[Ringkasan]
Budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan produksi rumput laut. Praktek kerja lapangan dilaksanakan di Desa Bungin Permai, Konawe Selatan, meliputi persiapan, penanaman, monitoring, panen dan pasca panen. Parameter yang diukur antara lain laju pertumbuhan, kualitas air, dan hama penyakit.
1. i
LAPORAN LENGKAP PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva
(Rhodophyta, Solieriaceae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di
Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara
(Monitoring Tahun Ketiga)
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex
Silva (Rhodophyta, Solieriaceae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-
District, SE Sulawesi (Monitoring of the Third Year)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
OLEH :
ARISKANTI
I1A2 16 086
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
3. iii
RIWAYAT HIDUP
Nama Ariskanti sering di panggil Ayu. Lahir di
Ambon pada tanggal 09-07-1997. Anak pertama dari
empat bersaudara, dari pasangan Bapak Kardin dan
Ibu Titi yang bertempat tinggal di Konawe Utara,
kecamatan Langgikima, kota Kendari, Sulawesi
Tenggara. dan untuk sementara saya tinggal di
Puuwatu. Penulis memulai pendidikan pada tahun
2004 di sekolah dasar yakni SDN 2 Kumbewaha
kabupaten Buton hingga tamat selama 6 tahun. Penulis kemudian melanjutkan
pendidikan di sekolah menengah pertama yakni SMPN 3 Asera, pada tahun 2010
dan pada tahun 2012 melanjutkan pendidikan di SMKS Pertambangan hingga
tamat pada tahun 2015. Penulis lalu melanjutkan pendidikan di Universitas Halu
Oleo Kendari, Jurusan Budidaya Perairan melalui jalur SLMPTN pada Tahun
2016. Selama kuliah penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan
Budidaya Perairan (HMJ BDP). Tahun 2019 penulis dilantik menjadi ketua
bidang Bioteknologi dan Parasit Ikan Himpunan Mahasiswa Mahasiswa Jurusan
Budidaya Perairan (HMJ BDP). Selain itu, pada tahun yang sama penulis juga
bertugas sebagai Asisten Pembimbing Mata Kuliah Manajemen Kualitas Air.
4. iv
KATA PENGANTAR
Syukur Allhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Legkap Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut (MAL) yang
berjudul Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva
(Rhodophyta, Solieriaceae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa
Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara, (Monitoring Tahun
Ketiga).
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini banyak menemui
kesulitan dan hambatan. Namun berkat dukungan, motivasi serta bantuan dari
berbagai pihak baik moral, pengetahuan, material maupun dukungan sehingga
hambatan tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu, bersama dengan ini penulis
sampaikan ucapan banyak terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. La Ode
Muhammad Aslan, M.Sc selaku Koordinator Mata Kuliah Manajemen Akuakultur
Laut dan Kakak Armin S.Pi sebagai Asisten Pembimbing juga kepada teman-
teman yang selalu setia membantu penulis untuk terselesainya laporan lengkap ini.
Penulis menyadari bahwa laporan lengkap ini masih jauh dari
kesempurnaan dan kesalahan Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan
komentar yang dapat menjadikan masukan dalam menyempurnakan kekurangan
di masa yang akan datang. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi
sekalian pembaca dan khususnya bagi pribadi penulis.
Kendari, Juni 2019
Penulis
5. v
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva
(Rhodophyta, Solieriaceae) Menggunakan Bibit Hasil Jaringan Kultur di Desa
Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara,
(Monitoring Tahun Ketiga)
ABSTRAK
Rumput laut merupakan salah satu komuditas unggulan perikanan yang nilai produksinya
menyumbang sebesar 70,47% dari total produksi perikanan Indinonesia. Salah satu jenis
rumput laut yang berkomersil tinggi ialah Kappaphycus alvarezii Budidaya rumput ini
menggunakan bibit hasil kultur jaringan dengan metode budidaya yang digunakan adalah
metode longline. PKL ini dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2019 di Perairan Desa
Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
PKL ini meliputi beberapa kegiatan yaitu persiapan alat dan bahan, pengikatan dan
penanaman bibit, monitoring rumput laut, pemanenan dan pasca panen. Monitoring
dilakukan untuk membersihkan rumput laut dari hama penggangu dan penyakit. Hama
dan penyakit yang ditemukan yaitu epifit jenis S. polycystum, S. granuliferum, S. swartzii,
beberapa jenis alga yang tidak teridentifikasi, lumut dan penyakit ice-ice. Hasil yang
diperoleh dalam PKL ini yaitu laju pretumbuhan harian (LPH) rumput laut yang
dipelihara selama 35 hari yaitu 7,46 ± 0, 22 dengan rasio berat kering : berat basah 1 :
8,32. Parameter kualitas air yang didapatkan yaitu suhu berkisar 31-32o
C sedangkan
salinitas berkisar 32-33 ppt.
Kata Kunci : Rumput Laut (K. alvarezii), Kultur Jaringan, Laju Pertumbuhan.
6. vi
Cultivation of Microprogated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhodophyta, Soliericeae) in Bungin Permai Vilage Tinanggea Sub-District Regency
of South Konawe, SE Southeast
(Third Year Minitoring)
ABSTRACT
Seaweed is one of the leading commodity fisheries production value accounts for 70.47%
of the total Indonesian fisheries production. A species of high-commercial seaweed is
Kappaphycus alvarezii. Cultivation of this grass uses seedlings from tissue culture with
the cultivation method used is the longline method. The Field Practice was held in March
–May 2019 in the waters of Bungin Permai Village, Tinanggea District, Konawe Selatan
District, Southeast Sulawesi. This practice included several activities, such as preparation
of tools and materials, tying and planting of seeds, monitoring of seaweed, harvesting and
post-harvest. Monitoring was done to clean seaweed from pests and diseases. Pests and
diseases found are epiphytes such as S. polycystum, S. granuliferum, S. swartzii,
unidentified algae, moss and ice-ice disease. The results obtained in the field practice was
the daily growth rate of seaweed (DGR) maintained 7.46 ± 0.22 with a ratio of dry weight
: wet weight was 1 : 8.32. The water quality parameters obtained were temperatures
ranging from 31-32o
C while salinity ranges from 32-33 ppt.
Key Word : Seaweed (K. alvarezii), Tissu Culture, Growth Rate.
7. vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... ii
RIWAYAT HIDUP............................................................................... iii
KATA PENGANTAR........................................................................... iv
ABSTRAK............................................................................................. v
ABSTRACT .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................. viii
DAFTAR TABEL ................................................................................. ix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat..................................................................... 3
II. METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat ...................................................................... 4
2.2 Alat dan Bahan............................................................................ 4
2.3 Prosedur Kerja............................................................................. 5
2.3.1Tahap Persiapan .................................................................... 6
2.3.2Tahap Uji Lapangan .............................................................. 7
2.3.3Monitoring ........................................................................... 10
2.3.4Panen dan Pasca Panen.......................................................... 16
2.3. Parameter yang Diukur............................................................... 17
2.3.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)........................................... 17
2.3.2 Hama dan Penyakit .............................................................. 18
2.3.3 Parameter Kualitas Air .......................................................... 18
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan........................................................................ 21
3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)........................................... 21
3.1.2 Parameter Kualitas Air .......................................................... 21
3.1.3 Hama dan Penyakit ............................................................... 22
3.1.4 Hasil Pasca Panen ................................................................. 22
3.2. Pembahasan ............................................................................. 23
3.2.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) .......................................... 23
3.2.1 Rasio Berat Kering : Berat Basah (BK:BB) .......................... 24
3.2.2 Parameter Kualitas Air ......................................................... 25
3.2.3 Hama dan Penyakit............................................................... 25
3.2.4 Pasca Panen.......................................................................... 26
IV. SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan...................................................................................... 28
4.2 Saran............................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA
8. viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1. Alat-alat yang Digunakana untuk persiapan pembuatan tali
rumput laut ............................................................................. 5
2. Persiapan Tali Rumput Laut ..................................................... 6
3. Pengikatan Tali Rumput Laut ................................................... 6
4. Gambaran Lokasi Desa Bungin ................................................ 7
5. Bibit Rumput Laut (K. alvarezii).............................................. 8
6. Proses Penimbangan Bibit. ....................................................... 8
7. Proses Pengikatan Bibit Rumput Laut....................................... 9
8. Proses Pemasangan Pelampung Rumput Laut........................... 9
9. Proses Penanaman Bibit Rumput Laut...................................... 10
10. Proses Pengambilan Rumput Laut ............................................ 16
11. Proses Pengangkutan Rumput Laut........................................... 17
12. Proses Penjemuran Rumput Laut.............................................. 18
13. Penimbangan Rumput Laut Kering........................................... 18
14. Proses Pembersihan Tali Rumut Laut ....................................... 19
15. Perbandingan Kualiitas Rumput Laut ....................................... 22
9. ix
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1. Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya ......................................... 4
2. Hasil Monitoring Rumput Laut Pertama ...................................... 10
3. Hasil Monitoring Rumput Laut ke-dua ........................................ 11
4. Hasil Monitoring Rumput Laut ke-tiga ........................................ 12
5. Hasil Monitoring Rumput Laut ke-empat .................................... 13
6. Hasil Monitoring Rumput Laut ke-lima ...................................... 15
7. Hama dan Penyakit Rumput Laut ................................................ 20
8. Parameter Kualitas Air yang diukur............................................. 20
9. LPH Rumput Laut K. alvarezii Hasil Kultur Jaringan .................. 21
10. Hasil Pengukuran Kualitas Air .................................................... 21
10. 1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Bealakang
Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan yang
nilai produksinya menyumbang sebesar 70.47% dari total produksi perikanan
Indinonesia (Fadli dkk., 2017). Tingginya produksi serta permintaan pasar akan
rumput laut menjadikan Indonesia sebagai Negara pengekspor terbesar setelah
Cina (Kementrian Kelautan & Perikanan, 2018). Hal ini disebabkan karena
komuditas rumput laut sangat mudah untuk dibudidayakan, tidak membutuhkan
modal besar dan usia panen singkat sehingga menjadikan komuditas rumput laut
dapat dibudidayakan oleh siapa saja (WWF, 2014).
Beberapa wilayah yang ada di Indonesia telah ramai mengembangkan
usaha budidaya rumput laut terutama Pulau Sulawesi, Jawa Timur, Bali dan Nusa
Tenggara (Rahadiati dkk., 2012). Luas indikatif lahan yang dapat dimanfaatkan
untuk budidaya komoditas rumput laut di Indonesia mencapai 769.452 ha. Dari
jumlah itu, hanya sekitar 50% atau seluas 384.733 ha yang secara efektif
dimanfaatkan, dan akan terus dimanfaatkan sehingga target produksi tahun 2014
sebesar 10 juta ton dapat dicapai (Jonathan, 2013). Konawe Selatan merupakan
salah satu kabupaten di Sulawesi Tenggara yang memiliki potensi pengembangan
budidaya rumput laut adalah. Salah satu jenis rumput laut yang paling banyak
dibudidayakan adalah Kappaphycus alvarezii, karena dapat diusahakan dengan
modal yang relative kecil, menggunakan teknologi produksi yang murah, metode
pasca panen yang tidak terlalu sulit serta permintaan pasar yang tinggi
(Asaf dkk., 2014).
Tingginya permintaan pasar akan K. alvarezii sehingga mendorong para
pembudidaya untuk menghasilkan rumput laut (K. alvarezii) dengan cepat,
berkualitas dan dengan jumlah produksi yang semakin meningkat. Sedangkan
keberadaan bibit unggul sering bermasalah serta langkahnya bibit unggul pada
musim-musim tertentu (Arjuni dkk., 2018). Hal inilah yang membuat para
pembudidaya menggunakan bibit berulang-ulang dari sumber indukan yang sama
sehingga mengakibatkan penurunan kualitas rumput laut yang dihasilkan
(Ria dkk., 2016). Menurut Anggadiredja et al (2008), bibit yang secara kontinyu
11. 2
digunakan akan memperlambat pertumbuhan rumput laut itu sendiri serta rentan
terserang penyakit sehingga berpeluang untuk terjadinya penurunan kualitas.
Bibit hasil kultur jaringan menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk mengatasi permasalahan diatas. Menurut KKP (2015), bibit rumput laut
hasil kultur jaringan memiliki keunggulan dari segi karagenannya maupun
pertumbuhannya yang relatif cepat dan tingkat ketahanan terhadap penyakit yang
sangat baik. Yong et al (2014), menyatakan bahwa bibit hasil kultur jaringan
memiliki laju pertumbuhan spesifik yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan
bibit yang berasal dari alam.
1.2. Rumusan Masalah
Salah satu kendala dalam pengembangan budidaya rumput laut adalah
keterbatasan benih yang berkualitas. Masalah yang sering muncul pada budidaya
rumput laut yaitu serangan hama dan penyakit. Penyakit infeksi ice-ice muncul
saat pemeliharaan rumput laut, yang sering dikaitkan dengan perubahan salinitas
atau suhu yang tinggi (Ateweberhan et al., 2014).
Bibit rumput laut hasil kultur jaringan menjadi salah satu solusi untuk
mengatasi permasalahan diatas yang dapat berkelanjutan dan juga menghasilkan
kualitas yang baik. Menurut Reddy et al (2003), rumput laut hasil kultur jaringan
memilki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan hasil budidaya. Yokoya dan
Valentin (2011), mengatakan dengan hasil kultur jaringan memungkinkan untuk
produksi dalam jumlah yang banyak.
Budidaya rumput laut K. alvarezii hasil kultur jaringan telah dilakukan
dalam tiga tahun terakhir pada bulan yang sama di Desa Bungin Permai
Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. Hasil menunjukan rata-rata
Laju Pertumbuhan Harian (LPH) mengalami peningkatan dari 4.6% pada tahun
2017 (Rama et al., 2018) menjadi 5.85 ± 0.40% pada tahun 2018 (Utami, 2018).
Berdasarkan uraian di atas, penggunaan bibit rumput laut (K. alvarezii)
hasil kultur jaringan pada tahun ke tiga ini dilakukan pada bulan yang sama di
Perairan Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan
untuk melihat pertumbuhan rumput laut serta mengevaluasi kelayakan dari bibit
hasil kultur jaringan.
12. 3
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari PKL-MAL ini adalah untuk mengetahui proses budidaya
rumpu laut K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan dengan metode
long line, mulai dari tahap persiapan, tahap penanaman hingga tahap pemasaran
serta uuntuk mengetahui laju pertumbuhan K. alvarezii dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Keguaan dari PKL-MAL ini agar mahasiswa dapat menambah ilmu
pengetahuan praktis dan wawasan mengenai tahap-tahap dalam budidaya rumput
laut.
Praktek lapang ini adalah rangkaian dari monitoring pertumbuhan tahun
ke-3, ini sangat diperlukan untuk mengevaluasi kelayakan dari bibit hasil kultur
jaringan.
13. 4
II. METODE PRAKTIKUM
2.1. Waktu dan Tempat
Praktek kerja lapang ini dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2019, terdiri
dari dua tahap, tahap pertama yaitu tahap persiapan yang dilaksanakan di Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari dan
tahap kedua yaitu tahap uji lapang yang dilaksanakan di perairan Desa Bungin
Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi
Tenggara.
2.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama PKL dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya
No. Alat dan Bahan Kegunaan
1. Alat
- Tali PE Tali utama metode longline
- Mistar Mengukur jarak tali pengikat
- Lilin Membakar ujung tali
- Pisau/cutter Memotong tali
- Timbangan Menimbang bibit rumput laut
- Botol Aqua Pelampung tali rumput laut warna kuning
- Alat Pintar Alat bantu pemintal tali rumput laut
- Thermometer Mengukur suhu perairan
- Hand Refraktometer Mengukur salinitas
- Spidol Alat tulis permanen
- Alat tulis Mencatat data
- Kamera Alat dokumentasi
- Marking Membuat pelabelan nama
- Karung Menyimpan rumput laut
- Kantong plastik Minyimpan sampel rumput laut
- Papan Background Sebagai latar dokumentasi
- Perahu Transportasi ke lokasi budidaya
2. Bahan
- Rumput laut hasil kultur
jaringan (K. alvarezii)
Objek budidaya
14. 5
2.3. Prosedur Kerja
Prosedur praktikum terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan, tahap
dan uji lapangan.
2.3.1. Tahap persiapan
Tahap persiapan dilaksanakan selama beberapa hari bertempat di
gedung perkuliahan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Universitas
Halu Oleo (UHO), Kendari. Beberapa hal yang dilakukan yaitu mengikuti
kegiatan asistensi praktikum untuk mengetahui proses budidaya rumput laut yang
akan dibudidaya, tahap persiapan alat pembuatan tali dan pembuatan tali.
1. Tahap Persiapan Alat Pembuatan Tali
Tahap persiapan alat merupakan tahap awal dalam kegiatan budidaya
rumput laut. Beberapa alat yang digunakan dalam pembuatan tali dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Alat-alat yang digunakan untuk persiapan pembuatan tali
rumput laut. A. Tali PE ukuran 4 mm, tali PE ukuran
1.5 mm, meteran; B. Gunting, cutter, mistar; C. Alat
pemintal tali rumput laut (Pintar); D. Pelampung
rumput laut.
15. 6
2. Tahap Pengukuran Tali
Tahap persiapan kedua yaitu mengukur tali PE berdiameter 4 mm
sepanjang 40 m. Setelah itu dilanjutkan dengan pembakaran ujung tali PE
berdiameter 1,5 mm sebelum diikatkan pada tali PE berdiameter 4 mm
(Gambar 2).
Gambar 2. Persiapan tali Rumput Laut. A. Pengukuran tali
PE 4 mm; B. Pembakaran ujung tali PE 1.5 mm.
3. Tahap Pembuatan Tali
Tahap persiapan ketiga yaitu pengikatan tali PE berdiameter 1,5 mm pada
tali PE berdiameter 4 mm menggunakan alat pintar, pengikatan tali berjarak 10
cm antara pengikat satu dan pengikat lainnya (Gambar 3).
Gambar 3. Pengikatan Tali Rumput Laut. A. Pengukuran
jarak 10 cm; B. Proses pengikatan tali PE 1.5
mm pada tali PE 4 mm.
A B
BA
16. 7
2.3.2. Tahap Uji Lapangan
Tahap ini dilaksanakan setelah proses persiapan tali rumput laut.
Bertempat di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe
Selatan. Beberapa hal yang dilakukan yaitu proses penimbangan bibit rumput laut,
pengikatan dan penanaman di lokasi yang telah ditentukan.
Desa Bungin Permai merupakan salah satu Desa di Kecamatan Tinanggea
dengan luas wilayah sekitar 5x5 km2
. Sebagian besar masyarakat di Desa Bungin
Permai berprofesi sebagai nelayan dan petani rumput laut. Secara geografis
budidaya rumput laut terletak dibagian 4o
29’19’’ Lintang Selatan dan 122o
12’58”
Bujur Timur (Gambar 4).
Gambar 4. Gambaran Lokasi Desa Bungin. A. Peta Desa Bungin Permai dilihat
dari Satelit; B. Lokasi Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinggea
Kabupaten Konawe Selatan.
Prosedur kerja yang dilakukan dalam tahap uji lapangan ini adalah sebagai
berikut :
1. Persiapan bibit rumput laut (K. alvarezii)
Bibit yang digunakan yaitu bibit hasil kultur jaringan, bibit ini diperoleh
dari petani rumput laut di Desa Bungin Permai. Ciri-ciri bibit yang baik menurut
WWF (2014), yaitu umur bibit 25-30 hari, bercabang banyak atau rimbun. tidak
A B
17. 8
bercak, tidak mengelupas dan tidak berlendir, Segar dan lentur (tidak layu), tidak
terserang penyakit, mulus (tidak terluka), bau yang alami, tidak ditumbuhi lumut
atau tanaman penempel, serta terdapat banyak calon thallus/anakan rumput laut
(Gambar 5).
Gambar 5. Bibit Rumput Laut (K. alvarezii)
2. Penimbangan Bibit Rumput Laut
Setelah bibit disiapkan, kemudian diseleksi guna mendapatkan bibit yang
baik, kemudian bibit ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian
0.05 g, sehingga diperoleh berat awal penimbangan 10 g (Gambar 6).
Gambar 6. Proses Penimbangan Bibit. A. Selekasi bibit; B. Penimbangan bibit; C.
Berat bibit awal 10 g.
A B C
18. 9
3. Pengikatan Bibit Rumput Laut
Tahap selanjutnya yaitu proses pengikatan bibit rumput laut yang telah
ditimbang pada tali yang telah disiapkan. Bibit rumput laut 10 g diikat pada tali
berdiameter 1.5 mm dengan baik agar tidak terlepas (Gambar 7).
Gambar 7. Proses Pengikatan Bibit Rumput Laut. A. bibit
rumput laut yang diikat pada tali; B. Bibit yang
siap ditanam.
4. Pemasangan Pelampung
Sebelum proses penanaman rumput laut dilakukan, terlebih dahulu
dilakukan pemasangan pelampung pada tali rumput laut. Pemasangan pelampung
bertujuan agar bibit rumput laut tidak tenggelam. Warna pada pelampung
bertujuan sebagai penanda tali rumput laut antara kelompok satu dengan
kelompok lainnya (Gambar 8).
Gambar 8. Proses pemasangan
pelampung rumput
laut
A B
19. 10
5. Penanaman Bibit Rumput Laut
Setelah bibit diberi pelampung, kemudian dilakukan penanaman. Proses
penanaman dilakukan pada lokasi yang telah ditentukan (Gambar 9).
Gambar 9. Proses penanaman bibit
rumput laut
2.3.3. Monitoring
Kegiatan monitoring dilakukan tiga kali seminggu yaitu pada Hari Selasa,
Jum’at dan Sabtu. Kegiatan monitoring bertujuan untuk melihat kondisi rumput
laut selama masa pemeliharaan. Hasil monitoring rumput laut dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 2. Hasil Monitoring Rumput Laut Ke-1 (17-03-2019)
No Gambar Temuan Solusi Hasil
1. Lumut pada
bibit rumput
laut
Proses
pembersihan
dilakukan
dengan
menggunacang
guncang tali
rumput laut
secara pelan
hingga bersih
20. 11
Tabel 3. Hasil Monitoring Rumput Laut Ke-2 (22-03-2019)
No. Gambar Temuan Solusi Hasil
1. Mengukur
parameter
kualitas air
yaitu
salinitas
- Salinitas 32 ppt
2. Mengukur
parameter
kualitas air
yaitu suhu
- Suhu 32o
C
3. Lumut pada
rumput laut
Melakukan
pembersihan
dengan
mengguncang-
guncang rumput
secara perlahan
hingga bersih
4. Epiphyte Epiphyte
dibersihkan dari
rumput laut,
dibuang jauh
dari lokasi
budidaya
agar tidak
kembali lagi ke
lokasi budidaya
21. 12
No. Gambar Temuan Solusi Hasil
5. Bibit rumput
laut terlepas
Mengganti bibit
yang lepas
dengan
melakukan
pengikatan bibit
rumput laut
yang baru
Tabel 4. Hasil Monitoring rumput laut ke-3 (31-03-2019)
No. Gambar Temuan Solusi Hasil
1. Mengukur
parameter
kualitas air
yaitu suhu
dan
salinitas
- Suhu 31o
C
Salinitas 33 ppt
2. Rumput
laut mulai
tenggelam
Penambahan
pelampung
pada tali
rumput laut
3. Lumut
pada tali
dan bibit
rumpt laut
Melakukan
pembersihan
dengan
menguncang-
guncang
rumput laut
secara perlahan
hingga bersih
22. 13
4. Epiphyte Epiphyte
dibersihkan
dari rumput
laut, dibuang
jauh dari
lakoasi
budidaya agar
tidak kembali
lagi ke lokasi
budidaya
5. Ice-ice Dipotong
ujung thallus
yang terkena
Ice-ice
Tabel 5. Hasil Monitoring Rumput Laut ke-4 (07-04-2019)
No. Gambar Temuan Solusi Hasil
1. Mengukur
parameter
kualitas air
yaitu suhu
dan salinitas
- Suhu 32o
C
Salinitas 32 ppt
2. Lumut pada
bibit rumput
laut
Dilakukan
pembersihan
dengan
mengguncang-
guncang tali
rumput laut
secara perlahan
hingga bersih
23. 14
3. Epiphyte Epiphyte
dibersihkan dari
rumput
laut,dibuang
jauh dari lokasi
budidaya agar
tidak kembali
lagi ke lokasi
budidaya
4. Hama atau
jenis tanaman
pengganggu
lainnya yang
menempel
pada rumput
laut
Rumput laut
dibersihkan
dengan
mencabut hama
yang menempel
ditali maupun
pada rumput
laut. Hama atau
tanaman
penempel
tersebut
dikumpulkan
dan dibuang
agar tidak
menggangu
pertumbuhan
rumput laut
5. Hama atau
tanaman
penggangu
Rumput laut
dibersihkan dari
hama tersebut,
dikumpulkan
kemudian
dibuang jauh
agar tidak
menggangu
pertumbuhan
rumput laut
24. 15
Tabel 6. Hasil Monitoring Rumput Laut ke-5(12-03-2019)
No. Gambar Temuan Solusi Hasil
1. Mengukur
parameter
kualitas air
yaitu suhu
dan salinitas
Suhu 31o
C
Salinitas 32 ppt
1. Lumut dan
tanaman
pengganggu
yang
menempel
pada tali dan
rumput laut
Melakukan hal
yang sama
seperti pada
monitoring
sebelumnya
2. Tanaman
penggangu
Dibersihkan dari
rumput laut
seperti pada
monitoring
sebelumnya
25. 16
2.3.4. Panen dan Pasca Panen
a. Pemanenan
Kegiatan pemanenan dilakukan setelah rumput laut berumur 35 hari. Alat-
alat yang digunakan pada proses ini yaitu karung, kantong plastik timbangan
digital dan timbangan gantung. Tahap pemanenan meliputi kegiatan pengambilan
rumput laut di lakosi budidaya, penimbangan individu serta kelompok dan
pengangkutan rumput laut.
1. Proses pemanenan diawali dengan mengambil rumput laut di lokasi budidaya.
Pengambilan rumput laut ini dilakukan dengan cara melepaskan ujung tali
rumput laut dari tali indukan, kemudian tali ditarik dan secara bersamaan
rumput laut dibersihkan dari lumpur, epiphyte serta tanaman penggangu
lainnya, setelah itu rumput laut dimasukan kedalam perahu secara perlahan
agar tidak rusak atau patah (Gambar 10).
Gambar 10. Proses Pengambilan Rumput Laut
2. Setelah proses pengambilan rumput laut dilakukan, rumput laut tersebut
dibawa kedarat untuk ditimbang. Rumput laut terlebih dahulu dilepaskan dari
tali, kemudian ditimbang setiap satu rumpun rumput laut menggunakan
timbangan digital untuk mengetahui berat awal. Setelah ditimbang satu
persatu, rumput laut dimasukan kedalam kantong plastik dan ditimbang
menggunakan timbangan gantung untuk mengetahui berat keseluruhan.
Rumput laut yang tidak dilepaskan dari tali dimasukan kedalam karung
26. 17
kemudian ditimbang menggunakan timbangan gantung untuk mengetahui
berat keselurahan setiap bentangan. Keseluruhan rumput laut adalah 28.2 kg.
3. Setelah proses menimbangan dilakukan, rumput laut tersebut dibawa ke lokasi
penjemuran menggunakan alat transportasi roda empat (mobil openKap). Saat
proses pengangkutan, rumput laut harus ditutupi dengan terpal. Hal ini
bertujuan untuk mengantisipasi terjadi hujan yang dapat membuat rumput laut
basah dan dapat menurunkan kualitas rumput laut (Gambar 11).
Gambar 11. Proses Pengangkutan Rumput Laut
a. Pasca Panen
Pasca panen merupakan kegiatan lanjutan setelah pemanenan. Kegiatan ini
meliputi penjemuran dan penimbangan berat kering serta pencucian tali rumput
laut. Penjemuran rumput laut pada kegiatan PKL menggunakan dua metode yaitu
metode gantung dan metode tebar, penggunanaan metode penjemuran yang
berbeda bertujuan untuk mengetahui kualitas dari rumput laut.
1. Penjemuran, penjemuran rumput laut dilakukan dibawah sinar matahari
selama enam hari. Lama waktu penjemuran disebabkan karena cuaca yang
kurang mendukung, selama penjemuran sering terjadi hujan sehingga waktu
penjemuran tidak maksimal. Kasrul (2018), menyatakan pengeringan rumput
laut yang baik pada saat cuaca cerah dengan intensitas cahaya matahari yang
optimal, faktor ini secara langsung akan menjamin kualitas produk rumput
laut kering. Sedangkan proses pengeringan pada cuaca mendung atau hujan
27. 18
akan mengakibatkan fermentasi atau pembusukan sehingga akan menurunkan
mutu rumput laut kering (Gambar 12).
Gambar 12. Proses Penjemuran Rumput Laut. A. Metode
gantung; B. Metode tebar.
2. Penimbangan, rumput laut yang telah kering ditimbang menggunakan
timbangan digital untuk mengetahui berat akhir dari setiap satu rumput laut.
Proses penimbangan dilakukan ketika rumput laut benar-benar kering atau
tidak lembab agar rumput laut tidak menjadi busuk pada saat penyimpanan
(Gambar 13).
Gambar 13. Penimbangan Rumput Laut Kering. A. Proses
penimbangan satu persatu rumput laut; B. Hasil
penimbangan satu rumput laut.
3. Pencucian tali rumput laut dilakukan setelah rumput laut dijemur dan timbang,
tali tersebut dicuci untuk dapat digunakan kembali pada musim penanaman
berikutnya. Pada proses pencucian terlebih dahulu tali direndam agar kotoran
yang menempel mudah terlepas, kemudian dikucek hingga bersih. Hal ini
A
A B
B
28. 19
dilakukan agar tali bersih dari sisa-sisa lumut yang masih menempel
(Gambar 14).
Gambar 14. Proses Pembersihan Tali Rumut Laut
3.2. Parameter yang Diamati
3.2.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Rumus untuk menghitung LPH berdasarkan Yong, et al. (2013), sebagai
berikut :
LPH = x 100 / hari
Dimana :
LPH = Laju pertumbuhan Harian (%/hari)
Wt = Bobot rumput laut basah (g)
W0 = Bobot rumput laut awal (g)
t = Periode pemeliharaan (hari)
Wt
Wo
0
1
t
29. 20
3.2.2. Hama dan Penyakit Rumput Laut
Hama dan penyakit rumput laut yang ditemukan selama budidaya rumput
laut, dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hama dan Penyakit Rumput Laut
No. Hama dan Penyakit Status
1. Epiphyte (Sargassum polycystum) Hama
2. Epiphyte (Sargassum granuliferum) Hama
3. Epiphyte (Sargassum swartzii) Hama
4. Beberapa jenis alga yang tidak teridentifikasi Hama
5. Lumut Hama
6. Ice-ice Penyakit
3.2.3. Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air yang dilakukan setiap monitoring budidaya
rumput laut untuk menunjang data dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Parameter Kualitas Air yang diukur
No. Paremeter Alat Ukur Waktu Pengukuran
1. Suhu Thermometer 3 kali dalam seminggu
2 Salinitas Hand Refraktometer 3 kali dalam seminggu
30. 21
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Laju Pertumbuhan Harian (LPH) K. alvarezii menggunakan metode longine
selama masa pemeliharaan 35 hari di perairan Desa Bungin Permai yaitu 7,46
±0,22%/hari dengan perbandingan rasio berat kering : berat basah (BK : BB) yaitu
1 : 8,32 LPH dan rasio BK : BB yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. LPH Rumput Laut K. alvarezii Hasil Kultur Jaringan.
Rumpun W0
(berat awal)
(g)
Wt
(berat basah)
(g)
Wt
(berat kering)
(g)
LPH
(%/hari
±SD)
Rasio Berat
Kering :
Berat Basah
1 2 3 4 5
1 10 125,0 17,06 7,48 1 : 7,32
2 10 129,5 16,38 7,59 1 : 7,90
3 10 125,0 16,13 7,48 1 : 7,74
4 10 141,5 13,29 7,86 1 : 10,64
5 10 115,0 12,7 7,22 1 : 9,05
6 10 127,0 15,91 7,53 1 : 7,98
7 10 121,5 13,50 7,39 1 : 9,00
8 10 134,5 15,16 7,70 1 : 8,87
9 10 115,6 16,7 7,45 1 : 6,92
10 10 112 14,4 7,14 1 : 7,77
Rata-rata 124,66 ± 17,26 15,12 ± 15,123 7,46 ± 0,22 1 : 8,32
Keterangan : W0 = Berat awal, Wt = berat basah dan berat kering.
3.3.2. Parameter Kualitas Air
Hasil pengamatan parameter kualitas air selama 35 hari masa
pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 10. Hasil Pengukuran Kualitas Air
Waktu Monitoring Suhu (o
C) Salinitas (ppt)
17/03/2019 Ke-1 26 30
22/03/2019 Ke-2 32 32
31/03/2019 Ke-3 31 33
07/04/2019 Ke-4 32 32
12/04/2019 Ke-5 31 32
31. 22
3.3.3. Hama dan Penyakit Rumput Laut
Salah satu masalah yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut yatu
adanya serangan hama dan penyakit. Beberapa jenis hama penggangu yang
ditemukan selama pemeliharaan yaitu epifit S. polycystum, S. granuliferum,
S. swartzii, lumut dan beberapa jenis alga yang tidak teridentifikasi menempel
pada rumput laut,. Sedangkan penyakit yang sering ditemukan saat monitoring
yaitu ice-ice. Diduga timbulnya penyakit dan hama penggangu ini dipengaruhi
oleh cuaca yang kurang mendukung serta kualitas air yang kurang baik.
3.3.4. Hasil Pasca Panen
Rumput laut yang telah dipanen, dijemur dengan menggunakan metode
gantung dan metode tebar. Kedua metode tersebut dapat menghasilkan kualitas
rumput laut kering yang baik apabila perlakuan atau cara yang diberikan tepat.
Hasil rumput laut kering dari proses penjemuran menghasilkan kualitas yang
berbeda. Kualitas rumput laut yang baik ditandai dengan memiliki warna merah
kehitaman dan tidak lembab (Gambar 15B), sedangkan kualitas rumput laut yang
tidak baik dicirikan dengan warna kuning pucat (Gambar 15A). Hal ini
disebabkan karena proses pengerinngannya tidak sempurna. Perbedaan kualitas
rumput laut dapat dilihat pada (Gambar 15).
Gambar 15. Perbandingan Kualitas Rumput Laut. A. Kualitas Jelek ;
B. Kualitas Baik.
1 cm 1 cm
A B
32. 23
3.2. Pembahasan
3.2.1. LPH (Laju Pertumbuhan Harian)
Rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan yang sangat
potensial untuk dikembangkan di daerah pesisir dan dapat diandalkan sebagai
salah satu produk perikanan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
(Fikri dkk., 2015). Kegiatan budidaya yang dilakukan pada praktikum ini dimulai
dengan persiapan alat dan bahan, pembutan tali, pengikatan bibit, penanaman
bibit, pemeliharaan, pemanenan dan penjemuran. Kegiatan dilaksanan di perairan
Desa Bungin Permai, Kecamatan Tingggea, Kabupaten Konawe Selatan Provinsi
Suawesi Tenggara, selama 35 hari masa pemeliharaan dengan menggunakan bibit
rumput laut hasil kultur jaringan.
Laju Pertumbuhan Harian (LPH) K. alvarezii hasil kurtur jaringan yang
dipelihara selama 35 hari pemeliharaan pada praktikum ini yaitu sebesar
7,46±0,22%/hari. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang diperoleh
pada tahun 2017 dan 2018. Pada tahun LPH K. alvarezii hasil kultur jaringan yang
dibudidayakann di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tingggea,
Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Suawesi Tenggara, selama 35 hari
pemeliharaan yaitu sebesar 4.6%hari (Rama et al., 2018). Pada tahun 2018 LPH
yang diperoleh yaitu sebesar 5.85±0.40%hari.
Perbedaan laju pertumbuhan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal
dan internal. Menurut Atmadja (2007), bahwa rumput laut termasuk tumbuhan
yang dalam proses metabolismenya memerlukan kesesuaian faktor-faktor fisika
dan kimia perairan seperti gerakan air, suhu, kadar garam, nutrisi atau zat hara
(seperti nitrat dan fosfat), dan pencahayaan sinar. Faktor yang dianggap
berpengaruh bagi pertumbuhan rumput laut adalah secara geografis lebih jauh dari
aktifitas masyarakat yang tinggal di pesisir, kecepatan arus pada posisi ini cukup
membantu bagi pertumbuhan maupun perkembangan rumput laut. Prihaningrum
dkk (2001), menyatakan bahwa untuk mendukung keberhasilan budidaya rumput
laut usahakan menghindari lokasi yang berdekatan dengan sumber pencemaran
air, seperti industri serta bersandarnya kapal-kapal karena kondisi tersebut
dikhawatirkan dapat menurunkan kualitas air, yang pada akhirnya akan
33. 24
menurunkan daya dukung lingkungan terhadap perkembangan rumput laut yang
dikembangkan.
LPH yang diperoleh pada PKL ini dengan menggunakan rumput laut hasil
kultur jaringan yaitu sebesar 7,46±0,22%/hari, ini merupakan LPH yang lebih
tinggi dibandingkan dengan LPH dua terakhir. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sulistiani dkk (2014), bahwa laju pertumbuhan bobot rumpu laut yang dianggap
cukup menguntungkan adalah di atas 3% pertambahan berat perhari. Tingkat
pertumbuhan rumput laut yang berbeda juga mempengaruhi kandungan karagenan
yang dihasilkan. Menurut Aeni (2019), bahwa perbedaan karagenan dipengaruhi
oleh parameter lingkungan seperti lokasi budidaya, kondisi salinitas, kedalama,
nutrisi serta tingkat stress.
3.2.2. Rasio Berat Kering dan Berat Basah (BK:BB)
Rasio (BK:BB) yang diperoleh dari budidaya rumput laut (K. alvarezii)
menggunakan hasil kultur jaringan ini yaitu 1:8,32. Rasio (BK:BB) yang
diperoleh disebabkan karena metode pengerigan yang kurang tepat sehingga
kualitas rumput laut yang dihasilkan juga kurang baik. Kualitas rumput laut yang
baik salah satunya dipengaruhi oleh cara penanganan pasca panen. Proses
pengeringan yang sangat perlu diperhatikan, karena meskipun hasil panennya baik
akan tetapi penanganan pasca panennya kurang baik maka akan mengurangi mutu
rumput laut (Surata dkk., 2012).
Hasil rasio yang diperoleh pada PKL-MAL ini disebabkan karena rumput
laut yang sudah dipanen tidak langsung dijemur dibiarkan menumpuk tanpa
langsung digantung terlebih dahulu sehingga berpengaruh pada warna rumput laut
yang menjadi pucat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Febriyanti (2019),
menyatakan kualitas rumput laut dapat disebabkan oleh beberapa factor salah
satunya adalah keterlambatan melakukan penjemuran. Menurut Aslan (2011),
beberapa hal yang dapat mengurangi kualitas rumput laut yaitu disebabkan karena
pemanenan dilakukan selama 45 hari, kadar air yang masih tinggi, mencampur
produk rumput laut kering dengan jenis rumput laut lain dan proses pengeringan
dan penyimpanan pasca panen yang belum memenuhi standar.
34. 25
3.2.3. Parameter Kualitas Air
Salah satu faktor penunjang pertumbuhan rumput laut adalah kualitas
lingkungannnya. Ria (2016), meyatakan bahwa faktor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan rumput laut antara lain cahaya matahari, nutrisi di
perairan laut, suhu perairan, kadar garam kecepatan arus (gelombang), pH
perairan, hama atau penyakit termasuk kehadiran ikan-ikan besar. Menurut
Abdan et al. (2013), kualitas air merupakan faktor yang penting untuk dapat
mendukung kehidupan dan pertumbuhan rumput laut. Sedangkan Salah satu
faktor penunjang pertumbuhan rumput laut adalah kualitas lingkungannya.
Kualitas air merupakan faktor yang penting untuk dapat mendukung kehidupan
dan pertumbuhan rumput laut.
Parameter kualitas air yang diamati dalam PKL-MAL ini adalah parameter
suhu dan salinitas. Hasil pengukuran parameter kualitas air setiap kali monitoring
yaitu suhu berkisar antara 26-32O
C dan salinitas berkisar antara 32-33 ppt. Secara
umum hasil yang dipeoleh dalam kondisi yang cocok untuk pertumbuhan
K. alvarezii. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asaf (2014), bahwa K. alvarezii
merupakan rumput laut yang relative tidak tahan terhadap kisaran salinitas yang
luas. Salinitas yang sesuai untuk pertumbuhan K. alvarezii adalah berkisar 28-35
ppt. hal ini juga dikatakan Anggadiredja et al (2006), budidaya rumput laut
K. alvarezii di Kabupaten Konawe Selatan, dilakukan pada perairan dengan
salinitas antara 28-33 ppt menghasilkan pertumbuhan yang baik. Sedangkan suhu
yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut adalah 28-32O
C (Anton, 2017).
3.2.4. Hama dan Penyakit
Monitoring rumput laut dilakukan tiga kali dalam seminggu. Monitoring
bertujuan untuk mengetahui kondisi rumput laut selama waktu pemeliharaan.
Selama monitoring, ditemukan beberapa jenis hama penggangu seperti epifit yang
menempel pada rumput laut dan penyakit ice-ice. Hama dan penyakit merupakan
salah satu foktor pembatas dalam usaha budidaya rumput laut. Menurut Arisandi
dkk (2011), hama dan penyakit merupakan masalah yang sering dihadapi oleh
pembudidaya rumput laut, hal ini disebabkan kerena kondisi lingkungan yang
kurang mendukung.
35. 26
Selama pemeliharaan, jenis epifit yang ditemukan menempel pada rumput
laut K. alvarezii adalah epifit jenis S. polycystum, S. granuliferum dan S. swartzii.
Menempelnya epifit tersebut akan dapat yang mengganggu pertumbuhan rumput
laut dan kualitas karagenan. Hal ini sesuai Marlia dkk (2016), bahwa epifit
merupakan suatu masalah dalam pembudidayaan rumput laut di Indonesia.
Muncunya hama penggangu yang disebut epfit ini dapat menghambat
pertumbuhan dan produktifitas rumput laut. Selain epifit, selama pemeliharaan
ditemukan pula beberapa jenis alga yang tidak teridentifikasi.
Penyakit ice-ice ditemukan selama pemeliharaa. Ice-ice merupakan jenis
penyakit yang terdapat pada rumput yang dicirikan dengan perubahan warna
menjadi pucat kemudian thallus mejadi bening dan dalam jangka waktu panjang
seluruh tanaman menjadi keputi-putihan. Timbulnya penyakit ice-ice dipengaruhi
oleh fator lingkungan yang berubah secara mendadak sehingga berpengaruh
terhadap daya tahan tahan rumput laut. Perubahan lingkungan yang ekstrim
menyebabkan rumput laut mengalami stress dan mudah terserang pathogen. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Arisandi dkk (2013), peningkatan sebaran infeksi
ice-ice dipengaruhi oleh pergantian musim sehingga berpengaruh pada cuaca atau
kondisi tempat hidup rumput laut. Vairappan (2010), menjelaskan bahwa kondisi
ekstrim akibat perubahan cuaca yang drastis antara musim hujan dan musim
kemarau, menyebabkan perubahan salinitas dan konsentrasi nutrien di laut secara
tiba-tiba sehingga siklus penyakit ice-ice menjadi lebih panjang.
3.2.5. Pasca Panen
Setelah pemeliharaan selama 35 hari, kemudian dilakukan pemanenan.
Pemanenan dilakukan pada pagi hari untuk mempercepat proses penjemuran.
Setelah melakukan pemanenan, rumput laut dikeringkan terlebih dahulu agar
mengurangi kadar air dan mencegah terjadinya pembusukan rumput laut yang
dapat berdampak harga nilai jual.
Pengeringan rumput laut pada praktikum kali ini menggunakan dua
metode yaitu metode gantung dan metode tebar. Proses pengeringan dilakuan
dibawa sinar matahari. Kelebihan metode gantung yaitu proses pengeringan lebih
cepat, rumput laut kering secara merata, kualitas rumput laut yang baik dan kadar
36. 27
karagenan yang dihasilkan juga tinggi dibandingkan pengeringan dengan metode
tebar. Hal ini sebanding dengan Nindhia (2016), menyatakan bahwa metode
gantung lebih baik selain ebih murah, kadar kotoran lebih rendah selain itu juga
dengan cara gantung kadar garam yang menempel akan minim, hal ini karena
yang mengandung garam cepat menetes ke bawah sehingga tingkat kekeringan
lebih merata dan waktu pengeringan lebih cepat dan hasil rumput laut utuh.
Penggunaan metode gantung dan tebar juga bergantung pada perlakuan
yang diberikan. Penggunaan metode gantung akan lebih baik hasilya apabila cara
penumpukan rumput lat tidak padat. Selain itu bergantung pada perlakuan, juga
berkantung pada kondisi cuaca yang mendukung untuk mengeringkan rumput
laut.
37. 28
IV. SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
Berdasarkan hasil PKL-MAL yang dilakukan di di perairan Desa Bungin
Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan menggunakan bibit
hasil kultur jaringan K. alvarezii dengan metode longine yang dipelihara selam 35
hari pada tahun ketiga ini memiliki pertumbuhan yang baik yaitu LPH individu
7,46 ±0,22%/hari dengan perbandingan rasio berat kering : berat basah yaitu
1:8,32. Hasil ini menunjukan bahwa LPH yang diperoleh lebih tinggi
dibandingkan LPH yang telah diperoleh dua tahun terakhir dari penanaman tahun
tahun 2017 oleh Rama et al (2018), dengan LPH 4,6% dan penanaman tahun
kedua oleh Utami (2018), dengan LPH 5.85 ± 0.40%/hari. Parameter kualitas air
yaitu suhu berkisar 31-32o
C dan salinitas berkisar 32-33 ppt. Hama dan penyakit
yang ditemukan yaitu S. polycystum, S. granuliferum dan S. swartzii, lumut dan
beberapa jenis alga yang tidak teridentifikasi, lumut serta penyakit ice-ice.
4.2. Saran
Sebaiknya pada saat pengikatan bibit rumput laut dilakukan dengan baik
agar rumput laut tidak terlepas dari tali dan sebaiknya lebih memperhatikkan
rumput laut pada saat proses penjemuran sehingga kualitas rumput laut yang
dihasil juga baik.
38. 29
DAFTRA PUSTAKA
Abdan, Rahman A., Ruslaini. 2013. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap
Pertumbuhan dan Kandungan Karagenan Rumput Laut (Eucheuma
spinosum) Menggunakan Metode Long Line. Jurnal Mina Laut
Indonesia 3 (12) : 113-123.
Aeni, O.N., Aslan, L.O.M., Iba, W., Patadjai, A.B., Rahim, M., Balubi., M. 2019.
Effect of Different Seedling Sources and Carragenan Yield of Seaweed
Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Cultivated in Marobo
Waters, Muna Regency, Southeast (SE) Sulawesi, Indonesia. IOP
Conference Series: Earth Enviromental Science.
Anggadiredja, J.T., Zatmika, A., Purwoto, H., Istini, S. (2008). Rumput Laut:
Pembudidayaan, Pengolahan & Pemasran Komoditas Perikanan
Potensial. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta, 147 hlm.
Anton. 2017. Pertumbuhan Dan Kandungan Agar Rumput Laut(Gracilaria Spp)
Pada Beberapa Tingkat Salinitas. Jurnal Airaha. 6 (2) : 54-64.
Arisandi, A., Farid, A., Ari, W. E., Rokhmaniati. 2013. Dampak Infeksi Ice-ice
dan Epifit terhadap Pertumbuhan Eucheuma cottonii. Ilmu Kelautan. 18
(1) : 1-6.
Arisandi, A., Marsoedi., Nursyam., H., Sartimbul, A. 2011. Kecepatan dan
Presentasi Infeksi Ice-ice pada Kappaphycus alvarezii di Perairan Bluto
Sumenep. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 3 (1) : 47-51.
Arjuni1, A., Cokrowati1, A., Rusman. 2018. Pertumbuhan Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan. Jurnal Biologi Tropis. 18
(2) : 216 - 223 .
Asaf, Z., Makmur., Antoni S. R. 2014. Upaya Peningkatan Produktivitas Rumput
Laut Kappaphycus Alvarezii Dengan Mengetahui Faktor Pengelolaan Di
Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, J. Ris.
Akuakultur. 9 (3) : 463-473.
Aslan, L.O.M 2011. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia.
Pidato Pengukuhan Sebaga Guru Besar dalam Bidang Budidaya
Perairan. Disampaikan pada Rapat Senat Terbuka Luar Biasa
Universitasa Halo Oleo Tanggal 22 Januari 2011.
Atewerbehan, M., Rougier A., Rakotomahazo, C. 2014. Influence of
Enviromental Factors and Farming Technique on Growth and Health of
Farmed Kappaphycus alvarezii (citonii) inSouth-West Madagascar. J
Appl Phycol : DOI 10.1007/10811-014—0378-3 : 1-12.
Atmadja, W.S. (2007). Apa Rumput Laut itu Sebenarnya? Divisi Penelitian dan
Pengembangan Seaweed. Kelompok Studi Rumput Laut Kelautan.
UNDIP. Semarang. 8 hal.
Fadli., Pambudy, R., Harianto. 2017. Analisis Daya Saing Agribisnis Rumput
Laut di Kabupaten Lombok Timur . Jurnal Agribisnis Indonesia. 5 (2) :
111-124.
Febrianti, F. 2019. Pengaruh Jarak Tanam Bibit Rumput Laut Kappaphycus
alvarezii (Rhodophyta, Soiliriaceaea) Menggunakan Bibit Hasil Kultur
Jaringan di Desa Morobo Kecamatan Bone Kabupaten Muna Sulawesi
Tenggara.
39. 30
Fikri, M., Rejeki, S., Lakhsmi, W. L. 2015. Produksi dan Kualitas Rumput Laut
(Euchema cotonii) dengan Kedalaman Berbeda di Perairan Bulu
Kabupaten Jepara. Journal of Aquaculture Management and Techonoly.
4 (2) : 67-74.
Jonathan, S.H. 2013. Rumput Laut Indosnesia. Kementrian Perdagangan.
Republik Indonesia. Warta Ekspor. Jakarta.
Kasrul, A. N. 2018. Rancang Bangun Sistem Pengeringan Rumput Laut Berbasis
Arduino Uno Di Kabupaten Takalar. Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
KKP. 2018. Gambaran Potensi, Produksi, dan Pemasaran Produk Perikanan dan
Kelautan Provinsi Sulawesi Tenggara. Balai Besar Pengujian Penerapan
Hasil Perikanan. Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk
Kelautan Dan Perikanan.
Marlia., Kasim, M., Abdullah. 2016. Suksesi DAN Komposisi Jenis Makroepifit
pada Rumput Laut Kappaphycus alvarezii yang Dibudidayakan dengan
Rakit Jaring Apung di Perairan Desa Tanjung Tiram Kabupaten Konawe
Selatan. Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan. 1 (4) : 451-461.
Nindhia, T.G.T.I.W., Surata. 2016. Pemberdayaan Masyarakat Melalui
Pengembangan Uasah Tani di Desa Ped. Jurnal Udayana Mengabdi. 15
(1) : 1-9.
Prihaningrum A., M. Meiyana dan Evalawati. 2001. Biologi Rumput Laut,
Teknologi Budidaya Rumput Laut (Caulerpa sp). Petunjuk Teknis.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya. Balai Budidaya Lampung.
Rahadiati, A., Dewayany., Hartini, S., Widjojo, S., Windiastuti R. 2012. Budidaya
Rumput Laut Dan Daya Dukung Perairan Timur Indonesia Studi Kasus
Kabupaten Konawe Selatan, Globe (14) 2 : 178 – 186.
Rama, R., Aslan, L.O.M., Iba, W., Rahman, A., Armin, A.,Yusnaeni, Y. 2018.
Seaweed Cultivation of Micropropageted Seaweed Kappaphycua
alvarezii in Bungin Permai Coastal Waters, Tinanggea Sub District,
South Konawe Regency, South East Sulawesi. IOP Conf. Series: Earth
and Eviromental Science 175 012219 doi : 10.1088/1755-
13115/175/1/01219.
Reddy , C.R.K., Raja, K.K.G., Siddhanta, A.K. Tewari., A. 2003. In Vitro
Embryogenesis and Regeneratoins of Somatic Embryos from Pigmented
Callus of Kappaphycua alvarezii (Doty) Doty (Rhodophyta
Gigartinales) J. Phycol. 39 : 610-616.
Ria S.A., Cokrowati., N. Rusman. Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus
Alvarezii Hasil Kultur Jaringan Pada Jarak Tanam Yang Berbeda.
Depik, 5(1): 12-18.
Sulistiani., Erina, S. A., Yani. 2014. Kultur jaringan rumput laut kotoni
(Kappaphycus alvarezii). Seameo Biotrop. Bogor.
Surata, W., Gde, T. N. T., Adi, K. A. 2012. Peningkatan Mutu Menggunakan
Pengeringan Tipe Kabinet. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Tekni
Universitas Udayana. 31hal
Susilowati, T. Rejeki, S., Dewi E.N., Zulfitriani. 2012. Pengaruh Kedalaman
terhadap Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) yang
40. 31
dibudidayakan dengan Metode Longline di Pantai Mlonggo, Kabupaten
Jepara. Jurnal Saintek Perikanan 8 (1).
Utami, C. 2018. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty)
Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai
Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara
Indonesia (Monitoring Tahun Kedua). Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Halu Ole. Kendari.
Vairappan, C. S. 2006. Seasonal Occurrences of Epiphytic Algae on The
Commercially Cultivated Red Alga Kappaphycus alvarezii (Soliericeae,
Gigartinales, Rhodophyta). Journal of Applied Phycology. 18 : 611-617.
WWF. 2014. Budidaya Rumput Laut Kotoni( Kappaphycus alvarezii), Sacol
(Kappaphycus striatum), dan Spinosum (Euchema denticulatum). Seri
Panduan Perikanan Skala Kecil.
Yokoya, N.S., Valentin., Y.Y. 2011. Micropropagations as a Tool Sustainable
Utilization and Conservation of Populations of Rhodophyta. Brazilian
Journal of Pharmacognosy. 21(2) : 334-339.
Yong, W. T. L., Chin., J. Y. Y., Yasir, S. 2014. Evaluation of Growth Rate and
Semi-Refined Garrageenan Properties of Tissu Cultured Kappaphycus
alvarezii, (Rhodopyta, Gigartinales). Pycological Research. 6 (2) : 316-
321.