1. TUGAS PENGANTAR MANAJEMEN
PERBEDAAN BUDAYA
Makalah
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Manajemen
yang dibina oleh Dra. Nurlaila Fadjarwati .,M.Si
Oleh :
Shafira Nurul Firdausta (125134057)
Vivi Novita (125134060)
1 AMP B
Program Studi D4 Akuntansi Manajemen Pemerintahan
Jurusan Akuntansi
Politeknik Negeri Bandung
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Perbedaan
Budaya”. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Manajemen program studi Akuntansi Manjemen
Pemerintahan Politeknik Negeri Bandung.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini,
khususnya kepada :
1. Ibu selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan pkiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan
dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini
2. Rekan-rekan semua di kelas 1 AMP B.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
ii
bantuan dalam penulisan makalah ini.
4. Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan
kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan.
Bandung, September 2012
Penulis
3. DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Ruang Lingkup ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN MATERI ...................................................................... 3
2.1 Karyawan Belajar Budaya Organisasi ................................................... 3
2.2. Pengaruh Budaya Terhadap Manajer ................................................... 5
2.3. Isu Budaya Organisasi Saat Ini di Lingkungan Manajer ...................... 7
BAB III CONTOH PENERAPAN TEORI / KASUS ........................................... 14
3.1 Contoh kasus “karyawan belajar organisasi” ....................................... 14
3.2 Contoh kasus “Pengaruh budaya terhadap manajer” ........................... 15
3.3 Contoh kasus “Isu budaya saat ini di lingkungan manajer” ................. 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 22
ii
4. BAB I
PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya jaman, kegiatan ekonomi membuka
peluang bagi berlangsungnya interaksi sosial dan bisnis, serta kerjasama yang
produktif di antara bangsa-bangsa di dunia. Perusahaan multikultural
merupakan salah satu bentuk nyata dari adanya interaksi antara berbagai
bangsa di dunia ini.
Perbedaan budaya yang terdapat dalam sebuah organisasi multikultural,
dapat menjadi suatu potensi yang memberikan keuntungan, akan tetapi juga
dapat menjadi hambatan bagi kemajuan suatu organisasi. Studi yang dilakukan
oleh peneliti dari harvard business school, John Kotter dan James Heskett
menunjukan bahwa budaya memiliki pengaruh yang kuat terhadap unjuk kerja
organisasi. Perbedaan budaya disadari atau tidak membawa dampak yang
cukup besar bagi kelangsungan suatu organisasi. Kebudayaan dalam
organisasi akan mempengaruhi kinerja organisasi tersebut dalam mencapai
suatu tujuan.
Untuk dapat memanfaatkan peluang-peluang dari adanya perbedaan
budaya tersebut kita perlu memahami nilai-nilai dan kebudayaan kita sendiri
dan kebudayaan orang (masyarakat) lain, dan kemudian menggunakan
pengetahuan itu untuk menggalang kerjasama yang produktif dalam dunia
bisnis global yang bersifat multikultural.(Deveraux dan Johansen , 1994)
Dunia kerja dalam abad ke-21 akan makin dicirikan oleh corak keragaman
budaya. Konsekuansinya adalah perlunya perhatian dan upaya yang lebih
besar untuk mengelola tenaga kerja yang beragam latar belakangnya. Para
manajer masa depan perlu mamiliki kompetensi untuk mengelola perbedaan
budaya tersebut.
5. 2
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis memilih judul makalah : Perbedaan
Budaya
1.2. Ruang Lingkup
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas dibatasi
pada masalah :
1. Karyawan belajar budaya organisasi
2. Pengaruh budaya terhadap manajer
3. Isu budaya organisasi saat ini di lingkungan manajer
6. BAB II
PEMBAHASAN MATERI
2.1. Karyawan Belajar Budaya Organisasi
Menurut Stephen dan Mary (2005) Karyawan belajar tentang budaya
organisasinya melalui berbagai cara, diantaranya sebagai berikut :
3
1. Cerita
“kisah-kisah” dalam organisasi biasanya merupakan kenangan atas
berbagai kejadian atau orang-orang penting, termasuk hal-hal seperti kisah
pendirian organisasi, pelanggaran atas peraturan yang parah, dan renungan
mengenai kesalahan-kesalahan di masa silam. Kisah-kisah perusahaan
seperti itu memberikan banyak contoh bagi para karyawan untuk
diteladani dan direnungkan. Juga memberikan pemahaman terhadap
karyawan tentang apa yang menjadikan suatu perusahaan menjadi besar
dan apa yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesuksesan itu.
Untuk membantu para karyawan memahami budaya organisasi,
kisah-kisah tersebut membuka jembatan dari masa sekarang ke masa lalu
organisasi, sekaligus memberikan penjelasan serta pembenaran bagi
praktik-praktik organisasi yang berlaku saat ini, menanamkan apa yang
dianggap berharga dalam organnisasi, dan membangkitkan bayangan yang
begitu lugas tentang apa yang menjadi tujuan organisasi.
2. Acara-acara Simbolis (ritual)
Ritual korporasi adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan
secara berulang-ulang dalam sebuah organisasi, dengan tujuan
mengekspresikan dan menanamkan lebih dalam nilai-nilai yang dianggap
penting oleh organisasi. Di dalam sebuah perusahaan, tidak jarang ditemui
acara-acara ritual yang sudah mengakar dan menjadi bagian hidup
perusahaan. Sehingga tetap dipelihara keberadaannya.
7. Terdapat salah satu ritual korporasi yang paling terkenal yaitu upacara
penyerahan penghargaan tahunan yang diadakan oleh perusahaan Mary
Kay Cosmetics bagi para agen penjualnya. Ritual tersebut diharapkan
dapat menjadi sarana pemacu semangat dengan memberikan pengakuan
publik atas setiap kinerja penjualan. Lebih jauh lagi, dapat menegaskan
kembali semangat, tekad, dan optimisme sang pendiri perusahaan yang
berhasil membuat perusahaannya mencapai kesuksesan. Hal ini
memberikan pesan kepada para agen penjualan bahwa mencapai sasaran
penjualan mereka adalah hal yang sangat penting, dan melalui kerja keras
serta keberanian mereka pun dapat mencapai kesuksesan. Acara ritual
seperti ini memiliki peranan besar dalam membangkitkan motivasi dan
harapan dalam diri karyawan.
4
3. Simbol-simbol Kebendaan
Tata letak kantor atau pabrik milik organisasi, cara berpakaian para
karyawan, kemewahan, gaya perabot, dan jenis mobil yang disediakan
bagi para manajer puncak, serta penyediaan pesawat terbang pribadi milik
perusahaan merupakan contoh simbol-simbol kebendaan. Simbol-simbol
tersebut dapat menimbulkan reaksi emosional yang menciptakan nuansa
kepribadian organisasi.
Simbol-simbol kebendaan menyampaikan pesan kepada karyawan
tentang siapa yang dianggap penting dan perilaku semacam apa (misalnya,
berani mengambil resiko, konservatif, otoriter, serta individualistis) yang
dianggap patut di dalam organisasi.
4. Bahasa
Bahasa organisasi dan unit-unit dalam sebuaah organisasi yang
menggunakan bahasa sebagai cara untuk mengasosiasikan serta
menyatukan para anggotanya ke dalam sebuah budaya. Dengan
mempelajari bahasa ini, para anggota organisasi mengakui penerimaan
8. mereka terhadap budaya organisasi dan kesediaannya untuk membantu
mempertahankannya.
Seiring waktu, organisasi sering kali menciptakan istilah dan nama
yang unik untuk menyebut perangkat kerja mereka, orang-orang penting
dalam organisasi, para pemasok, para pelanggan, proses, atau produk
mereka. Seorang karyawan baru biasanya akan kewalahan mengingat
berbagai akronim yang dijumpainya, namun setelah beberapa waktu semua
itu akan menjadi bagian alami dari bahasa pergaulannya sehari-haridalam
organisasi. Bahasa berperan sebagai sebuah identitas bersama yang
mengikat dan menyatukan para anggota organisasi.
2.2. Pengaruh Budaya Terhadap Manajer
Karena budaya organisasi dibatasi oleh hal-hal apa yang boleh dilakukan
dan hal-hal apa yang tidak boleh dilakukan, maka budaya sangat relevan dengan
pekerjaan para manajer. Kendala dan batasan ini sering kali tidak muncul secara
eksplisit; hal itu tidak dituliskan, bahkan jarang sekali diucapkan. Akan tetapi,
hal-hal itu secara nyata ada, dan setiap manajer harus segera memahami apa yang
boleh ia lakukan dan apa yang tidak boleh ia lakukan dalam organisasinya.
5
Sebagai contoh :
a. Berlakulah seolah-olah anda sibuk meskipun sebenarnya tidak sibuk.
b. Sebelum anda mengambil keputusan, sampaikan dulu kepada atasan anda
sehingga ia tidak akan terkejut ketika mengetahuinya.
c. Kita hanya perlu membuat produk sebaik apa yang dibuat oleh para
pesaing.
d. Jika anda ingin naik sampai ke puncak di sini, anda harus mampu menjadi
pemain tim.
Norma-norma tersebut tidak akan ditemukan dalam bentuk tertulis tapi
norma tersebut merupakan contoh kebiasaan yang berlaku di berbagai organisasi
di dunia nyata.
9. Kaitan antara norma-norma semacam ini dan perilaku manajemen cukup
mudah dipahami. Dalam sebuah organisasi dengan budaya “ready-aim-fire”, para
manajer akan mempelajaridan menganalisis usulan-usulan proyek secara sangat
hati-hati dan mendalam sebelum menindaklanjuti usulan-usulan tersebut.
Sebaliknya dalam sebuah organisasi dengan budaya “ready-fire-aim”, para
manajer akan terlebih dahulu mengambil tindakan kemudian baru menganalisis
akibat serta hasil dari tindakan tersebut. Atau, apabila sebuah organisasi menganut
keyakinan bahwa laba dapat ditingkatkan melalui pemotongan berbagai biaya dan
jalan terbaik bagi perusahaan untuk bertumbuh adalan meningkatkan laba secara
perlahan namun stabil setiap triwulan. Para manajer disini tidak akan mau
menjalankan program-program yang inovatif, beresiko, berjangka panjang, atau
ekspansif. Dalam sebuah organisasi yang budayanya berlandaskan sikap
ketidakpercayaan terhadap karyawan, para manajer kemungkinan besar akan
menerapkan gaya kepemimpinan yang otoriter daripada demokratis.
Budayalah yang menggariskan standar perilaku yang dapat diterima dan
dianggap patut bagi para manajer. Keputusan manajer sangat dipengaruhi oleh
budaya organisasi di mana ia bekerja. Budaya sebuah organisasi, terutama budaya
yang kuat, akan memberikan pengaruh dan batasan-batasan pada cara manajer
dalam menjalankan fungsi perencanaan, penataan, kepemimpinan, dan
pengendalian.
6
1. Perencanaan
i) Tingkat resiko yang diperbolehkan dalam rencana manajemen
ii) Apakah rencana kerja harus dibuat oleh individu atau tim
iii) Seberapa jauh manajemen mempertimbangkan faktor lingkungan
dalam perencanaan
10. 7
2. Penataan
i) Seberapa besar otonomi yang diberikan kepada karyawan dalam ruang lingkup
kerja mereka
ii) Apakah tugas-tugas harus dikerjakan secara perorangan atau berkelompok (tim).
iii) Tingkat interaksi yang diperbolehkan bagi seorang manajer dengan rekan-rekannya
dari departemen lain
3. Kepemimpinan
i) Tingkat kepedulian manajemen pada kepuasan para karyawan
ii) Gaya kepemimpinan macam apa yang dianggap patut
iii) Apakah segala bentuk perbedaan pendapat–bahkan yang konstruktif sekalipun
harus ditekan dan dihilangkan
4. Pengendalian
i) Apakah penerapan mekanisme pengendalaian eksternal dianggap perlu ataukah
para karyawan dianggap mampu mengendalikan tindakan mereka sendiri
ii) Kriteria-kriteria apa saja yang harus ditekankan di dalam evaluasi kinerja
karyawan.
iii) Akibat (dan sanksi) apa yang akan timbul bila seorang manajer melampaui batas
anggaran yang ditetapka
2.3. Isu Budaya Organisasi Saat Ini di Lingkungan Manajer
Terdapat lima isu budaya organisasi terkini yaitu,
1. Menciptakan Budaya Beretika
Isu dan kekuatan suatu budaya memengaruhi suasana etis sebuah organisasi
dan perilaku etis para anggotanya. Budaya sebuah organisasi yang punya
kemungkinan paling besar untuk membentuk standar dan etika tinggi adalah budaya
yang tinggi toleransinya terhadap risiko tinggi, rendah, sampai sedang dalam hal
keagresifan, dan fokus pada sarana selain juga hasil.
Manajemen dapat melakukan beberapa hal dalam menciptakan budaya yang
lebih etis.
a. Model peran yang visibel
Karyawan akan melihat perilaku manajemen puncak sebagai acuan standar
untuk menentukan perilaku yang semestinya diambil.
11. 8
b. Komunikasi harapan etis
Ambiguitas etika dapat diminimalkan dengan menciptakan dan
mengomunikasikan kode etik organisasi.
c. Pelatihan etis
Pelatihan etis digunakan untuk memperkuat standar, tuntunan organisasi,
menjelaskan praktik yang diperbolehkan dan yang tidak, dan menangani
dilema etika yang mungkin muncul.
2. Menciptakan Budaya Inovatif
Budaya inovasi merupakan budaya yang ingin dimiliki oleh tiap bisnis.
Namun, menciptakan budaya ini tidaklah mudah. Butuh komitmen untuk melakukan
terobosan yang `berbeda` dari perusahaan-perusahaan pada umumnya.
Ada beberapa hal yang dilakukan untuk menciptakan budaya yang inovatif, yaitu :
a. Perusahaan harus dapat menghargai kreativitas. Kreativitas memungkinkan
ide-ide inovasi untuk mengalir dengan baik.
b. Menerapkan open communication, dimana karyawan dapat mengemukakan
ide dan pendapatnya secara terbuka. Birokrasi harus minimum, sehingga
komunikasi dapat tercipta tanpa hambatan.
c. Perusahaan juga harus punya kolaborasi yang baik antar departemen. Dengan
gabungan perspektif yang bermacam-macam antar departemen, maka ide
inovasi akan tercipta lebih baik.
d. Budaya inovasi hanya dapat tercipta jika ada komitmen dari pemimpinnya.
Pemimpin harus mengembangkan skill-skill yang diperlukan untuk inovasi,
baik
e. untuk dirinya maupun karyawan-karyawan dalam perusahaan.
3. Menciptakan Budaya yang Cepat Tanggap Terhadap Tuntutan Pelanggan (
Berorientasi Pelanggan)
Ada beberapa variabel Kunci yang Membentuk Budaya Tanggap terhadap
Pelanggan:
12. 9
a. Tipe Karyawan
Organisasi berorientasi pelanggan yang berhasil, memperkerjakan karyawan
yang terbuka dan ramah.
b. Formalisasi yang Rendah
Karyawan jasa perlu memiliki kebebasan untuk memenuhi tuntutan layanan
pelanggan yang senantiasa berubah. Kaidah, prosedur dan aturan yang kaku
menimbulkan kesulitan ini.
c. Perluasan Formalisasi yang Rendah
Penggunaan pemberdayaan secara luas. Karyawan yang diberdayakan memilik
i keleluasaan keputusan untuk melakukan apa yang perlu demi menyenangkan
pelanggan.
d. Ketrampilan mendengar yang baik
Karyawan dalam budaya yang tanggap terhadap pelanggan memiliki
kemampuan mendengarkan dan memahami pesan yang dikirim oleh
pelanggan.
e. Kejelasan Peran
Karyawan jasa bertindak sebagai “perentang batas” antara organisasi dan pelanggan.
Mereka harus menyetujui baik tanpa bantahan terhadap permintaan pelanggan
maupun majikan. Ini dapat menimbulkan ambiguitas dan konflik peran yang
besar,yang mengurangi kepuasaan jabatan karyawan dan menghambat layanan kerja
karyawan. Budaya tanggap terhadap pelanggan akan menguranagi ketidakpastian
karyawan mengenai cara terbaik menjalankan pekerjaan mereka dan pentingnya
aktivitas jabatan.
Singkatnya budaya terhadap pelanggan memperkerjakan karyawan yang berorientasi
pada layanan dengan ketrampllan mendengar yang baik dan keinginan bekerja
melebihi batasan uraian jabatannya agar dapat melakukan apa yang perlu untuk
menyenangkan pelanggan
4. Menciptakan Budaya Tempat Kerja yang Mendukung Kebhinekaan (diversity)
13. Keragaman di tempat kerja mengacu pada berbagai perbedaan antara orang-orang
dalam suatu organisasi. Keragaman tersebut mencakup keragaman ras jenis
kelamin kelompok etnis usia kepribadian gaya kognitif kepemilikan fungsi organisasi
pendidikan latar belakang dan banyak lagi. Kecerdasan terhadap keragaman akan
mempengaruhi kualitas diri Anda. Di saat Anda ikhlas dan tulus melihat kekayaan
keragaman; maka kinerja, motivasi, kesuksesan, dan interaksi Anda dengan orang lain
akan menjadi keunggulan Anda dalam menjalani hari-hari Anda yang luar
biasa.Keragaman di tempat kerja harus diarahkan untuk memberikan kontribusi
kekayaan kepada stakeholders, serta meningkatkan kualitas kesadaran setiap pihak
untuk menghindari konflik dan membangun keharmonisan yang solid.
Setiap orang di dalam perusahaan harus merasa bangga dengan keragaman,
harus merasa keragaman sebagai perbedaan yang saling melengkapi untuk prestasi
dan kinerja yang luar biasa. Termasuk, para pemimpin harus cerdas mengelola
keragaman untuk memaksimalkan kemampuan semua karyawan, agar bisa
berkontribusi pada tujuan akhir organisasi. Masa depan keberhasilan setiap organisasi
bergantung pada kemampuan untuk mengelola tubuh yang beragam bakat yang dapat
membawa ide-ide inovatif perspektif dan pandangan untuk pekerjaan mereka.
Tantangan dan masalah yang dihadapi keragaman di tempat kerja dapat diubah
menjadi aset organisasi yang strategis jika sebuah organisasi dapat memanfaatkan
multi ini beragam bakat.
5. Membangun Tempat Kerja yang Diwarnai Spiritualitas
Spiritualitas di tempat kerja adalah mengenai pemahaman diri pekerja sebagai
makhluk spiritual yang jiwanya (the soul) memerlukan pemeliharaan di tempat kerja
dengan menegakkan nilai-nilai; mengenai pengalaman akan rasa bertujuan dan
bermakna dalam pekerjaannya; dan juga tentang mengalami perasaan saling
terhubung dengan orang lain dan dengan komunitasnya di tempat kerja (Ashmos dan
Duchon, 2000). Spiritualitas di tempat kerja merupakan salah satu jenis iklim
psikologis di mana orang-orang (pekerja) memandang dirinya memiliki suatu
kehidupan internal yang dirawat dengan pekerjaan yang bermakna dan ditempatkan
dalam konteks suatu komunitas. Unit kerja yang memiliki tingkat spiritualitas yang
10
14. tinggi berarti mengalami iklim tersebut, dan dapat diduga bahwa unit kerja tersebut
akan mengalami kinerja yang lebih tinggi.
Pengembangan siritualitas di tempat kerja dapat dimulai dari diri kita masing-masing
secara pribadi. Namun, perkembangan spiritualitas di tempat kerja akan
efektif bila didukung oleh lingkungan kerja yang sama-sama menyadari pentingnya
spiritualitas di tempat kerja.
Komponen spiritualitas kerja menurut Ashmos dan Duchon meliputi:
a. Kehidupan batin sebagai identitas spiritual (inner life)
Spiritualitas di tempat kerja merupakan penemuan kesempatan di tempat
kerja untuk mengekspresikan berbagai aspek yang dimiliki seseorang,
bukan hanya kemampuan menampilkan tugas-tugas fisik dan intelektual.
Memahami spiritualitas di tempat kerja dapat dimulai dengan memahami
bahwa setiap orang memiliki kehidupan batin maupun lahir dan bahwa
pemeliharaan kehidupan batin dapat menghasilkan kehidupan lahir yang
lebih bermakna dan produktif.
b. Makna dan tujuan dalam bekerja (meaningful work)
Setelah mengenal elemen spiritual dalam diri pekerja, diperlukan
penerimaan bahwa para pekerja perlu terlibat dalam pekerjaan yang
memberikan makna terhadap hidupnya. Pentingnya pekerjaan yang
bermakna dinyatakan oleh seorang penulis bernama Fox, sbb:
"Hidup dan penghidupan (mata pencaharian) bukan dua hal yang terpisah
melainkan mengalir dari sumber yang sama, yaitu spirit. Spirit berarti
hidup, dan hidup maupun penghidupan adalah menyangkut kehidupan
dalam kedalaman, kehidupan dengan makna, tujuan, kegembiraan, dan
perasaan memiliki kontribusi terhadap komunitas yang lebih luas.
Spiritualitas kerja adalah menyangkut bagaimana membawa hidup dan
penghidupan kembali bersama, dan spirit di dalamnya".
c. Perasaan terhubung dengan komunitas (community)
11
15. Spiritualitas di tempat kerja juga perihal bagaimana seseorang dapat hidup
terkoneksi dengan orang lain. Birokrasi dan model manajemen organisasi
ilmiah merekomendasikan spesialisasi, yang pada gilirannya menimbulkan
perasaan terisolasi dan terasing di antara para pekerja. Namun, kini tempat
kerja diakui sebagai suatu jenis komunitas itu sendiri. Kerja itu sendiri
ditemukan sebagai suatu sumber pertumbuhan spiritualitas dan koneksi
(hubungan) dengan orang lain.Perasaan menjadi bagian dari komunitas
merupakan suatu elemen esensial bagi perkembangan spiritualitas. Banyak
tradisi agama yang menekankan aspek persahabatan (fellowship) dari
perkembangan spiritual. Mengenai hal ini Ashmos dan Duchon
menyatakan bahwa persahabatan membantu para pepimpin dan anggota-anggotanya
untuk menghadapi kesepian, kekecewaan, dan luka akibat
organisasi modern dan untuk memastikan bahwa kondisi tersebut tidak
berlanjut membusukkan spirit organisasi dan orang-orang di dalamnya.
12
16. BAB III
CONTOH PENERAPAN TEORI / KASUS
3.1 Contoh penerapan teori / kasus tentang “karyawan belajar organisasi”
40 Peserta Karyawan BPR Ikuti Pelatihan
Kantor Bank Indonesia Perwakilan Sulut bersama Perhimpunan Bank Perkreditan
Rakyat Indonesia (Perbarindo) menggelar Pelatihan Model dan Analisa Kredit
UMKM Kepada Pejabat dan Staf AO Kredit BPR se Sulut dan Gorontalo.
Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan analisa kredit dari
karyawati BPR.
"Pelatihan ini tujuannya untuk meningkatkan kemampuan analisa kredit BPR
khusus di sektor pertanian dan pedesaan sehingga bpr makin berkembang di
masyarakat," kata Kepala BI Sulut, Suhaedi, di Hotel Aston Manado, Kamis
(26/7/2012), sekitar pukul 9.40 Wita.
Dalam pelatihan ini diikuti sekitar 40 orang dengan 20 BPR, 17 BPR Sulut dan 3 BPR
Gorontalo. Masing-masing BPR mengutus dua orang pegawainya.
"Dalam memberikan kredit, harus mengetahui mengenai usahanya sendiri,
kemudian dari calon debiturnya sehingga pemahaman kedua hal tersebut menjadi
hal yang penting dalam meningkatkan," ujarnya.
Suhaedi menjelaskan, masyarakat juga harus mengetahui usaha dengan baik dan
bank pun semakin percaya dengan usaha tersebut. Dengan demikian, bank tak
ragu lagi dalam memberikan kreditnya.
"Kedepannya kita akan berikan pelatihan langsung ke lapangan. Ini juga dalam
meningkatkan kemampuan mereka," ucap Suhaedi.
14
17. 3.2 Contoh penerapan teori / kasus tentang “Pengaruh budaya terhadap
manajer”
Manajemen ala Toyota
Reputasi Toyota sebagai perusahaan otomotif yang sangat istimewa dalam hal
inovasi terbukti membawa perusahaan ini ke tataran perusahaan yang sangat
“profitable” dan mengatasi sejumlah produsen otomotif dunia lainnya, seperti
General Motor, Ford, DaimlerChrysler, dan Honda.
Keistimewaan Toyota terutama bersandar pada inovasi sebagai salah satu pilar
yang paling kritikal dari keunggulan bersaingnya serta sistem pengembangan
produk maupun filosofi desain yang berorientasi pada kualitas, cost reduction, dan
kemampuan untuk menerobos pasar secara kreatif dan cerdas.
Bahkan, dalam majalah Fortune edisi Februari 2006 dikatakan, Toyota is
becoming a double threat: the world‟s finest manufacturer and a truly great
innovator…that formula, a combination of production prowess and technical
innovation, is unbeatable recipe for success….
Seperti lazimnya perusahaan Jepang pada umumnya, kehadiran Toyota ternyata
tidak semata menjadi mesin uang, tetapi malah lebih daripada itu, Toyota ikut
memberi kontribusi dengan pola pikir lean production, sebuah istilah yang
ditampilkan dalam buku The Machine That Changed The World yang mengubah
paradigma manufaktur mass production dari Ford. Bahkan, belakangan ini
ekspresi yang lebih sering kita dengar tentang kiprah Toyota adalah pernyataan
bahwa “Kami (Toyota) bukan hanya menghasilkan mobil, tetapi talenta yang
berkualitas”. Setiap program pengembangan produk baru, setiap kualitas yang
cacat dalam pabrik, dan setiap aktivitas kaizen merupakan peluang untuk
mengembangkan talenta yang ada dalam perusahaan.
Manajer sekaligus guru
Ketika ditanya tentang apa tantangan yang terbesar sewaktu mengajarkan Toyota
Way kepada para manajer Amerika, mantan Presiden Toyota Motor
15
18. Manufacturing North America Atsushi Niimi mengatakan, “Mereka ingin menjadi
manajer dan bukan guru.” Di Toyota setiap manajer harus menjadi seorang guru.
Mengembangkan manusia-manusia unggul merupakan prioritas nomor satu di
Toyota.
Memang tidak pernah terbayangkan bahwa cikal bakal Toyota yang digagas oleh
seorang sederhana bernama Sakichi Toyoda yang bekerja di daerah pedalaman di
Jepang dan sekarang ini dikenal sebagai Toyota City in Japan justru telah
mengubah secara radikal wajah manufaktur yang selama ini ada. The Toyota
Production System (TPS) menjadi salah satu landasan sangat penting dari
keunggulan bersaing Toyota dan yang membuat Toyota mencetak prestasi yang
konsisten sejak perang dunia ke-2 sampai sekarang ini.
Bahkan, pada tahun 1994- 2007, Toyota mampu menggandakan jumlah model
mobil yang diproduksinya dengan tetap mempertahankan pengeluaran R & D
sekitar 4 persen dari pendapatan. Sebuah prestasi yang telah menjadi bahan kajian
yang tidak habis-habisnya oleh berbagai konsultan mancanegara dan sering kali
dijadikan sebagai business case oleh berbagai perusahaan dari lintas industri.
Tidak terhitung pula perusahaan yang mengopi TPS dengan harapan akan
memperoleh daya saing serupa dengan Toyota.
Kalau ditelusuri, informasi tentang TPS secara luas telah ada sejak 30 tahun lalu,
tetapi tidak satu pun perusahaan yang dapat sempurna menduplikasi keberhasilan
Toyota. Apa rahasianya? Ternyata, penampilan yang luar biasa konsisten dari
kinerja Toyota merupakan hasil dari keunggulan manusia yang ditunjang oleh
sistem yang mumpuni bagi talenta-talenta yang ada dalam perusahaan tersebut.
Adalah pengetahuan dan kapabilitas dari orang yang membedakan satu
perusahaan dari perusahaan lainnya. Tetapi, pertanyaan yang selalu menggelitik
adalah mengapa begitu sulit sekali mengopi Toyota?
Dalam bukunya Building the Bridge as You Walk on It, Robert Quinn
menunjukkan bahwa tidak mungkin menduplikasi keberhasilan dari sebuah
16
19. perusahaan lain hanya semata dengan melakukan imitasi pada tekniknya. Menurut
dia, dalam mendiskusikan teknik, kita sering kali melupakan pentingnya
relasional. Mungkin itu sebabnya banyak management fads yang gagal.
Orang cenderung melakukan imitasi pada teknik, tetapi gagal untuk menjalani dan
menghayatinya dalam suasana seperti halnya yang dilakukan oleh sang penemu.
Teknik memang bernilai, tetapi orang tidak dapat membuat teknik itu berguna
kalau tidak tertantang dan didukung oleh proses pembelajaran sehingga teknik
tersebut menjadi berdaya guna. Dilemanya adalah orang cenderung ingin cepat
mengopi penampilan prima dari Toyota, tetapi mereka tidak mau bekerja keras
untuk mengubah perilakunya dengan mereplikasi budaya dan infrastruktur yang
ada di Toyota.
17
Pengembangan talenta
Dalam buku ini, Profesor Jeffrey K Liker, Direktur The Japan Technology
Management Program, University of Michigan, dan David Meier, Presiden Lean
Associate serta mantan Group Leader Toyota Manufacturing, selama 10 tahun,
keduanya juga merupakan penulis dari buku best seller The Toyota Way,
mengeksplorasi proses utama yang digunakan oleh Toyota sebagai sarana
mengajar dan mengembangkan talenta.
Pengembangan talenta di Toyota semuanya berangkat dari core concepts dan
filosofi yang dibangun dari TPS. Dari 14 prinsip TPS, ada enam prinsip dalam
filosofi Toyota yang berhubungan dengan pengembangan manusia. Keenam
prinsip ini merefleksikan pentingnya people management, seperti setiap keputusan
manajemen harus berdasar pada filosofi jangka panjang sekalipun akan
mengorbankan tujuan finansial jangka pendek.
Standardisasi proses merupakan landasan untuk perbaikan yang
berkesinambungan. Setiap leaders harus memahami sepenuhnya pekerjaan dan
menghayati filosofi serta mampu mengajarkannya pada yang lain. Kembangkan
talenta yang istimewa dan tim yang mengikuti filosofi perusahaan. Jalinlah
20. hubungan dengan pemasok dan selalu memberikan tantangan dan membantu
mereka untuk perbaikan, Serta jadilah organisasi pembelajar melalui refleksi yang
tiada henti dan perbaikan terus- menerus.
Di Toyota, kalau seorang manajer tidak mampu menciptakan suasana belajar,
kinerja kelompoknya akan merosot. Toyota bekerja keras untuk menciptakan
budaya di mana proses belajar mengajar sangat dihargai dan dilihat sebagai kunci
sukses jangka panjang. Kenyataan seperti yang biasa kita lihat, manakala talenta
tak dikembangkan dengan memadai, maka keseluruhan sistem akan menjadi
pincang.
Melalui buku ini, kedua penulis mempunyai intensi untuk mengeksplorasi
hubungan antara upaya Toyota yang tidak kenal lelah dalam pengembangan
manusia dan hasil yang dicapainya. Rahasia kesuksesan Toyota terletak pada
kenyataan bahwa Toyota hanya merekrut talenta yang terbaik.
Mungkin ada yang memperdebatkan apakah seseorang dilahirkan dengan talenta
tertentu atau apakah talenta itu dibentuk? Pendirian Toyota jelas, berikanlah pada
kami bibit talenta yang ada, kami akan menanamnya, memberikan pupuk, air, dan
memelihara serta merawatnya, dan pada waktunya akan memanen buah-buah dari
pekerja kami.
Analogi ini lazim di dalam Toyota karena kalau kita melihat ke belakang pendiri
perusahaan ini berasal dari komunitas petani. Analogi ini juga mengajarkan pada
kita bahwa sekalipun seorang petani yang cerdas memilih bibit yang baik, bibit itu
tidak dengan sendiri akan tumbuh dengan baik kalau tidak ada upaya dan kerja
keras untuk merawatnya.
Dan kunci sukses Toyota di sini adalah mengembangkan dan merawat talenta-talenta
yang ada dalam sebuah atmosfer kerja yang menghargai proses belajar
mengajar. Inilah learning point yang bisa kita ambil dari buku yang sangat
inspirasional ini.
18
21. 1.3 Contoh penerapan teori / kasus tentang “Isu budaya saat ini di
19
lingkungan manajer”
Apple, Perusahaan yang Sangat Merahasiakan Kegiatan
Apple merupakan salah satu perusahaan yang bisa dibilang sangat merahasiakan
setiap kegiatan yang ia lakukan. Kini, „secercah cahaya‟ mengenai perusahaan ini
terkuak. Ingin tahu?
Markas besar dengan pegawai kurang lebih 12 ribu ini terletak dekat dengan
jantung Silicon Valley. Markas futuristik perusahaan ini nantinya berbentuk
cakram dengan pembangkit listrik sendiri yang memuat warisan abadi Steve Jobs,
desain apik dengan inti sangat efisien.
Selama bertahun-tahun, perusahaan ini berhasil menarik minat ahli teknologi
untuk bergabung dengan perusahaan yang berbasis di Cupertino, Amerika Serikat
(AS) ini dengan harapan mampu menguak sedikit rahasia dari perusahaan yang
sangat-rahasia ini.
Hanya sedikit orang berhasil masuk ke dalam gedung utama Apple. Sekerumunan
penjaga keamanan menyapa mereka yang memasuki gedung ini kemudian
mengawal mereka kembali ke trotoar dan terkadang mengarahkan mereka ke arah
toko di kampus tempat orang bisa membeli kaus berlogo Apple.
Namun, sebuah buku baru yang dirilis di Inggris pekan ini akhirnya memberikan
wawasan non partisan ke dalam kehidupan perusahaan ini sebagai karyawan
Apple dan itu tak seperti yang diharapkan kebanyakan orang.
Menurut Inside Apple, Apple merupakan kantor yang tak memiliki jendela,
sebuah gedung yang menonjolkan ego dan etos ketakutan dengan nada
„pemujaan‟. “Apple tak membicarakan Apple. Apple membicarakan produk
Apple,” kata penulis buku tersebut sekaligus editor majalah Fortune Adam
Lashinsky.
22. Mungkin, untuk alasan yang baik, ilusi mengenai pegawai dengan jiwa bebas
sedang duduk-duduk di kursi berbentuk kacang yang sedang bermain gadget
terbaru sebelum mereka makan siang gratis akan hancur begitu saja.
Sebaliknya, aturan CEO diktator bertangan menyilang bisa ditemui, kata
Lashinsky. Karyawan yang ada tak mengajukan pertanyaan dan mereka
meninggalkan ego mereka begitu saja. Hanya ada satu orang yang diizinkan
memiliki ego publik dan itu adalah Steve Jobs, katanya.
“Apple merupakan tempat keras untuk kerja. Perusahaan ini memiliki lingkungan
kerja yang sangat menuntut. Kantor ini bukan tempat yang menyenangkan seperti
Google,” kata Lashinsky.
Apple bukan tempat yang sangat bahagia namun kantor ini melahirkan orang yang
bisa bertahan di lingkungan seperti itu, lanjutnya lagi. Karyawan Apple seperti
potongan puzzle dan hanya satu orang mengetahui cara menyatukan dengan
potongan-potongan itu, yakni seorang CEO yang diperankan Steve Jobs hingga
diserahkan pada Tim Cook tahun lalu.
Di tengah kabel, nodul dan desain papan sirkuit, Apple adalah perusahaan yang
sangat rahasia, bahkan pekerjanya sendiri tak mengetahui apa yang mereka
ciptakan, katanya. Ruang tak berjendela menjadi satu-satunya tempat di mana
iPad atau iPhone baru didiskusikan, dan bahkan senior wakil presiden hanya bisa
masuk ruang itu untuk mendiskusikan bagiannya saja sebelum diminta pergi,
katanya.
Informasi ketat dibatasi pada 100 orang yang dipilih langsung Steve Jobs. Saat
membahas hari peluncuran produk, karyawan Apple berkumpul di sekitar televisi
di kantin untuk mencari tahu produk baru itu. Mereka akan sama terkejutnya
seperti orang lain, kata Lashinsky.
Kerahasiaan berakar di tiap karyawan, kata Lashinsky. Siapa pun yang tertangkap
mengungkapkan rahasia Apple baik disengaja atau tidak akan ditangani dengan
cepat, PHK dari perusahaan.
20
23. Dalam buku itu, seorang karyawan ingat bagaimana ia mendapat mimpi buruk
atas ancaman yang dibuat untuk karyawan mengenai pelanggaran kerahasiaan.
“Jobs akan berkata, „Apa pun yang bocor dari pertemuan ini, tak hanya PHK
menanti juga penuntutan penuh yang bisa dilakukan pengacara kami‟. Anda harus
berhati-hati,” kata karyawan itu pada Lashinsky.
Bahkan, anggota staf yang telah keluar dari perusahaan ini terus mengalami
ketakutan akan pembalasan, kata Lashinsky. “Kebrutalan Jobs terkait bawahannya
mengesahkan kekerasan, intimidasi, dan tuntutan budaya di Apple. Di bawah
Jobs, budaya ketakutan dan intimidasi berakar di seluruh perusahaan,” kata
Lashinsky lagi.
Bagi perusahaan yang sangat dihormati atas inovasinya membuat perlakuan kejam
Apple pada karyawannya menjadi bagian rumus kesuksesan, papar Lashinsky.
“Ini menciptakan etos setia antar staf untuk melindungi produk,” katanya.
Tim Cook pernah berkata, “Ini merupakan bagian keajaiban Apple dan saya tak
ingin orang lain mengetahui keajaiban kami karena saya tak ingin ada yang
menyalin karya kami.” Terbukti, pekan ini Apple dinobatkan menjadi perusahaan
paling berharga di dunia dengan nilai US$415 miliar (Rp3,72 kuantiliun atau
Rp3.720 triliun).
21
24. DAFTAR PUSTAKA
Robbins, Stephen P & Mary Coulter. 2010. Manajemen Edisi-10. Jilid 1. Edisi
Bahasa Indonesia. PT Indeks, Jakarta.
Antariksa, Yodhia. 2008. “IBM Way dan Total Values“. http://strategimanajemen.net
/2008/01/07/ibm-way-toyota-values-dan-google-culture/
Goni, Roy. 2007. “Manajemen Ala Toyota”. http://iswekon.wordpress.com/2009/
02/05/manajemen-ala-toyota/
Neke, Defrianto. 2012. “40 Peserta Karyawan BPR Ikuti Pelatihan”. http://manado.
tribunnews.com/2012/07/26/40-peserta-karyawan-bpr-ikuti-pelatihan
Nugroho, Galih Purwo. 2009. “Budaya Organisasi”. http://www.scribd.com/doc/
24369362/Budaya-Organisasi
Putri, Rinella. 2010. “Menciptakan Budaya Inovasi”. http://www.managementfile.
com/journal.php?id=187&sub=journal&page=strategic&awal=0