SlideShare a Scribd company logo
1 of 39
Download to read offline
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
Budidaya Rumput Laut
Kultur Jaringan di
Konawe Selatan
Cultivation of Micropropagated
Village Tinanggea Sub
Diajukan Sebag
FAKULTAS
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil
di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea
Sulawesi Tenggara Indonesia (Monitoring Tahun Kedua)
ropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty)
Village Tinanggea Sub-District, South Konawe Regency, SE Sulawesi
(Monitoring of The Second Year)
Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
OLEH :
CITRA UTAMI
I1A2 15 012
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
) Menggunakan Bibit Hasil
Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten
(Monitoring Tahun Kedua)
(Doty) in Bungin Permai
SE Sulawesi, Indonesia
ada Mata Kuliah
AN ILMU KELAUTAN
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan atas ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta'ala,
karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Laporan Lengkap Praktek Kerja Lapang (PKL)
Manajemen Akuakultur Laut berjudul “Budidaya Rumput Laut Kappaphycus
alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai
Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Indonesia
(Monitoring Tahun Kedua)”.
Laporan PKL ini disusun sebagai pelengkap PKL yang telah dilaksanakan
kurang lebih 3 (tiga) bulan sejak April-Juni 2018 di perairan Desa Bungin Permai,
Sulawesi Tenggara. Dengan selesainya laporan PKL ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang telah memberikan masukan kepada penulis. Untuk itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc, selaku
Koordinator Dosen Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut yang telah
membimbing dengan penuh keikhlasan, mulai dari penyusunan laporan hingga
pembuatan dan pemostingan laporan PKL di blog dan slideshare. Ucapan terima
kasih pula penulis sampaikan kepada kakak Armin, S.Pi, selaku Asisten yang telah
membimbing kami selama PKL.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan dari berbagai pihak.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa melimpahkan rahmat serta
petunjuk kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis sehingga laporan
ini dapat terselesaikan, amiin.
Kendari, Juli 2018
Penulis
iii
Citra Utami, dilahirkan di Kendari
dari pasangan H. Aminuddin dan Hj. Satira,
ketiga dari empat bers
dasar p
tahun
SMP Negeri 2 Kendari
penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri
pada tahun 2015. Tahun 20
mahasiswi Universitas Halu
Kelautan, Jurusan Budidaya Perairan.
menjadi pengurus lembaga H
Penulis juga pernah meraih juara kedua lomba pembenihan yang diadakan HMJ
Jurusan Budidaya Perairan
junior PKL Manajemen Akuakultur Laut pada tahun
merupakan karya tulis ketiga setelah karya kedua
ilmiah yang berjudul
Gambaran Budidaya dan Lingkungan
alvarezii-an Overview on Farming and Environment)
dan Levine I.A, dan d
10.1007/s10811-010-
Sumber yang Menjanjikan
Promising Source for Sustainable Development)
dan Arulbalachanran, dan d
Enviromental Sustainability, DOI 10.1007/978
RIWAYAT HIDUP
Citra Utami, dilahirkan di Kendari, pada tanggal 26 Juni 1997
dari pasangan H. Aminuddin dan Hj. Satira,
ketiga dari empat bersaudara. Penulis mengenyam pendidikan
dasar pada tahun 2003 di SD Negeri 1 Kendari
tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan di
SMP Negeri 2 Kendari dan lulus pada tahun
penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 9 Kendari
. Tahun 2015 melalui jalur SNMPTN penulis diterima sebagai
Universitas Halu Oleo Kendari pada Fakultas Perikanan
Kelautan, Jurusan Budidaya Perairan. Pada periode tahun 2015-2018
menjadi pengurus lembaga Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ)
Penulis juga pernah meraih juara kedua lomba pembenihan yang diadakan HMJ
Jurusan Budidaya Perairan pada tahun 2017. Penulis juga pernah menjadi asisten
junior PKL Manajemen Akuakultur Laut pada tahun 2018. Laporan PKL
merupakan karya tulis ketiga setelah karya kedua berupa terjemahan
ilmiah yang berjudul “Rumput Laut Merah Komersial Kappaphycus alvarezii
Gambaran Budidaya dan Lingkungan” (The Commercial Red Seaweed
view on Farming and Environment), yang ditulis oleh Bindu, M.S
dan Levine I.A, dan diterbitkan pada tahun 2011 di Jurnal Appl Phycol.
-9570-2.23:789-796. dan terjemahan berjudul
Sumber yang Menjanjikan untuk Pembangunan Berkelanjutan
rce for Sustainable Development), yang ditulis o
dan Arulbalachanran, dan diterbitkan pada tahun 2015 yang dimuat dalam buku
Enviromental Sustainability, DOI 10.1007/978-81-322-2056-5_4.
iv
pada tanggal 26 Juni 1997
dari pasangan H. Aminuddin dan Hj. Satira, merupakan anak
audara. Penulis mengenyam pendidikan
1 Kendari dan lulus pada
jutkan pendidikan di
dan lulus pada tahun 2013. Kemudian
9 Kendari dan lulus
nulis diterima sebagai
leo Kendari pada Fakultas Perikanan dan Ilmu
2018 penulis pernah
(HMJ) Budidaya Perairan.
Penulis juga pernah meraih juara kedua lomba pembenihan yang diadakan HMJ
Penulis juga pernah menjadi asisten
Laporan PKL-MAL ini
berupa terjemahan dari publikasi
Kappaphycus alvarezii -
The Commercial Red Seaweed Kappaphycus
, yang ditulis oleh Bindu, M.S
Appl Phycol. DOI
dan terjemahan berjudul “Rumput Laut:
untuk Pembangunan Berkelanjutan” (Seaweed: A
yang ditulis oleh Nedumaran, T
yang dimuat dalam buku
5_4. ©Springer lndia.
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil
Kultur Jaringan Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten
Konawe Selatan Sulawesi Tenggara Indonesia (Monitoring Tahun Kedua)
ABSTRAK
Rumput laut merupakan salah satu potensi sumberdaya perairan Laut yang
memiliki keunggulan dan dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan obat-obatan.
Rumput laut (Kappaphycus alvarezii) merupakan rumput laut yang mempunyai
potensi penting untuk budidaya komersil. Budidaya rumput laut ini menggunakan
bibit hasil kultur jaringan yang dihasilkan dari laboratorium. Praktek Kerja Lapang
(PKL) Manajemen Akuakultur Laut ini dilaksanakan di Desa Bungin Permai pada
bulan April – Juni 2018. PKL ini dimulai dari tahap asistensi, tahap persiapan, tahap
uji lapangan, monitoring, panen, pasca panen dan pemasaran. Laju Pertumbuhan
Harian (LPH) K. alvarezii yang diperoleh selama praktek yaitu 5,8±0,40%/hari.
Parameter kualitas air yaitu suhu berkisar 29-31 0
C dan salinitas berkisar 26-29 ppt
di perairan Bungin Permai. Hama dan penyakit yang ditemukan selama monitoring
yaitu epifit (Sargassum polycystum), ikan Baronang (Siganus sp.) dan penyakit
Ice-ice. Harga pasar rumput laut K. alvarezii yang telah kering yaitu Rp. 18.000/kg.
Kata Kunci : K. alvarezii, Kultur Jaringan, Laju Pertumbuhan Harian.
v
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) in Bungin Permai
Village Tinanggea Sub-District, South Konawe Regency, SE Sulawesi, Indonesia
(Monitoring of The Second Year)
ABSTRACK
Seaweed was one of the potential marine resources that have advantages and used as
food and medicines. Kappaphycus alvarezii was a seaweed that has important
potential for commercial cultivation. Cultivation of this seaweed used the seeds from
micropropagated produced by laboratory. The field work practices (FWP)
management of marine culture was conducted in the village Bungin Permai in
April-June 2018. This FWP started from the stage of assistance, preparation phase,
field test phase, monitoring, harvest, post-harvest and marketing. The Daily Growth
Rate (DGR) of K. alvarezii obtained during practice was 5.8±0,40%/day. Water
quality parameters i.e temperature range 29-31o
C and salinity ranges from 26-29 ppt
in Bungin Permai. Pests and diseases found in epiphytes (Sargassum polycystum),
Rabbitfish (Siganus sp.), and Ice-ice diseases. The market price of seaweed
(K. alvarezii) was Rp. 18.000/kg.
Keywords : K. alvarezii, Micropropagated, Daily Growth Rate.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………...................... . i
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………. ...... ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………… .............. iii
RIWAYAT HIDUP………………………………………………………................ iv
ABSTRAK....…………………………………………………………….............. . v
ABSTRACK....................................................................................... ........ ............ vi
DAFTAR ISI……………………………………………………………..... ....... . . vii
DAFTAR TABEL....................................................................................... ............ viii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………… .. .............. ix
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang.................................................................................. .. 1
1.2.Rumusan Masalah............................................................................. .. 2
1.3.Tujuan dan Manfaat.......................................................................... .. 3
BAB II. METODE PRAKTIKUM
2.1.Waktu dan Tempat............................................................................ ... 5
2.2.Prosedur Kerja.................................................................................. ... 5
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
A. Laju Pertumbuhan Harian (LPH).................................................... ... 18
B. Parameter Kualitas Air.................................................................... ... 18
C. Hama dan Penyakit Rumput Laut ................................................... 18
D. Pasca Panen..................................................................................... ... 19
E. Pemasaran....................................................................................... ... 20
3.2. Pembahasan
A. LPH (Laju Pertumbuhan Harian)................................................... .... 20
B. Parameter Kualitas Air.................................................................... ... 22
C. Hama dan Penyakit Rumput Laut ..................................................... 22
D. Pasca Panen....................................................................................... 24
E. Pemasaran........................................................................................ ... 26
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................... ... 27
B. Saran................................................................................................ ... 27
DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya pada Tahap Persiapan................ 5
2 Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya pada Tahap Uji Lapangan ......... 9
3 Hama dan Penyakit Rumput Laut............................................................ 17
4 Parameter Kualitas Air yang Diukur Selama PKL.................................. 17
5 LPH Rumput Laut K. alvarezii Hasil Kultur Jaringan............................. 18
6 Parameter Kualitas Air............................................................................. 18
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Pengenalan Alat dan Bahan Pembuatan Tali Simpul….......................... 6
2 Pembagian Tali PE Nomor 8 dan Nomor 4............................................. 6
3 Pembuatan Tali Simpul............................................................................ 6
4 Membakar Ujung Tali Simpul................................................................. 7
5 Jarak Tali Simpul..................................................................................... 7
6 Membuat Tali Ris.................................................................................... 7
7 Lokasi Uji Lapangan............................................................................... 8
8 Profil Desa Bungin Permai....................................................................... 8
9 Desa Bungin Permai................................................................................. 9
10 K. alvarezii Hasil Kultur Jaringan............................................................. 10
11 Penimbangan Bibit Rumput Laut.............................................................. 10
12 Pengikatan Bibit Rumput Laut.................................................................. 11
13 Tali Rumput Laut Siap Ditanam............................................................... 11
14 Lokasi Budidaya Rumput Laut................................................................. 11
15 Proses Monitoring..................................................................................... 12
16 Penyakit Ice-ice......................................................................................... 13
17 Epifit (S. polycystum) yang Ditemukan..................................................... 13
18 Kondisi Tali Rumput Laut........................................................................ 14
19 Proses Pemanenan..................................................................................... 14
20 Penimbangan Berat Basah......................................................................... 15
21 Proses Penjemuran.................................................................................... 15
22 Penimbangan Rumput Laut Kering........................................................... 16
23 Penimbangan Tali Rumput Laut................................................................ 16
24 Proses Monitoring Selama Pemeliharaan.................................................. 19
25 Rumput Laut Kering.................................................................................. 20
ix
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Budidaya rumput laut berkembang pesat sejak tahun 2000 karena
meningkatnya aplikasi karagenan, terutama dalam industri pengolahan makanan
(Bixler dan Porse, 2011). Kappaphycus alvarezii (Doty) adalah spesies rumput laut
kelas Rhodophyceae (rumput laut merah) (Fadilah et al., 2016). K. alvarezii adalah
spesies rumput laut sebagai salah satu sumber terpenting karagenan, sumber
makanan untuk manusia. Ini mengandung beberapa elemen mineral seperti Ca, K,
Mg, Na, Cu, Fe, dan Mn. Kemampuannya untuk memproduksi carrageenan telah
digunakan dalam makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri
lainnya. Kemudian ini menunjukkan bahwa rumput laut K. alvarezii adalah
komoditas ekonomi yang memiliki nilai komersial (Irfan, 2015). Indonesia masih
mengimpor 70% bahan baku untuk industri pengolahan rumput laut, yang berarti
bahwa industri pengolahan rumput laut di negara ini masih perlu dikembangkan
(Kementerian Perdagangan dan Industri, 2012).
Sulawesi Tenggara (Sultra) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang
memiliki potensi untuk pengembangan budidaya rumput laut karena wilayah lautnya
± 114 879 km2
, dengan garis pantai 1.740 km (DKP-Sultra, 2014). Kawasan laut ini
berpotensi untuk budidaya rumput laut dengan potensi besar untuk dikembangkan di
semua kabupaten / kota di Sultra dan karena kemudahan untuk membudidayakan
rumput laut dengan input teknologi rendah dan biaya produksi rendah. Salah satu
spesies rumput laut yang saat ini dikembangkan di Sultra adalah K. alvarezii
(Aslan et al., 2015; Bank Indonesia, 2015).
Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) memiliki sekitar 9.368 km2
area laut
dan 388,5 km garis pantai membentang di sepanjang pantai Hukaea di kecamatan
Tinanggea, Palangga, Laeya, Lainea, Kolono, Laonti, dan Moramo, hingga
perbatasan kota Kendari (DKP Konsel, 2012). Potensi pengembangan komoditas
rumput laut di kabupaten Konsel sangat besar. Pada tahun 2013, area yang digunakan
untuk budidaya rumput laut di Konsel mencapai 2.230 ha dengan produksi 105.072
ton, yang menempati peringkat ketiga di Sultra setelah kabupaten Muna, dengan
12518.60 hektar lahan dan 182.199,68 ton volume produksi, dan kabupaten Kolaka
dengan 4.129 hektar dan total produksi 256.920 ton. Pengembangan budidaya
rumput laut yang luas di Konsel juga tercermin volume produksi dan area budidaya
yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005, total area budidaya
adalah 3,8 ha, menghasilkan 6,9 ton rumput laut, sementara pada tahun 2013 area ini
meningkat menjadi 2.230 ha dengan total produksi 105.072 ton (Nuryadi dkk., 2017).
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan budidaya rumput laut (K. alvarezii)
adalah pemilihan lokasi yang tepat dengan melihat kondisi perairan yang sesuai
dengan metode budidaya yang akan digunakan. Berdasarkan uraian di atas maka
perlu dilaksanakan PKL mengenai budidaya rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur
jaringan dengan metode longline.
1.2. Rumusan Masalah
Salah satu kendala dalam pengembangan budidaya rumput laut adalah
keterbatasan benih yang berkualitas. Masalah yang sering muncul pada budidaya
rumput laut yaitu serangan hama dan penyakit. Penyakit infeksi ice-ice muncul saat
pemeliharaan rumput laut, yang sering dikaitkan dengan perubahan salinitas atau
suhu yang tinggi (Ateweberhan et al., 2014).
Permasalahan yang sering timbul pada usaha budidaya rumput laut yaitu
adanya serangan penyakit ice-ice. Gejala penyakit ice-ice umumnya ditandai dengan
perubahan warna menjadi putih bening atau transparan pada thallus (Hamzah &
Sofyan, 2013). Oleh karena itu, produksi bibit dari hasil kultur jaringan bisa menjadi
alternatif untuk mengatasi kendala tersebut dengan melakukan monitoring
(Ahadi, 2011).
Budidaya rumput laut K. alvarezii menggunakan hasil kultur jaringan di Desa
Bungin Permai pada bulan April - Juni selama 35 hari pemeliharaan sudah pernah
digunakan sebelumnya pada tahun 2017 oleh Rama et al. (2018). Hasil penelitian
tersebut diperoleh Laju Pertumbuhan Harian (LPH) 4,6±0,66%/hari dengan suhu
berkisar 28-29o
C dan salinitas berkisar 30-31 ppt. Selama proses budidaya terdapat
hama yang menyerang rumput laut yaitu epifit (Sargassum polycystum), Hypnea
musciformis, dan penyakit ice-ice yang menyerang pada bagian thallus. Namun,
kegiatan PKL-MAL 2018 ini dapat dijadikan sebagai bahan pembanding di uji
2
penanaman tahun ke II dengan memanfaatkan bibit rumput laut (K. alvarezii) hasil
kultur jaringan.
Salah satu solusi untuk menghasilkan bibit rumput laut berkualitas tinggi
adalah melalui kultur jaringan. Beberapa manfaat menggunakan bibit kultur jaringan
adalah ketersediaan dan pasokan yang konstan sehingga pengadaan dapat dilakukan
setiap saat dan tingkat pertumbuhannya lebih tinggi daripada bibit alami atau
vegetatif. Oleh karena itu, penggunaan bibit rumput laut hasil kultur jaringan dapat
menjadi alternatif untuk mendapatkan ketersediaan bibit rumput laut yang berkualitas
baik (Rama et al., 2018).
Rumput laut yang dihasilkan melalui teknik kultur jaringan ini
mempunyai kelebihan dan keunggulan untuk dibudidayakan di perairan yang keruh
dan tetap hidup pada salinitas rendah serta tahan terhadap curah hujan yang
tinggi. Dengan keunggulan yang dimiliki rumput laut kultur jaringan ini, kendala
yang selama ini dihadapi dalam berbudidaya rumput laut seperti kendala lokasi,
salinitas, dan curah hujan, dapat diatasi sehingga mampu mendorong peningkatan
produksi rumput laut nasional khususnya jenis K. alvarezii. Selain itu,
pertumbuhan rumput laut hasil kultur jaringan ini juga lebih cepat dibandingkan
dengan rumput laut alami (Basiro dkk., 2016). Sehingga bibit hasil kultur jaringan
memiliki potensi yang lebih besar dalam meningkatkan produksi rumput laut.
1.3. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktek kerja lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut (MAL)
yaitu untuk mengetahui teknik budidaya rumput laut K. alvarezii hasil bibit kultur
jaringan dengan menggunakan metode longline, mulai dari pengikatan bibit,
pemanenan, pasca panen, pemasaran, dan untuk mengetahui laju pertumbuhan harian
K. alvarezii.
Kegunaan dilakukannya PKL-MAL yaitu agar mahasiswa dapat menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai teknik budidaya rumput laut K. alvarezii
hasil bibit kultur jaringan dengan menggunakan metode longline, mulai dari
pembuatan tali menggunakan bantuan alat pintar, penimbangan bibit rumput laut,
mengikat bibit rumput laut, penanaman di lokasi, monitoring rumput laut selama
3
pemeliharaan, dan penanganan saat panen dan pasca panen, serta dapat mengetahui
laju pertumbuhan harian K. alvarezii.
Kegiatan PKL-MAL ini diharapkan menjadi data dan bahan pembanding
dengan kegiatan PKL-MAL yang pernah dilakukan pada tahun 2017 yang lalu, serta
menjadi gambaran masalah bagi semua pihak terkait (stakeholders).
4
II. METODE
2.1.Waktu dan Tempat
Praktek kerja lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut dilaksanakan pada
bulan April - Juni 2018, praktikum ini terbagi tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap
persiapan yang dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Halu Oleo, Kendari. Tahap kedua adalah tahap uji lapangan dan pemanenan yang
dilakukan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe
Selatan, Sulawesi Tenggara. Tahap ketiga adalah pemasaran yang dilakukan di
pengepul (rumput laut) yang berlokasi di Kendari, Sulawesi Tenggara.
2.2. Prosedur Praktikum
Prosedur kerja yang dilakukan terbagi tiga yaitu tahap persiapan, tahap uji
lapangan dan tahap pemasaran, dapat dilihat sebagai berikut :
2.2.1. Tahap Persiapan
Hal yang dilakukan ditahap persiapan bulan April 2018 yaitu, mengikuti
asistensi praktikum mengenai kegiatan yang akan dilakukan, meliputi penentuan
lokasi praktikum, metode penanaman rumput laut dan pengenalan alat pemintal tali
rumput laut (pintar). Alat dan bahan yang digunakan pada tahap persiapan ini dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya.
No Alat dan Bahan Kegunaan
1 Alat
- Penggaris
- Meteran
Mengukur panjang tali
Mengukur panjang tali
- Gunting/Cutter Memotong tali
- Alat Pintar Mambantu memintal tali
2
- Korek Api
Bahan
Membakar lilin
- Tali PE
- Lilin
Tali utama metode longline
Membakar tali simpul
Adapun prosedur kerja pada tahap persiapan dalam praktikum ini dapat
dilihat sebagai berikut.
1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pembuatan tali
longline rumput laut, yang meliputi tali PE nomor 4 dan nomor 8, cutter, lilin,
korek api dan alat pemintal tali rumput laut (pintar) (Gambar 1).
Gambar 1. Pengenalan alat dan bahan pembuatan tali simpul. A) Tali PE nomor
4 & 8; B) cutter, lilin; C) Alat Pintar (Pemintal tali rumput laut).
2. Pembagian tali PE nomor 8 dengan panjang 21 m, yang merupakan tali
bentangan rumput laut dengan metode longline. Sedangkan tali simpul digunakan
tali PE nomor 4 (Gambar 2).
Gambar 2. Pembagian tali PE nomor 8 dan nomor 4.
3. Membuat tali simpul dengan panjang maksimal 15 cm menggunakan alat pintar.
Penggunaan alat pintar ini bertujuan untuk mempermudah mengerjakan tali
(Gambar 3).
Gambar 3. Pembuatan tali simpul.
A B C
6
4. Membakar ujung tali simpul menggunakan lilin yang menyala, ini bertujuan agar
tidak terdapatnya serabut yang dapat mengakibatkan adanya tumbuhan lain
(epifit) yang menempel dan mengganggu pertumbuhan rumput laut (Gambar 4).
Gambar 4. Membakar ujung tali simpul
menggunakan lilin
5. Tali PE nomor 8 dengan panjang 21 m, yang digunakan untuk pemeliharaan
rumput laut dengan metode longline. Sedangkan tali simpul digunakan tali PE
nomor 4 dengan jarak 10 cm dari simpul satu dengan simpul yang lain
(Gambar 5).
Gambar 5. Jarak tali simpul
6. Membuat tali ris harus diperhatikan terikat atau tersimpul dengan baik dan benar
agar bibit rumput laut tidak lepas ketika ditanam (Gambar 6).
Gambar 6. Pembuatan tali ris
10 cm
7
2.2.2. Uji Lapangan
Hal yang dilakukan ditahap uji lapangan pada bulan April 2018 meliputi,
persiapan tali yang telah dibuat, pengikatan bibit rumput laut, pengikatan pelampung
dan label nama pada tali, serta penanaman di lokasi yang telah ditentukan. Secara
geografis kabupaten Konawe Selatan terletak di bagian selatan khatulistiwa, antara
4°29'24.03" Lintang Selatan dan 122°13'26.60" Bujur Timur. Kabupaten Konawe
dan Kota Kendari di sebelah Utara, kabupaten Muna dan Kabupaten Bombana di
sebelah Selatan, Kabupaten Kolaka di sebelah Barat dan di bagian Timur berbatasan
dengan laut banda dan laut Maluku (Gambar 7).
Gambar 7. Lokasi Uji Lapangan
Desa Bungin Permai adalah salah satu daerah pesisir yang terluar dari
wilayah Tinanggea kabupaten Konawe Selatan yang memiliki luas wilayah sekitar
5 x 15 m2
, dengan jumlah penduduk sebesar 1.228 jiwa dan 272 kepala keluarga.
Jumlah laki-laki 626 jiwa dan jumlah perempuan 602 jiwa (Gambar 8).
Gambar 8. Desa Bungin Permai. A) Kondisi pemukiman penduduk; B) Kondisi
di sekitar pemukiman penduduk
8
A B
Mayoritas penduduk desa Bungin Permai yaitu masyarakat suku Bajo yang
bekerja sebagai petani rumput laut. Budidaya rumput laut dimulai tahun 2003 oleh
delapan keluarga saat ini 95% dari 272 KK merupakan pembudidaya rumput laut
(Gambar 9).
Gambar 9. Desa Bungin Permai
Alat dan bahan yang digunakan pada tahap uji lapangan ini dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya.
No Alat dan Bahan Kegunaan
1 Alat
- Cutter Memotong tali dan bibit rumput laut
- Tali ris Tali utama metode longline
- Kamera Dokumentasi
- Timbangan digital
- Thermometer
- Hand Refraktometer
Menimbang bibit rumput laut
Mengukur suhu
Mengukur salinitas
- Botol aqua 600 ml Pelampung
- Pelampung besar Membantu tali PE yang berisi bibit
rumput laut bisa mengapung
- Tali induk (50x60 m) Tempat mengikat tali PE
- Perahu Mempermudah menuju lokasi
budidaya
- Label nama Memberi tanda
- Spidol permanent Menulis nama pada label
2 Bahan
- Bibit rumput laut
(K. alvarezii) hasil kultur
jaringan
Objek budidaya
9
Adapun prosedur kerja pada tahap penanaman dalam praktikum ini dapat
dilihat sebagai berikut.
1. Memilih bibit rumput laut yang telah disiapkan. Bibit rumput laut yang
digunakan yaitu jenis K. alvarezii hasil kultur jaringan (Gambar 10).
Gambar 10. K. alvarezii hasil kultur jaringan
2. Menimbang bibit rumput laut dengan berat 10 g, untuk mendapatkan ukuran bibit
digunakan cutter untuk memotong (Gambar 11).
Gambar 11. Penimbangan bibit rumput laut
3. Mengikat bibit rumput laut dengan berat 10 g pada tali simpul, kemudian
mengikat tanda pengenal pada simpul yang paling ujung (Gambar 12). Selama
pengikatan, bibit rumput laut disiram menggunakan air laut agar bibit rumput laut
tidak mati.
1 cm
10
Gambar 12. Pengikatan bibit rumput laut
4. Mengikat botol Aqua ukuran 600 ml pada ujung kiri, kanan dan pertengahan tali
ris, ini bertujuan agar tali longline tidak tenggelam (Gambar 13).
Gambar 13. Tali rumput laut siap ditanam
5. Penanaman rumput laut pada lokasi yang telah ditentukan.
Tali rumput laut yang telah digulung rapi, kemudian di bawa ke laut untuk
ditanam dengan metode longline. Saat menuju lokasi penanaman bibit rumput laut
menggunakan perahu, membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai ke lokasi
penanaman. Sebagian praktikan turun dan membentangkan tali rumput laut, untuk
sampai pada pelampung besar tali rumput laut diikat satu sama lain. Tali induk yang
digunakan berdiameter 50 x 60 m dan pelampung besar yang digunakan sebanyak 24
pelampung (Gambar 14).
Gambar 14. Lokasi budidaya rumput laut
11
2.2.3. Monitoring
Selama masa pemeliharaan rumput laut (
dilakukannya monitoring yang bertujuan untuk mengontrol pertumbuhan dari rumput
laut tersebut dengan mengukur suhu dan salinitas
pada saat monitoring, (Gambar 15 A)
dan (Gambar 15 B) alat
Monitoring dilakukan dua kali seminggu yaitu hari Kamis dan hari Minggu.
kegiatan Monitoring rumput laut dilakukan
Gambar 15
A. Monitoring Pertama
Minggu pertama monitoring yang
saat pembersihan ditemukan tumbuhan penempel (e
diambil dan dikumpulkan di perahu, agar tidak mengganggu pertum
rumput laut tersebut.
rumput laut. Penyakit ini biasanya disebut
pertumbuhan dari rumput laut sehingga harus dilakukan pemotonga
Selama masa pemeliharaan rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan
dilakukannya monitoring yang bertujuan untuk mengontrol pertumbuhan dari rumput
dengan mengukur suhu dan salinitas (Gambar 15). Alat yang digunakan
pada saat monitoring, (Gambar 15 A) alat untuk mengukur suhu yaitu T
dan (Gambar 15 B) alat untuk mengukur salinitas yaitu Hand R
Monitoring dilakukan dua kali seminggu yaitu hari Kamis dan hari Minggu.
giatan Monitoring rumput laut dilakukan sebagai berikut.
Gambar 15. Proses monitoring. A) Pengukuran suhu
menggunakan Thermometer; B) Pengukur
salinitas menggunakan Hand Refraktometer
Monitoring Pertama (26/04/2018)
Minggu pertama monitoring yang dilakukan setelah penanaman
n ditemukan tumbuhan penempel (epifit) pada rumput laut. Epifit ini
diambil dan dikumpulkan di perahu, agar tidak mengganggu pertum
rumput laut tersebut. Selain itu, terlihat adanya bercak-bercak putih pada
yakit ini biasanya disebut ice-ice yang dapat men
pertumbuhan dari rumput laut sehingga harus dilakukan pemotonga
A
) hasil kultur jaringan
dilakukannya monitoring yang bertujuan untuk mengontrol pertumbuhan dari rumput
Alat yang digunakan
alat untuk mengukur suhu yaitu Thermometer
untuk mengukur salinitas yaitu Hand Refraktometer.
Monitoring dilakukan dua kali seminggu yaitu hari Kamis dan hari Minggu. Tahapan
. A) Pengukuran suhu
ermometer; B) Pengukuran
salinitas menggunakan Hand Refraktometer
dilakukan setelah penanaman bibit, pada
ada rumput laut. Epifit ini
diambil dan dikumpulkan di perahu, agar tidak mengganggu pertumbuhan dari
bercak putih pada beberapa
yang dapat mengganggu
pertumbuhan dari rumput laut sehingga harus dilakukan pemotongan menggunakan
B
12
gunting pada bagian thallus yang terkena ice-ice (Gambar 16). Pembersihan
dilakukan dengan pengambilan epifit atau dengan menggoyang-goyangkan
bentangan talinya. Suhu air pada monitoring pertama 300
C dan salinitas 26 ppt.
Gambar 16. Penyakit ice-ice (Tanda panah)
B. Monitoring Kedua (29/04/2018)
Pada monitoring rumput laut (K. alvarezii) tahap kedua, ditemukan adanya
epifit (S. polycystum) yang menempel pada tali atau thallus rumput laut dengan
jenis yang sama pada monitoring pertama (Gambar 17). Epifit kemudian
dikumpulkan di perahu. Pada thallus yang terdapat bercak-bercak putih (ice-ice)
kemudian dipotong menggunakan cutter pada bagian ujung, agar penyakitnya tidak
menyebar. Suhu air saat itu 310
C dan salinitas 26 ppt.
Gambar 17. Epifit (S. polycystum). A) Kondisi segar; B) Kondisi kering.
C. Monitoring Ketiga (03/05/2018)
Pada monitoring ketiga, masih ditemukan epifit yang menempel pada tali
rumput laut. Rumput laut budidaya terlihat mengalami pertambahan ukuran. Suhu air
saat monitoring mencapai 310
C dan salinitas 26 ppt.
BA
13
1 cm1 cm
D. Monitoring Keempat (13/05/2018)
Pada monitoring keempat, adanya tali simpul yang kosong. Ini diakibatkan
karena adanya gelombang air yang keras sehingga menyebabkan bibit rumput laut
yang dibudidayakan terlepas dan terbawa arus (Gambar 18).
Gambar 18. Kondisi tali rumput laut
2.2.4. Pemanenan dan Pasca Panen
A. Pemanenan (20/05/2018)
Pemanenan dilakukan setelah 35 hari. Tali longline rumput laut dilepaskan
ikatannya dari tali induk (Gambar 19), yang ditarik ke perahu secara berlahan-lahan
agar rumput laut tidak patah (Gambar 19 A,B). Rumput laut tersebut kemudian di
timbang (Gambar 20) untuk mengetahui bobot keseluruhan menggunakan timbangan
gantung (Gambar 20 A) dan bobot per individu menggunakan timbangan digital
(Gambar 20 B).
Gambar 19. Proses pemanenan. A) Pelepasan ikatan dari tali induk;
B) Pengangkutan rumput laut.
A B
14
Gambar 20. Proses pemanenan. A) Penimbangan bobot
keseluruhan; B) Penimbangan bobot per individu.
B. Pasca Panen
Pasca panen merupakan kegiatan yang dilakukan setelah melakukan
pemanenan, yang meliputi proses penjemuran dan penimbangan berat kering rumput
laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan, dapat dilihat sebagai berikut.
1. Melakukan penjemuran, Penjemuran dilakukan di bawah sinar matahari selama
seminggu dikarenakan cuaca yang kurang mendukung (hujan). Namun, apabila
cuaca bagus rumput laut dapat kering setelah 3 hari penjemuran. Metode
penjemuran dilakukan dengan cara digantung (Gambar 21). Rumput laut tidak
boleh terkena air hujan maupun air tawar karena dapat menurunkan kualitas
rumput laut.
Gambar 21. Proses Penjemuran
2. Melakukan penimbangan berat kering rumput laut yang telah dijemur
menggunakan timbangan digital. Rumput laut yang ditimbang harus kering dan
tidak lembab (Gambar 22).
A B
15
Gambar 22. Penimbangan rumput laut kering. A,B) Penimbangan
satu persatu bibit rumput laut kering;C) Penimbangan
total keseluruhan bibit rumput laut; D) Penimbangan
berat kantong.
3. Melakukan penimbangan tali menggunakan timbangan digital, yang telah
digunakan pada pemeliharaan rumput laut selama 35 hari dengan metode
longline (Gambar 23).
Gambar 23. Penimbangan tali rumput laut
2.2.5. Tahap Pemasaran
Rumput laut yang telah dikeringkan dan ditimbang kemudian dipasarkan
pada bulan Juni 2018 di pengepul rumput laut yang berlokasi di Kota Kendari,
Sulawesi Tenggara. Harga pasar pada pengepul rumput laut tersebut yaitu
Rp. 18.000/kg.
A B
C D
16
2.3. Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati selama PKL MAL mengenai budidaya rumput laut
K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan adalah sebagai berikut :
1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
LPH dapat dihitung menggunakan persamaan berdasarkan (Yong et al., 2014)
sebagai berikut :
= − 1 X 100 %
Keterangan :
LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/hari)
Wt = Bobot Berat Akhir (g)
W0 = Bobot Berat Awal (g)
t = Periode Pengamatan (hari)
2. Hama dan Penyakit Rumput Laut
Hama dan penyakit yang ditemukan pada setiap monitoring budidaya rumput
laut selama 35 hari untuk menunjang data. Dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Hama dan Penyakit Selama PKL.
No Hama dan Penyakit Status
1 Epifit (S. polycystum) Hama
2
3
Ikan Baronang (Siganus sp.)
Ice-ice
Hama
Penyakit
3. Parameter Kualitas Air
Mengukur parameter kualitas air yang dilakukan setiap monitoring budidaya
rumput laut untuk menunjang data. Dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Parameter Kualitas Air yang diukur selama PKL.
No Parameter Alat Ukur Waktu Pengukuran
1 Suhu Thermometer 1 kali dalam seminggu
2 Salinitas Hand Refraktometer 1 kali dalam seminggu
17
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
A. LPH (Laju Pertumbuhan Harian) dan Rasio berat kering : berat basah
LPH K. alvarezii yang diperoleh selama pemeliharaan 35 hari di perairan
Desa Bungin Permai yaitu 5,85 ± 0,40%/hari. Dengan perbandingan rasio berat
kering : berat basah yaitu 1: 9,4. LPH yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. LPH Rumput Laut K. alvarezii Hasil Kultur Jaringan.
Rumpun W0 Wt Wt LPH Rasio Berat
Kering :
Berat Basah
berat awal
(g)
berat basah
(g)
berat kering
(g)
(%/hari ±
SD)
1 10 84 8 6.26 1 : 10.5
2 10 70 7 5.71 1 : 10
3 10 74 8 5.88 1 : 9.2
4 10 63 7 5.39 1 : 9
5 10 68 7 5.63 1 : 9.7
6 10 91 11 6.51 1 : 8.2
7 10 66 7 5.54 1 : 9.4
Rata-rata 10 73.71 7.8 5.85 ± 0.40 1 : 9.4
Keterangan : Wt = berat awal, Wt = berat basah dan berat kering
B. Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air selama 35 hari masa pemeliharaan yaitu suhu
berkisar 29-31 0
C dan salinitas berkisar 26-29 ppt. Pengukuran kualitas air setiap
monitoring dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut.
Tabel 6. Pengukuran Suhu dan Salinitas Monitoring.
Waktu Monitoring Suhu (0
C) Salinitas (ppt)
26/04/2018 1 30 26
29/04/2018 2 31 26
03/05/2018 3 31 26
13/05/2018 4 30 26
20/05/2018 Pemanenan 29 29
C. Hama dan Penyakit Rumput Laut
Ada beberapa masalah yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut
yang dibudidaya yaitu, serangan hama dan penyakit. Hama yang sering
menganggu yaitu ikan Baronang (Siganus sp.) dan epifit (Sargassum polycystum)
yang menempel pada tali rumput laut. Sedangkan penyakit yang sering muncul
saat monitoring yaitu ice-ice (Gambar 24). Terdapatnya penyakit dan epifit
penempel diduga dipengaruhi oleh cuaca yang kurang mendukung, akibat curah
hujan yang cukup tinggi.
Gambar 24. Hama dan penyakit ditemukan selama pemeliharaan.
A) Penyakit Ice-ice; B) Kawanan Siganus sp. (Tanda
panah); C) Epifit yang masih menempel pada tali
rumput laut; D) Epifit jenis S. polycystum.
D. Hasil Pasca Panen
Rumput laut dijemur dengan menggunakan metode gantung, metode
gantung ini memiliki keunggulan, dari metode penjemuran ini dapat menghasilkan
rumput laut yang berkualitas. Rumput laut yang dijemur dengan cara yang tepat
memiliki warna coklat kemerahan, sedangkan penjemuran dengan cara tidak tepat
akan menghasilkan rumput laut yang berwarna kuning pucat. Perbedaan rumput
laut dengan penjemuran yang tepat dan tidak tepat dapat dilihat pada
(Gambar 26).
A B
C D
19
1 cm
Gambar 25. Rumput laut kering. A) Kualitas jelek; B) Kualitas baik.
E. Pemasaran
Pemasaran hasil pasca panen rumput laut dilakukan di pengepul rumput
laut yang berlokasi di kota kendari, Sulawesi Tenggara dengan harga
Rp. 18.000/kg. Berdasarkan hasil penimbangan rumput laut, kelompok 8
(delapan) mendapatkan hasil berat kering yaitu 2 kg dengan harga Rp. 36.000.
3.2. Pembahasan
A. LPH (Laju Pertumbuhan Harian)
Perbandingan laju pertumbuhan harian dan produksi bibit rumput laut
(K. alvarezii) hasil kultur jaringan selama pemeliharaan 35 hari yaitu 5,85 ±
0,40%/ hari. Ini menunjukkan bahwa, LPH rumput laut yang dibudidayakan lebih
tinggi dibanding dengan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh
Rama et al. (2018) yang menemukan laju pertumbuhan harian K. alvarezii selama
pemeliharaan pada bulan April - Mei yaitu 4,6±0,66%/hari. Periyasami et al.
(2014) juga menemukan LPH sebesar 3,76 ± 0,07 dan 3,69 ± 0,11% pada bulan
Oktober 2012 di Mangadu dan Munaikadu, India dan 3,64 ± 0,06% diperoleh
pada Maret 2013 di Vedalai, India. Di Vietnam, Dinh et al. (2009) menemukan
LPH yang lebih rendah yaitu 1,6-2,8%/hari pada bulan September-Februari 2008.
Ateweberhan et al. (2014) juga menemukan LPH yang lebih tinggi selama musim
dingin (April - Agustus, 5,04 ± 0,31%/hari) dibandingkan pada musim panas (3,90
± 0,28% /hari). Teknik budidaya juga mempengaruhi LPH, teknik budidaya
longline memberikan pertumbuhan yang lebih tinggi (5.46 ± 0,09%/hari)
dibandingkan dengan teknik lepas dasar (3,99 ± 0,07% /hari). Suresh et al. (2015)
A B
1 cm 1 cm
20
Setelah 15, 30, dan 45 hari pemeliharaan rumput laut, tingkat pertumbuhan harian
rata-rata (LPH) adalah 6,87 ± 0,27, 5,99 ± 0,18, dan 4,97 ± 0,08%/hari.
Berdasarkan hasil LPH yang didapatkan yaitu 5,85±0,40%/hari,
merupakan LPH yang baik pada budidaya K. alvarezii hasil kultur jaringan
dengan menggunakan metode longline. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Anggadireja et al. (2006) bahwa, laju pertumbuhan harian yang baik untuk
rumput laut adalah tidak kurang dari 3%.
Berdasarkan laju pertumbuhan rumput laut yang didapatkan yaitu
5,85±0,40%/hari dinyatakan lebih rendah dibanding hasil LPH yang didapatkan
kelompok satu (Santi, 2018) yaitu 9,17±0,50%/hari. Hal ini dikaitkan dengan
jumlah pelampung yang digunakan dengan metode longline, awalnya
menggunakan jumlah pelampung yang sama. Namun, ditengah kegiatan budidaya
kelompok satu melakukan perlakuan dengan menambahkan pelampung. Ini
bertujuan agar tali budidaya tidak tenggelam, karena di bawah kolom air terdapat
hama rumput laut yaitu ikan Baronang (Siganus sp.) yang dapat memakan rumput
laut budidaya sehingga mengakibatkan biomassa dari rumput laut berkurang.
Selain itu, tali budidaya yang tenggelam menyebabkan rumput laut tidak
mendapatkan intensitas cahaya matahari yang cukup untuk melakukan proses
fotosintesis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hilmi dkk. (2013) bahwa, metode
rawai (longline method) menggunakan pelampung botol plastik memiliki
kelebihan yaitu pertumbuhan rumput laut lebih cepat, lebih hemat material dan
terbebas dari hama. Ria dkk. (2016) juga menyatakan bahwa, kelulusan hidup dari
rumput laut dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari dalam melakukan
fotosintesis untuk menyerap unsur hara di perairan.
Rasio berat kering terhadap berat basah yang didapatkan dari budidaya
rumput laut (K. alvarezii) menggunakan hasil kultur jaringan ini yaitu 1:9,4.
Berdasarkan hasil penelitian Rama et al. (2018) bahwa, Rasio berat kering
terhadap berat basah yang ditemukan dalam penelitian menggunakan hasil kultur
jaringan lebih tinggi (1:6) dibanding menggunakan bibit non-mikropropagasi
(umumnya 1:8 hingga 1:10).
Metode yang digunakan pada budidaya rumput laut K. alvarezii yaitu
metode longline. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tuiyo (2013) bahwa, metode
21
budidaya rumput laut dapat digunakan metode dasar (metode longline), lepas
dasar dan sistem apung (rakit jaring dan monoline). Penggunaan metode budidaya
rumput laut sangat dipengaruhi oleh kedalaman perairan dan adanya penghalang
arus. Dengan demikian penggunaan metode yang tepat akan menghemat biaya dan
waktu. Makmur et al. (2016) juga menemukan bahwa, keberhasilan budidaya
rumput laut khususnya K. alvarezii ditentukan oleh beberapa faktor antara
lingkungan budidaya, metode budidaya, kualitas bibit, serta hama dan penyakit.
Kegiatan budidaya K. alvarezii dilakukan dengan metode longline
dengan cara bibit diikatkan pada tali simpul dengan panjang maksimal 30 cm
dengan jarak 10 cm dan berat 10 g setiap titik ikat dengan cara menyimpul tali
PE nomor 4 dan tidak longgar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ria et al.
(2016) bahwa, jarak tanam berpengaruh (p<0,05) terhadap pertumbuhan rumput
laut. perbedaan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan
spesifik. Rata-rata laju pertumbuhan spesifik rumput laut pada hari ke 30 yang
tertinggi pada jarak tanam 25 cm yaitu 4,87 % per hari kemudian jarak tanam 30
cm yaitu 4,71 % per hari, jarak tanam 20 cm yaitu 4,29 % per hari, jarak tanam
15 cm yaitu 4,21 % per hari, dan terendah pada jarak tanam 25 cm (kontrol) yaitu
3,93% per hari. Hasil ini menunjukkan bahwa pertumbuhan mutlak bibit kultur
jaringan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yaitu bibit yang bukan
berasal dari kultur jaringan.
B. Parameter Kualitas Air
Hasil pengukuran parameter kualitas air pada monitoring selama 35 hari
pemeliharaan rumput laut yaitu suhu berkisar 29-31 0
C dan salinitas berkisar 26-
29 ppt (Tabel 6). Parameter kualitas air ini sesuai untuk diadakan budidaya
rumput laut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irfan (2015) bahwa Lebih lanjut,
salinitas adalah salah satu faktor inti yang mempengaruhi pertumbuhan rumput
laut, yaitu suhu sangat sesuai 27 – 30 o
C dan salinitas yang sesuai 28 – 31 ppt.
Rama et al. (2018) juga menemukan kisaran suhu dan salinitas pada pemeliharaan
rumput laut selama 35 hari di perairan yang sama, mencapai kisaran suhu 28-29o
C
dan salinitas 30-31 ppt.
22
C. Hama dan Penyakit Rumput Laut
Monitoring dilakukan selama dua kali seminggu yaitu dengan mengontrol
pertumbuhan dari rumput laut yang dipelihara selama 35 hari dengan melihat
hama dan penyakit yang menyerang. Hama yang ditemukan selama pemeliharaan
rumput laut yaitu ikan Baronang dan epifit (S. polycystum). Sedangkan penyakit
yang ditemukan yaitu ice-ice yang ditandai dengan timbulnya bercak-bercak putih
pada thallus rumput laut, apabila tidak cepat ditangani maka akan menyebar.
Penanganan yang dilakukan pada epifit yang menempel dengan cara
menggoyang-goyangkan tali longline dan untuk penyakit ice-ice dengan
pemotongan ujung thallus yang terserang. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Fitrian (2015) bahwa, Hambatan yang sering terjadi dalam pemeliharaan
rumput laut meliputi cuaca yang selalu berubah-ubah yang mempengaruhi
kualitas perairan, serangan hama ikan Baronang (Siganus sp.) dan serangan
penyakit ice-ice. Ice-ice ditandai dengan timbulnya bintik atau bercak-bercak
merah pada sebagian thallus yang lama kelamaan menjadi kuning pucat dan
akhirnya berangsur menjadi putih dan menjadi hancur atau rontok. Hasil
penelitian Periyasami et al. (2014) juga menemukan hama yang sering menyerang
dalam kegiatan pemeliharaan budidaya rumput laut adalah epifit, ikan Baronang
(Siganus javanus), dan Diodon holocanthus.
Penyakit yang paling banyak ditemukan menyerang tanaman Rumput
laut adalah ice-ice, dengan penyebab arus laut dan suhu yang berubah-ubah.
Menurut Ahadi (2011) bahwa, Selama masa pertumbuhan, rumput laut
mempunyai masalah utama yakni serangan hama dan Penyakit. Penyebab
penyakit ice-ice disebabkan perubahan kualitas air yang fluktuatif dan tidak
dapat dikontrol. Hamzah & Sofyan, (2013) menemukan Gejala penyakit ice-ice
umumnya ditandai dengan pemutihan pada bagian pangkal, tengah dan ujung
thallus muda, yang diawali dengan perubahan warna menjadi putih bening
atau transparan. Pada umumnya penyebaran penyakit ice-ice terjadi secara
vertikal oleh bibit thallus dan secara horizontal melalui perantaraan air.
Menurut Arisandi dkk. (2011) bahwa, penyakit ice-ice menunjukkan
peningkatan persentase infeksi relatif tinggi pada siang hari. Kecerahan air
yang sangat tinggi dan rendahnya kelarutan unsur hara nitrat dalam perairan
23
merupakan penyebab munculnya penyakit tersebut. Pencegahan yang dilakukan
antara lain menggeser lokasi penanaman ke perairan yang lebih sehat mutu
airnya. Dalam hal ini, Rumput laut yang telah terserang penyakit ice ice biasanya
langsung dipotong pada bagian yang terserang. Berdasarkan hasil penelitian Rama
et al. (2018) bahwa, Penyakit ini umumnya disebabkan oleh suhu tinggi dan
salinitas rendah, penyakit ini membuat stres thallus yang mengakibatkan
berkurangnya biomassa.
Epifit yang ditemukan pada monitoring yaitu jenis S. polychystum dimana
memiliki bentuk daun kecil berduri-duri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tuiyo
(2013) bahwa, S. polycystum memiliki ciri-ciri umum thalli silindris berduri-duri
kecil merapat, holdfast membentuk cakram kecil dengan di atasnya secara
karakteristik terdapat perakaran/stolon yang rimbun berekspansi ke segala arah.
Batang pendek dengan percabangan utama timbul rimbun. Berdasarkan
pernyataan Setyaningsi dkk. (2012) bahwa, penyebab munculnya lumut atau
tanaman penempel adalah mutu air yang kurang baik, seperti tidak adanya
arus laut, sehingga kondisi perairan statis. Hal itu memacu pertumbuhan lumut
yang menempel di thallus Rumput laut. Penanganan yang dilakukan antara lain
menyiangi lumut yang menempel, menggoyang-goyangkan Rumput laut agar
lumut yang menempel terlepas, memotong thallus Rumput laut yang sudah
busuk. Vairappan (2014) juga menyatakan bahwa, infeksi epifit kultivar
K. alvarezii memiliki efek yang signifikan pada kesehatan rumput laut dan
memiliki kemampuan untuk menyebabkan kerusakan thallus melalui infeksi
bakteri sekunder. Wabah epifit ini banyak ditemukan terjadi antara, bulan Maret
dan April, sedangkan fase yang kurang parah yaitu antara bulan September dan
Oktober.
D. Hasil Pasca Panen
Hal yang dilakukan setelah pemanenan yaitu penjemuran rumput laut di
bawah sinar matahari dengan menggunakan metode gantung. Metode gantung ini
bertujuan untuk mendapatkan kualitas rumput laut yang bagus, dengan metode
gantung rumput laut dapat terkena cahaya langsung pada setiap individu rumput
laut. Rumput laut yang sementara proses penjemuran tidak boleh terkena air hujan
24
maupun air tawar. Jika rumput laut terkena air tawar atau tampias hujan maka
rumput laut akan memiliki warna kuning pucat dengan kualitas jelek. Sedangkan
berwarna merah kecoklatan merupakan rumput laut kualitas baik dengan teknik
penjemuran yang benar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suratha dan Nindhia
(2016) bahwa, Kualitas rumput laut kering yang dihasilkan sangat tergantung dari
proses pengeringan.
Suratha dan Nindhia (2016) juga menyatakan, ada 3 metode pengeringan
rumput laut yaitu: (1) pengeringan dengan cara penjemuran dengan alas
dipermukaan tanah, (2) penjemuran dengan metode para-para, dan (3) penjemuran
dengan metode gantung. Kelemahan menjemur di atas tanah adalah kemungkinan
tercampurnya rumput laut dengan kotoran, tingkat kekeringan yang tidak merata,
hal ini disebabkan tidak adanya sirkulasi udara, biasanya rumput laut akan
berkeringat jika ditebar diatas terpal plastik. Keuntungan metode para-para adalah
tingkat kekeringan merata, hal ini karena adanya sirkulasi udara melewati rongga
pada alas jemur. Kondisi ini memungkinkan waktu pengeringan lebih cepat, dan
rumput laut terhindar dari kotoran, namun demikian metode para-para
memerlukan biaya lebih tinggi. Sedangkan metode gantung selain lebih murah,
juga cara ini lebih baik karena memiliki kadar kotoran lebih rendah. Dengan cara
digantung, kadar garam yang menempel akan minim, hal ini karena air yang
mengandung garam cepat menetes ke bawah. Tingkat kekeringan lebih merata,
waktu pengeringan lebih cepat dan hasil rumput laut kering yang berkualitas baik.
Lee et al. (2014) menyatakan bahwa, Rumput laut dikeringkan
menggunakan tujuh jenis teknik pengeringan; pengeringan oven (suhu 40 °C dan
80 o
C), pengeringan matahari, pengeringan gantung, pengeringan sauna,
pengeringan warna dan pengeringan beku.
Santhanaraju et al. (2013) menyatakan bahwa, kualitas karagenan rumput
laut dipengaruhi dengan tiga metode pasca panen: (1) pengeringan beku (FD), (2)
pengeringan teduh (SD), dan (3) pengeringan sinar matahari langsung (DSD).
ukuran molekuler karagenan diekstraksi dari rumput laut kering di bawah FD dan
SD mengandung karagenan dari 700 KDa (80%) dan 200 KDa (4–10%). Namun,
karagenan diekstraksi dari Rumput laut DSD mengandung molekul karagenan
yang lebih kecil, 460 KDa (55%), 210 KDa (25%), dan <100 KDa (20%).
25
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Rama et al. (2018) bahwa,
Bahan rumput laut kemudian dipanen di pagi hari setelah periode pertumbuhan 35
hari dengan mengangkat garis panjang dari air laut kemudian dimuat ke perahu
dan dibawa ke darat. Rumput laut kemudian dikeringkan menggunakan metode
gantung selama 2-3 hari sampai tingkat kekeringan standar hingga warnanya
berubah menjadi merah gelap.
E. Pemasaran
Rumput laut yang sudah kering kemudian dipasarkan ke pengepul rumput
laut yang berlokasi di kendari, Sulawesi Tenggara pada bulan April-Juni 2018.
Harga rumput laut kering saat ini yaitu Rp. 18.000/kg. Total berat kering rumput
laut yang didapatkan kelompok 8 (delapan) sebesar 2,702 kg. Harga rumput laut
saat ini cenderung naik dari tahun sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Periyasami et al. (2014) bahwa, harga rumput laut kering pada bulan April-Juni
adalah Rp.15.000 hingga Rp.16,000/kg. Aslan (2011) juga menyatakan bahwa,
harga dari rumput laut jenis K. alvarezii melunjak dari Rp. 5.000/kg (Oktober,
2007) meningkat menjadi Rp.15.000/kg pada Mei 2008 bahkan di beberapa
daerah mencapai Rp. 28.000/kg pada Agustus 2008. Akan tetapi, harga dari
rumput menjadi turun drastis hingga mencapai Rp. 8000-10.000/kg hingga Maret
2009. Dari data di atas terlihat jelas bahwa meskipun Indonesia menjadi pemasok
terbesar dari rumput laut jenis ini di dunia dan permintaan terhadap rumput laut
semakin tinggi, akan tetapi pembeli lebih mengendalikan harga dari rumput laut
tersebut.
26
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil PKL-MAL yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
rumput laut hasil kultur jaringan yang dibudidayakan selama 35 hari dengan
menggunakan metode longline memiliki pertumbuhan yang baik yaitu LPH
individu 5.8 ± 0,40%/hari dengan rasio berat kering : berat basah yaitu 1 : 9,4, ini
menunjukkan LPH yang lebih tinggi dibandingkan hasil yang telah dilakukan dari
penanaman tahun ke-I (2017) oleh Rama et al. (2018) dengan LPH yaitu
4,6±0,66%/hari. Parameter kualitas air yaitu suhu berkisar 29-31 0
C dan salinitas
berkisar 26-29 ppt. Hama dan penyakit yang ditemukan selama pemeliharaan
rumput laut yaitu S. Polycystum, Siganus sp., Ice-ice. Harga rumput laut kering
Rp. 18.000/kg.
B. Saran
Sebaiknya lebih memperhatikan rumput laut saat proses penjemuran
sehingga tidak ada lagi rumput laut yang berkualitas rendah akibat terkena
tampias air hujan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahadi A.A. 2011. Teknik Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)
dengan Metode Rakit Apung di Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi,
Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
3(1): 21-26.
Arisandi, A., Marsoedi, Happy, N & Aida, S. 2011. Pengaruh Salinitas yang
Berbeda Terhadap Morfologi, Ukuran dan Jumlah Sel, Pertumbuhan serta
Rendemen Karaginan Kappahycus alvarezii. Journal of Marine.
16:143-150.
Aslan, L.O.M. 2011. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di
Indonesia. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar dalam Bidang
Budidaya Perairan. Disampaikan pada Rapat Senat Terbuka Luar Biasa
Universitas Halu Oleo Tanggal 22 Januari 2011. 50 hal.
Aslan, L.O.M., Iba, W., Bolu, L.R., Ingram, B.A., Gooley, G.J., Silva, S.S.D.
2015. Mariculture in SE Sulawesi Indonesia: Culture Practices and The
Sosioeconomic Aspects of The Major Commodities. Osean & Coastal
Management. 166: 44-57.
Ateweberhan M., Rougier A., & Rakotomahazo C. 2014. Influence of
Environmental Factors and Farming Technique on Growth and Health of
farmed Kappaphycus alvarezii (cottonii) in South-West Madagascar. J
Appl Phycol: DOI 10.1007/s10811-014-0378-3:1-12.
Basiroh S., Ali M & Putri B. 2016. Pengaruh Periode Panen yang Berbeda
Terhadap Kualitas Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii:
Kajian Rendemen dan Organoleptik Karaginan. Maspari Journal.
8(2):127-135.
Bixler H.J., & Porse H. 2011. A Decade of Change in The Seaweed Hydrocolloids
Industry. J Appl Phycol. 23:321–335.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kabupaten Konawe Selatan, 2012
Rencana Strategis Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kabupaten
Konawe Selatan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Konawe
Selatan.
Dinh L.H., Hori K., Quang H.N., Kha T., & Thi L.H. 2009. Seasonal Changes in
Growth Rate, Carrageenan Yield and Lectin Content in the Red
Alga Kappaphycus alvarezii Cultivated in Camranh Bay, Vietnam.
J Appl Phycol. 21:265–272. DOI 10.1007/s10811-008-9360-2.
DKP-Sultra. 2014. Potensi Perikanan Budidaya di Sulawesi Tenggara. http:arsal-
gudangilmu.blogspot.co.id/2014/05/potensi-perikanan-budidaya
disulawesi. html?m=1. Diakses tanggal 06 Juli 2018. 3 hal.
Fadilah S., Alimuddin., Rani P.P.M., Santoso J., & Parenrengi A. 2016. Growth,
Morphology and Growth Related Hormone Level in Kappaphycus
alvarezii Produced by Mass Selection in Gorontalo Waters, Indonesia.
Hayati Journal of Biosciences. 111(1):1-6.
Fitrian T. 2015. Hama Penyakit (Ice-Ice) pada Budidaya Rumput Laut Studi
Kasus: Maluku Tenggara. Journal Oseana. 11(4):1-10.
Hamzah & Sofyan R.P. 2012. Identifikasi Vibrio sp. yang Diisolasi dari Rumput
Laut Kappaphycus alvarezii yang Terserang Penyakit Ice-ice. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo. 50-54.
Hilmi Y.F., Cokrowati N., & Farida N. 2013. Pengaruh Kedalaman Tanam
Terhadap Pertumbuhan Eucheuma spinosum pada Budidaya dengan
Metode Rawai. Jurnal Kelautan. 6(1): 75-86.
Irfan M. 2015. Feasibility Study on the Seaweed Kappaphycus alvarezii
Cultivation Site in Indari Waters of West Bacan District, South
Halmahera Regency, North Moluccas Provinces, Indonesia. Nigerian
Journal of Fisheries and Aquaculture. 3(1&2): 13-21.
Lee A.M.L., Yasir S., Matanjun P., & Fadzelly M.A.B. 2014. Effect of Different
Drying Techniques On the Phytochemical Content and Antioxidant
Activity of Kappaphycus alvarezii. J Appl Phycol. 1-8 hal. DOI
10.1007/s10811-014-0467-3
Makmur., Fatrhur M., & Susianingsih E. 2016. Evaluasi Performansi Rumput
Laut Kappaphycus Alvarezii dari Bibit yang Berbeda di Perairan
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Jurnal Media Akuakultur. 11
(2):77-85.
Nuryadi A.M., Sara L, Rianda L., Bafadal A, Muthalib A.A., Hartati, Nur M., &
Rosmalah S. 2017. Agrobusiness of seaweeds in South Konawe
(Indonesia). Journal Bioflux. 10(3): 499-506.
Periyasamy C., Subba P.V.R., & Anantharaman P. 2015. Spatial and temporal
variation in carrageenan yield and gel strength of cultivated Kappaphycus
alvarezii (Doty) Doty in relation to environmental parameters in Palk Bay
waters, Tamil Nadu, Southeast coast of India. J Appl Phycol.
1(1):1-8. DOI 10.1007/s10811-014-0380-9.
Rama., Aslan L.M, Iba W., Rahman A., Armin & Yusnaeni. 2018. Seaweed
cultivation of micropropagated seaweed (Kappaphycus alvarezii) in
Bungin Permai coastal waters, Tinanggea Sub-District, South Konawe
regency, Southeast Sulawesi. 1-8.
Ria A.S., Cokrowati N & Rusman. 2016. Pertumbuhan Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan pada Jarak Tanam yang
Berbeda. Jurnal Depik. 5(1): 12-18.
Santhanaraju C.V., Razalie R., Mardiah U.E., & Ramachandram T. 2014. Effects
of Improved Post-Harvest Handling On the Chemical Constituents and
Quality of Carrageenan in Red Alga, Kappaphycus alvarezii Doty. J Appl
Phycol. 26: 909–916. DOI 10.1007/s10811-013-0117-1.
Santi N.W.A.L. 2018. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty
Ex Silva (Rhodophyta, Soilieriaceae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur
Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi
Tenggara. Universitas Halu Oleo, Kendari. 33 hal.
Setyaningsih H., Sumantadinata K & Sri N.P. 2012. Kelayakan Usaha Budidaya
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline dan
Strategi Pengembangannya di Perairan Karimanjawa. Jurnal Manajemen
IKM. 7(2): 131-142.
Surata I. W., & Nindhia. T. G. T. 2016. Pemberdayaan Masyarakat Melalui
Pengembangan Kelompok Usaha Tani Di Desa PED. Jurnal Udayana
Mengabdi. 15(1): 115-123.
Suresh K.K., Ganesan K., Subba P.V.R., & Thakur M.C. 2015. Seasonal studies
on field cultivation of Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty on the
northwest coast of India. J Appl Phycol. 1-13 hal. DOI 10.1007/s10811-
015-0629.
Tuiyo, R. 2013. Identifikasi Alga Coklat (Sargassum sp.) di Provinsi Gorontalo.
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1(3): 193-195.
Vairappan, C.s., Chung, C.S., Matsunaga, S. 2014. Effect of epiphyte infection on
physical and chemical properties of carrageenan produced by
Kappaphycus alvarezii Doty (Soliericeae, Gigartinales, Rhodophyta). J
Appl Phycol. 26:923-931.
Yong, W.T.L., Yasir.S. 2014. Evaluation of Growth Rate and Semi-refined
Carrageenan Properies of Tissue-cultured Kappaphycus alvarezii
(Rhodophyta, Gigartinales). Phycological Research. 62: 316-321.

More Related Content

What's hot

Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi KlonLaporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi KlonNovaIndriana
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Sabarudin saba
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019Rahmawati
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018restii_sulaida
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Lautkumala11
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...Sahira dila
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...hamzan wadify
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...hamzan wadify
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Lautriasniaudin24
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Iriani
 
Laporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputraLaporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputraAndi Asfian
 
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017rama BDP
 
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018sukmawati024
 
Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019Hasriani Anastasya
 
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017Jeslin Jes
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Lautaryati97
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...rama bdpuho
 
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...arif sabarno
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka... Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...Jeslin Jes
 
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019Nova Ainayah Prity
 

What's hot (20)

Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi KlonLaporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Laporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputraLaporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputra
 
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
 
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
 
Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019
 
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
 
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka... Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
 

Similar to Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018

Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...BdpWinarti
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT lala arf
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Putri Didyawati
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018ThityRZ
 
Nova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNovaIndriana
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...Sahira dila
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Hartina Iyen
 
Laporan MAL
Laporan MAL Laporan MAL
Laporan MAL SantyNW
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...sadaria bdp
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019hasni
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Andinursaban
 
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...Sahira Sahira
 
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...Dewi yanti mochtar
 

Similar to Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018 (13)

Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Nova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNova indriana laporan mal
Nova indriana laporan mal
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
 
Laporan MAL
Laporan MAL Laporan MAL
Laporan MAL
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
 
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
 
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
 

Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018

  • 1. LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG Budidaya Rumput Laut Kultur Jaringan di Konawe Selatan Cultivation of Micropropagated Village Tinanggea Sub Diajukan Sebag FAKULTAS LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara Indonesia (Monitoring Tahun Kedua) ropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Village Tinanggea Sub-District, South Konawe Regency, SE Sulawesi (Monitoring of The Second Year) Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut OLEH : CITRA UTAMI I1A2 15 012 JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018 ) Menggunakan Bibit Hasil Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten (Monitoring Tahun Kedua) (Doty) in Bungin Permai SE Sulawesi, Indonesia ada Mata Kuliah AN ILMU KELAUTAN
  • 2. ii
  • 3. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan atas ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Lengkap Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut berjudul “Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Indonesia (Monitoring Tahun Kedua)”. Laporan PKL ini disusun sebagai pelengkap PKL yang telah dilaksanakan kurang lebih 3 (tiga) bulan sejak April-Juni 2018 di perairan Desa Bungin Permai, Sulawesi Tenggara. Dengan selesainya laporan PKL ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc, selaku Koordinator Dosen Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut yang telah membimbing dengan penuh keikhlasan, mulai dari penyusunan laporan hingga pembuatan dan pemostingan laporan PKL di blog dan slideshare. Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepada kakak Armin, S.Pi, selaku Asisten yang telah membimbing kami selama PKL. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dari berbagai pihak. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa melimpahkan rahmat serta petunjuk kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis sehingga laporan ini dapat terselesaikan, amiin. Kendari, Juli 2018 Penulis iii
  • 4. Citra Utami, dilahirkan di Kendari dari pasangan H. Aminuddin dan Hj. Satira, ketiga dari empat bers dasar p tahun SMP Negeri 2 Kendari penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri pada tahun 2015. Tahun 20 mahasiswi Universitas Halu Kelautan, Jurusan Budidaya Perairan. menjadi pengurus lembaga H Penulis juga pernah meraih juara kedua lomba pembenihan yang diadakan HMJ Jurusan Budidaya Perairan junior PKL Manajemen Akuakultur Laut pada tahun merupakan karya tulis ketiga setelah karya kedua ilmiah yang berjudul Gambaran Budidaya dan Lingkungan alvarezii-an Overview on Farming and Environment) dan Levine I.A, dan d 10.1007/s10811-010- Sumber yang Menjanjikan Promising Source for Sustainable Development) dan Arulbalachanran, dan d Enviromental Sustainability, DOI 10.1007/978 RIWAYAT HIDUP Citra Utami, dilahirkan di Kendari, pada tanggal 26 Juni 1997 dari pasangan H. Aminuddin dan Hj. Satira, ketiga dari empat bersaudara. Penulis mengenyam pendidikan dasar pada tahun 2003 di SD Negeri 1 Kendari tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Kendari dan lulus pada tahun penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 9 Kendari . Tahun 2015 melalui jalur SNMPTN penulis diterima sebagai Universitas Halu Oleo Kendari pada Fakultas Perikanan Kelautan, Jurusan Budidaya Perairan. Pada periode tahun 2015-2018 menjadi pengurus lembaga Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Penulis juga pernah meraih juara kedua lomba pembenihan yang diadakan HMJ Jurusan Budidaya Perairan pada tahun 2017. Penulis juga pernah menjadi asisten junior PKL Manajemen Akuakultur Laut pada tahun 2018. Laporan PKL merupakan karya tulis ketiga setelah karya kedua berupa terjemahan ilmiah yang berjudul “Rumput Laut Merah Komersial Kappaphycus alvarezii Gambaran Budidaya dan Lingkungan” (The Commercial Red Seaweed view on Farming and Environment), yang ditulis oleh Bindu, M.S dan Levine I.A, dan diterbitkan pada tahun 2011 di Jurnal Appl Phycol. -9570-2.23:789-796. dan terjemahan berjudul Sumber yang Menjanjikan untuk Pembangunan Berkelanjutan rce for Sustainable Development), yang ditulis o dan Arulbalachanran, dan diterbitkan pada tahun 2015 yang dimuat dalam buku Enviromental Sustainability, DOI 10.1007/978-81-322-2056-5_4. iv pada tanggal 26 Juni 1997 dari pasangan H. Aminuddin dan Hj. Satira, merupakan anak audara. Penulis mengenyam pendidikan 1 Kendari dan lulus pada jutkan pendidikan di dan lulus pada tahun 2013. Kemudian 9 Kendari dan lulus nulis diterima sebagai leo Kendari pada Fakultas Perikanan dan Ilmu 2018 penulis pernah (HMJ) Budidaya Perairan. Penulis juga pernah meraih juara kedua lomba pembenihan yang diadakan HMJ Penulis juga pernah menjadi asisten Laporan PKL-MAL ini berupa terjemahan dari publikasi Kappaphycus alvarezii - The Commercial Red Seaweed Kappaphycus , yang ditulis oleh Bindu, M.S Appl Phycol. DOI dan terjemahan berjudul “Rumput Laut: untuk Pembangunan Berkelanjutan” (Seaweed: A yang ditulis oleh Nedumaran, T yang dimuat dalam buku 5_4. ©Springer lndia.
  • 5. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara Indonesia (Monitoring Tahun Kedua) ABSTRAK Rumput laut merupakan salah satu potensi sumberdaya perairan Laut yang memiliki keunggulan dan dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan obat-obatan. Rumput laut (Kappaphycus alvarezii) merupakan rumput laut yang mempunyai potensi penting untuk budidaya komersil. Budidaya rumput laut ini menggunakan bibit hasil kultur jaringan yang dihasilkan dari laboratorium. Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut ini dilaksanakan di Desa Bungin Permai pada bulan April – Juni 2018. PKL ini dimulai dari tahap asistensi, tahap persiapan, tahap uji lapangan, monitoring, panen, pasca panen dan pemasaran. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) K. alvarezii yang diperoleh selama praktek yaitu 5,8±0,40%/hari. Parameter kualitas air yaitu suhu berkisar 29-31 0 C dan salinitas berkisar 26-29 ppt di perairan Bungin Permai. Hama dan penyakit yang ditemukan selama monitoring yaitu epifit (Sargassum polycystum), ikan Baronang (Siganus sp.) dan penyakit Ice-ice. Harga pasar rumput laut K. alvarezii yang telah kering yaitu Rp. 18.000/kg. Kata Kunci : K. alvarezii, Kultur Jaringan, Laju Pertumbuhan Harian. v
  • 6. Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-District, South Konawe Regency, SE Sulawesi, Indonesia (Monitoring of The Second Year) ABSTRACK Seaweed was one of the potential marine resources that have advantages and used as food and medicines. Kappaphycus alvarezii was a seaweed that has important potential for commercial cultivation. Cultivation of this seaweed used the seeds from micropropagated produced by laboratory. The field work practices (FWP) management of marine culture was conducted in the village Bungin Permai in April-June 2018. This FWP started from the stage of assistance, preparation phase, field test phase, monitoring, harvest, post-harvest and marketing. The Daily Growth Rate (DGR) of K. alvarezii obtained during practice was 5.8±0,40%/day. Water quality parameters i.e temperature range 29-31o C and salinity ranges from 26-29 ppt in Bungin Permai. Pests and diseases found in epiphytes (Sargassum polycystum), Rabbitfish (Siganus sp.), and Ice-ice diseases. The market price of seaweed (K. alvarezii) was Rp. 18.000/kg. Keywords : K. alvarezii, Micropropagated, Daily Growth Rate. vi
  • 7. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL…………………………………………………...................... . i HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………. ...... ii KATA PENGANTAR…………………………………………………… .............. iii RIWAYAT HIDUP………………………………………………………................ iv ABSTRAK....…………………………………………………………….............. . v ABSTRACK....................................................................................... ........ ............ vi DAFTAR ISI……………………………………………………………..... ....... . . vii DAFTAR TABEL....................................................................................... ............ viii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………… .. .............. ix BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang.................................................................................. .. 1 1.2.Rumusan Masalah............................................................................. .. 2 1.3.Tujuan dan Manfaat.......................................................................... .. 3 BAB II. METODE PRAKTIKUM 2.1.Waktu dan Tempat............................................................................ ... 5 2.2.Prosedur Kerja.................................................................................. ... 5 BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil A. Laju Pertumbuhan Harian (LPH).................................................... ... 18 B. Parameter Kualitas Air.................................................................... ... 18 C. Hama dan Penyakit Rumput Laut ................................................... 18 D. Pasca Panen..................................................................................... ... 19 E. Pemasaran....................................................................................... ... 20 3.2. Pembahasan A. LPH (Laju Pertumbuhan Harian)................................................... .... 20 B. Parameter Kualitas Air.................................................................... ... 22 C. Hama dan Penyakit Rumput Laut ..................................................... 22 D. Pasca Panen....................................................................................... 24 E. Pemasaran........................................................................................ ... 26 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................... ... 27 B. Saran................................................................................................ ... 27 DAFTAR PUSTAKA vii
  • 8. DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1 Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya pada Tahap Persiapan................ 5 2 Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya pada Tahap Uji Lapangan ......... 9 3 Hama dan Penyakit Rumput Laut............................................................ 17 4 Parameter Kualitas Air yang Diukur Selama PKL.................................. 17 5 LPH Rumput Laut K. alvarezii Hasil Kultur Jaringan............................. 18 6 Parameter Kualitas Air............................................................................. 18 viii
  • 9. DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1 Pengenalan Alat dan Bahan Pembuatan Tali Simpul….......................... 6 2 Pembagian Tali PE Nomor 8 dan Nomor 4............................................. 6 3 Pembuatan Tali Simpul............................................................................ 6 4 Membakar Ujung Tali Simpul................................................................. 7 5 Jarak Tali Simpul..................................................................................... 7 6 Membuat Tali Ris.................................................................................... 7 7 Lokasi Uji Lapangan............................................................................... 8 8 Profil Desa Bungin Permai....................................................................... 8 9 Desa Bungin Permai................................................................................. 9 10 K. alvarezii Hasil Kultur Jaringan............................................................. 10 11 Penimbangan Bibit Rumput Laut.............................................................. 10 12 Pengikatan Bibit Rumput Laut.................................................................. 11 13 Tali Rumput Laut Siap Ditanam............................................................... 11 14 Lokasi Budidaya Rumput Laut................................................................. 11 15 Proses Monitoring..................................................................................... 12 16 Penyakit Ice-ice......................................................................................... 13 17 Epifit (S. polycystum) yang Ditemukan..................................................... 13 18 Kondisi Tali Rumput Laut........................................................................ 14 19 Proses Pemanenan..................................................................................... 14 20 Penimbangan Berat Basah......................................................................... 15 21 Proses Penjemuran.................................................................................... 15 22 Penimbangan Rumput Laut Kering........................................................... 16 23 Penimbangan Tali Rumput Laut................................................................ 16 24 Proses Monitoring Selama Pemeliharaan.................................................. 19 25 Rumput Laut Kering.................................................................................. 20 ix
  • 10. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budidaya rumput laut berkembang pesat sejak tahun 2000 karena meningkatnya aplikasi karagenan, terutama dalam industri pengolahan makanan (Bixler dan Porse, 2011). Kappaphycus alvarezii (Doty) adalah spesies rumput laut kelas Rhodophyceae (rumput laut merah) (Fadilah et al., 2016). K. alvarezii adalah spesies rumput laut sebagai salah satu sumber terpenting karagenan, sumber makanan untuk manusia. Ini mengandung beberapa elemen mineral seperti Ca, K, Mg, Na, Cu, Fe, dan Mn. Kemampuannya untuk memproduksi carrageenan telah digunakan dalam makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya. Kemudian ini menunjukkan bahwa rumput laut K. alvarezii adalah komoditas ekonomi yang memiliki nilai komersial (Irfan, 2015). Indonesia masih mengimpor 70% bahan baku untuk industri pengolahan rumput laut, yang berarti bahwa industri pengolahan rumput laut di negara ini masih perlu dikembangkan (Kementerian Perdagangan dan Industri, 2012). Sulawesi Tenggara (Sultra) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang memiliki potensi untuk pengembangan budidaya rumput laut karena wilayah lautnya ± 114 879 km2 , dengan garis pantai 1.740 km (DKP-Sultra, 2014). Kawasan laut ini berpotensi untuk budidaya rumput laut dengan potensi besar untuk dikembangkan di semua kabupaten / kota di Sultra dan karena kemudahan untuk membudidayakan rumput laut dengan input teknologi rendah dan biaya produksi rendah. Salah satu spesies rumput laut yang saat ini dikembangkan di Sultra adalah K. alvarezii (Aslan et al., 2015; Bank Indonesia, 2015). Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) memiliki sekitar 9.368 km2 area laut dan 388,5 km garis pantai membentang di sepanjang pantai Hukaea di kecamatan Tinanggea, Palangga, Laeya, Lainea, Kolono, Laonti, dan Moramo, hingga perbatasan kota Kendari (DKP Konsel, 2012). Potensi pengembangan komoditas rumput laut di kabupaten Konsel sangat besar. Pada tahun 2013, area yang digunakan untuk budidaya rumput laut di Konsel mencapai 2.230 ha dengan produksi 105.072 ton, yang menempati peringkat ketiga di Sultra setelah kabupaten Muna, dengan 12518.60 hektar lahan dan 182.199,68 ton volume produksi, dan kabupaten Kolaka
  • 11. dengan 4.129 hektar dan total produksi 256.920 ton. Pengembangan budidaya rumput laut yang luas di Konsel juga tercermin volume produksi dan area budidaya yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005, total area budidaya adalah 3,8 ha, menghasilkan 6,9 ton rumput laut, sementara pada tahun 2013 area ini meningkat menjadi 2.230 ha dengan total produksi 105.072 ton (Nuryadi dkk., 2017). Faktor yang mempengaruhi keberhasilan budidaya rumput laut (K. alvarezii) adalah pemilihan lokasi yang tepat dengan melihat kondisi perairan yang sesuai dengan metode budidaya yang akan digunakan. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilaksanakan PKL mengenai budidaya rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan dengan metode longline. 1.2. Rumusan Masalah Salah satu kendala dalam pengembangan budidaya rumput laut adalah keterbatasan benih yang berkualitas. Masalah yang sering muncul pada budidaya rumput laut yaitu serangan hama dan penyakit. Penyakit infeksi ice-ice muncul saat pemeliharaan rumput laut, yang sering dikaitkan dengan perubahan salinitas atau suhu yang tinggi (Ateweberhan et al., 2014). Permasalahan yang sering timbul pada usaha budidaya rumput laut yaitu adanya serangan penyakit ice-ice. Gejala penyakit ice-ice umumnya ditandai dengan perubahan warna menjadi putih bening atau transparan pada thallus (Hamzah & Sofyan, 2013). Oleh karena itu, produksi bibit dari hasil kultur jaringan bisa menjadi alternatif untuk mengatasi kendala tersebut dengan melakukan monitoring (Ahadi, 2011). Budidaya rumput laut K. alvarezii menggunakan hasil kultur jaringan di Desa Bungin Permai pada bulan April - Juni selama 35 hari pemeliharaan sudah pernah digunakan sebelumnya pada tahun 2017 oleh Rama et al. (2018). Hasil penelitian tersebut diperoleh Laju Pertumbuhan Harian (LPH) 4,6±0,66%/hari dengan suhu berkisar 28-29o C dan salinitas berkisar 30-31 ppt. Selama proses budidaya terdapat hama yang menyerang rumput laut yaitu epifit (Sargassum polycystum), Hypnea musciformis, dan penyakit ice-ice yang menyerang pada bagian thallus. Namun, kegiatan PKL-MAL 2018 ini dapat dijadikan sebagai bahan pembanding di uji 2
  • 12. penanaman tahun ke II dengan memanfaatkan bibit rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan. Salah satu solusi untuk menghasilkan bibit rumput laut berkualitas tinggi adalah melalui kultur jaringan. Beberapa manfaat menggunakan bibit kultur jaringan adalah ketersediaan dan pasokan yang konstan sehingga pengadaan dapat dilakukan setiap saat dan tingkat pertumbuhannya lebih tinggi daripada bibit alami atau vegetatif. Oleh karena itu, penggunaan bibit rumput laut hasil kultur jaringan dapat menjadi alternatif untuk mendapatkan ketersediaan bibit rumput laut yang berkualitas baik (Rama et al., 2018). Rumput laut yang dihasilkan melalui teknik kultur jaringan ini mempunyai kelebihan dan keunggulan untuk dibudidayakan di perairan yang keruh dan tetap hidup pada salinitas rendah serta tahan terhadap curah hujan yang tinggi. Dengan keunggulan yang dimiliki rumput laut kultur jaringan ini, kendala yang selama ini dihadapi dalam berbudidaya rumput laut seperti kendala lokasi, salinitas, dan curah hujan, dapat diatasi sehingga mampu mendorong peningkatan produksi rumput laut nasional khususnya jenis K. alvarezii. Selain itu, pertumbuhan rumput laut hasil kultur jaringan ini juga lebih cepat dibandingkan dengan rumput laut alami (Basiro dkk., 2016). Sehingga bibit hasil kultur jaringan memiliki potensi yang lebih besar dalam meningkatkan produksi rumput laut. 1.3. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari praktek kerja lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut (MAL) yaitu untuk mengetahui teknik budidaya rumput laut K. alvarezii hasil bibit kultur jaringan dengan menggunakan metode longline, mulai dari pengikatan bibit, pemanenan, pasca panen, pemasaran, dan untuk mengetahui laju pertumbuhan harian K. alvarezii. Kegunaan dilakukannya PKL-MAL yaitu agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai teknik budidaya rumput laut K. alvarezii hasil bibit kultur jaringan dengan menggunakan metode longline, mulai dari pembuatan tali menggunakan bantuan alat pintar, penimbangan bibit rumput laut, mengikat bibit rumput laut, penanaman di lokasi, monitoring rumput laut selama 3
  • 13. pemeliharaan, dan penanganan saat panen dan pasca panen, serta dapat mengetahui laju pertumbuhan harian K. alvarezii. Kegiatan PKL-MAL ini diharapkan menjadi data dan bahan pembanding dengan kegiatan PKL-MAL yang pernah dilakukan pada tahun 2017 yang lalu, serta menjadi gambaran masalah bagi semua pihak terkait (stakeholders). 4
  • 14. II. METODE 2.1.Waktu dan Tempat Praktek kerja lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut dilaksanakan pada bulan April - Juni 2018, praktikum ini terbagi tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap persiapan yang dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari. Tahap kedua adalah tahap uji lapangan dan pemanenan yang dilakukan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Tahap ketiga adalah pemasaran yang dilakukan di pengepul (rumput laut) yang berlokasi di Kendari, Sulawesi Tenggara. 2.2. Prosedur Praktikum Prosedur kerja yang dilakukan terbagi tiga yaitu tahap persiapan, tahap uji lapangan dan tahap pemasaran, dapat dilihat sebagai berikut : 2.2.1. Tahap Persiapan Hal yang dilakukan ditahap persiapan bulan April 2018 yaitu, mengikuti asistensi praktikum mengenai kegiatan yang akan dilakukan, meliputi penentuan lokasi praktikum, metode penanaman rumput laut dan pengenalan alat pemintal tali rumput laut (pintar). Alat dan bahan yang digunakan pada tahap persiapan ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya. No Alat dan Bahan Kegunaan 1 Alat - Penggaris - Meteran Mengukur panjang tali Mengukur panjang tali - Gunting/Cutter Memotong tali - Alat Pintar Mambantu memintal tali 2 - Korek Api Bahan Membakar lilin - Tali PE - Lilin Tali utama metode longline Membakar tali simpul Adapun prosedur kerja pada tahap persiapan dalam praktikum ini dapat dilihat sebagai berikut.
  • 15. 1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pembuatan tali longline rumput laut, yang meliputi tali PE nomor 4 dan nomor 8, cutter, lilin, korek api dan alat pemintal tali rumput laut (pintar) (Gambar 1). Gambar 1. Pengenalan alat dan bahan pembuatan tali simpul. A) Tali PE nomor 4 & 8; B) cutter, lilin; C) Alat Pintar (Pemintal tali rumput laut). 2. Pembagian tali PE nomor 8 dengan panjang 21 m, yang merupakan tali bentangan rumput laut dengan metode longline. Sedangkan tali simpul digunakan tali PE nomor 4 (Gambar 2). Gambar 2. Pembagian tali PE nomor 8 dan nomor 4. 3. Membuat tali simpul dengan panjang maksimal 15 cm menggunakan alat pintar. Penggunaan alat pintar ini bertujuan untuk mempermudah mengerjakan tali (Gambar 3). Gambar 3. Pembuatan tali simpul. A B C 6
  • 16. 4. Membakar ujung tali simpul menggunakan lilin yang menyala, ini bertujuan agar tidak terdapatnya serabut yang dapat mengakibatkan adanya tumbuhan lain (epifit) yang menempel dan mengganggu pertumbuhan rumput laut (Gambar 4). Gambar 4. Membakar ujung tali simpul menggunakan lilin 5. Tali PE nomor 8 dengan panjang 21 m, yang digunakan untuk pemeliharaan rumput laut dengan metode longline. Sedangkan tali simpul digunakan tali PE nomor 4 dengan jarak 10 cm dari simpul satu dengan simpul yang lain (Gambar 5). Gambar 5. Jarak tali simpul 6. Membuat tali ris harus diperhatikan terikat atau tersimpul dengan baik dan benar agar bibit rumput laut tidak lepas ketika ditanam (Gambar 6). Gambar 6. Pembuatan tali ris 10 cm 7
  • 17. 2.2.2. Uji Lapangan Hal yang dilakukan ditahap uji lapangan pada bulan April 2018 meliputi, persiapan tali yang telah dibuat, pengikatan bibit rumput laut, pengikatan pelampung dan label nama pada tali, serta penanaman di lokasi yang telah ditentukan. Secara geografis kabupaten Konawe Selatan terletak di bagian selatan khatulistiwa, antara 4°29'24.03" Lintang Selatan dan 122°13'26.60" Bujur Timur. Kabupaten Konawe dan Kota Kendari di sebelah Utara, kabupaten Muna dan Kabupaten Bombana di sebelah Selatan, Kabupaten Kolaka di sebelah Barat dan di bagian Timur berbatasan dengan laut banda dan laut Maluku (Gambar 7). Gambar 7. Lokasi Uji Lapangan Desa Bungin Permai adalah salah satu daerah pesisir yang terluar dari wilayah Tinanggea kabupaten Konawe Selatan yang memiliki luas wilayah sekitar 5 x 15 m2 , dengan jumlah penduduk sebesar 1.228 jiwa dan 272 kepala keluarga. Jumlah laki-laki 626 jiwa dan jumlah perempuan 602 jiwa (Gambar 8). Gambar 8. Desa Bungin Permai. A) Kondisi pemukiman penduduk; B) Kondisi di sekitar pemukiman penduduk 8 A B
  • 18. Mayoritas penduduk desa Bungin Permai yaitu masyarakat suku Bajo yang bekerja sebagai petani rumput laut. Budidaya rumput laut dimulai tahun 2003 oleh delapan keluarga saat ini 95% dari 272 KK merupakan pembudidaya rumput laut (Gambar 9). Gambar 9. Desa Bungin Permai Alat dan bahan yang digunakan pada tahap uji lapangan ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya. No Alat dan Bahan Kegunaan 1 Alat - Cutter Memotong tali dan bibit rumput laut - Tali ris Tali utama metode longline - Kamera Dokumentasi - Timbangan digital - Thermometer - Hand Refraktometer Menimbang bibit rumput laut Mengukur suhu Mengukur salinitas - Botol aqua 600 ml Pelampung - Pelampung besar Membantu tali PE yang berisi bibit rumput laut bisa mengapung - Tali induk (50x60 m) Tempat mengikat tali PE - Perahu Mempermudah menuju lokasi budidaya - Label nama Memberi tanda - Spidol permanent Menulis nama pada label 2 Bahan - Bibit rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan Objek budidaya 9
  • 19. Adapun prosedur kerja pada tahap penanaman dalam praktikum ini dapat dilihat sebagai berikut. 1. Memilih bibit rumput laut yang telah disiapkan. Bibit rumput laut yang digunakan yaitu jenis K. alvarezii hasil kultur jaringan (Gambar 10). Gambar 10. K. alvarezii hasil kultur jaringan 2. Menimbang bibit rumput laut dengan berat 10 g, untuk mendapatkan ukuran bibit digunakan cutter untuk memotong (Gambar 11). Gambar 11. Penimbangan bibit rumput laut 3. Mengikat bibit rumput laut dengan berat 10 g pada tali simpul, kemudian mengikat tanda pengenal pada simpul yang paling ujung (Gambar 12). Selama pengikatan, bibit rumput laut disiram menggunakan air laut agar bibit rumput laut tidak mati. 1 cm 10
  • 20. Gambar 12. Pengikatan bibit rumput laut 4. Mengikat botol Aqua ukuran 600 ml pada ujung kiri, kanan dan pertengahan tali ris, ini bertujuan agar tali longline tidak tenggelam (Gambar 13). Gambar 13. Tali rumput laut siap ditanam 5. Penanaman rumput laut pada lokasi yang telah ditentukan. Tali rumput laut yang telah digulung rapi, kemudian di bawa ke laut untuk ditanam dengan metode longline. Saat menuju lokasi penanaman bibit rumput laut menggunakan perahu, membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai ke lokasi penanaman. Sebagian praktikan turun dan membentangkan tali rumput laut, untuk sampai pada pelampung besar tali rumput laut diikat satu sama lain. Tali induk yang digunakan berdiameter 50 x 60 m dan pelampung besar yang digunakan sebanyak 24 pelampung (Gambar 14). Gambar 14. Lokasi budidaya rumput laut 11
  • 21. 2.2.3. Monitoring Selama masa pemeliharaan rumput laut ( dilakukannya monitoring yang bertujuan untuk mengontrol pertumbuhan dari rumput laut tersebut dengan mengukur suhu dan salinitas pada saat monitoring, (Gambar 15 A) dan (Gambar 15 B) alat Monitoring dilakukan dua kali seminggu yaitu hari Kamis dan hari Minggu. kegiatan Monitoring rumput laut dilakukan Gambar 15 A. Monitoring Pertama Minggu pertama monitoring yang saat pembersihan ditemukan tumbuhan penempel (e diambil dan dikumpulkan di perahu, agar tidak mengganggu pertum rumput laut tersebut. rumput laut. Penyakit ini biasanya disebut pertumbuhan dari rumput laut sehingga harus dilakukan pemotonga Selama masa pemeliharaan rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan dilakukannya monitoring yang bertujuan untuk mengontrol pertumbuhan dari rumput dengan mengukur suhu dan salinitas (Gambar 15). Alat yang digunakan pada saat monitoring, (Gambar 15 A) alat untuk mengukur suhu yaitu T dan (Gambar 15 B) alat untuk mengukur salinitas yaitu Hand R Monitoring dilakukan dua kali seminggu yaitu hari Kamis dan hari Minggu. giatan Monitoring rumput laut dilakukan sebagai berikut. Gambar 15. Proses monitoring. A) Pengukuran suhu menggunakan Thermometer; B) Pengukur salinitas menggunakan Hand Refraktometer Monitoring Pertama (26/04/2018) Minggu pertama monitoring yang dilakukan setelah penanaman n ditemukan tumbuhan penempel (epifit) pada rumput laut. Epifit ini diambil dan dikumpulkan di perahu, agar tidak mengganggu pertum rumput laut tersebut. Selain itu, terlihat adanya bercak-bercak putih pada yakit ini biasanya disebut ice-ice yang dapat men pertumbuhan dari rumput laut sehingga harus dilakukan pemotonga A ) hasil kultur jaringan dilakukannya monitoring yang bertujuan untuk mengontrol pertumbuhan dari rumput Alat yang digunakan alat untuk mengukur suhu yaitu Thermometer untuk mengukur salinitas yaitu Hand Refraktometer. Monitoring dilakukan dua kali seminggu yaitu hari Kamis dan hari Minggu. Tahapan . A) Pengukuran suhu ermometer; B) Pengukuran salinitas menggunakan Hand Refraktometer dilakukan setelah penanaman bibit, pada ada rumput laut. Epifit ini diambil dan dikumpulkan di perahu, agar tidak mengganggu pertumbuhan dari bercak putih pada beberapa yang dapat mengganggu pertumbuhan dari rumput laut sehingga harus dilakukan pemotongan menggunakan B 12
  • 22. gunting pada bagian thallus yang terkena ice-ice (Gambar 16). Pembersihan dilakukan dengan pengambilan epifit atau dengan menggoyang-goyangkan bentangan talinya. Suhu air pada monitoring pertama 300 C dan salinitas 26 ppt. Gambar 16. Penyakit ice-ice (Tanda panah) B. Monitoring Kedua (29/04/2018) Pada monitoring rumput laut (K. alvarezii) tahap kedua, ditemukan adanya epifit (S. polycystum) yang menempel pada tali atau thallus rumput laut dengan jenis yang sama pada monitoring pertama (Gambar 17). Epifit kemudian dikumpulkan di perahu. Pada thallus yang terdapat bercak-bercak putih (ice-ice) kemudian dipotong menggunakan cutter pada bagian ujung, agar penyakitnya tidak menyebar. Suhu air saat itu 310 C dan salinitas 26 ppt. Gambar 17. Epifit (S. polycystum). A) Kondisi segar; B) Kondisi kering. C. Monitoring Ketiga (03/05/2018) Pada monitoring ketiga, masih ditemukan epifit yang menempel pada tali rumput laut. Rumput laut budidaya terlihat mengalami pertambahan ukuran. Suhu air saat monitoring mencapai 310 C dan salinitas 26 ppt. BA 13 1 cm1 cm
  • 23. D. Monitoring Keempat (13/05/2018) Pada monitoring keempat, adanya tali simpul yang kosong. Ini diakibatkan karena adanya gelombang air yang keras sehingga menyebabkan bibit rumput laut yang dibudidayakan terlepas dan terbawa arus (Gambar 18). Gambar 18. Kondisi tali rumput laut 2.2.4. Pemanenan dan Pasca Panen A. Pemanenan (20/05/2018) Pemanenan dilakukan setelah 35 hari. Tali longline rumput laut dilepaskan ikatannya dari tali induk (Gambar 19), yang ditarik ke perahu secara berlahan-lahan agar rumput laut tidak patah (Gambar 19 A,B). Rumput laut tersebut kemudian di timbang (Gambar 20) untuk mengetahui bobot keseluruhan menggunakan timbangan gantung (Gambar 20 A) dan bobot per individu menggunakan timbangan digital (Gambar 20 B). Gambar 19. Proses pemanenan. A) Pelepasan ikatan dari tali induk; B) Pengangkutan rumput laut. A B 14
  • 24. Gambar 20. Proses pemanenan. A) Penimbangan bobot keseluruhan; B) Penimbangan bobot per individu. B. Pasca Panen Pasca panen merupakan kegiatan yang dilakukan setelah melakukan pemanenan, yang meliputi proses penjemuran dan penimbangan berat kering rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan, dapat dilihat sebagai berikut. 1. Melakukan penjemuran, Penjemuran dilakukan di bawah sinar matahari selama seminggu dikarenakan cuaca yang kurang mendukung (hujan). Namun, apabila cuaca bagus rumput laut dapat kering setelah 3 hari penjemuran. Metode penjemuran dilakukan dengan cara digantung (Gambar 21). Rumput laut tidak boleh terkena air hujan maupun air tawar karena dapat menurunkan kualitas rumput laut. Gambar 21. Proses Penjemuran 2. Melakukan penimbangan berat kering rumput laut yang telah dijemur menggunakan timbangan digital. Rumput laut yang ditimbang harus kering dan tidak lembab (Gambar 22). A B 15
  • 25. Gambar 22. Penimbangan rumput laut kering. A,B) Penimbangan satu persatu bibit rumput laut kering;C) Penimbangan total keseluruhan bibit rumput laut; D) Penimbangan berat kantong. 3. Melakukan penimbangan tali menggunakan timbangan digital, yang telah digunakan pada pemeliharaan rumput laut selama 35 hari dengan metode longline (Gambar 23). Gambar 23. Penimbangan tali rumput laut 2.2.5. Tahap Pemasaran Rumput laut yang telah dikeringkan dan ditimbang kemudian dipasarkan pada bulan Juni 2018 di pengepul rumput laut yang berlokasi di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Harga pasar pada pengepul rumput laut tersebut yaitu Rp. 18.000/kg. A B C D 16
  • 26. 2.3. Parameter yang Diamati Parameter yang diamati selama PKL MAL mengenai budidaya rumput laut K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan adalah sebagai berikut : 1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) LPH dapat dihitung menggunakan persamaan berdasarkan (Yong et al., 2014) sebagai berikut : = − 1 X 100 % Keterangan : LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/hari) Wt = Bobot Berat Akhir (g) W0 = Bobot Berat Awal (g) t = Periode Pengamatan (hari) 2. Hama dan Penyakit Rumput Laut Hama dan penyakit yang ditemukan pada setiap monitoring budidaya rumput laut selama 35 hari untuk menunjang data. Dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Hama dan Penyakit Selama PKL. No Hama dan Penyakit Status 1 Epifit (S. polycystum) Hama 2 3 Ikan Baronang (Siganus sp.) Ice-ice Hama Penyakit 3. Parameter Kualitas Air Mengukur parameter kualitas air yang dilakukan setiap monitoring budidaya rumput laut untuk menunjang data. Dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Parameter Kualitas Air yang diukur selama PKL. No Parameter Alat Ukur Waktu Pengukuran 1 Suhu Thermometer 1 kali dalam seminggu 2 Salinitas Hand Refraktometer 1 kali dalam seminggu 17
  • 27. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil A. LPH (Laju Pertumbuhan Harian) dan Rasio berat kering : berat basah LPH K. alvarezii yang diperoleh selama pemeliharaan 35 hari di perairan Desa Bungin Permai yaitu 5,85 ± 0,40%/hari. Dengan perbandingan rasio berat kering : berat basah yaitu 1: 9,4. LPH yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. LPH Rumput Laut K. alvarezii Hasil Kultur Jaringan. Rumpun W0 Wt Wt LPH Rasio Berat Kering : Berat Basah berat awal (g) berat basah (g) berat kering (g) (%/hari ± SD) 1 10 84 8 6.26 1 : 10.5 2 10 70 7 5.71 1 : 10 3 10 74 8 5.88 1 : 9.2 4 10 63 7 5.39 1 : 9 5 10 68 7 5.63 1 : 9.7 6 10 91 11 6.51 1 : 8.2 7 10 66 7 5.54 1 : 9.4 Rata-rata 10 73.71 7.8 5.85 ± 0.40 1 : 9.4 Keterangan : Wt = berat awal, Wt = berat basah dan berat kering B. Parameter Kualitas Air Parameter kualitas air selama 35 hari masa pemeliharaan yaitu suhu berkisar 29-31 0 C dan salinitas berkisar 26-29 ppt. Pengukuran kualitas air setiap monitoring dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut. Tabel 6. Pengukuran Suhu dan Salinitas Monitoring. Waktu Monitoring Suhu (0 C) Salinitas (ppt) 26/04/2018 1 30 26 29/04/2018 2 31 26 03/05/2018 3 31 26 13/05/2018 4 30 26 20/05/2018 Pemanenan 29 29 C. Hama dan Penyakit Rumput Laut Ada beberapa masalah yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut yang dibudidaya yaitu, serangan hama dan penyakit. Hama yang sering menganggu yaitu ikan Baronang (Siganus sp.) dan epifit (Sargassum polycystum) yang menempel pada tali rumput laut. Sedangkan penyakit yang sering muncul
  • 28. saat monitoring yaitu ice-ice (Gambar 24). Terdapatnya penyakit dan epifit penempel diduga dipengaruhi oleh cuaca yang kurang mendukung, akibat curah hujan yang cukup tinggi. Gambar 24. Hama dan penyakit ditemukan selama pemeliharaan. A) Penyakit Ice-ice; B) Kawanan Siganus sp. (Tanda panah); C) Epifit yang masih menempel pada tali rumput laut; D) Epifit jenis S. polycystum. D. Hasil Pasca Panen Rumput laut dijemur dengan menggunakan metode gantung, metode gantung ini memiliki keunggulan, dari metode penjemuran ini dapat menghasilkan rumput laut yang berkualitas. Rumput laut yang dijemur dengan cara yang tepat memiliki warna coklat kemerahan, sedangkan penjemuran dengan cara tidak tepat akan menghasilkan rumput laut yang berwarna kuning pucat. Perbedaan rumput laut dengan penjemuran yang tepat dan tidak tepat dapat dilihat pada (Gambar 26). A B C D 19 1 cm
  • 29. Gambar 25. Rumput laut kering. A) Kualitas jelek; B) Kualitas baik. E. Pemasaran Pemasaran hasil pasca panen rumput laut dilakukan di pengepul rumput laut yang berlokasi di kota kendari, Sulawesi Tenggara dengan harga Rp. 18.000/kg. Berdasarkan hasil penimbangan rumput laut, kelompok 8 (delapan) mendapatkan hasil berat kering yaitu 2 kg dengan harga Rp. 36.000. 3.2. Pembahasan A. LPH (Laju Pertumbuhan Harian) Perbandingan laju pertumbuhan harian dan produksi bibit rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan selama pemeliharaan 35 hari yaitu 5,85 ± 0,40%/ hari. Ini menunjukkan bahwa, LPH rumput laut yang dibudidayakan lebih tinggi dibanding dengan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Rama et al. (2018) yang menemukan laju pertumbuhan harian K. alvarezii selama pemeliharaan pada bulan April - Mei yaitu 4,6±0,66%/hari. Periyasami et al. (2014) juga menemukan LPH sebesar 3,76 ± 0,07 dan 3,69 ± 0,11% pada bulan Oktober 2012 di Mangadu dan Munaikadu, India dan 3,64 ± 0,06% diperoleh pada Maret 2013 di Vedalai, India. Di Vietnam, Dinh et al. (2009) menemukan LPH yang lebih rendah yaitu 1,6-2,8%/hari pada bulan September-Februari 2008. Ateweberhan et al. (2014) juga menemukan LPH yang lebih tinggi selama musim dingin (April - Agustus, 5,04 ± 0,31%/hari) dibandingkan pada musim panas (3,90 ± 0,28% /hari). Teknik budidaya juga mempengaruhi LPH, teknik budidaya longline memberikan pertumbuhan yang lebih tinggi (5.46 ± 0,09%/hari) dibandingkan dengan teknik lepas dasar (3,99 ± 0,07% /hari). Suresh et al. (2015) A B 1 cm 1 cm 20
  • 30. Setelah 15, 30, dan 45 hari pemeliharaan rumput laut, tingkat pertumbuhan harian rata-rata (LPH) adalah 6,87 ± 0,27, 5,99 ± 0,18, dan 4,97 ± 0,08%/hari. Berdasarkan hasil LPH yang didapatkan yaitu 5,85±0,40%/hari, merupakan LPH yang baik pada budidaya K. alvarezii hasil kultur jaringan dengan menggunakan metode longline. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anggadireja et al. (2006) bahwa, laju pertumbuhan harian yang baik untuk rumput laut adalah tidak kurang dari 3%. Berdasarkan laju pertumbuhan rumput laut yang didapatkan yaitu 5,85±0,40%/hari dinyatakan lebih rendah dibanding hasil LPH yang didapatkan kelompok satu (Santi, 2018) yaitu 9,17±0,50%/hari. Hal ini dikaitkan dengan jumlah pelampung yang digunakan dengan metode longline, awalnya menggunakan jumlah pelampung yang sama. Namun, ditengah kegiatan budidaya kelompok satu melakukan perlakuan dengan menambahkan pelampung. Ini bertujuan agar tali budidaya tidak tenggelam, karena di bawah kolom air terdapat hama rumput laut yaitu ikan Baronang (Siganus sp.) yang dapat memakan rumput laut budidaya sehingga mengakibatkan biomassa dari rumput laut berkurang. Selain itu, tali budidaya yang tenggelam menyebabkan rumput laut tidak mendapatkan intensitas cahaya matahari yang cukup untuk melakukan proses fotosintesis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hilmi dkk. (2013) bahwa, metode rawai (longline method) menggunakan pelampung botol plastik memiliki kelebihan yaitu pertumbuhan rumput laut lebih cepat, lebih hemat material dan terbebas dari hama. Ria dkk. (2016) juga menyatakan bahwa, kelulusan hidup dari rumput laut dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari dalam melakukan fotosintesis untuk menyerap unsur hara di perairan. Rasio berat kering terhadap berat basah yang didapatkan dari budidaya rumput laut (K. alvarezii) menggunakan hasil kultur jaringan ini yaitu 1:9,4. Berdasarkan hasil penelitian Rama et al. (2018) bahwa, Rasio berat kering terhadap berat basah yang ditemukan dalam penelitian menggunakan hasil kultur jaringan lebih tinggi (1:6) dibanding menggunakan bibit non-mikropropagasi (umumnya 1:8 hingga 1:10). Metode yang digunakan pada budidaya rumput laut K. alvarezii yaitu metode longline. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tuiyo (2013) bahwa, metode 21
  • 31. budidaya rumput laut dapat digunakan metode dasar (metode longline), lepas dasar dan sistem apung (rakit jaring dan monoline). Penggunaan metode budidaya rumput laut sangat dipengaruhi oleh kedalaman perairan dan adanya penghalang arus. Dengan demikian penggunaan metode yang tepat akan menghemat biaya dan waktu. Makmur et al. (2016) juga menemukan bahwa, keberhasilan budidaya rumput laut khususnya K. alvarezii ditentukan oleh beberapa faktor antara lingkungan budidaya, metode budidaya, kualitas bibit, serta hama dan penyakit. Kegiatan budidaya K. alvarezii dilakukan dengan metode longline dengan cara bibit diikatkan pada tali simpul dengan panjang maksimal 30 cm dengan jarak 10 cm dan berat 10 g setiap titik ikat dengan cara menyimpul tali PE nomor 4 dan tidak longgar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ria et al. (2016) bahwa, jarak tanam berpengaruh (p<0,05) terhadap pertumbuhan rumput laut. perbedaan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik. Rata-rata laju pertumbuhan spesifik rumput laut pada hari ke 30 yang tertinggi pada jarak tanam 25 cm yaitu 4,87 % per hari kemudian jarak tanam 30 cm yaitu 4,71 % per hari, jarak tanam 20 cm yaitu 4,29 % per hari, jarak tanam 15 cm yaitu 4,21 % per hari, dan terendah pada jarak tanam 25 cm (kontrol) yaitu 3,93% per hari. Hasil ini menunjukkan bahwa pertumbuhan mutlak bibit kultur jaringan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yaitu bibit yang bukan berasal dari kultur jaringan. B. Parameter Kualitas Air Hasil pengukuran parameter kualitas air pada monitoring selama 35 hari pemeliharaan rumput laut yaitu suhu berkisar 29-31 0 C dan salinitas berkisar 26- 29 ppt (Tabel 6). Parameter kualitas air ini sesuai untuk diadakan budidaya rumput laut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irfan (2015) bahwa Lebih lanjut, salinitas adalah salah satu faktor inti yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut, yaitu suhu sangat sesuai 27 – 30 o C dan salinitas yang sesuai 28 – 31 ppt. Rama et al. (2018) juga menemukan kisaran suhu dan salinitas pada pemeliharaan rumput laut selama 35 hari di perairan yang sama, mencapai kisaran suhu 28-29o C dan salinitas 30-31 ppt. 22
  • 32. C. Hama dan Penyakit Rumput Laut Monitoring dilakukan selama dua kali seminggu yaitu dengan mengontrol pertumbuhan dari rumput laut yang dipelihara selama 35 hari dengan melihat hama dan penyakit yang menyerang. Hama yang ditemukan selama pemeliharaan rumput laut yaitu ikan Baronang dan epifit (S. polycystum). Sedangkan penyakit yang ditemukan yaitu ice-ice yang ditandai dengan timbulnya bercak-bercak putih pada thallus rumput laut, apabila tidak cepat ditangani maka akan menyebar. Penanganan yang dilakukan pada epifit yang menempel dengan cara menggoyang-goyangkan tali longline dan untuk penyakit ice-ice dengan pemotongan ujung thallus yang terserang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fitrian (2015) bahwa, Hambatan yang sering terjadi dalam pemeliharaan rumput laut meliputi cuaca yang selalu berubah-ubah yang mempengaruhi kualitas perairan, serangan hama ikan Baronang (Siganus sp.) dan serangan penyakit ice-ice. Ice-ice ditandai dengan timbulnya bintik atau bercak-bercak merah pada sebagian thallus yang lama kelamaan menjadi kuning pucat dan akhirnya berangsur menjadi putih dan menjadi hancur atau rontok. Hasil penelitian Periyasami et al. (2014) juga menemukan hama yang sering menyerang dalam kegiatan pemeliharaan budidaya rumput laut adalah epifit, ikan Baronang (Siganus javanus), dan Diodon holocanthus. Penyakit yang paling banyak ditemukan menyerang tanaman Rumput laut adalah ice-ice, dengan penyebab arus laut dan suhu yang berubah-ubah. Menurut Ahadi (2011) bahwa, Selama masa pertumbuhan, rumput laut mempunyai masalah utama yakni serangan hama dan Penyakit. Penyebab penyakit ice-ice disebabkan perubahan kualitas air yang fluktuatif dan tidak dapat dikontrol. Hamzah & Sofyan, (2013) menemukan Gejala penyakit ice-ice umumnya ditandai dengan pemutihan pada bagian pangkal, tengah dan ujung thallus muda, yang diawali dengan perubahan warna menjadi putih bening atau transparan. Pada umumnya penyebaran penyakit ice-ice terjadi secara vertikal oleh bibit thallus dan secara horizontal melalui perantaraan air. Menurut Arisandi dkk. (2011) bahwa, penyakit ice-ice menunjukkan peningkatan persentase infeksi relatif tinggi pada siang hari. Kecerahan air yang sangat tinggi dan rendahnya kelarutan unsur hara nitrat dalam perairan 23
  • 33. merupakan penyebab munculnya penyakit tersebut. Pencegahan yang dilakukan antara lain menggeser lokasi penanaman ke perairan yang lebih sehat mutu airnya. Dalam hal ini, Rumput laut yang telah terserang penyakit ice ice biasanya langsung dipotong pada bagian yang terserang. Berdasarkan hasil penelitian Rama et al. (2018) bahwa, Penyakit ini umumnya disebabkan oleh suhu tinggi dan salinitas rendah, penyakit ini membuat stres thallus yang mengakibatkan berkurangnya biomassa. Epifit yang ditemukan pada monitoring yaitu jenis S. polychystum dimana memiliki bentuk daun kecil berduri-duri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tuiyo (2013) bahwa, S. polycystum memiliki ciri-ciri umum thalli silindris berduri-duri kecil merapat, holdfast membentuk cakram kecil dengan di atasnya secara karakteristik terdapat perakaran/stolon yang rimbun berekspansi ke segala arah. Batang pendek dengan percabangan utama timbul rimbun. Berdasarkan pernyataan Setyaningsi dkk. (2012) bahwa, penyebab munculnya lumut atau tanaman penempel adalah mutu air yang kurang baik, seperti tidak adanya arus laut, sehingga kondisi perairan statis. Hal itu memacu pertumbuhan lumut yang menempel di thallus Rumput laut. Penanganan yang dilakukan antara lain menyiangi lumut yang menempel, menggoyang-goyangkan Rumput laut agar lumut yang menempel terlepas, memotong thallus Rumput laut yang sudah busuk. Vairappan (2014) juga menyatakan bahwa, infeksi epifit kultivar K. alvarezii memiliki efek yang signifikan pada kesehatan rumput laut dan memiliki kemampuan untuk menyebabkan kerusakan thallus melalui infeksi bakteri sekunder. Wabah epifit ini banyak ditemukan terjadi antara, bulan Maret dan April, sedangkan fase yang kurang parah yaitu antara bulan September dan Oktober. D. Hasil Pasca Panen Hal yang dilakukan setelah pemanenan yaitu penjemuran rumput laut di bawah sinar matahari dengan menggunakan metode gantung. Metode gantung ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas rumput laut yang bagus, dengan metode gantung rumput laut dapat terkena cahaya langsung pada setiap individu rumput laut. Rumput laut yang sementara proses penjemuran tidak boleh terkena air hujan 24
  • 34. maupun air tawar. Jika rumput laut terkena air tawar atau tampias hujan maka rumput laut akan memiliki warna kuning pucat dengan kualitas jelek. Sedangkan berwarna merah kecoklatan merupakan rumput laut kualitas baik dengan teknik penjemuran yang benar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suratha dan Nindhia (2016) bahwa, Kualitas rumput laut kering yang dihasilkan sangat tergantung dari proses pengeringan. Suratha dan Nindhia (2016) juga menyatakan, ada 3 metode pengeringan rumput laut yaitu: (1) pengeringan dengan cara penjemuran dengan alas dipermukaan tanah, (2) penjemuran dengan metode para-para, dan (3) penjemuran dengan metode gantung. Kelemahan menjemur di atas tanah adalah kemungkinan tercampurnya rumput laut dengan kotoran, tingkat kekeringan yang tidak merata, hal ini disebabkan tidak adanya sirkulasi udara, biasanya rumput laut akan berkeringat jika ditebar diatas terpal plastik. Keuntungan metode para-para adalah tingkat kekeringan merata, hal ini karena adanya sirkulasi udara melewati rongga pada alas jemur. Kondisi ini memungkinkan waktu pengeringan lebih cepat, dan rumput laut terhindar dari kotoran, namun demikian metode para-para memerlukan biaya lebih tinggi. Sedangkan metode gantung selain lebih murah, juga cara ini lebih baik karena memiliki kadar kotoran lebih rendah. Dengan cara digantung, kadar garam yang menempel akan minim, hal ini karena air yang mengandung garam cepat menetes ke bawah. Tingkat kekeringan lebih merata, waktu pengeringan lebih cepat dan hasil rumput laut kering yang berkualitas baik. Lee et al. (2014) menyatakan bahwa, Rumput laut dikeringkan menggunakan tujuh jenis teknik pengeringan; pengeringan oven (suhu 40 °C dan 80 o C), pengeringan matahari, pengeringan gantung, pengeringan sauna, pengeringan warna dan pengeringan beku. Santhanaraju et al. (2013) menyatakan bahwa, kualitas karagenan rumput laut dipengaruhi dengan tiga metode pasca panen: (1) pengeringan beku (FD), (2) pengeringan teduh (SD), dan (3) pengeringan sinar matahari langsung (DSD). ukuran molekuler karagenan diekstraksi dari rumput laut kering di bawah FD dan SD mengandung karagenan dari 700 KDa (80%) dan 200 KDa (4–10%). Namun, karagenan diekstraksi dari Rumput laut DSD mengandung molekul karagenan yang lebih kecil, 460 KDa (55%), 210 KDa (25%), dan <100 KDa (20%). 25
  • 35. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Rama et al. (2018) bahwa, Bahan rumput laut kemudian dipanen di pagi hari setelah periode pertumbuhan 35 hari dengan mengangkat garis panjang dari air laut kemudian dimuat ke perahu dan dibawa ke darat. Rumput laut kemudian dikeringkan menggunakan metode gantung selama 2-3 hari sampai tingkat kekeringan standar hingga warnanya berubah menjadi merah gelap. E. Pemasaran Rumput laut yang sudah kering kemudian dipasarkan ke pengepul rumput laut yang berlokasi di kendari, Sulawesi Tenggara pada bulan April-Juni 2018. Harga rumput laut kering saat ini yaitu Rp. 18.000/kg. Total berat kering rumput laut yang didapatkan kelompok 8 (delapan) sebesar 2,702 kg. Harga rumput laut saat ini cenderung naik dari tahun sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Periyasami et al. (2014) bahwa, harga rumput laut kering pada bulan April-Juni adalah Rp.15.000 hingga Rp.16,000/kg. Aslan (2011) juga menyatakan bahwa, harga dari rumput laut jenis K. alvarezii melunjak dari Rp. 5.000/kg (Oktober, 2007) meningkat menjadi Rp.15.000/kg pada Mei 2008 bahkan di beberapa daerah mencapai Rp. 28.000/kg pada Agustus 2008. Akan tetapi, harga dari rumput menjadi turun drastis hingga mencapai Rp. 8000-10.000/kg hingga Maret 2009. Dari data di atas terlihat jelas bahwa meskipun Indonesia menjadi pemasok terbesar dari rumput laut jenis ini di dunia dan permintaan terhadap rumput laut semakin tinggi, akan tetapi pembeli lebih mengendalikan harga dari rumput laut tersebut. 26
  • 36. V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil PKL-MAL yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa rumput laut hasil kultur jaringan yang dibudidayakan selama 35 hari dengan menggunakan metode longline memiliki pertumbuhan yang baik yaitu LPH individu 5.8 ± 0,40%/hari dengan rasio berat kering : berat basah yaitu 1 : 9,4, ini menunjukkan LPH yang lebih tinggi dibandingkan hasil yang telah dilakukan dari penanaman tahun ke-I (2017) oleh Rama et al. (2018) dengan LPH yaitu 4,6±0,66%/hari. Parameter kualitas air yaitu suhu berkisar 29-31 0 C dan salinitas berkisar 26-29 ppt. Hama dan penyakit yang ditemukan selama pemeliharaan rumput laut yaitu S. Polycystum, Siganus sp., Ice-ice. Harga rumput laut kering Rp. 18.000/kg. B. Saran Sebaiknya lebih memperhatikan rumput laut saat proses penjemuran sehingga tidak ada lagi rumput laut yang berkualitas rendah akibat terkena tampias air hujan.
  • 37. DAFTAR PUSTAKA Ahadi A.A. 2011. Teknik Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Metode Rakit Apung di Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 3(1): 21-26. Arisandi, A., Marsoedi, Happy, N & Aida, S. 2011. Pengaruh Salinitas yang Berbeda Terhadap Morfologi, Ukuran dan Jumlah Sel, Pertumbuhan serta Rendemen Karaginan Kappahycus alvarezii. Journal of Marine. 16:143-150. Aslan, L.O.M. 2011. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar dalam Bidang Budidaya Perairan. Disampaikan pada Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas Halu Oleo Tanggal 22 Januari 2011. 50 hal. Aslan, L.O.M., Iba, W., Bolu, L.R., Ingram, B.A., Gooley, G.J., Silva, S.S.D. 2015. Mariculture in SE Sulawesi Indonesia: Culture Practices and The Sosioeconomic Aspects of The Major Commodities. Osean & Coastal Management. 166: 44-57. Ateweberhan M., Rougier A., & Rakotomahazo C. 2014. Influence of Environmental Factors and Farming Technique on Growth and Health of farmed Kappaphycus alvarezii (cottonii) in South-West Madagascar. J Appl Phycol: DOI 10.1007/s10811-014-0378-3:1-12. Basiroh S., Ali M & Putri B. 2016. Pengaruh Periode Panen yang Berbeda Terhadap Kualitas Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii: Kajian Rendemen dan Organoleptik Karaginan. Maspari Journal. 8(2):127-135. Bixler H.J., & Porse H. 2011. A Decade of Change in The Seaweed Hydrocolloids Industry. J Appl Phycol. 23:321–335. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kabupaten Konawe Selatan, 2012 Rencana Strategis Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kabupaten Konawe Selatan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Konawe Selatan. Dinh L.H., Hori K., Quang H.N., Kha T., & Thi L.H. 2009. Seasonal Changes in Growth Rate, Carrageenan Yield and Lectin Content in the Red Alga Kappaphycus alvarezii Cultivated in Camranh Bay, Vietnam. J Appl Phycol. 21:265–272. DOI 10.1007/s10811-008-9360-2. DKP-Sultra. 2014. Potensi Perikanan Budidaya di Sulawesi Tenggara. http:arsal- gudangilmu.blogspot.co.id/2014/05/potensi-perikanan-budidaya disulawesi. html?m=1. Diakses tanggal 06 Juli 2018. 3 hal. Fadilah S., Alimuddin., Rani P.P.M., Santoso J., & Parenrengi A. 2016. Growth, Morphology and Growth Related Hormone Level in Kappaphycus
  • 38. alvarezii Produced by Mass Selection in Gorontalo Waters, Indonesia. Hayati Journal of Biosciences. 111(1):1-6. Fitrian T. 2015. Hama Penyakit (Ice-Ice) pada Budidaya Rumput Laut Studi Kasus: Maluku Tenggara. Journal Oseana. 11(4):1-10. Hamzah & Sofyan R.P. 2012. Identifikasi Vibrio sp. yang Diisolasi dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii yang Terserang Penyakit Ice-ice. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo. 50-54. Hilmi Y.F., Cokrowati N., & Farida N. 2013. Pengaruh Kedalaman Tanam Terhadap Pertumbuhan Eucheuma spinosum pada Budidaya dengan Metode Rawai. Jurnal Kelautan. 6(1): 75-86. Irfan M. 2015. Feasibility Study on the Seaweed Kappaphycus alvarezii Cultivation Site in Indari Waters of West Bacan District, South Halmahera Regency, North Moluccas Provinces, Indonesia. Nigerian Journal of Fisheries and Aquaculture. 3(1&2): 13-21. Lee A.M.L., Yasir S., Matanjun P., & Fadzelly M.A.B. 2014. Effect of Different Drying Techniques On the Phytochemical Content and Antioxidant Activity of Kappaphycus alvarezii. J Appl Phycol. 1-8 hal. DOI 10.1007/s10811-014-0467-3 Makmur., Fatrhur M., & Susianingsih E. 2016. Evaluasi Performansi Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii dari Bibit yang Berbeda di Perairan Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Jurnal Media Akuakultur. 11 (2):77-85. Nuryadi A.M., Sara L, Rianda L., Bafadal A, Muthalib A.A., Hartati, Nur M., & Rosmalah S. 2017. Agrobusiness of seaweeds in South Konawe (Indonesia). Journal Bioflux. 10(3): 499-506. Periyasamy C., Subba P.V.R., & Anantharaman P. 2015. Spatial and temporal variation in carrageenan yield and gel strength of cultivated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty in relation to environmental parameters in Palk Bay waters, Tamil Nadu, Southeast coast of India. J Appl Phycol. 1(1):1-8. DOI 10.1007/s10811-014-0380-9. Rama., Aslan L.M, Iba W., Rahman A., Armin & Yusnaeni. 2018. Seaweed cultivation of micropropagated seaweed (Kappaphycus alvarezii) in Bungin Permai coastal waters, Tinanggea Sub-District, South Konawe regency, Southeast Sulawesi. 1-8. Ria A.S., Cokrowati N & Rusman. 2016. Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan pada Jarak Tanam yang Berbeda. Jurnal Depik. 5(1): 12-18. Santhanaraju C.V., Razalie R., Mardiah U.E., & Ramachandram T. 2014. Effects of Improved Post-Harvest Handling On the Chemical Constituents and Quality of Carrageenan in Red Alga, Kappaphycus alvarezii Doty. J Appl Phycol. 26: 909–916. DOI 10.1007/s10811-013-0117-1.
  • 39. Santi N.W.A.L. 2018. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva (Rhodophyta, Soilieriaceae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara. Universitas Halu Oleo, Kendari. 33 hal. Setyaningsih H., Sumantadinata K & Sri N.P. 2012. Kelayakan Usaha Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline dan Strategi Pengembangannya di Perairan Karimanjawa. Jurnal Manajemen IKM. 7(2): 131-142. Surata I. W., & Nindhia. T. G. T. 2016. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Kelompok Usaha Tani Di Desa PED. Jurnal Udayana Mengabdi. 15(1): 115-123. Suresh K.K., Ganesan K., Subba P.V.R., & Thakur M.C. 2015. Seasonal studies on field cultivation of Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty on the northwest coast of India. J Appl Phycol. 1-13 hal. DOI 10.1007/s10811- 015-0629. Tuiyo, R. 2013. Identifikasi Alga Coklat (Sargassum sp.) di Provinsi Gorontalo. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1(3): 193-195. Vairappan, C.s., Chung, C.S., Matsunaga, S. 2014. Effect of epiphyte infection on physical and chemical properties of carrageenan produced by Kappaphycus alvarezii Doty (Soliericeae, Gigartinales, Rhodophyta). J Appl Phycol. 26:923-931. Yong, W.T.L., Yasir.S. 2014. Evaluation of Growth Rate and Semi-refined Carrageenan Properies of Tissue-cultured Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales). Phycological Research. 62: 316-321.