Laporan ini membahas budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii menggunakan bibit hasil seleksi klon yang telah dikultur jaringan dengan metode longline di perairan Desa Bungin Permai, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara selama 3 bulan. Laju pertumbuhan harian rumput laut adalah 6,27±0,31%/hari dengan rasio berat kering:basah 1:13,4. Parameter kualitas air yaitu suhu 21-31°C dan sal
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...
SEAWEED CULTIVATION
1. i
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Soliericeae, Gigartinales, Rhodophyta) Menggunakan Bibit Hasil Seleksi
Klon yang telah di Kultur Jaringankan di Perairan Desa Bungin Permai
Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara
Cultivation of Red Alga Kappaphycus alvarezii (Doty) ex Silva (Soliericeae,
Gigartinales, Rhodophyta) using Seedlings Produced From Mass Selection
Combined with Tissue – Cultured Method in Bungin Permai Coastal Waters
Tinanggea Sub - District South Konawe Regency Southeast Sulawesi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen
Akuakultur Laut
OLEH :
SANIATI GOA
I1A2 15 074
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
2. ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty)
Doty ex Silva (Soliericeae, Gigartinales, Rhodophyta)
menggunakan Bibit Hasil Seleksi Klon yang telah di
Kultur Jaringankan di Perairan Desa Bungin Permai
Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan
Sulawesi Tenggara
Laporan Lengkap : Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
Nama : Saniati Goa
Stambuk : I1A2 15 074
Kelompok : VI (Enam)
Jurusan : Budidaya Perairan
Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan
Laporan Lengkap ini
Telah Diperiksa dan Disetujui oleh :
Dosen Koordinator Mata Kuliah
Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc
NIP. 19661210 199403 1 005
Kendari, Juli 2018
Tanggal Pengesahan
3. iii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Saniati Goa, dilahirkan di Oki Baru, Kecamatan Namrole,
Kabupaten Buru Selatan pada tanggal 02 September 1997
dari pasangan Saleman Goa dan Wa Angga merupakan
anak kelima dari lima bersaudara. Penulis mengenyam
pendidikan dasar pada tahun 2003 sebagai Siswa SD
Negeri 1 Atap Oki Baru, Kecamatan. Namrole, Kabupaten
Buru Selatan dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan
pendidikan di SMP Negeri 2 Wangi-Wangi, Kecamatan Wangi-Wangi,
Kabupaten Wakatobi dan lulus pada tahun 2012. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Wangi-wangi, Kecamatan Wangi-
Wangi, Kabupaten Wakatobi dan lulus pada tahun 2015. Tahun 2015 melalui
jalur SBMPTN penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Halu Oleo,
Kendari pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Budidaya Perairan.
Penulis pernah mengikuti lomba Pemilihan Mahasiswa Berprestasi
(MAWAPRES) dan mendapatkan juara II bidang Agrokomplek pada tahun 2017
dan juara III pada tahun 2018 tingkat Universitas Halu Oleo. Penulis juga
menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan (HMJ BDP)
pada Tahun 2017–Sekarang. Penulis juga menjadi pengurus Forum Lingkar Pena
(FLP) tingkat SULTRA pada tahun 2016-Sekarang. Selain itu, penulis juga aktif
menjadi Asisten Pembimbing dalam 6 (Enam) praktikum mata kuliah yaitu
Avertebrata Air, Iktiologi, Mikrobiologi Akuatik, Parasit dan Penyakit Ikan,
Budidaya Pakan Alami dan Fisiologi Hewan Akuatik sejak Tahun 2017–Sekarang
dan Asisten Junior Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut pada Tahun 2018.
PKL-MAL ini merupakan karya tulis ketiga penulis setelah karya pertama
berupa terjemahan dari publikasi ilmiah yang berjudul ” Acclimatization of
Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta,
Soliericeae) in Outdoor Nursery System (Aklimatisasi dari Kultur Jaringan
Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) dalam
Sistem Pembibitan di Laut Terbuka)” yang ditulis oleh Yoong Soon Yong,
Wilson Thau Lym Yong, Vun Yee Thien, Su En Ng, Ann Anton, Suhaimi Yassir.
4. iv
Diterbitkan di J Appl Phyco (2014), DOI 10.1007/s10811-014-0289-3 dan karya
kedua berupa terjemahan dari publikasi ilmiah yang berjudul “Creating a
Sustainable Commercial Eucheuma Cultivation Industry: the Importance and
Necessity of the Human Factor (Membuat Industri Budidaya Eucheuma
Komersial yang Berkelanjutan : Penting dan Memenuhi Kebutuhan)” yang ditulis
oleh Ei Ask. Diterbitkan di FMC BioPolymer; 1735 Market St, Philadelphia, PA
19103, USA.
5. v
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayahNya, dengan memberi kemudahan dalam
menyelesaikan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut ini
mengenai budidaya rumput laut menggunakan bibit hasil seleksi klon yang telah
dikultur jaringankan dengan metode longline, sehingga dapat terselesaikan tepat
waktu.
Sebagai seorang penulis, yang tidak luput dari kesalahan, penulis
sangat menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini banyak menemui
kendala. Namun atas izin Allah, semua kendala itu dapat dilewati. Ucapan
terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc selaku
Koordinator Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut yang telah
membimbing dengan penuh keikhlasan dalam penyusunan laporan lengkap
PKL ini dan pembuatan blog dan pemostingan laporan PKL dan Kakak
Armin, S.Pi sebagai Asisten Pembimbing dan penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman yang telah membantu kelengkapan laporan PKL ini.
Penulis menyadari bahwa laporan lengkap ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk perbaikan
laporan ini baik dalam penulisan maupun dalam isi laporan. Semoga
laporan ini dapat memberikan manfaat bagi sekalian pembaca dan
khususnya bagi pribadi penulis.
Kendari, Juli 2018
Penulis
6. vi
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Soliericeae, Gigartinales, Rhodophyta) Menggunakan Bibit Hasil Seleksi
Klon yang telah di Kultur Jaringankan di Perairan Desa Bungin Permai
Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara
ABSTRAK
Rumput laut merupakan komoditas unggulan perikanan budidaya yang
produksinya tersebar diantara komoditas unggulan lainnya. Salah satu jenis
rumput laut komersil penting ialah Kappaphycus alvarezii. Budidaya rumput
laut ini menggunakan bibit yang berasal dari hasil seleksi klon yang telah
di kultur jaringankan dengan metode budidaya yang digunakan adalah
metode longline. PKL ini dilaksanakan selama 3 bulan (April – Juni 2018) di
perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe
Selatan, Sulawesi Tenggara. PKL ini meliputi beberapa kegiatan seperti persiapan
alat dan bahan, pengikatan dan penanaman bibit, monitoring rumput laut,
pemanenan dan pasca panen serta pemasaran. Hasil yang diperoleh dalam
PKL ini ialah laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut yang dipelihara
selama 35 hari yaitu 6,27±0,31% /hari dengan rasio berat kering : berat basah
adalah 1 : 13,4. LPH yang ditemukan saat PKL-MAL ini lebih tinggi dibanding
LPH dari studi sebelumnya yang dilakukan oleh Rama dkk. (2018) dimana
LPHnya hanya mencapai 4,6±0,66 %/hari. Perbedaan LPH diduga disebabkan
karena perbedaan sumber bibit. PKL-MAL ini menggunakan bibit seleksi klon-
kultur jaringan, sedangkan PKL-MAL sebelumnya menggunakan bibit hasil
kultur jaringan. Parameter kualitas air yang didapatkan yaitu suhu 21-31 °C dan
salinitas 24–31 ppt. Epifit yang menyerang rumput laut K. alvarezii adalah
Sargassum polycystum, Sargassum sp. dan penyakit ice-ice. Harga pasar untuk
rumput laut ini yaitu Rp. 18.000/kg.
Kata Kunci : K. alvarezii, Bibit Hasil Seleksi Klon yang telah di Kultur
Jaringankan, Laju Pertumbuhan Harian, Hama dan Penyakit
7. vii
Cultivation of Red Alga Kappaphycus alvarezii (Doty) ex Silva (Soliericeae,
Gigartinales, Rhodophyta) using Seedlings Produced From Mass Selection
Combined with Tissue – Cultured Method in Bungin Permai Coastal Waters
Tinanggea Sub - District South Konawe Regency Southeast Sulawesi
ABSTRACT
Seaweed is a leading commodity of aquaculture fisheries whose production
is spread among other excellent commodities. One important species of
seaweed is Kappaphycus alvarezii. Seaweed cultivation used seedlings
produced from mass selection combined with tissue – cultured method with the
method of cultivation used was the longline method. This field practice was
carried out for 3 months (April – June 2018) around Bungin Permai coastal
waters, Tinanggea Sub-district, South Konawe Regency, Southeast Sulawesi.
This practice included several activities such as preparation of tools and
materials, tying and planting of seeds, monitoring of seaweed, harvesting and
post-harvest and marketing. The result obtained in this field practice was the
daily growth rate (DGR) of seaweed maintained at 6, 27±0,31%/day and the
ratio of dried weight : wet weight was 1: 13,4. The DGR found in this study
was higher than the pervious study done by Rama et al. (2018) in which the
DGR was only 4,6±0,66 %/day. The higher DGR found in this study could be
caused by different seedlings sources. This study used mass selection combined
with tissue – cultured method while the previous study used tissue–cultured
seedlings. Water quality parameters obtained was temperature 21-31 °C while
salinity ranges from 24–31 ppt. Pests and diseases found in epiphytes
Sargassum polycystum, Sargassum sp. and ice-ice diseases. The market price
for this seaweed was Rp. 18.000/kg.
Keyword : K. alvarezii, Seedlings Mass Selection with Tissue – Cultured
Method, Daily Growth Rate, Pests and Diseases
8. viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP..................................................................................... iii
KATA PENGANTAR................................................................................. v
ABSTRACT................................................................................................. vii
DAFTAR ISI…............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR…............................................................................... ix
DAFTAR TABEL….................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 2
C. Tujuan dan Kegunaan........................................................................ 3
II. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat............................................................................ 4
B. Alat dan Bahan................................................................................. 4
C. Prosedur Kerja.................................................................................. 5
D. Parameter yang Diamati................................................................... 15
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil.................................................................................................. 16
1. Pengamatan Laju Pertumbuhan Harian (LPH)........................ 16
2. Parameter Kualitas Air.............................................................. 16
3. Hama Rumput Laut.................................................................... 17
4. Pasca Panen............................................................................... 17
B. Pembahasan..................................................................................... 18
1. Laju Pertumbuhan Harian........................................................ 18
2. Parameter Kualitas Air.............................................................. 19
3. Hama Rumput Laut.................................................................... 19
4. Pasca Panen............................................................................... 20
5. Pemasaran.................................................................................. 23
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .......................................................................................... 24
B. Saran ................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA
9. ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1. Alat Pintar (Pemintal Tali Rumput Laut)......................... 5
2. Alat dan Bahan Untuk Mengikat Tali Longline............... 5
3. Pembuatan Tali Longline Menggunakan Alat Pintar....... 6
4. Pengerjaan Tali Rumput Laut........................................... 6
5. Jarak Tanam Tali Rumput Laut ....................................... 7
6. Peta Lokasi Praktek Lapang............................................. 7
7. Bibit Rumput Laut Hasil Seleksi Klon (K. alvarezii)
yang telah di Kultur Jaringan............................................ 8
8. Pemotongan Thallus Rumput Laut Hasil Seleksi Klon
yang telah di Kultur Jaringan............................................ 9
9. Penimbangan Bibit Rumput Laut Hasil Seleksi Klon
(K. alvarezii) yang telah di Kultur Jaringan..................... 9
10. Pengikatan Bibit Rumput Laut Hasil Seleksi Klon yang
telah di Kultur Jaringan pada Tali Longline..................... 9
11. Penanaman Bibit Rumput Laut di Lokasi Budidaya........ 10
12. Pembersihan rumput laut dari epifit dan pemotongan
thallus rumput laut yang terserang penyakit ice-ice....... 10
12. Pembersihan Rumput Laut dari Epifit.............................. 10
13. Alat dan Proses Pengukuran Kualitas Air......................... 11
14. Pengambilan Rumput Laut ke dalam
Perahu............................................................................... 12
15. Penimbangan Rumput Laut Menggunakan Timbangan
Gantung (crane scale).......................................................... 12
16. Penimbangan Rumput Laut Hasil Seleksi Klon (K.
alvarezii) yang telah di Kultur Jaringan Menggunakan
Timbangan Digital........................................................... 13
17. Penjemuran Rumput Laut Hasil Seleksi Klon (K.
alvarezii) yang telah di Kultur Jaringan
Menggunakan Metode Gantung (hanging
method)............................................................................. 13
18. Proses Pelepasan Rumput Laut Kering dari Tali
Longline............................................................................ 14
19. Penimbangan Rumput Laut
Kering............................................................................... 14
10. x
20. Hama Rumput Laut.......................................................... 17
21. Perbandingan Kualitas Rumput Laut yang Bagus dan
Tidak Bagus...................................................................... 18
11. xi
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1. Alat dan Bahan beserta Kegunaannya pada Tahap
Persiapan.............................................................................
4
2. Alat dan Bahan beserta Kegunaannya pada Tahap Uji
Lapangan.............................................................................
8
3. Parameter Kualitas Air yang Diukur Selama PKL............. 15
4. Hama dan Penyakit Selama PKL........................................ 15
5. Hasil Pengamatan Laju Pertumbuhan Harian (LPH) dan
Rasio Berat Kering : Berat Basah.......................................
16
6. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air.......................... 16
12. 1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumput laut Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu komoditas
perikanan yang memiliki nilai ekonomis. Rumput laut K. alvarezii memiliki
kandungan karaginan yang telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku utama
dalam industri makanan, kosmetik, farmasi dan pupuk organik (KKP, 2015). Hal
inilah yang menjadikan rumput laut K. alvarezii merupakan salah satu komoditi
unggulan dalam perdagangan dunia dan Indonesia menjadi salah satu negara
penyuplai bahan baku rumput laut K. alvarezii (Asni, 2015).
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi
untuk pengembangan rumput laut di Indonesia. Data budidaya rumput laut telah
berkembang pada setiap Kabupaten/Kota se Provinsi (Sultra). Luasan areal
budidaya rumput laut Provinsi Sultra yang dikelola ±9.825,9 ha dengan volume
produksi rumput laut kering 73.247,1 ton. Produktivitas rumput laut kering
mencapai 1,3-3,84 ton/ha dimana budidaya dapat dilakukan 3-5 siklus setiap
tahun (Dinas Perikanan dan Kelautan Sultra, 2016).
Konawe Selatan merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi
pengembangan usaha budidaya rumput laut di Provinsi Sulawesi Tenggara. Jenis
rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di perairan Konsel adalah jenis K.
alvarezii (Asaf dkk., 2014). Pada tahun 2014, area budidaya rumput laut di
kabupaten ini sekitar 3.210 ha dengan produksi mencapai 275.256,41 ton (Rama
dkk., 2018). Menurut Asaf dkk. (2014) bahwa, rumput laut K. alvarezii di
Kabupaten Konsel merupakan salah satu komoditas unggulan berdasarkan
penetapan komoditas unggulan pada masing-masing wilayah. Komoditas tersebut
merupakan komoditas strategis secara nasional, sehingga patut untuk
dikembangkan dan merupakan komoditas khas daerah karena dapat diusahakan
dengan modal rendah, menggunakan teknologi untuk produksi dengan biaya
murah, permintaan pasar yang tinggi, siklus produksi yang singkat, metode pasca
panen yang tidak terlalu sulit, serta permintaan pasar masih terbuka.
13. 2
1.2 Rumusan Masalah
Kendala yang sering dihadapi pembudidaya rumput laut di Sultra adalah
terbatasnya ketersediaan bibit yang berkualitas tinggi (Hamzah dan Sofyan,
2012). Bibit yang sering dipakai dan dikembangkan oleh masyarakat sampai
saat ini masih didapat dari hasil pengembangan secara vegetatif yaitu dengan
cara menyisihkan thallus hasil budidaya milik sendiri yang berlangsung
berulang-ulang sehingga menyebabkan penurunan pertumbuhan dan rendahnya
kadar karagenan (Pong-Masak dkk., 2013).
Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan
menggunakan bibit rumput laut hasil seleksi klon yang telah dikultur jaringankan.
Seleksi klon bibit rumput laut merupakan hal utama dalam menyuplai kebutuhan
bibit yang akan digunakan dalam membudidayakan rumput laut. Untuk menyuplai
kebutuhan bibit diperlukan strategi jangka pendek, jangka menengah dan jangka
panjang. Pada strategi jangka pendek, seleksi klon merupakan salah satu langkah
untuk mendukung produksi kebun bibit diseluruh Indonesia. Seleksi klon awalnya
telah dirintis oleh Pong-Masak dkk., (2011). Seleksi klon tersebut merupakan
proses penanaman berulang hingga 4-5 kali penanaman. Setiap penanaman
berlangsung selama 30 hari dan dipilih bibit dengan LPH terbaik (>3,0 %/hari)
sebagai syarat untuk digunakan pada proses penanaman selanjutnya. Hasil
penelitian Fadilah et al. (2016), melaporkan pertumbuhan rumput laut yang telah
diseleksi secara massal sebanyak empat generasi dan berulang yang dilakukan di
Teluk Tomini, Gorontalo Utara menghasilkan rumput laut yang memiliki
pertumbuhan harian yang lebih tinggi, bobot rumput laut lebih tinggi, thallus lebih
panjang dan memiliki percabangan yang lebih banyak dibandingkan dengan
rumput laut yang tidak diseleksi massal.
Metode seleksi klon rumput laut K. alvarezii kemudian dikembangkan
juga di Sultra pada tahun 2013 oleh Aslan dkk., (2014) dimana proses seleksi
berlangsung hingga 9 (sembilan) bulan. Bibit dari hasil seleksi klon yang lebih
lama dibanding yang dilakukan oleh Pong-Masak dkk., (2011) dapat
menghasilkan LPH lebih tinggi. Kemudian dilanjutkan dengan mengkultur
jaringankan bibit dari perairan desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea,
Kabupaten Konawe Selatan di Laboratorium SEAMEO-BIOTROP, Bogor pada
14. 3
tahun 2014 untuk diharapkan dapat menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik
dibanding bibit yang hanya melalui proses kultur jaringan semata. Penelitian yang
dilakukan oleh Rama dkk. (2018), menjukan LPH K. alvarezii hasil kultur
jaringan yang dibudidayakan di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan
Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun
2017 selama 35 hari adalah 4,6±0,66%/hari.
Bibit hasil kombinasi menggunakan dua metode yaitu seleksi klon dan
kultur jaringan yang dirintis oleh Prof. La Ode Muh. Aslan ini kemudian dikirim
kembali ke Kendari pada tahun 2015 untuk dikembangkan di kalangan petani
rumput laut di Sultra. Hingga saat ini, kajian mengenai kualitas bibit rumput laut
hasil kombinasi bibit seleksi klon dan kultur jaringan belum banyak dilakukan.
Kajian pada tahun 2015-2017 secara umum menunjukan bahwa bibit ini memiliki
keunggulan dibanding dengan bibit hasil kultur jaringan (data yang belum
dipublikasikan oleh Aslan, 2017). Namun, untuk memperoleh detail kualitas maka
upaya budidaya dan analisis pertumbuhannya masih terus perlu dilakukan. Oleh
karena itu, PKL-MAL dengan menitik beratkan pada kajian bibit kombinasi
seleksi klon dan kultur jaringan perlu dilakukan.
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan PKL ini adalah untuk mengetahui tahapan–tahapan dalam
budidaya rumput laut dengan metode longline mulai dari persiapan hingga
pemasaran yang menggunakan bibit hasil seleksi klon yang telah di kultur
jaringankan serta untuk mengetahui laju pertumbuhan harian rumput laut K.
alvarezii.
Kegunaan dari PKL ini adalah agar mahasiswa dapat menambah ilmu
pengetahuan praktis dan wawasan mengenai tahapan–tahapan dalam budidaya
rumput laut dengan metode longline mulai dari persiapan hingga pemasaran yang
menggunakan bibit hasil seleksi klon yang telah di kultur jaringankan.
Kegiatan PKL-MAL ini diharapkan menjadi bahan pembanding kegiatan
PKL-MAL yang pernah dilakukan pada tahun 2017 yang lalu. Sebagai menjadi
gambaran masalah bagi semua pihak terkait (stakeholders)
15. 4
2. METODE
2.1 Waktu dan Tempat
Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut (MAL)
dilaksanakan pada bulan April-Juni 2018 yang terdiri dari tiga tahap yaitu tahap
persiapan, tahap uji lapangan dan tahap pemasaran. Tahap persiapan dilaksanakan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari dan
tahap uji lapangan dilaksanakan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea,
Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara serta tahap pemasaran
dilakukan di pengepul rumput laut yang berlokasi di Kendari, Sulawesi Tenggara.
2.2 Prosedur Praktikum
Prosedur kerja yang dilakukan selama PKL - MAL terbagi menjadi tiga
tahapan yaitu tahap persiapan, tahap uji lapangan dan tahap pemasaran sebagai
berikut :
2.2.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan dimulai dari asistensi praktikum dan pengerjaan tali ini
dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Universitas Halu Oleo,
Kendari pada bulan April 2018.
Alat dan bahan yang digunakan selama tahap persiapan dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan beserta Kegunaannya pada Tahap Persiapan
No Alat dan Bahan Kegunaan
1. Alat
- Pisau/cutter Memotong tali
- Mistar Mengukur jarang tali pengikat
- Alat pintar Alat bantu pemintal tali rumput laut
- Kamera Mendokumentasi kegiatan praktikum
- Korek api Sebagai sumber api
2. Bahan
- Tali PE Tali utama metode longline
- Lilin Membakar ujung tali pengikat
16. 5
Prosedur kerja pada tahap persiapan mulai dari asistensi praktikum dan
pengerjaan tali sebagai berikut :
1. Mengikuti kegiatan asistensi praktikum, kegiatan yang dilakukan ialah
pengenalan rumput laut dengan beberapa metode yang digunakan selama
budidaya rumput laut, pengenalan alat pintar (pemintal tali rumput laut)
dimana alat ini memiliki fungsi untuk memudahkan dalam mengerjakan tali
rumput laut (Gambar 1).
Gambar 1. Alat pintar ( pemintal tali rumput laut)
2. Kegiatan selanjutnya, pembagian tali pada masing-masing kelompok yang
akan digunakan sebagai media budidaya. Masing-masing kelompok
mendapatkan tali PE no. 4 mm dengan panjang 21 m dan tali PE no. 1,5 mm
sebagai cincin atau tali longline.
3. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk mengikat tali seperti
pisau/cutter, lilin, mistar, alat pintar, tali PE dan korek api (Gambar 2).
Gambar 2. Alat dan bahan untuk mengikat tali seperti
pisau/cutter, lilin, mistar, alat pintar, tali
PE dan korek api
4. Kegiatan selanjutnya, pembuatan tali longline menggunakan alat pintar
(pemintal tali rumput laut) yaitu mengambil alat pintar dan kaitkan tali yang
sudah disimpul, tali yang digunakan 15 cm lalu simpul tali dan dikaitkan
17. 6
kembali pada alat pintar dan menarik tali yang sudah disimpul agar
simpulannya kuat dan tidak mudah terlepas (Gambar 3).
Gambar 3. Pembuatan tali longline
menggunakan alat pintar
5. Memotong tali PE diameter 1,5 mm (tali longline) menggunakan pisau/cutter
dan kedua ujung tali dibakar menggunakan lilin bertujuan agar merapikan
serabut tali yang sudah dipotong sehingga tali tidak mudah terlepas dan tidak
mudah ditumbuhi epifit yang bersifat parasit pada rumput laut. Setelah itu,
tali no. 1,5 mm diikatkan pada tali PE no. 4 mm (tali ris) dengan
menggunakan bantuan alat pintar (Gambar 4).
Gambar 4. Pengerjaan tali rumput laut. A) proses pengikatan dan pembakaran
ujung tali PE no 1,5 mm (tali longline); B) pengikatan tali long line
pada tali PE no. 4 mm (tali ris); C) tali rumput laut yang sudah diikat
6. Jarak tanam bibit rumput laut yaitu jarak tali antara tali rumpun satu sama
lain adalah 10 cm (Gambar 5).
A B C
18. 7
Gambar 5. Jarak tanam tali rumput laut 10 cm
2.2.2 Tahap Uji Lapangan
Tahap uji lapangan dimulai dari pengikatan bibit sampai dengan
penanaman bibit rumput laut dan monitoring rumput laut ini dilaksanakan di Desa
Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi
Sulawesi Tenggara pada bulan Mei 2018.
Desa Bungin Permai terletak di Kecamatan Tinanggea, Kabupaten
Konawe Selatan dengan luas wilayah sekitar 5 x 15 km2
berada pada 4°29'24.03"
Lintang Selatan dan 122°13'26.60" Lintang Timur (Gambar 6).
Gambar 6. Peta lokasi praktek lapang. A) Peta lokasi praktek lapang
menggunakan GPS; B) Kondisi disekitar pemukiman penduduk
Jumlah penduduk 1.228 jiwa, jumlah kepala keluarga 272 KK, jumlah
laki-laki; 626 jiwa, jumlah perempuan; 602 jiwa. Jenis pekerjaan terbanyak yaitu
sebagai nelayan (petani rumput laut). Desa Bungin Permai terdiri atas 4 kadus,
masing-masing dusun dibatasi oleh jalan berupa jembatan titian yang lebarnya 1 -
2 m. Sebagai tanda perbatasan Desa Bungin, sebelah Utara berbatasan dengan
kelurahan Tinanggea, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Torokeku, sebelah
Selatan berbatasan dengan selat Tiworo dan sebelah Barat berbatasan dengan
Desa Ponggosi, Kecamatan Tinanggea.
B
10 cm
A
19. 8
Alat dan bahan yang digunakan selama tahap uji lapangan dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan Bahan beserta Kegunaannya pada Tahap Uji Lapangan
No Alat dan Bahan Kegunaan
1. Alat
- Botol aqua Pelampung tali rumput laut
- Timbangan Menimbang bibit rumput laut
- Thermometer Mengukur suhu
- Handrefraktometer Mengukur salinitas
- Map plastik Membuat pelabelan nama
- Perahu motor Transportasi ke lokasi budidaya
- Karung Wadah penampung rumput laut saat
panen di panen
- Kamera Mendokumentasi kegiatan praktikum
2. Bahan
- Rumput laut hasil
seleksi klon (K. alvarezii)
yang telah dikultur jaringankan Objek budidaya
Prosedur kerja pada tahap uji lapangan mulai dari pengikatan bibit sampai
dengan penanaman bibit rumput laut dan monitoring rumput laut sebagai berikut :
a. Pengikatan dan penanaman bibit rumput laut
1. Menyiapkan bibit rumput laut yang didapatkan dari hasil budidaya rumput
laut warga setempat (Gambar 7).
Gambar 7. Bibit rumput laut hasil seleksi klon
(K. alvarezii) yang telah dikultur jaringankan
2. Bibit rumput laut yang telah tersedia kemudian dipotong dari tali dan
mengambil thallus rumput laut yang masih muda (Gambar 8).
1 cm
20. 9
Gambar 8. Pemotongan thallus rumput laut hasil seleksi klon
yang telah dikultur jaringankan
3. Bibit rumput laut yang telah dipotong kemudian masing-masing kelompok
menimbangnya sebagai berat awal (W0) sebesar 10 g menggunakan
timbangan digital (Gambar 9).
Gambar 9. Penimbangan bibit rumput laut hasil seleksi
klon (K. alvarezii) yang telah dikultur jaringankan
4. Bibit rumput laut yang telah ditimbang kemudian diikat pada tali yang telah
dipersiapkan sebelumnya (Gambar 10).
Gambar 10. Pengikatan bibit rumput laut hasil seleksi klon
yang telah dikultur jaringankan pada tali longline
21. 10
5. Setelah bibit rumput laut diikat kemudian rumput laut direndam pada air laut
yang bertujuan agar rumput laut tidak mengalami stres karena kekurangan air.
Setelah itu, bibit siap ditanam.
6. Menanam rumput laut pada lokasi budidaya yang telah ditentukan dan
pemasangan botol aqua sebagai pelampung pada tali rumput laut (Gambar 11)
Gambar 11. Penanaman bibit rumput laut di lokasi budidaya. A) bibit rumput laut
yang sudah diikat; B) bibit rumput laut yang dibawa dengan perahu
motor; C) penebaran dan penanaman bibit rumput laut menggunakan
sampan
b. Monitoring rumput laut
1. Monitoring dilaksanakan setiap dua kali seminggu yang bertujuan agar
rumput laut bersih dari sampah yang berada pada area lokasi budidaya, lumut
yang menempel serta tumbuhan penempel (epifit) lainnya pada rumput laut.
Berdasarkan hasil monitoring epifit yang menyerang rumput laut K. alvarezii
yaitu Sargassum polycystum dan Sargassum sp. serta memotong thallus
rumput laut yang terserang penyakit ice-ice (Gambar 12).
Gambar 12. Pembersihan rumput laut dari epifit dan pemotongan thallus rumput
laut yang terserang penyakit ice-ice
A B C
22. 11
2. Mengukur kualitas air seperti suhu dan salinitas dilokasi budidaya rumput
laut. Suhu diukur menggunakan thermometer dan salinitas diukur
menggunakan hand refraktometer (Gambar 13).
Gambar 13. Alat dan proses pengukuran kualitas air. A) Thermometer; B) Hand
Refraktometer; C) pengukuran salinitas; D) pengukuran suhu
2.2.3 Pemanenan dan Pasca Panen
Setelah pemeliharaan selama 35 hari rumput laut yang dibudidayakan
dipanen. Tahapan dan proses pemanenan dan pasca panen rumput laut sebagai
berikut :
a. Tahap Pemanenan
1. Pengambilan rumput laut di lokasi budidaya menggunakan perahu motor.
Cara pengambilan rumput laut yaitu semua tali ris ditarik satu - satu
untuk menghindari terlilitnya tali ris pada saat pemasukan dalam karung
(Gambar 14).
A B
C
D
23. 12
Gambar 14. Pengambilan rumput laut ke dalam perahu
2. Penimbangan rumput laut untuk mengetahui berat keseluruhan rumput laut
hasil budidaya setiap kelompok menggunakan timbangan gantung (crane
scale). Berat rumput laut rata-rata kelompok 6 yaitu 7,71 g (Gambar 15)
Gambar 15. Penimbangan rumput laut menggunakan timbangan
gantung (crane scale)
3. Penimbangan rumput laut yang sudah diketahui berat awalnya (W0) 10 g
untuk mengetahui berat akhir atau penambahan berat rumput laut selama
pemeliharaan setiap individu. Rumput laut yang ditimbang sebanyak 15
rumpun menggunakan timbangan digital (Gambar 16).
24. 13
Gambar 16. Penimbangan rumput laut hasil seleksi klon (K. alvarezii)
yang telah dikultur jaringankan menggunakan timbangan
digital
4. Memasukkan rumput laut yang telah ditimbang ke dalam karung masing-
masing kelompok
b. Tahap Pasca Panen
1. Menjemur rumput laut yang telah dipanen dengan menggunakan metode
gantung (hanging method) dengan tujuan agar rumput laut tetap bersih dan
bebas dari kotoran seperti daun dan pasir yang menempel. Selain itu, dapat
meningkatkan kualitas karagenan rumput laut (Gambar 17).
Gambar 17. Penjemuran rumput laut hasil seleksi klon (K. alvarezii)
yang telah dikultur jaringankan menggunakan metode
gantung (hanging method)
A B
25. 14
2. Setelah kering, rumput laut dilepaskan dari tali ris untuk ditimbang agar
dapat mengetahui perbedaan berat rumput laut basah dan yang sudah kering
(Gambar 18).
Gambar 18. Proses pelepasan rumput laut kering dari tali longline
3. Setelah umput laut dilepaskan dari tali ris kemudian ditimbang sebagai berat
kering (Gambar 19).
Gambar 19. Penimbangan rumput laut kering. A) proses penimbangan;
B) rumput laut kering yang ditimbang menggunakan
timbangan digital
2.24 Tahap Pemasaran
Rumput laut yang telah dikeringkan kemudian dipasarkan pada
pengumpul rumput laut yang berlokasi di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
Harga pasar yang terdapat pada pengumpul rumput laut tersebut yaitu Rp.
18.000/kg.
A B
26. 15
2.2 5 Parameter yang Diamati
1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Rumus untuk menghitung LPH berdasarkan Yong, et al. (2014), sebagai
berikut :
1
LPH = t - 1 x 100 %
Dimana :
LPH = Laju pertumbuhan harian (%/hari)
Wt = Bobot rumput laut pada waktu t (g)
W0 = Bobot rata-rata bibit pada waktu awal (g)
t = Periode pengamatan (hari)
]
2. Parameter Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dilakukan sebagai data penunjang untuk PKL ini.
berikut beberapa pengukuran parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Parameter Kualitas Air yang Diukur Selama PKL
No. Parameter Kualitas Air Alat Ukur Waktu Pengukuran
1. Suhu Thermometer 1 kali dalam seminggu
2. Salinitas Hand Refraktometer 1 kali dalam seminggu
3. Hama Rumput Laut
Monitoring hama rumput laut dilakukan untuk memelihara rumput laut
yang dibudidayakan terlindungi dari serangan penyakit ice-ice dan epifit.
Monitoring dilakukan setiap dua kali seminggu (Tabel 4).
Tabel 4. Hama dan Penyakit Selama PKL
No. Hama dan Penyakit Satuan
1. Sargassum polycystum Hama
2. Sargassum sp. Hama
3. Ice-ice Penyakit
Wt
W0
27. 16
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) dan Rasio Berat Kering : Berat
Basah
LPH rumput laut K. alvarezii hasil seleksi klon yang telah dikultur
jaringankan selama masa pemeliharaan 35 hari adalah 6,27±0,31 %/hari sementara
rasio berat kering dan basah adalah 1 : 13,4 (Tabel 5).
Tabel 4. LPH rumput laut hasil seleksi klon yang telah dikultur jaringankan
dibudidayakan selama 35 hari menggunakan metode longline
Rumpun W0 (g) Wt (g) Wt (g) LPH Rasio berat
berat awal berat basah berat kering (%/hari±Sd)
1 10 97 8 6.71 1 : 12,12
2 10 94 8 6.61 1 : 11,75
3 10 85 10 6.31 1 : 8,5
4 10 84 9 6.27 1 : 9,33
5 10 80 10 6.12 1 : 8
6 10 79 8 6.08 1 : 9,87
7 10 72 9 5.8 1 : 7,2
Rata-rata 10 84,43 9 6, 27±0,31 1 : 13,4
Keterangan : W0= bobot awal basah (g): Wt= bobot akhir basah (g); Wt= bobot
akhir kering (g); rasio berat kering dibagi dengan berat basah adalah 84,43/6,27=
13,4 atau sama dengan 1 : 13,4
3.1.2 Pengukuran Parameter Kualitas Air
Pengukuran kualitas air selama masa pemeliharaan 35 hari rumput laut
K. alvarezii hasil seleksi klon yang telah dikultur jaringankan yaitu salinitas
berkisar 24-31 ppt dan suhu berkisar 21-31 ᵒC (Tabel 6)
Tabel 5. Hasil pengukuran parameter kualitas air selama pemeliharaan
No Hari/Tanggal/Tahun Monitoring Suhu (ﹾC) Salinitas (ppt)
1. 22/04/2018 1 31 24
2. 29/04/2018 2 21 26
3. 6/05/2018 3 31 26
4. 13/05/2018 4 27 31
5. 20/05/2018 Pemanenan 29 29
kering/berat
basah
28. 17
3.1.3 Hama Rumput Laut
Budidaya rumput laut K. alvarezii hasil seleksi klon yang telah dikultur
jaringankan selama 35 hari dilakukan monitoring hama rumput laut selama dua
kali dalam seminggu. Hama yang menyerang rumput laut adalah epifit dan
penyakit ice-ice. (Gambar 20).
Gambar 20. Hama rumput laut. A) penyakit ice-ice; B) epifit
S. polycystum; C) Sargassum sp.
3.1.4 Pasca Panen
Kualitas rumput laut yang telah dikeringkan dapat dibandingkan sesuai
dengan hasil pengeringan rumput laut yang bagus dan rumput laut yang tidak
bagus (Gambar 21).
A
B
C
29. 18
Gambar 21. Perbandingan kualitas rumput laut yang bagus dan tidak bagus. A)
Kualitas rumput laut yang proses pengeringannya bagus; B) Kualitas
rumput laut yang proses pengeringannya tidak bagus
Kualitas rumput laut yang bagus ditandai dengan warna merah kehitaman
(Gambar 21 A). Sedangkan rumput laut yang proses pengeringannya tidak bagus
dicirikan dengan warna kuning pucat (Gambar 21 B) hal ini disebabkan rumput
laut terkena air hujan selama penjemuran yang ditandai dengan memutihnya
thallus rumput laut yang dapat mempengaruhi kualitas dan kandungan karagenan
rumput laut.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Rumput laut K. alvarezii merupakan salah satu komoditi unggulan
dalam perdagangan dunia dan Indonesia menjadi salah satu negara penyuplai
bahan baku rumput laut K. alvarezii (Asni, 2015). Kegiatan budidaya rumput
laut di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe
Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara dimulai dari persiapan alat dan bahan,
pembuatan tali, pengikatan bibit, penanaman bibit, pemeliharaan, pemanenan dan
penjemuran serta pemasaran. Bibit rumput laut yang digunakan pada PKL - MAL
ini adalah bibit rumput laut hasil seleksi klon yang telah dikultur jaringankan.
Berat bibit awal yang digunakan yaitu 10 g menggunakan metode
longline. Hasil laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut K. alvarezii hasil
seleksi klon yang telah dikultur jaringankan yang dibudidayakan di perairan Desa
Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi
Sulawesi Tenggara selama 35 hari adalah 6,27±0,31 %/hari dengan rasio berat
A B
1 cm 1 cm
30. 19
kering : berat basah adalah 1 : 13,4 (Tabel 5). Hasil ini lebih besar dibandingkan
dengan hasil penelitian Rama dkk. (2018), LPH K. alvarezii hasil kultur jaringan
yang dibudidayakan di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea,
Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara selama 35 hari adalah
4,6±0,66 %/hari dengan rasio berat kering: berat basah dari rumput laut yang
dipanen adalah 1 : 6. Sedangkan, hasil penelitian Yong et al. (2014),
menggunakan berat awal bibit hasil kultur jaringan K. alvarezii berkisar 45±5 g
menggunakan metode longline memiliki laju pertumbuhan harian (LPH) tertinggi
yaitu 5,94±0,21 %/hari.
LPH yang diperoleh pada PKL ini lebih rendah dibandingkan dengan LPH
yang didapatkan oleh Santi (2018), yaitu LPH 9,17±0,50 %/hari. Perbedaan LPH
yang diperoleh disebabkan karena perbedaan lokasi budidaya dimana lokasi
budidaya berada dekat dengan jalur transportasi sehingga pertumbuhan rumput
laut K. alvarezii dipengaruhi oleh bahan pencemar yang berasal dari limbah oli
sebagai bahan bakar perahu motor yang mengakibatkan rendahnya laju
pertumbuhan harian rumput laut K. alvarezii. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Yaqin dkk (2014) bahwa, rumput laut yang terkena pemaparan bahan pencemar
mengalami penurunan berat molekul protein yang bekerja dalam proses
fotosintesis dan menyebabkan degenarasi tilakoid, chlorofi a dan protein picobilin
yang menyebabkan pertumbuhan rumput laut terhambat.
Rasio berat kering terhadap berat basah yang ditemukan dalam praktikum
ini lebih tinggi (1 : 13,4) dibandingkan rasio berat kering terhadap berat basah
yang ditemukan Rama dkk. (2018) yaitu 1 : 6. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Yong et al. (2015), rumput laut K. alvarezii yang dikultur jaringan menghasilkan
Kalsium, Magnesium, Berilium, Kobalt, Tembaga, Litium, Mangan, dan Seng
yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan K. alvarezii yang
diperbanyak dan dibudidayakan.
3.2.2 Parameter Kualitas Air
Faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dari rumput laut
yaitu kualitas air. Kualitas air yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan produksi rumput laut yaitu salinitas, pH, suhu, kekeruhan, fosfat dan
31. 20
oksigen terlarut (Pong-Masak dkk., 2013). Pada PKL ini, kualitas air yang
diukur ialah suhu dan salinitas (Tabel 6). Suhu berperan penting dalam
membantu proses metabolisme dan fotosintesis rumput laut. Meningkatnya suhu
akan diiringi dengan meningkatnya metabolisme. Meningkatnya metabolisme
akan semakin banyak unsur hara yang dibutuhkan untuk membantu pertumbuhan.
Sedangkan, salinitas merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam
usaha budidaya rumput laut, karena salinitas dapat mempengaruhi laju
pertumbuhan (Anton, 2017).
Parameter kualitas air seperti suhu dan salinitas yang didapatkan selama
pemeliharaan masih berkisar dalam kisaran optimum yaitu suhu 21-31 °C dan
salinitas 24–31 ppt. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asaf dkk. (2014), salinitas
yang mendukung pertumbuhan rumput laut berkisar antara 28 – 35 ppt. Suhu yang
optimal untuk pertumbuhan rumput laut adalah berkisar 28-32 ᵒC (Anton, 2017).
Menurut Asaf dkk. (2014), penurunan salinitas akibat masuknya air tawar akan
menyebabkan pertumbuhan menjadi tidak normal. Untuk memperoleh perairan
dengan kondisi salinitas tersebut harus dihindari lokasi yang berdekatan dengan
muara sungai. Hal ini sebanding dengan pernyataan Hurtado (2011) yang
menyatakan bahwa, penurunan kualitas bibit dapat berasal kondisi perairan yang
buruk serta minimnya nutrien pada lokasi budidaya.
]
3.2.3 Hama Rumput Laut
Budidaya rumput laut K. alvarezii hasil seleksi klon yang telah dikultur
jaringankan selama 35 hari ditemukan hama dan penyakit yang menyerang
rumput laut seperti epifit dan ice-ice. Hal ini disebabkan oleh kualitas perairan
memburuk serta kondisi cuaca yang terbilang ekstrim sehingga dapat
menimbulkan timbulnya bibit penyakit yang menyerang rumput laut yang
dipelihara. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yong et al. (2014) bahwa,
terseranganya epifit pada rumput laut yang tidak daklimatisasi diyakini
disebabkan oleh stres karena perubahan lingkungan yang tiba-tiba dan
melemahnya ketahanan terhadap epifit. wabah epifit dan penyakit ice-ice lebih
umum terjadi ketika rumput laut berada dalam kondisi stres, terutama selama
musim hujan.
32. 21
Jenis epifit yang ditemukan selama pemeliharaan rumput laut K. alvarezii
adalah epifit jenis Sargassum sp. dan S. polycystum yang dapat mengganggu
pertumbuhan dan menurunkan kualitas karagenan rumput laut K. alvarezii. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Vairappan (2014) bahwa, epifit Sargassum spp. yang
umumnya ditemukan tumbuh didekat lokasi budidaya rumput laut dapat
menginfeksi karagenofita dan wabah epifit tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi
terjadi di Negara Asia lainnya sehingga dapat mengakibatkan penurunan biomassa
yang serius dan penurunan kualitas karagenan. Wabah epifit di budidaya K.
alvarezii di Sempora diamati terjadi dua kali setahun ; (1) akhir Maret hingga
akhir April dan (2) September hingga November. Pertumbuhan K. alvarezii
cenderung menurun pada bulan Mei sampai Juni yang disebabkan oleh adanya
penyakit ice-ice.
3.2.4 Pasca Panen
Pemanenan rumput laut K. alvarezii hasil seleksi klon yang telah
dikultur jaringankan yang dibudidaya di perairan Desa Bungin Permai,
Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara
dilakukan setelah masa pemeliharaan selama 35 hari. Setelah melakukan
pemanenan, rumput laut harus dikeringkan terlebih dahulu agar mengurangi kadar
air dan mencegah proses pembusukan serta meningkatkan kandungan karagenan.
Selain itu, harga rumput laut kering lebih tinggi dibandingkan dengan rumput laut
segar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ling et al. (2014), pengeringan rumput
laut dapat menurunkan kadar air yang akhirnya menghambat pertumbuhan
mikroba, membantu meningkatkan kualitas karagenan dan tahan lama saat
penyimpanan jangka waktu lama.
Pengeringan rumput laut dilakukan dengan cara menggantung rumput laut
di bawah sinar matahari. Kelebihan dari metode gantung ini agar rumput laut
kering secara merata, kualitas rumput laut yang baik dan kadar karagenan yang
dihasilkan juga tinggi dibandingkan ketika mengeringkan rumput laut dengan
metode tebar. Hal ini sebanding dengan Nindhia (2016) menyatakan bahwa,
metode gantung selain lebih murah, juga cara ini lebih baik karena memiliki kadar
kotoran lebih rendah selain itu dengan cara digantung kadar garam yang
33. 22
menempel akan minim, hal ini karena air yang mengandung garam cepat menetes
ke bawah. Tingkat kekeringan lebih merata, waktu pengeringan lebih cepat dan
hasil rumput laut kering utuh. Selain itu, Ling et al. (2015) menyatakan bahwa,
menggantung rumput laut akan lebih baik dan menghasilkan hasil yang bagus
dibanding dengan menjemurnya dibawah sinar matahari langsung.
3.2.5 Pemasaran
Rumput laut yang telah dikeringkan kemudian dipasarkan pada
pengumpul rumput laut yang berlokasi di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Hasil
penimbangan dari rumput laut yang telah dihasilkan oleh kelompok 6 yaitu 3 kg.
Harga pasar yang terdapat pada pengumpul rumput laut tersebut yaitu Rp.
18.000/kg. Sedangkan harga rumput laut pada Perairan Desa Bungin yaitu
berkisar Rp. 7.000 – 8.000/kg, di Kabupaten Wakatobi harga rumput laut sekitar
Rp. 6.500/kg. Hal ini disebabkan oleh biaya transportasi yang terbilang mahal dari
produksi sampai pemasaran sehingga harga dari rumput laut yang beragam.
Fluktuasi harga rumput laut dapat juga disebabkan oleh musim
penjualan. Aslan (2011) menyatakan bahwa, harga dari rumput laut jenis K.
alvarezii melunjak dari Rp. 5.000/kg (Oktober, 2007) meningkat menjadi Rp.
15.000/kg pada Mei 2008 bahkan di beberapa daerah mencapai Rp. 28.000/kg
pada Agustus 2008. Akan tetapi, harga dari rumput laut menjadi turun drastis
hingga mencapai Rp. 8000 – 10.000/kg hingga Maret 2009. Dari data di atas
terlihat jelas bahwa meskipun Indonesia menjadi pemasok terbesar dari rumput
laut jenis ini di dunia dan permintaan terhadap rumput laut semakin tinggi, akan
tetapi pembeli lebih mengendalikan harga dari rumput laut tersebut.
34. 23
4. SIMPULAN DAN SARAN
4. 1 Simpulan
Budidaya rumput laut K. alvarezii dengan menggunakan bibit hasil seleksi
klon yang telah dikultur jaringankan dengan metode longline yaitu rumput laut
yang dibudidayakan pada Perairan Desa Bungin Permai memiliki laju
pertumbuhan harian adalah 6,27±0,31 %/hari dengan rasio berat kering : berat
basah adalah 1 : 13,4. Hasil ini lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian
Rama dkk. (2018), LPH K. alvarezii hasil kultur jaringan yang dibudidayakan di
perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe
Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara selama 35 hari adalah 4,6±0,66 %/hari
dengan rasio berat kering : berat basah dari rumput laut yang dipanen adalah 1 : 6.
Epifit yang menyerang rumput laut K. alvarezii adalah Sargassum sp. dan S.
polycystum. Harga pasar rumput laut kering yang dijual pada pengumpul rumput
laut di Kendari, Sulawesi Tenggara yaitu Rp. 18.000/kg.
4. 2 Saran
Sebaiknya pemilihan lokasi dalam budidaya rumput laut K. alvarezii yang
belum tercemar oleh hasil-hasil penambangan yang terdapat di sekitar lokasi
budidaya dan penjemuran sebaiknya dilakukan dengan benar agar hasil
penjemuran rumput laut tidak berwarna putih pucat yang dapat menurunkan nilai
jual rumput laut
35. 24
DAFTAR PUSTAKA
Albasri, H., Iba, W., Aslan, L.O.M., Geoley, G., Silva, D.S. 2010. Mapping of
Existing Mariculture Activities in South-East Sulawesi “Potential,
Current and Future Status”. Indonesian Aquaculture Journal. 5 : 173-185.
Alfianingsi, A.A. 2011. Kualitas Karaginan Rumput Laut Jenis Eucheuma
spinosum di Perairan Desa Punaga Kabupaten Takalar. Skripsi. Jurusan
Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Hasanudin, Makassar. 40 hal.
Asaf., Ruzkiah., Antoni, S.R dan Rachmansyah. 2014. Upaya Peningkatan
Produktivitas Rumput Laut, Kappaphycus alvarezii dengan Mengetahui
Faktor Pengelolaan di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi
Tenggara. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. 11 hal.
Aslan, L.O.M. 2011. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di
Indonesia. Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar dalam Bidang
Budidaya Perairan. Disampaikan pada Rapat Senat Terbuka Luar Biasa
Universitas Halu Oleo Tanggal 22 Januari 2011. 50 hal.
Asni, A. 2015. Analisis Produksi Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)
Berdasarkan Musim dan Jarak Lokasi Budidaya di Perairan Kabupaten
Bantaeng. Jurnal Akuatika. 6 : 140 – 153.
Anton. 2017. Pertumbuhan dan Kandungan Agar Rumput Laut (Gracilaria spp.)
pada Beberapa Tingkat Salinitas. Jurnal Airaha. 6 (2) : 054 – 64.
Fadilah, S., Alimudidin., Pong-Masak, P. R., Santoso, J., Parenrengi, A. 2016.
Growth, Morphology and Growth Related Hormone Level in
Kappaphycus alvarezii Produced by Mass Selection in Gorontalo Waters,
Indonesia. Hayati Journal of Biosciences. 3 (1) : 1-6.
Hamzah & Sofyan R. P. 2012. Identifikasi Vibrio sp. yang Diisolasi dari Rumput
Laut Kappaphycus alvarezii yang Terserang Penyakit ice-ice. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo. 50-54.
Hurtado, A.Q. 2011.Sustainability of Kappaphycus ‘cottonii’ Farming in the
Philippines. A Paper Presented in the International Seminar “Strategies
for Sustainable Development of Aquaculture. Grand Ballroom Swiss Bell
Hotel Kendari 11 – 12 Januari 2011. Kendari.
Ling, A. L. M., Yasir, S., Matanjun, P., Bakar, M. F. A. 2014. Effect of Different
Drying Techniques on the Phytochemical Content and Antioxidant
Activity of Kappaphycus alvarezii. J Appl Phycol. DOI 10.1007/S10811-
014-0467-3.
Ling, A.L.M., Yasir, S., Matanjum, P., Bakar, M.F.A. 2015. Effect of Different
Driying Techniques on The Phytochemical Content and Antioxidant
Activity of Kappaphycus alvarezii. J Appl Phycol 27 : 1717 – 1723. DOI
10.1007/s10811-014-0467-3.
Mulyaningrum, S.R.H., Parenrengi, A., Suryati, E. 2015. Pertumbuhan dan
Perkembangan Eksplan Rumput Laut Gracilaria verrucosa dan
Gracilaria gigas pada Aklimatisasi di Tambak. Jurnal Ilmu Kelautan. 20
(3) : 135-142.
36. 25
Nindhia, T.G.T.I.W., Surata. 2016. Pemberdayaan Masyarakat melalui
Pengembangan Kelompok Usaha Tani di Desa Ped. Jurnal Udayana
Mengabdi. 15 (1) : 1-9.
Pong-Masak, P. R., Priono, B., Insan, I. 2013. Seleksi Klon Bibit Rumput Laut,
Gracilaria verrucosa. Jurnal Media Akuakultur. 6 (1) : 1-12.
Rama, Aslan, L.O.M., Iba, W., Rahman, A., Armin., Yusnaeni. 2018. Seaweed
Cultivation of Micropropagated Seaweed (Kappaphycus alvarezii) in
Bungin Permai Coastal Waters, Tinanggea Sub-District, South Konawe
Regency, Southeast Sulawesi. Department of Aquaculture, Faculty of
Fisheries and Marine Science, Halu Oleo University, Kendari 93232.
Rujiman, L. O. M., Aslan, L. O. M., Sabilu, K. 2013. Pengaruh Jarak Tali
Gantung dan Jarak Tanam yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan
Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Strain Hijau Melalui Seleksi
Klon dengan Menggunakan Metode Vertikultur (Periode I - III).
Jurnal Mina Laut Indonesia. 3 (12) : 22-35.
Santi, N.W.A.L. 2018. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty)
Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil
Kultur Jaringankan di Perairan Desa Bungin Permai Kecamatan
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. Universitas
Halu Oleo, Kendari.
Thirumaran, G dan P. Anatharaman. 2009. Daily Growth Rate of Field Farming
Seaweed Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva in Vellar Estuary.
World Journal of Fish and Marine Science.275 : 131 -141.
Vairappan, C.S., Chung, C. S., Matsunaga, S. 2014. Pengaruh Infeksi Epifit pada
Sifat Fisik dan Kimia Karagenan yang di Produksi oleh Kappaphycus
alvarezii Doty (Soliericeae, Gigartinales, Rhodophyta). J Appl Phycol.
26 : 923-931 DOI 10.1007/s10811-013-0126-0.
Yong, W. T. L., Chin, J. Y. Y., Yasir, S. 2014. Evaluation of Growth Rate and
Semi-refined Carrageenan Properties of Tissue-cultured Kappaphycus
alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales). Phycological Research: 62 : 316-
321.
Yong, Y. S., Yong, W. T. L. 2014. Acclimatization of Micropropagated
Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva (Rhodophyta, Solieriaceae)
in Outdoor Nursery System. J Appl Phycol. DOI 10. 1007/s10811-014-
0289-3.
Yong, Y.S., Yong, W.T.L., Ng S E, Anton A and Yassir, S. 2015. Chemical
Composition of Farmed and Micropropagated Kappaphycus alvarezii
(Rhodophyta, Gigartinales), a Commercially Important Seaweed in
Malaysia. J Appl Phycol. DOI 10.1007/s10811-014-0398-z.
Yaqin, K., Fachruddin, L., Suwarni., Umar, M. T., Rahim, S. W. 2014.
Monitoring Bahan Pencemar Logam di Area Budidaya Rumput Laut
Kabupaten Bantaeng. Prosiding KONAS IX Surabaya.