan barang dan jasa, komisi
antirasuah itu juga menyelidiki biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dan pihak-
pihak yang diduga mendapatkan fasilitas pergi haji.
Tak perlu menunggu lama, KPK langsung meminta keterangan pihak-pihak terkait.
Berikut ini adalah perjalanan kasusnya:
➢ 3 Februari 2014 : KPK meminta keterangan anggota Komisi VIII DPR, Hasrul
Azwar, terkait terkait pengelolaan dana haji.
➢ 6 Februari 2014 : KPK juga meminta keterangan anggota Komisi VIII Dewan
Perwakilan Rakyat asal fraksi Partai Keadilan
Sejahtera, Jazuli Juwaini.
➢ 19 Maret 2014 : KPK meminta keterangan Direktur Jenderal Penyelenggaraan
Haji danUmroh Kementerian Agama Anggito Abimanyu.
➢ 6 Mei 2014 : KPK meminta keterangan Menteri Agama Suryadharma
Ali terkait penyelidikan proyek pengadaan barang dan jasa
dalam penyelenggaraan haji. Selama sepuluh jam,
Suryadharma, di antaranya, dicecar soal pemondokan haji
yang tak layak.
5. ➢ 15 Mei 2014 : Ketua KPK Abraham Samad menyatakan bahwa dalam satu
atau
dua pekan ke depan KPK akan menetapkan tersangka terkait
proyek pengadaan barang dan jasa dalam penyelenggaraan
haji di Kementerian Agama pada tahun anggaran 2012-2013.
➢ 16 Mei 2014 : Bakal calon presiden Prabowo Subianto sempat memuji
Suryadharma dalam kapasitas Suryadharma sebagai Menteri
Agama. Ia menilai, penyelenggaraan ibadah haji yang
dilakukan oleh Kementerian Agama setiap tahunnya sudah
sangat baik.
➢ 22 Mei 2014 : KPK menggeledah ruang kerja Suryadharma di lantai II
Gedung
Pusat Kementerian Agama di Lapangan Banteng, Jakarta
Pusat, selama sembilan jam.
➢ 22 Mei 2014 : KPK menetapkan Suryadharma sebagai tersangka kasus
dugaan
tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang dan jasa haji
di Kementerian Agama tahun anggaran 2012-2013. Nilai dana
haji yang dikelola lebih dari Rp 1 triliun. Suryadharma diduga
melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU No 31 tahun 1999
tentang Tindak Pidana Korupsi. Tak hanya itu, Suryadharma
juga telah dicegah bepergian keluar negeri.
• Modus Operasi atas Kasus Suryadharma Ali
Celah pertama pengelolaan dana setoran awal calon jamaah regular maupun ONH
plus. Celah kedua terletak pada ongkos biaya penyelenggaraan haji dan penggunaan jasa
bunga setoran awal haji.
Selain itu menurut temuan ICW para petinggi Kemenag juga bermain pada pengadaan
yang berkaitan dengan penyelenggaraan haji. Seperti pengadaan transportasi udara, darat,
katering, pemondokan dan lain-lain.
Terakhir para pemain proyek juga memanfaatkan Dana Abadi Umat (DAU) yang
sebenarnya telah dibekukan. "Kementerian Agama menjadikan DAU sebagai cadangan
yang bisa sewaktu-waktu digunakan apalagi dana ini tidak jelas perhitungannya dan
kriterianya.
6. • Akibat dan Dampak yang Ditimbulkan atas Kasus Suryadharma Ali
Akibat perbuatan Suryadharma Ali tersebut, negara mengalami kerugian keuangan
sebesar Rp 27,283 miliar dan 17,967 Riyal Saudi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Supardi menyebutkan, kerugian itu lantaran
Suryadharma Ali menyalahgunakan wewenang sewaktu menjabat Menteri Agama dalam
penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013. Dalam banding atas vonis ini, Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis itu menjadi 10 tahun penjara.
Merujuk berkas dakwaan, selama menjabat Menteri Agama, Suryadharma Ali
menyalahgunakan sisa kuota haji periode 2010-2012 dengan memberangkatkan 1.771
orang pergi haji tidak sesuai nomor antrean. Secara melawan hukum menunjuk orang-
orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan, menjadi petugas panitia penyelenggara
ibadah haji Arab Saudi tidak sesuai ketentuan, dan memanfaatkan sisa kuota haji nasional
tidak berdasarkan prinsip keadilan. Selain itu, JPU juga menyatakan, Suryadharma Ali
telah memperkaya 1.771 orang yang diberangkatkan ke Arab Saudi untuk menunaikan haji
itu, sejumlah Rp 12,328 miliar.
7. PENUTUP
Korupsi merujuk pada tindakan yang berupaya untuk menyalahgunakan kepercayaan
publik guna mendapatkan keuntungan tertentu secara sepihak. Hal tersebut menggambarkan
bahwa korupsi mencakup pada penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pemerintah seperti
penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan
pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, intervensi kebijakan, dan penipuan.
Suryadharma Ali merupakan seorang politikus asal Jakarta yang pernah dipercaya untuk
memimpin lembaga negara sebesar Kementrian Agama Republik Indonesia. Sebagaimana
diketahui bahwa seorang Suryadharma Ali ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Keterlibatan Suryadharma Ali dalam kasus pengelolaan dana
haji di Kementrian Agama itu sendiri pada dasarnya menunjukan bahwa ada aktivitas
menyimpang yang dilakukan di Kementrian Agama (khususnya dalam pengelolaan dana haji
Indonesia) sebagai aparatur pemerintahan.
Permasalahan awal yang melibatkan Suryadharma Ali dalam menyalahgunakan
kewenangannya untuk kepentingan instansi dan dirinya sendiri, tentu menjadi ironi ketika
dihadapakan pada Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) dari Kementrian Agama yang
menjamin terpenuhinya kebutuhan publik terkait pengelolaan dana haji yang dihimpun.
Terlihat jelas ada pertentangan yang cukup mendasar manakala Suryadharma Ali sebagai
seorang elit birokrat yang seharusnya memiliki tugas dan fungsi untuk melayani kepentingan
publik bertolak belakang dengan tindakannya yang memberangkatkan keluarga instansi
Kementrian Agama (Kemenag) untuk naik haji, serta melakukan penggelembungan dana
kordinasi, transportasi, dan akomodasi untuk kepentingan privat. Padahal jika memang
Suryadharma Ali memiliki pemikiran rasional dan berupaya melayani masyarakat maka hal-
hal semacam aktivitas yang menguntungkan diri sendiri ataupun kelompok tertentu tidak
perlu dilakukan karena bertentangan dengan prinsip pelayanan publik sebagaimana
diamanatkan oleh UU.
Sebagai lembaga negara yang mengurusi urusan terkait agama sudah sepantasnya
Kementerian Agama menjadi teladan bagi lembaga negara lainnya sebagai lembaga yang
amanah, bersih dan benar-benar mencerminkan orang yang tahu aturan agama. Kasus korupsi
yang berkali-kali menimpa tubuh Kementerian Agama seolah menjadi semacam ‘penyakit’
yang sangat berbahaya dan menular dari satu generasi ke generasi lainnya. Terhitung sejak
terbongkarnya kasus korupsi dana haji oleh Said Agil Al-Munawar di tahun 2004, kemudian
dilanjutkan kasus korupsi dalam pengadaan Al-Quran di tahun 2012, kemudian kini berlanjut
dugaan kuat korupsi dana haji dan Dana Abadi Umat (DAU) membuat wajah Kementerian
Agama tercoreng.
Meskipun demikian, penyalahgunaan kepentingan publik untuk kepentingan privat
merupakan salah satu perwujudan penyimpangaan di instansi pemerintahan. Hal ini
cenderung terjadi karena tidak adanya mekanisme pengawasan dari civil society terhadap
8. aktivitas Suryadharma Ali dan instansinya guna menuntut akuntabilitas pelayanan publik.
Praktik penggelembungan dana biaya pengelolaan haji itu sendiri pada dasarnya membawa
dampak negatif karena menyerap anggaran dana pemerintah yang bersumber dari masyarakat
itu sendiri. Hal ini menjadi ironis manakala penggunaan kewenangan tersebut digunakan
untuk memberangkatkan keluarga pejabat dan keluarga instansi di Kementrian Agama naik
haji. Jadi semakin jelas bahwa telah terjadi penyalahgunaan kewenangan terhadap
pengelolaan dana haji dan penyimpangan pengalokasian dana untuk kepentingan privat.