SlideShare a Scribd company logo
1 of 37
Download to read offline
i
LAPORAN KEMAJUAN (PROGRESS REPORT)
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
OLEH :
SABARUDIN
I1A2 16 103
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
ii
LAPORAN LENGKAP PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva
(Rhodophyta, Solieriaceae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di
Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara
(Monitoring Tahun Ketiga)
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva
(Rhodophyta, Solieriaceae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-
District, Sulawesi Tenggara (Monitoring of the Third year)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
OLEH :
SABARUDIN
I1A2 16 103
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
iii
iv
RIWAYAT HIDUP
Sabarudin dilahirkan di Malaysia, pada tanggal 22 Mei
1998, dari pasangan Bapak Baramudin dan Ibu Marlina.
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis
mengenyam pendidikan dari Sekolah Dasar pada tahun 2004
sebagai siswa SD Negeri Teewali dan lulus pada tahun 2010.
Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Kaledupa
dan lulus pada tahun 2013. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah
atas di SMA Negeri 2 Kaledupa dan lulus pada tahun 2016. Tahun 2016 melalui
jalur SLMPTN (Seleksi Lokal Masuk Perguruan Tinggi) penulis diterima sebagai
mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari pada Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Jurusan Budidaya perairan. Tahun 2018 saya menjadi anggota
Himpunan Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan dan Pada tahun 2019 saya
dilantik sebagai Wakil Ketua Himpunan Jurusan Budidaya Perairan periode
2019/2020. Saya mengikuti organisasi eksternal Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia serta saya diangkat sebagai asisten pembimbing pada mata kuliah
Manajemen Kualitas Air, Parasit dan Penyakit Ikan dan Mikrobiologi Akuatik.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Lengkap Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen
Akuakultur Laut (MAL) yang berjudul Budidaya Rumput Laut Kappaphycus
alvarezii (Doty) Doty Ex Silva (Rhodophyta, Solieriaceae) Menggunakan Bibit
Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi
Tenggara, (Monitoring Tahun Ke Tiga). Laporan Lengkap Manajemen
Akuakultur Laut ini selain bertujuan sebagai syarat untuk lulus pada mata kuliah
Manajemen Akuakultur Laut juga bertujuan untuk menambah pengetahuan
mahasiswa dalam ilmu kelautan khususnya mengenai Manajemen Akuakultur
Laut.
Dengan selesainya penyusunan laporan ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada bapak Dosen Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut, Prof. Dr. Ir.
La Ode Muhammad Aslan, M.Sc yang telah meluangkan waktu dan tenaganya
dengan penuh keikhlasan dalam membimbing untuk penyusunan laporan lengkap
ini. Ucapan terima kasih juga kepada semua pihak yang berperan penting dalam
penyusunan laporan lengkap ini.
Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan dalam pembuatan laporan
ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi, isi, penulisan dan lain-lain
untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun sangat
penulis harapkan guna penyempurnaan laporan-laporan selanjutnya. Demikian
laporan lengkap Manajemen Akuakultur Laut ini penulis buat semoga bermanfaat
bagi para pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca laporan ini.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa melimpahkan rahmat serta
petunjuk kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis sehingga
laporan ini dapat terselesaikan. Amiin.
Kendari, Juni 2019
Penulis
vi
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva
(Rhodophyta, Solieriaceae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di
Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara,
(Monitoring Tahun Ketiga)
ABSTRAK
Budidaya rumput laut merupakan suatu kegiatan pemeliharaan rumput laut yang
sudah banyak dilakukan di daerah pesisir. Masyarakat pesisir di Indonesia
kebanyakan budidaya rumput laut karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
PKL Manajemen Akuakultur Laut (MAL) dilaksanakan selama 2 bulan (Maret-
April 2019) di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten
Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara dimulai dari tahap persiapan sampai
tahap uji lapang. Hasil yang diperoleh dalam PKL ini adalah laju pertumbuhan
harian (LPH) yang dipelihara selama 35 hari yaitu sebesar 7,74 ± 0,62%/hari
dengan rasio perbandingan berat basah : berat kering yaitu 1 : 8,68±2,23. LPH ini
menunjukan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan LPH 2
tahun sebelumnya dimana pada tahun 2017 mEncapai 4,62±0,7%/hari (Rama et
al., 2018) dan 5,85±0,40 %/hari pada tahun 2018 (Utami, 2018). Hama dan
penyakit yang menyerang rumput laut K. alvarezii adalah Sargassum polycystum,
S. granuliferum, S. swartzii, lumut dan penyakit Ice-ice.
Kata Kunci : Rumput laut K. alvarezii, Kultur Jaringan, Laju Pertumbuhan Harian,
Hama dan Penyakit.
vii
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva
(Rhodophyta, Solieriaceae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-
District, Sulawesi Tenggara (Monitoring of the Third year)
ABSTRAK
Seaweed cultivation is a seaweed maintenance activity that has been carried out in
coastal areas. Most coastal communities in Indonesia including seaweed farming
have high economic value. PKL for marine aquaculture management was carried
out for 2 months (March-May 2019) on the waters of Bungin Permai Village,
Tinanggea Sub-District, South Konawe District, Southeast Sulawesi starting from
the preparation stage up to post harvest stage. The results obtained in the field
practice showed that the daily growth rate (DGR) maintained for 35 days was
7.74±0.62%/day with a ratio of wet weight : dry weight was 1 : 8.68. This DGR
shows a higher growth rate compared to DGR 2 year before where in 2017 was
4.62±0.7%/day Rama et al (2017) and 5.85±0.40 %/day in 2018 (Utami, 2018).
Pests and disease found in epiphytes Sargassum polycystum, S. granuliferum, S.
swartzii, moss and Ice-ice disease.
Key Words : Seaweed K. Alvarezii, Tissue Culture, Daily Growth Rate, Pests and
Disease
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
RIWAYAT HIDUP........................................................................................ iii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 2
1.3 Tujuan dan Manfaat ............................................................................. 3
II.METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat............................................................................... 4
2.2 Prosedur Kerja...................................................................................... 4
2.2.1Tahap Persiapan ............................................................................. 4
2.2.2Tahap Uji Lapangan....................................................................... 7
2.2.3Panen dan Pasca Panen .................................................................. 16
2.2.4Parameter yang Diamati................................................................. 19
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan................................................................................. 20
3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) .................................................. 20
3.1.2 Parameter Kualitas Air .................................................................. 20
3.1.3 Hama dan Penyakit........................................................................ 21
3.2. Pembahasan ...................................................................................... 21
3.2.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) .................................................. 21
3.2.2 Rasio Berat Basah dan Berat Kering (BB : BK)............................ 22
3.2.3 Parameter Kualitas Air .................................................................. 22
3.2.4 Hama dan Penyakit........................................................................ 23
IV. SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan ............................................................................................... 25
4.2 Saran...................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1. Pengukuran tali ris ............................................................................ 5
2. Pemotongan untuk tali cincin............................................................ 5
3. Pengikatan tali cincin........................................................................ 6
4. Pembakaran tali cincin...................................................................... 6
5. Pembuatan tali sampul...................................................................... 6
6. Lokasi PKL manajemen akuakultur laut (MAL).............................. 7
7. Pengambilan bibit rumput laut.......................................................... 8
8. Penimbangan bibit rumput laut......................................................... 8
9. Proses pengikatan bibit ..................................................................... 9
10. Proses pengikatan tali pada botol aqua ............................................ 9
11. Proses pengikatan pelampung pada tali utama ................................. 10
12. Penanaman bibit rumput laut ............................................................ 10
13. Panen (A) Pembukaan rumput laut dipatok; (B) Proses
pemanenan; (C) Rumput laut yang sudah dipanen .......................... 16
14. Penimbangan rumput laut. (A) Rumput laut bukan sampel;
(B) Sampel ......................................................................................... 16
15. Pengangkutan rumput laut (A) Pengangkutan ke mobil open cup,
(B) Rumput laut yang sudah di mobil open cup ............................... 17
16. Penjemuran rumput laut. (A) Metode gantung; (B) Metode tebar.. 17
17. Penimbangan rumput laut kering ..................................................... 18
18. Pembersihan tali. (A) Pencucian tali, (B) Penjemuran tali............... 18
19. Hama dan penyakit rumput laut. (A) S. polycystum;
(B) Penyakit ice-ice............................................................................ 21
x
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1. Alat dan bahan yang digunakan beserta kegunaannya......................... 4
2. Alat dan bahan tahap uji lapangan yang digunakan beserta
Kegunaannya........................................................................................ 7
3. Hasil monitoring minggu ke-1 ............................................................. 11
4. Hasil monitoring minggu ke-2 ............................................................. 11
5. Hasil monitoring minggu ke-3 ............................................................. 13
6. Hasil monitoring minggu ke-4 ............................................................. 14
7. Hasil monitoring minggu ke-5 ............................................................. 15
8. Parameter yang Diamati....................................................................... 19
9. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut K. alvarezii
hasil kultur jaringan............................................................................ 20
10. Parameter kualitas air selama pengamatan dan monitoring................. 20
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumput laut merupakan komoditas nasional. Produksi rumput laut di
Indonesia memberikan kontribusi yang paling besar terhadap total produksi
perikanan budidaya (Fadli dkk., 2017). Rumput laut saat ini telah berkembang
pesat, disebabkan semakin meningkat permintaan pasar baik domestik maupun
luar negeri terutama akibat industri-industri yang berbasis baku rumput laut.
Penggunaan bibit yang berulang-ulang bisa menyebabkan penurunan
keragaman genetik yang berdampak pada menurunya percepatan pertumbuhan
(Rani dan Hidayanti, 2018). Sekarang ini produksi rumput laut menurun,
dikarenakan adanya beberapa hal yang mempengaruhi, salah satunya yaitu bibit
yang digunakan tidak pernah diganti atau bibit yang berasal dari alam, sehingga
proktifitas rumput laut kini kian menurun dan tidak berkembang dengan baik.
Produksi rumput laut menurun, mulai dari tahun 2016 (KKP, 2018).
Budidaya rumput laut menggunakan hasil kultur jaringan. Keuntungan
hasil kultur jaringan salah satunya yaitu dapat memperbanyak bibit rumput laut
dibandingkan rumput laut yang bukan hasil kultur jaringan atau rumput laut yang
dari alam. Untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan rumput laut dapat dilakukan
dengan teknik kultur jaringan (Rani dan Hidayanti, 2018). Hasil kultur jaringan
ini memungkinkan untuk menghasilkan tanaman yang seragam dan dapat
menghasilkan rumput laut dalam jumlah yang banyak serta telah terpilih atau
terseleksi dengan karakteristik yang diinginkan, sehingga menghindari sumber
bibit dari alam secara berlebihan. Lokasi yang jauh dari bibit dapat memanfaatkan
hasil dari kultur jaringan.
Penyediaan bibit rumput laut dengan variasi atau generasi baru. Umur bibit
rumput laut yang digunakan dalam budidaya dapat tertelusuri sehingga
memudahkan untuk memperkirakan waktu budidaya rumput laut, dengan kultur
jaringan ini penyediaan bibit dilakukan secara baik sehingga dapat dilakukan
secara terus menerus dan tidak lagi bergantung pada bibit yang dari alam.
2
1.2 Rumusan Masalah
Kendala dalam proses pembudidayaan rumput laut para pembudidaya
selain sering menemukan penyakit ice-ice yang menyerang rumput laut juga
menemukan hama pengganggu yang menempel pada talus rumput laut yang
disebut dengan epifit yang dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan
produktivitas rumput laut. Selain itu, penggunaan bibit dengan perbanyakan
pegetatif yang terus menerus. Sebagian besar rumput laut dibudidayakan
menggunakan bibit yang dihasilkan oleh perbanyakan vegetatif dari kultur
plasma nutfah. Masalah logistik lainnya yang dihadapi oleh petani rumput laut
konvensional antara lain identifikasi lokasi yang tepat untuk budidaya, inspeksi,
penyakit dan kehilangan bibit yang dihasilkan karena kondisi cuaca yang ekstrim
dan kualitas air. Untuk meningkatkan produktivitas, bioteknologi modern melalui
teknologi kultur jaringan dapat dianggap sebagai salah satu opsi terbaik untuk
mengatasi tantangan pemulian konvensial (Yuukanna, 2018).
Budidaya rumput laut menggunakan hasil kultur jaringan. Keuntungan
hasil kultur jaringan salah satunya yaitu dapat memperbanyak bibit rumput laut
dibandingkan rumput laut yang bukan hasil kultur jaringan atau rumput laut yang
dari alam. Untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan rumput laut dapat dilakukan
dengan teknik kultur jaringan (Rani dan Hidayanti, 2018). Hasil kultur jaringan
ini memungkinkan untuk menghasilkan tanaman yang seragam dan dapat
menghasilkan rumput laut dalam jumlah yang banyak serta telah terpilih atau
terseleksi dengan karakteristik yang diinginkan, sehingga menghindari sumber
bibit dari alam secara berlebihan. Lokasi yang jauh dari bibit dapat memanfaatkan
hasil dari kultur jaringan.
Budidaya rumput laut K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan
di Desa Bungin Permai pada bulan Maret-April 2018 sudah pernah dilakukan
selama dua tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2017 dan 2019. LPH yang
didapatkan pada monitoring tahun 2017 yaitu sebesar 4,62%/hari dengan rasio
berat kering dan basah adalah 1 : 6 selama masa pemeliharaan 35 hari (Rama et al.
2018) dan monitoring tahun 2018 sebesar 5,85%/hari dengan rasio perbandingan
Berat basah : Berat kering yaitu 1 : 9 (Utami, 2018). Namun, belum ada info
3
tentang LPH dan rasio Berat basah : Berat kering hasil budidaya rumput laut ini
pada tahun 2019.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara budidaya rumput
laut menggunakan metode longline dan memonitoring hasil kultur jaringan yang
telah digunakan serta mengetahui laju pertumbuhan Kappaphycus alvarezii.
Manfaat dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui cara
budidaya rumput laut dan tahapan-tahapannya dengan menggunakan metode
longline dengan menggunakan bibit hasil seleksi kultur jaringan beserta dengan
proses pemanenen dan pemasarannya.
4
II. METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat
Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut (MAL)
dilaksanakan mulai bulan Maret- April 2019. Praktikum ini terbagi dua tahap
yaitu, tahap persiapan dan tahap uji lapangan. Tahap persiapan bertempat di
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Halu Oleo (UHO),
Kendari dan tahap uji lapangan bertempat di Desa Bungi Permai, Kecamatan
Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara.
2.2 Prosedur Praktikum
Prosedur kerja pada praktikum Manajemen Akuakultur Laut (MAL)
terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap uji lapanagn.
2.2.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan yaitu mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan pada
saat praktikum yang dilakukan di FPIK UHO. Tahap persiapan ini bertujuan
untuk menentukan lokasi praktikum dan mempersiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan pada saat praktikum uji lapang.
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum tahap persiapan dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan Beserta Kegunaanya
No Alat dan Bahan Kegunaan
1. Alat
- Mistar Mengukur jarak tali pemintal
- Alat pintar Alat pemintal tali rumput laut
- Pisau/Cutter Memotong tali
-
-
Kamera
Meteran
Mendokumentasi kegiatan
Mengukur panjang tali
2 Bahan
- Lilin Membakar ujung tali pengikat
- Tali ris Sebagai tali utama
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum tahap persiapan adalah
sebagai berikut:
5
1. Pengukuran tali
Pengukuran tali bertujuan untuk mengukur tali utama dengan panjang 40
m dengan menggukan meteran. Tali utama ini sangat penting dalam proses
budidaya rumput laut. Setelah tali ris diukur maka gulung kembali agar
memudahkan nanti pada saat proses pengikatan tali cincin (Gambar 1).
Gambar 1. Pengukuran tali ris 40 m.
2. Pemotongan tali cincin
Pemotongan tali cincin sepanjang 20 cm dengan menggunakan cutter atau
gunting yang bertujuan untuk tempat ikatan rumput laut/agar-agar yang akan
ditanam. Ukuran tali 1 mm (Gambar 2).
Gambar 2. Pemotongan untuk tali cincin
3. Pengikatan tali cincin
Pengikatan tali cincin adalah pengikatan tali yang sudah dipotong-potong,
kemudian diikat berbentuk cincin. Tali cincin ini sangat penting dalam proses
budidaya rumput laut karena tali cincin merupakan tempat pengikat bibit rumput
laut (Gambar 3).
6
Gambar 3. Pengikatan tali cincin
4. Pembakaran Tali Cincin
Pembakaran ujung tali cincin yang diikat dengan menggunakan lilin.
Pembakaran ujung tali cincin ini bertujuan unutk merapikan tali cincin agar
serabut tali tidak terlihat. Serabut tersebut dapat menyebabkan timbulanya jamur
yang akan menempel pada tali cincin (Gambar 4).
Gambar 4. Pembakaran ujung
tali cincin
5. Pembuatan tali simpul
Membuat tali simpul dengan memasukkan tali cincin ke dalam tali utama
sepanjang 40 m menggunakan alat pintar lalu ikatlah tali cincin pada tali utama.
Alat pintar mempermudah pengikatan tali rumput laut. Alat pintar merupakan alat
yang digunakan untuk pemintalan tali rumput laut yang terbuat dari kayu yang
berbentuk persegi panjang dengan panjang 40 cm lebar 15 cm (Gambar 5).
Gambar 5. A, Alat pintar; B, Pembuatan tali sampul
A B
7
2.2.2 Tahapan uji lapangan
Tahap uji lapangan dilakukan mulai dari pengikatan bibit rumput laut
ketali utama sampai dengan penanaman bibit rumput laut yang dilaksanakan di
Desa Bungi Permai, Kecamatan Tinanggea, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara,
dilaksanakan pada bulan Maret 2019.
Luas Desa Bungin Permai sekitar 5 x 15 km2
. Secara geografis Kabupaten
Konawe Selatan terletak di bagian Selatan Khatulistiwa antara 4o
29’
24.03’’
lintang
Selatan dan 122o
13’
26.60’’
Bujur Timur (Gambar 6).
Gambar 6. Lokasi PKL Manajemen Akuakultur Laut (MAL)
Alat dan bahan yang digunakan selama tahap uji lapangan dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan Bahan beserta Kegunaannya pada Tahap Uji Lapangan
No Alat dan Bahan Kegunaan
1. Alat
- Botol aqua Pelampung tali rumput laut dipiloks dengan
warna kuning sebagai tanda serta
mempermudah mengetahui rumput laut
yang di budidayakan tiap kelompok.
- Timbangan Menimbang bibit rumput laut
- Thermometer Mengukur suhu
- Hand Refraktometer Mengukur salinitas
- Map plastik Membuat pelabelan nama
- Kamera Mendokumentasi kegiatan praktikum
2. Bahan
- Rumput laut (K. alvarezii) Objek budidaya
a. Pengikatan dan Pemanenan Bibit Rumput Laut
Prosedur kerja pada tahap uji lapangan mulai dari pengikatan sampai dengan
proses penanaman rumput laut sebagai berikut:
8
1. Pengambilan bibit rumput laut
Bibit rumput laut yang digunakan adalah hasil kultur jaringan. Penggunaan
bibit rumput laut hasil kultur jaringan ini menghasilkan pertumbuhan rumput laut
yang bagus (Gambar 7).
Gambar 7. Proses pengambilan
bibit rumput laut
2. Penimbangan bibit rumput laut
Penimbangan rumput laut dilakukan dengan memotong bibit rumput laut
hasil kultur jaringan sebesar 10 g. Bibit sebesar 10 g merupakan takaran bibit
yang sudah teruji pertumbuhannya (Aslan dkk., 2018). Penimbangan bibit rumput
laut menggunakan timbangan analitik (Gambar 8).
Gambar 8. Penimbangan Bibit
rumput laut
3. Pengikatan rumput laut
Setelah rumput laut dipotong dan ditimbang dengan berat 10 g. Kemudian
mengikat rumput laut di tali cicin yang sudah diikat ditali utama. Proses
pengikatannya harus dengan hati-hati agar rumput lautnya tidak patah-patah atau
rusak (Gambar 9).
9
Gambar 9. Proses pengikatan bibit
4. Pengikatan tali pada pelampung
Pengikatan tali pada botol aqua (pelampung) dengan panjang tali 20 cm.
Bertujuan agar pelampung bisa diikat pada tali utama. Warna kuning yang
diberikan pada pelampung tersebut berfungsi untuk memudahkan dalam
menentukan posisi tali rumput laut yang kita budidayakan dengan kelompok lain
sehingga praktikum berjalan dengan lancar (Gambar 10).
Gambar 10. Proses pengikatan tali
pada botol aqua (pelampung)
5. Pengikatan pelampung pada tali utama
Setelah tali diikat pada pelampung selanjutnya mengikat pelampung ke tali
utama dengan jarak 5 m per pelampung. Tujuan dari pemberian pelampung ini
agar rumput laut yang kita budidayakan terapung dan tidak tenggelam. Rumput
laut yang kita budidayakan membutuhkan cahaya matahari untuk tumbuh dengan
bagus (Gambar 11).
10
Gambar 11. Proses pengikatan pelampung
pada tali utama
6. Penanaman rumput laut
Penanaman rumput laut hasil kultur jaringan dilakukan dengan mengikat
rumput laut atau ujung tali utama dipatok 1 dengan patok yang lain. Transportasi
yang digunakan untuk memuat rumput laut yang mau ditanam adalah katinting
dan perahu atau sampan (Gambar 12).
Gambar 12. Penanaman rumput laut
b. Monitoring Rumput Laut
Monitoring rumput laut dilakukan setiap minggu. Monitoring ini bertujuan
untuk membersihkan rumput laut dari sampah-sampah, lumut serta tumbuhan
penempel (epifit) yang menyerang rumput laut yang dibudidayakan.
11
1. Monitoring minggu pertama (15/03/2019)
Adapun hasil monitoring minggu pertama dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Monitoring minggu ke-1 (Jum’at, 15 Maret 2019)
No Gambar/Foto Kondisi Solusi Hasil
1
Proses
pengecekan
rumput laut yang
terserang lumut
Memeriksa
semua tali
rumput laut, lalu
bersihkan tali
atau rumput laut
yang terdapat
lumut
Lumut
2
Rumput laut yang
terserang epifit
Membuka epifit
yang menempel
pada rumput laut
dengan bersih
agar pertumbuhan
rumput laut jadi
baik
S. polycystum
2. Monitoring Minggu Kedua (19/03/2019)
Adapun monitoring minggu kedua dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Monitoring minggu ke-2 (Selasa, 19 Maret 2019)
No Gambar/Foto Kondisi Solusi Hasil
1 Pembersihan
rumput laut
Memeriksa
semua rumput
laut serta
bersihkan rumput
laut
Rumput laut yang sudah
dibersihkan
12
2
Rumput laut
yang terlepas
dari tali cincin
Memasang
rumput laut yang
terlepas dari tali
cincin agar
rumput laut dapat
tumbuh kembali
Rumput laut yang sudah
dibersihkan dari tumbuhan
penempel (lumut)
3
Rumput laut
yang terserang
epifit
Melepas epifit
yang telah melilit
rumput laut yang
dibudidayakan
agar
pertumbuhannya
tidak terganggu
S. polycystum
4
Lumut yang
menyerang atau
yang terdapat
pada rumput
laut yang
dibudidayakan
Memrsihkan
lumut yang
menempal pada
rumput laut agar
bersih dan
terhindar dari
hama
Lumut
13
3.Monitoring Minggu Ketiga (06/04/2019)
Adapun monitoring minggu ketiga dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Monitoring minggu ke-3 (Sabtu, 6 April 2019)
No Gambar/Foto Kodisi Solusi Hasil
1
Proses
pembersihan
rumput laut yang
kotor
Membersihkan
rumput laut yang
kotor sampai
bersih
Rumput laut yang sudah
bersihkan
2
Lumut yang
menyerang atau
yang terdapat
pada rumput laut
yang
dibudidayakan
membersihkan
lumut yang
menempel pada
rumput laut agar
bersih dan
terhindar dari
hama
Lumut
3
Rumput laut yang
terserang epifit
Melepas epifit
yang telah melilit
rumput laut yang
dibudidayakan
agar pertumbuhan
rumput laut tidak
terganggu
S. polycystum
14
4. Monitoring Minggu Keempat (07/04/2019)
Adapun monitoring minggu keempat dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Monitoring minggu ke-4 (Minggu, 7 April 2019)
No Gambar/Foto Kondisi Solusi Hasil
1
Proses
pembersihan
rumput laut
yang kotor
Membersihkan
rumput laut yang
kotor sampai
bersih
Rumput laut yang sudah
bersih
2
Lumut yang
menyerang atau
yang terdapat
pada rumput
laut yang
dibudidayakan
Bersihkan lumut
yang menempal
pada rumput laut
agar bersih dan
terhindar dari
hama
Lumut
3
Rumput laut
yang terserang
epifit
Lepas epifit yang
telah melilit
rumput laut yang
dibudidayakan
agar
pertumbuhannya
tidak terganggu
S. polycystum
15
5. Monitoring Minggu Kelima (12/04/2019)
Adapun monitoring minggu kelima dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Monitoring minggu ke-5 (Jum’at, 12 April 2019)
No. Gambar/Foto Kondisi Solusi Hasil
1
Proses
pembersihan
rumput laut yang
kotor
Membersihkan
rumput laut yang
kotor sampai
bersih
Rumput laut yang
sudah bersih
2
Lumut yang
menyerang atau
yang terdapat
pada rumput laut
yang
dibudidayakan
Bersihkan lumut
yang menempal
pada rumput laut
agar bersih dan
terhindar dari
hama
Lumut
3
Rumput laut
yang terserang
epifit
Lepas epifit yang
telah melilit
rumput laut yang
dibudidayakan
agar
pertumbuhannya
tidak terganggu
S. polycystum
4 Rumput laut
yang terserang
hama
Lepas hama yang
telah melilit
rumput laut yang
dibudidayakan
agar
pertumbuhannya
tidak terganggu,
emudian hama
tersebut dibawa
pulang.
Epifit
16
2.2.3 Pemanenan dan Penanganan Pasca Panen
a. Tahap Pemanenan
1. Pemanenan
Pemanenan rumput laut merupakan suatu kegiatan pengambilan rumput
laut dari tempat budidaya. Proses pemanenan yaitu membuka ujung tali rumput
laut yang diikat di patok atau tali kemudian di angkat ke dalam perahu. Perahu
berfungsi sebagai transportasi ketempat budidaya rumput laut serta perahu juga
digunakan untuk memuat rumput laut yang sudah dipanen (Gambar 13).
Gambar 13. Pemanenan. A. Pembukaan tali rumput laut dari patok,
B. Proses pemanenan; C. Rumput laut yang sudah dipanen
2. Menimbang rumput laut
Setelah selesai proses pemanenan, timbang rumput laut yang digunakan
sebagai sampel dan rumput laut yang bukan sampel atau yang patah-patah pada
saat proses pemanenan. Timbangan yang digunakan yaitu timbangan gantung dan
timbangan analitik. Untuk Pengukuran sampel digunakan timbangan analitik
sedangkan yang bukan sampel menggunakan timbangan gantung. Tujuan
penimbangan itu untuk mengetahui berat basah rumput laut yang dibudidayakan
baik utnuk sampel maupun yang bukan sampel (Gambar 14).
Gambar 14. Penimbangan rumput laut. A. Bukan sampel; B. Sampel
A B C
A B
17
3. Pengangkutan
Proses pengangkutan rumput laut yang telah dipanen. Pengakutan rumput
laut yang sudah dipanen menggunakan tranportasi laut yaitu katinting dan mobil
open cup. Transportasi katinting memuat rumput laut dari Desa Bungin Permai ke
daratan sedangkan Mobil open cup memuat rumput laut untuk dibawah ke
Kendari dan disana akan dilakukan proses pengeringan (Gambar 15).
Gambar 15. Pengangkutan rumput laut; A. Pengangkutan kemobil open cup
B. Rumput laut yang sudah dimobil open cup
b. Penanganan Pasca Panen
1. Penjemuran
Proses pengeringan rumput laut yang sudah dipanen. Proses pemanenan
rumput laut menggunakan dua metode yaitu metode tebar dan metode gantung
(Gambar 16). Dalam penjemuran rumput laut yang paling efektif adalah dengan
menggunakan metode gantung (Gambar 16 A). Rumput laut yang di jemur dengan
metode gantung memiliki keunggulan dibanding metode tebar (Gambar 16 B).
Hal ini disebabkan rumput laut dipanen tidak mengalami penurunan kadar
keragenan dan lebih cepat kering.
Gambar 16. Penjemuran rumput laut; A. Metode gantung; B. Metode tebar
A B
A B
18
2. Penimbangan berat kering
Setelah rumput laut yang dijemur sudah kering, maka dilakukan
penimbangan berat kering. Penimbangan berat kering menggunakan timbangan
analitik. Penimbangan bertujuan untuk mengetahui berat kering dari sampel
rumput laut dan mengetahui laju pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan
(Gambar 17).
Gambar 17. Penimbangan rumput laut kering. A. Penimbangan berat
kering menggunakan timbangan analitik; B. Proses
penimbangan berat kering
3. Pembersihan tali rumput laut
Pembersihan tali rumput laut menggunakan air bersih agar tali rumput
laut yang sudah digunakan bersih dari lumut yang menempel pada tali tersebut.
Pembersihan tali ini bertujuan agar tali rumput laut yang telah digunakan menjadi
bersih untuk digunakan pada musim penanaman berikutnya Sebelum proses
pencucian tali dilakukan. Penanaman Bibit rumput laut menggunakan tali yang
lain (besih) agar tali rumput laut yang pertama atau yang telah digunakan
sebelumnya dapat diistirahatkan sementara (Gambar 18).
Gambar 18. Pembersihan dan penjemuran tali yang telah digunakan;
A. Pencucian tali rumput laut yang sudah digunakan; B. Penjemuran
A
A
B
A
A B
19
2.2.4 Parameter yang diamati
Parameter yang diamati pada PKL MAL dengan menggunakan
K. alvarezii hasil dari kultur jaringan adalah sebagai berikut:
a. Laju pertumbuhan harian
Laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut dapat dihitungg dengan
persaman rumus sebagai berikut :
LPH = [(
𝑊𝑡
𝑊𝑜
)
𝑖
𝑡
− 1 ] 𝑥 100%/hari
Keterangan :
LPH = Laju pertumbuhan harian (%/hari)
Wt = Bobot rumput laut basah (g)
Wo = Bobot rumput laut awal (g)
T = Lama pemeliharaan (hari)
b. Hama dan penyakit
Hama dan penyakit yang didapatkan ketika monitoring PKL MAL selama
35 hari untuk menunjang data adalah epifit dan penyakit ice-ice. Epifit yang
didapatkan adalah Sargassum polycystem, S. granuliferum, S. swartzii, alga lain
yang belum teridentifikasi, dan lumut.
c. Parameter yang diamati
Parameter kualitas air yang diamati pada PKL manajemen akuakultur laut
(MAL) adalah suhu dan salinitas perairan. Adapun alat yang digunakan untuk
mengukur parameter kulitas air dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Parameter kualitas air yang diukur
No Parameter Alat Pengukuran
1 Suhu Thermometer 1 kali dalam seminggu
2 Salinitas Hand Refraktometer 1 kali dalam seminggu
20
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Hasil pengamatan PKL MAL terhadap LPH rumput laut K. alvarezii hasil
kultur jaringan yang dibudidayakan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea
Kabupaten Konawe Selatan selama 35 hari (Maret-April) dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut K. alvarezii hasil kultur
jaringan
Rumpun
W0
(Berat
Awal) (g)
Wt (Berat
Basah) (g)
Berat
Kering
(g)
LPH (%hari
± SD)
Rasio Berat
Basah : Berat
Kering
1 10 92,5 10,39 6,56 8,90
2 10 150,5 11,26 8,05 13,37
3 10 131,5 20,46 7,64 6,43
4 10 108,0 15,02 7,04 7,19
5 10 155,0 14,65 8,15 10,58
6 10 88,5 11,22 6,43 7,89
7 10 109,0 10,44 7,06 10,44
8 10 132,0 20,51 7,65 6,44
9 10 118,0 13,65 7,31 8,64
10 10 91,5 13,23 6,53 6,92
Rata-rata 117,65±24,0514,08±3,76 7,74 ± 0,62 1:8,68±2,23
3.1.2 Parameter Kualitas Air
Hasil pengamatan parameter kualitas air selama monitoring dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10. Parameter kualitas air selama pengamatan dan monitoring
NO Hari/Tanggal
Parameter yang diamati
Suhu (oC) Salinitas (ppt)
1 15/03/2019 26 30
2 19/03/2019 30 27
3 06/04/2019 26 31
4 07/04/2019 29 30
5 12/04/2019 29 29
21
3.1.3 Hama dan Penyakit
Budidaya rumput laut K. alvarezii hasil seleksi klon yang telah dikultur
jaringankan. Selama 35 hari dilakukan monitoring hama rumput laut selama tiga
kali dalam seminggu. Hama yang menyerang rumput laut adalah epifit dan
penyakit ice-ice. Epifit merupakan salah satu hama yang sering menyerang
rumput laut. Epifit yang sering menyerang rumput laut adalah Sargassum
polycystum sedangkan penyakit ice-ice ini merupakan penyakit yang sering
menyerang rumput laut yang dibudidayakan (Gambar 18).
Gambar 18. Hama dan Penyakit; A. S. polycystum; B. Penyakit Ice-ice
3.2 Pembahasan
3.2.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Berat bibit rumput laut K. alvarezii 10 g dibudidayakan menggunakan
metode longline. Hasil dari Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut hasil
kultur jaringan yang dibudidayakan di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan
Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, selama 35
hari adalah 7,74±0,62%/hari dengan rasio berat kering : berat basah adalah 1:8,68.
LPH yang diperoleh pada PKL ini sebesar 7,74±0,62%/hari. LPH ini lebih
tinggi dibandingkan dengan LPH yang didapatkan pada dua tahun sebelumnya.
LPH Pada tahun 2017 sebesar 4,62±0,66%/hari (Ram et al., 2018) dan 5,85±0,40
%/hari pada tahun 2018 (Utami, 2018). Hasil LPH dari budidaya rumput laut
menggunakan kultur jaringan selama tiga tahun ini menunjukkan konsistensi
pertumbuhan yang tinggi sebagaimana ditemukan oleh Hayashi et al., (2017).
Tetapi kondisi rumput laut di perairan Langere, Buton Utara dan perairan Marobo,
Kabupaten Muna menunjukan pertumbuhan rumput laut hasil kultur jaringan
22
cenderung menurun (Aslan dkk., 2018). Hal ini mengindikasikan adanya variasi
pertumbuhan berdasarkan lokasi budidaya.
3.2.2 Rasio Berat Basah dan Berat Kering (BB:BK)
Hasil rasio (BB:BK) yang didapatkan adalah 1 : 8,68. Perolehan rasio
(BB:BK) ini dapat disebabkan dengan metode pengeringan yang tepat.
Penggunaan metode pengeringan sangat berpengaruh terhadap rasio (BB:BK)
karena dengan penggunaan metode pengeringan yang tepat dapat menghasilkan
kualitas rumput laut yang bagus. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
rumput laut adalah penjemuran yang tidak tepat dan keterlambatan penjemuran
(Febriyanti, 2019). Karena keterlambatan dalam penjemuran sehingga
menyebabkan perubahan warna rumput laut menjadi pucat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Aslan, (2011) rumput laut yang kualitasnya kurang bagus karena
proses pemanenannya lebih cepat sebelum 45 hari sehingga kadar airnya tinggi
serta terjadi pencampuran produk dengan rumput laut yang lain atau pemanenan
dan metode penjemuran tidak sesuai standar.
Metode yang digunakan pada PKL MAL untuk budidaya rumput laut hasil
kultur jaringan adalah metode long line. Metode long line memiliki keunggulan
dalam budidaya rumput laut dibanding dengan metode yang lain. Keunggulan dari
metode long line adalah rumput laut yang dibudidayakan akan menerima langsung
sinar matahari dalam kadar yang cukup, bebas dari serangan hama yang biasa
menyerang dari dasar perairan, pertumbuhannya lebih cepat karna terpapar
langsung oleh sinar matahari. Menurut Pong-Masak dan Sarira (2017)
pembudidaya rumput laut umumnya kebanyakan masih menggunakan metode
long line karena metode ini langsung terpapar oleh sinar matahari sehingga proses
fotosintesis berjalan dengan baik dan pertumbuhan rumput laut akan cepat.
3.2.3 Parameter Kualitas Air
Faktor yang sangat berperan penting dalam suatu budidaya adalah
parameter kualitas air. Parameter kualitas air dapat mempengaruhi pertumbuhan
rumput laut yang dibudidayakan. Pada PKL Manajemen Akuakultur Laut (MAL)
ini parameter-parameter yang diukur adalah salinitas dan suhu (Tabel 10).
Menurut Asni (2015) menyatakan bahwa parameter-parameter yang diamati pada
23
budidaya rumput laut adalah suhu, kecepatan arus, kecerahan, salinitas, pH, nitrat,
fosfat. Menurut Arjuni dkk., (2018) menyatakan bahwa parameter kualitas yang
diamati dalam budidaya rumput laut adalah suhu,salinitas, pH, Oksigen terlaru,
nitrit dan fhosfat (P).
Parameter kualitas air pada PKL manajemen akuakultur laut (MAL)
seperti salinitas dan suhu yang didapatkan selama pemeliharaan 35 hari masih
berkisar pada kisaran optimum yaitu suhu 26-30 °C dan salinitas 27-31 ppt.
Menurut Daud (2013) menyatakan bahwa suhu yang layak bagi lokasi perairan
budidaya rumput laut berkisar 26-29 ºC sedangkan salinitas yang optimal pada
budidaya rumput laut berkisar antara 29-33 ppt. Menurut Rani dan Hidayanti
(2018) menyatakan bahwa suhu untuk lokasi budidaya rumput laut K. alvarezii
berkisar antara 27-29°C dan pada salinitas yang sesuai untuk pertumbuhan rumput
laut berkisar 28-35 ppt.
3.2.4 Hama dan Penyakit
Budidaya rumput laut K. alvarezii hasil dari kultur jaringan yang
dipelihara selama 35 hari di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea,
Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara ditemukan hama dan
penyakit yang menyerang rumput laut seperti epifit dan ice-ice (Gambar 18).
Karena kualitas perairan dilokasi budidaya memburuk atau tidak baik serta
kondisi cuaca yang ekstrim sehingga dapat menimbulkan bibit penyakit yang
menyerang rumput laut yang dibudidayakan. Menurut Nurhidayati dkk (2015),
bahwa penyakit yang menyerang rumput laut seperti ice-ice disebabkan karena
adanya perubahan lingkungan yang ekstrim yang tidak dapat ditolerir, sehingga
tanaman menjadi lemah/tidak sehat. Suhu dan oksigen terlarut berperan terhadap
perkembangan populasi bakteri penyebab ice-ice pada rumput laut Fitrian (2015).
Jenis epifit yang ditemukan selama pemeliharaan rumput laut K. alvarezii
di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe
Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara adalah epifit jenis Sargassum granuiferum,
S. swartzii, S. polycystum, lumut dan alga yang belum teridentifikasi yang dapat
mengganggu pertumbuhan dan menurunkan kualitas karagenan rumput laut K.
alvarezii. Dengan adanya epifit pada rumput laut yang dibudidayakan proses
fotosintesis akan tergangu dan akan berdampak pada pertumbuhan. Hal ini sesuai
24
dengan pernyataan Arisandi dan Farid (2014), infeksi akan bertambah berat akibat
serangan dari epifit yang mengahalangi penetrasi sinar matahari sehingga tidak
memungkinkan thallus rumput laut melakukan fotosintesis.
25
IV. SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Budidaya rumput laut K. alvarezii dengan menggunakan bibit hasil seleksi
klon yang telah dikultur jaringankan dengan metode longline yaitu rumput laut
yang dibudidayakan pada Perairan Desa Bungin Permai selama 35 hari memiliki
laju pertumbuhan harian adalah 7.24±0.62%/hari dengan rasio berat kering : berat
basah adalah 1: 8.68. Hasil ini lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian
Rama dkk. pada tahun 2017, LPH K. alvarezii hasil kultur jaringan yang
dibudidayakan di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea,
Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara selama 35 hari adalah
4,6±0,66 %/hari sedangkan hasil penelitian Utami (2018), LPH berkisar
5,85±0,40 %/hari. Rasio berat kering : berat basah dari rumput laut yang dipanen
adalah 1 : 6. Epifit yang menyerang rumput laut K. alvarezii adalah
S. granuliferum dan S.polycystum, S. swartzii, lumut dan alga yang belum
teridentifikasi.
4.2 Saran
Sebaiknya tempat budidaya rumput laut K. alvarezii belum tercemar, agar
pertumbuhan rumput laut tumbuh dengan baik. Dalam budidaya rumput laut
monitoring sangat penting, dimana agar rumput laut yang kita budidayakan tidak
ditumbuhi lumut atau epifit.
26
DAFTAR PUSTAKA
Arisandi, A. dan Farid, A. 2014. Dampak Faktor Ekologis Terhadap Sebaran
Penyakit Ice-Ice. Jurnal Kelautan. 7(1):20-25.
Arjuni, A., Cokrowati N. dan Rusman. 2018. Pertumbuhan Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan. Jurnal Biologis Tropis.18
(2):216 – 223
Aslan, L.O.M. 2011. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di
Indonesia. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar dalam Bidang
Budidaya Perairan. Disampaikan pada Rapat Senat Terbuka Luar Biasa
Universitas Halu Oleo Tanggal 22 Januari 2011. 50 hal.
Aslan, L.O.M., Iba, W., Patadjai, A.B. dan Rahim, M. 2018. Pengembangan
Kawasan Desa Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan
dalam Mendukung Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pesisir di
Sulawesi Tenggara [Laporan Penelitian Unggulan Strategis Nasional]
(Kendari: Halu Oleo Universitas)
Asni, A. 2014. Analisis Produksi Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)
Berdasarkan Musim dan Jarak Lokasi Budidaya Di Perairan Kabupaten
Bnateng. Jurnal Akuatik. 6(2):140153.
Utami, C. 2018. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan
Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungi Permai Kecamatan Tinanggea,
Sulawesi Tenggara.
Daud, R. 2013. Pengaruh Masa Tanam Terhadap Kualitas Rumput Laut,
Kappaphycus Alvarezii. Jurnal Media Akuakultur. 8(2):135-138.
Fadli, Pambudy, R. dan Harianto. 2017. Analisis Daya Saing Agribisnis Rumput
Laut Di Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Agribisnis Indonesia. 5(2):89-
102.
Febriyanti, F. 2019. Pengaruh Jarak Tanam Bibit Budidaya Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta Gigartinales) Hasil Seleksi Klon yang
Kultur Jaringankan Terhadap Pertumbuhan dan Kadar Karagenan Rumput
Laut di Desa Marobo Kecamatan Bone Kabupaten Muna Sulawesi
Tenggara.
Fitrian, T. 2015. Hama Penyakit (Ice-Ice) Pada Budidaya Rumput Laut Studi
Kasus: Maluku Tenggara. Jurnal Oseana.60(4): 1-10.
Hayashi, L., Paula, E.J.D. 2007. Growth Rate and Carragenan Analyses in Four
Strains of Kappaphycus alvareziim (Rhodophyta Gigartinales) of Sao
Paulo State, Brazil. J Appl Phycol. 19 : 392-399
KKP. 2018. Refleksi dan Outlook.
Nurhidayati, S., Faturrahman dan Ghazali, M. 2015. Deteksi Bakteri Patogen
Yang Berasosiasi Dengan Kappaphycus alvarezii (Doty) Bergejala
Penyakit Ice-Ice. Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan.1(2):24-30.
Parenrengi, A., Fahrur, M., Makmur dan Redjeki, S.H.M. 2016. Eleksi Rumput
Laut Kappaphycus Striatum Dalam Upaya Peningkatan Laju Pertumbuhan
Bibit Untuk Budidaya. Jurnal Riset Akuakultur. 11(3):235-248.
Pong-Masak, P.R., dan Sarira, N.H. 2017. Penentuan Jarak Tanam Optimal
Antara Rumput Bibit pada Metode Verticultur Rumput Laut. Jurnal
Perikanan Universitas Gadja Mada. (1) : 13-22
27
Priono, B. 2013. Budidaya Rumput Laut Dalam Upaya Peningkatan Industrialisasi
Perikanan. Jurnal Media Akuakultur. 8(1):1-8.
Rama, Aslan, L.O.M., Iba, W., Rahmat, A., Armin dan Yusnaeni. 2018. Seaweed
Cultivation of Micropropagated Seaweed (Kappaphycus alvarezii) in
Bungin Permai Coastal Waters, Tinanggea SubDistrict, South Konawe
Regency, South East Sulawesi IOP Conf. Series: Eaeth and Environmental
Science 175
Rani, P.P.M. dan Hidayanti, N.S. 2018. Seleksi Rumput Laut Kappaphycus
alvarezii (Rhodophyceae) dalam Upaya Penyediaan Bibit Unggul untuk
Budidaya. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada. 20(2): 79-85.
Suresh, K.K., Ganesan, K. dan Subba, P.R.V. 2015. Seasonal Variation In
Nutritional Composition Of Kappaphycus Alvarezii (Doty) Doty—An
Edible Seaweed. Jurnal J Food Sci Technol. 52(5):2751–2760.

More Related Content

What's hot

Pemantauan usaha budidaya, penyakit dan kualitas lingkungan di pulau nguan
Pemantauan usaha budidaya, penyakit dan kualitas lingkungan di pulau nguanPemantauan usaha budidaya, penyakit dan kualitas lingkungan di pulau nguan
Pemantauan usaha budidaya, penyakit dan kualitas lingkungan di pulau nguan
Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Republic of Indonesia
 

What's hot (20)

Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUTLAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
 
Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Laporan mal 2018
Laporan mal 2018
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi KlonLaporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Pemantauan usaha budidaya, penyakit dan kualitas lingkungan di pulau nguan
Pemantauan usaha budidaya, penyakit dan kualitas lingkungan di pulau nguanPemantauan usaha budidaya, penyakit dan kualitas lingkungan di pulau nguan
Pemantauan usaha budidaya, penyakit dan kualitas lingkungan di pulau nguan
 
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
 
Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...
Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...
Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...
 
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka... Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
 

Similar to Laporan manajemen akuakultur laut 2019

Similar to Laporan manajemen akuakultur laut 2019 (16)

Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Laporan MAL
Laporan MAL Laporan MAL
Laporan MAL
 
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
 
Laporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputraLaporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputra
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
 
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
 
Nova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNova indriana laporan mal
Nova indriana laporan mal
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
 
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...
 
Analisis prospek-budidaya-tambak-udang (1)
Analisis prospek-budidaya-tambak-udang (1)Analisis prospek-budidaya-tambak-udang (1)
Analisis prospek-budidaya-tambak-udang (1)
 
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
 

Recently uploaded

Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksiAnalisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
MemenAzmi1
 
Pengembangan Modul Ajar (Asesmen-Berdiferensiasi dan Kolaboratif).pptx
Pengembangan Modul Ajar (Asesmen-Berdiferensiasi dan Kolaboratif).pptxPengembangan Modul Ajar (Asesmen-Berdiferensiasi dan Kolaboratif).pptx
Pengembangan Modul Ajar (Asesmen-Berdiferensiasi dan Kolaboratif).pptx
sd1patukangan
 

Recently uploaded (12)

Ruang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
Ruang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non BankRuang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
Ruang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
 
Materi Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptx
Materi Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptxMateri Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptx
Materi Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptx
 
2. soal ujian sekolah dasar bahasa indonesia.docx
2. soal ujian sekolah dasar bahasa indonesia.docx2. soal ujian sekolah dasar bahasa indonesia.docx
2. soal ujian sekolah dasar bahasa indonesia.docx
 
Biokimia Gizi 13: Metabolisme Mineral 2024.pptx
Biokimia Gizi 13: Metabolisme Mineral 2024.pptxBiokimia Gizi 13: Metabolisme Mineral 2024.pptx
Biokimia Gizi 13: Metabolisme Mineral 2024.pptx
 
455797170-PROSES dan metode ELISA-pptx.pptx
455797170-PROSES dan metode ELISA-pptx.pptx455797170-PROSES dan metode ELISA-pptx.pptx
455797170-PROSES dan metode ELISA-pptx.pptx
 
FORMULASI SEDIAAN PADAT DAN BAHAN ALAM.pptx
FORMULASI SEDIAAN PADAT DAN BAHAN ALAM.pptxFORMULASI SEDIAAN PADAT DAN BAHAN ALAM.pptx
FORMULASI SEDIAAN PADAT DAN BAHAN ALAM.pptx
 
3. Sejarah masuknya islam ke Nusantara dan KERAJAAN ISLAM DEMAK.ppt
3. Sejarah masuknya islam ke Nusantara dan KERAJAAN ISLAM DEMAK.ppt3. Sejarah masuknya islam ke Nusantara dan KERAJAAN ISLAM DEMAK.ppt
3. Sejarah masuknya islam ke Nusantara dan KERAJAAN ISLAM DEMAK.ppt
 
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksiAnalisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
 
materi perkuliahan PERTANIAN BERKELANJUTAN S1 2021
materi perkuliahan PERTANIAN BERKELANJUTAN S1 2021materi perkuliahan PERTANIAN BERKELANJUTAN S1 2021
materi perkuliahan PERTANIAN BERKELANJUTAN S1 2021
 
Biokimia Gizi 12: Metabolisme Vitamin 2024.pptx
Biokimia Gizi 12: Metabolisme Vitamin 2024.pptxBiokimia Gizi 12: Metabolisme Vitamin 2024.pptx
Biokimia Gizi 12: Metabolisme Vitamin 2024.pptx
 
Penyiasatan Saintifik Tingkatan 4 Jenis-jenis Graf
Penyiasatan Saintifik Tingkatan 4 Jenis-jenis GrafPenyiasatan Saintifik Tingkatan 4 Jenis-jenis Graf
Penyiasatan Saintifik Tingkatan 4 Jenis-jenis Graf
 
Pengembangan Modul Ajar (Asesmen-Berdiferensiasi dan Kolaboratif).pptx
Pengembangan Modul Ajar (Asesmen-Berdiferensiasi dan Kolaboratif).pptxPengembangan Modul Ajar (Asesmen-Berdiferensiasi dan Kolaboratif).pptx
Pengembangan Modul Ajar (Asesmen-Berdiferensiasi dan Kolaboratif).pptx
 

Laporan manajemen akuakultur laut 2019

  • 1. i LAPORAN KEMAJUAN (PROGRESS REPORT) MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT OLEH : SABARUDIN I1A2 16 103 JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019
  • 2. ii LAPORAN LENGKAP PRAKTEK KERJA LAPANG MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva (Rhodophyta, Solieriaceae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun Ketiga) Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva (Rhodophyta, Solieriaceae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub- District, Sulawesi Tenggara (Monitoring of the Third year) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut OLEH : SABARUDIN I1A2 16 103 JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019
  • 3. iii
  • 4. iv RIWAYAT HIDUP Sabarudin dilahirkan di Malaysia, pada tanggal 22 Mei 1998, dari pasangan Bapak Baramudin dan Ibu Marlina. merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis mengenyam pendidikan dari Sekolah Dasar pada tahun 2004 sebagai siswa SD Negeri Teewali dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Kaledupa dan lulus pada tahun 2013. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Kaledupa dan lulus pada tahun 2016. Tahun 2016 melalui jalur SLMPTN (Seleksi Lokal Masuk Perguruan Tinggi) penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Jurusan Budidaya perairan. Tahun 2018 saya menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan dan Pada tahun 2019 saya dilantik sebagai Wakil Ketua Himpunan Jurusan Budidaya Perairan periode 2019/2020. Saya mengikuti organisasi eksternal Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia serta saya diangkat sebagai asisten pembimbing pada mata kuliah Manajemen Kualitas Air, Parasit dan Penyakit Ikan dan Mikrobiologi Akuatik.
  • 5. v KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbilalamin Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Lengkap Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut (MAL) yang berjudul Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva (Rhodophyta, Solieriaceae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara, (Monitoring Tahun Ke Tiga). Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut ini selain bertujuan sebagai syarat untuk lulus pada mata kuliah Manajemen Akuakultur Laut juga bertujuan untuk menambah pengetahuan mahasiswa dalam ilmu kelautan khususnya mengenai Manajemen Akuakultur Laut. Dengan selesainya penyusunan laporan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dosen Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut, Prof. Dr. Ir. La Ode Muhammad Aslan, M.Sc yang telah meluangkan waktu dan tenaganya dengan penuh keikhlasan dalam membimbing untuk penyusunan laporan lengkap ini. Ucapan terima kasih juga kepada semua pihak yang berperan penting dalam penyusunan laporan lengkap ini. Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan dalam pembuatan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi, isi, penulisan dan lain-lain untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan guna penyempurnaan laporan-laporan selanjutnya. Demikian laporan lengkap Manajemen Akuakultur Laut ini penulis buat semoga bermanfaat bagi para pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca laporan ini. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa melimpahkan rahmat serta petunjuk kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Amiin. Kendari, Juni 2019 Penulis
  • 6. vi Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva (Rhodophyta, Solieriaceae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara, (Monitoring Tahun Ketiga) ABSTRAK Budidaya rumput laut merupakan suatu kegiatan pemeliharaan rumput laut yang sudah banyak dilakukan di daerah pesisir. Masyarakat pesisir di Indonesia kebanyakan budidaya rumput laut karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. PKL Manajemen Akuakultur Laut (MAL) dilaksanakan selama 2 bulan (Maret- April 2019) di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara dimulai dari tahap persiapan sampai tahap uji lapang. Hasil yang diperoleh dalam PKL ini adalah laju pertumbuhan harian (LPH) yang dipelihara selama 35 hari yaitu sebesar 7,74 ± 0,62%/hari dengan rasio perbandingan berat basah : berat kering yaitu 1 : 8,68±2,23. LPH ini menunjukan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan LPH 2 tahun sebelumnya dimana pada tahun 2017 mEncapai 4,62±0,7%/hari (Rama et al., 2018) dan 5,85±0,40 %/hari pada tahun 2018 (Utami, 2018). Hama dan penyakit yang menyerang rumput laut K. alvarezii adalah Sargassum polycystum, S. granuliferum, S. swartzii, lumut dan penyakit Ice-ice. Kata Kunci : Rumput laut K. alvarezii, Kultur Jaringan, Laju Pertumbuhan Harian, Hama dan Penyakit.
  • 7. vii Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva (Rhodophyta, Solieriaceae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub- District, Sulawesi Tenggara (Monitoring of the Third year) ABSTRAK Seaweed cultivation is a seaweed maintenance activity that has been carried out in coastal areas. Most coastal communities in Indonesia including seaweed farming have high economic value. PKL for marine aquaculture management was carried out for 2 months (March-May 2019) on the waters of Bungin Permai Village, Tinanggea Sub-District, South Konawe District, Southeast Sulawesi starting from the preparation stage up to post harvest stage. The results obtained in the field practice showed that the daily growth rate (DGR) maintained for 35 days was 7.74±0.62%/day with a ratio of wet weight : dry weight was 1 : 8.68. This DGR shows a higher growth rate compared to DGR 2 year before where in 2017 was 4.62±0.7%/day Rama et al (2017) and 5.85±0.40 %/day in 2018 (Utami, 2018). Pests and disease found in epiphytes Sargassum polycystum, S. granuliferum, S. swartzii, moss and Ice-ice disease. Key Words : Seaweed K. Alvarezii, Tissue Culture, Daily Growth Rate, Pests and Disease
  • 8. viii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii RIWAYAT HIDUP........................................................................................ iii KATA PENGANTAR.................................................................................... iv ABSTRAK ...................................................................................................... v DAFTAR ISI................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR...................................................................................... viii DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 2 1.3 Tujuan dan Manfaat ............................................................................. 3 II.METODE PRAKTIKUM 2.1 Waktu dan Tempat............................................................................... 4 2.2 Prosedur Kerja...................................................................................... 4 2.2.1Tahap Persiapan ............................................................................. 4 2.2.2Tahap Uji Lapangan....................................................................... 7 2.2.3Panen dan Pasca Panen .................................................................. 16 2.2.4Parameter yang Diamati................................................................. 19 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pengamatan................................................................................. 20 3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) .................................................. 20 3.1.2 Parameter Kualitas Air .................................................................. 20 3.1.3 Hama dan Penyakit........................................................................ 21 3.2. Pembahasan ...................................................................................... 21 3.2.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) .................................................. 21 3.2.2 Rasio Berat Basah dan Berat Kering (BB : BK)............................ 22 3.2.3 Parameter Kualitas Air .................................................................. 22 3.2.4 Hama dan Penyakit........................................................................ 23 IV. SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan ............................................................................................... 25 4.2 Saran...................................................................................................... 25 DAFTAR PUSTAKA
  • 9. ix DAFTAR GAMBAR Gambar Teks Halaman 1. Pengukuran tali ris ............................................................................ 5 2. Pemotongan untuk tali cincin............................................................ 5 3. Pengikatan tali cincin........................................................................ 6 4. Pembakaran tali cincin...................................................................... 6 5. Pembuatan tali sampul...................................................................... 6 6. Lokasi PKL manajemen akuakultur laut (MAL).............................. 7 7. Pengambilan bibit rumput laut.......................................................... 8 8. Penimbangan bibit rumput laut......................................................... 8 9. Proses pengikatan bibit ..................................................................... 9 10. Proses pengikatan tali pada botol aqua ............................................ 9 11. Proses pengikatan pelampung pada tali utama ................................. 10 12. Penanaman bibit rumput laut ............................................................ 10 13. Panen (A) Pembukaan rumput laut dipatok; (B) Proses pemanenan; (C) Rumput laut yang sudah dipanen .......................... 16 14. Penimbangan rumput laut. (A) Rumput laut bukan sampel; (B) Sampel ......................................................................................... 16 15. Pengangkutan rumput laut (A) Pengangkutan ke mobil open cup, (B) Rumput laut yang sudah di mobil open cup ............................... 17 16. Penjemuran rumput laut. (A) Metode gantung; (B) Metode tebar.. 17 17. Penimbangan rumput laut kering ..................................................... 18 18. Pembersihan tali. (A) Pencucian tali, (B) Penjemuran tali............... 18 19. Hama dan penyakit rumput laut. (A) S. polycystum; (B) Penyakit ice-ice............................................................................ 21
  • 10. x DAFTAR TABEL Tabel Teks Halaman 1. Alat dan bahan yang digunakan beserta kegunaannya......................... 4 2. Alat dan bahan tahap uji lapangan yang digunakan beserta Kegunaannya........................................................................................ 7 3. Hasil monitoring minggu ke-1 ............................................................. 11 4. Hasil monitoring minggu ke-2 ............................................................. 11 5. Hasil monitoring minggu ke-3 ............................................................. 13 6. Hasil monitoring minggu ke-4 ............................................................. 14 7. Hasil monitoring minggu ke-5 ............................................................. 15 8. Parameter yang Diamati....................................................................... 19 9. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut K. alvarezii hasil kultur jaringan............................................................................ 20 10. Parameter kualitas air selama pengamatan dan monitoring................. 20
  • 11. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumput laut merupakan komoditas nasional. Produksi rumput laut di Indonesia memberikan kontribusi yang paling besar terhadap total produksi perikanan budidaya (Fadli dkk., 2017). Rumput laut saat ini telah berkembang pesat, disebabkan semakin meningkat permintaan pasar baik domestik maupun luar negeri terutama akibat industri-industri yang berbasis baku rumput laut. Penggunaan bibit yang berulang-ulang bisa menyebabkan penurunan keragaman genetik yang berdampak pada menurunya percepatan pertumbuhan (Rani dan Hidayanti, 2018). Sekarang ini produksi rumput laut menurun, dikarenakan adanya beberapa hal yang mempengaruhi, salah satunya yaitu bibit yang digunakan tidak pernah diganti atau bibit yang berasal dari alam, sehingga proktifitas rumput laut kini kian menurun dan tidak berkembang dengan baik. Produksi rumput laut menurun, mulai dari tahun 2016 (KKP, 2018). Budidaya rumput laut menggunakan hasil kultur jaringan. Keuntungan hasil kultur jaringan salah satunya yaitu dapat memperbanyak bibit rumput laut dibandingkan rumput laut yang bukan hasil kultur jaringan atau rumput laut yang dari alam. Untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan rumput laut dapat dilakukan dengan teknik kultur jaringan (Rani dan Hidayanti, 2018). Hasil kultur jaringan ini memungkinkan untuk menghasilkan tanaman yang seragam dan dapat menghasilkan rumput laut dalam jumlah yang banyak serta telah terpilih atau terseleksi dengan karakteristik yang diinginkan, sehingga menghindari sumber bibit dari alam secara berlebihan. Lokasi yang jauh dari bibit dapat memanfaatkan hasil dari kultur jaringan. Penyediaan bibit rumput laut dengan variasi atau generasi baru. Umur bibit rumput laut yang digunakan dalam budidaya dapat tertelusuri sehingga memudahkan untuk memperkirakan waktu budidaya rumput laut, dengan kultur jaringan ini penyediaan bibit dilakukan secara baik sehingga dapat dilakukan secara terus menerus dan tidak lagi bergantung pada bibit yang dari alam.
  • 12. 2 1.2 Rumusan Masalah Kendala dalam proses pembudidayaan rumput laut para pembudidaya selain sering menemukan penyakit ice-ice yang menyerang rumput laut juga menemukan hama pengganggu yang menempel pada talus rumput laut yang disebut dengan epifit yang dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan produktivitas rumput laut. Selain itu, penggunaan bibit dengan perbanyakan pegetatif yang terus menerus. Sebagian besar rumput laut dibudidayakan menggunakan bibit yang dihasilkan oleh perbanyakan vegetatif dari kultur plasma nutfah. Masalah logistik lainnya yang dihadapi oleh petani rumput laut konvensional antara lain identifikasi lokasi yang tepat untuk budidaya, inspeksi, penyakit dan kehilangan bibit yang dihasilkan karena kondisi cuaca yang ekstrim dan kualitas air. Untuk meningkatkan produktivitas, bioteknologi modern melalui teknologi kultur jaringan dapat dianggap sebagai salah satu opsi terbaik untuk mengatasi tantangan pemulian konvensial (Yuukanna, 2018). Budidaya rumput laut menggunakan hasil kultur jaringan. Keuntungan hasil kultur jaringan salah satunya yaitu dapat memperbanyak bibit rumput laut dibandingkan rumput laut yang bukan hasil kultur jaringan atau rumput laut yang dari alam. Untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan rumput laut dapat dilakukan dengan teknik kultur jaringan (Rani dan Hidayanti, 2018). Hasil kultur jaringan ini memungkinkan untuk menghasilkan tanaman yang seragam dan dapat menghasilkan rumput laut dalam jumlah yang banyak serta telah terpilih atau terseleksi dengan karakteristik yang diinginkan, sehingga menghindari sumber bibit dari alam secara berlebihan. Lokasi yang jauh dari bibit dapat memanfaatkan hasil dari kultur jaringan. Budidaya rumput laut K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan di Desa Bungin Permai pada bulan Maret-April 2018 sudah pernah dilakukan selama dua tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2017 dan 2019. LPH yang didapatkan pada monitoring tahun 2017 yaitu sebesar 4,62%/hari dengan rasio berat kering dan basah adalah 1 : 6 selama masa pemeliharaan 35 hari (Rama et al. 2018) dan monitoring tahun 2018 sebesar 5,85%/hari dengan rasio perbandingan Berat basah : Berat kering yaitu 1 : 9 (Utami, 2018). Namun, belum ada info
  • 13. 3 tentang LPH dan rasio Berat basah : Berat kering hasil budidaya rumput laut ini pada tahun 2019. 1.3 Tujuan dan Manfaat Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara budidaya rumput laut menggunakan metode longline dan memonitoring hasil kultur jaringan yang telah digunakan serta mengetahui laju pertumbuhan Kappaphycus alvarezii. Manfaat dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui cara budidaya rumput laut dan tahapan-tahapannya dengan menggunakan metode longline dengan menggunakan bibit hasil seleksi kultur jaringan beserta dengan proses pemanenen dan pemasarannya.
  • 14. 4 II. METODE PRAKTIKUM 2.1 Waktu dan Tempat Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut (MAL) dilaksanakan mulai bulan Maret- April 2019. Praktikum ini terbagi dua tahap yaitu, tahap persiapan dan tahap uji lapangan. Tahap persiapan bertempat di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari dan tahap uji lapangan bertempat di Desa Bungi Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. 2.2 Prosedur Praktikum Prosedur kerja pada praktikum Manajemen Akuakultur Laut (MAL) terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap uji lapanagn. 2.2.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan yaitu mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan pada saat praktikum yang dilakukan di FPIK UHO. Tahap persiapan ini bertujuan untuk menentukan lokasi praktikum dan mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan pada saat praktikum uji lapang. Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum tahap persiapan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan Beserta Kegunaanya No Alat dan Bahan Kegunaan 1. Alat - Mistar Mengukur jarak tali pemintal - Alat pintar Alat pemintal tali rumput laut - Pisau/Cutter Memotong tali - - Kamera Meteran Mendokumentasi kegiatan Mengukur panjang tali 2 Bahan - Lilin Membakar ujung tali pengikat - Tali ris Sebagai tali utama Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum tahap persiapan adalah sebagai berikut:
  • 15. 5 1. Pengukuran tali Pengukuran tali bertujuan untuk mengukur tali utama dengan panjang 40 m dengan menggukan meteran. Tali utama ini sangat penting dalam proses budidaya rumput laut. Setelah tali ris diukur maka gulung kembali agar memudahkan nanti pada saat proses pengikatan tali cincin (Gambar 1). Gambar 1. Pengukuran tali ris 40 m. 2. Pemotongan tali cincin Pemotongan tali cincin sepanjang 20 cm dengan menggunakan cutter atau gunting yang bertujuan untuk tempat ikatan rumput laut/agar-agar yang akan ditanam. Ukuran tali 1 mm (Gambar 2). Gambar 2. Pemotongan untuk tali cincin 3. Pengikatan tali cincin Pengikatan tali cincin adalah pengikatan tali yang sudah dipotong-potong, kemudian diikat berbentuk cincin. Tali cincin ini sangat penting dalam proses budidaya rumput laut karena tali cincin merupakan tempat pengikat bibit rumput laut (Gambar 3).
  • 16. 6 Gambar 3. Pengikatan tali cincin 4. Pembakaran Tali Cincin Pembakaran ujung tali cincin yang diikat dengan menggunakan lilin. Pembakaran ujung tali cincin ini bertujuan unutk merapikan tali cincin agar serabut tali tidak terlihat. Serabut tersebut dapat menyebabkan timbulanya jamur yang akan menempel pada tali cincin (Gambar 4). Gambar 4. Pembakaran ujung tali cincin 5. Pembuatan tali simpul Membuat tali simpul dengan memasukkan tali cincin ke dalam tali utama sepanjang 40 m menggunakan alat pintar lalu ikatlah tali cincin pada tali utama. Alat pintar mempermudah pengikatan tali rumput laut. Alat pintar merupakan alat yang digunakan untuk pemintalan tali rumput laut yang terbuat dari kayu yang berbentuk persegi panjang dengan panjang 40 cm lebar 15 cm (Gambar 5). Gambar 5. A, Alat pintar; B, Pembuatan tali sampul A B
  • 17. 7 2.2.2 Tahapan uji lapangan Tahap uji lapangan dilakukan mulai dari pengikatan bibit rumput laut ketali utama sampai dengan penanaman bibit rumput laut yang dilaksanakan di Desa Bungi Permai, Kecamatan Tinanggea, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, dilaksanakan pada bulan Maret 2019. Luas Desa Bungin Permai sekitar 5 x 15 km2 . Secara geografis Kabupaten Konawe Selatan terletak di bagian Selatan Khatulistiwa antara 4o 29’ 24.03’’ lintang Selatan dan 122o 13’ 26.60’’ Bujur Timur (Gambar 6). Gambar 6. Lokasi PKL Manajemen Akuakultur Laut (MAL) Alat dan bahan yang digunakan selama tahap uji lapangan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Alat dan Bahan beserta Kegunaannya pada Tahap Uji Lapangan No Alat dan Bahan Kegunaan 1. Alat - Botol aqua Pelampung tali rumput laut dipiloks dengan warna kuning sebagai tanda serta mempermudah mengetahui rumput laut yang di budidayakan tiap kelompok. - Timbangan Menimbang bibit rumput laut - Thermometer Mengukur suhu - Hand Refraktometer Mengukur salinitas - Map plastik Membuat pelabelan nama - Kamera Mendokumentasi kegiatan praktikum 2. Bahan - Rumput laut (K. alvarezii) Objek budidaya a. Pengikatan dan Pemanenan Bibit Rumput Laut Prosedur kerja pada tahap uji lapangan mulai dari pengikatan sampai dengan proses penanaman rumput laut sebagai berikut:
  • 18. 8 1. Pengambilan bibit rumput laut Bibit rumput laut yang digunakan adalah hasil kultur jaringan. Penggunaan bibit rumput laut hasil kultur jaringan ini menghasilkan pertumbuhan rumput laut yang bagus (Gambar 7). Gambar 7. Proses pengambilan bibit rumput laut 2. Penimbangan bibit rumput laut Penimbangan rumput laut dilakukan dengan memotong bibit rumput laut hasil kultur jaringan sebesar 10 g. Bibit sebesar 10 g merupakan takaran bibit yang sudah teruji pertumbuhannya (Aslan dkk., 2018). Penimbangan bibit rumput laut menggunakan timbangan analitik (Gambar 8). Gambar 8. Penimbangan Bibit rumput laut 3. Pengikatan rumput laut Setelah rumput laut dipotong dan ditimbang dengan berat 10 g. Kemudian mengikat rumput laut di tali cicin yang sudah diikat ditali utama. Proses pengikatannya harus dengan hati-hati agar rumput lautnya tidak patah-patah atau rusak (Gambar 9).
  • 19. 9 Gambar 9. Proses pengikatan bibit 4. Pengikatan tali pada pelampung Pengikatan tali pada botol aqua (pelampung) dengan panjang tali 20 cm. Bertujuan agar pelampung bisa diikat pada tali utama. Warna kuning yang diberikan pada pelampung tersebut berfungsi untuk memudahkan dalam menentukan posisi tali rumput laut yang kita budidayakan dengan kelompok lain sehingga praktikum berjalan dengan lancar (Gambar 10). Gambar 10. Proses pengikatan tali pada botol aqua (pelampung) 5. Pengikatan pelampung pada tali utama Setelah tali diikat pada pelampung selanjutnya mengikat pelampung ke tali utama dengan jarak 5 m per pelampung. Tujuan dari pemberian pelampung ini agar rumput laut yang kita budidayakan terapung dan tidak tenggelam. Rumput laut yang kita budidayakan membutuhkan cahaya matahari untuk tumbuh dengan bagus (Gambar 11).
  • 20. 10 Gambar 11. Proses pengikatan pelampung pada tali utama 6. Penanaman rumput laut Penanaman rumput laut hasil kultur jaringan dilakukan dengan mengikat rumput laut atau ujung tali utama dipatok 1 dengan patok yang lain. Transportasi yang digunakan untuk memuat rumput laut yang mau ditanam adalah katinting dan perahu atau sampan (Gambar 12). Gambar 12. Penanaman rumput laut b. Monitoring Rumput Laut Monitoring rumput laut dilakukan setiap minggu. Monitoring ini bertujuan untuk membersihkan rumput laut dari sampah-sampah, lumut serta tumbuhan penempel (epifit) yang menyerang rumput laut yang dibudidayakan.
  • 21. 11 1. Monitoring minggu pertama (15/03/2019) Adapun hasil monitoring minggu pertama dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Monitoring minggu ke-1 (Jum’at, 15 Maret 2019) No Gambar/Foto Kondisi Solusi Hasil 1 Proses pengecekan rumput laut yang terserang lumut Memeriksa semua tali rumput laut, lalu bersihkan tali atau rumput laut yang terdapat lumut Lumut 2 Rumput laut yang terserang epifit Membuka epifit yang menempel pada rumput laut dengan bersih agar pertumbuhan rumput laut jadi baik S. polycystum 2. Monitoring Minggu Kedua (19/03/2019) Adapun monitoring minggu kedua dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Monitoring minggu ke-2 (Selasa, 19 Maret 2019) No Gambar/Foto Kondisi Solusi Hasil 1 Pembersihan rumput laut Memeriksa semua rumput laut serta bersihkan rumput laut Rumput laut yang sudah dibersihkan
  • 22. 12 2 Rumput laut yang terlepas dari tali cincin Memasang rumput laut yang terlepas dari tali cincin agar rumput laut dapat tumbuh kembali Rumput laut yang sudah dibersihkan dari tumbuhan penempel (lumut) 3 Rumput laut yang terserang epifit Melepas epifit yang telah melilit rumput laut yang dibudidayakan agar pertumbuhannya tidak terganggu S. polycystum 4 Lumut yang menyerang atau yang terdapat pada rumput laut yang dibudidayakan Memrsihkan lumut yang menempal pada rumput laut agar bersih dan terhindar dari hama Lumut
  • 23. 13 3.Monitoring Minggu Ketiga (06/04/2019) Adapun monitoring minggu ketiga dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Monitoring minggu ke-3 (Sabtu, 6 April 2019) No Gambar/Foto Kodisi Solusi Hasil 1 Proses pembersihan rumput laut yang kotor Membersihkan rumput laut yang kotor sampai bersih Rumput laut yang sudah bersihkan 2 Lumut yang menyerang atau yang terdapat pada rumput laut yang dibudidayakan membersihkan lumut yang menempel pada rumput laut agar bersih dan terhindar dari hama Lumut 3 Rumput laut yang terserang epifit Melepas epifit yang telah melilit rumput laut yang dibudidayakan agar pertumbuhan rumput laut tidak terganggu S. polycystum
  • 24. 14 4. Monitoring Minggu Keempat (07/04/2019) Adapun monitoring minggu keempat dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Monitoring minggu ke-4 (Minggu, 7 April 2019) No Gambar/Foto Kondisi Solusi Hasil 1 Proses pembersihan rumput laut yang kotor Membersihkan rumput laut yang kotor sampai bersih Rumput laut yang sudah bersih 2 Lumut yang menyerang atau yang terdapat pada rumput laut yang dibudidayakan Bersihkan lumut yang menempal pada rumput laut agar bersih dan terhindar dari hama Lumut 3 Rumput laut yang terserang epifit Lepas epifit yang telah melilit rumput laut yang dibudidayakan agar pertumbuhannya tidak terganggu S. polycystum
  • 25. 15 5. Monitoring Minggu Kelima (12/04/2019) Adapun monitoring minggu kelima dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Monitoring minggu ke-5 (Jum’at, 12 April 2019) No. Gambar/Foto Kondisi Solusi Hasil 1 Proses pembersihan rumput laut yang kotor Membersihkan rumput laut yang kotor sampai bersih Rumput laut yang sudah bersih 2 Lumut yang menyerang atau yang terdapat pada rumput laut yang dibudidayakan Bersihkan lumut yang menempal pada rumput laut agar bersih dan terhindar dari hama Lumut 3 Rumput laut yang terserang epifit Lepas epifit yang telah melilit rumput laut yang dibudidayakan agar pertumbuhannya tidak terganggu S. polycystum 4 Rumput laut yang terserang hama Lepas hama yang telah melilit rumput laut yang dibudidayakan agar pertumbuhannya tidak terganggu, emudian hama tersebut dibawa pulang. Epifit
  • 26. 16 2.2.3 Pemanenan dan Penanganan Pasca Panen a. Tahap Pemanenan 1. Pemanenan Pemanenan rumput laut merupakan suatu kegiatan pengambilan rumput laut dari tempat budidaya. Proses pemanenan yaitu membuka ujung tali rumput laut yang diikat di patok atau tali kemudian di angkat ke dalam perahu. Perahu berfungsi sebagai transportasi ketempat budidaya rumput laut serta perahu juga digunakan untuk memuat rumput laut yang sudah dipanen (Gambar 13). Gambar 13. Pemanenan. A. Pembukaan tali rumput laut dari patok, B. Proses pemanenan; C. Rumput laut yang sudah dipanen 2. Menimbang rumput laut Setelah selesai proses pemanenan, timbang rumput laut yang digunakan sebagai sampel dan rumput laut yang bukan sampel atau yang patah-patah pada saat proses pemanenan. Timbangan yang digunakan yaitu timbangan gantung dan timbangan analitik. Untuk Pengukuran sampel digunakan timbangan analitik sedangkan yang bukan sampel menggunakan timbangan gantung. Tujuan penimbangan itu untuk mengetahui berat basah rumput laut yang dibudidayakan baik utnuk sampel maupun yang bukan sampel (Gambar 14). Gambar 14. Penimbangan rumput laut. A. Bukan sampel; B. Sampel A B C A B
  • 27. 17 3. Pengangkutan Proses pengangkutan rumput laut yang telah dipanen. Pengakutan rumput laut yang sudah dipanen menggunakan tranportasi laut yaitu katinting dan mobil open cup. Transportasi katinting memuat rumput laut dari Desa Bungin Permai ke daratan sedangkan Mobil open cup memuat rumput laut untuk dibawah ke Kendari dan disana akan dilakukan proses pengeringan (Gambar 15). Gambar 15. Pengangkutan rumput laut; A. Pengangkutan kemobil open cup B. Rumput laut yang sudah dimobil open cup b. Penanganan Pasca Panen 1. Penjemuran Proses pengeringan rumput laut yang sudah dipanen. Proses pemanenan rumput laut menggunakan dua metode yaitu metode tebar dan metode gantung (Gambar 16). Dalam penjemuran rumput laut yang paling efektif adalah dengan menggunakan metode gantung (Gambar 16 A). Rumput laut yang di jemur dengan metode gantung memiliki keunggulan dibanding metode tebar (Gambar 16 B). Hal ini disebabkan rumput laut dipanen tidak mengalami penurunan kadar keragenan dan lebih cepat kering. Gambar 16. Penjemuran rumput laut; A. Metode gantung; B. Metode tebar A B A B
  • 28. 18 2. Penimbangan berat kering Setelah rumput laut yang dijemur sudah kering, maka dilakukan penimbangan berat kering. Penimbangan berat kering menggunakan timbangan analitik. Penimbangan bertujuan untuk mengetahui berat kering dari sampel rumput laut dan mengetahui laju pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan (Gambar 17). Gambar 17. Penimbangan rumput laut kering. A. Penimbangan berat kering menggunakan timbangan analitik; B. Proses penimbangan berat kering 3. Pembersihan tali rumput laut Pembersihan tali rumput laut menggunakan air bersih agar tali rumput laut yang sudah digunakan bersih dari lumut yang menempel pada tali tersebut. Pembersihan tali ini bertujuan agar tali rumput laut yang telah digunakan menjadi bersih untuk digunakan pada musim penanaman berikutnya Sebelum proses pencucian tali dilakukan. Penanaman Bibit rumput laut menggunakan tali yang lain (besih) agar tali rumput laut yang pertama atau yang telah digunakan sebelumnya dapat diistirahatkan sementara (Gambar 18). Gambar 18. Pembersihan dan penjemuran tali yang telah digunakan; A. Pencucian tali rumput laut yang sudah digunakan; B. Penjemuran A A B A A B
  • 29. 19 2.2.4 Parameter yang diamati Parameter yang diamati pada PKL MAL dengan menggunakan K. alvarezii hasil dari kultur jaringan adalah sebagai berikut: a. Laju pertumbuhan harian Laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut dapat dihitungg dengan persaman rumus sebagai berikut : LPH = [( 𝑊𝑡 𝑊𝑜 ) 𝑖 𝑡 − 1 ] 𝑥 100%/hari Keterangan : LPH = Laju pertumbuhan harian (%/hari) Wt = Bobot rumput laut basah (g) Wo = Bobot rumput laut awal (g) T = Lama pemeliharaan (hari) b. Hama dan penyakit Hama dan penyakit yang didapatkan ketika monitoring PKL MAL selama 35 hari untuk menunjang data adalah epifit dan penyakit ice-ice. Epifit yang didapatkan adalah Sargassum polycystem, S. granuliferum, S. swartzii, alga lain yang belum teridentifikasi, dan lumut. c. Parameter yang diamati Parameter kualitas air yang diamati pada PKL manajemen akuakultur laut (MAL) adalah suhu dan salinitas perairan. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur parameter kulitas air dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Parameter kualitas air yang diukur No Parameter Alat Pengukuran 1 Suhu Thermometer 1 kali dalam seminggu 2 Salinitas Hand Refraktometer 1 kali dalam seminggu
  • 30. 20 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pengamatan 3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Hasil pengamatan PKL MAL terhadap LPH rumput laut K. alvarezii hasil kultur jaringan yang dibudidayakan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan selama 35 hari (Maret-April) dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut K. alvarezii hasil kultur jaringan Rumpun W0 (Berat Awal) (g) Wt (Berat Basah) (g) Berat Kering (g) LPH (%hari ± SD) Rasio Berat Basah : Berat Kering 1 10 92,5 10,39 6,56 8,90 2 10 150,5 11,26 8,05 13,37 3 10 131,5 20,46 7,64 6,43 4 10 108,0 15,02 7,04 7,19 5 10 155,0 14,65 8,15 10,58 6 10 88,5 11,22 6,43 7,89 7 10 109,0 10,44 7,06 10,44 8 10 132,0 20,51 7,65 6,44 9 10 118,0 13,65 7,31 8,64 10 10 91,5 13,23 6,53 6,92 Rata-rata 117,65±24,0514,08±3,76 7,74 ± 0,62 1:8,68±2,23 3.1.2 Parameter Kualitas Air Hasil pengamatan parameter kualitas air selama monitoring dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Parameter kualitas air selama pengamatan dan monitoring NO Hari/Tanggal Parameter yang diamati Suhu (oC) Salinitas (ppt) 1 15/03/2019 26 30 2 19/03/2019 30 27 3 06/04/2019 26 31 4 07/04/2019 29 30 5 12/04/2019 29 29
  • 31. 21 3.1.3 Hama dan Penyakit Budidaya rumput laut K. alvarezii hasil seleksi klon yang telah dikultur jaringankan. Selama 35 hari dilakukan monitoring hama rumput laut selama tiga kali dalam seminggu. Hama yang menyerang rumput laut adalah epifit dan penyakit ice-ice. Epifit merupakan salah satu hama yang sering menyerang rumput laut. Epifit yang sering menyerang rumput laut adalah Sargassum polycystum sedangkan penyakit ice-ice ini merupakan penyakit yang sering menyerang rumput laut yang dibudidayakan (Gambar 18). Gambar 18. Hama dan Penyakit; A. S. polycystum; B. Penyakit Ice-ice 3.2 Pembahasan 3.2.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Berat bibit rumput laut K. alvarezii 10 g dibudidayakan menggunakan metode longline. Hasil dari Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut hasil kultur jaringan yang dibudidayakan di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, selama 35 hari adalah 7,74±0,62%/hari dengan rasio berat kering : berat basah adalah 1:8,68. LPH yang diperoleh pada PKL ini sebesar 7,74±0,62%/hari. LPH ini lebih tinggi dibandingkan dengan LPH yang didapatkan pada dua tahun sebelumnya. LPH Pada tahun 2017 sebesar 4,62±0,66%/hari (Ram et al., 2018) dan 5,85±0,40 %/hari pada tahun 2018 (Utami, 2018). Hasil LPH dari budidaya rumput laut menggunakan kultur jaringan selama tiga tahun ini menunjukkan konsistensi pertumbuhan yang tinggi sebagaimana ditemukan oleh Hayashi et al., (2017). Tetapi kondisi rumput laut di perairan Langere, Buton Utara dan perairan Marobo, Kabupaten Muna menunjukan pertumbuhan rumput laut hasil kultur jaringan
  • 32. 22 cenderung menurun (Aslan dkk., 2018). Hal ini mengindikasikan adanya variasi pertumbuhan berdasarkan lokasi budidaya. 3.2.2 Rasio Berat Basah dan Berat Kering (BB:BK) Hasil rasio (BB:BK) yang didapatkan adalah 1 : 8,68. Perolehan rasio (BB:BK) ini dapat disebabkan dengan metode pengeringan yang tepat. Penggunaan metode pengeringan sangat berpengaruh terhadap rasio (BB:BK) karena dengan penggunaan metode pengeringan yang tepat dapat menghasilkan kualitas rumput laut yang bagus. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas rumput laut adalah penjemuran yang tidak tepat dan keterlambatan penjemuran (Febriyanti, 2019). Karena keterlambatan dalam penjemuran sehingga menyebabkan perubahan warna rumput laut menjadi pucat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aslan, (2011) rumput laut yang kualitasnya kurang bagus karena proses pemanenannya lebih cepat sebelum 45 hari sehingga kadar airnya tinggi serta terjadi pencampuran produk dengan rumput laut yang lain atau pemanenan dan metode penjemuran tidak sesuai standar. Metode yang digunakan pada PKL MAL untuk budidaya rumput laut hasil kultur jaringan adalah metode long line. Metode long line memiliki keunggulan dalam budidaya rumput laut dibanding dengan metode yang lain. Keunggulan dari metode long line adalah rumput laut yang dibudidayakan akan menerima langsung sinar matahari dalam kadar yang cukup, bebas dari serangan hama yang biasa menyerang dari dasar perairan, pertumbuhannya lebih cepat karna terpapar langsung oleh sinar matahari. Menurut Pong-Masak dan Sarira (2017) pembudidaya rumput laut umumnya kebanyakan masih menggunakan metode long line karena metode ini langsung terpapar oleh sinar matahari sehingga proses fotosintesis berjalan dengan baik dan pertumbuhan rumput laut akan cepat. 3.2.3 Parameter Kualitas Air Faktor yang sangat berperan penting dalam suatu budidaya adalah parameter kualitas air. Parameter kualitas air dapat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan. Pada PKL Manajemen Akuakultur Laut (MAL) ini parameter-parameter yang diukur adalah salinitas dan suhu (Tabel 10). Menurut Asni (2015) menyatakan bahwa parameter-parameter yang diamati pada
  • 33. 23 budidaya rumput laut adalah suhu, kecepatan arus, kecerahan, salinitas, pH, nitrat, fosfat. Menurut Arjuni dkk., (2018) menyatakan bahwa parameter kualitas yang diamati dalam budidaya rumput laut adalah suhu,salinitas, pH, Oksigen terlaru, nitrit dan fhosfat (P). Parameter kualitas air pada PKL manajemen akuakultur laut (MAL) seperti salinitas dan suhu yang didapatkan selama pemeliharaan 35 hari masih berkisar pada kisaran optimum yaitu suhu 26-30 °C dan salinitas 27-31 ppt. Menurut Daud (2013) menyatakan bahwa suhu yang layak bagi lokasi perairan budidaya rumput laut berkisar 26-29 ºC sedangkan salinitas yang optimal pada budidaya rumput laut berkisar antara 29-33 ppt. Menurut Rani dan Hidayanti (2018) menyatakan bahwa suhu untuk lokasi budidaya rumput laut K. alvarezii berkisar antara 27-29°C dan pada salinitas yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 28-35 ppt. 3.2.4 Hama dan Penyakit Budidaya rumput laut K. alvarezii hasil dari kultur jaringan yang dipelihara selama 35 hari di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara ditemukan hama dan penyakit yang menyerang rumput laut seperti epifit dan ice-ice (Gambar 18). Karena kualitas perairan dilokasi budidaya memburuk atau tidak baik serta kondisi cuaca yang ekstrim sehingga dapat menimbulkan bibit penyakit yang menyerang rumput laut yang dibudidayakan. Menurut Nurhidayati dkk (2015), bahwa penyakit yang menyerang rumput laut seperti ice-ice disebabkan karena adanya perubahan lingkungan yang ekstrim yang tidak dapat ditolerir, sehingga tanaman menjadi lemah/tidak sehat. Suhu dan oksigen terlarut berperan terhadap perkembangan populasi bakteri penyebab ice-ice pada rumput laut Fitrian (2015). Jenis epifit yang ditemukan selama pemeliharaan rumput laut K. alvarezii di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara adalah epifit jenis Sargassum granuiferum, S. swartzii, S. polycystum, lumut dan alga yang belum teridentifikasi yang dapat mengganggu pertumbuhan dan menurunkan kualitas karagenan rumput laut K. alvarezii. Dengan adanya epifit pada rumput laut yang dibudidayakan proses fotosintesis akan tergangu dan akan berdampak pada pertumbuhan. Hal ini sesuai
  • 34. 24 dengan pernyataan Arisandi dan Farid (2014), infeksi akan bertambah berat akibat serangan dari epifit yang mengahalangi penetrasi sinar matahari sehingga tidak memungkinkan thallus rumput laut melakukan fotosintesis.
  • 35. 25 IV. SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Budidaya rumput laut K. alvarezii dengan menggunakan bibit hasil seleksi klon yang telah dikultur jaringankan dengan metode longline yaitu rumput laut yang dibudidayakan pada Perairan Desa Bungin Permai selama 35 hari memiliki laju pertumbuhan harian adalah 7.24±0.62%/hari dengan rasio berat kering : berat basah adalah 1: 8.68. Hasil ini lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian Rama dkk. pada tahun 2017, LPH K. alvarezii hasil kultur jaringan yang dibudidayakan di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara selama 35 hari adalah 4,6±0,66 %/hari sedangkan hasil penelitian Utami (2018), LPH berkisar 5,85±0,40 %/hari. Rasio berat kering : berat basah dari rumput laut yang dipanen adalah 1 : 6. Epifit yang menyerang rumput laut K. alvarezii adalah S. granuliferum dan S.polycystum, S. swartzii, lumut dan alga yang belum teridentifikasi. 4.2 Saran Sebaiknya tempat budidaya rumput laut K. alvarezii belum tercemar, agar pertumbuhan rumput laut tumbuh dengan baik. Dalam budidaya rumput laut monitoring sangat penting, dimana agar rumput laut yang kita budidayakan tidak ditumbuhi lumut atau epifit.
  • 36. 26 DAFTAR PUSTAKA Arisandi, A. dan Farid, A. 2014. Dampak Faktor Ekologis Terhadap Sebaran Penyakit Ice-Ice. Jurnal Kelautan. 7(1):20-25. Arjuni, A., Cokrowati N. dan Rusman. 2018. Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan. Jurnal Biologis Tropis.18 (2):216 – 223 Aslan, L.O.M. 2011. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar dalam Bidang Budidaya Perairan. Disampaikan pada Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas Halu Oleo Tanggal 22 Januari 2011. 50 hal. Aslan, L.O.M., Iba, W., Patadjai, A.B. dan Rahim, M. 2018. Pengembangan Kawasan Desa Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dalam Mendukung Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pesisir di Sulawesi Tenggara [Laporan Penelitian Unggulan Strategis Nasional] (Kendari: Halu Oleo Universitas) Asni, A. 2014. Analisis Produksi Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Berdasarkan Musim dan Jarak Lokasi Budidaya Di Perairan Kabupaten Bnateng. Jurnal Akuatik. 6(2):140153. Utami, C. 2018. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungi Permai Kecamatan Tinanggea, Sulawesi Tenggara. Daud, R. 2013. Pengaruh Masa Tanam Terhadap Kualitas Rumput Laut, Kappaphycus Alvarezii. Jurnal Media Akuakultur. 8(2):135-138. Fadli, Pambudy, R. dan Harianto. 2017. Analisis Daya Saing Agribisnis Rumput Laut Di Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Agribisnis Indonesia. 5(2):89- 102. Febriyanti, F. 2019. Pengaruh Jarak Tanam Bibit Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta Gigartinales) Hasil Seleksi Klon yang Kultur Jaringankan Terhadap Pertumbuhan dan Kadar Karagenan Rumput Laut di Desa Marobo Kecamatan Bone Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara. Fitrian, T. 2015. Hama Penyakit (Ice-Ice) Pada Budidaya Rumput Laut Studi Kasus: Maluku Tenggara. Jurnal Oseana.60(4): 1-10. Hayashi, L., Paula, E.J.D. 2007. Growth Rate and Carragenan Analyses in Four Strains of Kappaphycus alvareziim (Rhodophyta Gigartinales) of Sao Paulo State, Brazil. J Appl Phycol. 19 : 392-399 KKP. 2018. Refleksi dan Outlook. Nurhidayati, S., Faturrahman dan Ghazali, M. 2015. Deteksi Bakteri Patogen Yang Berasosiasi Dengan Kappaphycus alvarezii (Doty) Bergejala Penyakit Ice-Ice. Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan.1(2):24-30. Parenrengi, A., Fahrur, M., Makmur dan Redjeki, S.H.M. 2016. Eleksi Rumput Laut Kappaphycus Striatum Dalam Upaya Peningkatan Laju Pertumbuhan Bibit Untuk Budidaya. Jurnal Riset Akuakultur. 11(3):235-248. Pong-Masak, P.R., dan Sarira, N.H. 2017. Penentuan Jarak Tanam Optimal Antara Rumput Bibit pada Metode Verticultur Rumput Laut. Jurnal Perikanan Universitas Gadja Mada. (1) : 13-22
  • 37. 27 Priono, B. 2013. Budidaya Rumput Laut Dalam Upaya Peningkatan Industrialisasi Perikanan. Jurnal Media Akuakultur. 8(1):1-8. Rama, Aslan, L.O.M., Iba, W., Rahmat, A., Armin dan Yusnaeni. 2018. Seaweed Cultivation of Micropropagated Seaweed (Kappaphycus alvarezii) in Bungin Permai Coastal Waters, Tinanggea SubDistrict, South Konawe Regency, South East Sulawesi IOP Conf. Series: Eaeth and Environmental Science 175 Rani, P.P.M. dan Hidayanti, N.S. 2018. Seleksi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyceae) dalam Upaya Penyediaan Bibit Unggul untuk Budidaya. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada. 20(2): 79-85. Suresh, K.K., Ganesan, K. dan Subba, P.R.V. 2015. Seasonal Variation In Nutritional Composition Of Kappaphycus Alvarezii (Doty) Doty—An Edible Seaweed. Jurnal J Food Sci Technol. 52(5):2751–2760.